You are on page 1of 6

MEdical review

Analisis Pemilihan Terapi Kelainan Kulit Hiperpigmentasi


Ary Widhyasti Bandem RS Husada Utama/Surabaya Skin Centre

ABSTRAK Bercak hitam atau coklat disebut juga dengan kelainan hiperpigmentasi atau hipermelanosis. Kelainan ini merupakan keluhan yang sangat sering ditemukan dalam praktek sehari-hari seperti melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi, lentigo solaris, freckles, nevus, dan keganasan kulit. Hipermelanosis bahkan dapat merupakan bagian dari kelainan sistemik seperti pada penyakit Addison dan Akantosis Nigricans. Saat ini tersedia beragam modalitas terapi untuk mengatasi kelainan hiperpigmentasi kulit , seperti misalnya berbagai bahan pemutih topikal, pengelupasan kimiawi, mikrodermabrasi dan terapi laser. Tulisan ini membahas masingmasing pilihan terapi tersebut dan dasar pemilihannya. Supaya terapi yang dipilih efektif, diperlukan juga ketepatan dalam menentukan diagnosis, mengetahui patologi kelainan hiperpigmentasi, kesiapan pasien dalam menerima terapi atau tindakan, pengetahuan teknis obatobatan dan tindakan, dosimetri, dan lain sebagainya Kata kunci: hiperpigmentasi, bahan pemutih, pengelupasan kimiawi, mikrodermabrasi, laser.

ABSTRACT Hypermelanosis is very common complain in our daily practice, and can be a sign of melasma, post inflammatory hyperpigmentation, lentigo solaris, freckles, nevus, skin cancer or a part of Addison diseases and Acantosis Nigricans. There are many therapies to overcome hypermelanosis such as topical bleaching agents, chemical peeling, microdermabration, and laser. This paper will discussed and analyze those options. Success treatments also depend on correct diagnoses, histological findings, patients acceptance to treatments, technical knowledge and experiences of the physician. Keywords: hyperpigmentation, whitening agents, chemical peeling, microdermabrasion, laser.

PENDAHULUAN Bercak hitam atau coklat disebut juga dengan kelainan hiperpigmentasi atau hipermelanosis. Kelainan ini merupakan keluhan yang sangat sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dengan manifestasi yang dapat terdistribusi pada semua permukaan kulit. Apabila kelainan ini terdistribusi di wajah dapat berupa melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi, lentigo solaris, freckless, nevus, keganasan kulit bahkan dapat juga merupakan bagian dari kelainan sistemik seperti pada penyakit Addison, Akantosis Nigricans dan lain lain.1,2 Pemilihan terapi untuk mengatasi kelainan hiperpigmentasi sangat beragam tergantung pada patologi kelainannya. Secara garis besar tentu dasar pemilihan tidak lepas dari costeffectiveness yang mencakup biaya, efektivitas dan keamanannya.

Vol. 26 No.2 August 2013

MEDICINUS

47

medical review

Secara patologi, hiperpigmentasi yang terjadi dapat disebabkan oleh: Peningkatan jumlah melanin di epidermis seperti pada lentigines Peningkatan jumlah melanin di epidermis dan dermis bagian atas yang tersebar seperti pada melasma dan apabila sebaran melanin ini bersama makrofag dapat dijumpai pada hiperpigmentasi pasca inflamasi Dijumpainya melanin di dalam melanosit dan melanofag pada dermis bagian tengah dan bawah seperti pada blue nevi Deposisi melanosit pada dermis yang terutama dijumpai pada kelainan hiperpigmentasi kongenital Peningkatan jumlah melanosit (hipermelanositosis) pada epidermis dan dermis seperti pada nevus pigmentosus Adanya melanin pada keratinosit bersama dengan sebaran hemosiderin pada melanofag, misalnya pada hemokromatosis dan Deposisi pigmen eksogen pada dermis pada tato.1,2 Dengan melihat patologi ini, maka seseorang dapat menentukan pilihan terapi untuk mengatasi kelainan hiperpigmentasi. Secara umum dikenal beberapa modalitas terapi untuk kelainan pigmentasi seperti hidrokuinon sebagai bahan pemutih kulit, bahan kosmeseutikal alami, chemical peeling (pengelupasan kimiawi), mikrodermabrasi dan terapi laser.3,4 Bahan pemutih kulit tersedia sangat beragam; di samping mengatasi hiperpigmentasi, pada pemakaian jangka panjang dapat memicu peradangan yang pada akhirnya meninggalkan hiperpigmentasi yang justru dapat lebih berat dari sebelumnya. Peradangan yang berakibat munculnya hiperpigmentasi ini juga dapat terjadi pada pilihan terapi lainnya seperti chemical peeling, mikrodermabrasi dan laser, sehingga diperlukan penanganan kelainan hiperpigmentasi dengan penuh kehati-hatian. Pada kelainan hiperpigmentasi, melanin sebagai pigmen kulit normal memegang peran penting dalam manifestasi klinisnya, sehingga pada makalah ini dibahas mengenai biosintesis melanin, beberapa bahan pemutih topikal yang sering dipakai untuk mengatasi hiperpigmentasi,

pengelupasan kimiawi superfisial, mikrodermabrasi dan terapi laser dengan tujuan mengatasi kelainan hiperpigmentasi. BIOSINTESIS MELANIN 1,2 Sebelum membahas pilihan terapi hiperpigmentasi, sangatlah penting untuk memahami sintesis melanin. Melanin adalah turunan indole DOPA (dihidroksi fenilalanin) yang dibentuk dalam melanosom melalui beberapa tahapan oksidasi. Berdasarkan atas warna akhir dari sintesis melanin, berat molekul dan derajat kelarutannya, dikenal dua tipe melanin yaitu melanin dengan ciri berwarna hitam atau coklat, sukar larut dan berat molekulnya tinggi disebut eumelanin. Sementara melanin yang berwarna kuning kemerahan, mudah larut dan berat molekul lebih rendah disebut feomelanin. Sintesis melanin dimulai dengan hidroksilasi asam amino tirosine oleh enzim tirosinase menjadi L-DOPA. L-DOPA berfungsi sebagai co-factor dalam proses oksidasi berikutnya dan sebagai substrat enzim tirosinase. L-DOPA dioksidasi menjadi DOPAquinone, kemudian DOPAquinone dikonversi menjadi DOPAchrome. DOPAchrome kemudian dikonversi oleh enzim tirosinase menjadi DHI (5,6-dihydroxyindole) atau dikatalisis oleh enzim DOPAchrome taumerase atau TRP2 menjadi DHICA (5,6-dihydroxy-indole-2-carboxylic acid). DHI kemudian di konversi menjadi melanin DHI yang berwarna hitam, tidak larut dan mempunyai berat molekul tinggi, sedangkan DHICA dikonversi menjadi melanin DHICA yang berwarna coklat, kurang larut dan mempunyai berat molekul sedang. DOPAquinone juga dapat berikatan dengan glutahione atau cysteine membentuk cysteinyl DOPA yang berwana kuning kemerahan, larut, dan mempunyai berat molekul ringan yang disebut feomelanin. BAHAN PEMUTIH TOPIKAL Sampai saat ini dikenal banyak sekali jenis bahan pemutih dengan efektivitas yang bervariasi bahkan masih banyak yang belum terbukti efektivitasnya berdasar pada kaidah-kaidah ilmiah.

48

MEDICINUS

Vol. 26 No.2 August 2013

medical review

Mekanisme kerja bahan pemutih adalah dengan menghambat pada satu atau beberapa tahapan sintesis melanin. Beberapa bahan pemutih yang sering dipakai untuk kelainan hiperpigmentasi adalah sebagai berikut: Hidrokuinon3,4,6-8 Komponen fenol hidrokuinon dipakai secara luas untuk melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi, dan kelainan hiperpigmentasi lainnya. Hidrokuinon didapatkan secara alamiah pada kopi, teh, bir, dan anggur. Mekanisme kerja hidrokuinon adalah dengan menghambat aktivitas tirosinase sehingga mengganggu konversi tirosin menjadi melanin. Besarnya aktivitas penghambatan tirosinase sampai 90%. Di samping itu hidrokuinon ini juga menghambat sintesa DNA dan RNA serta mempercepat degradasi melanosom. Hidrokuinon di pasaran tersedia dalam konsentrasi 2%-5%. Secara umum hidrokuinon tergolong relatif aman, labil mudah berubah warna terutama apabila terpapar UV dan merupakan baku emas sebagai bahan pemutih kulit. Beberapa efek samping yang sering terjadi adalah iritasi kulit dan dermatitis kontak. Walaupun demikian, kadang dijumpai efek samping berupa okronosis yang berdampak kurang baik dalam prognosis terapi kelainan pigmentasi. Okronosis ini terutama muncul apabila diberikan dalam konsentrasi tinggi dan jangka waktu lama pada pasien berkulit gelap. Hidrokuinon ini dilaporkan mempunyai efek mutagenik, sehinga di beberapa negara seperti Afrika, Jepang dan Eropa melarang penggunaan hidrokuinon untuk terapi kelainan hiperpigmentasi. Untuk mengurangi efek yang tidak diinginkan, hidrokuinon dianjurkan pemakaiannya selama 4 bulan kemudian diganti dengan bahan pemutih lainnya, begitu seterusnya secara periodik. Asam Kojik (5-hydroxymethyl-4 pyrone)3,4,6-8 Merupakan inhibitor tirosinase yang berasal dari Aspergilus dan Penicilium. Pada industri makanan, asam kojik dipakai untuk mencegah perubahan warna makanan menjadi kecoklatan dan untuk mempercepat pematangan buah strawberi. Di pasaran tersedia dalam konsentrasi 1% dan 4%

yang dioleskan 2 kali sehari. Efek pencerahan kulit akan tampak setelah pemakaian selama 1-2 bulan. Asam kojik juga sering memunculkan efek iritasi kulit sehingga sering dikombinasikan dengan preparat steroid topikal. Asam Azeleat (Azelaic Acid)3,4,6-8 Merupakan asam dekarbosilat berasal dari Pityrosporum ovale. Efek lightening bersifat selektif dengan menghambat enzim tirosinase pada melanosit yang sangat aktif, sehingga tidak berpengaruh pada perubahan warna kulit normal. Di pasaran, tersedia pada konsentrasi 20%, dioleskan sehari 2 kali selama 3-12 bulan. Asam azeleat secara umum ditoleransi dengan baik sehingga dapat digunakan dalam jangka panjang. Efek samping dirasakan sedikit rasa menyengat beberapa saat setelah dioleskan berupa eritema, rasa gatal, panas dan skuamasi yang akan menghilang setelah 2-4 minggu pemakaian. Vitamin C Topikal4,6-8 Vitamin C berefek pada beberapa tahap oksidasi melanogenesis. Mekanisme terjadinya efek pengurangan pigmentasi, disebabkan oleh karena vitamin C ini mampu berinteraksi dengan ion Cu (copper/tembaga) pada tempat kerja tirosinase dan mengurangi konversi menjadi DOPAquinon. Secara umum sediaan vitamin C topical bersifat labil, tetapi di antara sediaan vitamin C topical ternyata magnesium Lascorbic acid 2 phosphate (MAP) merupakan yang paling stabil. Glabridin (Ekstrak Licorice)4,6-8 Didapat dari akar Glycyrrhiza glabra linneva yang mengandung 10-40% glabridin, sebagai bahan aktifnya. Glabridin dapat menghambat aktivitas tirosinase tanpa efek sitotoksik. Glabridin 0,5 % dapat mengurangi eritema dan pigmentasi akibat UVB dan mempunyai efek antiinflamasi karena dapat menghambat produksi anion superoksid. Bearberry dan Arbutin4,6-8 Arbutin merupakan beta D glucopyranoside dari hidrokuinon yang berasal dari tanaman bearberry (Uva ursi folium) dan juga didapatkan dari

Vol. 26 No.2 August 2013

MEDICINUS

49

medical review

daun cranberry dan blueberry. Mekanisme aksi diperkirakan pada penghambatan tirosinase dan DHICA (5,6 hydrokyindole 2 carboxylic acid) polimerase, serta penghambatan maturasi melanosom. Di Jepang bahan ini dipakai dalam konsentrasi 3%, tetapi konsentrasi yang lebih tinggi dapat menimbulkan hiperpigmentasi paradoksal. Kedelai (Soy)4,6-8 Dikenal dua fraksi protein yang berefek mengurangi pigmentasi yaitu soybean trypsin inhibitor dan Bowman-Birk inhibitor. Kedua protein ini terbukti secara in vitro dan in vivo mengurangi pigmentasi dan mampu mencegah pigmentasi yang disebabkan oleh paparan UV. Mekanismenya melalui penghambatan pecahnya protease-activated receptor 2 (PAR-2) yang diekspresikan di keratinosit, sehingga diperkirakan berefek menghambat transfer melanosom dari melanosit ke keratinosit. Mekanisme yang sama juga terdapat pada niasinamid yang merupakan turunan vitamin B3. Pemakaian susu soya segar dan tidak dipasteurisasi, dua kali sehari selama 12 minggu memperbaiki lesi hiperpigmentasi dengan efek samping minimal. Niasinamid4,6-8 Niasinamid atau nikotinamid, merupakan bentuk aktif dari vitamin B3. Niasinamid dapat menghambat transfer melanosom ke keratinosit epidermis. Pemakaian niasinamid 5% dua kali sehari selama 8 minggu memperbaiki lesi hiperpgimentasi. Kombinasi niasinamd 3,5% dan retinil palmitat dua kali sehari menunjukkan perbaikan lesi hiperpigmentasi setelah 4 minggu dibandingkan vehikulum saja. BAHAN YANG MENINGKATKAN EFEKTIVITAS BAHAN PEMUTIH Asam Retinoat dan Retinol4,6-8 Asam retinoat merupakan turunan vitamin A dan telah banyak digunakan sebagai bahan pemutih pada kelainan melasma dan hiperpigmentasi pasca inflamasi (HPI) akibat acne. Mekanisme kerja sebagai bahan pemutih belum

jelas, tetapi suatu penelitian pada binatang didapatkan bahwa asam retinoat mampu dapat menghambat tirosinase. Pada tahun 1975 Kligman dan Willis menyatakan bahwa mekanisme kerja asam retinoat mampu lebih meratakan distribusikan granula pigmen di keratinosit. Penelitian lain mengatakan bahwa asam retinoat juga mengganggu transfer melanin ke keratinosit dan mempercepat pengelupasan epidermis. Sehingga dari berbagai pernyataan di atas terlihat jelas bahwa asam retinoat akan berefek mengurangi pigmentasi pada kelainan-kelainan pigmentasi yang berupa bercak atau peninggian kulit akibat percepatan epidermopoiesis. Asam retinoat tersedia dalam konsentrasi 0,025%; 0,5%; 0,1% dalam vehikulum solusio, gel maupun krim. Di samping asam retinoat dikenal turunan turunan vitamin A yang lain seperti retinol dan adapalene, walaupun kurang efektif dibandingkan asam retinoat dan tretinoin. Efek samping yang tidak diinginkan berupa eritema, deskuamasi dan rasa seperti terbakar yang disebut dengan retinoid dermatitis. Asam Glikolat4,6-8 Asam glikolat merupakan asam hidroksi alfa yang berasal dari gula tebu, yang mempunyai efek pencerahan. Manifestasi klinis GA sangat tergantung pada konsentrasi. Pada konsentrasi rendah, GA mampu melepaskan ikatan antar keratinosit sehingga deskuamasi keratinosit yang berpigmen menjadi lebih cepat, sedang dalam konsentrasi tinggi menyebabkan efek epidermolisis sehingga dapat digunakan dalam pengelupasan kimiawi guna menghilangkan lapisan epidermis sampai lapisan dermis bagian atas. Kombinasi dengan kortikosteroid dan komponen lainnya4,6-8 Dikenal berbagai formulasi berbagai bahan yang mampu mengatasi permasalahan kelainan hiperpigmentasi. Formulasi ini ditujukan untuk meningkatkan efek terapi kelainan hiperpigmentasi dan mengurangi efek samping komponen bahan-bahan formula. Salah satu yang paling dikenal adalah Formula Kligman yang

50

MEDICINUS

Vol. 26 No.2 August 2013

medical review

terdiri dari hidrokuinon 5%, asam retinoat 0,1%, dan dexametason 0,1% dalam vehikulum berbasis krim. Karena efektivitas yang cukup tinggi dengan efek samping yang relatif rendah maka terjadilah booming dalam pemakaiannya, sehingga mulai banyak dijumpai efek samping akibat formula ini. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efek samping formula ini, maka dikembangkanlah formula modifikasi Kligman, salah satunya adalah Triluma yang terdiri dari campuran fluocinolone 0,01%, hidrokuinon 4%, dan tretinoin 0,05% PENGELUPASAN KIMIAWI3.4,9 Pengelupasan kimiawi merupakan salah satu prosedur pengolesan bahan kimia yang mengakibatkan perubahan struktur epidermis maupun dermis, mempercepat turnover epidermis dan menghilangkan keratinosit berpigmen, sehingga dapat dipakai untuk kelainan hiperpigmentasi. Dikenal berbagai bahan pengelupas kimiawi seperti asam glikolat (GA), trichlor acetic acid (TCAA) 50% dan asam salisilat 20%-30%. Pengelupasan kimiawi dengan asam glikolat 30%-40% setiap 2-3 minggu ternyata mampu meningkatkan kerja bahan pemutih seperti hidrokuinon, walaupun untuk itu diperlukan kehati-hatian dalam pemakaiannya oleh karena pemakaian bahan ini pada pasien berkulit gelap dapat menyebabkan munculnya hiperpigmentasi pasca inflamasi. Satu penelitian kasus kontrol, paralel pada 40 orang India (tipe kulit III-IV) dengan melasma sedang sampai berat, didapatkan bahwa pada kelompok kasus yang diterapi kombinasi modifikasi Kligman setiap hari dengan GA 30%-40% yang diberikan setiap 2-3 minggu dan dievaluasi sampai 21 minggu terjadi perbaikan yang lebih nyata dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya mendapatkan terapi modifikasi Kligman saja. MIKRODERMABRASI10 Mikrodermabrasi merupakan tindakan non invasif yang diperkenalkan pertama kali di Itali pada tahun 1985. Sejak saat itu, walaupun tindakan ini belum dibuktikan efektivitas dan efek jangka panjangnya, namun tindakan ini paling

sering dilakukan untuk keperluan estetik. Prosedur tindakan ini memerlukan waktu sekitar 2030 menit dan dianjurkan untuk dilakukan pengulangan setiap 2-4 minggu. Mikrodermabrasi diindikasikan untuk tujuan estetik, termasuk untuk mengatasi kelainan hiperpigmentasi seperti melasma, hiperpigmentasi pasca inflamasi, dan kelainan diskromia akibat penuaan kulit. Cottellessa dkk melakukan penelitian kasus kontrol untuk menilai efikasi mikrodermabrasi pada 40 pasien dengan bercak hitam di wajah. Dua puluh pasien mendapatkan mikrodermabrasi saja, sedang 20 pasien lainnya mendapatkan terapi kombinasi mikrodermabrasi dan TCA 15%. Delapan dari 20 pasien (40%) yang mendapatkan mikrodermabrasi mengalami perbaikan komplit lesi hiperpigmentasi setelah 4-8 kali tindakan, sepuluh lainnya (50%) hanya terjadi perbaikan parsial dan dua orang lainnya (10%) tidak ada perubahan setelah 8 kali terapi. Pada kelompok yang mendapatkan mikrodermabrasi dan TCA 15% terjadi penurunan frekuensi terapi menjadi 4-6 kali dan tidak didapatkan efek samping yang serius. Pada penelitian lainnya, didapatkan bahwa mikrodermabrasi aman dilakukan pada berbagai kelainan hiperpigmentasi dan pada berbagai tipe kulit I. TERAPI LASER11 Prinsip penggunaan laser untuk terapi hiperpigmentasi sama dengan untuk indikasi lain yaitu berdasarkan prinsip selektif fototermolisis. Laser yang dipilih adalah jenis Q switched dengan panjang gelombang 500-1100 nm yang sesuai dengan target kromofornya berupa melanin. Beberapa contoh Q switched yang dipakai adalah QS Nd YAG 532 nm, 1064nm, QS Ruby 694nm dan QS Alexanderite 755 nm. Kelainan hiperpigmentasi yang dapat diterapi dengan laser adalah lesi-lesi hiperpigmentasi di epidermis dan dermis, seperti: lentigo, efelid, berbagai nevus, dan tato. Seperti halnya modalitas terapi lain untuk kelainan hiperpigmentasi, terapi laser ini akan efektif dan sedikit menimbulkan efek samping apabila diawali dengan peningkatan ketepatan diagnosis, pengetatan seleksi pasien, perawatan pre laser dan post laser dengan benar.

Vol. 26 No.2 August 2013

MEDICINUS

51

medical review

TABIR SURYA 3,7 Tabir surya adalah bahan yang ditujukan untuk menvgurangi efek buruk pajanan sinar matahari seperti efek terbakar surya, tanning dan supresi respon imun dengan cara menyerap, memantulkan atau menghamburkan enerji sinar matahari yang sampai di kulit. Merujuk pada mekanisme aksi tabir surya pada kejadian pigmentasi karena paparan sinar matahari, maka merupakan kewajiban penggunaan tabir surya pada pasien yang mendapatkan terapi untuk kelainan hiperpigmentasi. Dikenal dua macam tabir surya yaitu tabir surya sistemik seperti beta karoten, vitamin C, vitamin E dan tabir surya topikal baik yang bersifat fisik maupun kimiawi. Tabir surya sistemik belum terbukti mempunyai efek perlindungan terhadap terbakar sinar matahari dan penurunan respon imun, sedangkan tabir surya topikal dapat diukur efek proteksinya terhadap efek terbakar sinar matahari dengan melihat Faktor Pelindung Surya (FPS). Tabir surya yang beredar dipasaran mempunyai variasi nilai FPS dari 15 sampai 50 sesuai rekomendasi dari berbagai institusi kesehatan dunia bahwa penggunaan tabir surya dianjurkan dengan FPS > 15. Tidak dianjurkan tabir surya dengan FPS tinggi oleh karena berisiko terhadap timbulnya perasaan aman yang berlebihan, biaya tinggi, lebih berisiko terjadi reaksi iritasi, alergi, fototoksik maupun fotoalergi. PERTIMBANGAN TERAPI HIPERPIGMENTASI Telah disebutkan diatas berbagai bahan dan modalitas terapi kelainan hiperpigmentasi. Hal yang lebih penting dari semua terapi dan tindakan di atas adalah ketepatan dalam diagnosis, mengetahui patologi kelainan hiperpigmentasi, kesiapan pasien dalam menerima terapi atau tindakan, pengetahuan teknis obat-obatan dan tindakan, dosimetri, mengetahui indikasi, kontra indikasi, faktor risiko dan efek samping.

KESIMPULAN Telah dibahas beberapa pilihan bahan topikal dan modalitas terapi untuk kelainan hiperpigmentasi kulit yang meliputi berbagai bahan pemutih topikal, pengelupasan kimiawi, mikrodermabrasi dan terapi laser. Dasar pemilihan terapi adalah ketepatan dalam diagnosis, mengetahui patologi kelainan hiperpigmentasi, kesiapan pasien dalam menerima terapi atau tindakan, pengetahuan teknis obat obatan dan tindakan, dosimetri, mengetahui indikasi, kontra indikasi, faktor risiko dan efek samping. Di samping itu pemakaian tabir surya yang sesuai merupakan kewajiban untuk pasien yang mendapatkan terapi kelainan hiperpigmentasi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya efek samping seperti reaksi iritasi, alergi, fototoksik maupun fotoalergi, hiperpigmentasi pasca inflamasi dan timbulnya perasaan aman yang berlebihan serta biaya tinggi pada pasien.

daftar pustaka
1. Saghari S. Skin pigmentation and Pigmentation Disorders. In: Baumann L, Saghari S, Weisberg E (eds) Cosmetic Dermatology, Principles and Practice. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill Medical. 2009; 98-108. 2. Lapeere H, Boone B, Schepper SD, Verhaeghe e, Ongenae K, Geel NV. Hypomelanosis and Hypermelanosis. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz St, Gilchrest BA, (eds) Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7thed, vol 1, new York, McGraw Hill medical, 2008;623-40. 3. Rebat M, Halder Georgianna M, Richards. Management of Dyschromias in Ethnic Skin. Dermatol Therapy 2004, vol 17:153-7. 4. Policarpio B. Skin Lightening and Depigmenting Agents. http:// emedicine. medscape.com. Updated Oct 26, 2009; 1-11. 5. Park HY, Pongpudpunth M, Lee J, Yaar M. Biology of Melanocyttes. In: Wolf K, Goldsmith LA, Katz St, Gilchrest BA, (eds) Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7thed, vol 1, new York, Mc Graw Hill medical, 2008;593-608. 6. Marta I, Rendon, Jorge I, Gaviria. Skin Lightening Agents. In: Draelos ZD (ed) Cosmeceuticals 2nd , China, Elsevier Saunders,2009;103-9, 7. Marta I, Rendon, Jorge I, Gaviria. Review of Skin-Lightening Agents. Dermatol Surg 2005:31:886-9. 8. Baumann L and Allemann IB. Depigmenting Agents. In Baumann L, Saghari S, Weisberg E (eds) Cosmetic Dermatology, Principles and Practice. 2nd ed. New York. Mc Graw Hill Medical.; 2009;27991 9. Gupta AK, Gover MD, Nouri K, Taylor S. The treatment of melasma: a review of clinical trials. J Am Acad Dermatol. Dec 2006;55(6):1048-65. 10. Grimes P. Microdermabrasion. In: Draelos ZD (ed) Cosmetic Dermatology. Products and Procedures.Wiley-Blackwell. 2010. 41825. 11. Rohrer TE, Ort RJ, Arndt KA and Dover JS. Laser in the treatment of pigmented lesions. In: Kaminer MS, Arndt KA, Dover JS RohreTE, Zachary CB (eds), Atlas of Cosmetic Surgery, 2nd ed, Philadelphia, Saunders Elsevier, 2009; 155-177.

52

MEDICINUS

Vol. 26 No.2 August 2013

You might also like