You are on page 1of 17

BAB I PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan suatu keadaan di mana kulit mengalami suatu peradangan.1 Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis secara umum berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis : dermatitis eksogen dan endogen. Dermatitis eksogen salah satunya adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan peradangan non-infeksi pada kulit yang disebabkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit dimana bahan- bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik pada kulit. Ciri umum dermatitis kontak adalah adanya eritema (kemerahan), edema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan berisi cairan diameter kurang dari 5mm), crust.1 Secara umum, dermatitis kontak dibagi menjadi dua, yakni dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi.1,2 Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua PAK (penyakit akibat kerja) bersifat nonalergi atau iritan.3 Ada dua jenis dermatitis kontak, yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Bahan penyebab dermatitis kontak alergik pada umumnya adalah bahan kimia yang terkandung dalam alat-alat yang dikenakan oleh penderita, yang berhubungan dengan pekerjaan/hobi, atau oleh bahan yang berada di sekitarnya. Disamping bahan penyebab tersebut, ada faktor penunjang yang mempermudah timbulnya dermatitis kontak tersebut yaitu suhu udara, kelembapan, gesekan, dan oklusi.3 Dermatitis kontak sering dihubungkan dengan risiko dari suatu pekerjaan, seperti : petugas kehutanan, nelayan, polisi lalu lintas, dan sebagainya. Dermatitis kontak alergik pada lingkungan kerja terjadi lebih sedikit dari pada dermatitis kontak iritan.3,4 Dermatitis kontak akibat kerja dapat diartikan dengan kelainan

kulit yang disebabkan oleh pekerjaan secara langsung atau penyakit kulit yang dapat diperberat dan merupakan salah satu penyakit akibat kerja yang dapat mempengaruhi hasil produksi.2,3 Penelitian survailance di Amerika menyebutkan 80% penyakit kulit akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, ternyata dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA), menduduki urutan frekuensi pertama dan kedua dengan 80% berupa DKI dan 14%-20% DKA.4 Di Bavaria Utara, Jerman, insiden terjadinya dermatitis akibat kerja pada pekerja kostruksi/ bangunan dari tahun 1990-1999 didapatkan sekitar 335 kasus yang terdaftar, atau sekitar 9%. Dengan proporsi DKI sebesar 44.5%. Sedang di Jawa Tengah, Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62% dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53%.4,5 Kulit manusia mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan menjadi lebih kering yang memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga lebih mudah terkena dermatitis.6 Usia pekerja yang lebih tua juga menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan. Namun berdasarkan hasil beberapa penelitian, pekerja dengan usia yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.5 Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa pekerja dengan usia yang lebih muda memiliki pengalaman yang lebih sedikit sehingga kontak bahan kimia dengan pekerja masih sering terjadi pada pekerja muda. Pada pekerja tua yang berpengalaman dalam menangani bahan kimia, kontak bahan kimia dengan kulit semakin lebih sedikit. Selain itu kebanyakan pekerja tua lebih menghargai akan keselamatan dan kesehatannya, sehingga pekerja usia tua akan menggunakan APD.4,5 Hasil penelitian Florence menunjukan pekerja yang tidak lengkap menggunakan APD mengalami dermatitis sebanyak 46%, sedangkan pekerja yang lengkap menggunakan APD hanya 8% mengalami dermatitis kontak.5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


1. Definisi Dermatitis Dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen da atau faktor endoge, menimbulkan kelainan klinis berpa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan terkadang disertai keluhan gatal.6,7 Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen) misalnya bahan kimia seperti detergen, asam, basa, oli, semen. Bahan fisik seperti sinar dan suhu; miroorganisme seperti bakteri dan jamur, dan dapat berupa endogen misalnya dermatitis atopik.6,7 Dermatitis kontak merupakan peradangan kulit yang disertai dengan adanya spongiosis /edema interseluler pada epidermis karena kulit berinteraksi dengan bahan-bahan kimia yang berkontak atau terpajan dengan kulit. Bahan-bahan tersebut dapat bersifat toksik ataupun alergik.6,7

2. Klasifikasi Dermatitis Berdasarkan etiologi dapat dibedakan sebagai dermatitis kontak, radiodermatitis, dermatitis medikamentosa. Dermatitis kontak merupakan dermatitis yang paling sering terjadi pada pekerja. Dermatitis kontak akan muncul pada permukaan kulit jika zat kimia tersebut memiliki jumlah, konsentrasi dan durasi (lama pajanan) yang cukup. Dengan kata lain semakin lama besar jumlah, konsentrasi dan lama pajanan, maka semakin besar kemungkinan pekerja tersebut terkena dermatitis kontak.5,6 Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak dapat dibagi menjadi 2 yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan kulit
3

nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergik (DKA) terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen.6,8

a. Dermatitis Kontak Iritan (DKI) Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja) 6,8 Penyebab munculnya dermatitis jenis ini adalah bahan yang bersifat iritan misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi ditentukan oleh ukuran molekuk, daya laru, konsetrasi bahan tersebut dan vehikulum, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor-faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus menerus atau berselang), adanya oklusi sehingga menyebabkan kulit lebih pemeabel, demikian pula gerakan dan trauma fisis. Suhu dan kelembapan juga ikut berpengaruh. Pekerjaan yang berisiko tinggi meliputi pembatu rumah tangga, pelayan rumah sakit, tukang masak, dan penata rambut.1,6 Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti.6 Gejala klinis dermatitis kontak iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis iritan kronik. Pada Dermatitis kontak iritan akut, reaksi ini bisa beraneka ragam dari nekrosis (korosi) hingga keadaan yang tidak lebih daripada sedikit dehidrasi (kering) dan kemerahan. Kekuatan reaksi tergantung dari kerentanan individunya

dan pada konsentrasi serta ciri kimiawi kontaktan, adanya oklusi dan lamanya serta frekuensi kontak.6,8 Dermatitis Kontak Iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal dan terjadi likenifikasi, batas kelainan tidak tegas.6

b. Dermatitis kontak Alergi (DKA) Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi.6 Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).9 Tabel.1 Alergen yang sering menyebabkan terjadinya DKA

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cellmediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit timbul secara lambat (delayed

hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.1,6 Sensitasi terjadi sesudah kontak dengan suatu zat (allergen) tanpa terjadinya perubahan kulit yang jelas. Sensitivitas biasanya timbul beberapa minggu sesudah pajanan pertama, dan kontak berikutnya dengan allergen yang sama, walaupun jumlahnya sedikit, akan menimbulkan dermatitis kontak. Sensitivitas dapat bertahan selama beberapa bulan, beberapa tahun, bahkan seumur hidup. Sedangkan fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis.1,6 Beberapa zat kimia dapat bersifat sebagai allergen (sensitizer) maupun iritan. Beberapa faktor yang membantu terjadinya dermatitis kontak alergik maupun iritan adalah penyakit kulit yang telah ada sebelumnya (misalnya dermatitis atopic), suhu panas, kelembaban dan gesekan.1,6 Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.1,6

3. Dermatitis Akibat Lingkungan Kerja a. Penyebab Dermatitis Akibat Lingkungan Kerja Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor.9 Pada pemeriksaan dermatitis kontak terkadang sulit dibedakan antara kelainan kulit yang disebabkan alergi dengan dermatitis kontak akibat kerja. Jika riwayat alergi telah diketahui, maka dapat ditelusuri penyebab gangguan kulit tersebut apakah akibat allergen yang telah diketahui ataukah akibat kerja. Pada dermatitis akibat lingkungan kerja dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Dermatitis akibat kerja biasanya dikelompokkan menurut mekanisme yang menyebabkannya yaitu mekanik, fisik, biologik dan kimiawi.5,7,9

i.

Faktor mekanik Gesekan dan trauma Gesekan dan tekanan akibat pemakaian terus menerus suatu alat sering menimbulkan penebalan kulit, kalus, abrasi dan ulkus.

ii.

Faktor fisik Faktor lingkungan misalnya panas, lembab, dingin, asap, tumbuhtumbuhan, kayu, sinar matahari dan ultraviolet dapat menyebabkan berbagai kelainan kulit. Reaksi fototoksik dan foto alergik dapat juga terjadi akibat pajanan tertentu. Suhu tinggi ditempat kerja dapat menyebabkan miliara, dan combustion. Suhu rendah ditempat kerja menyebabkan frostbite. Kelembaban terlalu rendah dapat menyebabkan kulit dan selaput lendir saluran perfasan menjadi kering dan pecah-pecah sehingga dapat terjadi perdarahan pada kulit dan selaput lendir.

Radiasi elektromagnetik non ionisasi seperti ultraviolet dan infra merah. Kelembaban yang menyebabkan kulit menjadi basah, hal ini dapat menyebabkan timbulnya jamur. Perneranganyang kurang baik di tempat kerja dapat menyebabkan terganggunya indra penglihatan sehingga cenderung terjadinya kecelakaan kerja.

Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas.

Kecepatan aliran udara yang lambat menyebabkan kemungkinan kontak dengan bahan kimia dalam bentuk gas, uap, asap, kabut menjadi lebih besar.

iii.

Faktor biologik Bakteri, ragi, jamur, virus, dan parasit dapat

menimbulkan penyakit kulit primer pada lingkungan pekerjaan. Infeksi bacterial skunder dapat merupakan komplikasi suatu erupsi eksematosa.

iv.

Faktor kimiawi Zat kimia merupakan penyebab tersering suatu

dermatosis akibat kerja, dan biasanya digolongkan menurut pengaruhnya pada permukaan kulit sebagai iritan atau sensitizer. Zat Iritan digolongkan sesuai dengan kerjanya pada kulit yaitu Zat yang merusak lapisan tanduk : alkali, sabun, pelarut organic Zat yang melarutkan lipid permukaan kulit : pelarut anorganik dan organic, deterjen Zat penghidrasi : asam anorganik, anhidrida, alkali
8

Zat pengoksidasi : pemutih, krom, garam arsen dan seng, peroksida Zat pengendap protein : krom, arsen, garam seng Zat penghidrolisa : senyawa kalsium Zat pereduksi : asam oksalat, asam format Photosensitizer : ter batubara, zat pewarna dan petroleum Zat teratogenik : arsen, arang batubara, petroleum, radiasi matahari, radiasi berion

Selain itu pada dermatitis dalam lingkungan kerja dapat juga terjadi sebagai reaksi alergi. Pada orang yang peka, suatu reaksi alergik dapat terjadi setelah terpajan dengan zat kimia. Keadaan ini sangat khas dan penyebabnya adalah reaksi hipersensitivitas.8,9 Gejala klinis reaksi ini tidak terjadi pada pajanan pertama, tetapi timbul setelah melewati periode sensititasi sekitar 2 minggu dan pajanan berikutnya menyebabkan dermatitis kontak eksematosa. Alergen industry sangat banyak jumlahnya dan bersifat khas untuk setiap industry. Allergen yang paling sering ialah garam nikel, kromat alkali, etilendiamin, senyawa air raksa, resin (epoksi, fenolformaldehid), dinitroklorobenzen, parafenilendiamin.8,9

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis dalam lingkungan kerja i. Lama kontak Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya
9

pengendalian

lama

kontak

dengan

bahan

kimia

dengan

menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per hari.5,8,9

ii.

Frekuensi kontak Frekuensi kontak yang berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional. Oleh karena itu upaya menurunkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja adalah dengan menurunkan frekuensi kontak dengan bahan kimia.

iii. Ras Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industry karena kulitnya kaya akan melanin, sehingga jarang menderita tumor kulit oleh radiasi ultraviolet, kurang peka terhadap debu kimia, dan bahan pelarut alkali.

iv. Tipe Kulit Kulit yang berminyak lebih tahan terhadap sabun, bahan, dan zat-zat yang larut dalam air, sedangkan kulit yang kering rentan terhadap asam, basa, deterjen, dan bahan pelarut lemak.

v.

Pengeluaran Keringat Keringat melindungi kulit dengan cara mengencerkan dan menghanyutkan bahan-bahan iritan. Keringat dapat pula merubah bahan-bahan yang laurt dalam air menjadi bentuk lain dan mempermudah absorbs kulit melalui pori-pori kulit.

10

vi. Iklim/Musim Dermatitis akibat kerjabanyak dijumpai pada waktu musim panas karena pengeluaran keringat meningkat dan pekerja kurang senang memakai alat pelindung diri.

vii. Personal Hygiene Personal Hygiene merupakan salah satu faktor yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak. Pekerja yang kurang bersih misalnya tidak membersihkan diri setelah selesai bekerja menjadipenyebab terjadinya dermatitis kontak.

viii. Pengetahuan Kebanyakan pekerja tidak mengetahui prosedur kerja, mereka bekerja dengan cara sendiri yang lebih mementingkan kenyamanan tanpa memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.

ix. Tindakan Tindakan pekerja ketika melakukan pekerjaan, meskipun pekerja sudah mengetahui prosedur kerja dan risiko pekerja namun pekerja tidak bertindak seusai dengan pengetahuan yang merak miliki.

c. Penegakan Diagnosis Dermatitis dalam Lingkungan Kerja Diagnosis dermatitis akibat kerja didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan jasmani, perjalanan erupsi dan pemeriksaan laboratorik (uji tempel dan biopsy)8,9 Riwayat penyakit : Informasi yang tepat yang dapat membantu menegakkan diagnosis adalah: Jenis pekerjaan

11

Keadaan kulit sebelum erupsi timbul Zat yang ditangani langsung atau yang terdapat di lingkungan kerja Pakaian pelindung, tindakan protektif dan bahan pembersih yang digunakan Permulaan dan perjalanan erupsi (perbaikan atau penyembuhan lesi bila bebas dari pekerjaan untuk periode tertentu). Pengobatan sebelumnya (sendiri atau tenaga professional)

Pemeriksaan fisik Penampilan klinis erupsi dan lokasinya dapat member keterangan tentang kemungkinan penyebabnya. Seluruh permukaan tubuh seharusnya diperiksa untuk mencari tempat tempat erupsi.

Pemeriksaan Laboratorik : Pada uji tempel, sejumlah kecil zat penyebab yang dicurigai dalam konsentrasi tertentu, dioleskan atau ditempelkan pada permukaan kulit. Reaksi uji tempel dinilai positif bila dalam 24 sampai 48 jam timbul kemerahan, edema atau vesikel pada tempat yang ditempelkan. Untuk mengerjakan dan menilai hasil uji tempel, dibutuhkan pengetahuan yang khusus. Untuk menghindari terjadinya eksaserbasi erupsi, sebaiknya hanya dokter yang berpengalaman dalam uji tempel yang melakukannya. Biopsy dan pemeriksaan histopatologik dilakukan untuk membatu mengidentifikasi beberapa dermatosis akibat kerja dan bila telah dicurigai terjadinya suatu keganasan.

d. Bahan-bahan yang menyebabkan dermatitis dalam lingkungan Kerja Natrium Hidroksida

12

Natrium hidroksida dikenal sebagai kaustik soda, kekuatan basa sangat bergantung pada kemampuan abasa tersebut melepaskan ion OH dalam larutan dan konsentrasi larutan basa tersebut. Natrium hidroksida bersifat sebagai basa kuat dalam air, dan bersifat iritan yang dapat menimbulkan kerusakan dan peradangan pada kulit. NaOH juga bersifat reaktif, karena bila berekasi dengan air akan mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.

Kromium Banyak sekali dermatitis akibat kerja yang disebabkan oleh iritasi atau sensitasi senyawa kromium. Sensitasi terjadi perlahan dan baru timbul setelah bertahun-tahun, pekerja konstruksi dan industri lain yang terpajan dengan senyawa yang mengandung krom misalnya cat warna kuning atau hijau, bahan fotografi dan percetakan. Zat anti korosif dan uap las patri. Kromat yang terdapat dalam semen merupakan penyebab utama sensitasi pada tukang dan pekerja semen.

Nikel Pajanan terhadap nikel dan garamnya merupakan penyuebab paling sering dari dermatitis kontak alergik yang diindukasi logam. Nikel banayak dipakai diu pabrik peralatan dari logam dan sebagai bahan pengeras logam lain. Pajanan nikel dapat merupakan hal yang berhubungan dengan pekerjaan ataupun tidak. Sensitasi pada pria biasanya akibat pajanan pekerjaan, namun dapat juga akibat kontak dengan jam tangan, penjepit atau kacamata. Pada wanita, sumbernya adalah pengait logam pada pakaian dan perhiasan. Individu yang telah tersensitasi dapat menderita erupsi beberapa tahun kemudian bila terpajan dengan nikel atau garamnya di lingkungan kerja. Pekerja yang

13

sering terkena ialah pekerja yang memakai alat yang dilapisi nikel (penata rambut, tukang jahit, pekerja kantor, sering memegang uang logam). Trauma, tekanan dan keringat yang berlebihan dapat melepaskan nikel dari benda yang

mengandung nikel.

Tumbuhan dan Kayu Tumbuhan, serbuk-sari, duri, kayu, sayur-mayur dan zat yang berasal dari tumbuhan misalnya terpentin, berhubungan dengan dermatitis kontak pada berbagai jenis pekerjaan. Tanaman dan serbuk-sarinya : petani, tukang kebun, perangkai bunga, pengunjung taman bunga, pembangun jalan, ahli kehutanan. Kayu : tukang tebang, tukang kayu dan perabot, pekerja yang memakai kayu dalam pekerjaannya. Sayur-mayur :tukang masak, penjual sayur. Terpentin (balsam yang berasal dari pinus): artis, tukang cat, tukang ukir, litografer, pekerja kebersihan yang memakai terpentin sebagai pelarut.

Plastik Bahan ini banyak digunakan dalam industri dan banyak pula menyebankan dermatosis. Zat-zat plastik yang dapat

menyebabkan dermatosis kontak: i. Resin epoksi : merupakan iritan dan sensitizer kuat yang banyak dipakai dalam pembuatan alat listrik, lem kantor dan rumah tangga, perekat

(karet,keramik,logam) dan cat. ii. Plastik urea formaldehis : pelapis pengkilap kayu, sebagai bahan adesif dalam industri tekstil iii. Plastik akrilik : diapaki dalam cat, bahan gigi palsu, kuku palsu, lensa kontak dan protesa ortopedik

14

e. Terapi pada dermatitis dalam lingkungan kerja Pada dermatitis kontak iritan dilakukan dengan cara

menghilangkan inflamasi, mencegah pemaparan lebih lanjut, dan edukasi pada pasien bagaimana cara untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Sedangkan pada dermatitis kontak alergi melindungi area yang terpapar sleama fase akut ruam, mencegah gatal dan garukan yang berlebihan yang dapat memicu membukanya luka yang dapat menyababkan infeksi kulit sekunder serta mencegah penyebaran dermatitis.1,6

f. Pencegahan Dermatitis dalam Lingkungan Kerja Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh pekerja disuatu tempat yang berbahaya. Penggunaan APD adalah salah satu cara yang efektif untuk menghindarkan pekerja dari kontak langsung dengan bahan kimia. Alat Pelindung diri standar untuk bahan kimia berbahaya adalah:4,8,9 Pelindung kepala (safety helmet) Bertujuan melindungi kepala dari benda jatuh atau benturan. Pelindung mata (safety glasses) Pelindung ini dapa menahan sinar ultraviolet sampai persentase tertentu. Pelindung wajah (face shield) Melindungi wajah dari sistuasi yang mungkin terjadi seperti percikan bahan kimia, uap, serbuk,debu dank abut. Pelindung tangan (safety gloves) Untuk mengurangi dan mencegah kecelakaan kerja yang disebabkan oleh bahan kimia, beracun, listrik, suhu yang terlalu dingin. Pelindung kaki Sepatu dapat melindungi kaki dari asam, basa, ketone, aldehid.

15

BAB III KESIMPULAN


Dermatitis merupakan suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua penyakit akibat kerja dan dapat bersifat nonalergi atau iritan Kejadian dermatitis kontak yang disebabkan oleh iritan ataupun alergi sangat berkaitan dengan suatu pekerjaan. Sehingga orang orang yang memiliki aktivitas pekerjaan diluar memiliki resiko terkena dermatitis. Pada dermatitis kontak iritan, iritan yang kuat seperti asam kuat atau basa kuat dapat mengakibatkan dermatitis kontak iritan akut, sedangkan iritan lemah seperti deterjen membutuhkan waktu yang lama untuk mengakibatkan dermatitis kontak iritan kronik. Dermatitis kontak alergika lebih jarang terjadi pada pekerja. Cara yang sebaiknya dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan dengan memberikan edukasi kepada pekerja tersebut bagaimana cara mencegah terjadinya dermatitis pada lingkungan kerja. Pencegahan dapat berupa penggunaan pelindung kepala, pelindung mata, pelindung tangan, pelindung kaki. Selain itu dapat diberikan edukasi mengenai bahaya-bahaya yang dapat terjadi saat bekerja. Menjaga higienitas saat sesudah bekerja juga merupakan hal penting dalam pencegahan terjadinya dermatitis pada pekerja.

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Emmet, EA. Occupational Dermatoses. Dalam: Fitzpatrick TB, Eisen AZ;Wolff K, Freeberg IM, Austen KF eds Dermatology in General Medicine. Edisi 3. Mc Graw Hill, New York, 2000 2. Susanti, Diah Rifqi. Hubungan Pemakaian Alat Pelindung Diri Terhadap Penurunan Kejadian Dermatitis Kontak Iritan Pada Pekerja Bagian Penyelesaian Akhir di CV. Roda Jati Karanganyar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2010 3. Lestari, F dan Utomo H. Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja. Dalam MAKARA kesehatan. Vol 11. 2007:2. 4. Djarismawati H. Pencegahan Dermatitis Kontak Akibat Kerja di Industri Karoseri Mobil. Media Litbang Kesehatan, Vol. XIV No. 2. 2004: 49-53 5. Situmeang S. Analisa Dermatitis Kontak Pada Pekerja Pencuci Botol di PTX Medan. Universitas Sumatera Utara. 2008. 6. Sularsito, S dan Djuanda S. Dermatitis. Dalam ilmu Penyakit Kulit Kelamin, Djuanda A (ed). Edisi 5. Jakarta: FKUI. 2007. 7. Sumantri, S. Dermatitis Kontak swamedikasi. 2007. Diunduh dari pharmac.blogspot.com 8. Kosasih A. Dermatitis Akibat Kerja. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, 2004 9. World Health Organization (WHO). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press. 2005

17

You might also like