You are on page 1of 9

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Korosi merata Korosi galvanik Korosi celah (crevice corrosion) Korosi sumuran (pitting corrosion) Korosi intergranular Korosi pelindian selektif (selective leaching) Korosi erosi Korosi yang disebabkan factor mekanik, yang mencakup peretakan korosi tegang (stress corrosion cracking), korosi lelah (fatigue corrosion) dan peretakan yang diinduksi hydrogen (hydrogen induced cracking).

4.7. Korosi Erosi 4.7.1. Pengertian Korosi erosi adalah korosi yang terjadi apabila permukaan logam terserang akibat gerak relative antara elektrolit dan permukaan logam atau dengan kata lain korosi ini terutama disebabkan oleh efek-efek mekanik, misalnya: pengausan, abrasi dan gesekan. Logam yang sangat rentan terhadap korosi erosi umumnya adalah logam-logam lunak seperti: tembaga, kuningan, aluminium murni, dan timbale. Tetapi tidak menutup kemungkinan logam-logam lain juga dapat terkena erosi deng kondisi-kondisi aliran tertentu. 4.7.2. Penyebab Terjadinya Korosi Erosi Faktor utama yang menyebabkan suatu logam terkena korosi erosi adalah adanya zat yang bersifat korosif dalam fasa liquid yang mengalir melintasi permukaan logam sehingga terjadi gesekan antara larutan korosif (elektrolit) tersebut dengan permukaan logamnya. Potensi terjadinya akan meningkat terutama bila fluida mengalir dengan aliran yang turbulen. Di dalam aliran yang turbulen, gelembung udara akan semakin banyak dan bertekanan, sehingga serangan yang berupa benturan dan gesekan semakin kuat menyerang permukaan logam. Benturanbenturan tersebut akan semakin kuat bila didukung oleh bentuk geometri sistem yang sangat berperan dalam menentukan apakah serangan akan terjadi atau tidak. Selain itu, kondisi di bawah ini juga dapat memperkuat benturan terhadap logam, terutama bila alirannya turbulen, kondisi tersebut antara lain: a. Perubahan drastic pada diameter pipa (perbesaran dan pengecilan tiba-tiba). b. Penyekat pada sambungan yang jelek pemasangannya sehingga menyebabkan tidak lancarnya aliran fluida di permukaan logam yang sebetulnya halus. c. Adanya celah yang memungkinkan fliuda mengalir di luar aliran utama. Laju korosi erosi yang terjadi pada kondisi aliran laminar memang tidak sebesar laju korosi erosi yang timbul bila aliran turbulen. Suatu fluida dikatakan mengalir dengan pola aliran laminar, jika fluida tersebut selama mengalir membentuk beberapa lapisan sejajar yang masingmasing bergerak dengan kecepatan yang berbeda. Lapisan yang mengalir paling lambat adalah lapisan paling dekat dengan permukaan logam tempat gaya-gaya gesekan dan tumbukan-

tumbukan molekul dengan bagian permukaan yang tidak beraturan terjadi. Dan kecepatan lapisan itu meningkat hingga maksimum pada pusat aliran. Kondisi aliran laminar menjadi sangat korosif terutama bila dalam fluida terdapat partikel-partikel padat tersuspensi. Meskipun demikian tidak selamanya aliran turbulen merugikan daripada aliran laminar, ada kalanya aliran laminar justru lebih merugikan. Sehingga efek laju aliran terhadap laju korosi erosi tidak dapat diramalkan. Berikut ini adalah contoh kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya korosi erosi pada beberapa logam. Tabel 4.6 Kondisi Penyebab Korosi Erosi Komponen Paduan Kondisi Lingkungan Brass Kondenser Tubes Air laut, air pendingin yang terpolusi Aluminium Heat Transfer Air sungai yang tersaring mengandung silica dan karbonat terlarut Carbon Steel Pipe Steam yang berlebih dari turbin yang mengandung campuran uap dan cair Carbon Steel Petroleum Refinery Aliran cairan dan uap proses yang Equipment mengandung H2S Carbon Steel Pipe and Storage Tank Sulfuric acid, 65-100% > 0,9 m/s Cast austenitic Stainless Steel Pump Parts Gelembung hydrogen diakibatkan oleh korosi dalam Sulfuric Acid Proses aliran asam menurunkan kondisi 4.7.3. Mekanisme Pembentukan Korosi Erosi Proses terjadinya korosi erosi secara umum adalah melalui beberapa tahap berikut ini: 1. Pada tahap pertama terjadi serangan oleh gelembung udara yang menempel di permukaan lapisan pelindung logam, karena adanya aliran turbulen yang melintas di atas permukaan logam tersebut. 2. Pada tahap kedua gelembung udara tersebut mengikis dan merusak lapisan pelindung. 3. Tahap ketiga, pada tahap ini laju korosi semakin meningkat, karena lapisan pelindung telah hilang. Logam yang berada di bawah lapisan pelindung mulai terkorosi, sehingga membentuk cekungan, kemudian terjadi pembentukan kembali lapisan pelindung dan logam menjadi tidak rata. Bila aliran terus mengalir, maka akan terjadi serangan kembali oleh gelembung udara yang terbawa oleh aliran. Serangan ini akan mengikis dan merusak lapisan pelindung yang baru saja terbentuk. Rusaknya lapisan pelindung ini mengakibatkan serangan lebih lanjut pada logam yang lebih dalam, mengakibatkan cekungan menjadi lebih dalam dan permukaan semakin tidak merata. Begitu seterusnya untuk serangan berikutnya.

Gambar 4.10 Tahap terjadinya proses korosi erosi Korosi erosi ini mudah dikenali karena dapat menciptakan efek-efek berupa cerukan yang mengikuti pola alirannya atau lubang-lubang bundar. Efek-efek khas yang dihasilkan oleh korosi erosi ini terjadi akibat ketergantungan laju erosi terhadap waktu, dimana laju erosi juga dipengaruhi juga oleh tekstur permukaan logam. Pada permukaan yang lembut, laju erosi lambat, tetapi akan menjadi cepat apabila kekasaran permukaan telah mencapai kedalaman tertentu, selapis air akan menempel ke permukaan atau terperangkap di dalam ceruk-ceruk dan ini mengurangi efek korosi yang ditimbulkan oleh aliran selanjutnya. Sebagai akibatnya, jika dilakukan pengamatan laju erosi akan menurun setelah laju maksimum tercapai. Bentuk-bentuk kerusakan akibat korosi erosi: - Grooves and gullies - Teardrops - Horseshoe Berikut ini adalah contoh bentuk-bentuk tersebut:

Gambar 4.11 Tabung kondensasi kuningan yang telah terkorosi erosi dengan kerusakan yang terbentuk horseshoe pits akibat upstream undercutting dalam air garam.

Gambar 4.12 Korosi erosi pada tabung condenser kuningan yang membentuk lubang-lubang teardrops akibat downstream undercutting

Gambar 4.13 Grooving dalam pila baja karbon yang mengandung asam sulfat

4.7.5. Pengendalian Korosi Erosi Pengendalian korosi erosi dapat dilakukan antara lain: a. mengurangi kecepatan aliran fluida untuk mengurangi turbulensi dan tumbukan berlebihan b. menggunakan komponen yang halus dan rapi pengerjaannya, sehingga tempat pembentukan gelembung menjadi sesedikit mungkin c. penambahan inhibitor atau pasivator d. menggunakan paduan logam yang lebih tahan korosi dan tahan erosi e. proteksi katodik 4.8. KOROSI RETAK TEGANG 4.8.1. Korosi Retak Tegang Korosi retak tegang atau lebih dikenal dengan sebutan stress corrosion cracking (SCC) merupakan istilah yang diberikanuntuk peretakan intergranuler atau transgranuler pada logam akibat kegiatan gabungan antara tegangan tarik static dan lingkungan yang khusus. Lingkungan khusus yaitu lingkungan yang berpotensi mengakibatkan terjadinya korosi pada logam. Lingkungan yang menyebabkan SCC biasanya spesifik untuk suatu paduan dan tidak menyebabkan SCC pada paduan yang lain. Contoh larutan klorida aqueous yang panas menyebabkan SCC pada baja tahan karat tetapi tidak terjadi pada baja karbon, aluminium, dan paduan-paduan nir-besi lainnya. Tegangan static dapat terjadi karena alat tersebut sedang mengalami operasional sehingga membutuhkan operasional yang besar, yang akan mengakibatkan alat tersebut mengeluarkan tegangan dalam. Selain itu tegangan sudah dimiliki oleh komponen itu sendiri sejak tahapan fabrikasi atau instalasi. Ciri-ciri utama yang dapat menyebabkan terjadinya SCC antara lain: 1. Antara tegangan tarik dan pengaruh lingkungan harus ada. Jika salah satu tidak terpenuhi maka SCC tidak akan terjadi. 2. SCC jarang atau tidak pernah terjadi pada logam murni dengan kekecualian logam Cu dalam larutan garam tembaga, tapi terjadi pada sistem dua atau multikomponen (alloy) dimana kemugnkinan besar terjadi korosi lokal dalam micro-cell galvanik. 3. Meskipun peretakan yang disebabkan oleh unsur kimia di lingkungannya hanya sedikit dan konsentrasinya tidak terlalu besar, tetapi jika logam tersebut tidak tahan terhadap kondisi lingkungannya pasti peretakan akan terjadi. 4. Jika tegangan tidak ada, paduan/logam tidak akan retak meski ditempatkan di lingkungan yang korosi. 5. Kerentanan paduan terhadap SCC dalam lingkungan spesifik meningkat dengan meningkatnya tegangan. 6. SCC tidak bisa diperkirakan terjadi walaupun telah dipilih bahan yang tahan korosi karena adanya akumulasi ion agresif secara setempat pada permukaan paduan.

Beberapa contoh korosi retak-tegang sebagai berikut: Perapuhan akustik pelat ketel dari baja lunak bersambungan paku keeling yang disebabkan oleh endapan kaustik yang terkumpul di bawah kepala paku keeling yang menghasilkan lingkunagn dengan pH 11-12 ditambah dengan adanya tegangan sisa di sekitar lubang bor. Peretakan pada sambungan ke tabung udara pada tekanan tinggi yang terbuat dari kuningan 70/30 yang disebabkan oleh uap amoniak yang melayang-layang di udara. Baja lunak yang retak di lingkungan nitrat dan kaustik. Paduan aluminium dan magnesium karena berada di udara yang lembab. Baja tahan karat rusak di lingkungan yang mengandung klorida yang teraerasi ditambah tegangan yang terbentuk akibat pengeboran. Paduan Titanium retak di lingkungan yang mengandung metanol. Reaktor air bertekanan menyebabkan bahan yang sama retak bila dipakai sebagai pipa pengisi asam borat dan pengisi bahan bakar. Di industri minyak, pipa-pipa yang dalam dan bertekanan tinggi yang memerlukan penggunaan baja berkekuatan tinggi rentan terhadap SCC khususnya bila disertai kehadiran hydrogen sulfide. Pipa baja tahan karat yang disimpan dekat laut sambil menunggu penggunaan dalam proyek konstruksi di Timur Tengah mengalami SCC yang diakibatkan oleh menumpuknya lapisan garam yang disebabkan oleh temperatur siang hari yang tinggi dan temperatur malam hari yang rendah ditambah lingkunagn udara yang mengandung garam. 4.8.2. Mekanisme Mekanisme terjadinya SCC dibentuk oleh dua fase. a. Fase Pemicuan (Fase ketika pembangkit tegangan terbentuk) Di dalam suatu logam pasti ada daerah anodik dan katodik. Untuk membuat reaksi korosi berjalan lambat maka banyak orang yang melakukan pasivasi terhadap logam tersebut. Dimana pasivasi merupakan suatu proses pembentukan selaput pasif untuk memperlambat laju korosi dan melindungi logam dari proses korosi. Dalam tahap pertama ini, terjadi serangan lokal (karena pengaruh dari tegangan dalam logam itu sendiri, misalnya ketika operasional, instalasi, atau fabrikasi yang ememrlukan energy besar sehingga mengeluarkan tegangan dalm logam itu) terhadap bagian-bagian yang sangat lokal pada permukaan anoda, yang akibatnya timbul ceruk atau lunbang paa lapisan pasif tersebut. Pembentukan lubang atau ceruk merupakan pemicu terjadinya SCC. Lubang itu terbentuk karena adanya tegangan tarik dalam logam sehingga terjadi deformasi plastik, yaitu ikatan-ikatan pada struktur kristalnya putus sehingga bentuk bahan berubah secara permanen. Mekanisme ini dianggap sebagai mekanisme pembentukan serta gerak cacat, biasanya merupakan dislokasi paling sederhana pada stuktur kristal. Gerakan dislokasi akan terhenti apabila dislokasi telah mencapai

permukaan logam atau batas butir. Penumpukan dislokasi pada batas-batas butir menyebabkan polarisasi anodik pada daerah-daerah ini karena meningkatnya ketidakteraturan dalam struktur kristal. Ini tidak berpengaruh terhadap fase pemicuan jika terjadi di sebelah dalam bahan, tetapi paling berperan pada tahapan penjalaran. Pada permukaan yang seharusnya halus kini terbentuk cacat-cacat lokal yang disebut tahapan sesar (slip step) dan merupaka bagian pada bahan yang paling rentan terhadap serangan korosi. b. Fase penjalaran Fase penjalaran (propagation phase) yaitu penjalaran retak yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Mekanisme penjalaran retak yang paling umum diterapkan dalam peretakan peka lingkungan ada tiga, yaitu: 1) Mekanisme melalui lintasan akif yang sudah ada sejak semula Mekanisme ini pada dasarnya sama seperti pada korosi intergranuler. Dalam mekanisme ini, penjalaran cenderung terjadi di sepanjang batas butir yang aktif. Batas-batas butir mungkin terpolarisasi anodik akibat berbagai alasan metalurgi, seperti segregasi atau denudasi unsur-unsur pembentuk paduan. Kemungkinan besar bahwa penumpukan dislokasi dapat menghasilkan efek yang sama, walau kemungkinan dislokasi berkurang bila SCC terjadi pada tingkat tegangan rendah, karena peran tegangan tarik di situ mungkin sekedar membuat retakan tapi terbuka sehingga elektrolit dapat masuk ke bagian ujungnya. Kebanyakan sistem paduan yang memiliki endapan batas butir biasanya mengalami kegagalan akibat peretakan intergranuler. Adanya lintasan aktif dalam baja lunak tidak tegang telah dibuktikan melalui kehancurannya dalam larutan nitrat mendidih ketika arus anodik dialirkan. Bukti serupa yang menegaskan hubungan struktur metalurgi dalam batas butir dengan kecenderungan retak telah diperoleh untuk paduan-paduan aluminium/tembaga dan aluminium /magnesium melalui perlakuan-perlakuan panas yang tepat. 2) Mekanisme memalui lintasan aktif akibat regangan Salah satu cirri daipada SCC ini adalah bahwa jika hanya tegangan yang tidak ada, paduan biasanya tidak reaktif terhadap lingkungan penyebab peretakan, karena adanya selaput pelindung permukaan (selaput pasif). Jika selaput pasif terserang oleh adanya pengaruh tegangan dalam logam itu, maka akan terjadi penguraian anodik pada permukaan anodik lapisan pasif dan akibatnya penjalaran retakan akan terjadi dan laju pertumbuhan di ujung retakan tempat penguraian katodik berlangsung paling besar dibanding dengan bagian sisi retakan yang telah terpasivasi karena telah lebih lama berhubungan dengan lingkungan. Jika serangan lokal pada selaput pasif terus terjadi maka sangat memungkinkan pecahnya selaput pasif tersebut karena mengalami regangan, yang kemudian diikuti oleh penguraian logam di bagian yang pecah. Laju peretakan disini ditentukan oleh tiga criteria:

Laju pecahnya selaput yang ditentukan oleh laju regangan yang dialami. Laju penggantian dan pembuangan larutan di ujung retakan. Proses ini dikendalikan oleh difusi, juga ditentukan oleh kemudahan masuknya unsu-unsur agresif ke bagian ujung retakan. Laju pemasifan. Ini merupakan persyaratan vital, karena jika pemasifan berjalan lambat, maka penguraian logam berlebihan dapat terjadi baik diujung maupun di sisi-sisi retakan, sehingga dikhawatirkan retakan semakin melebar dan ujungya tumpul, dan akibatnya petumbuhan retak tertahan. Jadi, pada paduan pemasifan yang buruk, korosi yang diharapkan terjadi adalah korosi biasa, bukan peretakan. Kebalikannya, pemasifan yang sangat cepat akan menyebabkan laju penjalaran yang lambat; karena pemasifan kembali yang sedanglah yang paling besar daya rusaknya. 3) Mekanisme menyangkut absorpsi Mekanisme ini mengandung arti bahwa unsur-unsur aktif dalam elektrolit menurunkan integritas mekanik bagian ujung retakan sehingga memudahkan putusnya ikatan-ikatan pada tingkat energy jauh lebih rendah dari semestinya. Dalam salah satu mekanisme jenis ini, ion-ion agresif yang spesifik untuk setiap kasus diperkirakan mengurangi ikatan antara atom-atom logam di ujung retakan akibat proses adsorpsi dan hal ini menyebabkan terbentuknya ikatan-ikatan antara logam dan unsure-unsur agresif tadi. Energi yang digunakan untuk mengikat agresor-agresor dengan atom-atom logam mengurangi energy ikatan logam dengan logam sehingga pemisahan secara mekanik lebih mudah terjadi. Bukan tidak mungkin bahwa ion spesifik itu (yang dalam keadaan normal tidak reaktif terhadap logam) menjadi lebih reaktif karena meningkatnya energy termodinamik di antara ikatan logam-logam akibat tegangan tarik. Mekanisme mengenai adsorpsi yang kedua didasarkan pada pembentukan atomatom hydrogen akibat reduksi ion-ion hydrogen dalam retakan. Atom-atom hydrogen yang terbentuk diadsorpsi oleh logam, dan ini diperkirakan menyebabkan pelemahan, atau perapuhan ikatan logam-logam yang terletak di bawah permukaan pada ujung retakan. 4.8.2. Metode Pencegahan Korosi Retak Tegang Pencegahan SCC umumnya dibutuhkan untuk menghilangkan satu dari tiga factor penyebabnya, diantaranya yaitu: 1. Pembentukan kembali logam dapat menghilangkan ketegangan/keregangan logam dalam bagian yang kritik. 2. Shootpeening dapat mengubah permukaan logam menjadi permukaan yang punya keregangan/ketegangan yang kompresif. 3. Pengontrolan lingkungan, misalnya saja mengurangi pemakaian bahan yang mengandung oksigen. 4. Memindahkan ion spesies yang kritik.

5. Menggunakan inhibitor. 6. Mengubah proporsi elemen campuran logam dari suatu sistem campuran logam yang dapat mengakibatkan ketahanan terhadap SCC. 7. Memilih campuran logam yang lebih resisten terhadap lingkungan korosif. 8. Perlakuan panas pada logam.

You might also like