You are on page 1of 67

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PT.

PURA NUSA PERSADA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Disusun Oleh :
Ahmad Syaiful Zuhri ( 06 522 210 )

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2009

ANALISIS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PT. PURA NUSA PERSADA

LAPORAN KERJA PRAKTEK

Oleh: Ahmad Syaiful Zuhri ( 06.522.210 )

Yogyakarta, November 2009 Menyetujui, Pembimbing Kerja Praktek

Taufiq Immawan, ST. M.M.

Mengetahui, Ketua Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia

Prof. DR. Ir. R. Chairul Saleh, M.Sc.

ii

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga pelaksanaan Kerja Praktek sekaligus penyusunan Laporan Kerja Praktek ini dapat diselesaikan dengan baik. Serta tidak lupa sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dan penerusnya yang telah membawa Islam kepada seluruh umat manusia. Kerja Praktek merupakan salah satu prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana Stratum Satu pada jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia. Dengan pelaksanaan Kerja Praktek ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui sejauh mana penerapan teori yang telah didapatkan di bangku kuliah dan pengetahuan lapangan dalam suatu industri. Dalam pelaksanaan Kerja Praktek di PT. Pura Nusa Persada. Penulis banyak mendapatkan bantuan, dukungan dan kesempatan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, atas segala petunjukNya sehingga penulis dapat melaksanakan Kerja Praktek dengan baik dan lancar. 2. Rasulullah SAW,yang menjadi teladan bagi penulis dalam menjalani kehidupan ini. 3. Ibu dan Bapak serta Adik dan Kakak penulis, terimakasih atas segala doa dan restu kalian. 4. Bapak Fathul Wahid, ST., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Chairul Saleh , MSc selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Islam Indonesia.. 6. Bapak H. Taufiq Immawan, ST. MM. selaku dosen pembimbing kerja praktek.

7. Bapak Pembimbing kerja Praktek di PT. Pura Nusa Persada

iii

8. Rekan-rekan kerja praktek di PT. Pura Nusa Persada dari berbagai perguruan tinggi yang telah berjuang bersama menyelesaikan laporannya. 9. Teman-teman mahasiswa Teknik Industri Universitas Islam Indonesia yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Bak kata pepatah Tiada gading yang tak retak kami menyadari bahwa laporan Kerja Praktek ini masih kurang sempurna sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca demi lengkapnya laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta,

Oktober 2009

iv

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii DAFTAR ISI ........................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Profil Umum Perusahaan ............................................................................... 1 1.2 Sejarah Perusahaan ......................................................................................... 2 1.3 Lokasi Perusahaan ........................................................................................... 4 1.4 Struktur Organisasi Perusahaan ...................................................................... 6

BAB II PROSES PRODUKSI ............................................................................. 9 2.1. Proses Produksi .............................................................................................. 9 2.2. Utilitas Pendukung .......................................................................................... 17 2.3. Unit krofta ....................................................................................................... 18 2.4. Unit pengolahan Limbah ................................................................................. 19

BAB III DESKRIPSI SISTEM INDUSTRI ..................................................... 20 3.1. Sistem Produksi ............................................................................................. 20 3.2. Penanganan bahan Baku ............................................................................... 21 3.3. Pengendalian kualitas ..................................................................................... 22 3.4. Penjadwalan Mesin Dan Tenaga Kerja .......................................................... 29 3.5. Pengaturan Tata letak Fasilitas ...................................................................... 30 3.6. Material Handling .......................................................................................... 31

BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 32 4.1. Analisa Proses Produksi ............................................................................... 32 4.2. Analisa Sistem Produksi ............................................................................... 33 4.3. Analisa Penanganan Bahan Baku ................................................................. 34 4.4. Analisa Pengendalian Kualitas .................................................................... 35 4.5. Analisa Penjadwalan Mesin dan Tenaga Kerja ............................................ 36 v

4.6. Analisa Material Handling ............................................................................ 37

BAB V TUGAS KHUSUS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PT. PURA NUSA PERSADA ..................................... 38 5.1. Pendahuluan .................................................................................................... 38 5.2. Landasan Teori ................................................................................................ 40 5.3. Penerapan K3 Dalam Perusahaan ................................................................... 54 5.4 Evaluasi ........................................................................................................... 57

BAB VI PENUTUP .............................................................................................. 60 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 60 6.2 Saran ................................................................................................................ 61

LAMPIRAN

vi

BAB I PROFIL PERUSAHAAN

1.1 Profil Umum Perusahaan

Gambar 1.1 PT. Pura Group

Nama Perusahaan Alamat Tahun Berdiri Sektor / jenis usaha

: PURA GROUP ( PT Pura Nusa Persada ) : Kudus, Jawa Tengah : 1908 : Kertas, converting, kantong kemasan, box, tinta, mesin, hologram

Status Permodalan Visi dan Misi

: Perusahaan Keluarga : - Memenuhi permintaan dan kebutuhan akan produk-produk pengepakan dan ercetakan di pasar domestik dan di luar negeri, dengan menawarkan solusi yang inovatif, berkualitas, dan berbasis teknologi canggih dan bahan baku lokal. - Menjadi pemain utama di industri percetakan dan pengepakan global, dengan memanfaatkan inovasi produk, sinergi, dan solusi yang komprehensif.

Budaya perusahaan

Inovasi

gebrakan adalah

dan kunci

pembelajaran untuk

yang

berkesinambungan

mencapai

pertumbuhan yang berkelanjutan. Sumber daya manusia adalah kunci dari inovasi. Membangun karakter adalah langkah pertama untuk

melahirkan sumber daya manusia yang kompeten. Produk untuk ekspor Pelanggan : Kraft Linner, Medium Linner, Test Linner, Kraft Putih, dll : Australia, Bangladesh, Hongkong, Iran, Kenya, Malaysia, Nigeria, Saudi Arabia, Singapore, Somalia, Srilangka, Taiwan, Thailand, UEA, Vietnam, Egypt, Germany,

Zimbabwe, Uganda, Vietnam, Syria, Swedia, Sudan, Papua, Pakistan, Indonesia, Nigeria, India, Korea, Philiphines.

1.2 Sejarah Perusahaan Pura merupakan perusahaan pribadi yang dibangun pada tahun 1908 sebagai percetakan di Kudus. Jacobus Busono merupakan generasi ketiga, dan memulai kariernya pada saat menjadi pimpinan pura pada tahun 1970 dan berposisi sebagai presiden direktur. Pengembangan sumber daya manusia yang intensif dengan cara membangun sebuah karakter (prioritas yang diikuti pula dengan pelatihan teknis dan mampu untuk memanage sesuatu akan dapat membuat sebuah budaya) yang dapat berinovasi dan membentuk suatu kemajuan perusahan. Hal inilah yang menjadi budaya di Pura, sebuah budaya untuk membawa filosofi perusahaan. Setelah tiga dekade, Pura telah berkembang menjadi grup terintegrasi dari divisi manufaktur, percetakan, pengepakan, pemroduksi kertas, konverta, permesinan, anti counterfeiting, katu elektronik, dan label teknologi tinggi. Pura Group sekarang diantara yang terbesar di dunia industri percetakan dan pengepakan di Asia Tenggara. Pura juga memproduksi berbagai komoditas ekspor, dan beberapa inovasi tersebut merupakan yang pertama didunia seperti Hologram Scratch off, Direct Hologram, Smart Card, Microcapsule, dan masih banyak yang lainnya.

Berdiri pada tahun 1908 sebagai percetakan kecil dengan mempekerjakan 8 karyawan, dan sekarang ditangan generasi ketiga dengan manajemen professional yang dapat mengorganisisr dan memanage setiap lingkungan perusahaan Pura Group menjadi group yang berkembang dengan memiliki 24 pabrik dan mempekerjakan 8000 lebih karyawan. Jangkauan usahanya meliputi Paper Making, Paper Converting, Printing-Packaging, Holography, Engineering, Total Security System for Anti Counter Feiting, Smart technology. Perkembangan perusahaan secara lebih lanjut adalah sebagai berikut : Tahun 1972 didirikan PT Pura Box yang bergerak di bidang produksi kotak karton gelombang (packaging box) dan kertas koran. Tahun 1973 didirikan PT Pura Roto yang bergerak di bidang Rotogravure dan Converting yang dalam perkembangan selanjutnya memproduksi kotak karton lipat (Modern Flexible Packaging). Tahun 1974 didirikan Unit Paper Mill sebagai penunjang PT Pura Box dalam pengadaan kertas medium liner dan kertas test liner. tahun 1984 menjadi perusahaan pertama di daerah tropis yang memproduksi dan memperkenalkan Non Carbon Required (NCR). Tahun 1985 Divisi Kertas diresmikan oleh Presiden Soeharto. tahun 1986 Divisi Converta telah memproduksi Siliconozed Rease Paper dan Cork Tipping Paper (untuk kertas rokok). Tahun 1987 PT Pura Barutama menerima 8 International Thropy for Technology dari Frankfurt Jerman serta penghargaan American

Recognition of Eficiency. Tahun 1988 PT Pura Barutama mulai mengekspor ke pasar internasional seperti USA, Eropa, dan sebagainya. Tahun 1989 Didirikan PM (Paper Mill) 7 dan 8 yang pada tanggal 1 Juli 1993 diberi nama PT Pura Nusa Persada dan dibagi menjadi Unit Paper Mill dan Unit Holografi. Tahun 1991 berdiri divisi Indostamping yang menghasilkan Hot Stamping Foil. Tahun 1992 didirikan Pura Micro Capsule. Tahun 1994 berdiri divisi Human Resource Development (HRD).

Pada tahun 2001 didirikan unit PM IX. Pada tahun 2004 didirikan unit Koagen/ PLTU/ Unit Power Plant di daerah Jati. Pada tahun 2005, Pura mendirikan Unit Smart Tecnology yang bergerak dalam pembuatan Smart Card dan Label untuk identifikasi produk dan personel. Saat ini PT Pura Group terdiri dari beberapa perusahaan, antara lain :

- PT Pura Barutama Kudus - PT Pura Nusa Persada - PT Pura Manika Stone Art - PT Purawisata Barutama - PT Purawidya Graha - PT Pura Produktama Primaindo

1.3 Lokasi Perusahaan Pura Group memiliki banyak unit di berbagai lokasi, untuk itu dalam pembagian lokasinya, Pura Group dikelompokkan menjadi 5 kawasan, yaitu : 1. Kawasan I Berada di Jl. Dr. Lukmono Hadi Kudus yang terdiri dari : Divisi Holografi, bergerak di bidang percetakan hologram. Divisi Batu Mulia, bergerak di bidang pembuatan batu perhiasan.

2. Kawasan II Berada di Jl. AKBP Agil Kusumadya 203, Jati Wetan Kudus yang terdiri dari : Divisi Rotogravure, bergerak di bidang percetakan rotografi. Produk yang dihasilkan berupa kemasan-kemasan untuk obatobatan, rokok, permen, dan cetak CTP (Cork Tip Paper) Divisi Paper Mills PM 1, PM 2, dan PM 3 yang memproduksi kertas CTP untuk pembungkus filter rokok. 3. Kawasan III Berada di Jl. Kresna Jati Wetan Kudus yang terdiri dari : Divisi Offset, bergerak di bidang cetak offset untuk kertas dan kardus.

Divisi Coating, merupakan unit Converting dan Laminating. Produk yang dihasilkan adalah kertas stiker dan kertas NCR yang merupakan andalan unit ini.

Divisi Repro, merupakan unit prepress, yang bertugas dan bertanggung jawab pada proses pra cetak.

4. Kawasan IV Berada di Jl. AKBP Agil Kusumadya Jati Kulon Kudus yang terdiri dari : a) Divisi Paper Mills PM 5, PM 6, PM 9, dan PM 10 b) Divisi Micro Capsule yang memproduksi pelapisan pada kertas NCR c) Divisi TSS unit yang memproduksi dokumen sekuriti dan yang memproduksi produk yang ada pengamannya. d) Divisi Pura Bangunan e) Divisi Power Plant f) Divisi Indostamping g) Divisi PST 5. Kawasan V Berada di Jl. Raya Kudus-Pati Km 12 Terban Kudus yang terdiri dari : a) Divisi Paper Mills PM 7 dan PM 8. Unit PM 7 memproduksi kertas multi layer dan unit PM 8 memproduksi kertas single layer. b) Divisi Workshop atau Pura Rekayasa Mesin Indo, bergerak di bidang perbengkelan dan pembuatan mesin. c) Divisi Boxindo, merupakan unit pembuatan karton gelombang untuk bahan pembuatan box. d) Divisi Agro 6. Kawasan VI Berada di Jl. Lingkar Kudus-Jepara yang terdiri dari : a) Divisi Transportasi, merupakan unit pengadaan dan perencanaan bangunan dan tempat bahan untuk pengembangan dan

pembangunan Pura Group. b) Divisi Tinta, bergerak di bidang pembuatan dan pengolahan tinta untuk memenuhi kebutuhan Pura Group sendiri. c) Divisi Dekorindo

1.4 Struktur Organisasi Perusahaan PT. Pura Nusa Persada dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang dibantu oleh manajer-manajer. Manajer dibantu oleh beberapa kepala departemen yang membawahi kepala bidang. Kepala bagian departemen bertanggung jawab kepada manajer dan manajer sendiri bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Pendelegasian tugas dari pimpinan kebawah dan pertanggungjawaban hasil pekerjaan kepada pimpinan berjalan secara vertikal sesuai dengan wewenangnya. Fungsi dan wewenang masing-masing departemen adalah sebagai berikut : 1. Direktur Utama Direktur Utama bertugas mengatur, merencanakan, mengkoordinasi, mengarah, dan mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan produksi, dan mengambil keputusan untuk semua hal yang berkaitan dengan pengendalian sistem manajemen baik operasional maupun non operasional perusahaan. 2. Manajer Produksi Manajer produksi bertugas mengatur, merencanakan,

menngkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan produksi dari mesin kertas sehingga dapat menghasilkan kertas yang berkualitas dengan produktivitas dan efisiensi yang tinggi. Manajer produksi memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap semua hal yang

bersangkutan dengan kelancaran kegiatan produksi seperti masalah pada stock preparation, mesin, pengaturan tugas produksi, dan lain-lain yang berkaitan dengan tugasnya. Hal-hal yang prinsipil dan berakibat luas terhadap perusahaan harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada pimpinan. 3. Manajer Teknis, Instrumen, dan listrik Manajer teknis, instrument, dan listrik bertugas merencanakan, mengatur, mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan departemen teknis, instrument dan listrik. Adapun tujuannya untuk menjamin kelancaran kerja mesin-mesin, perawatan, perbaikan dan modifikasi mesinmesin yang ada di unitnya, sehingga dapat menghasilkan suatu proses yang berkemampuan tinggi dengan produktivitas dan efisiensi energi listrik yang tinggi.

Manajer teknis, instrument, dan listrik berwenang untuk mengambil keputusan untuk semua hal yang berhubungan dengan teknis, instrument, dan listrik baik masalah yang berhubungan dengan boiler, maintenance, modifikasi, limbah dan lain-lain yang berkaitan dengan tugasnya. 4. Manajer PPC (Production Planning Control) dan QC (Quality Control) Manajer PPC dan QC bertugas menerima order, mengatur perencanaan produksi dan mengontrol semua bagian produksi. Adapun order biasanya berasal dari marketing dan unit perencanaan produksi dibuat berdasarkan delivery atau costumer. Hal tersebut berguna untuk menjamin produksi berjalan tepat waktu sesuai rencana serta mengatur pengiriman barang kepada costumer sesuai dengan order dan pada waktu yang disepakati. Manajer PPC dan QC memiliki wewenang mengambil keputusan untuk semua hal yang berkaitan dengan kelancaran kegiatan quality control seperti masalah didalam quality control, processing, raw material stock preparation, limbah, kegiatan laboratorium dan lain-lain yang berkaitan dengan tugasnya. 5. Manajer Cost Control Manajer cost control bertugas mengatur, merencanakan,

mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan prosedur administrasi, penggunaan kekayaan perusahaan, sistem pembukuan,

penyusunan laporan keuangan perusahaan secara sistematis dan informative. Hal ini berguna untuk membantu pengendalian intern dan pengambilan keputusan manajemen. Manajer cost control berwenang untuk mengambil semua keputusan yang berkaitan dengan masalah sistem administrasi keuangan seperti kalkulasi produk, pencatatan efisiensi, system akuntansi, elektronik data processing dan lain-lain yang berkaitan dengan tugasnya. 6. Manajer Pengadaan Manajer pengadaan bertugas mengatur, merencanakan,

mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi kegiatan pembelian bahan baku dan spare part dan mengatur budget pembelian. Kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelian juga termasuk dalam tugas manajer pengadaan. Dengan demikian kelancaran kegiatan produksi perusahaan tetap terjaga.

Manajer pengadaan memiliki berwenang untuk mengambil semua keputusan yang berkaitan dengan masalah pembelian seperti harga beli, jadwal pembelian, sistem penerimaan barang dan lain-lain yang berkaitan dengan tugasnya. 7. Manajer Laboratorium, R & D (Research & Development) dan UPL (Unit Pengolahan Limbah) Manajer Laboratorium, R & D (Research & Development) dan UPL bertugas mengatur, merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan laboratorium, R & D, dan UPL. Hal ini bertujuan untuk menjamin kualitas produksi kertas dengan produktivitas dan efisiensi yang tinggi, serta mengembangkan formulasi yang terbaik dan selalu meningkatkan sistem kinerja UPL. 8. Manajer Umum dan Personalia Manajer umum dan personalia bertugas mengatur dan mengarahkan serta mengawasi semua hal yang bersifat umum. Manajer umum dan personalia juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan personalia, transportasi, kebersihan. Manajer umum dan personalia memiliki wewenang untuk mengambil keputusan mengenai semua hal yang berkaitan dengan umum, public relation dan urusan personalia.

BAB II PROSES PRODUKSI

2.5.Proses Produksi Secara umum proses pembuatan kertas dapat dibagi menjadi beberapa tahap proses yaitu :

2.1.1. Pengadaan Bahan Baku Bahan baku yang digunakan sebagian besar menggunakan bahan baku kertas bekas (afval). Bahan baku yang dipakai dibagi dua bagian yaitu bahan baku lokal dan bahan baku import. Bahan baku tersebut dikategorikan menjadi 3 jenis yaitu kategori putihan, marga, dan kategori coklatan. Bahan baku untuk pembuatan kertas ada tiga macam : 1. Pulp Untuk mendapatkan bahan baku pulp, PT Pura Nusa Persada Unit PM 7 dan 8 mengimport seluruhnya dari luar negeri. Pulp yaitu serat selulose yang berasal dari kayu dan bahan lainnya yang telah melalui proses mekanik, semi mekanik, kimia mekanik, dan proses kimia. Standart kadar air pulp yang diijinkan maksimum 10%. Ada beberapa jenis pulp yang digunakan oleh perusahaan yang dibedakan menjadi dua kategori yaitu : a. Kategori Putih 1. Serat panjang : NBKP (needle bleached kraft pulp) yang panjang seratnya minimal 2 mm (>2 mm) 2. Serat pendek : LBKP (leaf bleached kraft pulp) yang panjang seratnya < 2 mm. b. Kategori Cokelatan (Unbleach) 1. Serat panjang : NUKP (needle unbleach kraft pulp) yang panjang seratnya minimal 2 mm (>2 mm) 2. Serat pendek LUKP (leaf unbleached kraft pulp) yang panjang seratnya < 2 mm

10

2. Afval Lokal bahan baku afval didapatkan dari dalam kota berasal dari pengepulpengepul kertas bekas dari daerah kudus, pati, semarang dan daerah sekitar lingkungan perusahaan. Afval lokal meliputi : a. Kategori Putih 1. Selekti / HVS : berupa afval sisiran atau lembaran kertas HVS polos yang keluar dari pabrik atau percetakan pada umumnya afval ini tipis. 2. Art paper : afval putih, bias tipis atau tebal yang ada countingannya atau lapisan pada salah satu sisi atau bolak-balik. 3. Buku tulis polos : afval sisiran atau lembaran buku tulis polos yang keluar atau sisa dari percetakan atau pabrik. 4. BC putih : afval putih tebal yang biasanya dipakai untuk bahan kertas buku gambar. 5. Sigma : afval sisiran HVS tetapi yang sudah ada cetakan sedikit di bagian pinggirnya. 6. Ivory : afval polos tapi agak tebal dimana bagian atas dan bawahnya berwarna putih sedangkan bagian tengahnya berwarna kuning. 7. Buku tulis : afval buku tulis bekas yang sudah ada tulisannya. 8. SWL (shorted white ledger) : afval HVS yang sudah ada cetakannya. 9. CD polar : afval buram, baik berupa sisiran maupun lembaran yang masih polos dan baru keluar dari percetakan atau pabrik. 10. Roster : afval sisiran HVS yang ada cetakan bergaris dibagian pinggir. 11. CPO (computer printout) : afval HVS bias berupa sisiran atau lembaran yang ada cetakan printer atau computer.

b. Kategori Marga 1. Duplex percetakan : Afval tebal minimal 2 lapis berwarna abu-abu atau putih baik sisiran atau lembaran yang keluar dari percetakan atau pabrik. 2. Warna Percetakan : Afval sisiran / lembaran kertas berwarna bisa tebal atau tipis yang keluar dari pabrik / percetakan. 3. CD Cetak / Koran : Afval kertas buram yang sudah ada cetakannya.

11

4. Taco coklat : afval yang hamper seperti ivory biasanya berasal dari : kelupasan bungkus rokok yang berwarna semu coklat. 5. Chip Board Cones (paper tube) : Afval tebal bekal roll penggulung kertas kain. 6. Colour Ledger / majalah : Afval majalah bekas. 7. Duplex toko : afval yang keluar dari pertokoan. 8. Marga campur : Afval campuran dari berbagai kertas yang belum disortir berdasarkan jenisnya. 9. Boncos : Afval yang sudah lapuk dan berjamur. 10. Kraft Coat : afval coklat yang ada coutingan putih dibagian atasnya.

c. Kategori Coklatan 1. Afval Sack Kraft / Sack Semen : Afval bekas sak semen. 2. Afval Kraft : afval bolak-balik warnanya coklat semua dan berasal dari pulp serat panjang (serabut kertas >2 mm) 3. Afval Box : Tebal, lokal.

3. Jenis Afval Import a. Kategori Putihan 1. HVS 2. SWL b. Kategori Marga 1. Supermixed : campuran kertas yang berasal dari luar negeri. 2. BBC (Box Board Carton ) : sisiran duplex boxes dari luar negeri. c. Kategori Coklatan 1. OCC (Old Curugated Container) : sama sepeti box yang masih berupa lembaran yang berasal dari luar negeri. 2. NDLK (New Double lined Kraft) : Sisiran box dari pabrik. 3. DLKC ( Double Lined Kraft Cutting) : sisiran box dari pabrik. 4. Afval Kraft : Afval bolak-balik berwarna coklat semua dan berasal dari pulp serat panjang. 5. Multiwall : kertas sack kraft dari luar negeri.

12

Bahan Pembantu Untuk meningkatkan mutu kertas maka untuk proses pembuatan kertas perlu ditambahkan bahan-bahan pembantu. Pemakaian bahan pembantu ini tergantung dari macam kertas yang akan diproduksi. Ada beberapa bahan-bahan pembantu yang digunakan oleh PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7/8, yaitu : 1. Tapioca (Starch), berguna untuk menutup pori-pori kertas dan untuk

menambah kekuatan kertas. Sebagai contoh pada produk medium liner (ML) dengan dosis 6-8 %, pada produk sack kraft dengan dosis 2,5-3%. 2. Dry Strength, digunakan untuk produk MWR dan MWX. 3. Sizing Agent Ada dua jenis sizing agent yaitu: a. Internal Sizing Agent, digunakan dengan tujuan agar kertas memiliki daya tahan terhadap penetrasi air, dosis yang dipakai 1,8% ditambahkan pada chest 17. b. External Sizing Agent, digunakan SG 266 (liquid). Ditambahkan pada alat size press. Hal ini bertujuan untuk melapisi permukaan lembar kertas dan menambahkan kekuatan kertas. Dosis yang dipakai sebesar 0,7%. Bahan ini digunakan untuk memproduksi ML. 4. Koagulan, yang digunakan adalah tawas / aluminium sulfat, yang berfungsi untuk menurunkan PH dan membantu kelarutan sizing agent pada proses sizing. 5. Retention Aid, digunakan untuk meminimalisasi fiber yang lolos pada wire, mengurangi drainase samapai 60% , meningkatkan daya ikat antar serat sehingga kertas lebih tahan terhadap penetrasi air dan tidak terjadi flok pada kertas, jenis retention aid yang digunakan adalah N 7529 dengan dosis 0,025%. Penambahan retention aid dilakukan sebelum masuk horizontal screen. 6. Biocide, berguna untuk menghindari tumbuhnya bakteri pada kertas. Biocide ditambahkan sebelum masuk headbox yaitu pada chest 17 dan di WWC pada PM 8 serta pada chest 13 pada PM 7 dengan dosis 0,015% . jenis biocide yang digunakan adalah BC 808 dan BC 807.

13

7. Defoamer, berguna untuk menghilangkan busa yang timbul. Ditambahkan di WWC dengan dosis 0,5%. Jenis yang digunakan adalah paracum 197 dan DFR 228. 8. Bahan Pewarna (Shading Dyes), berguna untuk memberi warna pada kertas. Dosis yang digunakan sebesar 0,007%. 9. Optical brightening Agent, berfungsi sebagai pemutih pada top layer produk kraft puih. Dosis yang digunakan sebesar 0,1-0,15%. Jenis yang digunakan adalah perrissos. Penambahan dilakukan pada chest 9B.

2.1.2. Stock Preparation Stock Preparation adalah proses perubahan bahan baku pulp (pulp dan kertas bekas) menjadi buburan. Adapun tahap-tahap dalam stock preparation adalah sebagai berikut : a. Penguraian serat Penguraian serat dilakukan dengan menghomogenkan buburan kertas kemudian dilanjutkan dengan kerja mekanis. Selain itu pada penguraian dengan kerja mekanis terkadang diberi zat kimia untuk membantu penguraian serat. Bahan baku yang berasal dari kertas bekas, penghancuran seratnya perlu dibantu dengan menaikkan suhu system lebih tinggi dari 70%. Lembaran atau gulungan pulp atau kertas bekas diuraikan dengan penambahan air agar lebih mudah dalam proses penghancuran kertas. Penghancuran dilakukan dalam hydra pulper (HP) atau tangki pelarut. Pulper umumnya terdiri dari tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan saringan dibagian bawahnya. Konsentrasi serat didalam pulper berkisar antara 3-15% hal ini tergantung pada gramatur yang diinginkan.

b. Pemisahan Pemisahan antara kotoran dan serat dilakukan dalam HP. Pemisahan mengacu pada proses untuk memisahkan zat pengotor dari suspensi serat (dengan cara penyaringan, pencucian, flotasi, dan pembersihan). Fraksinasi mirip dengan penyaringan. Serat-serat dibagi menjadi serat panjang, serat pendek, dan gumpalan serat. Serat-serat yang sudah terbagi diolah lebih lanjut secara terpisah dan dipakai untuk pembuatan kertas satu lapis.

14

c. Penambahan Additif Perbaikan sifat kertas dilakukan dengan jalan penambahan zat additive. Adapun zat additif yang ditambahkan berfungsi sebagai bahan pengisi (filter), bahan penguat (strength additives). Sizing agent, pewarna, bahan penolong proses (processing aids), pencerah (optical brightener), dan sebagainya.

2.1.3. Sheet Forming Sheet Forming adalah proses pembentukan lembaran kertas. Air dan suspensi serat disaring diatas saringan yang berputar secara kontinyu untuk membentuk jaringan serat basah yang diusahakan seseragam mungkin. Jaringan serat basah inilah yang akan menjadi calon lembaran kertas. System sheet forming terdiri dari stock approach flow system, head box, dan bagian wire. 1. Stock approach flow system a. Proses pengaliran buburan kertas dengan tekanan, jumlah, dan komposisi yang konstan untuk menjagakeseragaman kualitas kertas. b. Pencampuran berbagai jenis stock yang berasal dari stock preparation. 2. Headbox a. Headbox berfungsi untuk menyemprotkan buburan kertas pada mesin kertas. b. Buburan kertas dari pipa didistribusikan secara seragam dalam headbox dengan mengalirkan melalui lubang-lubang kecil (umumnya disebut slice). c. Pada headbox yang modern terdapat distributor dibagian belakang headbox untuk mendistribusikan buburan kertas lebih merata. 3. Wire a. Wire berfungsi untuk membentuk jaringan serat dari buburan kertas. b. Pemisahan serat dari air (proses filtrasi). Air yang lolos dari proses filtrasi ini disebut white water. white water akan dipakai kembali untuk melarutkan dan mengencerkan stock yang pekat di stock approach flow system. c. Faktor yang berpengaruh pada proses filtrasi adalah sebagai berikut : d. Ketebalan suspensi diatas wire e. Adanya pemvakuman dibawah wire f. Timbulnya tekanan akibat tegangan wire dipermukaan yang melengkung.

15

g. Air ini membawa sejumlah serat, filter, dan partikel-partikel halus lainnya.

2.1.4. Press Section a. Proses pengurangan kadar air pada lembaran kertas yang terbentuk pada wire. b. Press section terdiri dari beberapa press nip yang berurutan. c. Pengurangan kadar air dilakukan dengan tekanan mekanik antara rol-rol dan felt yang berputar. d. Tujuan dari press section adalah meningkatkan kekuatan jaringan dengan kompressi sebelum masuk ke dryer section. e. Kadar air setelah melalui press section kurang lebih 45%.

2.1.5. Dryer Section a. Proses pengurangan kadar air pada lembaran kertas dengan pemanasan. b. Proses pemanasan mempengaruhi ikatan antar serat yakni ikatan hydrogen, akibatnya kekuatan jaringan meningkat. c. Kadar air dalam jaringan setelah melalui dryer section berkisar antara 210%.

2.1.6.

Size Press Penambahan zat additif berupa starch dan sizing agent yang akan

diaplikasikan pada matrik serat untuk meningkatkan kekuatan jaringan serat. Size press digunakan untuk memodifikasi sifat permukaan kertas yang berhubungan dengan cairan. Selama sizing, jaringan serat dilewatkan bak cairan sizing yang terletak diatas sebuah roll nip.

2.1.7. Reel Slitting machine Fungsi dari reel sliting machine adalah (Ullmann, 1991) : 1. Melepas lembaran kertas dari gulungan. 2. Memotong lembaran kertas sesuai dengan lebar yang diinginkan. 3. Menggulung kertas yang telah dipotong.

16

2.1.8. Finishing Proses finishing meliputi : a. Rewinder Mesin yang terdiri dari press roll dan pisau-pisau pemotong atau slitter untuk memotong lembaran kertas sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. b. Sheeter Jika permintaan kertas berupa lembaran, maka lembaran kertas harus dipotong dari rewinder (in roll). Mesin cutter berfungsi untuk memotong lembaran kertas dari bentuk in roll menjadi bentuk lembaran dengan ukuran tertentu. Jumlah mesin cutter yang ada sebanyak 3 mesin. c. Penyortiran Setelah kertas dipotong sesuai dengan permintaan konsumen, kemudian diserahkan kebagian sortir untuk dilakukan pemisahan antara lembaranlembaran yang baik dengan yang cacat (misalnya kertas sobek, terlipat, ukurannya tidak sesuai, warna kotor, gramatur berbeda, dan lain-lain). Lembaran kertas yang sudah jadi, dilakukan penyortiran berdasarkan: 1. Gramatur 2. Kertas yang telah dipotong dilakukan penimbangan untuk mengetahui gramaturnya. Adapun toleransi yang diberikan untuk pengukuran gramatur sekitar 5%. 3. Warna 4. Kualitas 5. Menurut kualitasnya dibedakan menjadi 3 yaitu : A1 : kertas berwarna bersih dari bintik-bintik hitam maupun dari kotoran A2 : warna agak kotor tapi kualitasnya terpenuhi A3 : kotor, sobek, mlitut, blowing. 6. Hitungan tiap 100 lembar diberi pembatas. d. Mesin polar Kertas yang sudah disortir masuk ke mesin polar yang bertujuan untuk merapikan kertas diantara 2 sisi supaya siku-siku. e. Packing Tujuan proses packing yaitu untuk menghindari kelembaban udara dan kotoran serta menjaga kerapian kertas.

17

f. Balling Untuk lembaran kertas yang sudah disortir kemudian dilakukan penghitungan jumlahnya selanjutnya akan dilakukan pengepakan dengan cara dibungkus atau di ball. Proses ini dilakukan dengan mengepak sejumlah packing dengan kelipatan 5 . pada proses ini digunakan papan pallet diatas dan dibawah dengan tujuan kerapian dalam pengiriman barang kepada customer.

2.2. Utilitas Pendukung 2.2.1 Boiler Untuk memenuhi kebutuhan uap panas (steam) dalam proses produksi, PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7/8 membangun 3 unit boiler yang terdiri dari dua tipe, yaitu : satu unit tipe pipa air (Hamada) dan dua unit tipe pipa api (mat dan MP) . Boiler tipe pipa air memiliki kapasitas 10 ton uap panas / jam dengan menggunakan bahan bakar batu bara, sedang tipe pipa api masing-masing memiliki kapasitas 12 dan 18 ton uap panas / jam dengan menggunakan bahan bakar solar atau residu. Ketiga boiler tersebut memiliki system kerja yang sama, perbedaannya hanyalah fluida yang mengalir pada pipa. Pada tipe pipa air, air dialirkan pada pipa-pipa boiler dan sekelilingnya terjadi pembakaran sehingga air yang berada didalam pipa menjadi uap panas. Dari ketiga unit boiler tersebut uap panas didistribusikan ke unit-unit yang membutuhkan. Air pengisi boiler diperoleh dari sumur artesis yang berada dilokasi pabrik serta kondisi kondensat di unit boiler PM 7 dan PM 8, dengan mengalami proses pelunakan air terlebih dahulu hingga diperoleh air dengan kesadahan yang rendah. Dalam proses pembentukan uap panas ini juga ditambahkan bahan kimia tanin dan polypear sebagai pelarut kerak dalam aliran.

2.2.2 Kompresor Untuk kebutuhan angin PT. Pura Nusa Persada unit PM 7/8 ditunjang dari lima buah unit kompresor dan satu unit dryer. Lima buah unit kompresor, yaitu : 1. Kompressor brown wade sebanyak dua buah, yaitu : a. Type Screw 6050 E dengan kapasitas 5 m3 angin/menit b. Type screw cyclone 337 dengan kapasitas 5 m3 angin/menit

18

2. Kompresor hidrovane sebanyak dua buah, yaitu : a. Tpe 258 dengan kapasitas 5 m3 angin/menit b. Tipe 178 dengan kapasitas 5 m3 angin/menit c. Kompresor piston sebanyak satu buah dengan kapasitas 0,8 m3 angin/menit

Kelima buah kompresor tersebut berfungsi menghasilkan angin untuk menunjang kebutuhan angin di PT Pura Nusa Persada unit PM 7/8. Sedangkan satu unit air dryer 200 berfungsi untuk menghasilkan angin kering. Angin pada PT Pura Nusa Persada unit PM 7/8 digunakan untuk : a. Hydrolic press mesin kertas PM 7/8 b. Hydrolic valve pada paper machine c. Mesin potong kertas d. Mechanical shower needle Kebutuhan angin tiap hari di PT Pura Nusa Persada unit PM 7/8 adalah 11,8 m3 angin/menit.

2.2.3 Unit krofta a. Unit ini berfungsi untuk mengelola limbah cair (waste water) yang masih mengandung serat yang dihasilkan dari proses produksi di PM 7 dan PM 8. b. System pengolahan pada unit ini menggunakan system floatasi sehingga serat dan air dapat di pisahkan dan dapat dipergunakan kembali di unit Stock Preparation

2.2.4 Unit pengolahan Limbah PT Pura Nusa Persada unit PM 7/8 selama beroprasi banyak menggunakan air sebagai media transportasi dan pelarut, sehingga air limbah yang keluar dari unit pengolahan limbah banyak mengandung zat-zat terlarut, seperti zat organic dan zat anorganik sebagai suspensi, koloid, maupun zat terlarut. Dalam hal ini fraksi-fraksi serat, kontaminan dan bahan kimia yang terkandung dalam proses sedapat mungkin diambil kembali untuk mengurangi beban pengolahan limbah.

19

Air hasil pengolahan di unit krofta belum memenuhi syarat apabila dibuang langsung kelingkungan, oleh karena itu air limbah tersebut diolah kembali di unit pengolahan limbah. Sebagian air di unit krofta di pompa ke bak equalisasi untuk menghomogenkan air limbah. Tipe bak aerasi yang digunakan adalah konvensional. Ada beberapa alat yang digunakan dalam unit pengolahan limbah, antara lain: a. Aerator dengan kapasitas 11 KWh yang berfungsi untuk mengaduk dan membuat kondisi air limbah menjadi air. b. Dua buah surface aerator @ 45 kWh, dan dua buah pompa sirkulasi untuk menambah aerasi pada bak.

20

BAB III DESKRIPSI SISTEM INDUSTRI

3.1. Sistem Produksi Sistem merupakan suatu rangkaian unsur-unsur yng saling terkait dan tergantung, serta saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, yang keseluruhan itu merupakan satu kesatuan bagi pelaksanaan kegiatan untuk pencapaian suatu tujuan tertentu. Sedang produksi dapat diartikan sebagai penciptaan atau penambahan fungsi bentuk, waktu, dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Jadi secara keseluruhan sistem produksi adalah suatu keterkaitan unsur-unsur yang berbeda-beda secara terpadu, menyatu dan menyeluruh dalam pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan barang atau jasa. Sistem produksi di PT. Pura Nusapersada adalah produksi make to order (memproduksi berdasarkan pesanan atau permintaan konsumen). Sistem produksi dapat digambarkan sebagai berikut.

INPUT
Bahan Baku Mesin Dan fasilitas Produksi Tenaga Kerja Energi Informasi

PROSES
Produk Planing Control Stock Preparation Sheet Forming Press Section Dryer Section Size Press Reel Slitting Mesin Finishing Quality Control

OUTPUT
Kraft Putih Yellow Board Chip Board Medium Linner Sack Kraft

Gambar 3.1 Sistem Produksi PT Pura Nusa Persada Unit PM 7/8

Sistem Produksi di PT. Nusa Unit PM 7/8 ini merupakan suatu keterkaitan antara unsur-unsur yang berbeda yang secara terpadu, menyatu dan menyeluruh untuk dapat menginformasikan input menjadi output. Adapun unsur-unsur system produksi diperusahaan ini berupa input yang terdiri dari bahan baku yang sesuai dengan permintaan Customer. Prosesnya berupa mesin-mesin, utilitas pendukung dan tenaga kerja yang menjalankan proses produksi secara terus menerus yang menghasilkan output berupa Kraft Putih (kertas box makan), yellow board (alas pada Note Book), 20

21

dan Chip Board (Kertas Penggulung Benang) pada PM 7, sedangkan kertas sack Kraft (kantong semen) dan Medium Liner (Corrugated fluts) pada PM 8. Proses produksi di perusahaan ini dimulai dengan merencanakan target produksi terus menerus, dimana fasilitas sistem produksinya telah diatur sesuai dengan urutan dan produk yang dihasilkan sudah distandarisasi. Rencana Produksi diajukan kebagian produksi untuk memenuhi permintaan. Data kuantitas produk yang diperoleh dari bagian penjualan. Kemudian dibuat detail perencanaan produksi meliputi kebutuhan bahan baku dan kapasitas sumber daya. Proses Produksi Kertas PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7/8 PENYEDIAAN BAHAN BAKU STOCK PREPARATION

SHEET FORMING PRESS SECTION

DRYER SECTION SIZE PRESS

REEL SLITING MACHINE FINISHING Gambar 3.2 Skema Proses Produksi PT Pura Nusa Persada Unit PM 7/8

3.2. Penanganan bahan Baku Kebijakan penanganan bahan baku merupakan suatu kebijakan untuk menentukan sumber kebutuhan bahan baku yang sesuai dengan tujuan perusahaan. Kebiijakan penanganan bahan baku di PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7/8 dilakukan dengan memilih supplier dari dalam dan luar kota. Sumber bahan baku afval didapatkan dari dalam kota berasal dari pengepul-pengepul kertas bekas dari daerah

22

kudus, pati, semarang dan daerah sekitar lingkungan perusahaan. Sedangkan bahan baku pulp didapatkan dari mengimport dari Rusia, New Zealand dan Portugal. Kebijakan penanganan bahan baku ini ditempuh agar kontinuitas kegiatan produksi perusahaan tidak terganggu. Import bahan baku pulp dilakukan karea bahan baku tersebut sulit didapatkan di dalam negeri dengan kualitas yang baik. Bahan baku yang dibutuhkan oleh perusahaan mempunyai ketentuan-ketentuan yang harus ada pada bahan baku tersebut yaitu panjang pendeknya serat. Untuk pulp panjang serat minimal 2 mm untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan sesuai dengan permintaan pasar. Bahan baku yang dating kemudian ditaruh terlebih dahulu digudang untuk di uji kandungan kotorannya, kandungan serat, dan kandungan airnya oleh laboratorium. Besarnya tingkat kandungan kotoran dan kandungan air akan mempengaruhi kesepakatan harga bahan baku antara perusahaan dengan supplier. Biasanya tingkat kekotoran secara langsung dapat dilihat oleh pihak laborat yang telah berpengalaman tanpa dilakukan uji laboratorium terlebih dahulu. Biasanya dari pengujian yang dilakukan tidak terdapat kertas yang tidak sesuai standar karena supplier yang dipilih tetap dan tidak berpindah-pindah.

3.3. Pengendalian kualitas Untuk tahap mengawasi dan menjaga kondisi proses dan kualitas dari kertas yang dihasilkan, PT pura Nusa Persada Unit PM 7/8 mempunyai laboratorium yang khusus menangani pemeriksaan / pengecekan selama proses pembuatan kertas yang dilakukan. Laboratorium terdiri dari laboratorium basah dan laboratorium kering untuk pengujian akhir kertas. Pengendalian kualitas adalah proses kegiatan untuk memastikan apakah kebijakan dalam hal kualitas sesuai dengan standar yang telah

ditetapkan.Pengendalian kualitas harus tetap dijaga agar produk yang dihasilkan dapat memenuhi pasar dan tercipta kepercayaan terhadap perusahaan dari pihak konsumen. Maksud dan tujuan dari pengendalian kualitas adalah : 1. Agar barang hasil produksi mencapai standar kualitas yang telah ditetapkan 2. Meminimumkan biaya produksi 3. Meminimumkan biaya inspeksi 4. Pengendalian kualitas produk yang dialakukan meliputi :

23

5. Pengendalian kualitas bahan baku 6. Pengendalian kualitas produk jadi

a. Pengendalian kualitas bahan baku Pengendalian kualitas bahan baku dilakukan oleh bagian produksi pada waktu melakukan pembelian dari supplier apakah layak atau tidak. Disamping itu juga dilakukan pengendalian kualitas dengan melakukan sampling pada waktu bahan baku datang.

a.1. Standard Penerimaan Bahan Baku Afval Kandungan kotoran bahan lain yang bukan kertas 1. Kategori Putihan a. Kelompok Selektif maksimal 1,5 % b. Kelompok non Selektif maksimal 2% 2. Kategori marga maksimal 4% 3. Kategori cokelatan maksimal 4%

Kadar Air Jenis Afval Putihan Marga Coklatan Serutan bambu Reject pulp WWT Standar 10% 12% 12% 30% 10% 10% 5% 23% 18% Sesuai Kondisi barang Sesuai Kondisi barang Sesuai Kondisi barang Toleransi

Tabel 3.1 Standar Kadar air untuk penerimaan Afval Lokal

a.2. Standard Penerimaan Afval Import Kandungan kotoran bahan lain yang bukan kertas 1. Kategori putihan a. HVS maksimal 1% b. SWL maksimal 1%

24

2. Kategori Marga a. Supermix maksimal 2 % b. BBC maksimal 2 % 3. Kategori Cokelatan a. OCC maksimal 5 % b. NDLK maksimal 2 % c. DLKC maksimal 2% d. Afval kraft maksimal 2 % e. Multiwall maksimal 2% Kadar Air Untuk standard import : 1. Maksimal 15% untuk kategori marga dan coklatan. 2. Maksimal 12% untuk kategori putihan

b. Pengendalian kualitas pada waktu proses Pengendalian pada tiap bagian proses produksi dikerjakan sendiri oleh operator masing-masing bagian proses produksi dibawah pengawasan bagian produksi dan pengendalian kualitas. Operator disini memiliki tugas untuk mengawasi kualitas

barang yang layak diproses lebih lanjut, Dalam hal ini tidak sedikit peran pula dari anggota laborat yang melakukan pengambilan sampel dari tiap mesin untuk diuji kelayakan konsistensi dan gramatur pada kertas yang diinginkan konsumen. Tingkat kecacatan biasanya terjadi pada saat pencampuran bahan baku kertas. Oleh karena itu dilakukan beberapa pengujian pada laboratorium (laboratorium basah) yang bertugas untuk menjaga mutu bubur kertas dari Hydra pulper sampai Head box sebelum masuk ke mesin menjadi lembaran kertas. Untuk menjaga mutu dari bubur kertas pada proses stock preparation, staf dari laboratorium basah akan melakukan pemeriksaan yang meliputi : 1. Pemeriksaan PH Pengukuran PH dilakukan dengan menggunakan kertas indikator PH. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel bubur kertas kemudian mengecek langsung dengan kertas tersebut atau dengan alat pengukur PH. Adapun PH yang ideal di chest atau Headbox adalah antar 6-8.

25

2. Pemeriksaan konsistensi Pemeriksaan konsistensi dilakukan untuk mengetahui berat kering serat yang terdapat dalam bubur kertas dan merupakan salah satu parameter penting dalam proses pembuatan kertas. Konsistensi bubur kertas berhubungan dengan penentuan gramature dari kertas yang akan dibuat. Pengujian konsistensi dilakukan dengan cara : a. Mengambil sampel bubur kertas b. Menimbang bubur kertas (stock) dalam jumlah tertentu c. Mengencerkan dengan air samapai volume 1000 ml dan diaduk sampai rata. d. Memasukkan kedalam handsheet former untuk dijadikan lembaran kertas e. Keringkan dengan pemanas atau setrika sampai kering, lalu timbang jingga diperoleh berat yang konstan.

Rumus : Konsistensi =

x 100%

3. Pemeriksaan freeness (derajat kelembutan kertas) Freeness merupakan ukuran yang digunakan untuk menunjukkan ingkat / derajat fibrilasi serat. Pengujian freeness dapat dilakukan dengan cara : a. Menimbang buburan yang sudah diketahui konsistensinya atau timbang berat serat kering 2-4 gram. b. Menguraikan dan mengencerkan dengan air sampai volume 1 liter. c. Memasukkan ke alat Freesess tester d. Menampung air yang keluar dari bagian samping alat Freesess tester dan catat jumlah air yang keluar (berat semu = ml CSF). e. Melihat tabel berat semu dengan konsistensi lalu mendapat derajat CSF (Canadian Standart Freness) atau SR (Schopper riegels) Jika harga CSF semakin tinggi menunjukkan hubungan antar serat makin kasar sedangkan jika SR semakin tinggi maka menunjukkan hubungan anta serat semakin halus.

c. Pengendalian kualitas produk jadi Pemeriksaan kualitas produk jadi dilakukan oleh bagian produksi. Pengawasan dilakukan sesuai standarisasi perusahaan bagian Quality Control (QC). Pengendalian

26

kualitas dilakukan pada laboratorium (laboratorium kering). Beberapa pengujian terhadap mutu kertas yang dilakukan tiap satu jam sekali. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari jenis produk yang dihasilkan di Paper Machine 7 dan 8. Jenis pengujian yang dilakukan untuk masing-masing produk dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Jenis Produk KP(Kraft Putih) 180-400 gsm CB (Ccip Board) 300-400 gsm YB (Yellow Board)

Jenis Pengujian Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, Top HW, ketahanan retak, dan kadar abu. Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, ketahanan retak, ketahanan sobek, daya regang, dan kekakuan. Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, Top/back HW, ketahanan retak.

Tabel 3.2 Pengujian Untuk Produk Kertas PM 7

Jenis Produk MWX (multy wall extensible) 80 gsm

Jenis pengujian Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, ketahanan tarik, ketahanan sobek, daya regang, dan kekakuan.

MWR (multy wall regular) 70, 75, 100, 125 gsm

Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, ketahanan tarik, ketahanan retak,

ketahanan sobek, daya regang, dan kekakuan. Medium Linner 105, 112, 115, 125, dan 150 gsm Gramatur, kadar air, tebal, daya serap air, ketahanan tekan lingkar, ketahanan retak, density, dan kekakuan. Medium Linner 70 gsm Gramatur, kadar air, tebal, ketahanan tarik, dan ketahanan retak Tabel 3.3 pengujian untuk produk kertas PM 8

27

Prosedur Pengujian 1. Gramature Cara uji: a. Ambil sampel kertas dengan ukuran tertentu (10x10 cm) b. Timbang dan kemudian catat hasilnya c. Perhitungan : GSM (Gram per Square meter) = rata-rata hasil timbang x 2. Kadar air (moisture) Cara Uji : a. Mengambil sampel kertas dengan ukuran (10x10 cm) b. Timbang berat kertas awal dan kemudian catat hasilnya (a) c. Memasukkan kedalam oven 150 C selama 10-15 menit dan timbang sampai berat kertas konstan / berat akhir kertas. d. Perhitungan : Kadar air = x 100 %

3. Ketebalan (Thickness) mm Cara uji: a. Mengambil sampel kertas dengan ukuran (10x10 cm) b. Menempatkan contoh diatas landasan dan menurunkan kaki penekan diatas permukaan kertas. c. Membiarkan kaki penekan diatas permukaan kertas selama 2-5 detik. d. Mencatat hasil pengujian dalam beberapa sampel dan lakukan perhitungan rata-rata. 4. Daya serap air (Cobb Tess) Cara uji: a. Mengambil sampel dengan ukuran tertentu, timbang dan catat hasilnya. b. Menempatkan Silinder penampung air diatas kertas silinder yang digunakan disesuaikan dengan ukuran kertas. c. Memasukkan air sebanyak 100cc selama 1 menit kedalam silinder. d. Selama 1 menit air dibuang, kemudian keringkan dengan kertas hisap, tekan perlahan-lahan hingga merata. e. Menimbang beratnya (b) gram.

28

5. Kekakuan (stiffness) Cara Uji : a. Mengambil sampel dengan ukuran 1x3, kemudian masukkan kedalam alat penjepit stiffness tester. MD = jika serat searah CD = jika serat silang. b. Kemudian jalankan power satu persatu kekanan. c. Membaca skala kiri dan kanan kemudian dibagi dua dan hasilnya dikalikan dengan factor yang ada pada tabel. 6. Ketahanan tarik (tensile), Daya Regang (Stretch), dan TEA (Tensile energy Absobtion) Cara uji : a. Mengambil sampel dengan ukuran 15x240 mm dan masukkan kedalam alat uji ketahanan tarik dengan jarak jepitan 180 mm. b. Menekan tombol penggerak untuk memutuskan lembaran dan catat kasilnya Satuan tensile = Kgf/15mm Satuan Stretch = % Satuan TEA (Tensile energy Absobtion) = kgfm/m 7. Ketahanan retak (bursting) Cara uji : a. Mengambil sampel ukuran 15x15 cm b. Memasukkan kedalam Bursting tester dan membiarkan karet menekan kertas sampai retak. c. Membaca dan mencatat hasilnya kemudian dikalibrasi dengan fakor pengali. Satuan Bursting : Kg/cm2. 8. Ketahanan sobek (Tearing) Cara Uji : a. Mengambil sampel dengan ukuran 63x304 mm dan masukkan dalam alat penjepit dengan posisi vertical searah lebar contoh uji.

29

b. Melakukan penyobekan awal dengan menggunakan pisau yang tersedia pada ada alat tersebu. c. Menekan alat penahan bandulan sedemikian rupa sehingga bandulan mengayun bebas dan menyobekkan lembaran kertas yang tersisa. d. Membaca dan mencatat hasilnya serta mengalikan dengan faktor pengali, jika alat dikalibrasi BBS maka dikalikan 1,05. Satuan Tearing = gf. 9. Ketahanan Tumpukan (Ring Crush) Cara uji ; a. Mengambil sampel dengan ukuran 1x20 cm atau disesuaikan dengan ukuran nol, kemudian diletakkan pada posisi melingkar. b. Memasukkan kedalam Ring Crush tester. c. Menyalakan mesin penekan dan membiarkan sampel ditekan sampai penekanan maksimal dan mengamai hasilnya. d. Untuk perhitungan dikalibrasi dengan dikalikan 0,35. Satuan Ring Crush = kg

3.4. Penjadwalan Mesin Dan Tenaga Kerja Pada dasarnya penjadwalan untuk mesin dan tenaga kerja didasarkan pada permintaan order / pesanan. Permintaan dalam jumlah banyak merupakan kendala tersendiri dalam rangka mengefektifkan kerja mesin yang ada diperusahaan tersebut. Karena pada waktu order banyak, maka mesin dan tenaga kerja akan bekerja secara penuh, bahkan dimungkinkan untuk hiring tenaga kerja tambahan. Hal ini merupakan kendala yang dihadapi oleh perusahaan. Mesin beroperasi selama 24jam nonstop. Mesin-mesin yang digunakan selama proses produksi berlangsung pada PM 7 dan PM 8 dapat dilihat pada gambar 3.1 dan gambar 3.2. Salah satu faktor yang ikut menentukan kelancaran produksi adalah penugasan tenaga kerja yang seefisien mungkin. Dalam melaksanakan proses produksinya perusahaan ini memerlukan tenaga kerja yang relative besar. Sehingga dibuat personal scheduling untuk mengoptimalkan produksi. PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7 dan 8 beroperasi selama 24 jam dan pembagian kerja diatur dengan ketentuan senagai berikut : a. Kantor / staf

30

6 hari kerja, yang terbagi dalam : Senin s/d kamis : 07.30 -15.30 WIB (istirahat 1 jam) Jumat Sabtu : 07.30-16.00 WIB (istirahat 1 jam) : 07.30-12.30 WIB (tanpa istirahat)

5 hari kerja yang terbagi dalam : Senin s/d kamis : 07.30-16.30 WIB (istirahat 1jam) Jumat : 07.30-17.00 WIB (istirahat 1 jam)

b. Bagian produksi (6 hari perminggu) Jam kerja diatur menjadi 3 sift : Pagi (shift 1) Siang (shift II) : 06.30-14.30 WIB : 14.30-22.30 WIB

Malam (Shift III) : 22.30-06.30 WIB

3.5. Pengaturan Tata letak Fasilitas Penyusunan tata letak fasilitas (lay out) yang baik dapat diartikan sebagai penyusunan yang teratur dan efisien semua fasilitas pabrik dan operator yang ada diperusahaan. Fasilitas pabrik tidak hanya mesin-mesin tapi juga service area, termasuk tempat penerimaan barang, tempat maintenance, gudang dan sebagainya. Disamping itu juga harus diperhatikan efisiensi dan keamanan dari operator. Pengaturan tata letak yang baik dapat membantu kegiatan produksi, dimana dengan penempatan fasilitas yang baik, maka material handling dan material movement dapat diminimumkan sehingga dapat menurunkan biaya operasi. Secara garis besar tujuan utama dari tata letak fasilitas adalah untuk mengatur lokasi kerja dan penempatan fasilitas untuk menunjang produksi sesuai dengan karakteristik produk yang diproduksi untuk meningkatkan produktivitas dan performansi. Tata letak di PT Pura Nusa Persada Unit PM 7 dan 8 terutama dilantai produksi disusun berdasarkan process layout, yaitu peletakan fasilitas-fasilitas produksi berdasarkan fungsinya. Mesin-mesin diletakkan berurutan berdasarkan urutan proses yang dilakukan dalam pembuatan kertas. Hal ini dikarenakan aliran produksi bertipe flowshop dimana pengerjaan produk dilakukan secara berurutan atau kontinyu.

31

Tata letak fasilitas pada lantai produksi (meliputi layout : lantai atas dan bawah, ruang kepala produksi dan PPC, ruang engineering, ruang QC, ruang HRD, dan ruang laboratorium).

3.6. Material Handling Material handling merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut, dan meletakkan barang-barang dalam proses didalam pabrik, dimana kegiatan dimulai sejak bahan-bahan masuk atau diterima dipabrik samapai saat barang jadi akan dikeluarkan di pabrik. Beberapa alat material handling yang digunakan oleh PT Pura Nusa Persada Unit PM 7 dan 8 dilantai produksi adalah 3 buah conveyor, 2 buah Cranes, 4 buah forklift truck. Sedangkan pada departemen finishing 4 buah hand truck.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 . Analisa Proses Produksi Proses produksi kertas di PT. Pura Nusa Persada bersifat Continuous Process of Production yang dimaksud disini adalah proses produksi yang terus menerus dan memproduksi dalam jumlah yang sangat besar, mengandung pengertian bahwa yang diproses tidak perlu berhenti guna disatukan dengan bahan lainnya, karena : a. Aliran proses dari bahan baku sampai dengan produk akhir mempunyai pola yang pasti dan urutan pekerjaan yang tetap untuk semua produk. b. Produk yang dihasilkan dalam jumlah besar, dengan variasi produk yang sangat kecil. c. Mesin-mesin yang digunakan adalah sebagian bersifat otomatis dan sebagian lagi bersifat khusus, maka pengaruh dari individual operator sangat

menentukan terhadap produk yang dihasilkan. d. Bahan baku dipindahkan dari satu proses ke proses yang lain menggunakan alat angkut yang bersifat tetap, seperti pada proses pembuburan kertas dipindahkan menggunakan conveyor dan bubur dialirkan melalui pipa menuju proses selanjutnya.

4.2 Analisa Sistem Produksi Tujuan dari suatu perusahaan pada umumnya adalah bekerja untuk mendapatkan keuntungan baik secara fisik maupun non fisik yang dialokasikan pada nilai tambah yang diperoleh dengan menggunakan berbagai kegiatan produksi. Oleh karena itu PT. Pura Nusa Persada dalam usahanya untuk menjaga kelangsungan hidup (kontinuitas) perusahaan dan perkembangan hasil-hasil produksi harus mempunyai system manajemen yang baik dan kegiatan proses produksi harus dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini menuntut adanya suatu rencana yang tepat dan baik agar dapat menghindari dan menghilangkan penyimpangan-penyimpangan ataupun resiko yang mungkin terjadi.

32

33

Adapun faktor-faktor adalah : a. Bahan baku

yang mempengaruhi proses produksi perusahaan

Bahan baku yang diproses harus memenuhi syarat-syarat tertentu sehingga mudah diproses dan menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. b. Mesin dan perawatannya Proses produksi akan berjalan dengan lancar dan berhasil sesuai tujuan yang diinginkan, bila diperhatikan kondisi mesin yaitu dengan dilakukannya perawatan mesin yang terencana dan terjadwal dengan baik. c. Kondisi Ruangan Kelancaran proses produksi dapat dipengaruhi oleh kondisi ruangan menyangkut kelembapan (relative humidity) dan faktor suhu sebagai pengaruh lanjutan. Dengan tingkat kelembapan dan suhu tertentu, maka taraf kelelahan karyawan dapat diperlambat. d. Metode Kerja Metode dan standar kerja yang tepat dan benar dapat meningkatkan efisiensi produksi akan lebi terjamin. e. Tenaga Kerja Optimalisasi tenaga kerja sangatlah penting dan harus diperhitungkan dengan tepat dan benar. Proses perubahan input menjadi output agar sesuai dengan keinginan konsumen memerlukan suatu rangkaian proses pengerjaan secara bertahap. Disini diperlukan teknologi, mesin peralatan, fasilita dan metode kerja, guna melaksanakan operasi-operasi yang diperlukan disalam sistem produksi. Dalam merancang suatu proses produksi, semuanya tergantung pada jenis dan karakteristik dari masing-masing produk yang akan dibuat. Sebelum proses produksinya berlangsung, beberapa persiapan telah dilakukan. Berupa pengawasan pengontrolan dan pengecekan yang ketat oleh bagian yang terkait mulai dari bahan baku sebelum diproses, control pada saat proses produksi sedang berjalan antara tiap prosesnya harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan dan pengawasan akan produk jadi akan memudahkan perusahaan dalam menangani dan mengantisipasi kondisi-kondisi yang tidak diinginkan (cacat produk), sehingga dapat dengan mudah untuk mengetahui bagianbagian yang harus diperbaiki dan ditangani dengan hati-hati. Hal ini juga akan

34

memberikan dampak positif terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dimana tiap bagian bertanggung jawab dan diberi kepercayaan penuh agar proses berjalan lancar dan sesuai dengan jadwal dan spesifikasi yang telah ditentukan. Proses produksi harus berjalan sesuai dengan jadwal yang telah direncanakan oleh pihak perusahaan dan pihak pemesan untuk menjaga kualitas produk dan ketepatan waktu yang telah ditentukan. Hal ini juga menjaga agar produk-produk yang dihasilkan sampai ketangan pelanggan / pemesan tepat pada waktunya sehingga perusahaan tidak kehilangan pelanggan.

4.3 Analisa Penanganan Bahan Baku Pada aliran bahan baku yang dilakukan di PT. Pura Nusa Persada Unit PM 7/8 adalah pola aliran berbentuk flow process dimana aliran bahan baku berbentuk lurus sesuai tahapan produksinya. Hal ini dirasakan belum efisien,

ketidakefisienannya karena pola ini akan menimbulkan lebih banyak pemborosan, seperti penanganan material yang tidak perlu, umpan balik kualitas yang terlambat, lead time produksi makin panjang. Untuk itu diusulkan agar perusahaan menggunakan pola aliran bahan baku formasi U shapped. G Ds

S T

Sp

SF

Ps

G pj

Gambar 4.1 Pola aliran bahan baku formasi U shapped Keterangan : G ST SF : Gudang Bhan Baku : Stock Preparation : Sheet Forming

35

Ps Ds Sp F Gpj

: Press Section : Dryer Section : Size Press : Finishing : Gudang Produk jadi Pola aliran bahan dengan formasi U dapat lebih mempersingkat jarak aliran

maupun waktu yang dibutuhkan dalam operasinya, hal ini juga memungkinkan operator dapat lebih cepat kerjanya. Dengan menggunakan formasi ini juga dapat mempercepat waktu produksi.

4.4 Analisa Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas adalah suatu kegiatan untuk menjaga dan mengarahkan agar mutu/kualitas yang dihasilkan dapat dipertahankan dan sesuai dengan yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas PT. Pura Nusa Persada dimulai ketika pembelian bahan baku, baik bahan baku afval maupun bahan baku pulp. Kedua jenis bahan baku tersebut dibedakan menurut jenisnya dan panjang serat yang dikandungnya. Jenis dan panjangnya serat yang dikandung oleh bahan baku yang diterima, semakin baik jenis dan panjang ukuran serat maka semakin bagus kualitas kertas yang diperoleh. Kebersihan kertas dari kotoran-kotoran yang melekat juga diperhatikan dengan

melihat secara fisik yang dilakukan oleh operator berpengalaman sehingga akan diketahui apakah kertas tersebut layak untuk digunakan atau tidak. Sebelum produk jadi siap dipasarkan maka perlu dilihat apakah produk yang dipesan telah sesuai dengan pesanan atau bahkan mengandung cacat. Yang pertamatama dilihat adalah bentuk fisik apakah spesifikasinya baik gramatur maupun ukurannya sudah sesuai dengan pesanan atau tidak. Pengujian untuk produk jadi dilakukan dengan mengambil sampel produk dengan ketentuan10 cm x 10 cm, yang selanjutnya akan dibawa ke laboratorium kering untuk diteliti. Disana akan diteliti baik dari gramatur dan kualitas kertas apakah sudah sesuai dengan ketentuan ataupun sesuai dengan pesanan. Produk yang tidak sesuai akan direcycle lagi untuk kemudian dihasilkan produk yang sesuai dengan pesanan.

36

4.7. Analisa Penjadwalan Mesin dan Tenaga Kerja Pada PT. Pura Nusa Persada proses produksinya diselenggarakan melalui beberapa tahapan proses (Multiple Stage). Karena dalam proses pembuatan kertas beberapa stage dari mulai bahan baku (afval dan pulp) yang diolah sampai menjadi produk jadi. Adapun untuk penjadwalan mesin dilakukan setiap harinya baik ada order maupun tidak ada order yang masuk sehingga penjadwalan mesin pada PT. Pura Nusa Persada cenderung tetap. Penjadwalan mesin hendaknya disesuaikan dengan kemampuan operasi mesin. Penjadwalan mesin yang baik adalah memanfaatkan penggunaan mesin secara optimal bukan maksimal. Pemakaian maksimal cenderung membuat kerja mesin menjadi berat. Sehingga akan cepat terjadi kerusakan yang akan membengkakkan costdari perusahaan. Produksi PT. Pura Nusa Persada dilakukan berdasarkan pesanan. Akibat dari hal ini maka penjadwalan tenaga kerja tidak teratu. Jika terdapat order yang banyak maka akan ditambah dengan jam lembur dan sebaliknya jika order sedikit maka kerja operator tidak penuh. Ketidak teraturan ini diakibatkan oleh pekerjaanyang berdasarkan job order.

4.8. Analisa Pengaturan Tata Letak Fasilitas Layout fasilitas produksi merupakan keseluruhan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses produksi. PT. Pura Nusa Persada menerapkan jenis layout aliran produksi (produksi line layout), disesuaikan dengan jenis produk yang dihasilkan oleh perusahaan ini dan arena pengaturan fasilitas

produksi yang dimulai dari bahan baku sampai menjadi produk akhir. Dimana mesinmesin disusun menjadi satu kelompok mesin yang sama. Kelemahan layout ini adalah jika terjadi kerusakan dari satu mesin akan mengakibatkan terhentinya proses produksi. Untuk mencegah hal tersebut maka perlu dilakukan pengecekan mesin secara kontinyu. Layout yang dipakai hingga saat ini dirasa telah efisien karena pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses berikutnya, sehingga inventory barang setengah jadi menjadi kecil dan total waktu produksi perunit menjadi pendek. Selain itu tujuan dari tata letak ini adalah untuk mengurangi proses pemindahan bahan baku dan memudahkan pengawasan didalam aktivitas produksi, sehingga akhirnya menjadi penghematan biaya.

37

4.9. Analisa Material Handling Material handling yang digunakan di PT Pura adalah forklift, truck, conveyor, Cranes, dan hand Truck, merupakan free-path Transporter karena dapat bergerak dengan bebas dari suatu lokasi ke lokasi yang lain tanpa terpengaruh pada hambatan dilintasan yang dilalui. Sedangkan Conveyor dan Cranes merupakan Guided Transporter karena memiliki batasan dalam bergerak, yaitu harus mengikuti jalur/lintasan tertentu yang telah didefinisikan. Lama perpindahan material tergantung pada kecepatan pengangkut, jalur lintasan yang dilalui, dan hambatan bila ada.

BAB V TUGAS KHUSUS SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PT. PURA NUSA PERSADA

5.1. Pendahuluan 5.1.1. Tujuan Tugas Khusus 1. Menambah wawasan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2. Mampu menganalisis sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja pada PT. Pura Nusa Persada

5.1.2. Latar Belakang Industri dapat dipandang sebagai kegiatan untuk mengolah suatu input melalui proses produksi sehingga dihasilkan output yang memiliki nilai tambah. Kegiatan mengolah input tersebut tentunya tidak lepas dari peran sumber daya manusia yang bertindak sebagai operator dalam menjalankan dan mengendalikan proses produksi tersebut. Dengan demikian tentunya kualitas kerja operator dapat mempengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan, yang akhirnya akan berpengaruh pula pada kualitas produk yang dihasilkan. Kualitas kerja operator tersebut selain ditentukan oleh faktor internal yang berasal dari diri operator sendiri (skill, intelegensi, dll), lingkungan kerja operator, yang dalam hal ini adalah lingkungan perusahaan itu sendiri yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan. Tingginya produktivitas kerja suatu perusahaan dapat berawal dari kepedulian tersebut terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Namun kenyataannya menunjukkan bahwa banyak perusahaan yang kurang memperhatikan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja. Peranan yang penting dari keselamatan dan kesehatan kerja ini baru diingat setelah terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, seperti terjadinya kecelakaan kerja dan timbulnya penyakit kerja.

38

39

5.1.3. Permasalahan Dengan adanya keterkaitan antara kualitas kerja operator dengan keselamatan dan kesehatan kerja, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai keselamatan dan kesehatan kerja yang ada di PT. Pura Nusa Persada, sehingga menjadikannya sebagai topik khusus dalam laporan Kerja Praktek ini. Permasalahan yang penulis ambil dalam laporan Kerja Praktek ini ialah kurangnya kesadaran para tenaga kerja mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Pura Nusa Persada. Hasil analisis yang dilakukan penulis diharapkan dapat memberi masukan kepada perusahaan agar keselamatan dan kesehatan kerja yang diterapkan benarbenar dapat meningkatkan kualitas kerja operator, yang akhirnya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.

5.1.4. Batasan Masalah Ruang lingkup Keselamatan dan Kesehatan kerja sangat luas. Oleh karena itu untuk memudahkan proses pembelajaran, penulis membatasi masalah yang akan diangkat, yaitu: 1. Pengamatan dilakukan terhadap Keselamatan Kerja Perusahaan PT. Pura Nusa Persada yang meliputi faktor lingkungan, kecelakaan kerja dan penyakit kerja, dan alat-alat pengaman atau pelindung diri yang ada di perusahaan. 2. Analisis faktor lingkungan dilakukan terhadap faktor fisik yang meliputi kebisingan, penerangan, suhu, dan kelembapan. 3. Data-data yang diperlukan diambil pada saat jam kerja (jam 07.30 15.30). Sehingga analisis berlaku untuk jam ini.

5.1.5. Metodologi Dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk menganalisis dan membahas Keselamatan Kerja dan Higene Perusahaan pada PT. Pura Nusa Persada, penyusunan menggunakan beberapa metode, yaitu : 1. Metode observasi atau pengamatan dan pencatatan secara langsung terhadap obyek. 2. Metode interview atau wawancara kepada pembimbing kerja dan pekerja di lapangan.

40

3. Metode studi kepustakaan atau membaca buku-buku dan literatur-literatur yang ada kaitannya dengan Keselamatan Kerja dan Higene Perusahaan. 5.2. Landasan Teori 5.2.1. Pengertian dan tujuan kesehatan dan keselamatan kerja Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit / gangguan -gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah manusia b. Bersifat medis. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah lingkungan kerja b. Bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam: ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health. Tujuan K3 Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif. Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) : a. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat. b. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan. Ruang Lingkup K3

41

Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) : a. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan. b. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi : 1) Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian 2) Peralatan dan bahan yang dipergunakan 3) Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial. 4) Proses produksi 5) Karakteristik dan sifat pekerjaan 6) Teknologi dan metodologi kerja c. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa. d. Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

5.2.2 Kebijakan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja di era global 1. Dalam bidang pengorganisasian Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen : departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur : a. Direktur Pengawasan Ketenagakerjaan b. Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak c. Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit : 1) Kasubdit mekanik, pesawat uap dan bejana tekan. 2) Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir 3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan d. Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit ; 1) Kasubdit Kesehatan tenaga kerja 2) Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja 3) Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.

42

Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll).

2. Dalam bidang regulasi Regulasi yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah sudah banyak, diantaranya: a. UU No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja b. UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan c. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. d. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja. e. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan. f. Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan K3 Bagi Tenaga Paramedis Perusahaan. g. Keputusan Menaker No Kep 79/MEN/2003 tentang Pedoman Diagnosis dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.

3. Dalam bidang pendidikan Pemerintah telah membentuk dan menyelenggarakan pendidikan untuk menghasilkan tenaga Ahli K3 pada berbagai jenjang Pendidikan, misalnya : a. Diploma 3 Hiperkes di Universitas Sebelas Maret b. Strata 1 pada Fakultas Kesehatan Masyarakat khususnya peminatan K3 di Unair, Undip, dll dan jurusan K3 FKM UI. c. Starta 2 pada Program Pasca Sarjana khusus Program Studi K3, misalnya di UGM, UNDIP, UI, Unair. Pada beberapa Diploma kesehatan semacam Kesehatan Lingkungan dan Keperawatan juga ada beberapa SKS dan Sub pokok bahasan dalam sebuah mata kuliah yang khusus mempelajari K3.

43

5.2.3 Kecelakaan kerja Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03 /MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Secara umum, ada dua sebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu penyebab langsung (immediate causes) dan penyebab dasar (basic causes). a. Penyebab Dasar Faktor manusia/pribadi, antara lain karena : 1. kurangnya kemampuan fisik, mental, dan psikologis 2. kurangny/lemahnya pengetahuan dan ketrampilan/keahlian. 3. stress 4. motivasi yang tidak cukup/salah Faktor kerja/lingkungan, antara lain karena : 1. tidak cukup kepemimpinan dan atau pengawasan 2. tidak cukup rekayasa (engineering) 3. tidak cukup pembelian/pengadaan barang 4. tidak cukup perawatan (maintenance) 5. tidak cukup alat-alat, perlengkapan dan berang-barang/bahan-bahan. 6. tidak cukup standard-standard kerja 7. penyalahgunaan b. Penyebab Langsung Kondisi berbahaya (unsafe conditions/kondisi-kondisi yang tidak standard) yaitu tindakan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : 1. Peralatan pengaman/pelindung/rintangan yang tidak memadai atau tidak memenuhi syarat. 2. Bahan, alat-alat/peralatan rusak 3. Terlalu sesak/sempit 4. Sistem-sistem tanda peringatan yang kurang mamadai 5. Bahaya-bahaya kebakaran dan ledakan 6. Kerapihan/tata-letak (housekeeping) yang buruk 7. Lingkungan berbahaya/beracun : gas, debu, asap, uap, dll

44

8. Bising 9. Paparan radiasi 10. Ventilasi dan penerangan yang kurang Tindakan berbahaya (unsafe act/tindakan-tindakan yang tidak standard) adalah tingkah laku, tindak-tanduk atau perbuatan yang akan menyebabkan kecelakaan, misalnya (Budiono, Sugeng, 2003) : 1. Mengoperasikan alat/peralatan tanpa wewenang. 2. Gagal untuk memberi peringatan. 3. Gagal untuk mengamankan. 4. Bekerja dengan kecepatan yang salah. 5. Menyebabkan alat-alat keselamatan tidak berfungsi. 6. Memindahkan alat-alat keselamatan. 7. Menggunakan alat yang rusak. 8. Menggunakan alat dengan cara yang salah. 9. Kegagalan memakai alat pelindung/keselamatan diri secara benar.

5.2.4 Penyakit akibat kerja Peraturan Menaker No Per 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja menyebutkan bahwa Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Beberapa ciri penyakit akibat kerja adalah : a. Populasi pekerja b. Penyebab spesifik c. Pemajanan di tempat kerja sangat menentukan d. Kompensasi ada e. Contohnya adalah keracunan Pb, Asbestosis, Silikosis (Budiono, Sugeng. 2003) Jenis Penyakit Akibat Kerja Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER01/MEN/1981 mencantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan Keputusan Presiden RI No 22/1993 tentang Penyakit yang Timbul Karena Hubungan Kerja memuat jenis penyakit yang sama, ditambah ; penyakit yang disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis penyakit akibat kerja tersebut adalah :

45

1. Pneumokoniosis yang disebabkan oleh debu mineral pembentukan jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat atau kematian. 2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras. 3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis) 4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan. 5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat penghirupan debu organik. 6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun. 7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun. 8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun. 9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun. 10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun. 11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun. 12. Penyakit yang disebabkan oleh raksa atau persenyawaannya yang beracun. 13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal atau persenyawaannya yang beracun. 14. Penyakit yang disebabkan oleh flour atau persenyawaannya yang beracun. 15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida. 16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatik atau aromatik yang beracun. 17. Penyakit yang disebabkan oleh benzena atau homolognya yang beracun. 18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena atau homolognya yang beracun. 19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya. 20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton. 21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogensianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang beracun, amoniak, seng, braso dan nikel. 22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan

46

23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan otot, urat, tulang persendian, pembuluh darah tepi atau syaraf tepi). 24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih. 25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang mengion. 26. Penyakit kulit (dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisik, kimiawi atau biologik. 27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk atau residu adri zat tersebut. 28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes 29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminasi khusus. 30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi. 31. Penyakit yang disebabkan oleh bahan kimia lainnya termasuk bahan obat.

Diagnosis spesifik Penyakit Akibat Kerja Secara teknis penegakkan diagnosis dilakukan dengan (Budiono, Sugeng, 2003) : a. Anamnesis/wawancara meliputi : identitas, riwayat kesehatan, riwayat penyakit, keluhan. b. Riwayat pekerjaan (kunci awal diagnosis) 1. Sejak pertama kali bekerja. 2. Kapan, bilamana, apa yang dikerjakan, bahan yang digunakan, jenis bahaya yang ada, kejadian sama pada pekerja lain, pemakaian alat pelindung diri, cara melakukan pekerjaan, pekerjaan lain yang dilakukan, kegemaran (hobby), kebiasaan lain (merokok, alkohol) 3. Sesuai tingkat pengetahuan, pemahaman pekerjaan. c. Membandingkan gejala penyakit waktu bekerja dan dalam keadaan tidak bekerja. 1. waktu bekerja gejala timbul/lebih berat, waktu tidak bekerja/istirahat gejala berkurang/hilang. 2. Perhatikan juga kemungkinan pemajanan di luar tempat kerja.

47

3. Informasi tentang ini dapat ditanyakan dalam anamnesis atau dari data penyakit di perusahaan. d. Pemeriksaaan fisik, yang dilakukan dengan catatan 1. gejala dan tanda mungkin tidak spesifik 2. pemeriksaan laboratorium penunjang membantu diagnostik klinik. 3. dugaan adanya penyakit akibat kerja dilakukan juga melalui pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik. e. Pemeriksaan laboratorium khusus/pemeriksaan biomedik 1. Misal : pemeriksaan spirometri, foto paru (pneumokoniosis-pembacaan standard ILO) 2. Pemeriksaan audiometri 3. Pemeriksaan hasil metabolit dalam darah/urine. f. Pemeriksaan/pengujian lingkungan kerja atau data higiene perusahaan, yang memerlukan : 1. kerjasama dengan tenaga ahli higiene perusahaan 2. kemampuan mengevaluasi faktor fisik/kimia berdasarkan data yang ada. 3. Pengenalan secara langsung cara/sistem kerja, intensitas dan lama pemajanan. g. Konsultasi keahlian medis/keahlian lain 1. Seringkali penyakit akibat kerja ditentukan setelah ada diagnosis klinik, kemudian dicari faktor kausa di tempat kerja, atau melalui

pengamatan/penelitian yang relatif lebih lama. 2. Dokter spesialis lainnya, ahli toksikologi dan dokter penasehat (kaitan dengan kompensasi)

Penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention deseases) pada Penyakit Akibat Kerja adalah (Silalahi, Benet dan Silalahi, Rumondang, 1985) : a. Health Promotion (peningkatan kesehatan) Misalnya : pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,

48

lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan periodik. b. Specific Protection ( perlindungan khusus) Misalnya : imunisasi, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja. c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan tepat) Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya komplikasi. d. Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat) Misalnya : memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara

komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan. e. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan) Misalnya : rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-jabatan yang sesuai.

5.2.5. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri atau biasa yang disebut dengan APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang dalam pekerjaannya yang fungsinya mengisolasi tubuh tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. Penggunaan alat pelindung diri (APD) tidak selalu efektif, yang efektif adalah pencegahan hazard secara teknis, tetapi bila pencegahan secara teknis belum dapat dilakukan secara sempurna karena keterbatasan teknologi maka penggunaan alat pelindung diri (APD) menjadi sangat penting. Alat pelindung diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dilakukan untuk mencegah bahaya, tetapi alat pelindung diri (APD) bukan pengendalian sumber bahaya. Alat pelindung diri (APD) sebaiknya tidak digunakan sebagai pengganti dari suasana pengendali resiko yang lain, agar lebih efektif sebaiknya digunakan bersama dengan penggunaan alat pengendali lain. Kriteria Pemilihan Alat Pelindung Diri (APD) : 1. Memberikan perlindungan yang adekuat. 2. Alat pelindung diri (APD) harus seringan mungkin. 3. Dapat dipakai secara fleksibel.

49

4. Tidak menimbulkan gangguan baik secara jenis bahan maupun psikologis. 5. Tidak mudah rusak. 6. Tidak sebabkan bahaya tanbahan. 7. Memenuhi standar. 8. Tidak membatas gerakan dan persepsi sensoris. 9. Suku cadang mudah diperoleh. Namun alat pelindung diri (APD) sering banyak menimbulkan berbagai masalah-masalah yang diantaranya adalah : 1. Masalah Umum Alat Pelindung Diri (APD) a) Tidak semua alat pelindung diri (APD) melalui pengujian laboratoris sehingga tidak diketahui derajat perlindungannya. b) Tidak nyaman dan terkadang membuat sulit untuk bekerja bagi yang memakainya. c) Perlindungan yang diberikan alat pelindung diri (APD) sulit untuk dimonitor. d) Kewajiban pemeliharaan alat pelindung diri (APD) dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja. e) Efektivitas alat pelindung diri (APD) sering tergantung kondisi kesehatan para pekerja. f) Kepercayaan pada alat pelindung diri (APD) akan menghambat pengembangan kontrol teknologi baru. 2. Masalah Pemakaian Dari Sisi Pekerja a) Tidak tahu manfaat pemakaian. b) Panas, sesak, tidak nyaman dipakai, tidak enak dipandang, dan berat. c) Mengganggu pekerjaan. d) Tidak sesuai dengan bahaya yang ada. e) Tidak ada sanksi bila tidak menggunakan. f) Mengikuti sikap atasan yang terkadang tidak mau memakai alat pelindung diri (APD) yang disediakan. 3. Masalah Dari Sisi Perusahaan a) Ketidakpengertian dari perusahaan tentang alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan resiko. b) Sikap dari perusahaan yang mengabaikan alat pelindung diri (APD).

50

c) Dianggap pekerjaan yang sia-sia karena tidak ada pekerja yang mau memakai alat pelindung diri (APD). d) Pengadaan alat pelindung diri (APD) yang asal beli. Macam-macamnya alat pelindung diri (APD) antara lain : 1. Alat pelindung kepala, antara lain : a) Safety helment (hard hat) : melindungi dari bahaya kejatuhan, terbentur, dan terpukul. b) Hood : melindungi kepala dari bahan kimia, api, dan panas radiasi yang tinggi. c) Hair cap/ hair guard : melindungi kepala, khususnya rambut dari debu dan melindungi kepala maupun rambut dari mesin yang berputar. 2. Alat pelindung telinga a) Ear plug : melindungi 25 30 dB, terbuat dari karet, plastik keras, plastik lunak, atau lilin. b) Ear muff : melindungi 35 45 dB.

3. Alat pelindung mata dan muka (face shield) Melindungi mata dan muka dari : a) Lemparan benda-benda kecil. b) Lemparan benda-benda panas. c) Pengaruh cahaya. d) Pengaruh radiasi tertentu. Googles, kaca mata untuk melindungi mata dari debu. 4. Alat pelindung pernafasan a) Masker : menahan debu/ partikel agar tidak masuk saluran pernafasan. b) Respirator : untuk melindungi dari debu halus, gas, asap, fume, dan kabut. 5. Alat pelindung tangan a) Gloves : sarung tangan biasa. b) Gauntlets : sarung tangan yang dilapisi logam. c) Mitts : empat jari dibungkus jadi satu kecuali ibu jari. d) Sleeve : untuk pergelangan tangan sampai lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan.

51

6. Alat pelindung kaki a) Sepatu yang digunakan pada pengecoran logam. b) Sepatu untuk tempat kerja yang mengandung bahaya peledakan. c) Sepatu karet anti elektrostatis. d) Sepatu pengamanan pada pekerja bangunan. 7. Pakaian pelindung atau protective clothing a) Apron : menutupi dada sampai lutut. b) Overalls : menutupi seluruh bagian tubuh.

5.2.6 Epidemiologi dan Surveilans Keselamatan dan Kesehatan Kerja Epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja adalah studi yang mempelajari efek kesehatan yang disebabkan oleh faktor-faktor pemaparan (hazard) di lingkungan kerja. Selain itu gaya hidup (merokok, minum-minuman keras, pola makan, kebiasaan olah raga, dll) merupakan faktor sekunder yang turut memodifikasi variabel yang menyertai pemaparan faktor lingkungan kerja. Tujuan dari epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah menentukan pemapar yang menyebabkan penyakit akibat kerja (PAK) atau gangguan kesehatan dan merekomendasi upaya pencegahan serta menyediakan data-data untuk proyeksi yang akan datang. Sedangkan manfaat dari epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja adalah : 1. Untuk identifikasi faktor secara etiologis sebagai bahan perencanaan. 2. Hasil studi merupakan informasi yang dapat digunakan untuk menyusun standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 3. Penyajian data yang akurat. Epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk mencari who, where, dan when. Maksudnya adalah : 1. Untuk melihat banyaknya kesakitan akibat penyakit akibat kerja (PAK)/ kecelakaan kerja antar berbagai kelompok tenaga kerja. 2. Menjelaskan sebab terjadinya penyakit akibat kerja (PAK)/ kecelakaan kerja. 3. Langkah yang digunakan adalah mencari hubungan sebab akibat atau pengaruh hazard bagi tenaga kerja dan menguji hipotesis. 4. Pendekatan yang dilakukan adalah experimental dan observasional.

52

Selain dilakukan epidemiologi keselamatan dan kesehatan kerja (K3), juga perlu dilakukannya surveilans keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Tujuan dari surveilans keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk menilai status kesehatan pekerja dan untuk sebagai evaluasi program. Sedangkan manfaat dari surveilans keselamatan dan kesehatan kerja (K3) itu sendiri adalah : 1. Menggambarkan riwayat penyakit dan kecelakaan kerja. 2. Mendeteksi epidemi. 3. Kuantitatif masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 4. Dokumentasi penyebaran dan distribusi status kesehatan. 5. Fasilitas penilitian dan laboratorium. 6. Menguji hipotesis. 7. Evaluasi dan pencegahan. 8. Monitoring perubahan agent dan aktivitas isolasi. 9. Deteksi perubahan keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 10. Rencana program keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Surveilans keselamatan dan kesehatan kerja (K3) ada beberapa macam, yaitu diantaranya adalah : 1. Surveilans bahaya lingkungan kerja Yaitu mengakses pemaparan zat toksik dan faktor resiko pada populasi tertentu, identifikasi hazard, jenis industri, sifat pekerjaan serta besar atau luas pernafasan juga mengidentifikasi perubahan pola pernafasan. 2. Surveilans penyakit akibat kerja (PAK) Mengakses jumlah dan tipe penyakit akibat kerja (PAK), trend waktu (waktu yang berbahaya/ mengakibatkan kecelakaan) dan distribusi berdasarkan geografi, jenis industri dan sifat pekerjaan. Ruang lingkup dari surveilans penyakit akibat kerja (PAK) itu sendiri adalah : a) Monitoring biologi : analisis fungsi paru, urine, tinja, darah, rambut, kuku, air mata, dan keringat. b) Screening medis : pemeriksaan kesehatan awal (pada saat sebelum bekerja), berkala (rutin), dan khusus (biasanya 6 bulan sekali).

53

3. Surveilans kesehatan lingkungan kerja Pengertian dari surveilans kesehatan lingkungan kerja adalah tindakan pemantauan dan evaluasi lingkungan kerja dengan fokus monitoring lingkungan-lingkungan fisik, biologi, kimia, dan radioaktif. Ruang lingkup dari surveilans kesehatan lingkungan kerja itu sendiri adalah pengenalan, penilaian, evaluasi, dan kontrol bahaya pada lingkungan kerja. Sedangkan tujuan dari surveilans kesehatan lingkungan kerja adalah menilai pemaparan zat toksik dan faktor resiko pada populasi tertentu dan sebagai identifikasi.

5.2.7 Fungsi dan Tugas Perawat dalam K3 Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) : a. Fungsi 1. Mengkaji masalah kesehatan 2. Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja 3. Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja 4. Penilaian b. Tugas 1. Pengawasan terhadap lingkungan pekerja 2. Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan 3. Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja 4. Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja 5. Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah 6. Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja 7. Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja 8. Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan keluarga pekerja. 9. Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja 10. Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K3.

54

5.3. Penerapan K3 Dalam Perusahaan PT. Pura Group sudah menerapkan peraturan-peraturan dan kebijakankebijakan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berikut akan dijelaskan lebih lanjut mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Pura Group. 1. Kebijakan, Tanggung Jawab, dan Wewenang Pembangunan dan pemeliharaan komitmen serta kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3), sudah diterapkan di Perusahaan Pura Group. Hal ini terbukti dengan adanya Komitmen dan Kebijakan Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pura Group Kebijakan tersebut telah dikomunikasikan kepada tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari terpasangnya kebijakan-kebijakan tersebut di tempat yang sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan-kebijakan tersebut juga sudah disesuaikan atau ditinjau ulang secara berkala berdasarkan perubahan-perubahan Undang-undang tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berlaku di Indonesia untuk menjamin bahwa kebijakan-kebijakan tersebut sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kebijakan-kebijakan tersebut didampingi dengan tanggung jawab dan wewenang untuk bertindak sesuai dengan prosedural. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada seluruh karyawan dan mensosialisasikannya kepada rekanan, pelanggan serta tamu yang berhubungan dengan perusahaan. Dalam prakteknya, di PT. Pura Group telah terbentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang terdiri dari ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berasal dari luar maupun dari dalam perusahaan. 2. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang ada di PT. Pura Group ini sudah bertugas sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ada di perusahaan yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan. Salah satu fungsi dari Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang ada di perusahaan ini adalah membentuk Tim Tanggap Darurat atau ERT (Emergency Respone Team) dan bertanggung jawab penuh terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) para tenaga kerja, rekanan, pelanggan

55

serta tamu yang berhubungan dengan perusahaan ini. Dan menjamin Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang sesuai peraturan dan kebijakan-kebijakan yang berlaku. Selain yang telah disebutkan diatas, Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) juga sudah melakukan peninjauan ulang baik di Pura Group maupun di unit-unit yang ada. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya inspeksi yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, antara lain : a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). b) Bahan-Bahan Berbahaya (B3). c) Teknik dan Listrik. d) Satuan Pemadam (Satdam) dan Sekuriti. e) 6K atau 5R. f) Bangunan atau K3 Konstruksi. g) Taman. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang ada di perusahaan ini sudah melakukan kegiatannya secara rutin yang meliputi : a) Pertemuan Reguler. b) Pelatihan-pelatihan. c) Sosialisasi tanda-tanda bahaya, jalur evakuasi, pemeriksaan APAR, dan lain-lain. d) Investigasi kecelakaan kerja dan upaya-upaya pencegahan penyakit akibat kerja. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) juga membentuk kelompok-kelompok kerja dan kelompok-kelompok penanganan bahaya. Secara administrasi dan secara prakteknya Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) juga sudah melakukan penanganan-penanganan awal yaitu mengidentifikasi dan menilai potensi bahaya dan resiko kerja serta menanggulangi lebih dini bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), penyakit akibat kerja (PAK) serta termasuk masalah lingkungannya. Penanggulangan tersebut bertujuan untuk Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) para karyawan atau tenaga kerja perusahaan yang merupakan asset bagi perusahaan.

56

Untuk mengimbangi hal tersebut Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) sudah mempunyai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Standar Operasional Prosedur (SOP) juga sudah disosialisasikan di masing-masing departemen, unit-unit, dan para tenaga kerja. Selain itu Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) juga meninjau ulang perubahan-perubahan sistem produksi yang berkaitan dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sehingga prosedur sesuai dengan ketentuan termasuk didalamnya perancangan-perancangan mesin-mesin produksi agar memenuhi persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) yang ada di perusahaan juga sudah menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan tingkat bahaya berdasarkan jenis pekerjaan yang ada di masing-masing unit. Hal ini tentu saja dilakukan setelah adanya upaya-upaya pengendalian bahaya yang meliputi : a) Eliminasi b) Substitusi c) Rekayasa Teknologi d) Kebijakan-Kebijakan, dan terakhir barulah e) Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri (APD) yang sudah diberikan perusahaan kepada para tenaga kerjanya sebagai contoh antara lain adalah : helm pengaman, kacamata untuk mengelas, earplug, masker, sarung tangan, pakaian kerja, dan sepatu. Kesiapan Untuk Menangani Keadaan Darurat Kesiapan untuk menangani keadaan darurat di perusahaan ini sudah dilakukan dengan cara pelatihan-pelatihan seperti yang telah disebutkan di atas, inspeksi-inspeksi yang dilakukan 6 bulan sekali oleh Pura Group ke unit-unit, selain itu juga dilakukan simulasi yang rutin dilaksanakan 1 tahun sekali pada bulan Juli. Pemeriksaan terhadap alat-alat keamanan dan keselamatan juga sudah dilakukan, sebagai contohnya adalah pemeriksaan rutin pada Alat Pemadam Api Ringan (APAR), hydrant, termasuk lampu darurat saat listrik padam serta alarm kebakaran. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan bukan hanya pada tenaga kerja

57

saja melainkan juga menyangkut pada manajer dan Top manajer, sebagai contohnya di perusahaan ini dilakukan Training Of Trainer (TOT).

5.4 Evaluasi Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan dengan cara observasi, interview, dan studi literature yang dilakukan di PT. Pura Group, khususnya pada unit-unit yang terkait selama lebih kurang 1 bulan, didapatkan hal-hal sebagai berikut : 1. Pengadaan alat-alat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih terbentur biaya. Hal ini dikarenakan masih banyaknya alat-alat yang masih kurang karena banyaknya unit-unit yang membutuhkan sehingga banyak dana yang harus dikeluarkan, ditambah pula dengan mahalnya alat-alat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta kurangnya perhatian dari perusahaan dikarenakan unsur biaya tadi. Hal ini seharusnya bisa diatasi dengan sistem manajemen yang terpadu. Dengan menganggarkan dana dari perusahaan dan tenaga kerja itu sendiri karena hal mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan kepentingan bersama. 2. Kesadaran para pekerja akan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih kurang. Ini merupakan tanggung jawab bersama untuk mencapai zero accident jadi perlu dilakukan penyuluhan-penyuluhan, pelatihan, dan yang terpenting adalah pendekatan kepada para tenaga kerja agar mereka benar-benar tahu akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3), seperti yang sudah dilakukan di salah satu unit. 3. Penataan ruang dan sistem penempatan alat masih kurang memenuhi standar. Ini dikarenakan oleh kurangnya tempat-tempat penyimpanan bahan baku maupun produk. Untuk mengatasinya yaitu dengan perluasan tempat-tempat penyimpanan dan kebijakan atau peraturan-peraturan yang mengatur tentang penempatan barang.

58

4. Job Safety Analysis (JSA) yang dilakukan masih sederhana atau manual. Ini menyangkut dana karena JSA yang baik seharusnya tidak diketahui oleh para tenaga kerja yang sedang kita awasi. Karena perlu pengadaan CCTV dan sumber daya manusia yang berkompeten dibidangnya. 5. Tidak adanya jalur khusus untuk alat angkat angkut dan untuk pejalan kaki. Ini kembali berhubungan dengan sempitnya tempat, sehingga biasanya jalur untuk pejalan kaki untuk sementara disamakan dengan jalur alat angkat angkut, namun perlu ditambahi rambu-rambu agar tidak terjadi kecelakaan. Karena tanda-tanda atau rambu-rambu yang ada dinilai masih kurang. 6. Tidak adanya sarana prasarana untuk membersihkan tubuh dari ketumpahan Bahan-Bahan Berbahaya (B3). Ini kembali kepada masalah yang terbentur dengan dana. 7. Tidak adanya kantin atau tempat makan untuk para tenaga kerja. Kantin sudah pernah ada namun karena pihak perusahaan menganggap bahwa kantin dapat meningkatkan resiko kebakaran maka ditiadakan. Seharusnya tetap ada kantin atau minimal tempat makan untuk para tenaga kerja karena hal tersebut dinilai perlu untuk menjaga ketertiban tenaga kerja yang tidak keluar masuk dari lingkungan perusahaan dan tidak membawa makanan dari luar serta tidak makan atau istirahat di tempat kerja yang berhubungan langsung dengan mesin-mesin produksi. Apabila dengan alasan mengurangi resiko kebakaran, hal tersebut seharusnya sudah diatur dalam kebijakan, peraturan-peraturan maupun dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). 8. Sarana air minum kurang hygienis. Ini menyangkut kesadaran dari para tenaga kerja tentang kebersihan dan seberapa jauh pihak perusahaan peduli mengenai hygienis lingkungan kerja, dalam hal ini sarana dan prasarana. Untuk masalah ini hanya perlu komunikasi antara para tenaga kerja tentang sarana

59

yang ada dengan perusahaan dan juga kesadaran yang tinggi tentang kebersihan kerja maupun lingkungan. 9. Penataan dan sarana sampah serta lingkungan yang masih kurang. Kembali kepada kesadaran dari para tenga kerja dan sarana prasarana yang disediakan.

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Setelah melakukan Kerja Praktek di PT. Pura Nusa Persada, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah penulis dapat menarik kesimpulan secara umum sebagai berikut: 1. Lokasi PT. Pura Nusa Persada adalah perusahaan kertas yang berlokasi di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 2. Dalam menjalankan kegiatan produksinya, perusahaan ini telah menerapkan standar mutu dengan mengendalikan kualitas bahan baku, proses dan pada barang jadi yang diproduksinya. 3. Perusahaan menerapkan sistem make to order, yaitu perusahaan melaksanakan produksi berdasarkan order dari customer. 4. Tata letak fasilitas yang ada pada PT. Pura Nusa Persada mengacu pada tata letak fasilitas berdasarkan process layouts. Karena mesin diletakkan pada fungsi atau macam proses. 5. Pengawasan mutu pada PT. Pura Nusa Persada telah dilakukan pada setiap tahapan proses pengerjaan, baik pada saat penyediaan kebutuhan material, sampai dengan pengecekan yang dilakukan oleh bagian QC. 6. Secara umum keseluruhan proses produksi di PT. Pura Nusa Persada ini telah berjalan dengan baik dengan menghasilkan produk yang berkualitas baik dan mampu memenuhi permintaan customer. 7. Pengolahan limbah di PT. Pura Nusa Persada sudah baik karena perusahaan memiliki alat pengolahan limbah yang modern, air hasil pengolahan limbah yang dihasilkan bisa dibuang ke lingkungan dan tidak merusak lingkungan. 8. Perusahaan sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan, hal ini dapat diketahui dari fasilitas-fasilitas yang disediakan perusahaan kepada karyawan. Selain itu perusahan juga memiliki program keselamatan karyawan. Kemudian, perusahaan juga memperhatikan keterlibatan dirinya dengan masyarakat sekitar dengan menjalankan misi sosialnya yaitu membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di sekitar lokasi perusahaan.

60

61

Sedangkan mengenai Keselamatan Kerja dan Higene Perusahaan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dari segi keselamatan kerja, sebenarnya sudah cukup baik karena perusahaan sudah menyiapkan alat-alat pelindung diri terutama untuk karyawan bagian produksinya. Perusahaan juga telah mendaftarkan semua karyawannya asuransi untuk menjamin biaya pengobatan dan perawatan para karyawannya. Namun dari pihak karyawannya sendiri, dalam melakukan proses produksi sebagian besar karyawan bagian produksi belum memiliki kesadaran untuk

menggunakan alat-alat pelindung diri yang disediakan perusahaan. 2. Dari segi higene perusahaan juga sudah cukup baik. Perusahaan sangat memperhatikan kebersihan lingkungan perusahaan dengan menyediakan sarana dan prasarana yang mendukung kebersihan tersebut.

6.2 Saran Selama melaksanakan kerja praktek di PT. Pura Nusa Persada terdapat kesan positif mengenai kemampuan dan dedikasi karyawan pada setiap situasi kerja. Namun dari segi teknis, terutama yang berkaitan dengan K3 penulis mengusulkan beberapa hal yang perlu diperbaiki, antara lain : 1. Melakukan upaya-upaya pencegahan sedini mungkin dengan cara mengikuti peraturan dan kebijakan-kebijakan yang ada bagi semua karyawan, terlebih lagi tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) serta kepedulian terhadap lingkungan kerja maupun lingkungan sekitarnya. 2. Melakukan pendekatan-pendekatan kepada para tenaga kerja agar

meningkatkan kesadaran pada diri mereka dengan sendirinya tentang pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3). 3. Memberikan penghargaan bagi karyawan yang disiplin mengikuti peraturan ataupun program peningkatan kesehatan serta keselamatan kerja di perusahaan, agar dapat menjadi motivasi bagi karyawan.

You might also like