You are on page 1of 424
isn Menggapai Mahkota Sufi SYAIKH ‘ABDUL QADIR AL-JAILANI Intisari Kitab Karya al-Jailani: al-Fath al-Rabbany, Sirr al-Asrar, al-Futuh al-Ghayb, dan al-Ghunyah Ii Thalibi Thariq al- iq K.H. Muhammad Sholikhin 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani oleh K.H. Muhammad Sholikhin 15 x 23cm, xvi +480 him ISBN 979-878-036-1 201 1. Sufi I. Judul__204 Hak cipta dilindungi undang-undang Setting/ Editing: Aning Desain Sampul: Hengky Irawan/Gunawan Penerbit Mutiara Media Kompleks PJIKA Jl. Langensari No. 22 (Pengok B10), Demangan, Yogyakarta 55221 Telp. (0274) 6855361 Email. mutiaramedia@ymail.com Cetakan Pertama, 2009 Distributor tunggal: PT. BUKU KITA Ji. Kelapa Hijau No. 22 RT 006/03 Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa Jakarta 12620 Telp. (021) 7888-1850, Faks. (021) 7888-1860 Email. marketingbukukita@gmail.com Website. wwvw.distributorbukukita.com Bagian Kedua Tujuh Jalan Pengetahuan Syaikh al-Jailani, Gerbang Makrifatuilah ~ 77 Bab 4 Pengetahuan tentang Tasawuf dan Sofi Syaikh al-Jailani ~ 79 A. Makna Umum Tasawuf dan Sufi ~ 79 B. Basis Seorang Sufi ~ 86 CC. Makna Harfiyyah Kalim, 1D. Model Guru Sufi ~ 94 E._ Intisari Tasawuf dan Hubungan Sufi dengan Allah ~ 98 Bab5 _ enperneat tentang Ruh al. Qudde dan Ruh a I: shawwut” ~- 92 ‘ : B Doktrin Nur Muharnind dalam Sufisme Syakh al-Jailans ~ 105 C. Nur Muhammad dan Pengetahuan Laduniyah ~ 108 A. Tasawuf sebagai Bagian B_ Pandangan al-Jailani Pengetahwan tentang Pembersihan Jiwa, Kesucian hati, dan Penyingkapan Hijab ~ 124 \. Hati Sebagai Tempat Makrifat ~ 124 B_ Makrifat Jiwa dan Hati ii C. Kattan Shalat Syariat dan Shalat Dai dalam Hati ~ 134 D. Kebutaan Hati dan Memerangi Hawa Nafsu ~ 137 I Macam-macam Tipuan Hust Ruhani (Ghirwr/ Angan-angan) dan Pengobatannya ~ 139 Bab § Pengetahuan tentang Zikrullah ~ 159 50 eels @ i ~ 163 C. Zikir sebagai Sarana “Mewadahi” Allah ~ 165 D. Manfaat dan Keutamaan Spesifik dari Zakir ~ 166 Bab 9 Pengetahuan dan Pemahaman tentang Aplikasi Spiritual Atass Rukun Islam ~ 175 A. Syahadat dalam Perspektif al-Qur’an dan Sufi ~ 177 B. Shalat Sufistik ~ 183 Puasa Makrifar ~ D._Zakat Spiritual ~ 188 cara Melaksanakan Haji Ruhani ~ 191 Bab 10 Pengetahuan tentang Fana’ dan Manunggal dengan Allah ~ 194 A. Fana’ dan Baga’ sebagai Sentral Pengalaman Spiritual ~ 194 B. Pencapaian Kondisi Pana’, Baga’ dan Kemanunggalan ~ 197 Bagian Ketiga Sepuluh Jalan Makrifat Menghampiri Allah, Menjadikan Diri Manusia Illahi ~ 203 Bab 11 Jalan Taubat, Proses dan Hasilnya dalam Diri Seorang Sufi ~ 205 A. Pengertian Dasar dan Makna Taubat ~ 205 B. Proses Perjalanan Menuju Taubat ~ 208 C. Keutamaan Taubat di Mata Kaum Sufi ~ 210 D. Taubat dan Istiqgamah ~ 212 E. Tanda-tanda Orang yang Taubatnya Diterima Allah ~ 221 E_ Klasifikasi Kelompok Taubat } Bab 12 Qana’ah dan Syukur, Sifat Para Sahabat Rasulullah ~ 229 A. Qana'ah sebagai Bekal Kehidupan Abadi ~ 229 B. Syukur sebagai Watak Dasar Kekasih Allah ~ 234 C. Bersyukur Dengan Hati ~ 237 D. Bersyukur dengan Lisan ~ 239 E. Bersyukur dengan Semua Anggota Tubuh ~ 239 Bab 15 Zubud dan Wara’, Pakaian Para Auliya ~ 244 A. Zubud sebagai Pengikat Hati dan Jiwa Menuju Allah ~ 244 B. Wara’ sebagai Sarana Berada dalam Pengayoman Allah ~ 249 Bab 14 Takwa, Takut, dan Raja’, Sarana Menggapai Malkifatullah ~ 254 A. Takwa, Khauf dan Raja’, Pembuka Hijab Menuju Allah ~ 254 B. Derajat dan Tingkat Takwa dan Berbagai Jalan Menuju Takwa ~ 262 C. Karakter Manusia Takwa Menurut Syaikh al-Jailani ~ 263 usia ~ 222 D. Hasil dan Man faat Ketakwaan ~ 265 Bab 15 Sabar, Kunci Keselamatan dan Kebahagiaan Seorang Sufi ~ 272 A. Makna dan Hakikat Sabar ~ 272 B. Kategori Kesabaran dalam Tasawuf al-Jailani ~ 278 C. Kesabaran sebagai Pembuka Hijab Menuju Allah ~ 279 D. Sabar sebagai Sarana Menuju Kemenangan Jiwa ~ 280 E. Klasifikasi Manusia dalam Kesabaran ~ 282 F. Berbagai Wacana yang Membutuhkan Kesabaran ~ 287 xiv Bab 16 Jiwa Ikhlas, Performance al-Insan al-Kamil ~ 296 A. Makna Hakiki Ikhlas ~ 296 B. Tanda-tanda Keikhlasan ~ 300 C. Keikhlasan sebagai Syarat Penerimaan Allah tethadap Hamba-Nya ~ 301 D. Corak Khas Keikhlasan Seorang Sufi ~ 302 Bab 17 Meretas Hidup Bahagia dan Abadi dengan Ikhtiar, Tawakal, dan Kasb ~ 306 A. Keterkaitan antara Ikhtiar, Tawakal, dan Perolehan (Kast) ~ 306 B. Substansi Tawakal dalam Tasawuf ~ 311 C. Tahapan Merealisasikan Tawakal kepada Allah ~ 318 D. Faedah Tawakal Kesufian ~ 321 Bab 18 Bersifat dan Bersikap Ridha Terhadap Allah, agar Mendapat Ridha dan Makrifatnya ~ 324 A. Pengertian Ridha dalam Spiritualitas Islam ~ 324 B. Tahapan-Tahapan Menuju Ridha ~ 328 C. Penyebab Ridha; dari Usaha atau Karunia Allak 328 D. Adakah Penderitaan dan Kesedihan Sesudah Ridha? ~ 331 E. Kedudukan Ridha dalam Perspektif Kesufian Syaikh al-Jailani ~ 335 FE. Berdoa tidak Menggugurkan Magam Ridha ~ 337 G. Buah dari Sikap Ridha kepada Allah ~ 342 Bab 19 ‘Uzlah dan Khalwat Sufi Ajaran Syaikh al-Jaitani ~ 348 A. Pemahaman tentang Ugiah dan Khalwat Suft ~ 348 B. Pembagian Jenis Khalnat ~ 351 C. Tujuh Tahap Metode Praktis Pelaksanaan U'séah dan Khafnat Menurut Syaikh al-Jailani ~ 353 Bab 20 Tiga Kunci Meraih Hakikat Tagarrub, Mababbab, dan Makrifatullah ~ 369 A. Pentingnya Muragabah (Pendekatan) dan Musyahadah ~ 369 B. Tagarrub; Syarat Keterikatan dengan Allah ~ 372 C. Dengan Mahabbah Berada dalam Genggaman Allah ~ 375 D. Meknfatullah, Menggapai Semesta dalam Jiwa Merengkuh Allah dalam Hati ~ 379 Bagian Keempat Kbatimab: Kebahagiaan Sejati Para Kekasih Allah dalam Makrifat dan Hagigatullab ~ 387 xv Bab 21 Kesimpulan tentang Ajaran Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani: Mengelola Hati dalam Beribadah Menuju Haqigatullab dan Ru’yatullah ~ 389 A. Ruh Suci sebagai Sumber Segala Kebaikan ~ 389 B. Tujuan Peng nn Hati dalam Beribadah ~ 392 ara Mengelola Hati dalam Beribadah Menuju Hagigatullah ~ 394 D. Metode Membersihkan Harti Menuju Ru yatudah Menurut Syaikh al- E. Empat Kondisi Hatt yang “Hidup” Diliputi Allah ~ 398 E Buah Makrifat Kondist Hagegat: Rw’yatullah, Melihat Allah secaca Langsung ~ 405 G. Nasthat Penting bagi Mereka yang Telah Mencapai Makrifatullah ~ 410 fi. Penutup ~ 414 b 22 Panduan Tharigat Qadiriyab wa Nagsyabandiyah ~ 412 \. Makna dan Pentingnya Tharigat ~ 412 B. Hukum Mempelajart Ilmu Tarekat ~ 413 C. Hubungan Umu Tarekat dengan Imu Lain ~ 415 I. Adab Murid kepada Guru ~ 424 J. Silsilah Gaairey Ke Taly: L. Penj M. Praktik Tare N. Praktik Tai ©. Jalan Pendekatan Diri kepada Allah 4x0 wa Jalla ~ 435 P. Meragabah Duapuluh ~ 436 & Deikr al Anfas ~ 440 . Barat dengan Guru yang S_Silsilah Tarekat Gadi fermiliki Silsilah a/-‘Tdneyyah ~ 441 Bab 23 Metode Kontemplasi dan Zikir Ajaran Syaikh al-Jailani dalam Tarekat Qadiriyyah ~ 446 asi Menurut Tarekat Qadiniyyah ~ 446 C. Zikir Nama Zat Allah ~ 455 Daftar Pustaka ~ 467 ‘Tentang Penulis ~ 478 xvi Bagian Pertama: Biografi Ringkas, Manaqib, dan Karakteristik Ajaran Makrifat Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani “Abdul Qadir al-Jailani telah menyaksikan apa yang telah menimpa kehidupan umat Islam pada masanya. Mereka hidup berpecah-belah dan saling bermusuhan. Cinta dunia telah mendominasi mereka di samping berebut kehormatan di sisi raja dan sultan. Manusia sudah berpaling kepada materi, jabatan, dan kekuasaan. Mereka berkeliling di sekitar penguasa dan mengkultuskannya. Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani hidup di tengah-tengah mereka. Tetapi menjauh dari semua itu dengan (fisik dan mentalnya. Dia berbalik menghadapinya dengan nasihat bimbingan, dakwah, dan pendidikan untuk memperbaiki jiwa kaum muslimin dan membersihkannya. Untuk memerangi kemu- nafikan dan kecintaan kepada dunia, dengan cara menanamkan jiwa agama, menguatkan akidah yang benar terhadap hari akhirat dan menghindar dari tipu daya dunia.” (Abu al- Hasan al-Nadwi dalam Al-Imam ‘Abdul Qadir al-Jaylani ) Bab 1 Biografi Ringkas Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani A. Gambaran Umum Sayyid Muhyi al-Din Abu Muhammad ‘Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat Al-Jailani lahir tahun 470 H/1077 M, dan wafat tahun 561 H/1166 M (Gibb and Kramers, 1953/1961: I, 5), dinobatkan menjadi Syaikh (profesor) pertama tarekat Qadiriyyah. Kebanyakan biografi tokoh sufi terpopuler ini penuh dengan fiksi, tanpa mendasarkan pada fakta-fakta sejarah, padahal ulama ini meru- pakan tokoh sejarah yang cukup besar dalam wacana sejarah pemi- kiran Islam, terutama sejarah tasawuf. J. Spencer Trimingham (1973: 40), pengkaji tasawuf-tarekat yang cukup teliti menyatakan kesukaran dalam melakukan studi mengenai biografi Syaikh‘ Abdul Qadir sama halnya dengan menembus kabut legenda yang makin lama makin meng- gumpal dikarenakan makin menumpuknya legenda di sekitarnya. Bahkan banyak kitab-kitab kehidupannya yang kemudian dibuat oleh murid dan pengikutnya, namun kebanyakan hanya berisi keka- guman-kekaguman atas karamal atau kesaktian Syaikh sebagai se- orang wali. Tetapi yang jelas, Syaikh merupakan wali paling terkenal di dunia Islam. Gambar. Syalkh ‘Abdul Qadir Al-Jailani dengan pakaian keseharian sebagai seorang mubalig dan pengajar akademik di madrasahnya di Baghdad. “Karamah” itu sendiri di dalam istilah tasawuf mengandung pengertian, “karunia Allah yang diberikan kepada para wali Allah sehingga muncul dalam diri mereka khawarig al-‘adah (sesuatu yang, bertentangan dengan adat kebiasaan) sebagai rahmat Allah kepa- danya.” (Jamharah al-Auliya’, him. 105). Dikalangan sufi, ‘Abdul Qadir diakui sebagai ghauts dan quth- bal-auliya, yang menduduki tingkat kewalian tertinggi ... lebih dari- pada wali lain. Syaikh ‘Abdul Qadir dikagumi dan dicintai rakyat, di mana-mana orangtua menceritakan riwayat tentang karamat-ka- ramatnya kepada anak-anak mereka, dan pada hampir setiap upaca- ra keagamaan tradisional, orang menghadiahkan pembacaan Al-Fa- tihah kepadanya. Seorang penulis Muslim Jerman, Mehmed Ali Aini (1967), menyebut Al-Jailani sebagai “Orang suci terbesar di dunia Islam”. B. Kondisi Umum Masyarakat Muslim Ketika Syaikh Al-Jailani dilahirkan, kondisiumat Islam, khusus- nya Baghdad yang masih menjadi pusat peradaban muslim, dalam keadaan carut-marut dan kacau-balau. Dinasti Abbasiyah berada pada titik nadir degradasi yang parah dan pelan-pelan kekuasaan sosial politik keagamaan berpindah ke Dinasti Seljuk. Beliau juga menyaksikan kehancuran dinasti Buwaihi Gyi’ah) karena keunggulan Bani Salajiqah, yakni pada masa pemerintahan Sultan Dinasti A bbasi- yah Kalifah Al-Mustanzhir, yang secara real sebenarnya tidak memi- liki kekuasaan lagi karena kekuatan dan kekuasaan berada di panglima dan kepala serta para pembesar kabilah. Perpecahan ini berakibat pada kehancuran, dan menyebabkan masa paceklik ekonomi serta kelaparan bagi masyarakat kebanyakan. Ketakutan juga menghing- gapi masyarakat (Al-Oahthani, 1997). Syaikh Al Jailani mengalami masa pemerintahan lima penguasa: 1) Al-Mustandzir Billah, salah satu keturunan Harun Al-Rasyid yang dilahirkan tahun 470 H dan dilantik menjadi kalifah tahun 487 H, saat berusia 17 tahun. Meninggal tahun 512 H dalam usia kepemimpinan 24 tahun. Beliau memiliki akhlak mulia, hafidz Al-Qur'an yang baik dan fasih. Pada awal pemerintahannya su- dah terjadi pertentangan antara kelompok Sunni dengan Rawa- fidhah yang menyebabkan banyak kekacauan dan pembunuhan. 2) AlMustarsyid Billah bin Al-Mustandzir, menjabat kalifah meng- ganti ayahnya (512 H), pemimpin yang kuat, pemberani, memi- liki visi yang baik, ibadah kuat, disenangi masyarakat, namun sayangnya kemudian dibunuh oleh Kaum Bathiniyah tahun 529 Hsetelah memimpin selama 17 tahun. 3) Al-Rasyid Billah, tahun 529 H, pada masanya kekacauan mulai meluap, dengan masa kepemimpinan hanya 11 bulan. Setelah Beliau wafat, terjadilah berbagai fitnah besar untuk para fugahn’, dengan banyak korban terbunuh oleh Kaum Bathiniyyah. 4) Al-Muatafili Amrillah yang dibaiat menjadi pemimpinsetelah Al-Rasyid, meninggal pada tahun 555 H. 5) Al-Mustanjid Billah yang dilantik menjadi kalifah setelah wafat bapaknya, Al-Muqtafi li Amrillah. Beliau dikenal sebagai orang saleh yang meninggal tahun 566 H. Pada masa kehidupan Al-Jailani, pergolakan politik banyak terjadi, pertentangan antarkelompok dan paham agama Sudah me- runcing karena para pemimpin hanya sibuk mengurusi permusuh- an dan adu argumentasi, umat dan masyarakat menjadi terlantar, akhlak masyarakat keropos, serta hidup beragama tanpa bimbingan yang memadai. Para ulama sibuk beradu argumentasi, terutama dalam persoalan aqidah atau ilmu kalam. Terhadap hal-hal tersebut, sang Syaikh sengaja mengambil posisi netral, justru lebih memper- hatikan aspek perbaikan dan bimbingan kepada masyarakat lang- sung sehingga wajar jika majlisnya sampai dihadiri sekitar 70.000 jamaah, karena memang jarang ulama yang berkiprah langsung untuk memimpin dan membina keagamaan masyarakat. Selain kondisi carut-marut dalam kehidupan sosial, politik dan keagamaan tersebut, pada dimensi kemajuan ilmu pengetahuan justru menampakkan kemajuan, dengan banyaknya tokoh yang lahir pada periode kehidupan Syaikh al-Jailani. Misalnya seperti Syaikh Imam [bnal-Jauzi dan Syaikh ‘Abdullah bin Ahmad al-Qudamah yang merupakan ulama besar dengan keilmuan tafsir dan hadis dan problematikanya, fiqih dan ushul fiqih, ilmu nahwu dan hisab. Kondisi masyarakat secara umum tersebut tentu sangat mem- pengaruhi pilihan Syaikh pada program amar ma‘ruf nahi munkar secara khusus yang ditekankan pada perbaikan moral dan akhlak masyarakat, dan dengan penekanan keilmuan sufistik dan zikir kepada Allah, Suatu pilihan yang tidak salah. Tentang pribadi Beliau dan gurunya Syaikh Hammad al- Dabbas, Syaikh al-Islam Ibn Taimiyyah menyebutnya sebagai ah! al-istiqamah (orang yang memiliki konsistensi dalam beribadah) tanpa mengharapkan apapun dari-Nya melainkan ridha dan magh- firah-Nya. Ternyata kemudian bahwa pilihan Beliau selalu up to date, se- perti dewasa ini, di tengah kegersangan kehidupan moder, orien- tasi keagamaan yang kering dari nuansa spiritual, dan mekanisasi kehidupan global, ternyata sentuhan-sentuhan nasihat dan wejang- an spiritual Beliau masih terasa sangat dibutuhkan oleh masyara- kat ultra-modern dewasa ini. C. Nama dan Julukan Beliau bernama lengkap Sayyid Muhyi al-Din Abu Muham- mad ‘Abdul Qadir ibn Abi Shalih Musa Zangi Dausat al-Jailani Selain sebutan syaikh, wali, dan sebutan-sebutan lain dalam tarekat, juga melekat dalam dirinya sebutan “sayyid”, karena dari pihak ibunya turunan Husein, cucu Nabi saw., dan dari pihak ayahnya turunan Hasan, juga cucu Nabi saw.. Beliau juga memiliki sebut- an-sebutan yang disandangkan kepada Beliau antara lain Ghauts al-A’dzam, Quthb al-Rabbany, al-Haykal al-Shamadani, Qandil al-Laam'] al-Nurani, Sulthan al-Auliya’ wa al-'Arifin, Burhan al-Ashfiya’ wa al- Shalikin, dan Baz Allah al-Asyhab. Dalam literatur kesufian, penga- kuan sebagai al-ghats atau quthb al-auliya’ merupakan keduduk- an tingkat kewalian yang tertinggi (Martin van Brinessen, 1999: 211). Justru yang memberikan gelar Quihb al-Auliya’ ataupun al- Ghauts al-A’dzam adalah Syaikh al-Akbar Ibn ‘Arabi dalam kitab al-Futuhat al-Makkiyyahnya. Selain julukan-julukan yang sudah ter- sebut, Syaikh juga mendapatkan julukan dari para pengikutnya; Musyahtid Allah, Amr Allah, Fadhl Allah, Aman Allah, Nur Allah, Quthb Allah, Saif Allah, Firman Allah, Burhan Allah, Ayat Allah, Ghauts Allah, dan al-Ghauts al-A’dzam (SEI: 7). Intinya adalah gelar “Bare Pir Sahib” (orang suci agung) (Jamil Ahmad, 1994: 106) Syaikh al-Dzahabi memberikan gelar kepada Beliau karena wawasan keilmuannya yang luas dan mencakup berbagai disiplin ilmu, dengan sebutan “al-Syaikh al-Imam al-‘Alim al-Zahid al-’Arif al- Quetwoah Syaikh al-Islam wa ‘Alima al-Auliya’ wa Muhyi al-Din.” Semen- tara itu Syaikh Ibn Rajab dalam kitab Dzail Thabagat al-Hanabilah menempatkannya sebagai “Syaikh al-Ashr wa Qudgah al-‘Arifin wa Sulthan al-Masyayikh Shahib al-Magamat wa al-Karamat wa al-Ulum wa al-Ma‘arif.” (Dahri, 2004; 17). D. Kelahiran Al-Jailani lahir di Nif atau Naif, termasuk pada distrik Jailan/ Jilan, Kurdistan Selatan, terletak 150 kilometer sebelah timur laut kota Baghdad (di Selatan Laut Kaspia, Iran), yang dahulunya ter- masuk dalam wilayah Thabaristan, di mana pengaruh mazhab al- Hanbali sangat kuat, pada Senin 28 Maret 1077 (waktu fajar 1 Ramadhan 470/471 H) (Trimingham, 1971: 41). la lahir di tengah keluarga yang hidup sederhana dan saleh. Kakeknya (ayah dari ibunya) adalah Sayyid ‘Abdullah Sauma’i, seorang sufi terkemuka waktu itu. Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani terlahir sebagai anak yatim, di mana ayahnya sudah meninggal dunia sebelum Syaikh lahir. Dalam berbagai cerita populer disebutkan bahwa sebagian dari min al-kharig al-‘adah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah sewaktu ibunya mengandung sudah berusia 60 tahun, yang secara alamiah seharusnya sudah tidak bisa mengandung, sehingga kela- hirannya diterima sebagai berkah Tuhan (Lihgat Jamil Ahmad, op. cit., hlm. 107, Dan setelah lahirnya didasarkan pada cerita ibu- nya tentang adat kebiasaan al-Jailani-Syaikh pada bulan Ramadhan, bayiSyaikh tidak mau menyusu ibunya sejak fajar hingga Maghrib, dalam artian ikut berpuasa (al-Nur al-Burhan: Il, 21), sehingga kemu- dian dijadikan pedoman penetapan hilal oleh masyarakat setempat (Lam'ah min Managib Amir al-Auliya’, tt.: 5). E. Silsilah Nasab dan Kebesaran Namanya Silsilah Beliau dari nasab ayahnya bermuara pada Sayyid al-Hasan ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, adalah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, putra (1) al-Imam Sayyid Abi Shalih Zangi Dausat Musa. putra (2) al-Imam Sayyid Abi ‘Abdillah, putra (3) al-Imam Sayyid Yahya al-Zahid, putra (4) al-lmam Sayyid Muhammad. Putra (5) al- Imam Sayyid Daud, putra (6) al-Imam Sayyid Musa, putra (7) al- Imam Sayyid ‘Abdillah, putra (8) Sayyid Musa al-Jun, putra (9) Sayyid ‘Abd Allah al-Muhshin al-Mahdi, putra (10) al-Imam Sayyid al-Hasan al-Mutsanna, putra (11) al-Imam Sayyid Muhammad al- Hasan al-Sibthi, putra (12) al-Imam Sayyidina‘ Ali ibn Abi Thalib (r.a) (al-Tadafi, Qalaa-id al-jawahir, 3; ‘Amir al-Najjar, t.t.: 106). Sedangkan silsilah Beliau dari nasab ibunya bermuara pada Sayyid al-Husain ibn ‘Ali ibn Abi Thalib, yaitu; Syaikh Muhyi al- Din ‘Abdul Qadir al-Jailani putra (1) Sayyidah Ummial-Khair Amat al-Jabbar Fathimah, putri (2) Sayyid ‘Abd Allah al-Suma’ial-Zahid, putra (3) Sayyid Abi Jamal al-Din Muhammad, putra (4) Sayyid Mah- mud, putra (5) Sayyid Abu al-Atha’i ‘Abd Allah, putra (6) Sayyid Kamal al-Din Isa, putra (7) Sayyid Imam Alau al-Din Muhammad al-Jawwad, putra (8) Sayyid Imam ‘Ali al-Ridha, putra (9) Sayyid Imam Musa al-Kadzim, putra (10) Imam Ja’far al-Shadiq, putra (11) Imam Muhammad al-Bagir, putra (12) Imam Zain al-’ Abidin ‘Ali, putra (13) Imam al-Husain Syahid al-Karbala, putra (14) Imam al- Hammam Amir al-Mu’minin Sayyidina ‘ Ali (Sirr al-Asrar, him. 2-3) ibn Abi Thalib. Jika silsilah ini diteruskan akan sampai kepada Nabi Ibrahim, yakni Abi Thalib bin’ Abd al-Muthalib bin Hasyim bin’ Abdi Manaf bin Qusyaiy bin Kilab bin Murrah bin Ka‘ab bin Lu’aiyyi bin Ghalib bin Fahr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mud- rikah bin Ilyas bin Mudhor bin Nazar bin Ma’ad bin Adnan bin ‘Addi bin Adad bin Hamiyasa bin Salaman bin Binta bin Sahail bin Jamal bin Haidhar bin Ismail bin Ibrahim al-Khalil Allah (Sa- ifullah al-Aziz, t.t.: 1). Silsilah tersebut mengantarkan kita pada suatu kesimpulan bahwa Syaikh ‘Abdul Qadiral-Jailani adalah keturunan Nabi Mu- hammad saw. lewat putri Beliau Fathimah al-Zahra yang menjadi istri Sayyidina ‘Ali ibn Abi Thalib, baik dari jalur ibu maupun ayahnya. Namun mengenai kebesaran Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani bukan semata-mata karena faktor nasabnya, akan tetapi karena keulamaan dan kealimannya di bidang figih dan ushul figih mazhab Hanbali, dan menurut beberapa sumber juga menjadi mufti Sya- fi'iyyah, dan juga karena kesalehannya selaku seorang sufi besar, di samping kedudukannya sebagai peletak dasar ajaran tarekat Qadiriyyah. Bahkan berkat kesalehannya serta keberhasilannya memberikan harapan hidup dan kehidupan kepada kaum papa me- lalui spirit keagamaan, maka kemudian Beliau memperoleh gelar “Muhyial-Din” (penghidup agama/ yang menghidupkan agama) (‘Abd al-Rahman Jami’, 1336/1957: 5, 9; Schimmel: 247). F. Pengembaraan Mencari Ilmu Sejak kecil sudah menunjukkan berbagai tanda keistimewaan serta keilmuannya. la termasuk pemuda yang cerdas, pendiam, berbudi pekerti luhur, jujur, penurut orangtua, sering bermenung diri mengambil manfaat atas nalar, mencintai ilmu pengetahuan, senang ber-riyadhah dan mujahadah melawan hawa nafsu (semenjak belum belajar tasawuf), mencintai fakir miskin, dan gemar ber- anuar ma‘ruf nahi munkar. Setelah menimba pengetahuan agama di tempat kelahiran sendiri antara lain di samping sudah menghafal al-Qur'an, juga Kitab al-Minoatha’ ibn Malik, pada 1095 (488) ia terdorong untuk pergi merantau ke Baghdad (dalam usia 18 tahun), yang pada saat itu masih merupakan pusat peradaban dan pengetahuan, untuk mempe- lajari filsafat dan hukum (terutama Hanbali). Ibunyalah yang sela- lu memberikan dorongan semangat untuk melanjutkan studinya di Baghdad. Al-Jailani berangkat ke Baghdad dengan bergabung pada sebuah kafilah kecil yang berniaga ke Baghdad, yang waktu itu menjadi pusat peradaban dan perdagangan dunia. Setibanya di Baghdad -menurut sementara riwayat-, al-Ja- ilani tidak langsung memasuki gerbang kota, dan memilih tinggal di gurun pasir di luar kota Baghdad, dan tinggal pada sebuah kastil (reruntuhan istana raja-raja kuno Persia) didaerah Karkh, melaku- kan khalwat. Setelah beberapa tahun, baru al-Jailani memasuki kota Baghdad untuk menuntut ilmu. Disana al-jailani menimba ilmu pengetahuan agama sebanyak mungkin, ia jumpai para ulama, berguru dan bersahabat dengan mereka, sampai kelak ia berhasil menjadi ulama yang menguasai ilmu lahir dan ilmu batin. Di bidang pengetahuan legal-fiqih ia mengikuti pengajaran al-Hanbali, suatu mazhab yang menolak total hampir semua praktik mistik yang aneh-aneh, bahkan kadang juga menolak tasawuf (Von Grunebaum, 196). Al-Jailani mengikuti perguruan figih ini setelah ditolak masuk perguruan Nizhamiyyah di Baghdad. Setibanya di Baghdad memang dia berniat masuk di pergu- ruan Nizhamiyyah Baghdad yang waktu itu merupakan perguru- an tinggi yang sangat prestisius di Baghdad, namun dia ditolak oleh Ahmad al-Ghazali, yang menggantikan posisi jabatan rektor saudaranya Abu Hamid al-Ghazali, yang keduanya diangkat oleh Perdana Menteri Dinasti Saljuk, Nizam al-Mulk. Penolakan ini dimungkinkan karena perbedaan mazhab yang dianut, di mana Ahmad al-Ghazali menganut mazhab Syafi’l-Asy’ari yang menjadi mazhab pemerintah, sedang al-Jailani bermazhab Hanbali, dan se- cara sufi menganut sistem al-Hallaj yang dipadu dengan filsafat Mu’ tazilah. Sementara, saat itu mazhab Hanbali dan Hallaj sedang dijadikan musuh oleh pemerintah. Maka kemudian dia mengikuti semacam kursus fiqih mazhab Hanbali yang dipimpin oleh Abu Sa’id al-Mukharrimi. Bahkan ke- mudian al-Jailani diangkat sebagai tangan kanan pertama faqih Han- baliyyah dengan mendapatkan ijazah (khirga) dari Abu Sa’d Mubarak ‘Ali al-Mukharrimi, atas perintah al-Khadir (Trimingham: 41-42). Namun demikian, walaupun sejak kecil tertradisi dengan mazhab Hanbali, banyak sumber menyebutkan setelah menjadi mufti, lebih banyak memberikan fatwa dalam garis mazhab Syafi'iyyah. Sedangkan salah seorang pembimbingnya dalam lapangan tasawuf sebagai guru sufi pertama kalinya adalah Abu al-Khair Hammad AI-Dabbas (w. 1131/525 H) yang mengantarkannya men- jadi guru sufi. Al-Dabbas merupakan seorang suci yang cukup ber- pengaruh dan termasuk dalam garis pengikut al-Sya’rani. Ia dise- gani sebagai seorang fagih dan dihormati sebagai seorang sufi dengan ribuan santri setiap tahunnya. Di Baghdad ini pula Syaikh ‘Abdul Qadir menimba ilmu filologi pada Abu Zakaria al-Tibrizi (w. 502/ 1109), yang juga merupakan salah seorang rektor perguruan Ni- W zamiyah, di mana al-Jailani menjadi murid kesayangannya selama delapan tahun. Namun penolakan di perguruan Nizhamiyah tersebut ada hikmah besarya. Justru setelah Beliau menjadi imam fiqh mazhab Hanbali, kemudian Beliau mendapatkan bimbingan tasawuf yang intensif ini, maka al-Jailani mencatatkan prestasi besar dalam seja- rah Islam, karena keberhasilannya menggabungkan antara hukum- hukum legal objektif (dalam hal ini figh) dengan kondisi kegembi- raan jiwa pribadi luar biasa, yakni aspek spiritual-tasawuf yang merupakan pengalaman keagamaan subjektif (combines religion of the law with ecstatic individualism) (Von Grunebaum: 196 dan 209), _ di samping juga berhasil menjaga kedudukan orang suci (wali) te- tap berada di bawah Nabi. Memang oleh para sejarawan dan peng- kaji tasawuf disebutkan bahwa salah satu keberhasilan terbesar al-Jailani adalah memadukan syariat dan tarekat secara aplikatif bagi kalangan masyarakat (awam khususnya). Dan ini adalah se- bagai hasil kombinasi jalan tengah antara spiritualisme ekstrem al-Hallaj dan rasionalisme Mu’tazilah, yang pada saat-saat itu sedang berada dalam jurang perpecahan dan permusuhan yang parah (Jamil Ahmad, 108). Al-Jailanilah yang pertama kali meme- gang posisi sebagai pemadu syariah dan tharigah (Gunadi & M. Shoelhi, 2002:79) sehingga menjadi harmonis dalam tataran aplikatif. Inilah yang membedakannya dengan al-Ghazali yang dipandang para pengamat sebagai pemadu syari’at dan thariqah, namun sebe- narnya tidak berhasil kecuali hanya secara teoretis, maka al-Jailani yang kemudian mewujudkannya. Jamil Ahmad memberikan komen- tar bahwa Imam al-Ghazali, setelah mengalami transformasi spiri- tualnya, mencoba melaraskanajaran dan spiritualisme Islam. Tetapi karena ia lebih sebagai seorang ilmuwan daripada pemikir keruha- nian, ia terbatas pada ajaran danaturan bukan penerapan spiritual- isme (Jamil Ahmad, 108). Sehingga Julian Baldick menyebut al- Jailani sebagai seorang sufi yang selalu menghindari teoretisasi yang abstrak (Julian Baldick, 100). Kehadiran al-Jailani di ribath al-Dabbas terasa memuakkan, karena sikap murid-muridnya yang tidak bersahabat dengan diri- nya karena mengikuti mazhab Hanbali, sementara al-Dabbas meng- ikuti mazhab Asy’raisme-Syafi’iyyah. Sesudah itu, dia lalu mengha- biskan 25 tahun dari usianya sebagai seorang pengembara sufi di Padang Pasir Iraq. Memang, sejak tahun 488 (1095), waktu dia mulai berada di Baghdad, sampai tahun 521 (1127), waktu dia mulai ter- kenal sebagai seorang ulama besar mazhab Hanbali di kota yang sama, ada masa usia yang kurang dikenal aktivitasnya. Belum di- dapatkan informasi yang cukup memuaskan mengenai perubahan dari pengkhotbah Hanbali yang tenang ini, menjadi prototipe wali yang dimuliakan di seluruh dunia Islam. Mungkin masa itu digu- nakannya untuk mengembara sebagai seorang sufi yang faqir di Padang Pasir Iraq, sebagaimana dikemukakan di atas, dan pada saat itu berguru kepada Abu Sa’id al-Muharrimi di sekolah Bab al- ‘Azl di pinggiran Baghdad, atau juga dia gunakan untuk melaku- kan perjalanan ibadah haji ke tanah suci dan menjalani kehidupan berkeluarga. Namun diduga saat kepindahannya menjadi seorang sufi itu, terjadi pula pola perpindahan kemazhaban fighnya, yakni dari mazhab Hanbali menjadi mazhab Syafi’iyyah yang lebih me- miliki kedekatan khas dengan sufisme. G. Tampil sebagai Juru Dakwah dan Master Sufi Setelah membenamkan diri dalam pencarian ilmu selama lebih dari 33 tahun dan menerima ijazah dari gurunya dalam mazhab Figh Hanbali serta memiliki kapasitas ushuliyah Syafi'i, maka pada usia 51 tahun al-Jailani mulai menampakkan dirinya dengan ber- khotbah, menyampaikan ajarannya serta berfatwa dalam mazhab tersebut di hadapan khalayak ramai (tahun 1127/521) sampaiakhir hayatnya. © Keputusannya untuk memulai berkhotbah di hadapan publik, disebabkan oleh dorongan dan bimbingan yang diberikan oleh se- orang guru spiritual Yusuf al-Hamadani (yang diduga bermaz- hab Syafi‘iyyah). 13 Setelah dia mendapat restu dari seorang sufi besar bernama Abu Yusuf al-Hamadany tersebut (440-535 H/ 1048-1140 M) (Shorter Encyclopaedia of Islant, 6; Schimmel, 1981: 364), yang melakukan kun- jungan spiritual di Baghdad pada tahun 506 H, dan mendapatkan ijazah pengajaran sufi, Beliau mulai banyak dikunjungi orang yang inginmenuntut ilmu, setelah membuka tablig umum di pintu gerbang Halba Baghdad. Schingga pada tahun itu juga, ia dipercaya memim- pinsebuah madrasah yang dibangun oleh masyarakat, yang sema- kin lama semakin tidak mampu menampungjumlah peminat yang ingin belajar di situ. Di situlah Beliau kemudian bertempat tinggal bersama keluarganya yang besar sekaligus mengajar murid-murid- nya yang juga tinggal bersamanya. Pola ini nampak seperti cikal- bakal pesantren di mana antara Kiai dan Santri tinggal bersama, dimana santri melaksanakan tugas kiai dalam hal keduniaan, namun kiai bertanggung jawab atas kebutuhan nafkah santri. Dalam hal inistatusnya masih lebih menampakkan ketokohannya sebagai seorang alim di bidang mazhab Hanbali daripada sebagai seorang sufi, Sahabat-sahabat dekatnya pun menyampaikan kesak- sian bahwa suasana mistik yang ditampilkanjustru sangat sedikit, walaupun ia sebagai seorang “ pengkhotbah tapabrata (asketik)”. Karena makin banyaknya massa yang hadir, pada tahun 528/1134, ribath yang berada diluar gerbang diperbesar, dan sekaligus Syaikh secara resmi dilantik menjadi kepalanya. Popularitas tersebut, sebagian disebabkan oleh perpaduan dua perguruan dalam dirinya, yakni pemikiran (dari pola Mu’ta- zilah) dan keruhanian (dari Nizamiyah) membuat al-Jailanimampu menjadi ulama yang disegani, dan khotbah-klhotbahnya banyak dirindukan masyarakat di segala kalangan. Kefasihannya dalam bertutur dan kekayaan batin yang dimiliki membuat ceramah yang dilakukan mampu menarik masa yang besar. Tidak kurang dari 70- 80 ribu orang mengunjunginya setiap kali Pengajian al-Jailani di- laksanakan. Setiap minggu tiga kali dia berbicara kepada murid-muridnya, dua kali di madrasah (sekolah), yaitu di Idghah pada Jumat pagi 14 dan Selasa sore atau malam, dan satu kali di ribath, dan di Musa- firkhana pada Ahad pagi. Sedangkan aktivitas keseharian al-Jailani: setelah Zuhur memberikan bimbingan, nasihat, dan konsultasi hu- kum dan spiritual pada orang yang mendatanginya. Pada sebelum Ashar dan sebelum Maghrib membagikan roti kepada orang-orang miskin. Saat setelah Maghrib datang al-Jailani berbuka puasa, dan ini dilakukan tidak sendirian, sebab setiap sore menjelang Maghrib pembantunya selalu berdiri di pintu rumah, menanyai orang-orang yang lewat (yang merasa lapar) untuk diajak makan malam bersama. Setelah Isya’ ia melakukan tafakur, mujahadah, membaca al-Qur’an dan bermunajat kepada Allah. Seiring dengan semakin menyebarnya ajaran tasawuf Beliau, maka lambat laun pencitraan terhadap Syaikh ‘Abdul Qadir lebih hanya terbatas pada potret kesufiannya (akibat pengaruh tarekat- nya yang menyebar luas, yang sebagian secara agak negatif). Pada- hal antara konsep teologi, fiqih-ushul figh dan tasawuf, menjadi seimbang pada pribadi, intelektualitas, maupun pola akademis Beliau. Trimingham mencatat bahwa salah satu kesuksesan besar atas reputasi Syaikh adalah menjadikan masyarakat biasa memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam wawasan, pengeta- huan, dan pengalaman-pengalaman kesufian. Sebuah prestasi yang jarang bisa dilakukan oleh imam-imam sufi sepanjang zaman. Pada 1135 M (628 H), madrasah itu diperluas karena semakin melubernya jumlah murid yang hadir. Selain itu juga dibangun sebuah ribath (pesanggrahan, padepokan sufi) diluar pintu gerbang kota Baghdad bagi masyarakat umum yang menghadiri khotbah- khotbahnya, di samping digunakan sebagai ajang diskusi di anta- ta para ulama, akademis, dan intelektual masa itu (dilakukan keba- nyakan di hadapan khalayak). Daya tarik Beliau adalah khotbah- khotbahnya yang kuat mengenai moralitas dan spiritual atau keru- hanian. Beliau dipandang sebagai tokoh mula-mula yang mengajar- kan konsep manajemen qalbu, serta membuka pengajian sufi secara masal dengan retorika yang menarik. Sedangkan tema-tema khotbah- nya tersebut tepat dengan kondisi moralitas sosial, politik umat 15 Islam yang sedang merosot tajam di tengah awal kehancuran ke- budayaan Islam, seiring dengan keruntuhan daulat Abbasiyah di Baghdad. Keberhasilannya nampak spektakuler, sebab di samping ber- hasil membuat orang-orang Nasrani dan Yahudi beralih ke pangkuan Islam, sekaligus juga menjadikan kaum muslim semakin baik segi jasmani dan ruhaninya sehingga memperoleh martabat kehidupan yang tinggi. Selama kehidupannya, al-Jailani dipandang mampu memperbaiki moral masyarakat, melakukan pencerahan ruhani dan meningkatkan kecerdasan beragama. Juga, sedikit banyak mampu memengaruhi sikap penguasa atau pejabat, karena ketegasan dan keteguhan, serta keberaniannya menyerukan dan menegakkan kebenaran maupun keadilan. Selain itu yang membuat banyak orang tertarik, bahwa selama hidupnya Beliau selalu hidup mandiri dengan usahanya sendiri, disertai sikap zuhud, wara’, banyak beribadah. la juga berdak- wah dengan sepenuh hati, dengan semua kalangan, serta yang per- tama kali menyusun blue print sistem tarekat menurut organisasi dalam disiplin ilmu tertentu, walau Beliau tidak pernah memak- lumkan sendiri tarekatnya. H. Corak Khas Ajaran Sufinya Ajaran tasawufnya (dalam pengaruhnya terhadap keadaan- keadaan spiritual), disebut “[lmu tentang Keadaan [jiwa]” (al~ilm al-hal). Inti daripada al-‘ilm ai-hal ini sebagaimana yang ditulis oleh Syaikh Abu Bakr al-Syibli, sebagai berikut: “Berbagai macam de- finisi digunakan orang untuk menjelaskan tentang hakikat tasawuf”, namun yang paling tepat dan paling baik ialah seperti yang dinyata- kan oleh Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali': “Tasawuf ialah pe- musatan diri sepenuhnya kepada Allah swt. seraya meremehkan segala sesuatu selain-Nya. Sebagai disiplin ilmu, tasawuf adalah ‘ Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Thusi al-Ghazali, filosof, teolog. dan sufi yang mengikuti aliran Asy’ary-Syafi’i, lahir pada tahun 450 H, dan wafat pada tahun 505 H (Muhammad al-Ghazali, a/-Mungidz min al- Dhatai him, 221-222; Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Istam, 1993: IL, 25-27). 16 ilmu yang menjelaskan tentang doktrin-doktrin tertentu untuk mengukur tingkat kebaikan hati dan seluruh anggota tubuh.” Se- orang muhaqgig berkata: “Seorang sufiialah ‘alim yang mengamal- kan ilmunya dengan ikhlas. Tidak mungkin ia melampaui batas ini. Al-Hafidz al-Shuyuti? berkata: “Banyak orang mengira bahwa siapa telah membaca buku-buku tasawuf, ataupun menulis dan membuat catatan atas buku-buku tersebut boleh disebut sebagai seorang sufi. Tidak demikianlah halnya, sebab tasawuf adalah Iimu al-Hal (ilmu tentang keadaan) dan bukan Ilmu al-Magal (ilmu yang terucapkan).” Intinya ialah menghias diri denganakhlak mulia yang diriwayatkan dalam sunah Nabawiyyah. Karena kemasyhurannya, juga karena ajaran-ajarannya yang penuh dengan kedamaian dan menentramkan, maka al-Jailani, di kalangan darwis mendapatkan julukan “Mawar dari Baghdad”, suatu lencana dan simbol dari keharmonisan kesufiannya melalui wird (latihan konsentrasi-mengingat Allah). Julukan ini diberikan karena pada saat kehidupan Syaikh, di Baghdad telah demikian penuh dengan guru kebatinan (mistik), di mana kehadirannya sempat mendapatkan tantangan dari spiritualis yang lebih dahulu ada de- ngan mengirimkan pesan bahwa “Cawan (anggur) Baghdad sudah ? Jalal al-Din al-Shuyuti. di Indonesia dikenal dengan kitab tafsir al- Qur'an al’Adzimnya. yang kemudian dikenal sebagai kitab Jalalain, sebab ditulis oleh dua orang bernama Jalal. yaknibersama Jalal al-Din al-Maballi. Al- Shuyuthi lahir tahun 855/1451. Usia 18 tahun sudah mengajar ilmu figih, dan pada tahun 87 1/1467 mulai mengeluarkan fatwa. Selain sebagai pengajar, ia ju- ga dikenal sebagai penulis produktif, terutama bidang tafsir, hadis, dan hu- kum (figih). la menganut mazhab Syafi’iyyah yang diperoleh dari gurunya al-Bulgini (791/1389-868/1464). Karyanya banyak dikaji di dunia Barat, sclain dikenal di Hijaz, India. Afrika. hingga Asia. Ia dinobatkan oleh banyak kalangan sebagai mujtahid sekaligus mujadid pada abadnya. Pada tahun 891/1486 al- Shuyuithi mengundurkan diri dari aktivitas mengajar dan memberi fatwa karena konflik-konflik keras dengan para penentangnya di Mesir. Ia wafat pada tanggal 19 Jumada’ al-Awwal 911/18 Oktober 1505 (Sartain. Jalal al-Din al-Su- yuthi Biography and Background, 1975; al-Suyuthi, Al-Tahadduts bi-Ni’mat Allah, 1975; Nico Kaptein. Peravaan Hari Lahir Nabi Muhammad saw.. 1994: ASAT). 7 penuh”. Akan tetapi pada waktu itu, di tengah maraknya ulama- ulama spiritualis, justru masyarakat Baghdad mengalami kemero- sotan moral dan kegersangan spiritual. Kehadiran Syaikh ternyata mampu menghadirkan “anggur” penyejuk dahaga ruhani, danmen- ciptakan kembali harum semerbak bunga mawar tasawuf di tengah masyarakat (Idris Syah, Jalan Sufi, 146-148). Perpaduan syariat dan tarekat pada pribadial-Jailanijuga, nampak dari kewajaran kehidupannya. Selama menempuh khalwat (‘uzlah) tidak terlintas sedikit pun untuk menikah, karena akan meng- hambat upaya ruhaninya. Yang membedakan dengan sufi yang lain, setelah al-Jailani merasa cukup bisa menguasai nafsu dan men- jadi orang sempurna, juga karena diilhami oleh perintah Rasul, serta dengan pertimbangan sebagai konsekuensi penampilan di muka umum dalam proses pergaulannya dengan masyarakat. la menye- laraskan diri dengan perintah Rasulullah dengan menikah. Dan ia kemudian memiliki orang istri shalihah yang mampu menjadi tauladan masyarakat. I, Kehidupan Berkeluarga dan Faktor Ketinggian Dera- jatnya Kendati baru menikah dalam usia 51 tahun, pada tahun 521/ 1128, ia mempunyai 20 putra dan 29 putri dari keempat istrinya. Sejumlah putranya juga berkembang menjadi ulama dan Syaikh tarekat. Sebelas di antaranya disebutkan dalam Bahjat al-Asrar. Mereka antara lain adalah Syaikh ‘Abd al-Wahhab (w. 593/1197) pengelola madrasah tersebut di atas sejak 1150 (543 H) di Baghdad; Syaikh ‘Isa (w. 573/1177-8) yang bermukim dan bergiat mengajar di Mesir; ‘Abd Allah (w. 589/1193) di Baghdad, Ibrahim (w. 592/ 1196) di Wasith, Yahya (w. 600/1204) di Baghdad, Muhammad (w. 601/1206) di Baghdad, Syaikh ‘Abd al-Razaq (w. 603/1207) yang ikut berdakwah di Baghdad; ‘Abd al-Rahman (w.587/1191), ‘Abd al-Jabbar (w. 575/1179-80), Syaikh ‘Abd al-’ Aziz (w. 602/ 1205-6) pindah ke Djiyyal, sebelah desa di Sindjar; danSyaikh Musa (w. 618/1221) yang bermukin dan mengajar di Damaskus. Putra-putranya itulah, juga para muridnya yang lain, yang berjasa membentuk tarekat sufi, yang dihubungkan dengan nama- nya, sehingga dikenal dengan sebutan tarekat Qadiriyyah. Tarekat ini pada tahap pertama tersebar di Irak, Siria, Mesir, dan Yaman, serta belakangan menyebar lagi ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk ke Indonesia. Tarekat ini selain tertua, juga sampai seka- rang dianggap paling banyak memperoleh pengikut, dibanding- kan dengan tarekat-tarekat lain. Faktor-faktor yang menjadikan Syaikh mendapatkan penghar- gaan tinggi di antara ulama sezamannya serta mendapat penga- kuan masyarakat luas adalah konsistensi antara yang diajarkan dengan perilaku keseharian Beliau, juga karena Beliau memiliki kesalehan dan rasa cinta sesama yang luar biasa, dan memperlihat- kan kejujuran yang kuat dalam khotbah-khotbahnya. Yang patut disayangkan adalah bahwa selama ini, apa yang dikenalkandan dikenal oleh masyarakat (terutama kaum awam) hanyalah meng- eksploitasi segi-segi kemukjizatan dan karamah Syaikh ‘Abdul Qadir, yang justru kebanyakan berupa mitos. Dan memang mung- kin saja popularitas Syaikh ‘Abdul Qadir sebagian diakibatkan hal ini, Informasi yang berlebih-lebihan mengenai Syaikh ‘Abdul Qadir ini berasal dari berbagai kitab managib (riwayat hidup) yang hanya mengungkap kebaikan-kebaikannya saja tanpa didasarkan pada fakta historis, yang ditulis oleh para pengagumnya, yang tentu saja otentisitas sejarah dan validitasnya masih banyak yang meragu- kan dan perlu untuk diteliti lebih lanjut. Dibanding ajaran-ajarannya, justru pengenalan masyarakat terhadap Syaikh ‘Abdul Qadir lebih dominan pada keajaiban- keajaiban, keluarbiasaan, dan kesaktian/keampuhannya yang ber- sumber pada kitab-kitab managib yang beredar di kalangan masya- rakat, yang dikenal sebagai karamah. Kisah hidup pertama (menge- nai keajaiban al-Jailani) terdapat dalam kitab Bahjah al-Asrar karang- an Ali bin Yusuf al-Syattanaufi (w. 713/1314, satu setengah abad setelah al-Jailani). Penulis berikutnya, Al-Dzahabi (w. 1348), dalam Ta'rikh al-Islam, banyak meragukan cerita-cerita yang berlebihan. 19 Tidak lama kemudian muncul ‘Afif al-Dinal-Yafa’i (w. 1367) yang mengarang kitab yang makin memantapkan nama al-Jailani sebagai ahli keajaiban yang terbesar dalam kitab Kiulashah al-Mufakhir fi Ikhti- shar Managib al-Syaikh ‘Abdul Qadir (tentang kitab-kitab ini dansumber lain mengenaial-Jailani sebagai sumber sejarah, lihat JS. Trimingham, The Sufi Orders in Islam, him. 40-41, serta artikel “Abd al-Kadir” da- Jam Encyclopaedia of Islam). Kitab terakhir ini menjadi dasar beberapa versi managib yang beredar di Indonesia. Setelah Yafi'i, beberapa ulama mengarang kitab yang lebih ekstrem lagi, dan yang paling penting di antaranya adalah kitab Lijjain al-Dani oleh Ja’far bin Hasan al-Barzanji (w. 1766), pengarang yang di Indonesia terkenal dengan kitab Maulid al-Barzanjinya. Sedangkan di Indonesia kitab- Kitab managib yang beredar lebih dari 11 judul kitab yang pernah penulisjumpai digunakan di masyarakat (penelitian sampai bu- lan Agustus tahun 2007). Walau demikian, bukan berarti managib-managib yang ada adalah “bohong”, sebab memang al-Jailani dalam sejarah sufi di- kenal sebagai sosok yang selalu diperuhi oleh karamah Allah. Kara- mah yang dimaksud dalam dunia sufi adalah kemuliaan dari Allah bagi para wali-Nya, yaitu mereka yang sudah sampai pada terminal hakikat dalam perjalanan ruhani menuju makrifatullah. Karamah berada satu tingkat di atas barakah, dan satu tahap di bawah muk- jizat para nabi. Karamah merupakan hal yang luar biasa, yang tidak bisa dianalisis hanya denganakal telanjang semata. Dengan kara- mah ini, para wali dapat membukakan mata kepala, menyadarkan mata hati dan pikiran, serta memantapkan mata hati terhadap hakikat tauhid (Jamaluddin Kafie, 2003: 153). 20 J. Kembali ke Hadirat Ilahi dan Kelanjutan Pengajar- annya Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak tahun 521 H, sampai wafat- nya juga di Baghdad pada tahun 561 H. Setelah 40 tahun lamanya membimbing masyarakat ramai, yang berdatangan ke madrasah dan ribatimya, ia wafat pada 23 Januari 1168 (11 Rabiul Akhir 561), dalam usia 91 tahun, setelah menderita sakit beberapa hari. AlJailani wafat dengan ditunggui oleh tiga putranya;‘Abd al- Aziz, ‘Abd al-Jabbar, dan ‘Abd al-Wahhab. Ketiga putranya ini- lah yang menyaksikan wafatnya al-Jailani, di mana al-Jailani wafat setclah meninggalkan berbagai wasiat keagamaan, serta mengung- kapkan kebersamaannya dengan Allah. Al-Jailani wafat setelah lisannya mengucapkan syahadatain beserta ucapan-ucapan kemu- liaan bagi Allah, dan terakhir seruan “ Allah” tiga kali sambil meng- angkat kedua tangannya. Al-Jailani dimakamkan di Bab al-Darajah, Baghdad yang kemudian menjadi tempat penting ziarah kaum _ sufi dan umat Islam. Mengenai tanggal wafatnya, di lingkungan pengikutnya ter- dapat kesepakatan terjadi pada hari Jumat malam Sabtu, tanggal 11 Rabi’ al-Tsani (Lam’at Managib, him. 4-5). Sebagian mengata- kan terjadi pada hariSenin. Sedang menurut perhitungan kalender Syamsiyah, terjadi pada hari Selasa. Untuk mengenang hal tersebut, maka setiap tanggal 11 Rabi’ al-Tsani diadakan acara haul (ulang tahun kematian) disertai pembacaan managib Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Sedang untuk mengenang secara kecil-kecilan, unumnya masyarakat melaksanakan acara “sewelasan”, acara ritual atau tra- disi keagamaan setiap malam tanggal 11 bulan Qomariyyah (Martin van Bruinessen: 97). . Setelah Beliau wafat, madrasah dipimpin oleh anaknya berna- ma ‘Abd al-Wahab (552-593 H/1151-1196 M), yang kemudian dilanjutkan pula oleh anaknya yang lain bernama ‘Abd al-Salam (648-611 H/1153-1215 M). Pada masa ‘Abd al-Salam inilah lemba- ga pendidikan tersebut mengalami puncak kejayaan, termasuk mulai 21 diadopsinya sistem seni musik dan gerak (tari/joget) ke dalam tarekat Qadiriyyah. Sedangkan anaknya lagi yang lain bernama ‘Abd al-Razzaq (528-603 H/1134-1206 M) adalah seorang sufi yang zahid dan terkemuka pada masanya. Hanya saja terjadi sedikit perbedaan sistem kepengajaran. Jika pada masa Syaikh al-Jailani Beliau sanggup memegang posisi rangkap, yakni sebagai master sufi pembimbing umat dan sebagai tenaga pengajar edukatif akademis di madrasahnya, maka setelah Beliau wafat, kedua peran tersebut dijalankan oleh dua orang. Syaikh ‘Abdul Wahhab (552-593 H/1151-1196 M) mengurusi ma- drasah, dan Syakh ‘Abdur Razzaq (528-603 H/1134-1206 M) lebih kepada guru sufinya. Setelah ‘Abd al-Salam, ribath dipimpin oleh saudara sepupu- nya Abu Shalih Nasr bin ‘Abd al-Razaq (564-633/ 1168-1236). Sejak saat ini, keluarga Syaikh ‘Abdul Qadir banyak mengalami penga- singan oleh penguasa setempat. Madrasah dan ribath tersebut tetap bertahan dalam piinpinan keluarga Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani sampai masa dihancurleburkannya kota Baghdad pada tahun 656 H/1258 M, akibat serangan tentara Mongol di bawah pimpinan Hu- lagu Khan, yang mengakibatkan sebagian besar keluarga Syaikh ‘Abdul Qadir musnah menjadi syu/iada’, dansekaligus mengakhiri eksistensi keduanya (The Encyclopaedia of Islam, 1978: IV, 202). Meskipun demikian, ajaran-ajaran Syaikh yang diberikan dalam ribath yang dipimpinnya dan diteruskan oleh anak-anak- nya tetap hidup dalam zawiyah-zawiyah, tempat para sufi melatih diri dalam kehidupannya. Ibn Bathuthah,? pengelana muslim di du- ° Syams al-Din Muhammad bin “Abd Allahal-Tanji, seorang pengembara (awwalah) yang terkenal karena hasil pengamatan dan penulisan atas perjalanan (rihtahy yang dilakukannya ke hampir semua penjuru dunia, termasuk di Sumatra. Dalam konieks penyebaran Islam di Indonesia ini, sajian informasinya hanya tersaingi oleh pengembara Italia Marco Polo (1252-1325). Ia lahir dari orang tua Moor di Tangier (Tanjah) pada 703/1304 dan wafat di Marakisy pada tahun 70/1369 atau 1378, Kisah perjalanannya dimulai tahun 7335/1325 hingga 754/1353. Pada tahun 756/1355 ia menyelesaikan penuturan perjalanannya yang ditulis oleh Tonu Juza’atas perintah penguasa Marini, Abu Iyan, dan diberi judul Tuhfar al- Nazzar fi Gara‘tb al-Amsar wa ‘A{a ‘ib al-Asfar yang kemudian menjadi samber penting informasi perjalanan Ibnu Bathutah hingga sekarang (E//, him, 352-354). 22 nia Islam abad ke-13 M, mancatat bahwa di Baghdad pada waktu itu terdapat zawiyah sufi yang mempraktikkan ajaran-ajaran al- Jailani dalam ribath yang dipimpinnya pada abad sebelumnya. Dari zawiyah-zawiyah inilah lambat laun terbentuk suatu komunitas muslim penganut ajaran atau mazhab sufi Syaikh ‘Abdul Qadir di bidang tasawuf, yang kemudian dikenal sebagai tarekat Qadi- riyyah. Sebenarnya, Syaikh ‘Abdul Qadir tidak secara langsung membangun tarekatnya, tetapi para muridnyalah yang mengaku mem- peroleh khirgah (semacam tanda mata dari Syaikh kepada muridnya sebagai pertanda untuk berhak meneruskan ajaran tarekat yang diterimanya) dari Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Merekalah yang berperanan dalam membangun tarekat Qadiriyyah (The Encyclo- paedia of Islam, 202; Marshall G.S. Hodgson, 1974: II, 217). Sampai saat ini makam Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani di Bab al-Darajah Bagh- dad banyak dikunjungi para peziarah dari berbagai belahan dunia, dan masih merjadi pusat spiritualitas utama hingga dewasa ini. K. Proses Kematian dan Kondisi Makrifat Akhir Hayat Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani Berikut ini penulis deskripsikan proses wafatnya sang Syaikh, berikut nasihat-nasihat dan kondisi ruhani yang nampak dari ucap- an-ucapan Beliau. Deskripsi ini penulis kemukakan berdasarkan penuturan anak-anak Syaikh ‘ Abdul Qadir, sebagaimana termuat dalam bagian akhir kitab Futuh al-Ghaib (majlis ke-79 dan 80) dan dalam bagian penutup kitab al-Fath al-Rabbany (him. 302-303). Ketika sang Syaikh sakit yang membawa pada kematiannya, putranya, Syaikh “Abdul Wahhab berkata kepadanya, “Berikanlah nasihat kepadaku sebelum ayah meninggal dunia untuk kujadikan pegangan.” Beliau berkata kepada putranya, “Takutlah kamu kepa- da Allah dan janganlah kamu takut kepada selain Dia. Janganiah kamu berharap kepada siapapun selain kepada Dia saja, dan minta- lah segala kebutuhanmu kepada-Nya. Janganlah kamu bergantung kepada siapapun selain kepada Dia saja dan mampukanlah keper- cayaanmu kepada-Nya. Semua orang setuju tentang hal ini.” 23 Beliau juga berkata, “ Apabila hati telah benar-benar bersatu dengan Allah, maka tidak ada lagi yang dirasakan tinggal didalam- nya kecuali Allah dan tidak ada yang datang kepadanya dari diri manusia.” Beliau juga mengatakan, “ Aku ini ibarat isi yang tanpa kulit.” Kemudian disambung dengan pernyataan, “Orang lain datang ber- kunjung kepadaku, berilah mereka ruang untuk duduk dan hormati- lah mereka. Disiniada manfaat yang besar. Janganlah kamu sesak- kan tempat mereka.” (Hal ini menunjukkan bahwa sampai akhir hayatnya, Beliau tetap memberikan nasihat-nasihatnya bagi orang banyak, dan tidak mau menghalangi dirinya untuk berdakwah dan menebarkan makrifat hanya karena sakitnya). Terdengar Beliau mengatakan, “Selamatlah dan sejahtera- lah kamu berada dalam rahmat dan kasih sayang-Nya (Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatih). Semoga Allah melindungi aku dan kamu serta melimpahkan rahmat-Nya kepada aku dan kamu. Aku memulai sesuatu dengan nama Allah dengan tiada henti-hen- tinya.” (jawaban salam ini ditujukan kepada malaikat al-maut). Sehari semalam, ia terus berkata, “Celakalah kamu! Aku tidak takut kepada siapa pun, sekalipun kepada malaikat maut. Wahai malaikat maut, bukankah kamu yang aku takuti, melainkan Dia yang menolongku dan yang memberi karunia kepadaku.” Kemudian Beliau pun diam. Ini terjadi pada malam hari kembalinya sang Syaikh ke rahmatullah. Beliau juga menyampaikan nasihat makrifatnya terkait dengan kondisi sakitnya dalam sebuah sathahat, “Wahai saudaraku, antara diriku dengan dirimu dan makhluk, hanya Dia Allah saja, seperti antara langit dan bumi. Oleh karena itu, janganlah kamu samakan aku dengan sesuatu dari mereka dan janganlah kamu menyama- kan sesuatu dari mereka dengan aku.” Salah satu putranya, Syaikh Abdul ‘Aziz bertanya tentang keadaan sakitnya. Beliau menjawab, “Janganlah ada seorang pun yang bertanya kepadaku. Aku sedang dibolak-balikkan di dalam makrifat Allah.” Beliau juga ditanya tentang sakitnya, dan men- 24 jawab, “Sesungguhnya tidak ada seorang pun, baik manusia dan jin sekalipun malaikat, yang mengetahui penyakitku. Ilmu Allah tidak akan hilang dengan perintah Allah. Perintah itu akan berganti- ganti, sedangkan ilmu Allah tidak akan pernah berganti. Perintah itu bisa dibatalkan, sedangkan ilmu tidak bisa. Allah menghi- langkan dan mendatangkan apa yang dikehendaki-Nya, dan kepu- nyaan-Nya adalah al-Qur'an.” Lalu Beliau mengutip firman Allah: Bcsksiaas seve Ue “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. al-Anbiya: 23). Putranya, Syaikh ‘Abdul Jabbar bertanya tentang bagian tu- buh mana yang terasa sakit. Beliau menjawab, “Seluruh anggota tubuhku terasa sakit, kecuali hatiku yang tidak sakit dan ia tente- ram berada dengan Allah.” Hal ini sama sebagaimana yang dirasakan Rasulullah dalam wafatnya, dan bahwa Beliau saw. menyatakan bahwa sakitnya sakarat al-maut melebihi sakitnya rasa ketika seseorang diiris- iris dengan pedang. Syaikh Musa memberitahukan bahwa sang Syaikh mengu- capkan kata-kata “ ta’azzuz” sambil lidahnya tidak dapat berkata dengan baik. Oleh karena itu, kata-katanya itu diucapkannya terus sampai Beliau bisa berkata dengan baik. Kemudian Beliau mengu- capkan “Allah, Allah, Allah.” Putranya, Syaikh ‘Abdur Razzaq dan Musa memberitahu- kan bahwa menjelang wafatnya, Syaikh telah mengangkatkan ta- ngannya lalu meluruskannya dan terdengar perkataannya, “Sela- matlah dan sejahteralah kamu berada dalam rahmat Allah, ber- taubatlah dan masuklah ke dalam barisan-Nya. Tidak lama lagi aku akan datang kepada-Mu.” Kemudian Syaikh melafazkan kata “Allah, Allah, Allah.” Di sela-selanya, Syaikh berkata, “Tunggu”. Dan kemudian semakin lama, suara lafaz" Allah, Allah, Allah.” Semakin perlahan dan lidah- 25 nya melekat pada langit-langit mulutnya. Kemudian setelah itu, jiwanya yang mulia itu pun berpisah dengan jasad fisiknya. Beliau pun kembali ke rahmatullah. Dari penuturan tersebut, nampak bahwa sejak malam sampai sesaat sebelum wafatnya, Beliau sempat melakukan “dialog” dengan malaikat al-maut, sebagaimana pernah terjadi pada diri Rasulullah saw. Baru setelah Allah berkenan, maka Beliau pun dengan senang dan bahagia “berjalan” meniti maut, kembali menu- ju Allah, tempat kembali yang hakiki. 26 Bab 2 Guru, Kitab Karya Tulis, dan Ajaran Umum Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani A. Para Guru dan Masayikh dan Ajaran-Ajaran yang Dite- timanya Guru-guru Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani dalam bidang tah- fidz al-Qur'an beserta tafsirnya sangat banyak. Di antaranya ada- lah berguru kepada Syaikh ‘Ali Abu al-Wafa’ al-Qail. Dalam bidang ilmu hadis, Beliau banyak menimba ilmu dari para ulama salaf, di antaranya adalah Abu Muhammad Ja’far bin Ahmad al-Baghdadi al-Sarraj al-Syaikh al-Imam al-Bari’ al-Muha- dditz al-Musanniad (417-500 H) dengan spesialisasi ilmu hadis di- tayah dan hadis riwayah; Abu al-Qasim Ali bin Ahmad bin Muham- mad bin Bayanal-Baghdadi yang terkenal dengan kehebatan mende- ngar suatu perawi maupun tentang hadisnya. Tidak ada perawi maupun hadisnya yang Beliau dengar kecuali mendengarkan peri- wayatan hadisnya (413-510 H); dan Abu ‘Abdullah Yahya bin al- Imam Abu Ali al-Hasan bin Ahmad bin al-Banna’ al-Baghdadi al- Hanbali (453-531 H). Sedang dalam bidang figh dan usiul figh guru yang tercatat di antaranya Syaikh Abi al-Wafa’ Ali bin ‘Aqil (Ibn ‘Aqil, 431-513 H), Syaikh Abial-Khaththab al-Kalwadzani Mahfudz bin Ahmad al-Jalil (432-510 H), Abu Said al-Mubarak bin Alial-Mahzumi Syaikh al-Hanabilah (w. 513 H). 27 Dalam bidang sastra dan bahasa Arab, Beliau berguru kepada Abi al-Husain Muhammad bin Al-Qadli Abi Ya’la. Al-Jailani juga berguru kepada ulama terbesar di Baghdad, Qadhi Abu Sa’id al- Mubarak bin‘ Ali al-Muharrimi. Guru-guru lainyang tercatatadalah Abu Ghalib Muhammad al-Hasan bin Ahmad al-Hasan al-Baqillani, Abu Ghanaim Muham- mad bin Ali Maimunal-Farsi, Abu al-Qasim Ali bin Ahmad al-Bayan al-Karkhi dan ulama-ulama terkemuka lain di berbagai negeri yang Beliau kunjungi dalam pengembaraannya selama 40 tahun. Sedangkan di bidang bahasa dan tasawuf adalah Syaikh Abu Zakaria Yahya bin Ali al-Thibrizi (sekaligus sebagai gurunya di bi- dang filologi), serta berbai‘at (belajar ilmu thariqah) kepada Syaikh Abi al-Khair Muhammad bin Muslim al-Dabbas. Selain itu juga meneruskan berbai’at dan mendapatkan izin mursyid dan berhak menggunakan khirqah sufiyyah dari Syaikh al-Qadli Abi Sa’id al- Mubarak bin ‘Ali al-Makhzumi. Dari mursyid terakhir ini didapatkan garis silsilah tharigah sebagai berikut. Syaikh al-Qadli Abi Sa’id al-Mubarak bin ‘Ali al- Makhzumi dari Syaikh Abial-Hasan ‘Ali bin Abi Yusuf al-Qurasyiy al-Hakkari, dari Syaikh Abi al-Faraj al-Thurthusi, dari Syaikh ‘Abd al-Wahid al-Tamimi, dari Syaikh Abi Bakr Dilif bin Jahdari al-Syib- li! dari Syaikh Abi al-Qasim Junaid al-Baghdadi,? dari Syaikh Sari al-Saqathi? dariSyaikh Abi Mahfudz Ma’ruf al-Karkhi/ dari Syaikh Abi al-Hasan‘ Ali al-Ridlo, dari Syaikh Musa al-Kadzim, dari Syaikh ja’far al-Shadig, dari Syaikh Muhammad al-Baqir,> dari Syaikh Zain- ' Disebut juga Dulaf Abu Bakral-Syibli ibn Jahdar, atau menurat riwayat Jain, Ja’far bin Yunus (sebuah nama yang terukir pada batu nisan yang terletak di makamnya), seorang ulama Maliki, sufi, wafat pada tahun 334 H. Pemah men- jadi kepala urusan rumah tangga di istana Khalifah. Setelah itu dia memilih sufis- me dan menjadi pengikut Al-Junaid, yang ajaran-ajarannya kemudian disampai- kan kepada al-Nashrabadhi. Terkenal karena perilaku asketisme dan pengekang- andirinya. Kononia biasa menaruh garam di matanyauntuk membuatnya tetap terjaga sepanjang shalat malamnya. Dia juga seorang ahli mazhab fiqih Maliki. Makamnya di Baghdad hingga saat ini masih dihormati orang (al-Sulami, Kitab Tabagat al-Shufiyah, 68. al-Qusyairi, I: 150-160; al-Hujwiri: 155-156; Tarikh Bagh- dad. 1931: XIV. 389-397, The Encyclopaedia of Islam, IV, 360-361, Dermeng- hem: 201-230). 28 ’ Abidin, dari Say yidina al-Husain al-Syahid’ bin Fathimah al-Zahra, dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib (Kra), dari Nabi Muhammad saw., ? Abu al-Qasim al-Junayd bin Muhammad bin Junayd al-Khazzaz al- Quwairi al-Nahawandi al-Baghdadi, seorang sufi generasi awal di mana keba- nyakan kaum sufi generasi berikutnya berujung, bermazhab Sufyan al-Tsauri, murid dari Sirri al-Saqathi danal-Harits al-Muhasibi. Ia wafat pada tahun 277 H/2988 M (Ibn Khalikan, Iafavat al-A 'vanwa ‘Anba'Abna al-Zaman. \: 373). *Al-San Al-Saqathi ibn Al-Mughallis adalah paman Al-Junaid dari pihak ibu dan orang yang pertama-tama menyuguhkan sufisme secara sistematis, wafat tahun 251 H/865 M. Menurut al-Hujwini, pilihannya kepada sufisme di- dorong oleh wali Baghdad Habib al-Ra’i yang ketika diberi sepotong roti oleh al-Sari, mengatakan, “Semoga Allah memben balasan kepadamu!” “Sejak saat itu,” demikian Al-Sani mengatakan di kemudian hari, “urusan-urusan duniawiku tak pernah tumbuh suburlagi”’. Dia dipandang sebagai murid paling berpengaruh dari Ma’ tuf al-Karkhi (The Encyclopaedia of Islam, 1V: 171; Tarikh Baghdad, 1X, 187, J. Al-Murebith, A/-Sari al-Sagathi, 1398; Dermenghem, Vies des Saints Mu- sulmans, 1983: 115-128). “Abu Mahfudz Ma’ raf al-Karkhi ibn Fairuz Sanat Muhammad bin Ya’qub, scorang tokoh utama dari kalangan sufi generasi awal. Wafat tahun 200-201 H/ 815/6-816/7 M. Konon kedua orangtuanya semula Kristen yang tat, namun se- jak kecil al-Karkhi telah mendapatkan bimbingan ruh untuk memegangi Islam ‘sebagai agamanya. schingga karena keteguhannya, kedua orangtuanya masuk Islam. Dia sangat terpengaruh oleh ajaran Al-Sani al-Saqathi, akan tetapi diajuga mengajar Ibn Hanbal dalam ilu hadis, lalu menjadi scorang sufi yang dikenal dalam wira i-nya dan praktik futuwahnya. Al-Sulami menggolongkan tokoh ini dalam fabagat pertama. Makamnya yang dibangun kembali tahun 1312 H merupakan pusat kehidupan keagamaan yang penting di Baghdad. Konon, banyak penyembuhan penyakit yang secara fantastik terjadi di sana (lihat terjemahandengan pendahuluan untuk al-Hujwiri, R.A. Nicholson. The Kasvfal-Mahjub, the Oldest Persian treatise on Sujism, 1911: 113-115), al-Sulami, Thabaqat al-Shufiyva, 1960: 74-79, al-Qusyairi, al-Risalah, 1385/1966: 1, 65-68; Ibnal-Jawzy, Managib Ma ‘ruf- al-Karkhi 1406/1985). *Muhammad bin ‘Ali bin Al-Husain bin‘ Ali bin ‘Abi Thalib, bergelar Al- Bagir, wafat tahun 114 H/732 M. la merupakanayah kandung abli hadis Ja’far al- Shadiq. Dia mengajar tokoh hadis terkemuka Al-Zuhri dan ahli fiqih kenamaan Al-Auza’i. Di kemudian hari dia menjadi imam kelima bagi kaum Syi’ah (Mu- hanumad IbnHibbanal-Bushti,A fasvahir ‘Ulama ‘al-Amshar, 1959: 62; Muhammad al-Dza-habi,.4/-Kasvif fi \fa'rifa, 1403/1983: TH, 71), ° Al-Husain bin ‘Alibin Abi Thalib, seorang cucu Nabi yang wafat pada tahun61 H/680 M. seorang sufi awal serta politisi yang lurus. Meskipun meng- akui kekhalifahan Mu’ awiyah, namun menolak mengakui anaknya Yazid yang naik takhta tahun 60 H/680 M. Ia menentang nasihat [bn Abbas dan ‘Abd Allah bin ‘Umar dengan tetap melakukan perjalananke Kufah dengan sebagian kecil pengikutnya dengan harapan memperoleh dukungan di sana. Akan tetapi pen- duduk Kufah yang diancam Raja Yazid memeranginyadi Padang Karbala, tempat di mana ia dan hampir selunuh keluarga gugurmenjadi syuhada’ (L. Veccia Vaglieri dalam The Encyclopaedia ofistam, 1927, Edisi bam, peny. J.H. Kramers, H.A.R. Gibb et.al.. 1954: III, 607-615). 29 dari Malaikat Jibril, dari Allah swt. Dan inilah yang kemudian menjadi jalur silsilah dari ajaran Theriqah Qadiriyyah (al-Nur al-Burhan, 25-26). Adapun kemudian Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani sendiri mengajarkan antara lain 13 macam ilmu pengetahuan, dari sekian banyak yang dikuasainya, yakni: tafsir al-Qur’ an, hadis, al-Khila- fiyyah (perbandingan fiqh), ushul al-kalam, ushul al-figh, imu nahwu, gira’at, ilmu al-huruf, ilmu arud/qmonafi, imu moa’ ani, imu bedi’, imu bayan, mantiq, dan tashawuf/thariqah. B. Karya Tulis ‘Abdul Qadir Al-Jailani dan Ajaran-ajaran- nya Kitab-kitab karya tulis al-Jailani sebenarnya tidaklah ditulis oleh al-Jailani sendiri. Umumnya kitab tersebut ditulis oleh anak atau muridnya berdasarkan yang disampaikan oleh al-jailani dalam berbagai khotbah, diskusi, dan forum-forum sejenis, yang kemudian buku-buku tersebut dilimpahkan kepadanya. Karya-karya Beliau meliputi keseluruhan bidang kajian keaga- maan. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti berapajumlah karya Beliau. Adapun yang sering bertindak sebagai editor dari pidato-pidatonya, di samping anak-anaknya sendiri (utamanya “Abd al-Wahhab, ‘Abd al-Razzaq, dan ‘Abd al-’ Aziz), juga dilaku- kan oleh murid-murid seperti‘Abd Allah bin Muhammad al-Bagh- dadi, ‘Abd al-Muhsin al-Bashri, dan ‘Abd Allah bin Nashr al-Shi- ddiqi (yang dinamakan dengan Anwar al-Nazir, dikutip dalam Bahjat al-Asrar, him. 109). Sayangnya karya-karya yang sangat bernilai tersebut belum bisa diperoleh. 30 Peta kawasan pengaruh ajaran Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani sarnpai saat wafatnya Beliau tahun 1166 M, setelah berdakwah selama 39 tahun. Berikut adalah karya-karya Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, yang berhasil penulis lacak sampai saat ini. 1. Karyanya yang paling masyhur adalah al-Ghunyah li Thalibi Tharigi al-Hagg (Sufficient Provision for Seekers of the Pathof Truth; Kecukupan bagi Pencari-pencari Kebenaran) (salah satu edisinya terbit di Mesir, 1288), risalah yang berisi khotbahnya mengenai ibadah dan akhlak, cerita-cerita tentang etika, serta keterangan mengenai 73 aliran-aliran Islam yang terbagi dalam 10 bagian. Intinya adalah berupa pendidikan untuk menjadi muslim yang baik. Memberikan penjelasan komprehensif tentang Arkan al- Iman, Arkan al-Islam, dan Ihsan. Kitab ini juga memberikan pen- jelasan fighiyyah dalam kerangka mazhab Hanbali, dengan pene- kanan khusus pada shalat. Karya inilah yang dikenal sebagai Figh-Tasawuf yang mencerahkan. Kitab ini ditulis langsung oleh Syaikh al-Jailani. 3 i) 32 al-Fath al-Rabbany (the Endowment of Divine Grace, Penyingkap Ra- hasia Illahi), berisi 72 khotbah yang disampaikan dalam masa antara 3 Rabi’ul Awal tahun 545 sampai 6 Rajab 546 H (1150- 1152 M). Diduga kitab ini diedit oleh putranya Syaikh ‘Abd al- ‘Aziz. Terbit beserta lampirannva di Cairo, 1302 H. Pesan uta- manya adalah untuk meningkatkan diri pada ketinggian spiri- tual, dan mengajak Anda membaktikan seluruh hidup dalam penghambaan kepada Allah, hanya semata untuk mendapat ri- dha-Nya dan qurb (kedekatan) dengan-Nya, tanpa mengharap- kan ganjaran apa pun di dunia nanti. Futuh al-Ghayb (Revelations of the Unseen, Penyingkap Kegaiban), berisi 78 buah khotbah mengenai berbagai macam subjek ke- agamaan, yang dikumpulkan oleh anaknya Syaikh ‘Abd al-Razzaq. Kitab ini berisi antara lain ajaran-ajarannya seputar akhlak (ta- smwuf ‘amali), disertai dengan silsilahnya, serta keterhubungan- nya dengan Abu Bakar serta Umar. Juga terdapat penjelasan mengenai keimanan, dan juga sajak-sajaknya. Edisi lengkap kitab ini tercantum di luar garis tepi dari kitab al-Shattanmofi, Bahjat al-Asrar, Cairo, 1304 H. Kitab Fu th al-Ghaib ini secara khusus dan luas dianalisis oleh Walter Braune, Die “Fitith al- Gaib” des ‘Abdul Qadir, Berlin & Leipzig, tahun 1933; berisikarya utama al-Jailani, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh M. Aftab al-Din Ahmad, Futuh al-Ghayb, Lahore, tt. Sirr al-Asrar fi ma Yahtaju Iayhi al-Arbar (Rahasia terdalam dari segala rahasia dalam menjelaskan tentang yang diperlukan oleh ahli kebajikan; the Secret of Secrets). Didalamnya dibahas secara menyeluruh tentang syariat, tarekat, dan hakekat. Berisi satu muqaddimah beserta 24 fasal, baik teologi-kalam, figih-syariat, dan tasawuf (thariqat, hagiqat dan ma’rifat). Al-Matoahib al-Rahmaniyya wa al-Futuh al-Rabbaniyya fi Maratib al-Akhlag al-Sawiya wa al-Magamat al-‘Irfaniyyat (disebutkan dalam kitab Raudlat al-Jannah, him.441. Kemungkinan kitab ini identik dengan al-Fath al-Rabbani dan Fath al-Ghayb). 6. Djala’ al-Khatir (Purification of the Mind, Penyucian Pikiran; dise- butkan oleh Haji Khalifa), berupa kumpulan dari 45 khotbah yang diperkirakan disampaikan tahun-tahun setelah 546 H, Boleh jadi karya ini memiliki aneka judul lain yang isinya sama. 7. Yawakit al-Hikam (disebutkan dalam Haji Khalifa) 8. Malfudzatal-falali (Talks and Sayings, Kampulan Percakapan dan Ujaran; disebutkan oleh Syuhrawardi dalam Awarif al-Ma‘arif) 9, Syarh al-Ghautsiya wa Ghayra (disebutkan oleh Syuhrawardi dalam Avwarif al-Ma‘arif) 10. Khamsata ‘Asyara Maktuban. Ditulis dalam bahasa Persia dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh ‘Ali bin Husam al- Din al-Muttaqi (w. 977 H/1569 M). 11. Pidato-pidato dan wejangan-wejangan yang dihimpun dalam kitab Bahjat al-Asrar karya Syaikh Abu al-Hasan ‘Ali al- Syatta-nauwfi (w. 713 H/1314 M), serta berbagai kitab managib. 12. Hizb Basha’ir al-Khayrat, berisi doa-doa dan penjelasan masalah shalat syariat dan tarekat (salah satu edisinya terbit di Alexan- dria, 1304 H) Dua belas kitab tersebut sudah dapat diidentifikasi sebagai karya Syaikh al-jailani, walaupun kadang ditulis oleh orang lain, baik oleh anak-anaknya atau murid-muridnya. Selain itu, masih terdapat tiga kitab lagi yang dinisbahkan sebagai karya Syaikh, namun masih harus diragukan sebagai karya autentik Syaikh. 13, Al-Fuyudhat al-Rabbaniyah, Emanations of Lordly Grace [Pancaran Rahmat Iahi]. Naskah yang berisi nasihat-nasihat al-Jailani ke- pada putranya Syaikh ‘Abd al-Razak, yang ditahqiq oleh al-Haji Isma’il bin al-Sayyid Muhammad Sa’id al-Qadiri. Dalam naskah lain berjudul al-Fryudhat al-Rabbaniyyah fi al- Aurad al-Qadariyyah, koleksi mengenai sembahyang dan praktik ritual (salah satu edisinya terbit di Cairo, 1303 H). Juga bertitel al-Faidhat al-Rabbaniyyah fi al-Maasir wa al- Awrad al-Qadiriyyah. Kitab ini belum tentu karya Syaikh al- Jailani, karena jelas ia hanya dinisbahkan sebagai karya Syaikh oleh Syaikh al-Zarkali. Corak bahwa ia bukan karya Syaikh 33 14, 15. terlihat, karena di dalamnya banyak mengandung hal-hal yang berbau khurafatisme dan bid’ah mistik, suatu hal yang sangat dijauhi oleh Syaikh al-Jailani. al-Safinat al-Qadiriyyah. Kitab yang membahas riwayat hidup Syaikh al-Jailani. Ditulis oleh Ibn Hajar al-Atsqalani dengan judul “Ghibthatun Nazir fi Tarjamah al-Syaikh ‘Abd al-Qadir”, juga terkumpul berbagai macam shalawat dan doa-doa wirid, juga merupakan syarh Hizb al-Washilah yang juga dinisbahkan kepa- da Syaikh al-Jailani, yang ditulis oleh Muhammad al-Amin al- Kailany. al-Avorad al-Qadiriyyah. Kitab ini mengumpulkan berbagai macam doa, hizb-hizb, shalawat-shalawat dan berbagai qashidah (lagu- lagu religius). Kitabini dikumpulkan oleh Muhammad binSalim Bawwatb, diterbitkan oleh Daar al-Bab al-Dimasyq tahun 1992. Penisbahan karya ini kepada sang Syaikh al-Jailani nampak sangat tidak berdasar, karena di dalamnya banyak sekali bacaan-ba- caan yang menyesatkan dan tidak berdasar. Suatu hal yang tidak terjadi dalam karya-karya Beliau yang autentik, yang selalu men- dasarkan pada al-Qur'an, hadis Nabi, dan gal dan manhaj ula- ma salaf al-shalih. Di antara berbagai kitabnya tersebut, yang paling banyak dikaji dan diterjemahkan ke bahasa Indonesia adalah kitab al-Fath al-Rabbany dan Futith al-Ghaib. Sedangkan kitab Sirr al-Asrar kurang mendapat perhatian. Padahal kitab Sirr al-Asrar justru sebenarnya merupakan karya puncak dari Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, sebab karya inilah yang merupakan karya utuh dari Beliau. Demikian juga kitab-kitab karya Beliau yang lain, belum pernah disentuh da- Jam penelitian dan terjemahan di Indonesia. 34 C, Ajaran Umum Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani tentang Tasawuf dan Makrifatullah Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang yang keras berpegang pada kebenaran dan kejujuran dalam perjuangannya. Dia tidak takut memberikan nasihat kepada para penguasa, kepada Khalifah sekalipun. Pada waktu khalifah Al-Muatafi li Amr Allah mengangkat Ibn al-Mazahim sebagai hakim, padahal orang ini di- kenal sebagai seorang yang zalim, al-Jailani pun naik mimbar dan berkhotbah antara lain: “Wahai Amir al-Mu’minin, tuan angkat seorang yang terkenal paling zalim menjadi qadhi bagi kaum mus- limin. Apakah jawab tuan nanti bila ditanya hal itu oleh Tuhan sekalian alam, Yang Maha Penyayang?” Pada saat itu khalifah pun gemetar dan menangis mendengar khotbah tersebut. Qadhi yang diangkatnya pun lalu dipecat dari jabatannya. Pada waktu itu memang al-Jailani mengalami kehidupan hingga dua khalifah, yakni Khalifah al-Mugtafi II (1136-1160) dan Khalifah al-Mustanjid (1160-1170), di mana kondisi masyarakat Baghdad sedang mengalami kemakmuran duniawi, namun men- dapatkan kegersangan ruhani. Sedangkan kebudayaan dan per- adaban masih berada di puncaknya, tercatat hampir semasa al- Jailani juga muncul ilmuwan, Ibn Tufail (w. 1185),’ filosof yang telah membuatnovel yang berhasil mengharmonikan logika dengan wahyu (Von Grunebaum, 209). ‘Abdul Qadir al-Jailani selalu menyeru murid-muridnya agar bekerja keras untuk kehidupannya. Dia menegaskan bahwa tarekat tidaklah berarti membelakangi kehidupan. Katanya, “sem- 7 Abu Bakr Muhammad ibmu ‘Abd al-Malik Ibnu Tufail, filosof Muslim kelahiran Andalusia (Spanyol). Ia lahirdi Wadi Asy (Guadix) dekat Granada sekitar 500/1 106, la menguasai ilmu kedokteran. astronomi. dan falsafat. Ja menjadi dokter istana sekaligus sekretaris penguasa daulat Muwahhidin yang berpusat di Maroko. Karenanyalah maka kemudian Ibnu Rusydi mengulas karangan-karangan Aristoteles, serta memperoleh jabatan dokter istana. Ibnu ‘Tufail wafat tahun 581/1185 di Marakesy. Ia juga dikenal dengan lontaran pemi- kirannya bahwa aktivitas akal akan mampu sampai ke tingkat musyahadah ke- indahan Tuhan dan segenap alam metafisik. Melalui induksi dan deduksi, akal akan mampu melampaui alam empiris dankemudian memahami alam metafisik (EIl- 385-386), 35 bahlah olehmu Allah ‘Azza wa Jalla. Mintalah pertolongan untuk memperkuat ibadah kepada-Nya dengan kerja yang halal. Sesung- guhnya Allah mencintai seorang hamba yang mukmin, taat, dan mema kan yang halal dari hasil kerjanya. Dia mencintai orang yang makan dan bekerja, dan membenci orang yang makan saja tanpa bekerja, serta membenci pula orang yang nafkah hidupnya bergantung, kepad a masyarakat.” (al-Fath al-Rabbany, majlis ke-51 dan 46). Terhadap para muridnya, Beliau menasihatkan, bahwa ada empat cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kebaikan di dalam hati (Sirr al-Asrar, him. 108): a. Teliti sebelum makan: apakah makanan itu halal atau ha- ram, apakah makanan itu dapat dimakan dalam kacamata syariat Islam, dan sebagainya. Khusyuk beribadah serta patuh kepada perintah Allah. Menjaga marwah (kehormatan) diri agar tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perintah agama. Membuang jauh segala hal yang dapat mengganggu dalam mengingat Allah. Dalam majlis nomor ke-75 pada kitab Futuh al-Ghaib, Syaikh al-Jailani memberikan wejangan tentang sepuluh jenis ketaatan ke- pada Allah, dan tentang delapan kualitas tasawuf. liputi: 1) 2) 3) 4) an Seaog © 36 Adapun tentang sepuluh ketaatan kepada Allah adalah me- Menuruti hukum-hukum Allah dan membersihkan hati; Selalu mengontrol diri (nnthasabah li al-nafs); Rela dan ikhlas kepada Allah; Menolong orang miskin dan orang yang berada dalam ke- susahan; Menjaga kesucian manusia-manusia ruhani; Berbuat baik kepada seluruh anggota masyarakat; Selalu menasihati kawula muda (generasi penerus); Menghindari permusuhan dengan kawan dan teman; Tidak suka menimbun harta benda; dan 10) Menghindarkan diri dari berkawan dengan orang yang bukan golongan yang menuju jalan spiritual (keruhanian), dan dari menolong mereka di dalam perkara dunia dan agama. Sementara mengenai kualitas tasawuf, al-Jailanimengemu- kakan tentang delapan formasi, yang bisa dikatakan sebagai dela- pan pilar dalam sufisme Syaikh al-Jailani: 1) 2 3) 4) 5) Bermurah hati seperti Nabi Ibrahim ( +‘) ), sehingga men- dapatkan gelar sebagai kekasih Allah (Khalil Allah); Menyerah dengan sukarela atau ridha (Ls, ) seperti Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim, yang begitu ridha, husn al-dzan dan sabar ketika menerima ketentuan Allah yang harus dijalankan oleh Nabi Ibrahim untuk menjadikannya sebagai qurban, di mana ia dijadikan sarana untuk ber-tagarrub, bahkan walau harus de- ngan menyerahkan nyawanya di hadapan Allah; Bersabar seperti Nabi Ya’qub dan Nabi Ayyub ( —" ). Nabi Ya’qub begitu sabar menghadapi cobaan ulah dari anak-anak- nya terhadap Yusuf, dengan mengatakan “kesabaran itu lebih indah”. Sementara itu Nabi Ayyub mendapatkan cobaan lang- sung dari Allah sebagaimana diukir dalam QS. Shad: 44, yang menunjukkan kesabaran Beliau ketika menghadapi cobaan atas badan dan jiwanya, harta dan anak-anaknya, yang semuanya harus habis dalam rangka ber-tagarrub kepada Allah; Ketelitian membaca ayat dan simbol dari Allah (5, y') seperti Nabi Zakaria. Syaikh mengharapkan agar setiap sufi dapat memahami simbol-simbol yang terdapat dalam ajaran Allah dan Rasul-Nya sebagaimana halnya Nabi Zakaria yang begitu cepat memahami apa-apa yang terjadi pada diri Maryam pada saat berada dalam mihrab (ada yang menyebutkan mihrab Mas- jid al-Harama Makkah), peristiwa didapatinya rezeki berupa makanan dan buah-buahan di sisi Maryam yang diasingkan, yang menandakan kekuasaan Allah yang tidak terbatas; Kondisi keterasingan batin dari dunia atau juga miskin hati dari dunia ( ~~, ) seperti Nabi Yahya. Yang dimaksudkan 37 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. bagi jiwa yang dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah; dan 8) “Miskin” dalam beragama seperti Nabi Muhammad ( —#' ), maksudnya adalah kemiskinan di hadapan Allah. Yang diingin- kan oleh Syaikh, “faqir” di sini bukan sebagai lawan dari kata “al-ghina”, melainkan merasasangat membutuhkan Allah dalam segala realitas kehidupan, tanpa-Nya segala hajat dan keinginan, kekayaan dan sebagainya tidak akan berguna sama sekali. Perihal tentang kekayaan dan kemiskinan, dalam majlis yang sama Syaikh al-Jailani mengemukakan bahwa hakekat kemiskin- an adalah jika seseorang tidak lagi memerlukan apa-apa dari orang lain, sedangkan kekayaan adalah jika seseorang berada melampaui garis keperluan makhluk. ALJailani juga mengingatkan kepada para pengikut tarekat agar tetap berpegang pada Sunah Rasulullah dan syariat agama Islam. Dia juga mengingatkan bahwa syaitan banyak sekali menye- satkan ahli tarekat dengan cara menggodanya agar meninggalkan syariat karena sudah melaksanakan tarekatnya (‘Abd al-Wahab al-Ja’rani, tt; 109). Dengan kealiman dan kepribadiannya itu, wajarlah jika Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani banyak mendapat pujian dari pelbagai pihak. Misalnya dari ‘Ibnu ‘Arabi (1165 - 1240 M),* penulis kitab al-Futuhat * Abu Bakr Muhyi al-Din Muhammad ibn ‘Ali al-Hatimi, dikenal dengan sebutan Ibn al-’ Arabi, atau Ibn ‘Arabi di dunia Timur dilahirkan di Murcia (Spanyol) pa 1 17 Ramadhan 560/29 Juli 1165. Hidup pada masa Sultan Muhammad in Sa’ad al-Mardanasy. Pada usia 8 tahun ia dibawa orangtuanya ke Sevilla karena situasi politik yang memburuk. Di sana ia belajar al-Qur’an, hadis, fiqih, dan tasawuf. Pada tahun 598/1202 ia berangkat ke Timur dan mengembara ke kota-kota: Mesir (598, 603-604 H), Makkah (558600, 611 H), Yerusalem, Aleppo, Syam (611 H), Asia Kecil (607 H), dan akhirnya mmenciap i Damaskus sampai akhir hayatnya pada tanggal28 Rabi’ al-Akhir 638/1240. Selama dalam perla- watannya ia banyak bertemu dengan Syaikh-Syaikh besar seperti Abu Madyan di Aljazair, Ibn Rusydi yang sedang bertugas sebagai hakim kepala di Kordoba dan sebagainya. Sefama hidupnya ja telah menulis sekitar 300 judul buku (pada versi lain seperti disebut Ibn Arabi sendiri sebanyak 289). Dua eitabaya yang sangat terkenal adalah a/~Futuhat al-Makkiyyah, yang sekarang dicetak dalam empat jilid, merupakan sebuah ensiklopedi besar tentang tasawuf, dan kitab Fushush al-Hikam, yang menyajikan rumusan-rumusan final dari pendirian sufinya, terutama disekitar wahdat al-wujud. Biografi lengkapnya dapat dilihat la Muhammad Syakir al-Kurtubi, Fawat al-Wafayat (1974: 111, 435-440; juga .Q. Husaini, !bn Arabi: The Great Muslim Mystic and Thinker, 1917: 1-37; Ell: 347-349; “Ibn al-’ Arabi” dalam Encyclopaedia of Britannica, edisi Compact Disk, 19 ‘autsar A zhari Noer, /bn Al- ‘Arabi dan Polemik Faham Wahdat al- 39 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. reka diibaratkan sebagai pantulan sinar para Nabi dan Rasulullah. Mereka senantiasa mendapatkan taufik dan hidayah Allah. Selain itu, al-Jailanijuga menambahkan agar “pemula” (nmub- tadi’) bersikap dengan berbagai sifat, seperti bersih hati, jernih muka, memberi kebajikan, menyingkirkan kejahatan, fakir, memelihara kehormatan para Syaikh, bergaul dengan baik antar sesama ikhwan, memberi nasihat kepada orang kecil dan orang besar, meninggal- kan permusuhan, dan memberikan bantuan dalam masalah agama dan dunia. Dalam menyikapi bencana dan cobaan, bagi seorang pemula harus memiliki keyakinan penuh kepada Allah akan hikmah dan manfaat spiritual dari musibah yang dialaminya. Harus diyakinkan pula bahwa dalam setiap pribadi selalu terdapat berbagai macam kesalahan, dosa dan noda yang semuanya akan menjauhkan manusia dari Allah, kecuali jika manusia bersih dari noda-noda tersebut. Oleh karena itu, Allah terkadang menjadikan bencana, musibah buruk dan berbagai cobaan untuk menjadi katalisator pembersih bagi semua noda yang ada. Selain sebagai pembersih, maka cobaan, bencana dan musibah buruk adalah menjadi penukar untuk men- dapatkan hal yang lebih baik. Ringkasnya, menurut Syaikh al-Jailani, “demam sehari itu dapat menyapt bersth dosa setahun.” Menurut Syakh al-Jailani, inti dari perjalanan spiritual serta makrifatullah dan hagigatullah adalah terletak pada sopan santun seseorang terhadap Allah. Sedangkan aplikasi sopan santun serta adab makrifatullah tersebut, oleh Syaikh dijelaskan dalam bentuk beberapa tahap sikap dan perilaku ruhani sebagai berikut (Futuh al-Ghaib, majlis no. 18): a) Jika kamu masih mendapatkan dirimu masih ada (merasa eksis), maka hapuskanlah keadaanmu itu. Syaikh mengutip firman Allah QS. al-Bagarah: 216, di mana seseorang kadang untuk menjalankan perintah Allah ada perasaan tidak suka dan benci. Namun perasaan individu kita sebagai manusia tersebut harus dihapus dan dikalahkan demi memenuhi perintah dan tuntutan 43 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 3 Kitab-kitab Manaqib Syalkh ‘Abdul Qadir al-Jailani dan Tradisi Pembacaan Manaqib pada Masyarakat Muslim Indonesia A. Makna dan Arti Managib Seiring dengan popularitas Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani pada masyarakat muslim Jawa beserta keajaiban yang disandang- kan kepadanya, maka dalam tradisi sebagian masyarakat muslim di Indonesia terdapat praktik ritual pembacaan kitab-kitab managib Syaikh ‘Abdul Qadiral-Jailani. Acara tersebut sering disebut seba- gai” manakiban”, ” Dulkadiran”, ” tawajuhan Syaikh ‘Abdul Qadir”, dan sebagainya. Yang menjadi inti dari acara tersebut adalah men- jadikan pembacaan kitab-kitab managib tertentu sebagai sarana dan wasilah mengambil berkah (tabarruk) dari Allah. Kata managib berasal dari bahasa Arab berdasar lafaz nagaba, nagabu, nagban yang memiliki makna menyelidiki, melubangi, meme- riksa, membahas dan menggali (al-Marbawi, Qamuus Idris al-Marba- wi, tt.: 338). Jika diartikan secara umum hal ini bermakna adanya unsur riset, penggalian informasi dan penyelidikan tentang sesu- atu yang pada awalnya masih samar-samar. Sedangkan managib merupakan bentuk jamak dari lafaz mangiban yang merupakan 47 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Gb. Syaikh “Abdul Qadir al-Jailani dengan pakaian kesuflannya Selain faktor konteks sufisme yang membuat managiban po- pular pada masyarakat muslim Indonesia, popularitas managib, dan juga maulid tidak terlepas dari perwatakan umum masyarakat In- donesia. Dalam hal ini popularitas pembacaan kitab-kitab managib dan maulid didukung oleh karakter masyarakat Indonesia yang oleh para antropolog dikenal sebagai “masyarakat festival”, di mana Alwi Shihab menyebutnya sebagai masyarakat yang “doyan” upacara-upacara ritual keagamaan (Alwi Shihab, 2002:42). Kebiasaan pelakSanaan ritual managiban, di Indonesia sering disandarkan kepada kelompok Islam tradisionalis. Zamakhsyari Dhofier menyebutkan bahwa Islam tradisional adalah Islam yang masih terikat kuat dengan pikiran-pikiran para ulama ahli fiqih, hadis, tafsir, tauhid, dan tasawuf yang hidup antara abad ke-7 sam- pai dengan abad ke-15 (Dhofier, 1982:1). Ini tidak jauh dari fakta bahwa umumnya, kelompok muslim pencinta manaqib dan maulid adalah kelompok Sunni, di mana sebagian besar ortodoksinya meng- acu pada ulama-ulama abad-abad ke-8 hingga ke-15, tak terkecuali kitab-kitab karya Syaikh ‘Abd al-Qadir al-jailani dan kitab-kitab sufi tarekat, yang disusul dengan kemunculan berbagai kitab mana- gib para tokoh sufi tersebut. Suatu hal yang cukup memberikan angin lebih luas bagi penyebaran managib adalah, pada rentang waktu yang 51 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. sama’, sang salik atau pecinta dapat mengalami kemabukan ini. Hal ini menjadi anugerah Allah kepada pecinta-Nya (Ama- tullah Armstrong, 1998: 313). d. Kecenderungan masyarakat (tradisional) pada tradisi mistik, di mana nilai-nilai tentang syafaat, tawassul, tabarruk, dan tabarruj sangat lekat dengan corak keberagamaan. C. Motif Penulisan Kitab-kitab Managib Kitab managib tentang Syaikh‘ Abd al-Qadir al-Jailani yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah karya tulis Syaikh Ja’far bin Hasan bin ‘Abd al-Karim bin Muhammad al-Barzanji al-Kurdi (1103-1180/ 1690-1766). Sebagaimana para perullis kitab- kitab maulid, para penulis kitab managib, termasuk al-Barzanji me- rupakan tokoh dan pengamal sufi (salik). Sehingga hasil karya me- reka lebih tepat jika dikelompokkan sebagai karya sastra sufi, yang kalau di dalam tradisi Islam-Jawa lebih menyerupai kitab serat dan suluk. Perbedaannya jika dalam kitab-kitab maulid dan managib hanya aspek-aspek keterpujian dan kemakrifatan sufistik yang ditonjolkan, sementara dalam karya suluk dan serat Islam-Jawa tidak terbatas pada hal-hal utama tersebut. Corak sufistik dari kitab managib, sebagaimana kitab-kitab maulid akan nampak pada paparan penulis di bawah ini. Dalam hal ini akan penulis tekankan pada kitab Maulid al-Diba‘i, al-Bar- zanji, dan managib al-Jailani. Kitab Maulid al-Diba’t termasuk salah satu jenis kitab al- maulid, atau kitab yang ditulis knusus untuk memuliakan Nabi Muhammad saw., yang biasanya dibacakan pada acara-acara per- ingatan dan perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad saw., tanggal 12 Rabi’ al-Awal. Sehingga ia memang disusun untuk dipersem- bahkan kepada Nabi Muhammad saw., lebih tepatnya lagi, disu- guhkan untuk acara-acara perayaan Maulid Nabi yang pada saat penulisnya hidup, yakni pada abad ke-15 M mulai marak dilaksa- nakan oleh masyarakat Islam (Nico Kaptein, 1994: 147-159). Sehingga 55 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang dipandang oleh para peneliti merupakan kitab Maulid yang pertama disusun (Trimingham, The Sufi Orders, hlm. 207). Tentang nama Syaikh al-Diba’i, terdapat beberapa informasi. Dalam kitab-kitab Majmu'maulid terdapat tambahan nama “Jalil” sebelum ‘Abd al-Rahman. Sedangkan Carl Brockelmann menye- butkan nama Abu ‘Ali ‘Abd al-Rahman bin Ali bin Muhammad. bin ‘Umar bin ‘Ali bin Yusuf Wajih al-Din al-Syaibani al-Zabidi al- Daiba’ (866-944/1461-1537). Brockelmann juga menginformasikan asal sang syeikh dari Zabid. Salah satu karyanya adalah al-Maulid al-Syarif (di Indonesia terkenal dengan Syarf al-Anam) yang terdiri dari puisi dan prosa lirik dengan pengantar qashidah keagamaan (Brockelmann, Geschichte der Arabischen Litteratur, 1938-42: 11, 400- 401; Supplemen II, hlm. 549). Sementara kitab Maulid al-Barzanji (di mana masyarakat meng- gunakan sebutan ini untuk menyebut secara umum kitab-kitab mau- lud dan acara mauludan yang membaca kitab al-maulud) disusun oleh Ja’far bin Hasan bin’ Abd al-Karim bin Muhammad al-Barzanji al-Kurdi (1103-1180/ 1690-1766), mufti Syafi’i Madinah, dan khatib Masjid Nabawi di Madinah, di mana seluruh hidupnya dipersem- bahkan untuk kota suci nabi ini (Azra, 1998:101). Karya tulisnya tentang maulid ada dua, yaitu yang dikenal di Indonesia dengan Maulid al-Barzanji Natsr dalam bentuk prosa-lirik, dan maulid al- Barzanji Nadzam dalam bentuk puisi. Adapun tentang biografi tokoh al-Barzanji ini, sudah banyak dikemukakan para peneliti, sebagai tokoh sufi dari all al-sunnah wa al-jama‘ah yang saleh dan ‘alim (al- Muradi, Silk al-Durar, Il: 9; Al-Baghdadi, Hadiyyat Al-‘Arifin, I: 255. Tentang sejarah keluarga Al-Barzanji, C.J. Edmonds, 1957: 68-79). Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia disebutkan bahwa judul kitab maulid karya al-Barzanji adalah Qishshat al-Maulid al-Nabawi (Ensiklopedi Islam Indonesia, 169), sedangkan menurut Azyumardi Azra dan Martin van Bruinessen berjudul al-‘Iqd al-Jmvahir (Bruines- sen, Kitab Kuning, him. 97). Tetapi tidak dijelaskan untuk yang mana 59 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. kaum Kristen-Eropa, yang ditandai dengan pelayaran Vasco da Gama pada tahun 1498 sampai ke India. Kekalahan sektor politik ini, akhirnya berimbas juga pada ke- kalahan penyebaran budaya, di mana kebudayaan Barat menjadi hegemoni baru di dunia muslim. Dalam kondisi seperti ini, umat Islam memerlukan semangat kejuangan tinggi yang bersumber pada ghirah jihad Rasulullah dan para pahlawan Islam periode se- belumnya. Dengan pemikiran dasar untuk membangkitkan ke- cintaan kembali pada Rasulullah dan para auliya, serta harapan untuk meneruskan perjuangannya ini, maka muncullah karya-karya mengenai pribadi Rasulullah dan ketokohan para wali sufi, yang mengiringi kebudayaan maulidan dan managib-an yang lebih dulu ada, sehingga akhirnya juga disebut sebagai karya-karya maulid dan managib, sebab tulisan-tulisan sastra sufistik itu, kemudian di- jadikan bacaan pokok saat acara maulid dan acara haul auliya di- gelar. Salah satu tujuan penulisan kitab-kitab maulid dan managib nampaknya adalah untuk membangkitkan kembali kenangan akan kehidupan Nabi dan kepribadian para auliya, sehingga bisa menda- tangkan ruh jihad pada kaum muslim. D. Ritual Manaqib-an al-Jailani di Indonesia Managib-an menjadi salah satu acara yang paling penting, ter- utama bagi para penganut aliran tarekat Qadiriyyah. Ia menjadi bagian ritual dari tarekat ini, demikian pula dalam tarekat Qadi- riyyah wa Nagsyabadiyah, di mana ritual Qadiriyyah tetap lebih dominan. Managib-an bulanan dan tahunan menjadi tradisi pokok, yang dilaksanakan di rumah kediaman para mursyid tarekat, dan dihadiri oleh segenap murid pengikut tarekat tersebut. Pembacaan managib al-Jailani setiap tahun dilaksanakan setiap tanggal 11 Rabi al-Tsani, tanggal wafatnya Syaikh ‘Abdul Qadir ~~ al-Jailani. Sedangkan secara bulanan dilaksanakan setiap tanggal 4;dalam bulan-bulan hijriyah. Dalam hal ini, mursyid selalu dikun- jue oleh para muridnya, bahkan yang dari jauh sekalipun, terma- sui Mereka yang dekat sehingga setiap satu minggu sekali pasti 63 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Pada kenyataannya, secara umum pembacaan kitab managib di masyarakat memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut (Saifulloh al- Azis, Terjemah Managib, 12-16): a. Untuk bertawasul dengan melalui Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jai- lani dengan harapan agar permohonannya dapat dikabulkan oleh Allah, dan dilakukan atas dasar keimanan kepada Allah, di mana Allah sangat mengasihi para hamba-Nya yang saleh, termasuk para auliya. b. Untuk melaksanakan nazar karena Allah. Sehingga dalam ber- bagai upacara ritual yang berhubungan dengan kelahiran, khi- tanan, pernikahan, dan peringatan kematian, kitab managib ter- masuk bacaan pokok. c. Untuk mendapatkan berkah dan karamah dari Syakh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Hal ini kemudian dinisbahkan pada riwayat pengambilan keringat Rasulullah oleh Ummu Sulaim untuk men- dapatkan keberkahannya. d. Untuk mencintai, menghormati, dan memuliakan para auliya, shalihin, dan syuhada. e. Sebagai perwujudan pemuliaan dan kecintaan terhadap dzu- riyah Rasulullah. Sehingga ritual pembacaan kitab managib Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani menjadi hal yang banyak diminati masyarakat, karena al-Jailani memang dikenal sebagai s/ilthan al-auliya’, tokoh sufi dan pemimpin tarekat yang besar, sekaligus merupakan keturunan Ra- sulullah, baik dari nasab ayahnya maupun ibunya (Saifulloh al- Azis, Terjemah Managib, 16-17). Pembacaan kitab managib dilaksanakan dalam suasana yang dikondisikan secara khusus, terutama pada hari-haridan momen- tum yang dipilih. Misalnya sebagai wirid rutin, dipilihlah malam Senin yang dipercaya sebagai hari kelahiran Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, sekaligus malam hari kelahiran Rasulullah, atau malam Jumat sebagai hari agung umat Islam. Demikian pula, pembacaan dilaksanakan setiap tanggal 11 pada bulan-bulan Hijriyah, yakni tanggal kelahiran al-jailani, dan setiap acara haul (peringatan hari 67 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bagian Kedua: Tujuh Jalan Pengetahuan Syaikh al-Jailani, Gerbang Makrifatullah aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Hamka menyebutkan bahwa tasawuf adalah membersih- kan jiwa dari pengaruh benda atau alam, supaya dia mudah menuju kepada Tuhan. Carl W. Ernest (2003: 2-3) mendefinisikan sufisme dalam be- berapa pengertian dengan mengutip catatan dari Qusyayri. Sufisme adalah pintu masuk menuju perilaku teladan dan pintu keluar dari perilaku yang tidak semestinya; sufisme berarti Tuhan membuat- mu mati dalam dirimu sendiri dan membuatmu hidup dalam diri- Nya; sufisme yang ikhlas adalah dia (seseorang) merasa miskin ketika memiliki kekayaan, lemah ketika memiliki kekuasaan, dan tersembunyi ketika memiliki kebenaran; sufisme berarti Anda ti- dak memilikiapa pun dan juga dimiliki oleh apa pur; sufisme berarti meraih realitas-realitas spiritual dan berhenti dari usaha-usaha untuk memperoleh segala yang dimiliki seorang makhluk; sufisme berarti mengetuk pintu sang Kekasih, meskipun Dia sedang mema- lingkanmu; sufisme adalah keadaan di mana kondisi-kondisi ke- manusiaan hilang; sufisme adalah kekuatan yang menyala-nyala, yang bersinar terang. Adapun menurut Syaikh al-Jailani, tasawuf diambil dari kata “al-shafa” yang bermakna suci. Hati disucikan dengan makanan yang halal, dengan bermakrifat secara sungguh-sungguh dan be- nar kepada Allah. Seorang sufi yang benar di dalam tasawufnya akan mensucikan hatinya dari segala sesuatu selain Allah, sang mu- lanya. Hal seperti itu tidak datang dengan menjelekkan baju, me- nguningkan wajah, serta memadukan bahu dan getaran lisan de- ngan hikayat orang-orang saleh dan menggerakan jari jemari de- ngan tasbih dan tahlil. Akan tetapi akan datang dengan kejujur- annya dalam mengharap Allah, dengan zuhudnya terhadap dunia, dengan mengeluarkan makhluk dari dalam hati, dandenganmengo- songkan diri dari segala sesuatu selain dari Allah (al-Fath al-Rabba- ny, him. 90). Dari pernyataan itu, nampak Syaikh memberikan kritik terha- dap para sufi ~yang waktu itu memang demikian keadaannya- yang mengutamakan penampilan dengan berpakaian jelek untuk 83 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang telah digariskan oleh Allah dalam kitab-Nya dan Rasul-Nya dalam sunahnya. Sehingga dengan demikian ia menjadi “shufi”, yakni orang yang hatinya dibersihkan oleh Allah, atau sebagai orang yang sudah bersih hatinya dari segala sifat tercela dan menjalan- kan ketaatan kepada Allah, tanpa peduli pandangan orang lain ter- hadapnya karena ketaatannya. Dan pembersihan diri itu adalah secara lahir batin dalam ikatan kitab dan sunah (al-Giunyah li Tha- libi Tharig al-Hagq, 11, him. 160). Selain itu, seorang yang menempuh laku sufi hendaknya berada dalam bimbingan guru yang mumpuni, yang mampu mem- bimbing laku dzahiriyyah dan batiniyyah. “ Engkau semestinya mem- punyai seorang guru (syaikh) yang bijak, yang mengamalkan hukum- hukum Allah. Dialah yang akan menunjuki, mengajari, dan mena- sihatimu.” Demikian kata al-Jailani (al-Fath al-Rabbany, him. 81). AL -Jailani sendiri menegaskan bahwa cara menentukan tasawuf yang benar adalah dengan dua macam cara lahiriahnya dan batin- nya (Sirr al-Asrar, hlm. 197). Dan sebagai pemandunya (sebagai mursyid) adalah melalui orang yang sudah dianugerahi Allah dalam tiga hal: (1) ilmunya ulama, (2) politiknya pemimpin negara, dan (3) hikmahnya para ahli hukum (al-Barzanji, Lujayn al-Daniy, hlm. 23). D. Model Guru Sufi Prototype sebagai seorang sufi dan syaikh yang diberikan al-Jailani adalah sosok Imam Sufyanal-Tsauri. Tokoh ini menda- patkan tempat khusus bagial-Jailani karena mencerminkanseorang sufi yang ideal. Menurut al-Jailani, “Sesungguhnya dia adalah se- orang yang fagih, zuhud, wara’, dan senantiasa mempelajari ilmu serta mengamalkannya. Dia memberikan hak pada ilmu dengan amal dan memberi hak amal dengan ikilas, dia memberi Allah ke- ridhaannya dengan senantiasa menjadikan-Nya sebagai tujuan. Dia memberikan Nabi saw. keridhaannya dengan mengikutinya.” (Al-Fath al-Rabbany, him. 91). Syaikh al-Jailani juga menandaskan bahwa seorang guru sufi adalah seorang manusia sempurna yang telah memiliki iimu 94 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Pedoman orang yang menjadi guru ada delapan: Kasih kepada kepada murid, dianggap anak-cucu sendiri. Telaten mengajar, tanpa rasa kikuk. Tanpa pamrih, tidak mengharapkan apa-apa. Tajam perasaan, dapat menangkap gelagat murid. Tidak mengambil apa pun, sehingga tidak menimbulkan pra- sangka dari murid. 6. Tidak menolak pertanyaan. 7. Tidak menahan kecakapan. 8. Tidak mencari pujian, tidak menyombongkan kepandaian. Keutamaan orang yang menjadi guru ada delapan: 1. Baik keadaan tubuhnya, tidak bercacat. Halus kata-katanya, tidak sering berkata kotor, dan tidak suka bersumpah. Sopan tingkah-lakunya. Teguh pendiriannya. wR eno Nn Baik pengorbanannya. Tajam pemikirannya, Baik rasa pengabdiannya. Tidak punya kesenangan khusus. OND Sw E. Intisari Tasawuf dan Hubungan Sufi dengan Allah Seluruh ajaran tasawuf, termasuk pula yang mencakup sega- la magamat dan almoai, bagi al-Jailani, semuanya tersimpul dalam satu kata “tashawwuf" itu sendiri, sebagaimana secara ringkas sudah disinggung di atas. Sehingga untuk menjadi seorang sufi, seseorang harus menempuh dan mengalami empat situasi dan kondisi kesufian. Pertama adalah taubat yang terdapat dalam simbol huruf “t”, penyesalan. Ini merupakan langkah pertama dan utama bagi penem- puh jalan kesufian. Taubat meniscayakan adanya langkah ganda. Langkah lahiriyah yang terdapat dalam kata-kata dan perbuat- an dan perasaan: memelihara hidup manusia bebas dari dosa dan dari pekerjaan salah, serta cenderung kepada ketaatan; meng- 98 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Dari analisis dan penafsirannya terhadap kata “ tashawwuf" itulah al-Jailani mendasarkan keseluruhan bangunan ajaran kesu- fiannya, termasuk yang terdapat dalam kitab berbagai kitab yang ditulisnya. Adapun ajaran makrifatullah yang dikaji dalam buku ini bersumber utama dari empat kitab karya otentik Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, yaitu: (1) al-Fath al-Rabbany ‘ala al-Faidh al-Rahma- ny; (2) Futuh al-Ghaib; (3) Sirr al-Asrar fi ma Yahtajn layhi al-Arbar; dan (4) al-Ghunyah li Thalibi Tharigi al-Hagq. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang berkaitan dengan doktrin tersebut dapat dilihat dalam Mu- hammad Nafis al-Banjari, Durr al-Nafis, 1928, hlm. 21-22). Sehingga di sini terdapat tiga lapisan; lapisan pertama yang merupakan inti dan pusat kecintaan, yakni Allah; pada lapis kedua terdapat Nur Muhammad dengan personnya Nabi Muhammad, yang terdapat dalam kitab maulid. Person ini sekaligus sebagai simbol insan kamil dalam kecintaan, kedekatan, dan pengalaman keagamaan bersama Allah; lalu pada lapis ketiga adalah alam dan manusia, di mana untuk sampai kepada inti yang dicintai, secara dok- trin maupun spiritual, melalui kecintaan terhadap Nabi sebagai pusat penciptaan, Keterhubungan antara tasawuf dan kitab maulid melalui doktrin cinta ini nanti juga menjadi salah satu pokok tradisi keagama- an kaum sufi. . Dalam kaitan bahwa Nabi Muhammad hakikatnya bukan sosok historisnya yang harus dirujuk, maka asma Muhammad bu- kanlah nama asal dari Rasulullah yang agung ini. Muhammad ada- lah nama dunianya, di mana nama aslinya sejak kecil adalah “ Ah- mad”, sosok yang penuh dengan keterpujian. Sementara secara spiritual, dan dalam posisinya terhadap Allah, Rasulullah menge- mukakan tentang dirinya sendiri bahwa “ana Ahmadun bi-ia mim”, aku adalah Ahmad tanpa huruf mim. Artinya adalah bahwa dirinya tidak lain penyandang nama“ Ahad”. Dia adalah pengejawantahan dari Yang Esa. Inilah yang juga disebut sebagai Ruth al-Quds, Ruh Suci untuk meneruskan penzahiran yang paling sempurna dalam peringkat alam Lahut (Nafis al-Banjari, Durr al-Nafis, 1928, hlm. 27). Di sinilah rahasia dari menyatunya syahadat rasul ke dalam syahadat tauhid, dan inilah jawaban mengapa sejak Adam meng- huni surga, di gerbangnya sudah terdapat tulisan syahadat rasul ini, Ya, Nur Muhammad selalu menyertai ruh dari semua jiwa yang akan dan pernah ada di alam semesta ini. Ini pula kunci rahasia me- ngapa semua Nabi yang pernah ada memohon kepada Allah agar dijadikan sebagai umat Muhammad saw. (Sirr al-Asrar: 121). Nur Muhammad dalam sufisme Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani disebut juga dengan sebutan Ruh Muhammad, yang diciptakan 106 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Setelah ruh mengalami badanisasi itulah ia mulai kehilangan Nur, dan lupa akan asal serta perjanjian azalinya dengan Allah. Namun Allah juga tetap memberikannya bekal untuk kembali, da- Jam bentuk mata hati, atau bashirah yang menjadi gerbang bagi gerak bebas al-ruh al-idhoafi sebagai mursyid setiap jiwa. Hanya saja, bashirah ini akan berfungsi optimal kalau seseorang selalu ber- ada dalam tagarrub-nya kepada Allah. Dengan hashirah-nya inilah ia akan sanggup untuk menembus kabut alam gaib, dan menyingkap- kan segala hijab-hijab yang menjadi penghalangnya untuk kembali kepada Allah. Orang yang telah dapat mengfungsikan bashirah- nya, dan mendayagunakan Rush al-Muhammad-nya sebagai lokus perjalanan spiritual, maka ia akan sanggup menembus semesta, karena letak Nur Muhammad itu sendiri berada di atas langit ke tujuh, berada dalam ‘Arasy-Nya yang menyatu-sanding dengan Allah sendiri, la akan dapat kembali terserap dalam kesatuan Nur Esensial. Sehingga ia dapat melihat apa yang belum pernah dilihat, dan mengatasi semua penglihatan dan benda yang dapat dilihat (Martin Lings, 2001: 20-21) Menurut al-Jailani, hal yang perlu dilakukan orang awam untuk membuka bashirah-nya adalah juga dengan mencari orang yang bashiral-nya sudah terbuka dan sudah didayagunakan seca- ra optimal. Hanya melalui orang yang mata hatinya sudah difungsi- kan secara semestinya, orang awam dapat memasuki dunia sufisme, serta menunggu gilirannya untuk terbukanya pintu bashirah kepada Allah. Karena hanya dengan terbukanya bashirah inilah, maka ia dapat menjalanifungsi utamanya diciptakan di dunia, yakni untuk bermakrifatullah. Yang harus diingat adalah bahwa posisi Ruhal-Muhammadiyah ini hanya dapat bertahan dan berfungsi pada pribadi Rasul, nabi, auliya, dan kekasih-kekasih-Nya. Maka sebenarnya tidak ada pilihan lain bagi diri kita masing-masing, kecuali hanya dengan berusaha semaksimal mungkin agar dapat menjadi hamba dan kekasih Allah. Syarat untuk itu, tidak lain adalah al-istigamah fi al-‘ibadah. ‘Ali al-Jurjani menyatakan, “Jadikanlah dirimu selalu menuntut al-istigamah (konsisten) dalam melaksanakan ibadah kepada Allah, karena nafsu yang ada dalam dirimu selalu menginginkan hal-hal yang aneh (kharig al-‘adah), sedangkan Allah menginginkan darimu konsistensi.” (al-Qahthani, him. 235). Tentu sempat muncul pertanyaan, mengapa ruh suci tersebut dikirim ke dunia yang fana’ ini? la dihantarkan ke tempat yang paling rendah agar ia mencari jalan kembali ke asalnya, yaitu “ber- padu dan berdampingan” dengan Allah, seperti ketika ia berada dalam pakaian daging, darah, dan tulang itu. Melalui hati yang ada di dalam badan wadagnya, ia dapat selalu menanam, memelihara dan memupuk benih kesatuan dan keesaan, dan berusaha menyu- burkan rasa “berpadu” dan “berdampingan” dengan Allah. Demi- kian menurut Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani (Rahasia Sufi, him. 28). Inilah hakikat ‘ruh suci’. Adapun ganjaran bagi ruh suci, menurut al-Jailani, adalah melihat makhluk yang pertama dilahirkan. Ketika itu, ia akan me- lihat keindahan Allah. Kepadanya diperlihatkan rahasia [ahiah. Penglihatan dan pendengarannya menjadi satu, tidak ada perban- dingan; tidak ada persamaan dengan sesuatu apapun, Dilihatnya kesatuan Jalal (kegagahan, kemurkaan) dengan sifat jamal (kein- dahan, kecantikan) Allah. Sifat jalal dan jamal menjadi satu dalam pandangannya (Rahasia Sufi, him. 37). Inilah kunci kearifan dirinya sebagai buah dari makrifat dan hakikat yang telah disaksikan dan dialami oleh ruh suci. la mendapat karunia kebeningan dan kesucian batin, berupa Shafa’ al-Asrar (rahasia-rahasia suci). 111 Bab 6 Pengetahuan tentang Soal Syariat dan Tarekat A. Tasawuf sebagai Bagian Syariat Pemahaman terhadap wacana agama tidak hanya dapat dila- kukan dengan melihatnya dari satu perspektif saja. Dan hal ini terutama berlaku bagi agama yang disebut dengan “Islam”. Agama Islam ini harus dikaji, ditelaah, dan dicoba untuk dipahami, dan akhirnya untuk dicari kebenarannya dengan tiga perspektif: filo- sofis, sosio-historis dan spiritual-mistikal. Tentu saja ini sejalan dengan trilogi agama sepanjang zaman ini yang berupa wacana iman (lingkup filosofis), Islam (lingkup sosio-historis), dan ihsan (lingkup spiritual). Karena hanya dengan memadukan tiga sudut pandang itu- lah, maka akan dapat dipahami orisinalitas dan otentisitas Islam sebagai agama universal yang berlaku sepanjang zaman, atau dengan kata lain Islam adalah titik balik dari perenialisme agama-agama. Bahkan dalam sejarah perkembangan Islam secara menyeluruh, tasawuflah yang paling banyak merebut perhatian dan hati masyara- kat, seperti dipertegas oleh Gibb, “Gerakan keagamaan yang populer dalam Islam sangat berkaitan dengan para zahid dan sufi.” (H.A.R. Gibb, Mohammadanism, him, 87). 112 Kata “Islam” itu sendiri diyakini tidak saja hanya sebagai bermakna keselamatan, kesejahteraan, kedamaian dan unsur sosio- logis atau psikologis kemanusiaan yang lain, namun justru letak rahasia terbesar agama terakhir diberi nama “Islam”, sebab kata al-Islam secara generik memiliki makna “berpasrah diri dengan ketundukan total dan mutlak kepada Allah.” Dari makna “berpasrah diri secara total” itulah kemudian muncul perangkat-perangkat untuk mengaktualisasikan dan me- mahami trilogi keagamaan di atas. Iman memunculkan cabang ilmu tauhid (ilmu kalam, ushuluddin); sam memunculkan ilmu figih beserta 1siii/-nya; dan ihsan memunculkan ilmu tasawuf be- serta cabang-cabangnya. Tentu saja ilmu-ilmu itu semua “hanya” merupakan metode atau media untuk berpasrah diri itu tadi, sehing- ga seseorang berharap akan sampai kepada tujuan sejati dari hi- dupnya; kembali kepada Allah dengan penuh ridha-Nya. Raudhah Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani sebelum invasi (terkena bom) pasukan AS tahun 2003. Di tempat inilah dulunya Madrasah atau Universitas ‘Abd al-Qadir berada. Maka, membicarakan sufi dan tasawuf tidak boleh lain kecu- ali sedang membicarakan orang yang lebih mementingkan keber- sihan batin dan kesucian jiwa, lebih mengutamakan laku untuk 113 mendekatkan diri kepada Allah (tagarrub) danagar lebih bisa untuk sampai kepada Sang Khaliq sebagai tempat kembalinya, yang tentu saja tetap berpegang kepada al-Qur’an dan sunah Nabi. Tentang masalah ini Syaikh al-Jailani menegaskan: “Tkutilah Rasulullah, dan jangan menyimpang, taatlah dan ja- ngan menyeleweng, jadilah satu jangan terpecah-belah. ... Asas kebaikan (kunci kebajikan) itu adalah mengikuti sunah Nabi saw. dalam segala bentuk ucapan dan perbuatan. Dan untuk orang mukmin yang cerdas, hendaklah mengikuti perintah dan ajaran Rasulullah tanpa menyimpang (membuat bid’ah), dan tanpa melewati batas aplikasi, tanpa mengurangi sifat-sifatnya, tanpa menyimpang, mengubah dan tidak merusak (garis suluk yang sudah ditentukan Allah dan Rasulullah).” (Fittuh al-Ghaib, I, 10) Sehingga seluruh dimensi hidupnya dipenuhi dengan kondisi dan keadaan jiwa yang selalu berzikir; sejak dari lisan, anggota tubuh, peredaran darah, fikiran (akal, rasio, logis), dan perasaan (hati dan keseluruhan aspek kejiwaan). Inilah yang membuat hidup seseorang selalu istiqamah, stabil yang terus meningkat. Demikian pula dalam hal perilaku hidup dan kehidupannya, memancarkan sinar (aura) dari segi kemurnian batinnya yang ber- sih itu. Mereka tiada pernah putus dalam pencarian dan proses pendekatan terhadap Allah itu, sebelum betul-betul nampak dan yakin bahwa dia telah dikabulkan, dan telah sampai kepada Allah. Sehingga inti dari keseluruhan wacana bertasawuf itu terletak pada satu untaian kalimat sebagai motto para sufi; eh ue @ or teow co plies Bs, y So pale il ef! oil Aye Oe ee ae é “Allahumma llahiy, anta magshudty, wa-ridlaa-Ka mathtubiy, a’ti- niy mahabbata-Ka wa ma'rifat-Ka.” Dengan tasawuf itulah rasa kasih dan sayang akan selalu ber- semai. Sebab tasawuf merupakan elemen yang tidak meng-"anak- 14 tiri”-kan sukma. Padahal sukma, di mana ruh murnibersemayam mengendalikan tubuh, adalah motor bagi jiwa dan raga seseorang. Jika sukma telah dibutakan oleh keduniaan, dan telah tunduk ke dalam hawa nafsu, maka gélaplah keseluruhan hidup dan kehidup- an seseorang. Jadilah ia orang yang zalim, tidak bisa lagi cahaya hatinya melihat kebenaran cahaya akhirat dengan Nur Allah. Untuk mewujudkan semua itu, maka keseimbangan syariat dan tarekat (mencakup pula hagiqat dan ma’rifat) dalam ilmu tasawuf menjadi persoalan yang banyak diperdebatkan di antara para peng- kaji tasawuf. Sebagian ahli -dan ini yang populer- tokoh yang paling berhasil menyatukan antara segi syariat dan tarekat (figih dan tasawuf) adalah Imam al-Ghazali, sehingga disebut sebagai hujjat al-islam. Namun sebagian ulama lain menganggap, justru yang pa- ling berhasil mendamaikan keduanya adalah Abu Manshur al-Hallaj, murid Hasanal-Junaid al-Baghdadi, dari mana al-Ghazali mengin- duk konsep-konsep tasawufnya (Mason, 1995: 80-82). B. Pandangan al-Jailani atas Syariat dan Tarekat Al-Jailani dalam masalah ini juga mengikuti alur pemikiran ketiga tokoh besar tasawuf tersebut, yakni menjaga keseimbang- an antara syariat dan tarekat. Bedanya, al-Jailani mengkompro- mikan paham dengan penyampaian secara harmonis. Dari sudut keyakinan sufistik serta pemahaman spiritualitas keagamaan, al- Jailani memiliki doktrin sama denganal-Hallaj (Gunadi & M. Shoel- hi: 108-109; Ibrahim Gazur Iahi, 1993: 87-91), namun dalam konsep penyebaran doktrin sufinya, secara metodologis menempuh jalur al-Junaid dan al-Ghazali. Hanya saja, bila al-Ghazali membedakan penyampaianajaran sufiantara kelompok ‘avam dengan khawas (Na- sution, 1973: 46), maka al-Jailani mengemas ajaran sufi kepada se- mua golongan. Kesamaan doktrin pengalaman sufistik antara al-Jailani de- nganal-Hallaj nampak dalam pengakuanal-Jailani sendiri dalam beberapa kesempatan. Al-Jailani sering mengidentikkan pengli- hatannya sebagai penglihatan Allah, yang mengetahui lahir dan W15 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar, serta pula selalu menjaga hukum-fikum Allah, Dan gembirakantah hati orang-orang mukmin itu.” Jadiayat ini mengisyaratkan tentang prinsip pokok bertasa- wuf, sekaligus menunjukkan sebagian dari maqamat tasawuf yang terpokok. Ayat tersebut juga mengindikasikan akan sinergi dari trilogi Islam, iman dan ihsan, sekaligus kesatuan holistis tauhid, fiqih dan tasawuf. Maka maksud terdalam dari tasawuf adalah tashfiyatul-qulub; membersihkan atau menggosok hati, sehingga bisa berganti dari pakaian yang penuh gebyar kemewahan, pakaian hayawaniyah, menjadi pakaian kesederhanaan, tawadlu’, penuh dengan rasa ke- Iahian. Sehingga akhirnya tasawuf adalah berarti kesucian jiwa yang mendatangkan peningkatan amal baik. Ini sejalandengan pernyataan al-Qusyairi yang mengartikan tasawuf sebagai kemur- nian, yakni orientasi hanya kepada Tuhan, clia tidak merosot kepa- da derajat umatmanusia pada umumnya, hingga kejadian-kejadian dunia tidaklah memengaruhinya (Al-Fath al-Rabbany, him. 304). Ini berarti seperti riwayat Ibn Qutaibah (dalam Uyun al- Akhbar) tentang ajaran Nabi -yang disebut Goldzihar berbau Aristo- talianisme—,“yang terbaik diantara kamu bukanlah yang mengabai- kan dunia akhirat demi dunia ini, tetapijuga bukan yang sebaliknya. Yang terbaik di antara kamu adalah dia yang percaya kepada ke- dua-duanya.” (Goldzihar, 1991: 118). Sehingga tasawuf tetap meniscayakan adanya al-hukmu al- dunya dalam bentuk syariat, serta jalan penempuhan rahasianya melalui tarekat, agar mendapatkan hakikat dan makrifat. Oleh karenanya Imam al-Qusyairi dalam al-Risalalnya mengemukakan, “Setiap syariat yang tidak diperkuat dengan hakekat tidak akan diterima, dan setiap hakikat yang tidak terkait dengan syariat tidak akan menghasilkan apa-apa.” Ki Ageng Ranggawarsita dalam Suluk SuksmaLelana-nya mem- beri ungkapan serupa; “Punapa yen wus kakekat/estu lajeng sarengatipun kawuri /yen saking pemanggih ulun/ tan wonten kang tinilar / jer muktamat 118 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang dinamakan ma’wa (surga kedamaian dan kesentosaan). Surga jenis ini memiliki ciri-ciri keduniawian (earthly paradise). Mereka yang berada pada jenis atau peringkat kedua dari ilmu, ruh, tajalli, dan akal, bertempat di surga yang lebih tinggi dari surga pertama, yang disebut sebagai surga dalam alam malaikat. Golongan manusia yang sampai pada peringkat ketiga dari berbagai aspek di atas adalah mereka yang menjadi penghuni surga firdaus, yaitu surga Asma‘ullaah (Nama-nama Allah) dansifaatullaah (sifat-sifat Allah). Mereka yang mencari dan memusatkan pandang- an kepada pahala Allah -walaupun mereka berada dalam surga- tidak akan melihat hakikat yang sebenarnya tentang diri mereka sendiri dan berbagai perkara yang terjadi di sekitar mereka. Mereka yang bijaksana, yang mencari hakikat, yang sampai ke derajat sufi yang hakiki, yang sangat memerlukan Allah dan bukan ghairullaah, mereka inilah golongan manusia yang mencurahkan hidupnya hanya untuk mencari Yang Haqgq (Allah) semata, tidak yang lainnya. Mereka akan-:memperoleh apa yang mereka cari. Dan mereka masuk ke alam atau peringkat hakekat, yaitu suatu peringkat yang paling dekat dengan Allah. Tentu saja mengenai konsepsi ini, hanya bisa dipahami bagi orang yang benar-benar menceburkan diri ke dalam alam kesufian. Ukuran-ukurannya bukanakal biasa atau jalur logika belaka, namun semua itu akan muncul dalam hati tuhani sebagai pengalaman spiritual. Orang itu harus menahan diri dari ego dan keinginan serta kecintaan berlebihan terhadap dunia. “Aku tidak akan dapat dirangkul oleh Langit dan bumi, tetapi dapat dirangkul oleh hati hamba-hamba-Ku yang beriman,” demikian pernya- taan Allah dalam sebuah hadis Qudsi, yang populer di kalangan kaum sufi. Hamba yang beriman adalah insan yang menyingkirkan apa dan siapa saja dari dalam hatinya, kecuali Allah. Apabila ia telah berbuat demikian, Allahakan menyinari hati yang bersih dan lapang itu dengan Nuurullaah (cahaya Allah). Syaikh Abu Yazid al-Bishthami pernah menyatakan kebesar- anhati yang seperti itu, dengan perkataannya, “Jika semua yang 122 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang tidak berhak terasa lebih ringan dan enak bagi Anda, maka ketahuilah bahwa Anda telah dikuasai sikap tabdzir (terlalu ber- lebihan), sehingga Anda harus kembali menahan harta itu. Oleh karena itu, senantiasalah memerhatikan diri Anda dan mengenal akhlak Anda dengan kemudahan dan kesulitannya dalam berbuat, sehingga keterikatan hati Anda kepada harta terputus lalu Anda tidak cenderung untuk mendermakannya, tidak pula mena- hannya, tetapi harta itu bagaikan air di sisi Anda. Anda dituntut untuk menahannya demi keperluan orang yang membutuhkan, dan Anda dituntut mendermakannya demi keperluan orang yang memerlukan. Anda tidak bersikap berat sebelah dalam hal itu. Se- tiap hati yang bersikap begitu akan kembali kepada Allah dengan keadaan selamat dari sifat bakhil khususnya, dan hubungan sama sekali dengan sesuatu yang berkaitan dengan dunia, sehingga jiwa meninggalkan dunia dalam keadaan putus ikatan dengannya, tidak menoleh lagi kepadanya, dan tidak pula merindukannya. Saat itulah jiwa kembali kepada Allah sebagai jiwa yang te- nang, dalam keadaan ridha dan diridhai Allah, masuk ke dalam rombongan hamba-hamba Allah yang dekat kepada-Nya, yaitu rombongan para Nabi, shiddiigiin, syuhadaa’ dan shalihiin yang me- rupakan teman terbaik. Karena sikap pertengahan yang hakiki antara dua sisi sangat rumit, bahkan lebih halus daripada rambut dan lebih tajam daripa- da pedang, maka sudah tentu orang yang dapat menjaga keseim- bangan di atas jalan yang lurus ini di dunia akan melaju tanpa ham- batan di atas shiraat (jalan) akhirat. Sedikit sekali hamba yang tidak menyimpang dari jalan yang lurus yaitu jalan tengah sehingga rata- tata cenderung kepada salah satu sisi dan hatinya terkait pada sisi yang dicenderunginya itu. Oleh karena itu, ia tidak selamat dari siksa tertentu dan pasti akan melintasi api sekalipun secepat kilat. Allah swt. berfirman, 126 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Ketiga, hendaknya ia memanfaatkan lisan para musuhnya un- tuk mengetahui aib-aib dirinya sendiri karena pandangan kebenci- an mengungkapkan segala keburukan. Mungkin seseorang dapat lebih banyak mengambil manfaat yang dapat diambil dari seorang teman yang selalu berbasa-basi, menyanjung, memuji dan menyem- bunyikan aib-aibnya. Hanya saja, tabiat manusia cenderung tidak memercayai musuh dan menilai pernyataannya bashirah (pengli- hatan dengan mata hati) selalu mengambil manfaat dari perkataan musuhnya karena keburukan-keburukannya pasti tersebar melalui omongan mereka. Keempat, hendaknya ia berinteraksi dengan masyarakat, lalu setiap hal yang dilihatnya tercela di tengah kehidupan masya- rakat hendaknya ia menuntut dirinya untuk mempertanggungja- wabkan hal itu dan menisbatkannya kepada dirinya. Sebabnya ada- lah karena seorang mukmin bagaikancermin bagi saudaranya yang mukmin, sehingga ia dapat melihat aib-aib dirinya sendiri mela- luiaib-aib orang lain. la mengetahui bahwa tabiat-tabiat masyara- kat tidak jauh berbeda dalam mengikuti hawa nafsu. Sifat yang ada pada salah seorang dari mereka juga ada pada orang lain, baik itu sifat sangat serupa, lebih kecil, atau lebih besar kadarnya. Hen- daknya ia memeriksa dan membersihkan dirinya dari setiap sifat yang dicelanya yang ada pada orang lain. Cukuplah hal ini sebagai pelajaran bagi Anda. Seandainya semua orang meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain, niscaya mereka tidak memerlu- kan lagi seorang pendidik. ° Dengan demikian maka jiwanya akan senantiasa menyesu- aikan diri dalam menjalani seluruh ketaatan dan dalam meninggal- kan seluruh kemaksiatan (Al-Fath al-Rabbany, hlm. 266). Akal sa- ngat berpengaruh dalam mengelola ketaatan, sementara hati akan berpengaruh pada upaya meninggalkan kemaksiatan. Untuk selan- jutnya, sebagai akibat, berdasarkan QS. 89; 29, maka jiwa layak men- dapatkan dua hasil sekaligus, ridha dan diridhai karena keburukan- nya hilang, dan ia tidak tergantung pada makhluk apapun. Ia ber- hasil keluar darijiwanya, dan tegak tanpa hawa nafsu. Dengan kon- 130 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. C. Kaitan Shalat Syariat dan Shalat Daim dalam Hati Al-Jailani mengatakan bahwa malu kepada Allah adalah ha- kikat, bukan kiasan. la merupakan bagian dari aktivitas hati setelah anggota badan suci dengan amal syariat. Danuntuk mengoptimal- kan potensi hati, maka ia harus dikeluarkan dari sebab-sebab dan kebergantungan kepada makhluk, sehingga ia akan mengarungi samudra tawakal, makrifat, dan pengetahuan tentang-Nya. Mening- galkan sebab dan mencari musabab. Dengan itu ia akan keda- tangan kelembutan dan kegembiraan dalam tagarub kepada-Nya (AL-Fath al-Rabbany, him. 8). Maka seseorang jangan sampai hanya menurutkan keinginan jiwa dan tabiat (yang berupa makan, minum, pakaian, pasangan hidup, rumah, harta benda dan lain-lain). Tetapi diharapkan memusatkan perhatian utama hanya kepada Tuhan dan apa yang ada disisi-Nya (Al-Fath al-Rabbany, hlm.8). Segenap perha- tian ini tentunya bukan hanya aktivitasjiwa, namun juga melibat- kan hati dan rasio. A/-Jailani menandaskan bahwa apabila hati didekatkan kepa- da Allah maka ia akan memperoleh cahaya langit, cahaya ilmu dan matahari pengetahuan. Lalu malaikat menerangi cahaya-cahaya tersebut. Sehingga dia akan selalu berada dalam penjagaan Allah (Al-Fath al-Rabbany, him. 256). Maka ada empat hal yang merupa- kan kunci kebaikan hati; pertama, penglihatan yang hati-hati terhadap makanan; kedua persediaan waktu untuk menaati Allah; ketiga, menjaga kehormatan; dan keenipat, meninggalkan hal-hal yang me- nyibukkan diri dari selain Allah (Al-Fath al-Rabbany, hlm. 261). Hati perlu dibersihkan karena hati manusia merupakan tem- pat berlakunya kehendak Allah, tempat penyimpanan ilmu dan ra- hasia-Nya, tempat penyimpanan qadar-Nya. Pada waktu batin ma- nusia berputar di tempat qadar, maka bertemulah ia dengan ilmu- ilmu dan rahasia-rahasia (Al-Fath al-Rabbany, him. 265). Dengan demikian maka jiwa akan mengalami ketenangan. Di sini nampak bahwa al-Jailani menegaskan kembali pendapatnya, bahwa ma- nusia (dengan penjagaanhatinya) merupakan prototype Allah di muka bumi, atau yang sering disebut sebagai khalifatullah, atau juga” ma- 134 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 2. Mereka mempelajari ilmu syariat dan menjaga anggota tubuh dari perbuatan maksiat, tetapi tidak memperhatikan sifat-sifat tercela yang ada di dalam hati, seperti sombong, dengki, riya, haus jabatan, ingin terkenal, mengharap orang lain mendapat musibah, dan lain-lain. Terkadang, mereka tidak menyadari bahwa itu merupakan sifa-sifat tercela, sehingga mereka harus berwaspada atas dirinya. Mereka menghiasi ketaatan hanya pada lahirnya, akan tetapi mereka melupakan batin (hati) mereka. Bukanlah Rasulullah saw. telah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepadarupa kalian dan juga harta kalian, akan tetapi Allah akan melihat hati dan perbuatan kalian.” Mereka menjaga anggota tubuh tapi mereka tidak menjaga hati, sedangkan tidak ada orang yang selamat di hadapan Allah kecuali orang yang memiliki hati yang bersih. 3. Mereka mengetahui bahwa penyakit-penyakit hati merupakan sifat tercela yang dimurkai oleh Allah, akan tetapi mereka ujub dengan mengira bahwa mereka memiliki kedudukan yang mu- lia di sisi Allah sehingga penyakit-penyakit hati itu tidak diha- ramkan atas mereka, melainkan atas orang-orang awam. Apa- bila tampak dari diri mereka kesombongan dan mencarijabatan, maka mereka berdalih, “ Ini bukanlah kesombongan, akan te- tapi daya upaya memuliakan agama Allah, mengagungkan ilmuagama, membela agama atau melawan kecongkakan orang- orang yang sesat.” Atau mereka berkata, “kalau aku memakai pakaian yang sederhana atau bergaul dengan orang-orang miskin, maka akan direndahkan oleh musuh-musuh Islam. Sesungguhnya dengan merendahkan diriku sama dengan me- rendahkan agama Islam.” Orang seperti ini tidak menyadari bahwa yang berada di be- lakang mereka dan yang membisikkan pemahaman seperti adalah syaitan. Apakah dia lupa bagaimana Rasulullah saw. membela agama Islam dan menghadapi musuh-musuhnya? Apakah mereka lupa bahwa para sahabat dalam menyebar- 141 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. “Tidak ada ibadah yang dikerjakan oleh orang-orang yang mendekat- kan diri kepada-Ku yang paling mulia daripada apa yang telah aku wajibkan.” (Bukhari) Orang seperti ini tidak merunut ibadah sesuai kadarnya, yaitu lebih mengutamakan shalat lima waktu daripada shalat- shalat sunah, lebih mengutamakan puasa Ramadhan daripada puasa-puasa sunah dan lain-lain. Terkadang seseorang berbeda dalam melaksanakan dua iba- dah, seperti yang satu dikerjakan, sedangkan yang lain tidak _dikerjakan. Atau berbeda dalam mengutamakan dua ibadah yang satu dengan waktu yang luas, sedangkan satunya dengan waktu yang sempit. Apabila orang itu tidak mengutamakan ibadah fardhu daripada ibadah sunah -seperti melakukan shalat tahajud hingga berjam-jam, akan tetapi ketika shalat Subuh kesiangan, atau memberikan sedekah tapi tidak memberikan zakat dan lain-lain-maka orang seperti ini telah tertipu oleh godaaan syaitan (maghrur). Contoh-contoh dari penjelasan ini sangat banyak sekali. Sesungguhnya, kemaksiatan sudah sangat jelas. Begitu pula dengan ketaatan. Akan tetapi yang terkadang masih samar adalah dalam mengutamakan satu ibadah dengan ibadah yang lain. Yang benar adalah mendahului ibadah fardhu daripada ibadah sunah, mendahulukan fardhu a’in daripada fardhu ki- fayah, mendahulukan fardhu kifayah yang jarang orang laksa- nakan daripada yang banyak orang kerjakan. Mendahulukan fardhu a’in yang lebih penting daripada yang kurang penting, mendahului ibadah yang ditinggalkan dari ibadah yang belum ditinggalkan (mendahulukan meng-qadha puasa Ramadhan daripada melakukan puasa Syawal), mendahulukan kewajib- an terhadap ibu daripada bapak, sebagaimana ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. 149 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 8 Pengetahuan tentang Zikrullah A. Makna Zikrullah dalam Tasawuf Mengingatkan diri kepada Allah adalah inti dari zikrullah (Sirr al-Asrar, 99). Kata zikir berarti ‘menyebut’ atau ‘mengingat’. Zikrullah berarti menyebut nama Allah atau mengingat Allah. Ke- dua pengertian ini saling terkait antara satu dengan yang lain, tidak bisa dipisahkan, dan dalam pelaksanaannya tidak bisa dipecah. Orang yang menyebut nama Allah tetapi hati dan pikirannya lalai, bukanlah ciri orang beriman, melainkan orang munafik. Sedang orang yang mengingat, tidak melaksanakannya dalam bentuk penyebutan, maka ia berarti fasik. Zikrullah adalah bisikan dan gejolak jiwa yang meme- ngaruhi semua sendi tubuh dan perbuatan manusia. Penulis pernah mengemukakan (Tasmwuf Aktual Menuju Insan Kamil, 2004) bahwa zikir adalah satu cara sebelum memasuki tahap- anwirid yang sering digunakan oleh pencari Allah. Zikir merupa- kan salah satu upaya memelihara Allah dalam ingatan atau selalu mengingat dan menyebut asma Allah. Domain zikir adalah hati, pikiran, dan lisan. Apabila meningkat menjadi kebiasaan yang tidak putus, diikuti dengan amal saleh seluruh anggota tubuh, maka di- capailah tahap wirid. Wirid merupakan upaya maksimal pembiasa- andiri untuk selalu menghampiri Allah, baik dengan bacaan, bisik- an hati, maupun perbuatan. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. dan substansinya hanya bisa dihayati dengan perenungan (tafakkur), penyabutan oleh jiwa (tadzakkur), pendekatan ruhani (muragabah), introspeksi diri atau pengenalan diri yang mengantarkan kepada pengenalan akan Tuhan (muhasabah, mu‘arafah), serta penerapan semua sifatullah menjadi sifat al-insan, dan semua perbuatan yang berorientasi kepada Allah (wirid). Sehingga zikir secara keseluruhan meliputi zikir lisan (ucap- an dan perilaku badani/jasmani), dzikr qalbiyah (merasakan kehadir- andan kebersamaan Allah), dzikr ‘agliyah (kemampuan menangkap bahasa Allah di balik gerak alam ini), dan zikir ‘amaliyah. Semua itu membentuk rangkaian ketakwaan berbasis makrifatullah (haqq al-yaqin); dari kekuatan hati ditangkap oleh akal, diucapkan oleh lisan, dan kemudian dimanifestasikan dengan amal saleh pada ke- hidupan nyata di dunia ini. la telah menciptakan surga di dunia, dan membangun rumahnya di surga akhirat sejak awalnya. Itulah definisi yang mendalam tentang zikrullah menurut para sufi, Sehingga dari pemaknaan atas dzikr komprehensif ter- sebut, para sufi menempatkan zikir sebagai gerbang utama mema- suki dunia sufi dan kunci memasuki ma’rifatullan. B. Zikir dalam Kesatuan Lisan dan Hati Paralel dengan pandangan terhadap aspek syariat dan tare- kat, al-Jailani menegaskan bahwa zikir harus merupakan kesatuan antara sikap lisan dan hati. Baginya, satu kali ucapan lisan seharus- nya diimbangi dengan seribu kali ucapan hati (Al-Fath al-Rabbany, him. 78). Hanya saja, zikir lisan memiliki fungsi mengingatkan kepada hati akan Allah yang dilupakannya (Sirr al-Asrar, hlm. 80). Ja menyatakan kesal terhadap orang yang lisannya mengucapkan zikir“ Allah, Allah” namun memandang ke arah lain. Zikir harus hanya terarah kepada objeknya, yakni Allah, dan tetap berada se- perti itu. Dan inilah esensi dari sikap tauhid itu (Al-Fath al-Rabbany, him. 245). Untuk melaksanakan zikir, menurutal-Jailani, seseorang mem- butuhkan syarat-syarat tertentu. Syarat utamanya adalah dalam 163 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. agamaan. Dan juga makin banyak varian dan aliran keagamaan; dari yang paling ekstrem sampai yang paling radikal. Sayangnya, mereka belum mampu memiliki pencerahan hati melalui zikir. Saya pernah ditanya oleh mantan dosen-dosen saya, “ Lha, kamu memiliki keahlian apa? Spesialisasi ilmu apa?” Pertanyaan itu muncul setiap kali saya menyatakan minat untuk ikut mengajar atau berbincang tentang profesi pengajar, sewaktu masih lulus dari S-1. Ternyata yang dikehendaki adalah penguasaan teori-teoriilmu yang hanya berbasis pada akal (otak rasional), spesifikasi keilmu- an parsial yang berbasis pada huruf-huruf buku-buku teks, dan sebatas pada pembatasan keilmuan teoritik. Padahal mereka sen- diri, kadang disuruh menulis paper saja kesulitan. Mungkin mereka akan tertawa jika mendengar bahwa zikir menuju makrifatullah adalah keahlian khusus. Namun mereka mungkin juga tersenyum masam, ketika menyaksikan para alumni lembaga tinggi keagamaan tidak bisa mengaji, dan bahkan mening- galkan ibadahnya, apalagi mendapatkan pencerahan ruhani, walau- pun hasil nilai akademiknya mengagumkan, dan teori-teori keilmu- annya nampak tinggi. Tetapi, alih-alih bisa memahami seluk-beluk makrifat dan ilmu keagamaan secara mendalam, terkadang untuk menjadi sekedar khatib Jumat dan menjadi Imam Masjid saja tidak mampu, padahal terkadang profesinya adalah dosen lembaga pen- didikan tinggi Islam, dan mengampu mata kuliah keagamaan. Na- ‘udzu billah min dzalik. Ini menjadi PR berat bagi lembaga-lem- baga pendidikan keagamaan di Indonesia. Ketika para pemilik ilmu keagamaan yang banyak itu terjun kearena politik, sosial, danekonomi; dikarenakan kurang memiliki hati yang tercerahkan akibat zikir, maka yang terjadi adalah larut- sertanya mereka dalam berbagai praktik korupsi, manipulasi, dan rendahnya moral keagamaan. Hal ini diakibatkan karena hati yang mati, tidak terisi zikir secara penuh. Peranan hati yang hidup inilah yang sebenarnya akan mem- bawa manusia kepada derajat yang mulia, dunia sampai akhirat. 169 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Tegasnya, orang sufi dalam kategori ini sangat merahmati orang awam yang lalai dan menyia-nyiakan dirinya. Amalan mere- ka kurang, malah dosanya makin bertambah. Orang seperti ini ber- ada dalam bahaya ruhani yang besar. Karena itu, orang sufi mena- ruh iba kepada mereka. Sehingga semua amalan baik dan bukti yang dikerjakannya tidak bertujuan untuk meraih pahala untuk diri sendiri saja. Bahkan, dia menghadiahkan semua pahalanya untuk orang-orang yang lalai dan berdosa tersebut. Orang awam. kebanyakan miskin ruhani, sehingga tidak memiliki bahan yang diperlukan sebagai benteng dari adzab akhirat. Karena itulah mereka dizakati dari amalan-amalan yang dibuat orang-orang saleh, agar timbangan kebaikannya kelak menjadi berat. Zakat harta, bahkan zakat ruhaninya itu, adalah sebagai ben- tuk keinginan para sufi atas kecintaan Allah, keridhaan, rahmat, belas kasih, ampunan (maghfirah), perlindungan, perhatian, kede- katan, dan duduk bersama-Nya untuk mengecap cahaya-Nya, dan akhirnya ia melihat Wajah-Nya. Itulah puncak karunia Allah. Kerinduan orang sufi adalah memberi, bukan meminta atau meng- ambil. Suka memberi adalah sifat-Nya, dan Dia senang melihat hamba-Nya mencontoh sifat suka memberi yang menjadi sifat-Nya itu. Perbendaharaan Tuhan tidak akan kosong, dan bila Alah mem- beri, Dia akan memberi dengan tangan-Nya yang terbuka. “Ba- rang siapa yang datang membawa amal yang baik, makaia akan mendapat pahalasebanyak sepuluh kali lipat dari kita, dan barang siapa yang datang membawa perbuatan yang jahat, dia tidak mendapatkan pembalasannya, mielainkan yang seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sedikit pun tidak dianiaya.” (QS. al-An’‘am [6]: 160). Sebagaimana makna katanya, zakat memiliki kegunaan se- bagai arena pembersihan harta dan jiwa. Terutama membersih- kan dari keegoan, sehingga tujuan zakat ruhani menjadi tercapai. “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, ma- ka Allah akan melipatgandakan balasan pinjaman itu untuknya, dia akan 189 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. bunyi yang tidak ada habis-habisnya, yang dipandang tanpa bentuk, rupa dan tiada sesuatu yang seumpama-Nya. Kemudian ia mulai melakukan tawaf terakhir sambil mem- baca enam nama Allah terakhir ditambah dengan nama kesebelas AL-AHAD (Yang Maha Esa). Pada tahapan inilah, ia berada dalam kondisi syurb (diberi minuman), yang kemudian dia menampung minuman itu berupa nama Allah yang kedua belas ALSSHAMAD (Sumber yang pada-Nya segala makhluk bergantung dan berha- rap, yang memuaskan segala keperluan dan kehendak, Tempat untuk kembali). Setelah itu, ia akan melihat semua hijab akan tersingkap dari wajah Yang Qadim. Ia akan melihat Dia dengan nur yang mun- cul dari-Nya. Tingkatan ini tidak dapat diperbandingkan dengan yang lainnya, dan tidak dapat dilukiskan dengan apapun. Tingkat- an yang belum pernah dilihat dan dirasakan. Tidak ada lagi kenik- matan yang melebihinya. Sampai pada taraf inilah, ia telah menjadi manusia terbim- bing yang berada dalam magam tauhid. Akhirnya ia akan“ turun kembali” dengan melakukan bacaan semua nama-nama Allah ter- sebut. Kemudian ia kembali kepada asalnya, yaitu “tanah suci” di mana Allah pernah menciptakannya sebagai makhluk yang terbaik. Setelah kembali, ia membaca nama keduabelas AL-SHAMAD (Sumber harta, yang dari-Nya semua kebutuhan dipenuhi). Itulah tempat dan peringkat ‘bersama dengan Allah’. Maka berbahagialah orang yang mengerjakan haji dengan tidak melupakan hatinya turut berhaji, sehingga semua amalan haji yang penuh dengan rahasia Illahi tidak terbuang sia-sia, dan terjaminlah ia menjadi haji mabrur, yang dicita-citakan oleh setiap orang yang pergi haji. 193 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Allah. Sehingga di sinilah kenikmatan dari Allah berubah menjadi bencana, karena menyibukkan dirinya dari mengingat Allah (al- Fath al-Rabbany, him. 77). Maka al-Jailani menasihatkan agar manusia mematikanhawa nafsunya sebelum ruh keluar darijasad. Cara mematikannya ada- lah dengan kesabaran dan pengingkaranatas hawa nafsu itu. Akibat- nya menurutal-Jailani adalah kepenguasaan dirinya bersama Allah. AtJailani sendiri telah mencapai derajat ke-fana’-an seperti ini, dan lahirlah ucapannya, “Saya lenyap, kemudian Dia mengadakan saya dari kelenyapan itu. Saya binasa karena-Nya, dan saya me- nguasai bersama-Nya.” (Al-Fath al-Rabbany, him. 140). Dalam hal ini al-Qusyairi menjelaskan proses fana’ secara detail, “yang pertama fana’ “dari dirinya” lalu muncul sifat-sifat- nya, dan ke baga’-an sifat-sifatnya mengada dengan sifat-sifat al-Hagq, kemudian mengalami fara’ lagi dari sifat-sifat al-Hagq, lalu muncul kesaksiannya bersama penampakan al-Haqq, kemudian timbul fana’, berikutnya dari kesaksian ke-fana’-annya bersama kehancuran dirinya dalam wujud al-Haqq (Risalah Qusyairiyyah, him. 80. Nampak di sini bahwa al-Qusyairi juga menganut mazhab al-Hallaj). Di sinilah al-Jailani telah menempatkan dirinya sebagai sufi dalam arti sebenarnya, yang menurut al-Jili bahwa “al-shufi huwa Allah”, sufi adalah Allah swt. (‘Abd al-Karim al-Jili, al-Ma- nadzir al-Nahiyyah, tt.: 171). B. Pencapaian Kondisi Fana’, Baga’, dan Kemanunggalan Menurutal-Jailani, maqamat dan alneal fana’ dan baga’ ini dapat dicapai oleh seorang salik, setelah ia berhasil membawa dirinya pada wujud diri yang paling halus, yang disebut sebagai Sirr al- Sirr, rahasia dari rahasia dalam bentuk perasaan ruhani dalam batin, yang dalam bentuk lain ditandai dengan aktifnya al-ruh al- idhafi, sehingga seseorang berkesempatan untuk menyelami sa- mudra al-Hagq. Inilah gambaran Musa ketika mata lahirnya melihat api (nar), maka mata batinnya terkesiap dan terserap melihat (mu- syahadah) Maha-Cahaya (Nur). 197 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang dipilih Allah, dan menjadi kekasih-Nya yang kekal. Untuk itulah sebenarnya, menurut al-Jailani, semua magamat dan alrwal dibutuhkan, utamanya istigamal, sabar, dan tabah (Rahasia Sufi, him. 94-95). Namun tentang hakikat “bersatu dengan Tuhan”, menurut sang Syaikh hanya bisa diketahui oleh mereka yang sudah merasa- kan pengalaman spiritual tersebut. Selain itu, bahwa pengalaman spiritual setiap orang tidak akan sama. Selalu berbeda. “Yang dimaksud dengan ber-Tuhan itu ialah kamu mengosong- kan hati kamu darimakhluk, hawa nafsu dan lain-lain selain Allah, sehingga hati kamu hanya dipenuhioleh Allah dan perbuatan- Nya saja. Kamu tidak akan bergerak kecuali dengan kehendak Allah saja, kamu akan bergerak jika Allah menggerakkan kamu. Keadaan seperti ini dinamakan fana’. Fana’ inilah yang dimaksud “bersatu dengan Tuhan’. Tetapi mesti diingat, bahwa bersatu dengan Tuhan itu tidak seperti bersatu dengan makhluk atau yang selain Tuhan. Tidakada sesuatu punyang serupa dengan Dia.Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Al-Khaliq itu tidak sama denganapa yang kamu duga. Hanya orang yang telah mengalami dan menyadari bersatu dengan Tuhan itu sajalah yang dapat me- ngerti dan memahami apa yang dimaksud dengan ‘bersatu dengan Tuhan’ itu. Orang yang belum merasakan atau mengalaminya tidak akan dapat mengerti apa yang dimaksud dengannya. Setiap orang yang pernah merasakan pengalaman tersebut mempunyai perasaan dan pengalaman tersendiri pula.” (Futuh al-Ghaib, majlis no. 17). Demikianlah puncak perjalanan ruhani seorang salik menuju Allah, dan pengalaman keruhanian mereka dalam perjalanan itu, menutut Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani, sebagaimana banyak di- uraikannya dalam berbagai karya utamanya, yang puncaknya adalah “bersatu diri dengan Tuhan’. 201 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Bab 11 Jalan Taubat, Proses, dan Hasilnya dalam Diri Seorang Sufi A. Pengertian Dasar dan Makna Taubat Syaikh al-Jailani mengemukakan bahwa taubat yang benar menjadi langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum memulai perjalanan menuju Allah. Beliau menandaskan pernyataannya ini dengan mendasarkan diri pada firman Allah dalam QS. al-Fath: 26: ae etre te ee He ee 4, 8 ail Up alesse ad! hog gly as < sail Jae 5) Zope te tt, ae ee ney alee age Is eho Lo 5 algae UE ee et ene ee tr ae ote Lae 5 Coe JOY abl 5 Gli GH IES co Bt ink “ ’ “Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesom- bongan (yaitu) kesombongan Jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa ite dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahi se- gala sesuatu.” 205 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. yang pernah dirugikan atau disakiti hatinya. Apabila di antara mereka ada yang sudah meninggal atau tidak diketahui keber- adaannya, maka ia harus melakukan kebaikan sebanyak-banyak- nya untuk membayar kezalimannya di akhirat. Dan apabila ia me- nemui mereka dan mereka memberikan maaf, maka itu merupakan kifarat. ath (5: Se di oo Gah fee 56 bs Sib or es 08 Je pha Se ON Se ve J sh Bgl J san ai ais a6 ay ghd Cut ie Ob 145% 1S a i A NS oe 3 Fk 134 LF as sm vas ~ bisa ia tt et 28 ae AEs al agey TS os ae Be aS Sls ta 3 f re) ei 3 on “Ut 219 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. meninggalkan kesenangan dan keinginan jasadnya dan melaksa- nakan kesulitan-kesulitan terhadap egonya. Dia harus beralih dari pemberontakan yang angkuh melawan perintah Allah menuju ke- taatan. Itulah bentuk penyesalannya, yang bisa membawanya dari api neraka ke surga. Penjelasan dari tiga golongan orang yang bertaubat tersebut diberikan oleh al-Ghazali, bahwa orang yang bertaubat dibagi men- jadi empat tingkatan. Tingkatan Pertama. Seseorang yang bertaubat dari kemaksiat- annya dengan totalitas dan konsisten hingga ia meninggal dunia. Selain itu, ia membayar seluruh ibadah-ibadah yang ditinggalkan- nya, tidak terbesit sedikit pun di dalam hatinya untuk kembali ke- pada perbuatan maksiat, kecuali kemaksiatan yang tidak mungkin dihindari oleh manusia biasa dan hanya dapat dilakukan oleh para nabi saja. Inilah yang disebut dengan istiqamah dalam bertaubat. Taubat seperti itu disebut taubat nas/uha, yaitu seorang yang ber- sungguh-sungguh melakukan kebaikan dan mengganti perbuatan jeleknya dengan perbuatan baik. Sedangkan nafsu yang dimilliki- nya disebut dengan an-nafsi al-muthma’innah, yang akan kembali kepada Allah dengan penuh keridhaan. Mereka inilah yang digam- barkan oleh Rasulullah saw. “Telah mendalutlui (masuk ke surga) orang yang menyendiri dan membiasakan dirinya dengan berzikir, hingga zikirnya dapat menghilang- kan beban berat (dosa) yang ia tanggung, dan mereka akan berjalan pada hari kiamat dengan ringan.” (Tirmidzi) Hadis diatas menjelaskan bahwa dosa-dosa yang dilakukan- nya dapat hilang dengan banyak berzikir. Mereka sampai pada tingkat ini terbagi dari segi menunduk- kan syahwat menjadi dua. a. Orang yang bertaubat dan syahwatnya telah ia tundukkan dan dirinya tidak disibukkan dalam melakukan perlawanan ter- hadapnya. 223 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. “Dan (ada pula) orang-orang yang mengakui dosa-dosa mereka, me- reka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan yang lain yang buruk...” (QS. at-Taubah [9]: 102) Melakukan ketaatan dan membenci perbuatan dosa meru- pakan harapan agar taubatnya diterima. Akan tetapi, sangat berba- haya apabila seseorang menunda-nunda untuk bertaubat. Mungkin saja ia meninggal dunia sebelum melakukan taubat, sedangkan apa- bila atas karunia dan rahmat Allah ia diberikan kemampuan untuk bertaubat, maka ia akan memperoleh kemuliaan seperti kelompok sebelumnya. Sebaliknya, apabila ia tetap dikuasai oleh syahwatnya, ditakutkan sekiranya ia memang ditakdirkan sejak zaman azali se- bagai budak syahwat, na‘udzubillah. Seperti halnya seorang pelajar yang tidak dapat memahami pelajaran dengan baik dan ternyata ia ditakdirkan sejak zaman azali sebagai orang yang bodoh. A pabila ia tidak ditakdirkan seperti itu, maka ia mampu melakukan sesuatu yang dapat membuatnya memahami pelajaran. Tingkatan keempat. Seseorang yang bertaubat hanya sesaat kemudian lalu kembali lagi melakukan kemaksiatan, tanpa keingin- an lagi untuk bertaubat, atau tidak ada perasaan bersalah dan me- nyesal atau perbuatan yang dikerjakannya, akan tetapi ia telah teng- gelam dalam kenikmatan syahwatnya. Orang seperti in digolong- kan mushirrin (orang yang selalu melakukan dosa). Nafsu ini disebut dengan an-nasu al-amarah bi as-su’ (nafsu yang selalu mengajak kepada perbuatan maksiat). Orang seperti ini ditakutkan akan meninggal dunia dalam keadaan su’! khatiniah. Meskipun semua ini dikemba- likan kepada Allah. Mungkin saja Allah memberikan hidayah kepadanya se- hingga ia meninggal dalam ketaatan dan ketauhidan lalu terhindar dari siksa api neraka. Semua ini tidaklah mustahil karena mungkin saja ia pernah melakukan suatu perbuatan baik sehinggga Allah mem- berikan hidayah dan ampunan kepadanya sebelum meninggal dunia. Atau juga Allah membiarkannya tenggelam dalam kemak- siatannya hingga ia meninggal dunia su‘tl khatinah. 227 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 2) Jangan menghendaki sesuatu yang tidak dikehendakioleh Allah. Kehendak yang tidak sesuai dengan kehendak Allah adalah kehendak nafsu badaniah 3) Patuhilah Allah, jauhilah segala larangan-Nya. 4) Bertawakal kepada Allah jangan sekali-kali menyekutukan- Nya. Allahlah yang menjadikan nafsu dan kehendak manusia. 5) Janganlah terlalu berkehendak, berkebutuhan dan bercita- cita untuk mendapatkan sesuatu agar selamat dari syirik. Ter- masuk syirik di sini adalah menuruti hawa nafsu dan menyeku- tukan apa saja yang di dunia dan di akhirat dengan Allah. Se- hingga ketika hati terkait dengan selain Allah, ia sudah berada dalam lembah syirik. 6) Segala kedudukan dan kebaikan yang kamu dapatkan, jangan dianggap dan dikatakan bahwa ia datang dari kamu sendiri atau kepunyaan kamu yang sebenarnya. Kedudukan dan pang- kat yang diperoleh tidak usah dipamerkan kepada siapa pun. Sebab dalam penukaran suasana dan keadaan tersebut, Allah selalu menampakkan keagungan-Nya dalam segi-segi yang senantiasa baru dan Allah berada diantara hati hamba-hamba- Nya. Bisa saja apa yang kamu katakan sebagai milik kamu akan dilepaskan-Nya darimu, dan yang kamu anggap kekal akan ber- ubah keadaannya. 7) Simpanlah pemberian Allah di dalam pengetahuanmu saja dan tidak usah kamu berikan kepada siapa pun. Jika kamu memiliki sesuatu, ketahuilah bahwa itu karunia Allah. Bersyukurlah ke- padanya dan mohonlah kepada-Nya agar Dia menambahkan nikmat-Nya kepadamu. Jika sesuatu itu lepas darimu, maka Dia akan menambah ilmumu, kesadaranmu dan kewaspadaanmu. 8) Janganlah mengira bahwa ketentuan dan peraturan Allah mem- punyai kekurangan, dan jangan kamu ragu akan janji-Nya. 9) Terkait dengan masalah keruhanian, selalu beristighfarlah se- bagaimana dilakukan Nabi Muhammad sebanyak tujuh puluh kali dalam sehari. Sadarilah bahwa kita senantiasa mempunyai 231 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Pada intinya zu/id mengajarkan kepada manusia untuk me- ngurangi semua keinginan dan penguasaan terhadap apa pun yang menyebabkan kita berpaling dari zikir kepada Allah. Dalam khazanah sufi, sikap zu/ud menjadi salah satu magan terpenting. Al-Jailani menjelaskan bahwa orang zuhud adalah orang yang menjaga diri dari barang yang halal. Sedangkan meninggal- kan barang yang haram merupakan kewajiban (al-Fath al-Rabbany, him, 255). Dari pernyataan ini nampak bahwa al-Jailani tidaklah memaksudkan zuhud sebagai sikap antidunia, Ini sejalan dengan interpretasi dari Yunus bin Masyarah sebagaimana dikutip oleh Dr. Ahmad Faried, bahwa “znd terhadap dunia bukanlah bermak- na sebagai melarang diri dari perkara yang halal atau materi dunia- wi, tetapi zi/ud lebih dititikberatkan pada sikap percaya diri bahwa suatu perkara yang ada di tangan Allah lebih tinggi nilainya dari- pada apa yang ada di tangan sendiri.” (Ahmad Faried, 1997: 62). Maka al-Syuhrawardi menyimpulkan bahwa zuhud adalah berpalingnya hati dari kesenangan duniawi dan tidak mengingin- kannya, yang merupakan maqam setelah taubat dan wara’ (kesalihan) (al-Syuhrawardi, him. 163). Al-Jailani mengemukakan, termasuk sikap zuind adalah mengurangi angan-angan, meninggalkankawan- kawan yang buruk, dan menghubungkan kecintaannya dengan orang-orang saleh, Dan zu/imd ini harus dilakukan dalam segala urusan untuk memperoleh keutamaan sesuai kehendak Allah (al- Fath al-Rabbany, him. 22). Jadi dengan ber-zuhud itu akan menda- tangkan akibat bahwa Allah menurunkan kehendak-Nya melalui hamba tersebut. Di dalam sikap yang demikian itu terkandung suatu syarat cinta, yakni dengan meninggalkan segala kehidupan dan keinginan. Zuhud dalam makna agamisnya adalah menarik diri untuk tekun beribadah kepada Allah dan menghindarkan diri dari ke- inginan menikmati kelezatan hidup. Sehingga seorang dikatakan zahid jika ia tidak bergembira dengan adanya dunia di tangannya, dan juga tidak bersedih hati dengan hilangnya dunia dari tangannya (‘Abd al-Hakim Hasan, 1954: 24). 245 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. C. Kesabaran sebagai Pembuka Hijab Menuju Allah Menututal-Jailani, kesabaran merupakansalah satu pengha- pus hijab antara hamba dengan Tuhannya. Al-Jailani menuturkan bahwa hal-hal yang dapat menghilangkan penghalang tersebut antara lain yang terpenting adalah menjauhi segala kemaksiatan, bersabar saat datang kesulitan, ridha ketika datang ketentuan dan takdir, dan bersyukur saat datang kenikmatan (al-Fath al-Rabbany, him. 193). A}-Jailani mengemukakan bahwa kefakiran dan kesabaran hanya akan menyatu pada diri seorang mukmin. Sehingga ia tetap mampu melakukan kebajikan di tengah cobaan yang ada (al-Fath al-Rabbany, him. 9). Bagi seorang mukmin, telah ditetapkan bahwa Allah tidak mengujinya dengan sesuatu kecuali demi kemgslahat- an, baik dunia dan akhirat, hingga dia ridha dengan cobaan, sabar atasanya, dan tidak bersikap ragu kepada Tuhannya. Allah menyi- bukkannya dengan berbagai cobaan (al-Fath al-Rabbany, him. 32). Dan kesabaran terhadap hal inilah yang dikategorikan sebagai sabarnya ahli ibadah (al-Fath al-Rabbany, hlm. 153). Sebab ahli iba- dah merupakan kelompok yang dipilih Allah dan diistimewakan, sehingga Dia mengujinya dengan berbagai bencana, penderitaan, dan ujian. Allah menyempitkan dunia dan akhirat bagi mereka serta apa-apa yang ada di bawah ‘Arsy kepada mereka. Dengan itu Dia meleburkan keberadaan mereka, sehingga apabila wujud mereka telahhancur, Allahakan mengadakannya kembali untuk-Nya, bukan untuk selain-Nya (al-Fath al-Rabbany, him. 37). Menurut Syaikh al-Jailani, kebaikan dan keselamatan sese- orang terletak pada kesabarannya. Sabar merupakan sumber segala kebaikan dan keselamatan, baik di dunia dan di akhirat. Melalui kesabaran tersebut, maka seorang mukmin meningkat naik dari taraf keadaan berserah diri dengan tulus ikhlas kepada Allah, me- nyesuaikan dirinya dengan perbuatan Allah dan kemudian menca- pai keadaan tenggelam atau fara’ di dalam perbuatan Allah, dan ini adalah keadaan Badaliyah atau Ghaibiyyah (Futuit al-Ghaib, majlis no. 29). 279 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Sudah barang tentu kita tidak diperintahkan meridhai hal- hal yang dilarang sebagaimana tidak pula diperintahkan untuk me- nyukainya, karena sesungguhnya Allah tidak meridhainya dan tidak pula menyukainya. Allah swt. tidak menyukai kerusakan dan tidak pula meri- dhai kekufuran bagi hamba-hamba-Nya. Orang-orang munafik menetapkan keputusan rahasia yang tidak diridhai oleh Allah. Bahkan mereka mengikuti apa yang dimurkai oleh-Nya dan tidak menyukai keridhaan-Nya. Sebab itu, Allah menghapus pahala amal- an mereka. Ridha yang dikuatkan oleh nash ialah ridha dengan Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan ridha dengan Muham- mad saw. sebagai nabi anutan, ridha denganapa yang telah disya- riatkan oleh Allah bagi hamba~hamba-Nya dengan mengharamkan apa yang diharamkan-Nya, mewajibkan apa yang diwajibkan-Nya, atau membolehkan apa yang dibolehkan-Nya. Ridha kepada Allah swt. ialah ridha dengan qadha dan qadar-Nya dan memuji-Nya dalam semua keadaan dan meyakini bahwa hal tersebut mengan- dung hikmah belaka, meskipun hal yang ditakdirkan oleh-Nya me- nyakitkan. K.H. Achmad Asrori al-Ishaqy, ra. Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al- Fithrah Kedinding, Surabaya, salah seorang mursyld tarekat Qadirlyah Nagsyabandiyah al-ishaqiyyah Indonesia. Dengan majlis al-Khidmahnya yang menyebar di Indonesia, Singapura, dan Malaysia, Beliau menyebarkan ajaran- ajaran Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailani, Syaikh Baha’ al-Din al-Naqsyabandi, dan Syakh al-Ishaqy. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Orang yang memantapkan langkah kakinya dengan kokoh dijalan tawakal, niscaya akan meraih ridha. Karena sesungguhnya sesudah tawakal, pasrah dan berserah diri, barulah ridha bisa di- dapatkan, tetapi tanpa melalui proses tersebut ridha tidak akan didapatkan. Oleh karena itulah, salah seorang ulama salaf telah mengata- kan bahwa apabila Anda menginginkan ridha, Anda harus terlebih dahulu punya rasa tawakkal yang benar, kepasrahan yang tulus, dan berserah diri yang total. Sesudah itu baru Anda dapat meraih ridha. Untuk itulah, Allah tidak mewajibkan kepada hamba-hamba- Nya berbagai kedudukan yang tinggi dalam ridha, karena terlalu sulit untuk diraih. Bahkan sebagian besar jiwa manusia meskipun telah berupaya keras, ada kalanya masih belum berhasil meraih- nya. Allah hanya menganjurkan merealisasikan rasa ridha dan tidak mewajibkannya, namun bukan yang menyangkut pokok ridha itu sendiri, melainkan menyangkut yang lebih tinggi daripada itu. Apabila seorang hamba berhasil mendapatkan sesuatu, maka keberhasilannya itu pasti diliputi oleh dua macam ridha, ridha sebe- lumnya dan ridha sesudahnya. Demikian pula halnya ridha dari Allah kepada hamba-Nya, tiada lain terjadi berkat buah ridha hamba yang bersangkutan ke- pada Tuhannya. Apabila Anda ridha kepada Allah, niscaya Allah pun akan balas ridha kepada Anda. Ridha adalah pintu Allah yang paling besar, surga dunia, kenyamanan orang-orang yang mengenal Allah, kehidupan orang- orang yang jatuh cinta, dan kesenangan para ahli ibadah. Ridha me- rupakan amalan hati yang paling besar. Yahya bin Mu'adz Ar-Razi telah menceritakan bahwa ketika ia ditanya: “ Bilakah seorang hamba dapat mencapai kedudukan ridha? “ Ia menjawab: ” Apabila sang hamba dapat menegakkan dalam dirinya keempat prinsip yang dengannya ia berinteraksi dengan Tuhannya. Sang hamba yang bersangkutan mengatakan: “(1) Jika Engkau memberi, saya akan menerima pemberian-Mu. 329 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. dan memohon sebab-sebab yang dapat membantu dalam beriba- dah, tidaklah menggugurkan magam ridha atas gadha Allah. Sesungguhnya Allah telah menjadikan doa sebagai salah satu ibadah kepada-Nya, agar doa yang dipanjatkan keluar dari kejernihan zikir, kekhusyukan, dan ketulusan hati. Selain itu, agar doa yang dipanjatkan merupakan kejernihan hati, kunci dibukanya kasyaf (penyaksian Allah), dan sebab (Allah). Begitu pula doa meru- pakan sebab yang telah ditetapkan dan diperintahkan Allah. Bahkan menurut Syaikh al-Jailani, kehidupan keseharian tidak boleh lepas dari zikir dan wirid sebagai doa (Futuh al-Ghaib, majlis no. 76). Beliau juga mengajarkan akan kita selalu berdoa kepada Allah supaya kita bisa ridha dengan takdirnya “Wahai saudaraku, memohontlah kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan bisa tenggelam dalam perbuatan-Nya. Karena menang di situlah terletak kedamaian dan surga di duniaini. ... Dalam merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam dalam perbuatan- Nya-lah terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta keterpa- duan dengan-Nya.” (Eutuh al-Ghaib, majlis no. 53). Begitu pula membawa gelas dan minum air, tidak menggu- gurkan magam ridha atas gadha Allah dalam rasa haus. Minum air untuk menghilangkan dahaga secara langsung merupakan sebab yang telah ditentukan Zat Penyebab segala sebab (Allah). Begitu pula doa merupakan sebab yang telah ditetapkan dan diperintah- kan Allah. Sebagaimana telah kami sebutkan bahwa melakukan berba- gai sebab dalam rangka menjalankan sunatullah seperti makan agar perut kenyang, belajar agar pintar, tidaklah bertentangan dengan magam tawakal, karena itu juga tidak bertentangan dengan maqam tidha, karena magam ridha dan magam tawakal sangat berkaitan. Menampakkan musibah dan bala’ untuk menampakkan keluh kesah dan mengingkari takdir Allah, maka inibertentangan dengan mogam ridha, kecuali menampakkan musibah dan bala’ untuk menam- pakkan rasa syukur dan menunjukkan kekuasaan Allah, maka ti- daklah bertentangan dengan magam ridha. 340 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Sikap ridha akan membuat seseorang mengatakan hal-hal yang mengandung protes kepada Tuhan. Bahkan adakalanya dalam ungkapannya terkandung pengertian yang menjurus ke arah celaan terhadap Tuhan. Orang yang ridha terbebas dari kemauan hawa nafsu, sedang orang yang marah selalu mengikuti kemau- an hawa nafsunya. Adapun ridha tidak dapat dihimpunkan dengan mengikuti kemauan hawa nafsu. Oleh karena itulah, ridha dengan Allah dan ridha kepada Allah dapat mengusir hawa nafsu. Orang yang ridha selalu mengikuti pilihan Allah. Dia merasakan bahwa dirinya mempunyai perbendaharaan yang tiada taranya apabila Allah meridhainya, sebab ridha Allah lebih besar dari- pada surga. Karena sesungguhnya ketika Allah menyebutkan nikmatsur- gawi mengatakan dalam firman-Nya: ie 7 bee 2 2 QrSt al = 3052.5 “Dan keridhaan Allah adalah lebih besar.” (QS. at-Taubah (9): 72) Ridha Allah apabila berhasil diraih, maka kedudukannya jauh lebih besar daripada surga dan semua kenikmatan yang ada di dalamnya. Ridha adalah sifat Allah, sedang surga ada- lah makhluk; dan sifat Allah itujelasjauh lebih besar daripada semua makhluk: -Nya. a? jp) lbs 9b 5 8 yas WET By meal iit go Gus REAM = 3 B5b5 “Allah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin lelaki dan SGP oe if ois sey Bh os cA Pole tly See perempuan, (akan mendapat) surga yang di baevahnya mengalir sungai- sungai, kekal merekadi dalamnya dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar itu adalah ke- beruntungan yang besar.” (QS. at-Taubah (9): 72) 345 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. B. Pembagian Jenis Khalwat Lebih lanjut, dalam kitab Sirr al-Asrar, al-Jailani membagi khal- wat atas khalwat lahiriah dan khalwat batiniah. Khalwat lahiriah adalah membebaskan diri dalam ruang yang bebas dari orang lain untuk mendidik egonya, sehingga memungkinkan perkembangan spiritualnya dengan keikhiasan, sehingga mampu menjadi benteng atas dosa dan kesalahannya sendiri serta terjaga kebersihanjiwa- nya (Rahasia di Balik Rahasia, him. 145). Sedangkan khatwat batin adalah menjauhkan hati dari pikiran tentang sesuatu yang termasuk dalam alam keduniaan, dari keja- hatan dan ego, meninggalkan makan dan minum serta harta milik, keluarga, istri, anak-anak dan perhatian serta cinta terhadap semua- nya. Pikiran tentang orang lain yang melihat dan mendengar tidak boleh menyertai khalwat tersebut. Dalam khalwat ini harus terkunci hatinya dari semua kesombongan, kebanggaan, balas dendam, tirani, marah, iri hati, tanpa tenggang rasa, caci maki, dan yang seperti itu. Jika ada perasaan seperti itu menyertai orang dalam khalwat, hatinya menjadi kotor. Sekali kotoran memasuki hati ia kehilangan kesuci- annya dan semua kebaikan tertunda. Dalam khalwat, dengan kehe- ningan, perenungan dan terus menerus ingat, ego seseorang diper- baiki, sehingga hatinya bersinar. Ruh dari manusia yang ber-khal- wat menyelam ke kedalamannya menemukan mutiara kebenaran, membawanya ke permukaan mutiara kebijakan dan karang rahmat (Rahasia di Balik Rahasia, him. 147-151). Al-Jailani juga memerinci waktu-waktu serta tindakan khal- wat, yang merupakan perpaduan ajaran syariat dengan spiritualitas. Dimulai dengan waktu shalat tahajud pada pertengahan malam sebagai simbol dari kebangkitan seorang hamba menghadap Allah sambil memanjatkan untaian berbagai doa, disambung dengan me- lakukan shalat dua belas rakaat, hingga pada bagian akhir pertengah- an malam dengan melaksanakan shalat witir sebanyak tiga rakaat. Setelah matahari terbit, orang yang ber-khalwat melakukan shalat isyrag, shalat fajar yang terdiri dari dua rakaat, lalu dua rakaat beri- kutnya shalatisti’adzah. Disambung kemudian dengan shalat istikha- 351 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. telah melakukan kejahatan dan telah menganiaya diriku sendiri, karena ituaku memohon ampunan-Mu dan aku bertaubat kepada- Mu. Maka ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Allah ya Tuhanku, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang ber- taubat, serta golongan orang-orang yang suci. Dan jadikanlah aku sebagai bagian dari hamba-hamba-Mu yang saleh. Dan jadikan- lah aku sebagai orang yang sabar dan selalu bersyukur. Danjadikan- lah aku orang yang ingat kepada-Mu dengan ingatan yang banyak, yang mengucapkan tasbih kepada-Mu siang dan malam]. Kemudian tengadahkanlah wajah ke langit dan pandangilah bintang-bintang yang gemerlapan sambil membaca dua kalimat syahadat. Jika ruang wudlu berada dalam ruang, tengadahkan wa- jah, pejamkan mata, sambil menujukan segenap rasa dan pikiran kepada ke-Mahabesaran Allah. Kemudian setelah membaca syaha- dat, bacalah zikir ini: Le US GG Gl Sp Baga Heal Hae eS ally ts: ays y af yy i M8 nl HG Hr cee pega OR taf cad per aly ie sp er eoge cig fai Sf il 5G, otal JES OT, Ge 5s Seal } EEE BS hey oe Je Sab pe bo 359 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Selain itu, kedua magant ini tidak mungkin diperoleh kecuali dengan banyak berzikir sehingga waktunya dipenuhi dengan zikir. Dengan sedikit berzikir tidak akan membawa seseorang kepada magam tersebut. Allah berfirman, sot ee od isi Sh se ly is 3 & eel Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. al-Ahzab [33]: 35) 2b; oat $35 “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (QS. al-Muzammil [73]: 8) Caranya adalah dengan benar-benar berkonsentrasi. Setelah itu beralihlah kepada membaca wirid-wirid harian agar Anda bisa sampai dengan cepat dari ratusan ke ribuan, serta pilihlah hari- harimu yang khusyuk untuk beriktikaf dan berzikir dengan diiringi tafakur kebesaran Allah yang ada di alam semesta ini. Banyaklah berdiskusi tentang hakikat makna hati dengan orang yang ahli dalam figih, syariat, dan hadis Nabi, jangan berdis- kusi dengan ahli bid’ah dan orang-orang bodoh. Dengan begitu, mudah-mudahan Anda akan merasakan apa yang telah dirasakan para sahabat, tabi’ it, dan orang-orang saleh setelah mereka, yaitu sampai kepada magam iman dan yakin. Karena dalam perjalanannya menuju Allah, seorang hamba tidak terlepas dari maksiat dan kekurangan, seperti melakukan per- buatan yang melanggar syariah, baik yang bersifat lahir maupun batin. Maka, taubat terus-menerus merupakan bekal perjalanan menuju Allah, Rasulullah saja selalu memohon ampunan kepada Allah dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali. 371 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. manusia, malaikat dan ruh akan melayaninya. Dia dianugerahi derajat kewalian dan kalifah; akan dihamparkan segala khazanah, ditolong oleh langit, bumi dan isinya, karena kedudukannya di hadapan Allah; karena kebeningan batin dansirt-nya, serta cahaya hatinya (al-Fath al-Rabbany, him. 214). C. Dengan Mahabbah Berada dalam Genggaman Allah Al-Qur’an menyebutkan istilah mahabbah sebanyak 81 kali. Dalam khazanah kesufian malabbah (kecintaanatau mencintai Allah) merupakan salah satu sentra] atau objek utama para sufi. Hal ini dikarenakan -menurut al-Syuhrawardi- malabbah merupakan pijak- an bagi segenap kemuliaan hal, seperti taubat sebagai dasar kemulia- an magam (al-Syuhrawardi, him. 185). Al-Qur’an sendiri dalam Surat AlImran (3): 31 mengisyaratkan bahwa mahabbah bermakna kese- nangan kepada Allah yang diikuti dengan kesenangan mengikuti ajaran yang bernilai baik sekaligus benar. Karena keduanya bisa melenyapkan bekas dosa dan menghapuskan gelapnya kebatilan. Selain itu mahabbah bisa mengantarkan kepada maghjiral dan keri- dhaan dari Allah (Tafsir al-Maraghi, 1986: 252). Menurutal-Jailani, derajat mahabbah merupakan kelanjutan dari derajat-derajat seorang hamba sebelumnya. Dari derajat Islam meningkat menjadi derajat iman, dari iman kepada yakin, dan dari yakin kepada makrifat, dari makrifat kepada ilmu, dan dari ilmu kepada mraltabbalt, kemudian dari mahabbah ini kepada yang dicintai (mahbubiyyah) (al-Fath al-Rabbany, him. 147). Maka kembali tampak bahwa dalam sistem tasawuf al-Jailani, magamat dan alrwal bukanlah suatu hal yang harus tersistematisasi secara berurutan dalam pe- ngamalannya. Masing-masing orang akan memiliki urut-urutan magamat dan alnwal sendiri-sendiri. Sehingga sistematika ini bersifat relatif. Salah satu syarat cinta adalah meninggalkan kehidupan dan keinginan. Jika seseorang mampu berbuat hal ini, maka -menurut al-Jailani- lisannya akan berkata, telinganya akan mendengar, dan matanya akan melihat dengan penuh kesejukan, kemuliaan, ke- 375 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. D. Makrifatullah, Menggapai Semesta dalam Jiwa Merengkuh Allah dalam Hati Menurut al-Jailani, makrifat merupakan suatu tahapan yang terdiri atas beberapa tingkatan dan saling tidak berkumpul. Sedang- kan cara penempuhan tingkatan tersebut menurut al-Jailani adalah mengosongkan hati yang hakikatnya merupakan rumah Allah; lalu meninggalkan yang selain Allah dalam hatinya. Dalam hal inial-Jailani mengilustrasikan bahwa malaikat saja tidak mau mema- suki rumah yang terdapat gambar makhluk hidup di dalamnya, sehingga bagaimana mungkin Allah akan mau memasuki hati se- orang hamba yang di dalamnya terdapat gambar lain selain Diri- Nya? (al-Fath al-Rabbany, him, 142). Di sini, segala sesuatu yang selain Allah dan mendiami hati berartiadalah berhala yang harus dihan- curkan dan dibersihkan. Dengan demikian hamba tersebut akan melihat penghuni rumah yang sesungguhnya (yakni Allah) akan ber- ada di dalamnya, dantentu saja hamba tersebut akan melihat keaja- iban yang belum pernah dilihat sebelumnya (al-Fath al-Rabbany, him, 145). Makrifat bagi al-Jailani merupakan pengetahuan, pengenalan, kedekatan, serta kebersamaan dengan Allah. Al-Jailani menegas- kan bahwa pengenalan akan Tuhan berarti beradab baik di hadapan Allah (al-Fath al-Rabbany, him. 35). Ilustrasi ini seperti tafsiran al- Qusyairi bahwa makrifat hakikatnya adalah memberikan penghor- matan yang semestinya kepada Allah (Risalah al-Qusyairiyyah, him. 463), sebagai akibat pengenalan atas asma dan sifat Allah (Risalah al-Qusyairiyyah, hlm. 464), Dan jika hati seorang hamba jauh dari- Nya, maka berarti adabnya kepada Allah buruk. Sebaliknya jika hati berada dalam kedekatan, maka berarti adabnya baik. Selain itu, perhatiannya terhadap makhluk telah ditanggalkan, sehingga tidak memiliki ketergantungan lagi kepada makhluk (al-Fath al- Rabbany, him. 35). 379 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakan- nya untuk melihat, dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakan- nya untuk mendengar . Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. al-A’raf (7): 179) Memunculkan kesadaran bahwa seluruh peribadatan, teruta- ma ibadah haji, adalah pelatihan dan pendidikan jiwa (tarti- yyah al-ruhaniyyah) dalam rangka kembali kepada Allah. Kehi- dupan dunia ini hanyalah salah satu tangga perjalanan manu- sia untuk kembali menuju Allah, yang prosesnya harus pula melalui alam akhirat. . , 2 - os eo ws wate yp AT OG A oil ass it Js oe “+ - 4 xe acre ee ’ - atl Gy 50 8 ah sh os BS joa ES YY “Tiap-tiap yang berjiton akan merasakan kematian. Dan sesunggul- nya pada hari kiamat sajalah disenpurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah menjadi orang yang sukses. Karena kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. al-Imran: 185) Selalu membersihkan hati dengan amal perbuatan nyata, yakni: sikap dermawan melalui shadaqah, menjauhkan diri dari su- ‘udz-dzan (berprasangka buruk), menghindari membicarakan keburukan orang lain, dan menghindarkan pandangan mata hanya untuk kepuasan nafsu, karena hal ini bisa mengakibat- kan kebutaan hati kepada Allah. Sementara orang yang buta hatinya di dunia, maka di akhirat dipastikan ia akan buta, yakni tidak mampu bertemu Allah. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. c. Wajib bagi orang yang telah berbai‘at tarekat. Ia berdosa be- sar apabila meninggalkan amalan tarekat. Beliau berdasarkan: de 7,4 be ote ote a Se Qs Ea aelb 155 “Penuhilah perjanjian (bai at) kalian semua. Sesungguhnya bai-at itu akan dimintai pertanggungjawabannya di sisi Allah.” Dengan demikian jelas, bahwa jika tarekat dipraktikkan, insya Allah akan ada jaminan keselamatan di akhirat. Sebaliknya apabila tarekat tidak dijalankan akan celaka, sengsara selamanya di akhirat. C. Hubungan Umu Tarekat dengan IImu Lain Kedudukan ilmu tarekat terhadap ilmu-ilmu lain adalah bah- wa ilmu tarekat merupakan sumber bagi ilmu-ilmu lain. Di mana semua ilmu selain ilmu tarekat adalah cabang dari ilmu ini. D. Peletak Imu Tarekat Peletak ilmu tarekat ialah Kanjeng Nabi Muhammad Salla Allahu ‘alaihi wa sailam. Beliau menerima bai at dari Jibril as. dan Jibril dari Allah swt. Kemudian tarekat dibai‘atkan oleh Nabi saw. kepada semua sahabat. Orang yang pertama kali menganjurkan zikir dengan ism az-Zat,“ Allah, Allah” .... di dalam tujuh latha’if adalah Abu Bakr as-Siddig ra. yang kemudian diturunkan kepada generasi berikutnya sampai kepada Syaikh Baha’ud Din Syah an- Nagsyabandiy. Tak pelak lagi setelah masuk ke dalam madrasah Syaikh Baha’ ud-Din An-Naqsyabandi itu tarekat ini disebut “Tare- kat Naqsyabandiyyah”. Adapun penganjur pertama kali zikir nafiy-isbat, ay) 4) ¥ adalah Sayyidina Ali karrama Allau wajhah. Kemudian turun kepada Hadrat Sultan al-Auliya asy Syaikh ‘Abd al-Qadir al-Jailaniy, oleh karena itu tarekat ini disebut dzikir Qadiriy atau Tarekat Qadiriyyah. Dengan demikian peletak at-Tarekat al-Qudiriyyah, secara idafty, bu- kan asliy, adalah Qutbal-Aqtab asy-Syaikh ‘Abd al-Qadiral-Jilaniy, sebagaimana Syaikh Baha’ad-Din di atas. 415 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. dilayari, dijadikan sahabat, dan diadakan komunikasi yang baik dengannya. G. Sumber (Istimdad) Imu Tarekat Iimu tarekat memiliki tiga sumber, yaitu: 1. Kalam (firman) Allah ta’ala (yaitu al-Qur’an) 2. Kalam Rasul Allah salla Allahu ‘alaihi wa sallam (hadis) 3. Kalam kaum arifin radiya Allah ‘anium (orang yang dinilai telah mencapai makrifat atau memiliki kebijakan tasawuf). H. Keutamaan Zikir kepada Allah swt. Adapun kedudukan dan urgensi zikir dan beberapa penga- ruhnya terhadap jiwa manusia beriman, sebagai berikut: 1. Bahwa zikir dapat memberikan pengaruh pada ketenteraman jiwa. (QS. ar-Ra’d: 28) £4 ae . WI i fe aesb apis igkats Spall faze a4 3 Vai Zs of ‘ pela ayes Al ou 2. Ketika orang menaati perintah Allah untuk berzikir kepada- Nya, ia pun akan berzikir kepadanya. (QS. al-Bagarah: 152). bree @Q opis Yb UI eathy asi iss 3. Agar orang berzikir banyak-banyak setiap waktu. (QS. al-Ahzab: 41-42) oe eT ee BLS 183 STS Lhe Gell Ge 4 £4 * BD Meelg IS opreny 4, Zikir adalah ibadah, kepatuhan, dan amal baik terbesar. (QS. al- Ankabut: 45) ‘ £ i] Boris se sig ce 421 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. K. Talgin Bai‘at Tarekat Qadiriyyah Untuk men-talgin tarekat yang pertama ini, guru menuntun muridnya untuk bersama-sama berzikir. Sepuluh langkah guru men-talgin bai‘at tarekat Qadiriyyah muridnya adalah sebagai berikut: 1. Membaca oe ay we ee Se eg Foe FE os Nye 7 St py J pel pe a py 2. Membaca Iamdalah dan shalawat al-jah ro le ACG thay pte Hh oS A at oly 1 pall bie Gt goth A Bak hal ca 3. Membaca istighfar. Murid selalu mulai dari poin ini dalam me- laksanakan wirid sehari-hari, sebagai berikut: oy tore Yt eee @ oly 3 pl aa a RE 4. Membaca shalawat * ete Ge va ie i ele leg eg all de ye ee de le agli 5. Kemudian guru menuntut bacaan tahlil, murid mengikuti: oly~3 aryiaty Kemudian ditutup dengan bacaan risalah: vfs oe oly 1 ot 5 es Ge 6. Kemudian zikir nafiy-isbat a1 165 ayisty Zikir ini boleh dengan suara jahr [keras] yang difasihkan atau dengan sirr [rahasia], dengan suara hati, berdasarkan QS. al- Mulk: 13. ie we - 0. 4 bee Ede ee yg £ @ysdtell A Male va} Lay igael gh oS5a Leels 428 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 3. Pembacaan Surah al-Ikhlas 3 (tiga) kali PGE dK @ Uh iy 4. Pembacaan shalawat Ibrahimiyyah Ban wes 5 opal Bake Jt ge 9 pel] Hae i Cf Wake Wb OGY US shoe Wk Jf Jey ts oly 1 ed 1S GH lilo bei Wa Jf, 5. Zikir Dzatiy meliputi: a. Pengamal mengonsentrasikan sepenuh hati kepada Allah ‘azza wa jalla seraya memohon kesempurnaan cinta [ma- habbah] dan ma’rifah kepada-Nya melalui perantara para Syaikh dengan menghadirkan wajah guru mursyid yang membimbing zikir dengan mata hati seolah-olah Beliau berada di hadapannya (sedang membimbing). b. Kemudian pengamal berzikir “Allah... Allah” (diulang- ulang tanpa diucapkan di lidah, justru diucapkan di bagian yang berzikir yang berada di titik-titik latifah sebagaimana di bawah dijelaskan), dengan cara sebagai berikut: 1) Pikiran ditujukan ke arah lathifatal-qalb (amatlembut- nya hati). Titiknya berada di bawah puting kiri kira- kira dua jari. Pengamal hendaknya condong sedikit ke arah kiri. Disini supaya ia mengingat nama Allah sambil berzikir, bahwa ia wajib bersifat Kamal (Maha Sempur- na) mustahil bersifat Nagis (kurang), dengan mengha- rap pancaran anugerah-Nya. 2) Pengamal menemukan lidah bagian bawah dengan langit-langit mulut. 433 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 4 a3 i 2 K. Damanhuri, mursyid Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyyah, darinya penulls mendapatkan khirqa’ suflyyah. S. Silsilah Tarekat Qadiriyyah dan Nagsyabandiyyah Dibawah ini penulis sampaikan silsilah thariqah Qadiriyyah wa Nagsyabandiyah, hingga sampai kepada penulis. ‘As 2. 3. 10. 11. 12. 13. Allah Jalla Jalaluhu Jibril ‘alaihi al-salam Rasulullah Muhammad saw., nurin min Nurillah (63 SH-11 H/ 571-632 M), guru dari Imam ‘Ali bin Abi Thalib (23 SH-40 H/600-661 M), ayah dan guru dari Imam Husain bin ‘Ali (4-61 H) ayah dan guru dari Imam Zainul Abidin‘ Ali bin Husain (38-94 H), ayah dan guru dari Muhammad al-Bagir (59-114 H), ayah dan guru dari Imam Ja’ far al-Shadiq (83-148 H), ayah dan guru dari Musa al-Kazim (w. 182 H), ayah dan guru dari ‘Ali al-Ridha (w. 203 H), guru dari Syaikh Ma’ruf al-Karkhi (w. 201 H/817 M), guru dari Syaikh Sirri al-Sagathi (w. 251 H/866 M), guru dari Syaikh Abu al-Qasim Junaid al-Baghdadi (w. 298 H/910 M), guru dari 443 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 6) Kontemplasi atas ayat Al-Qur‘an : .... Dan Allah Maha meliputi segala sesuati.” (QS. an-Nisa (4): 126) cog a en, yee 2 Bibs. 6 dl Dis; Hal yang sama juga diungkapkan dalam ayatal-Qur’an lainnya: o ft - oy ye dant «ge JR 1) sci Dan ketahuilah, sunggith, Dia meliputi segala sesuatu.” (QS. Fus- shhilat (41): 54) Orang yang merenungkan ayat ini mendapati Zat Suci Allah meliputi dirinya dan merasakan bahwa ia tenggelam di dalamnya, laksana setetes air dilautan. Kaumsufi dalam tarekat Kesatuan Wujud menyebut kontemplasi ini sebagai “kontem- plasi kemeliputan Wujud” (nragabah al-[hathat al-Wajud). Dan karena tenggelam dalam lautan Wujud, mereka pun berseru: Mana segala sesuatu selain Allah? Siapa yang lain? Adakah jejak yang ditinggalkannya? Demi Allah, selain Dia, tak ada sesuatu yang maujud. 7) Kontemplasi atas ayat al-Qur’an: “Dia-lah Yang Mahamwal dan a Mahaakhir dan Mahabatin. Dan Dia Maha Mengetalui segala sesuatu.” (QS. al-Hadid (57): 3). be a a ey pte Fae See ek et AE sole SY 585 GL'5 Seeley 5B VI5 OS ga = Dia mengacu pada Zat atau “Esensi” Allah, dan keempat kata ini bersifat definitif serta memiliki tujuan, karena kata -san- dang alif-lam senantiasa digunakan untuk menandai keterten- tuan suatu konsep dan maksud. Dengan definisi ini, dalam ke- empataspek eksistensi, yakni Mahaawal, Mahaakhir, Maha- lahir, dan Mahabatin, hanya Wujud Allah saja yang ditegaskan, dan eksistensi wujud apa pun selain Allah pun dinafikan. Hanya Engkau sajalah yang Mahawal dan Mahaakhir, lantas mana sonal kesementaraan dan keabadian? Hanya Engkau sajalaht yang Mahalalir dan Mahabatin, lantas mengapa berbicara tentang Ada dan Ketiadaan? 449 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. urusannya tidak mesti menjadikan seseorang lalai. Sudah tentu, zikir paling baik ialah La illaha illallah ( 41 ¥\s—1'y ). Zikir-zikir itu memberikan santapan bagi jiwanya yang lapar, menenangkan jiwanya yang resah, dan melahirkan kebahagiaan dalam hatinya yang risau. Ja terjerembab dalam cengkeraman hawa nafsunya dan, ketika lalai tidak mengingat Allah, biasanya terpe- rangkap dalam jebakan, namun tidak mengetahuinya. Kelicikan iblis disebabkan oleh kelicikanmu juga, Setiap hasrat dalam dirimu adalah iblis bagimu, Manakala engkau penuhi satu hasratmu, Lahurlalt seratus iblis dalam dirimu, Orang seperti ini, sekalipun tampaknya hidup, sesungguh- nya secara batiniah mati, dan “ .... hati yang tidak hidup di dunia inidengan mengingat Allah, maka pergilah dan menurut pandangan- ku lakukan salat jenazah baginya.” Berbagai macam doa dan warid dalam tarekat Qadiriyyah yang dianjurkan buat orang-orang yang sedang menempuh tahap perte- ngahan adalah sebagai berikut:* 1) Mengulang-ulang La illaha illahah ( 4 y'\.— ¥), di pagi dan sore hari dan sesudah shalat malam seribu kali, dan jika ini tidak me- mungkinkan, maka lakukan sebanyak mungkin. 2) Mengulang-ulang istighfar (memohon ampunan Allah) [ 4‘ (ix! S'] seratus kali sesudah shalat Subuh, shalat Maghrib, dan shalat malam. Jika seseorang memchonkan ampunan kepa- da Allah dua puluh tujuh kali sehari setelah salat Subuh bagi kaum mukmin, maka yang demikian ini sesuai dengan hadis be- rikut: Barangsiapa memohonkan ampunan Allah dua puluh tujuh kali untuk kaum mukmin, maka ia akan dimasukkan ke dalam golongan mereka yang doa-doanya dikabulkan, dan yang ka- rena mereka ini orang-orang hidup di muka bumi ini beroleh rezeki. * Dari Intibah fi Salasi hvliva ‘Allah, him. 21-27 460 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. 474 Fazlur Rahman. 1985. Islam and Modernity, Transformation of an Intellee- tual Tradition, teryemah Ahsin Mohammad. Bandung; Pustaka. 1997. Islam cet-3, penerjemah Ahsin Mo- hamad. Bandung: Pustaka. GE. Von Grunebaum. 1970. Classical Islam_.A History 600-1258. terje- mah Inggris Katherine Watson. Chicago: Paladine Publishing Company. G. Makdisi. 1973. “The Sunni Restval” Islamic Civilization 950-1150. Richard DS. (Edt.). Oxford: Bruno Cassier. HAR. Gibb and JH. Kramers. 1953/1961. Shorter Encielopacdia of Islam (SEI). Leiden: EJ. Brill. H. Corbin, Awcenna and the Visionary Rectal. 1960. New York: Pantheon Books. H. Darke. 1978. The Book of Government or Rules of Kings, second edition. London H. Laoust. 1970. La Politique de Ghazad. Paris: Paul Geuthner. Haji Khalifa. 1943. Kash al-Zanun ‘an Asami al-Kutub wa al-Funun, 7 volumes. Istanbul: Ma’arif Matbaasi. Harun Nasution. 1973. Falafat ¢> Mistisiime dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. Pembaharnan dalam Islam Scjarah Pemi- kiran dan Gerakan cet-9. Jakarta: Bulan Bintang. 1986. Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan cet-5. Jakarta: UIP. Hasan Ibrahim Hasan. 1967. Tarikh Islam. Kaito: Maktabah al-Nahdlah al-Mishriyyah. Hasan Muhammad Syarqawy. 1984. Nahuea Tin al-Nogf al-Islamy. Mesie: Muassasah Syahab al-Jam?ah Iskandariyyah. Hast! keprtusan muktamar NU ke-19. 1987, Menara Kudus. Hugh Kennedy. 1996. The Pryphet and the Age ob the Caliphates; The Islamic Near East from the sixth to the eleventh century. London & New York: Longman. Ibn al-Atsis (al-Syaikh al-‘allamah ‘Tzz al-Din Abi al-Hasan ‘Ali bin Abi al-Karim Muhammad bin Muhammad bin ‘Abd al-Karim bin ‘Abd al-Wahid al-Syaibani al-Ma’ruf). 1386/1966. A¢-Kamil fial-Tarkh. 1386. 12 volumes. Beirut: Dar Shadr & Dar. Tbn Khaldun. 1958. The Mugaddima dan The Indtroduction to History 3 vol. (Edt. Frans Rosenthal). London. Ibn Khalikan. tt. Wafayat al-A’yan wa Anba’ Alna al-Zaman, 8 volumes, edited by Thsan “Abbas, Dar al-Shadir. Beirut. Tbn Thufayl, The Journey of The Soul, terjemah R. Kocache. London: Octagon Press. Ihamudin. 1997. Pemikiran Kalam Al-Bagillani Studi Persamaan dan Perbedaannya dengan Al-Asy ari. Yogyakarta: Tiara Wacana. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. Tentang Penulis | . H. MUHAMMAD SHOLIKHIN, ir pada hari Kamis Pahing, tanggal 31 Agustus 1972 M/21 Rajab 1392 H, putra dati pasangan K. Muhammad Mulyadi (alm.) dan Marwiyyah, di Dukuh Pedut, Desa Wonodoyo, Kec. Cepogo, Kab. Boyolali, Jawa Tengah. Pendidikan formal yang pernah ditempuh: Ma- drasah Ibtidaiyyah (MI) Al-Hikmah Cepogo, Madrasah Tsanawiyyah Negeri Boyolali(MTsN), Pendidikan Guru Agama Negeri Salatiga (PGAN), $-1 Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, dan studi Pascasarjana (S-2) di LAIN Walisongo Semarang. Setelah mengaji di bawah asuhan ayahnya sendiri, juga pernah nyan- tri di Pon-pes Salaf Hidayutn] Mubtadin Kalibening-Salatiga, serta Ponpes Modern The Islamic Boarding School of An-Nida Salatiga di bawah asuhan [alm.] IH. ‘Ali As’ad. Penulis mendalami tarekat dan tasawuf di bawah bimbingan (alm.) K. Damanhuri Boyolali. Selain itu juga sempat menyele- saikan pendidikan perbandingan agama pada Akademi Teologi Kristen Al-Rachmat, Jakarta. Secara otodidak, ia mendalami persoalan Islam, sufis- me, dan spiritualitas Jawa. Penulis telah dikaruniai dua orang putri bernama Alfina Nurul ‘Ayni (lahir Jumat, 10 Januari 2003) dan Ailsa Calya Kasyfatul Mahjubiyyah (ahir Senin, 15 Mei 2006), hasil pernikahan dengan Ni’matul Masfufah (lahir 3 September 1983) Saat ini pemulis aktif pada Yayasan Bani Adam Boyolali, Yayasan Riya- dhul Jannah Semarang, Rais Syuriah PR-NU Wonodoyo, Wakil Sekretaris ‘Tanfidziyah PC-NU Boyolali (2007-2012), dan Wakil Katib Dewan Syura 478 aa You have either reached a page that is unavailable for viewing or reached your viewing limit for this book. “Hatimu tunduk dan terkalahkan. Dunia ada di atas kepalaku; akhirat ada dalam hatiku; dan Allah ada dalam batinku." (Al-Fath al-Rabbany, him. 111) Nama Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani merupakan nama wali Allah yang tidak asing lag| bagi masyarakat muslim dunia. Kekaguman terhadap Syaikh adalah karena faktor ka ramahnya (keajaiban supranatural sebagaimana mukjizat pada para Nabi) serta eksis: tensi kesadaran Illahiah yang bertumt th dalam dirinya untuk mengagungkan spiritual. isme Islam secara ideal, serta menghidangkan kebahagiaan bagi hati yang terluka dar jiwa-jiwa yang gelisah. Dalam buku ini, penulis mencoba mengeksplorasi perjalanan spiritual Syaikh ‘Abdu Qadir al-Jailani dan ajaran-ajaran makrifatnya, yang bersumber dari empat kitab mo: numental karya Beliau, yakni Sirr al-Asrar fi ma Yahtaju llayhi al-Arbar (the Secret oj Secrets) sebagai induk pengajaran sufi Syaikh al-Jailani; disusul dua karya master piece yang berjudul al-Fath al-Rabbany (the Endowment of Divine Grace), dan karyz berjudul Futuh al-Ghayb (Revelations of the Unseen). Selain itu ada satu karya figih: sufistik legendaris berjudul al-Ghunyah li Thalibi Thariqi al-Haqgq (Sufficient Provisior for Seekers of the Path of Truth). Buku yang mencakup Tujuh Jalan Pengetahuan Syaikh al-Jailani Menuju Gerbang makrifatullah_ dan Sepuluh Jalan Makrifat untuk Menjadikan Diri Manusia Ilahi in nampaknya “wajib” dibaca dan diketahui bagi mereka yang ingin memperjalankar ruhaninya menuju Allah. Apalagi bagi mereka yang mengagumi Beliau sebagai tokot sufi. kak | K.H. MUHAMMAD SHOLIKHIN, lahir di Boyolali pada 31 Agustus 1972M/24 Rajab 1392 H. Menyelesaikan pendidikan di Pendidikan Guru Agama Ne geri Salatiga (PGAN), S-1 Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, dar Studi Pascasarjana (S-2) di IAIN Walisongo Semarang. Pernah nyantri d Ponpes Salaf Hidayatul Mubtadin Kalibening-Salatiga, serta Ponpes Mo dem The Islamic Boarding School of An-Nida Salatiga. Penulis yang men dalami tarekat dan tasawuf di bawah bimbingan (alm.) K. Damanhuri Bo yolali ini menyelesaikan pendidikan perbandingan agama pada Akadem Teologi Kristen Al-Rachmat, Jakarta. Secara otodidak, ia mendalami per| soalan|slam, sufisme, dan spiritualitas Jawa. ISBN 978-979-878-036~ iw ISBN 979-878-03b~ Mutiara Media Kompleks PJKA Jl. Langensari No. 22 (Pengok 6-10) a289798 63 Demangan, Yogyakarta 55221 Telp. (0274) 6855361, Faks. (0274) 620879 email: mutiaramedia@gmail.com 17 Jalan Menggapai Mahkota Si

You might also like