You are on page 1of 12

1021 Pengambilan Keputusan dan Penilaian ulang Diagnosis dari gagal ventrikel kanan tidak terlalu rumit.

Penyebabnya antara lain hipertensi sekunder sampai hipertensi pulmonal jangka panjang (yang diperburuk dengan pembedahan). Pengobatan gagal ventrikel kanan dimulaii dengan milrinone dan nitric oxide. Terlihat gambaran effuse paru secara signifikan pada foto radiografi, yang telah berkurang;tidak ada tanda tanda pneumonia yang terlihat; dan tidak terlihat emboli pulmonal pada CT spiral. TEE direncanakan untuk hari berikutnya. TAPSE dan derajat TR digunakan untuk meninjau kembali keberhasilan pengobatan (TAPSE lebih objektif dan TR lebih subjektif). Follow up TEE 24 jam kemudian menunjukkan TR ringan dan peningkatan TAPSE (1,5 cm). ini barhubungan dengan derajat tes fungsi liver (Liver Function Tests;LFTs) dan INR. Kultur darah pada hari berikutnya negatif dan pemberian antibiotic dihentikan Case Study 2 seorang pria berusia 47 tahun mengalami pembedahan three-vessel CABG pada arteri koroner kiri. Dia sebelumnya sehat, hanya terdapat hipertensi dan hiperkolesterolemia. Dia berhenti merokok 5 tahun yang lalu. Dari hasil anamnesa, dia pernah dirawat di rumah sakit untuk nyeri dada dan elevasi segmen ST. Angiogram menunjukkan terdapat stenosis cabang utama kiri 90% dengan fungsi Ventrikel Kiri yang terkompensasi. Dia dibawa kamar operasi untuk operasi bypass darurat. Setelah pembedahan di ruang ICU, yang menjadi perhatian utama adalah intermiten hipotensi dan diobati dengan infuse epinephrine dengan dosis 5ug/min. asidosis laktat, dengan serum laktat 4 mmol/L, dan drainase kateter thoraks antara 100 sampai 150 mL/jam selamat 6 jam terakhir diobati dengan 4 unit plasma beku segar dan 6 unit PRC. Selama jam jam sebelumnya, tekanan darah dan indeks jantungnya cenderung menurun dan kandungan laktat cenderung meningkat. Drainase kateter thoraks telah menurun antara 40 sampai 60 mL/jam. Output urin mulai menurun, dan vasopressin serta norepinephrine telah ditambahkan untuk memelihara tekanan darah Kerangka masalah Kasus ini dipertimbangkan sebagai kemunduran hemodinamik dengan penyebab yang belum diketahui. Tujuan utama pengobatan adalah untuk mengembalikan fungsi Ventrikel kanan dan Kiri dan, jika salah satu atau kedua bagian ditemukan mengalami kegagalan, untuk menentukan pnyebab. Pengobatan termasuk vital signs (termasuk tekanan arteri pulmonal dan indeks jantung); penilaian perfusi sistemik (kadar laktat, dan output urin); dan indikator penting lainnya (drainase kateter toraks). Diferensial pada kasus cukup luas, dengan pilihan pengobatan yang berbeda-beda;dengan demikian, TEE sangat penting untuk menilai patologi utama. Termasuk diferensial diagnosis berupa hipovolemia, disfungsi ventrikel (baik kiri ataupun kanan), inkompetensi valvula (kebanyakan katub mitral), atau tamponade jantung (cairan atau bekuan darah) Pengumpulan Data Interpretasi TEE menunjukkan pengisian underfilled LV dengan fraksi ejeksi. Ventrikal kanan normal dengan sedikit kekurangan pengisian , dengan petunjuk terdapatnya kompresi pada atrium kanan. Diagnosis yang mungkin pada tamponade kordis tidak terlalu rumit dan passion dibawa ke kamar operasi untuk drainase tamponade. Tamponade pada pengaturan perioperasi menghadirkan dilema pada TEE. Cairan bebas seringkali tidak terdapat, dan fungsi tekanan ventilasi positif membuat ventrikel

1021 kanan dan atrium kanan kolaps secara tidak biasa, terutama pada fase awal. Keberadaan bekuan darah bisa berefek isolasi pada atrium kanan atau ventrikel kanan dan kadang kadang, IVC atau SVC. Jika dicurigai tamponade, pemeriksaan yang hati hati pada semua area ini sangat penting. Edem pada miokardium atau jaringan di sekitar pericardium bisa salah terinterpretasikan sebagai bekuan darah, sehingga dapat terjadi positif palsu (lihat video 4 melalui 8, tersedia online). Harus diingat bahwa tamponade merupakan diagnose klinik (peningkatan tekanan pengisian dengan keberadaan underfilled ventrikel dan pengurangan kardiak output) dan TEE harus sudah dikonfirmasi mengenai kecurigaan ini. Kemungkinan lain, meskiipun kateter toraks di dalam pericardium, untuk menimbulkan tamponade bisa karena kateter toraks menjadi tersumbat atau karena bekuan darah terbentuk didalam pericardium itu sendiri. Setelah diagnosis, harus diadakan follow up bersama pembedahan untuk menghubungkan hal hal yang ditemukan pada apa apa yang terlihat di TEE Studi Kasus 3 Seorang wanita 65 tahun mengalami three-vessel CABG. Dengan riwayat medis, menghabiskan 70 kotak rokok setahun, hipertensi, kanker kolon, diobati 4 tahun sebelumnya. Penyelidikan preoperasinya ditemukan penyakit three-vessel dan normal ventrikel kiri. Tes preoperasi darah termasuk ABG semuanya dalam keadaan normal, seperti juga foto toraks. Tes fungsi paru menunjukkan penyakit obstruksi jalan udara tingkat sedang. Tidak ada yang istimewa pada prosedru bedahnya, tetapi terdapat kesulitan oksigenasi pada pasien pada periode post-CPB. Pasien masuk ke ICU dengan 100% oksigen dengan saturasi 92%. Selama 4 jam pertama setelah pembedahan, pasien terus mengalami desaturasi intermiten pada 100% Fio2 . secara hemodinamis, pasien stabil dan diberhentikan dari semua inotropik, tetapi masih tetap terdapat intermiten dan persisten desaturasi oksigen Kerangka masalah Desaturasi setelah pembedahan CABG tidak umum, dan biasanya bisa diterapi dengan baik dengan meningkatkan inspirasi oksigen, penambahan positif akhir-tekanan ekspirasi, dan tunggu sampai paru kembali mengembang. Diferensial diagnosisnya cukup banyak dan termasuk penyakit paru yang sudah ada terlebih dahulu, anestesi, posisi terlentang, ateletaksis, edem pulmo dan transfuse atau cedera paru akut yang terinduksi CPB. Satu penyebab yang potensial sering terlihat sebagai right-to-left shunt. Atrial septal defect (ASD), ventrikel septal defek, atau patent foramen ovale bisa menyebabkan shunting, yang biasanya left-to-right, tapi dalam kondisi dimana tekanan PA meningkat, tekanan sistemik menurun, atau TR meningkat, shunting bisa membalik menjadi right-to-left, yang menyebabkan desaturasi yang tidak responsive terhadap oksigen. Kondisi ini biasa terdapat pada periode posoperasi, terutama pada pasien intubasi Interpretasi dan pengumpulan data Meskipun pemeriksaan TEE bukanlah pemeriksaan penunjang pertama yang dilakukan pada pasien di ICU dengan Fio2 yang tinggi, ini bisa digunakan disaat penyebab lain bisa disisihkan ketika dicurigai ASD. Meskipun intraoperasi ekokardiografi seharusnya mendeteksi ada foramen ovale yang paten atau ASD, bisa jadi terkadang terlewat atau teridentifikasi dan diabaikan pada prosedur ruang tertutup (lihat video 9, tersedia online). Jika tidak dilaksanakan TEE, maka TEE harus dilaksanakan pada periode posoperasi,

1021 sambil dicari kemungkinan ASD dengan right-to-left shunting (yang bisa terjadi intermitten) aliran warna akan membantu dalam menentukan arah aliran darah. Bubble studi bisa dilaksanakan untuk membuktikan potensiasi dari right-to-left shunting (terutama apabila shunting terjadi tanpa provokasi manuver seperti manuver valsava). Pengobatan difokuskan pada pengurangan tekanan sebelah kanan dan meningkatkan tekanan sebelah kiri. Namun, padakasus berat yang unresponsive pada manajemen medis, pengembalian pada ruang operasi untuk memperbaiki ASD bisa terjamin. Jika manajemen medis sukses, kemudian pasien harus lebih hati hati terhadap kondisinya dan konsultasi pada bagian kardiologi. Apabila pasien kembali ke kamar operasi, dan ditemukannya reopening bisajadi berhubungan dengan gambaran TEE. Jika intraoperasi ekokardiogram telah dilaksanakan dengan pembedahan awal, ini harus ditinjau ulang dengan indikasi adanya ASD Daftar pustaka

1021 MANAJEMEN KARDIOVASKULER POSTOPERASI Poin kunci 1. Memelihara transport oksigen dan pengiriman oksigensecara tepat ke jaringansesuai dengan kebutuhan metabolic adalah tujuan dari control sirkulasi postoperasi 2. Beberapa parameter dari fungsi jantung memburuk setelah pembedahan jantung. Pendekatan terapetik untuk mengembalikan fungsi sangat penting 3. Iskemi miokardia sering muncul setelah pembedahan, dan ini berhubungan dengan kebalikan dari kardiak outcome. Beberapa cara telah diteliti untuk mereduksi komplikasi ini 4. Disfungsi biventrikuler postoperasi umum terjadi, dibutuhkan intervensi untuk mengoptimakan heart rate dan irama jantung, menyediakan preload yang dapat diterima, dan mengatur afterload dan kontraktilitas. Pada kebanyakan pasien, intervensi farmakologi bisa dihentikan secara cepat atau dihentikan pada 24 jam pertama setelah pembedahan 5. Takiaritmia supraventrikuler lazim pada hari pertama postoperasi, dengan predominasi atrial fibrilasi. Preoperasi dan farmakoterapi segera postoperasi bisa mengurangi insidensi, dan memperlambat respon ventrikuler 6. Hipertensi postoperasi telah menjadi komplikasi yang umum setelah pembedahan jantung; obat obat vasodilator terbaru lebih arterial selektif dan memungkinkan stabilitas sirkulasi yang lebih baik disbanding obat obat non selektif terdahulu 7. Katekolamin, fosfodiesterase inhibitors, dan kalsium sensitizer levosimendan telah diteliti untuk mengobati disfungsi biventrikuler 8. Fosfodiesterase inhibitor dan levosimendan merupakan inodilator yang efektif secara klinik. Natriuretic peptide seperti nesiritide juga memiliki peran sebagai vasodilator untuk meningkatkan kardiak output 9. Bypass yang berkepanjangan bisa menyebabkan refractory vasodilated state (vasoplegia) dibutuhkan kombinasi dari pressors seperti norepinephrine dan vasopressin 10. Tekanan ventilasi positif memiliki beberapa efek pada system kardiovaskuler, dengan interaksi yang komplek yang harus dipertimbangkan pada pasien setelah pembedahan jantung Disfungsi kardiovaskuler pascaoperasi cenderung meningkat pada usia lanjut dan lebih beresiko untuk mereka yang menjalani pembedahan jantung. Disfungsi biventrikuler dan perubahan sirkulasi muncul setelah cardiopulmonary bypass (CPB) tapi juga bisa muncul pada pasien yang menjalani pembedahan off-pump. Terapi farmakologi dengan monitoring yang cocok dan sokongan mekanis sangat penting untuk pasien pada periode pascaoperasi sampai ventrikel atau disfungsi sirkulasi menunjukkan peningkatan. Bagian ini mereview pertimbangan manajemen dari kegagalan sirkulasi pascaoperasi Transport Oksigen Memelihara transport oksigen (cont:pengiriman oksigen [Do2])sesuai dengan kebutuhan metabolic jaringan adalah tujuan dari kontrol sirkulasi pasca operasi. Transport oksigen adalah hasil dari kardiak output (CO) dikali jumlah oksigen yang dikandung dalam darah pada arteri (Cao2; cont:konsentrasi hemoglobin x 1,34 mL oksigen per 1 g hemoglobin x saturasi oksigen), dan ini bisa terpengaruh dengan banyak cara melalui system respirasi dan kardiovaskuler, seperti yang terlihat pada gambar 34-1. CO

1021 yang rendah, anemia akibat kehilangan darah, dan penyakit paru bisa mengurangi Do2. Sebelum mengubah factor determinan CO, termasuk keadaan inotropik dari ventrikel, konsentrasi hemoglobin yang bisa diterima dan saturasi oksigen yang adekuat (Sao2) harus tersedia, memungkinkan peningkatan CO untuk menyediakan Do2 yang tersedia maksimum. Ketika konsentrasi hemoglobin meningkat, maka viskositas darah dan kemudian fungsi kerja jantung untuk memompa darah. Pada jantung normal (seperti atlet), meningkatkan level hemoglobin sampai di atas normal akan meningkatkan performa, disarankan pada kondisi ini, peningkatan viskositas tidak lebih [enting dibandingkan kapasitas oksigencarrying. Ini tidak pernah terdeteksi pada pasien dengan penyakit paru. Penelitian mode analisis dari data yang diambil dari hewan menunjukkan penjagaan hematokrit antara 30% dan 33% menyediakan keseimbangan terbaik antara kapasitas oksigen-carrying dan viskositas. Analisa ini juga menyarankkan pada keadaan iskemi, diharapkan hematokrit bisa sampai pada range ini. Kebutuhan pasien akan inotropik yang berkesambungan atau sokongan alat alat medis pada fungsi ventrikuler pada jam jam pertama pascaoperasi, terutama pada keterbutuhan volume volume ekspansi intravaskuler, sebaiknya ditransfusi dengan hematokirit pada range ini, tetap dengan pertimbangan bahwa transfusi darah sering dihubungkan dengan kemunduran fungsi organ dan peningkatan mortalitas pada pasien yang sakit kritis. Penelitian trial randomisasi menunjukkan threshold transfuse pada 7g, lebih baik dari 9g, berhubungan dengan setidaknya outcome equivalen pada pasien ritis yang tidak memiliki akut myokard infark (MI) atau unstable angina.tidak satupun penelitian mengidentifikasi menggunakan kohort pada pasien yang pernah menjalani pembedahan jantung. Wu et al menemukan transfuse hematokrit pada 30% atau lebih rendah pada pasien yang lebih tua dengan akut MI berhubungan dengan outcome yang lebih baik. Penelitian ini mendukung konsep bahwa ini adalah hematokrit yang diharapkan, terutama pada pasien bedah jantung yang lebih tua atau mereka yang mengalami kondisi yang komplikasi Hipoksemia yang dengan penyebab apapun mengurangi Do2, dan oksigenasi arterial yang dapat diterima (Pao2) bisa diperoleh dari peningkatan konsentrasi okigen inspirasi (Fio2) atau tekanan positif endexpiratory (PEEP) pada pasien ventilasi. Kegunaan PEEP atau tekanan jalan udara yang berkesinambungan pada pasien yang bernafas secara spontan bisa meningkatkan Pao2 dengan mengurangi shunt intrapulmoer;bagaimanapun juga, venous return juga bisa terreduksi yang menyebabkan penurunan CO, dengan DO2 yang menurun, meskipun terdapat peningkatan Pao2 (gambar 34-2). Sangat penting untuk mengukur CO saat PEEP teraplikasi. Ekspansi volume intravaskuler bisa digunakan untuk mengimbangi efek kerusakan oleh PEEP (lihat bab 35) Pada pasien dengan oksigenasi arteri yang kecil, fungsi pulmoner harus terus dimonitoring dengan teliti agar mendorong terapi berhasil untuk keabnomalitasan. Pengukuran resistensi jalan udara dan sistem kompliansi respirasi harus dilaksanakan. Disaat resistensi meningkat, pengobatan untuk bronkospasme bisa meningkatkan Pao2 dan CO, karena penurunan tekanan intratoraks meningkatkan venous return. Pengobatan untuk overinflasi paru bisa mengurangi resistensi vaskuler paru (PVR), menguntungkan fungsi ventrikel kanan. Jika komplians berkurang, penerapan PEEP atau tekanan jalan udara positif berkesinambungan bisa membantuk untuk mendorong re-ekspansi dari area yang ateletaksi dan memindahkan tidal volume ke bagian yang lebih compliant dari relasi pressure-volume dari sistem respirasi (gambar 34-3) ini akan mengurangi energi yang dibutuhkan oleh pasien selama usaha berkesinambungan dan bisa mengurangi PVR (lihat bab 35) Hipoksemia yang tidak dapat dijelaskan bisa disebabkan oleh right-to-left intracardiac shunting biasanya diikuti dengan patent foramen ovale.. ini sering muncul ketika tekanan sebelah kanan meningkat secara

1021 tidak normal; sebagai contoh adalah penggunaan PEEP level tinggi. Jika dicurigai, ekokardiografi harus dilaksanakan, dan terapi untuk mengurangi tekanan sebelah kanan harus dimulai. Pasien dengan penyakit paru bisa mengalami pemburukan oksigenasi ketika terapi vasodilator dimulai disebabkan oleh pelepasan vasokonstriksi hipooksi paru di area paru yang sakit. Meskipun CO mengalamin peningkatan, pemburukan pada Cao2, akan menyebabkan penurunan pada Do2. Mengurangi dosis dari direct-acting vasodilator atau trial dari agen agen berbeda yang terindikasi Saat Do2 tidak bisa ditingkatkan sampai level yang dapat diterima oleh karena penurunan fungsi organ atau penumpukan lactate academia, pengukuran penurunan konsumsi oksigen (Vo2) bisa dilakukan sambil menunggu peningkatan fungsi kardiak dan pulmoner. Sebagai contoh, sedasi dan paralisis, bisa mempersingkat waktu peningkatan fungsi pada reversible posoperatif myocardial dysfunction. Temperatur Seringkali pasien diistirahatkan pada ruang ICU setelah operasi bedah jantung, pada suhu 35 C. terutama setelah pembedahan off-pump cardiac. Pola yang khas pada perubahan temperature selama dan setelah operasi jantung dan outcome hemodinamik diperlihatkan pada gambar 34 4. Penurunan temperature setelah CPB mucul, pada beberapa bagian, karena redistribusi suhu pada sekujur tubuh dan oleh karena kehilangan suhu panas. Noback dan tingker menemukan bahwa pemberian nitroporusside dan penggunaan high flows (>2,2 L/min/m2) selama peningkatan kembali suhu tubuh pada CPB bisa meningkatkan ketidak seragaman suhu tubuh dan menurunkan afterdrop dari 4 C sampai sekitar 2 C. monitoring bagian tubuh selain darah dan otaK ( seperti vesica urinaria, temperature membrane timpani) bisa membantu menyediakan pengembalian suhu tubuh yang lebih komplit, akan tetapi suhu tubuh biasanya mengalami penurunan setelah operasi. Khususnya ketika kesulitan kesulitan ditemukan dan dada tetap terbuka pada periode yang lebih panjang. Dan beberapa derajaat hipotermia seringkali menjadi hasil yang tidak dapat dicegah. Penggunaan intraoperative dari selimut hangat forced air terbaru atau cutaneous gel pad bisa menolong mengurangi kehilangan suhu tubuh selama dan setelah operasi. Normal termoregulatory dan respon metabolic pada hipotermia masih lengkap setelah operasi jantung, termanifestasi pada peripheral vasoconstriksi yang terkontribusi pada hipertensi yang pada umumnya sering terlihat pada fase awal di ICU. Sebagai akibat dari penurunan temperature, CO juga menurun sebagai akibat dari bradikardi, sedangkan konsumsi oksigen pada setiap denyut sejatinya mengalami peningkatan. Koagulasi, platelet dan fungsi imun terganggu oleh karena hipotermia pada potensiasi perdarahan posoperasi dan infeksi. Dan konsekuensi lain dari posoperatif hipotermia adalah peningkatan yang luas pada Vo2 dan produksi CO selama pengembalian suhu tubuh. Disaat pasien tidak bisa menignkatkan CO (contoh O2 delivery) efek dari peningkatan yang luas pada Vo2 termasuk pencampuran dasaturasi vena dan metabolic asidosis. Kecuali end-tidal karbondiaksida dimonitoring atau dilaksanakan analisis gas darah untuk menunjukkan peningkatan produksi CO2 dan sebagai penunjuk pada peningkatan ventilasi, hiperkarbia akan muncul, menyebabkan pelepasan katekolamin, takikardia dan hipertensi pulmonal. Efek ini akan lebih intens ketika pasien menggigil. Keadaan menggigil ini bisa diatasi dengan lebih efektif menggunakan meperidin, yang memiliki threshold lebih rendah untuk menggigil. Muscle relaxant bisa memfasilitasi hemodinamik yang lebih stabil disbanding meperidine tapi disamping itu juga butuh diberikan bersamaaan dengan sedasi untuk menghindari insomnia dan paralisis pasien

1021 Ketika suhu telah meningkat sekitar 36 C, vasokontriksi an hipertensi akan kembali menjadi vasodilatasi, takikardi dan hypotensi, bahkan tanpa hiperkarbi. Seringkali, setelah beberapa menit, pasien yang membutuhkan vasodilatasi untuk hipertensi jadi membutuhkan vasopressor atau volume cairan yang banyak untuk hypotensi. Penambahan volume selama periode pengembalian suhu tubuh bisa menolong penurunan rapid swing pada tekanan darah yang mungkin timbul. Akan menjadi sangat penting untuk mengenali kapan perubahan ini akan berakibat pada perubahan temperature tubuh untuk menghindari komplikasi pada kondisi lain yang bisa mengakibatkan perubahan cara terapi Pengobatan pada sirkulasi Pemeriksaan fisik Kondisi kondisi operasi, kateter toraks telah menempel untuk menghisap, cairan pada mediastinum dan cavum pleura, edem perifer dan perbedaan suhu bisa dikembalikan dan didiagnosa dengan informasi yang bisa didapatkan melalui teknik klasik seperti inspeksi, palpasi, dan auskultasi pada periode posoperasi. Bagaimanapun juga, pemeriksa tidak boleh terhalang dari pengaplikasian teknik teknik dasar ini dari segi sudut pandang dan keuntungan yang potensial. Pemeriksaan fisik bisa memberikan arahan yang sangat baik dalam memandu diagnosis atau patologi akut seperti pneumotoraks, hemotoraks atau insuffisiensi valvular akut. Akan tetapi pemeriksaan fisik klasik ini masih memiliki beberapa keterbatasan dalam mendiagnosis dan memanaj kegagalan jantung. Sebagai contoh, pada critical care setting, pemeriksa yang berpengalaman seperti ahli penyakit dalam, sering mengalami kesalahan pada penemuan misjudge cardiac filling pressure, dan kesalahan itu cukup jauh dari kondisi aslinya. CO yang rendah pada kondisi tertentu, biasanya tidak dapat dikenali secara konsisten pada tanda tanda klinis dan tekanan darah sistemik tidak berkorelasi dengan CO setelah operasi jantung. Oliguria dan metabolic asidosis, indicator klasik dari CO yang rendah, tapi tidak selalu handal karena poliuria juga bisa diinduksi oleh hipotermi, kekurangan oksigen yang terinduksi selama CPB mengakibatkan asidosis. Dan pengobatan atau pemberian cairan diberikan selama atau segera setelah operasi bypass. Meskipun para klinisi telah diajari bahwa kondisi CO yang adekuat bisa dinilai dari kualitas denyut, pengisian kapiler, dan suhu perifer, tidak terdapat hubungan antara indicator ini dan perfusi perifer dan CO atau systemic vaskuler resistance (SVR) yang dapat dihitung pada periode posoperasi. Pada hari pertama operasi, terdapat korelasi yang jelas pada temperature perifer dan cardiac index (CI; r = -60). Kebanyakan pasien masukk ke dalam ICU pada kondisi hipotermal, dan residu anastesi bisa mengakibatkan penurunan threshold untuk vasokonstriksi perifer sebagai respon dari kondisi ini. Ekstremitas pasien bisa tetap hangat meskipun terdapat kondisi hipotermal, atau penurunan CO. bahkan setelah stabilisasi temperature pada hari pertama operasi, hubungan antara perfusi peripheral dan CO terlalu kasar untuk digunakan sebagai manajemen hemodynamic Monitoring Invasif Konsep mengenai monitoring invasive dengan kateter arteri pulmonair (Pulmonary artery catheter PAC) telah mengalami revolusi pada beberapa decade terakhir oleh karena beberapa studi yang gagal menemukan benefit dari penggunaan alat ini. Ditambah lagi, terdapat hubungan yang burukk antara filling pressure dan volume diastolic akhir, stroke volume (SV), atau volume responsiveness. Sebuah review terbaru, pasien yang mendapatkan perawatan di ICU di Amerika Serikat menunjukkan pengurangan lebih dari 40% penggunaan PAC dalam 10 tahun terakhir sebelum 2004. Tren yang sama

1021 juga ditunjukkan pada pasien bedah termasuk mereka yang mendapatkan bedah jantung. PAC jarang digunakan pada operasi jantung di Negara manapun. Ketersediaan yang lebih baik dari bedside echochardiography, sesringkali dilaksanakan oleh intensives, telah dibuat sebuah modalitas dari sebuah teknik yang dipilih pada periode posoperasi. Penghitungan respon volume pada pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik, seperti denyut nadi, atau variabilitas SV (dari arterial waverofm analisys devices), telah dikenal secara luas dan merupakan indicator yang lebih spesifik dan sensitive pada kebutuhan ekspansi volume intravaskuler dibanding filling pressure Meskipun sangat sedikit benefit yang didapatkan pada penggunaan PAC, kebanyakan pasien di amerika utara tetap menggunakan teknik ini pada operasi jantung. Ahli anastesi jantung mendapatkan bahwa benefit yang tidak terlalu banyak pada penggunaan PAC itu disebabkan karena designed randomized trial yang kurang baik. Tidak ada percobaan pada pasien operasi jantung yang mungkin membuktikan keengganan dari ahli bedah jantung maupun ahli anestesi untuk mengelola pasien tanpa pertimbangan atas apa yang mereka anggap informasi tidak penting. Setelah operasi, kebanyakan center operasi jantung tidak memiliki dokter in-house, dan para ahli bedah yakin bahwa data PAC dapat diperoleh melalui telepon cukup bernilai. Sebagai sebuah alat yang minim invasive seperti EKG atau arterial waveform analisys devices menjadi lebih dikenal dan lebih tersedia, terlihat penggunaan PAC akan dikurangi pada pasien bedah jantung. Spesialisasi PAC telah dikembangkan yang memperkenankan mixed venous oxygen saturation kontiniu (SVo2) monitoring, pengukuran CO yang berkelanjutan, kalkulasi volume RV dan fraksi ejeksi, atau terdapat elektroda yang tertanam atau kanal yang yang melewati arteri atay kabel pacing ventrikuler. Kemampuan untuk mengalir melewati PAC secara khusus sangat bernilai pada pasien yang minimally invasive. Pada prosedur di mana ahli bedah tidak memiliki akses yang baik ke daerah jantung untuk menanamkan lead epikardial. Kateter SVo2 membantu mengevaluasi Do2 yang adekuat dan memungkinkan perawatan yang kontiniu pada respon terhadap terapi, yang mungkin berefek pada Do2 atau Vo2 (sebagai contoh terapi PEEP). Tren pada SVo2 bisa berfungsi sebagai sebuah tanda peringatan pada pemburukan supply atau kebutuhan O2 yang berhubungan dengan penurunan Do2 atau peningkatan VO2. Pada periode postoperasi, Svo2, tidak berhubungan dengan CO karena hanya merupakan pada relasi supply atau kebutuhan Oksigen. Pada kateter CO yang kontiniu, sebuah gulungan kabel menghangatkan darah, melewati ini setiap satuan waktu dengan interval yang ditentukan oleh sebuah algoritma, dan pengukuran perubahan pada temperature pada tip dari katetar dibunakan untuk menyediakan display yang kontiniu dari CO. meskipun penampilan display CO membutuhkan untuk mendapatkan data dan informasi dalam bebearpa menit, dan tidak secepat thermodilusi konvenesional, dan tidak menyediakan beat to beat SV, ini akan mencegah kebutuhan untuk memberikan volume injeksi pada pasien (yang bisa ditambaah dalam jumlah yang signifikan setiap 24 jam) dan menyediakan tran yang bisa memberikan peringatan dini dibanding injeksi intermiten. PAC computer sistem volumetric(REF-1; Edward lifesciences, Irvine CA) menggunakan termistor dengan sensitivitas tinggi untuk mendapatkan kalkulasi yang akurat dari volume jantung bagian kanan. Ekokardiografi EKG adalah sebuah teknik yang dipilih pada pada pengukuran akut fungsi jantung. Sama seperti transesophageal echocardiography (TEE) yang telah menjadi sangat penting pada manajemen intraoperasi pada beberapa kondisi, beberapa dokumen penilitian, penggunaan EKG pada periode

1021 postoperasi dengan keberadaan atau tanpa PAC. EKG memberikan informasi yang dapat menuntun kita pada pembedahan yang penting atau mencegah pembedahan yang tidak penting, memberikan informasi mengenai kardiak preload, dan dapat mendeteksi struktur akut dan fungsi abnormal, meskipun transthoracic echocardiography dapat dilaksanakan lebih sering, gambaran yang cukup memuaskan hanya didapatkan pada kurang lebih 50 % pasien pada ICU (lihat bab 11 sampai 14) Disfungsi miokardial posoperasi Studi menggunakan hemodinamik, scan nuklir, dan tekhnik metabolic telah mencatat bahwa pemburukan pada fungsi kardiak setelah bypass transplantasi arteri koroner (CABG Surgery). Meskiipun peningkatan pada proteksi miokardial, teknik operasi dan perawatan pasca operasi telah dilaporkan. Insiden yang mirip pada disfungsi biventrikuler awal (90%) telah dilaporkan antara 1979 dan 1990. Semua penelitian ini menunjukkan penurunan yang signifikan pada ventrikel kiri atau fungsi biventrikuler (saat diukur) pada jam pertama pasca operasi, dengan pengembalian yang bertingkat pada nilai preoperasi antara 8 sampai 24 jam. Pada salah sastu studi, penurunan ini hanya terjadi pada setengah pasien. Tapi pada studi lainnya lebih dari 90% pasien menunjukkan setidaknya penurunan sementara pada fungsi. Penurunan performa ventrikuler dari normal, atau peningkatan filling pressur muncul, yang menunjukkan penurunan kontraktilitas. Mirip flattening pada kurva fungsi ventricular pada umumnya jelas, menunjukkan bahwa expansi preload lebih besar dari 10 mmHG untuk CVP atau 12 mmHG untuk capiler pulmonal yang sedikit lebih menguntungkan. Pada studi klasik oleh Mangano, pasien dengan fraksi ejeksi LV lebih rendah dari 0,45 pada dissinergi ventrikuler terlihat lebih jelas dan disfungsi prolong dibanding dengan pasien dengan ventrikel normal. Proteksi miokardial yang memuaskan sangat penting untuk mencegah disfungsi pascaoperasi. Pada pembedahan off Pum, tujuannya adalah untuk menyediakan perfusi koroner; tapi pada manipulasi mekanik, perubahan pada CO dan BP dapat terjadi. Untuk CABG dengan CPB, kebanyakan ahli bedah akan menggunakan beberapa kombinasi hipotermia dan kristaloid atau cardioplegi darah untuk mempertahankan jantung dan mengurangi metabolismenya. Meskipun terdapat beberapa consensus bahwa salah satu teknik lebih disukai pada berbagai keadaan, kristaloid intermiten dingin kardioplegi dengan hipotermia sistemik adalah teknik yang paling luas digunakan dan telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Salerno et al merekomendasikan berkesinambungan, hangat, retrograde cardioplegi darah tanpa hipotermia sistemik. Mullen et al menyarankan bahwa kardioplegi darah harus setidaknya memiliki benefit short term dengan kerusakan miokardial yang lebih sedikit dan fungsi yang lebih baik. Bagaimanapun juga, studi lain dari cardioplegi darah telah menunjukkan hasil yang berbeda (lihat Bab 28 dan 29) Factor lain yang harus diperhatikan yang berkontribusi pada disfungsi ventrikel posoperatif termasuk iskemia miokardial, hipotermia residual, medikasi preoperative, seperti B-adrenergic antagonis, dan cedera iskemi/reperfusi. Aktivasi sel inflamasi dari generasi sitokin, peningkatan regulasi dari adesi molekul netrofil dengan aktivasi netrofil, formasi radikal bebas oksigen, dan lipoperoksidasi setelah cedera iskemi/reperfusi merupakan jalan yang penting untuk menilai disfungsi. Berbagai studi menujukkan pentingnya membatasi cedera iskemi/reperfusi miokard.breisblatt et all meneliti waktu lamanya disfungsi ventricular dan recovery setelah CPB atau CABG mirip dengan apa yang model cedera reperfusi binatang. Titik terendah pada 4 jam berkorespondensi mencapai puncak pada level sitokin. Sitokin bisa melepaskan nitric oksida dari endothelium yang akan memproduksi depresi miokardial.

1021 Evaluasi data inhibisi komplemen dengan pexelizumab pada peningkatan outcome menunjukkan strategi yang jelas (lihat bab 8) Iskemi miokard pascaoperasi Meskipun iskemi miokard intraoperatif telah menjadi fokus, studi menunjukkan bahwa iskemi yang muncul setelah pembedahan berhubungan dengan adverse cardiac outcome. Leung et al menemukan elektrokardiografi (EKG) dan gerakan segmental dinding menunukkan iskemi dini pada awal operasi pada lebih dari 40% pasien yang menjalani CABG. Pergerakan dinding segmental postbypass yang abnormal secara signifikan berhubungan dengan outcome yang berlawanan (contoh MI, kematian; gambar 34 -5) secara mengejutkan abnormalitas ini tidak sering terjadi pada region jantung yang telah revaskularisasi. Perubahan hemodinamik jarang didahului oleh iskemi; bagaimanapun juga, heart rate pasca operasi sebagaimana yang telah dilaporkan pada penelitian lain, secara signifikan lebih besar dibanding nilai intraoperasi atau nilai preoperas. Jain et al menemukan perubahan besar pada EKG pada 8 jam setelah cross-clampp release pada 58 pasien CABG, dan perubahan ini merupakan prediksi independen dari MI perioperatif. Meskipun beberapa perubahan muncul oleh karena reperfusi bedah atau kejadian beberapa saat setelah CPB tidak diketahui. Penemuan penemuan ini menunjukkan bahwa monitoring untuk iskemi harus dilanjutkan setelah revaskularisasi. Ini bisa menjadi rekognisi dini dan pengobatan pada iskemi atau medikasi profilactik yang dapat mencegah atau mengurangi iskemi miokard dan disfungsi yang mungkin timbul setelah pembedahan CABG (lihat bagian 6, 10, 12, 15, 18) Rekoveri dini, atau tracking cepat, pada pasien bedah jantung telah menuntun pada beberapa kekhawatiran iskemi akan muncul saat pasien terbangun dari operasi lebih awal karena merasakan sakit, terutama karena Mangano et al menunjukkan bahwa sedasi dengan infuse sufentanil bisa mereduksi iskemi pada periode ini. Sebuah studi randomisasi oleh Cheng et all membantah kekhawatiran ini karena terbangun dan ekstubasi dalam 6 jam CABG tidak berhubungan dengan lebih banyak CK-MB (isoenzim dari keratin kinase dengan otot dan subunit otak) pelebapsan atau perubahan elektrokardiofi dibanding ventilasi semalaman, wahr et al menunjukkan bahwa bahkan dengan penggunaan sedasi propofol, episode hemodinamik (perubahan signifikan pada HR dan BP) adalah umum pada 12 jam setelah pembedahan dan perubahan segmen ST muncul pada 12% sampai 13 % pasien. Intervensi Terapetik Intervensi terapetik untuk disfungsi biventrikuler termasuk perhatian standard untuk memanaj kondisi CO yang rendah dengan mengontrol HR dan irama, menyediakan preload yang dapat diterima, dan mengatur afterload dan kontraktilitas. Pada kebanyakan pasien, intervensi farmakologi bisa digunakan secara terus atau dihentikan selama 24 jam pertama setelah pembedahan Aritmia pascaoperasi Pasien dengan preoperasi atau baru saja mendapatkan ventrikel noncomplian membutuhkan prakiraan kontraksi atrial untuk menyediakan ventrikuler filling yang memuaskan, terutama ketika mereka berada pada irama sinus sebelum pembedahan (lihat bagian 4, 5, 10, 19, dan 25). Meskipun kontraksi atrial menyediakan sekitar 15% sampai 20% dari ventrikuler filling, ini bisa jadi sangat penting pada pasien pascaoperasi, saat disfungsi ventrikuler dan mereduksi komplians bisa timbul. Sebagai contoh, pada pasien dengan akut miokard infark, sistol atrial berkontribusi 35 % dari SV. SV relative lebih tetap pada

1021 pasien dengan disfungsi ventrikuler, dan HR adalah determinan penting dari CO. rata rata dan kelainan irama penting untuk dikoreksi ketika masih mungkin, menggunakan kabel pacing epikardial. Sampai pada irama dan rerata pasca operasi seperti yang terlihat pada table 34 1. Penggunaan PAC dengan atrial atau elektroda pacing ventrikuler atau penggunaan lumen untuk pacing wires bisa memfasilitasi irama sementara dari kabel epikardial yang tidak berfungsi. Apabila gagal, kabel pacing transvenous bisa diletakkan. Selanjutnya pada periode pascaoperasi (hari pertama sampai ketiga)takiaritmia supraventrikuler menjadi problem utama, dengan dominasi fibrilasi atrial. Rata rata insidensi ratenya adalah antara 30% dan 40%, tapi dengan peningkatan umur dan pembedahan katub, insidens rate bisa mencapai lebih dari 60%. Ada banyak alasan terjadinya hal ini, termasuk factor genetic, inadekuat proteksi atrial selama pembedahan, elektrolit abnormalitas, perubahan pada ukuran atrial dengan pergeseran cairan, inflamasi epikardial, stress dan iritasi. Randomisasi trial dari off-pump coronaru artery bypass telah ditemukan insidensi yang mirip pada fibrilasi atrial pascaoperasi dibandingkan dengan on-pump CABG. Pada usia yang lebih lanjut, histori atrial fibrilasi, dan pembedahan katub jantung lebih sering diidentifikasi sebagai factor resiko dari atrial fibrilasi. Karena AV lebih sulit untuk diobati dan secara potensial meningkatkan durasi dan ongkos rumah sakit, terdapat hal yang menarik pada efektifnhya terapi dan profilaksi. Kebanyakan studi telah menunjukkan bahwa B blockade secara signifikan mengurangi insidensi dari AF pascaoperasi dan withdraw B-Blocker pada pasien yang menerima ini sebelum pembedahan adalah factor risiko yang penting. Guideline yang dipublikasi oleh American heart assosiasi, American college of cardiology, dan north American society of pacing dan electrophysiology merekomendasikan pemberian B blocker untuk mencegah AF pascaoperasi jika tidak terdapat kontraindikasi, sotalol yang juga memiliki beberapa aksi kelas III yang juga cukup efektif dan sementara ini tersedia pada sediaan intravena di amerika utara (lihat bagian 4 dan 10) Beberapa studi telah menyimpulkan penggunaan amiodaron untuk profilaksis atau pengobatan dan pelaporan pada oral dan amidaron intravena. Intravena amiodaron banyak digunakan pada praktik karena muatan akut dengan terapi oral tidak memungkinkan. Dua studi pivotal menggunakan amiodaron layak diakui. Pada PAPABEAR studi, amiodarone oral (10 mg/kg daily) atau placebo diberikan pada 6 hari sebelum pembedahan sampai 6 hari setelah bedah (13 hari). Takiaritmia atrial muncul pada lebih sedikit pasien dengan amiodarone (48/299; 16,1 %) dibanding pada pasien dengan placebo (89/302; 29,5%) rata rata, pada pasien yang lebih muda dari 65 tahun (19 [11,2%] vs. 36 [21,1%] pada pasien yang lebih tua dari 64 tahun (28 [21,7%] vs 54 [41,2%]), pada pasien yang hanya menjalani CABG (22 [ 11,3%] vs. 46 [23,6%]), pada pasien yang memiliki penggantian katub (25 [23,8%] vs 44 [44,1%]) pada pasien yang menerima terapi B blocker perioperatif (27[15,3%] vs 42 [25%]) dan pada pasien yang tidak menerima terapi B Blocker preoperative (20 [16,3%] vs 48 [35,8%]) secara respektif, takiaritmia pascaoperasi ventrikuler takiaritmia secara terus menerus muncul lebih rendah pada pasien amiodaron (P = 0,01) panjang tinggal dirumah sakit pada grup placebo adalah 8,2 +- 6,2 hari dan 7,6 +- 5,9 hari untuk grup amiodarone Setelah AF atau perkembangan supraventrikuler aritmia lainnya, pengobatan seringkali sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah simtomatis atau mendapatkan benefit hemodynamic. Lebih lama pasien berada dalam kondisi AF, akan semangit sulit untuk di konversi, dan lebih besar resiko untuk formasi thrombus dan embolisasi. Kondisi kondisi yang terjadi terus menerus yang dapat diobati seperti gangguan elektrolit atau rasa sakit harus diatasi saat farmakologi spesifik diberikan. Paroxysmal

1021 supraventrikuler takikardi (tidak biasa dalam kondisi ini) bisa dihapuskan atau diganti dengan adenosine intra vena, dan atrium berdebar debar bisa terkadan g diganti dengan overdrive atrial pacing dengan temporary wires yang diletakkan pada saat pembedahan. Electrical cardioversi bisajadi dibutuhkan apabila hipotensi disebabkan karena rate yang terus menerus; bagaimanapun juga aritmia atrial berulang pada kondisi ini. Kontrol rerata untuk AF atau flutter bisa didapatkan dari atrioventrikuler nodal blocking yang bervariasi, dan konversi akan difasilitasi oleh beberapa obat dengan baik. Kesimpulan dari beberapa modalitas pengobatan untuk supraventrikuler aritmia. Jika konversi kepada irama sinustidak muncul, cardioversi elektrik pada keadaan obat antiaritmic harus dicoba atau antikoagulan dengan warfarin dimulai (lihat bagian 4, 10, dan 25) Kesimpulannya, AF adalah komplikasi yang cukup sering pada pembedahan jantung. Tapi insidensinya bisa direduksi secara signifikan dengan profilaksis yang sesuai. B Adrenergic blocker harus diberikan pada pasien tanpa kontraindikasi, dan amiodaron profilaksi bisa dipertimbangkan untuk pasien dengan resiko tinggi untuk AF pascaoperasi. Pasien yang jelek apabila diberikan B Blockade tidak bisa mentoleransi sotalol, sedangkan amiodaron tidak memiliki batasan ini. Lebih banyak studi perlu dilaksanakan untuk meningkatkan pengobatan pada terapi profilaksis pada pembedahan jantung offpump. Setelah AF mucul, bisa terdapat insidensi tinggi rekurensi, maka pengobatan dengan farmakologi yang kontiniu dan spesifik sangat penting.

You might also like