You are on page 1of 65

2004

http://www.kalbe.co.id/cdk
ISSN : 0125-913X

144. THT
2004

http. www.kalbe.co.id/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X

144. THT
Daftar isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Rinitis Atrofi – Rizalina Arwinati Asnir
8. Papiloma Laring pada Anak – Bambang Supriyatno, Lia Amalia
11. Kista Duktus Tiroglosus – Hafni
13. Rinoskleroma – Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah
16. Kanker Nasofaring - Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir – R.
Susworo
20. Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap Tenggorok Penderita
Tonsilofaringitis Akut terhadap Beberapa Antimikroba Betalaktam
di Puskesmas Jakarta Pusat – Retno Gitawati, Ani Isnawati
24. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja – Novi
Arifiani
29. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja – Ambar W.
Keterangan Gambar Sampul : Roestam
Jaras sistim pendengaran manusia 35. Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi – HR Krisnabudhi
sumber: http://ivertigo.net 13
41. Vertigo: Aspek Neurologi – Budi Riyanto Wreksoatmodjo
47. Terapi Akupunktur untuk Vertigo – Prasti Pirawati, L. Yvonne
Siboe

52. Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah
satu Sumber Antioksidan – Sulistyowati Tuminah
55. Hasil Pemeriksaan Uji Hemaglutinasi pada Penderita Tersangka
Demam Berdarah Dengue di Jakarta Tahun 2001 – Enny
Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk

57. Produk Baru


58. Kapsul
59. Informatika Kedokteran
60. Kegiatan Ilmiah
62. Abstrak
64. RPPIK
EDITORIAL

Cermin Dunia Kedokteran kali ini terbit dengan topik bahasan


masalah telinga, hidung dan tenggorokan. Beberapa penyakit seperti
rinitis atrofi dan papiloma laring dapat anda jumpai; selain masalah
pengaruh lingkungan – dalam hal ini kebisingan terhadap fungsi
pendengaran khususnya.
Tidak ketinggalan pula artikel mengenai kanker nasofaring dan
perawatan trakeostomi – yang perlu diperhatikan, baik oleh tenaga medis
maupun keluarga pasien.
Artikel mengenai vertigo juga ikut melengkapi edisi ini
Selamat membaca, komentar dan kritik sejawat sekalian tetap kami
nantikan

Redaksi

2 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


2004

International Standard Serial Number: 0125 - 913X

KETUA PENGARAH REDAKSI KEHORMATAN


Prof. Dr. Oen L.H. MSc

PEMIMPIN UMUM - Prof. DR. Sumarmo Poorwo Soedarmo - Prof. Dr. R Budhi Darmojo
Dr. Erik Tapan Staf Ahli Menteri Kesehatan Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam
Departemen Kesehatan RI Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
KETUA PENYUNTING Jakarta Semarang
Dr. Budi Riyanto W.
- Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM, - Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.
PELAKSANA MScD, PhD. Laboratorium Ortodonti
Sriwidodo WS. Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti
Universitas Indonesia, Jakarta Jakarta
TATA USAHA
- Dodi Sumarna
- Djuni Pristiyanto
ALAMAT REDAKSI - DR. Arini Setiawati
Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Bagian Farmakologi
Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171 Jakarta
E-mail : cdk@kalbe.co.id
http: //www.kalbe.co.id/cdk
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976 DEWAN REDAKSI
Tanggal 3 Juli 1976

PENERBIT - Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D - Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto


Grup PT. Kalbe Farma Tbk.
Zahir MSc.
PENCETAK
PT. Temprint http://www.kalbe.co.id/cdk

PETUNJUK UNTUK PENULIS


Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagai pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
aspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang- dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
bidang tersebut. tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalam
Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk naskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama, (Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Contoh :
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan 1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia 2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertai logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.
dengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca 3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk.
Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/ Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : cdk@kalbe.co.id
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap, Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/ secara tertulis.
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tinta Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertai
hitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan dengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.

Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan


tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
English Summary
LARYNGEAL PAPILLOMA IN CHILD- RHINOSCLEROMA ACUPUNCTURE FOR VERTIGO
REN
Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Fir- Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe
Bambang Supriyatno, Lia Amalia mansyah
Dept. of Acupuncture Dr. Cipto
Dept of Child Health, Faculty of Dept. of ENT, Adam Malik General Mangunkusumo General Hospital,
Medicine, University of Indonesia, Hospital, Medan, North Sumatra, Jakarta, Indonesia
Jakarta, Indonesia Indonesia
Vertigo is a common com-
Laryngeal papilloma is a be- Rhinoscleroma is an endemic plaint, referred to dizziness or a
nign tumor frequently found in disease; in Indonesia it is found in sense of imbalance, can be due
children. It is caused by strains of North Sulawesi, North Sumatera to vestibular system disorder. The
human papilloma virus (HPV) and Bali. symptoms may cause anxiety
family. There is still no accurate and and disturb the patient’s social
Practically all patients with successful management method life.
laryngeal papilloma present with for this problem . Conventional treatment is still
hoarseness or a weak voice; not satisfactory.
chronic cough, paroxysms of Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 13-15 This is a report of a 50 year-
chocking; recurrent respiratory dmr,raa,fih old female with vertigo, treated
infections also may occur. Partial with acupuncture and showed
airway obstruction may manifest good improvement.
as stridor or chest retractions.
Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 47-51
Diagnosis can be confirmed using
a flexible fiberoptic laryngoscope ppi,lys
to visualize the larynx. Papillomata
have a characteristic wart-like
appearance, and tend to be
concentrated on the free margins
of true vocal folds, particularly at
the anterior commissure.
The mainstay of treatment is
surgical ablation. The role of
medications such as alpha-
interferon, acyclovir, ribavirin, and
retinoic acid are still debatable.

Cermin Dunia Kedokt.2004: 144; 8-10


bso, laa

Fate is distinghished but an expensive tutor


(Goethe)

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Rinitis Atrofi
Rizalina Arwinati Asnir
Bagian/SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Rinitis atrofi sering ditemukan pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah,
lingkungan yang buruk dan di negara yang sedang berkembang. Etiologi dan
patogenesis rinitis atrofi sampai saat ini belum dapat diterangkan secara jelas, sehingga
pengobatannya belum ada yang baku.

Kata kunci : rinitis atrofi, sosial ekonomi rendah.

PENDAHULUAN Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil


Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50
ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka tahun,8 Jiang dkk berkisar 13-68 tahun9, Samiadi mendapatkan
dan pembentukan krusta.1-11 Secara klinis, mukosa hidung umur antara 15-49 tahun.20
menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehing- Penyakit ini sering ditemukan di kalangan masyarakat
ga terbentuk krusta yang berbau busuk.1-9 Penyakit ini lebih dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang
sering mengenai wanita,1-5,7,11-15 terutama pada usia pubertas.1- buruk1-3,11-14 dan di negara sedang berkembang.12,16 Di RS H
4,7,11,13
Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember 2000
Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur
ekonomi rendah dan di lingkungan yang buruk1-3,11-14 dan di berkisar dari 10-37 tahun.
negara sedang berkembang.12,16
Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang ETIOLOGI
belum dapat diterangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Etiologi rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat di-
Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya terangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Beberapa teori yang
belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang- dikemukakan antara lain :
kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.1,2,4,11,17 1) Infeksi kronik spesifik 1-4, 7,9,11,12,17
Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika Terutama kuman Klebsiella ozaena. Kuman ini meng-
tidak menolong, dilakukan operasi .1-5,11-15 hentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia.
Kuman lain adalah Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudo-
SINONIM : Ozaena, rinitis fetida, rinitis krustosa.20 monas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid
bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena
KEKERAPAN 2) Defisiensi Fe1-4,7,12, vitamin A1,2,5,7,11
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi 3) Sinusitis kronik1,2,5,12,16,18
lebih sering mengenai wanita,1-5,7,11-15 terutama pada usia 5) Ketidakseimbangan hormon estrogen1-5,7,11
pubertas.1-4,7,11,13 Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria,8 6) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun1-4,7,5,7
dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria.9 Samiadi 7) Teori mekanik dari Zaufal4,5
mendapatkan 4 penderita wanita dan 3 pria.20 8) Ketidakseimbangan otonom 4,7,12,17

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 5


9) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome timbul).
(RSDS)4,5,17 Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik
10) Herediter5,7,17 dalam tiga tingkat21 :
11) Supurasi di hidung dan sinus paranasal5,16 a. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak
12) Golongan darah. kemerahan dan berlendir, krusta sedikit.
Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa di- b. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa
golongkan atas : rinitis atrofi primer yang penyebabnya tidak makin kering, warna makin pudar, krusta banyak, keluhan
diketahui4,10 dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung anosmia belum jelas.
(operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidung c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga
kronik yang disebabkan oleh sifilis, lepra, midline granuloma, konka tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar se-
rinoskleroma dan tbc. kali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia
yang jelas.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel DIAGNOSIS
kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau atro- Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis,
fik,3,4,5,9,11,12,15,16,19 dan fibrosis dari tunika propria.3,4,12, terdapat pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, peme-
pengurangan kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukur- riksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan histopatologi dan
an3,4,11 dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menying-
terminal.3,13 ;oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa kirkan sifilis.1,2,9,11
dibagi menjadi dua:3,4,21
Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole Diagnosis Banding
terminal akibat infeksi kronik; membaik dengan efek Rinitis kronik tbc, rinitis kronik lepra, rinitis kronik sifilis
vasodilator dari terapi estrogen. dan rinitis sika.21
Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek
dengan terapi estrogen. KOMPLIKASI4,8,11
Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole Dapat berupa: perforasi septum, faringitis, sinusitis, miasis
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga hidung, hidung pelana.
akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.
Taylor dan Young mendapatkan sel endotel berreaksi PENATALAKSANAAN
positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya Tujuan pengobatan adalah: menghilangkan faktor etiologi
absorbsi tulang yang aktif.3,4 dan menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara
Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebab- konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan operasi.1,2
kan pembentukan krusta tebal yang melekat.10,11 Atrofi konka
menyebabkan saluran nafas jadi lapang.10,11 Konservatif
Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun; Dobbie 1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman,
mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan dengan dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang.1,2
protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada peng-
menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi. obatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12
Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurang- minggu.3
an efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang 2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung
baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan dari krusta dan sekret dan menghilangkan bau.
bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya Antara lain :
mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krusta b. Campuran :
yang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan NaCl
kuman.7 NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN Aqua ad 300 c
Keluhan biasanya berupa : hidung tersumbat, gangguan 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangat
penciuman (anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya c. Larutan garam dapur
krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis dan d. Campuran :
hidung terasa kering.1-5,10-12 Na bikarbonat 28,4 g
Pada pemeriksaan ditemui : rongga hidung dipenuhi krusta Na diborat 28,4 g
hijau, kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat, NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat
terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi
purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering. dengan menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke naso-
Bisa juga ditemui ulat/telur larva (karena bau busuk yang faring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali sehari.

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang
lain : glukosa 25% dalam gliserin untuk membasahi mukosa, belum dapat diterangkan dengan memuaskan.
oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya
ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang-
tiga kali sehari masing-masing tiga tetes. kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Peng-
4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu obatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif.
5) Preparat Fe
6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas1-5,11-14
Sinha, Sardana dan Rjvanski melaporkan ekstrak plasenta
manusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2
KEPUSTAKAAN
tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal
memberikan 93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama. 1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Hidung . Dalam : Buku Ajar Ilmu
Ini membantu regenerasi epitel dan jaringan kelenjar.3 Penyakit Telinga Hidung Tenggorok . Edisi ke 3. Jakarta : FKUI, 1997;
Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2 91-3, 113-4.
2. Mangunkusumo E. Rinitis Atrofi. Dalam : Penatalaksanaan Penyakit dan
tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : FKUI, 1992; 90-2.
dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urine 3. Weir N, Wood DG. Infective Rhinitis and Sinusitis. Dalam : Scott-
seminggu sekali untuk melihat efek samping obat, pembersihan Brown's Otolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann,
hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan 1997; 4/8/26-7.
4. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A Short Practice of
sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang me- Otolaryngology. Madras : All India Publisher, 1993; 202-5.
muaskan pada 6 dari 7 penderita.21 5. Kumar S. Fundamental of Ear,Nose & Throat Diseases and Head - Neck
Surgery. Calcutta : The New Book Stall, 1996; 218-21.
OPERASI 6. Lobo CJ, Hartley C, Farrington WT. Closure of the Nasal Vestibule in
Atrophic Rhinitis-A new non surgical technique. J Laryngol Otol 1998;
Tujuan operasi antara lain untuk: menyempitkan rongga 112 : 543-6.
hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentuk- 7. Sayed RH, Elhamd KA, Kader MA. Study of Surfactant Level in Cases of
an krusta dan mengistirahatkan mukosa sehingga memungkin- Primary Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 2000; 114 : 254-9.
kan terjadinya regenerasi. 8. Baser B, Grewal DS, Hiranandani NL. Management of Saddle Nose
Deformity in Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 1990 ; 104 : 404-7.
Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : 9. Jiang R,Hsu C,Chen C. Endoscopic Sinus Surgery and Postoperative
1) Young's operation Intravenous Aminoglycoside in the Atrophic Rhinitis. Am J Rhinol 1998 ;
Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha me- 12 : 325-33.
laporkan hasil yang baik dengan penutupan lubang hidung 10. Groves J,Gray RF.A Synopsis of Otolaryngology. 4th Bristol:Wright,
1985; 193-411.
sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung 11. Maqbool M. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th ed New
bergantian masing-masing selama periode tiga tahun. Delhi : Jaypee Brothers, 1993; 264-7.
2) Modified Young's operation 12. Massegur H.Atrophic Rhinitis-Pathology, Etiology and Management.
Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm Dalam : XVI Congress of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Sydney, 1997; 1403-6.
yang terbuka. 13. Maran AGD. Disease of the Nose, Throat and Ear. Singapore : PG
3) Lautenschlager operation Publishing, 1992; 40-1.
Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian 14. Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear and Head and Neck.
dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung. 14th ed Singapore : ELBS, 1987; 26-7.
15. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, Nose and Throat Diseases. A
4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, Pocket Reference. 2nd ed. New York : Georg Thieme Verlag, 1994; 218-9.
dermofit, bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan 16. Hagrass, Gamea AM, Sherief SG.Radiological and Endoscopic Study of
Fibrin Glue. the Sinus Maxilla in Primary Atrophic Rhinitis.J Laryngol Otol 1992
5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila ;106: 702-3.
17. Bertrand B, Doyen A, Elloy P. Triosite Implants and Fibrin Glue in the
(Wittmack's operation) dengan tujuan membasahi mukosa Treatment of Atrophic Rhinitis:Technique and Results. Laryngoscope
hidung.4,5,10-14,23 1996; 106 : 652-7.
Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana 18. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.
menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina
Rupa Aksara, 1994; 1-4, 10-5, 229.
dengan memuaskan.22 19. Hilger PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies (ed),
Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya, C. Jakarta: EGC,
PROGNOSIS 1996; 173-82, 221-2.
Dengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan 20. Samiadi D. Laporan Penanggulangan Beberapa Kasus Rinitis Atrofi.
Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Konas VII Perhati. Ujung Pandang,
penyakitnya.5 1986; 549-55.
21. Mewengkang N, Samsudin, Sutomo. Penutupan Koana dengan Flap
Faring pada Penderita Ozaena Anak. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah
KESIMPULAN Konas VII Perhati. Ujung Pandang: 1986; 576-80.
22. Naumann HH. Head and Neck Surgery. Indication, Technique, Pitfalls.
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang Vol.1. New York : Georg Thieme Publishers, 1980; 349-51, 381-2.
ditandai adanya atrofi progresif mukosa dan tulang konka 23. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 3rd
disertai pembentukan krusta. Baltimore : Williams & Wilkins, 1996; 492, 499.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 7


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Papiloma Laring pada Anak


Bambang Supriyatno, Lia Amalia
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

ABSTRAK

Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai di


saluran nafas anak; dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang dapat meng-
akibatkan kematian.
Etiologi pasti papiloma laring tidak diketahui; diduga berhubungan dengan infeksi
human papiloma virus (HPV) tipe 6 dan 11. Beberapa keadaan diduga berperan
sebagai faktor predisposisi seperti keadaan ekonomi rendah, higiene yang buruk,
infeksi saluran nafas kronik, kelainan imunologis, dan terdapatnya kondiloma akumi-
nata pada ibu. Manifestasi klinis awal biasanya berupa suara serak sampai afonia serta
suara tangisan yang abnormal. Papiloma laring pada anak dapat menyebar ke trakea
dan bahkan sampai ke paru-paru. Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkan
anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laringoskopi langsung. Pada
laringoskopi langsung dapat terlihat gambaran tumor menyerupai kembang kol, ber-
warna kemerahan, rapuh, mudah berdarah, dan pertumbuhannya eksofilik. Tatalaksana-
nya berupa tindakan bedah dikombinasikan dengan fotodinamik; obat-obatan (medi-
kamentosa) kurang berperan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah sumbatan jalan
nafas serta penyebaran ke paru-paru. Prognosis kurang baik dalam hal rekurensi; pada
anak angka rekurensi (kekambuhan) masih cukup tinggi.

Kata kunci : papiloma laring, anak, rekurensi

PENDAHULUAN Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) pada saluran napas


Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang merupakan penyebab potensial papiloma laring. Mc Kenzie
sering dijumpai pada saluran napas anak. Papiloma laring membedakan penyakit ini dari tumor lain secara klinis dan
pertama kali dikenal sebagai kutil di tenggorok (warts in the menggunakan istilah “papiloma”.2,3
throat) oleh Donalus pada abad ke-17. Mc Kenzie memper- Papiloma merupakan jenis tumor yang berkembang de-
kenalkan nama papiloma laring pada abad ke-19.1 ngan cepat, walaupun tidak ganas. Tumor ini dapat menyebar
Papiloma merupakan neoplasma laring jinak pada anak ke rongga mulut, hidung, trakea dan paru, tetapi lokasi ter-
tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Papiloma laring pada sering adalah laring.4,5
anak dapat menjadi masalah jika menyumbat jalan napas. Terdapat dua jenis papiloma laring; salah satu adalah papi-
Selain itu papiloma laring mempunyai kemampuan untuk loma laring juvenilis yang biasanya multipel dan cenderung
tumbuh kembali setelah pengangkatan dan meluas ke struktur agresif. Yang lain adalah papiloma laring senilis yang soliter
trakeobronkial. dan kurang agresif tetapi dapat berkembang menjadi ganas.

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


INSIDENS pemeriksaan fisis, dengan laringoskopi langsung atau tak lang-
Papiloma laring lebih sering dijumpai pada anak, 80% sung serta dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis.
pada kelompok usia di bawah 7 tahun.6 Agung7 melaporkan 7 Pada anamnesis jika terdapat suara serak dan suara
kasus antara 1970-1976, 6 di antaranya di bawah 12 tahun. tangisan yang abnormal pada anak dengan atau tanpa riwayat
Sedangkan di Bagian THT RSCM ditemukan 14 kasus antara infeksi yang telah diobati tetapi tidak ada perubahan, maka
1993-1997 dengan usia antara 2,5-18 tahun. perlu dicurigai suatu papiloma laring. Biasanya terdapat stridor
inspirasi dan pada pemeriksaan laringoskopi langsung tampak
ETIOLOGI gambaran tumor yang menyerupai kembang kol, kemerahan,
Etiologi papiloma laring tidak diketahui dengan pasti. rapuh, dan mudah berdarah, serta pertumbuhannya eksofilik.
Diduga Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11 berperan Penyebaran ke trakea dan paru dapat diidentifikasi melalui
terhadap terjadinya papiloma laring. Diduga ada hubungan an- foto toraks dan CT Scan. Pada foto toraks dapat terlihat
tara infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring gambaran kavitas.17
pada anak.8,9 Hal ini terbukti dengan adanya HPV tipe 6 dan 11
pada kondiloma genital. Walaupun penemuan di atas menun- Diagnosis banding
jukkan peran infeksi virus pada papiloma laring, tetapi ada Diagnosis sulit terutama pada fase awal. Sering disalah
faktor lain yang berperan., mengingat papiloma laring dapat diagnosis dengan laringo-trakeo-bronkitis, asma bronkial, la-
menghilang spontan saat pubertas. ringomalasea, paralisis pita suara, nodul pita suara atau kista
Teori yang melibatkan faktor hormonal sebagai salah satu laring kongenital. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan la-
penyebab pertama kali dikemukakan oleh Holinger.10 ringoskopi langsung dan biopsi.15
Terdapat beberapa faktor predisposisi papiloma laring
yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene yang buruk, infeksi
saluran napas kronik, dan kelainan imunologis.3,11-13 PENATALAKSANAAN
Ada beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma
HISTOPATOLOGI laring, semuanya mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat
Gambaran makroskopik papiloma laring berupa lesi ekso- papiloma dan menghindari rekurensi.
fitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan Umumnya terapi dapat dikategorikan sebagai berikut :
dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah a. Bedah
kambuh, tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan. 10 Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan
Gambaran mikroskopik menunjukkan kelompok stroma jaringan normal untuk mencegah penyulit seperti stenosis
jaringan ikat dan pembuluh darah seperti jari-jari yang dilapisi laring. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan papi-
lapisan sel epitel skuamosa dengan permukaan keratotik atau loma dan/atau memperbaiki dan mempertahankan jalan napas.
parakeratotik. Kadang-kadang muncul gambaran sel yang ber- Beberapa teknik yang digunakan antara lain: trakeostomi,
mitosis.10 laringofissure, mikrolaringoskopi langsung, mikrolaringoskopi
dan ekstirpasi dengan forseps, mikrokauter, mikrolaringoskopi
dengan diatermi, mikrolaringoskopi dengan ultrasonografi,
MANIFESTASI KLINIS kriosurgeri, carbondioxide laser surgery.17,18 Pada kasus papi-
Pada awalnya adalah gangguan fonasi berupa suara serak loma laring yang berulang, terapi bedah pilihan adalah peng-
sampai afonia dan suara tangisan abnormal pada anak. Bila angkatan tumor dengan laser CO2.
papiloma cukup besar dapat menyebabkan gangguan b. Medikamentosa
pernapasan berupa batuk, sesak, dan stridor inspirasi. Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baik
Penyebaran ke trakea dan bronkus jarang ditemukan, tetapi digunakan secara sendiri maupun bersama-sama dengan tin-
dapat terjadi pada pasien dengan riwayat ekstirpasi papiloma dakan bedah. Obat yang digunakan antara lain antivirus, hor-
atau riwayat trakeostomi sebelumnya, yang menimbulkan mon (dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapi
sumbatan saluran napas atau penyakit parenkim paru. 14-16 medikamentosa ini tidak terlalu bermanfaat.18-20
Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4 c. Imunologis
derajat berdasarkan kriteria Jackson. Jackson I ditandai dengan Terapi imunologi untuk papiloma laring umumnya hanya
sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa suportif menggunakan interferon.18
sianosis. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih d. Terapi fotodinamik
berat yaitu disertai retraksi supra dan infraklavikula, sianosis Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalam
ringan, dan pasien tampak mulai gelisah. Jackson III adalah tatalaksana papilomatosis laring rekuren.14 Terapi ini meng-
Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal, gunakan dihematoporphyrin ether (DHE) yang tadinya dikem-
epigastrium, dan sianosis lebih jelas, sedangkan Jackson IV bangkan untuk terapi kanker. Jika diaktivasi dengan cahaya
ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak dengan panjang gelombang yang sesuai (630 nm), DHE meng-
tegang, dan terkadang gagal napas.7,11 hasilkan agen sitotoksik yang secara selektif menghancurkan
sel-sel yang mengandung substansi tersebut. Basheda dkk.
DIAGNOSIS melaporkan bahwa terapi fotodinamik efektif menghilangkan
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang teliti, lesi endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 9


KOMPLIKASI 7. Agung IB, Losin. Pengelolaan papiloma laring di Bagian THT FK-UGM.
Laporan pendahuluan KONAS PERHATI V Semarang, 1977; .h.669-75.
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuh 8. Smith EM, Pignatari SSN, Gray SD. Human papillomavirus infection in
spontan ketika pubertas; tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus, papillomas and nondisease respiratory sites of patients with recurrent
dan paru, diduga akibat tindakan trakeostomi, ekstirpasi yang respiratory papillomatosis using the polymerase chain reaction. Arch
tidak sempurna.13 Meskipun jarang, radiasi diduga menjadi Otolaryngol Head Neck Surg 1993; 119:554-7.
9. Derkay CS. Task force on recurrent respiratory papillomas. A preliminary
faktor yang mengubah papiloma laring menjadi ganas. study. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1995; 121:1386-91.
10. Abramson AL, Steinberg BM, Winkler B. Laryngeal papillomatosis:
clinical histopathologic and molecular studies. Laryngoscope 1987;
PROGNOSIS 97:678-85.
11. Yasin AR. Penelitian pendahuluan pada papiloma laring. Skripsi. THT
Prognosis papiloma laring umumnya baik. Angka re- FKUI, 1982.
kurensi (berulang) dapat mencapai 40%. Sampai saat ini belum 12. Mulloly VM, Abramson AL, Steinberg BM. Clinical effect of alpha
diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi re- interferon dose variation on laryngeal papillomas. Laryngoscope 1998;
kurensi pada papiloma.16 Diagnosis dini dan penanganan yang 98:1324-9.
13. Bashida SG, Mehta AC, de Boer G, Orlowski JP. Endobronchial and
tepat diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap parenchymal juvenile laryngotracheobronchial papillomatosis effect of
rekurensi. Penyebab kematian biasanya karena penyebaran ke photodynamic therapy. Chest 1991; 100:1458-64.
paru. 14. Shikowitz MJ. Comparison of pulsed and continuous wave light in
photodynamic therapy of papillomas: An experimental study.
Laryngoscope 1992; 102:300-10.
KEPUSTAKAAN 15. Ossof RH, Werkheven JA, Dere H. Soft tissue complication of laser
surgery for reccurent papillomatosis. Laryngoscope 1991; 101:1162-6.
1. Harley C, Hamilton, Birzgalis AR. Recurrent respiratory papillomatosis. 16. Rimell EM, Shoemaker DL, Pou AM. Pediatric respiratory
The Manchester experience 1974-1992. Laryngol and Otol 1994; papillomatosis. Prognostic role of viral typing and cofactors. Laryngos-
108:226-9. cope 1997; 107:915-47.
2. Kohlmoos HW. Papilloma of the larynx in children. Arch Otolaryngol 17. White A, Haliwell M, Fairman DH. Ultrasonic treatment of laryngeal
1995; 11:242-52. papillomata. Bristol General Hospital. h.249-60.
3. Elo J, Hidvigi J, Bajtai A. Papova viruses and recurrent laryngeal 18. Haglund S, Lundwuist P, Cantell K. Interferon therapy in juvenile
papillomata. Arch Otolaryngol 1995; 115:322-5. laryngeal papillomatosis. Arch Otolaryngol 1981; 107:327-32
4. Erisen L, Fagan JJ, Myers EN. Late recurrences of laryngeal papillo- 19. Green GE, Bauman NM, Smith RJH. Pathogenesis and treatment of
matosis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1996; 122:942-4. juvenile onset recurrent respiratory papillomatosis. Otolaryngol Clin N
5. Kashima H, Mounts P, Leventhal B. Sites of predilection in recurrent Am 2000; 33:187-207.
respiratory papillomatosis. Ann Otol Rhinol Laryngol 1993; 102:580-3. 20. Derkay CS, Darrow DH. Recurrent respiratory papillomatosis of the
6. Steinberg BM, Topp WC, Schneider PS, et al. Laryngeal papillomavirus larynx. Current Diagnosis and Treatment. Otolaryngol Clin N Am 2000;
infection during clinical remission, N Engl J Med 1983; 308:1261-4. 33:1-12.

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kista Duktus Tiroglosus


Hafni
Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Kista duktus tiroglosus merupakan 70 % dari kasus kista yang ada di leher. Kista
ini lebih sering terjadi pada anak. Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bertujuan
untuk memperkecil angka kekambuhan yaitu dengan mengangkat kista beserta
duktusnya.

Kata kunci : Kista duktus tiroglosus, kekambuhan

PENDAHULUAN Penulis lain mengatakan predileksi usia kurang dari 10


Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk tahun sebesar 31,5%, pada dekade ke dua 20,4%, dekade ke
dari duktus tiroglosus yang menetap sepanjang alur penurunan tiga 13,5% dan usia lebih dari 30 tahun sebesar 34,6%.1,5
kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum sampai kelenjar tiroid Waddell mendapatkan 28 kasus kista duktus tiroglosus secara
bagian superior di depan trakea.1-11 Kista ini merupakan 70% histologik dari 61 pasien yang diduga menderita kista
dari kasus kista yang ada di leher.4,5 tersebut.12 Tri D dkk melaporkan 8 kasus kista duktus
Kista ini biasanya terletak di garis median leher, dapat tiroglosus dari 1983-1985 di RS Kariadi Semarang.11
ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas
kelenjar tiroid.4-10,12 PATOGENESIS
Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus yang banyak Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya
dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka kista duktus tiroglosus :
kekambuhan, yaitu dengan mengangkat kista beserta duktus- 1) infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel
nya, bagian tengah korpus hiod, traktus yang menghubungkan traktus, sehingga mengalami degenerasi kistik.
kista dengan foramen saekum serta mengangkat otot lidah di 2) sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya
sekitarnya, seperti yang dilakukan Sistrunk pada tahun penumpukan sekret sehingga membentuk kista.
1920.1,3,4,5,9,10,13 Teori lain mengatakan mengingat duktus tiroglosus
terletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering
KEKERAPAN terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang,
Beberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan sehingga terbentuklah kista.1
kasus terbanyak dari massa non neoplastik di leher, merupakan
40% dari tumor primer di leher.1,13,14 Ada penulis yang LOKASI
menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kista Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garis
duktus tiroglosus.5,6 tengah leher, sepanjang jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari
Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak,10,14 walau- dasar lidah sampai ismus tiroid.11
pun dapat ditemukan di semua usia.4,9,10,12 Predileksi umur Lokasi yang sering adalah1,5 :
terbanyak antara umur 0 – 20 tahun yaitu 52%, umur sampai 5 - intra lingual : 2,1%
tahun terdapat 38%.4,11 Sistrunk (1920) melaporkan 31 kasus - suprahioid : 24,1%
dari + 86.000 pasien anak.3 Tidak terdapat perbedaan risiko - tirohioid : 60,9%
terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisa - suprasternal : 12,9%
didapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5 Sedangkan Ward4 mendapatkan dari 72 pasien dengan kista
tahun.3,5 duktus tiroglosus, lokasinya terdapat di:

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 11


- submental : 2 4) Kista dipisahkan dari jaringan sekitarnya, sampai tulang
- suprahioid : 18 hioid. Korpus hioid dipotong satu sentimeter.
- transhioid : 2 5) Pemisahan diteruskan mengikuti jalannya duktus ke
- infrahioid : 43 foramen sekum. Duktus beserta otot berpenampang setengah
- suprasternal : 3 sentimeter diangkat. Foramen sekum dijahit, otot lidah yang
Hanlon mendapatkan 1 kasus kista duktus tiroglosus yang longgar dijahit, dipasang drain dan irisan kulit ditutup
lokasinya jauh ke lateral.8 kembali.5,11

GEJALA KLINIK KOMPLIKASI


Keluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di Fistel duktus tiroglosus dapat timbul spontan atau sekunder
garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid. akibat trauma, infeksi atau operasi yang tidak adekuat. Kejadi-
Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di an fistel ini antara 15-34%.5
tempat timbulnya kista.
Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat, KESIMPULAN
mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk
sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkan dari duktus tiroglosus yang tetap ada sepanjang alur penurunan
lidah.1,6,7,10 Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang- kelenjar tiroid. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang
kadang lebih besar.9 ada di leher. Biasanya terletak di garis median leher yang dapat
Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien me- ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas
ngeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah. kelenjar tiroid.
Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun
DIAGNOSIS dapat ditemukan pada semua usia. Penatalaksanaan kista duk-
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang tus tiroglosus dengan cara Sistrunk yang sudah banyak dilaku-
harus dipikirkan pada setiap benjolan di garis tengah leher. kan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka kekambuhan.
Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan
suntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan
dilakukan foto Rontgen.2,6,11 KEPUSTAKAAN

Diagnosis Banding 1. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Brown’s
Otolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann, 1997; 5/16/1-
1. Lingual tiroid 3. Kista brankial 4.
2. Kista dermoid 4. Lipoma1,11 2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Pengajar Bag. THT FKUI. Jakarta :
Bina Rupa Aksara, 1994; 295-6, 381-2.
3. Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT.
PENATALAKSANAAN Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya C. Jakarta : EGC, 1996; 415-21.
Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan 4. Karmody CS. Developmental Anomalies of the Neck. Dalam: Pediatric
banyak macamnya, antara lain insisi dan drainase, aspirasi Otolaryngology. 2nd ed. Bluestone CD, Stool SE, Scheetz MD (eds.).
perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeksi dengan bahan Philadelphia : WB Saunders Co, 1990; 1313-14.
5. Sobol M. Benign Tumors. Dalam : Comprehensive Management of Head
sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan and Neck Tumors. Vol. 2. Thawley S, Panje WR (eds.). Philadelphia :
dilaporkan antara 60-100%. Schlange (1893) melakukan eksisi WB Saunders Co, 1987; 1362-69.
dengan mengambil korpus hioid dan kista beserta duktus- 6. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 2nd ed. Vol.
duktusnya;dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%.11 II. Philadelphia : Lea & Febiger, 1989; 88.
7. Colman BH. Disease of Nose, Throat and Ear and Head and Neck, A
Sistrunk (1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan Handbook for Students and Practitioners. 14th ed. Singapore : ELBS,
embriologi, yaitu kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus 1987; 183.
yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta otot 8. O’Hanlon DM, Walsh N, Corry J et al. Aberrant thyroglossal cyst. J.
lidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat Laryngol. Otol. 1994; 108 : 1105-7.
9. Pincu RL. Congenital Neck Masses and Cysts. Dalam : Head and Neck
menurunkan angka kekambuhan menjadi 2-4 %.5,11 Surgery - Otolaryngology. Vol. 1. Bailey JB, Johnson JT, Kohut RI et al.
Philadelphia : JB Lippincott Co, 19; 755.
Cara Sistrunk : 10. Ellis PDM. Branchial cleft anomalies, thyroglossal cysts and fistulae.
1) Penderita dengan anestesi umum dengan tube endotrakea Dalam : Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th ed. Oxford: Butterworth –
Heinemann, 1997; 6/30/8-12.
terpasang, posisi terlentang, kepala dan leher hiperekstensi. 11. Damijanti T, Suparjadi S, Samsudin. Tata Laksana Kiste Duktus
2) Dibuat irisan melintang antara tulang hioid dan kartilago Tiroglosus di UPF THT RSDK Semarang Th. 1983 - 1985. Dalam :
tiroid sepanjang empat sentimeter. Bila ada fistula, irisan ber- Kumpulan Naskah Konas VI Perhati. Ujung Pandang. 1986; 760-7.
bentuk elips megelilingi lubang fistula. 12. Waddell A, Saleh H, Robertson N et al. Thyroglossal duct remnants. J.
Laryngol. Otol. 2000; 114: 128-9.
3) Irisan diperdalam melewati jaringan lemak dan fasia; fasia 13. Urben SL, Ransom ER. Fusion of the thyroid interval in a patient with a
yang lebih dalam digenggam dengan klem, dibuat irisan me- thyroglossal duct cyst. Otolaryngol. Head and Neck Surg. 120 (5): 757-9.
manjang di garis media. Otot sternohioid ditarik ke lateral 14. Greinwald JH, Leichtman LG, Simko MEJ. Hereditary Thyroglossal Duct
untuk melihat kista di bawahnya. Cyst. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 122: 1094-6.

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Rinoskleroma
Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah
Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara /
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan

ABSTRAK

Rinoskleroma merupakan penyakit endemik, di Indonesia terutama di Sulawesi


Utara, Sumatera Utara dan Bali.
Belum ada cara penanggulangan yang tepat dan memuaskan untuk penyakit ini
sampai sekarang.

PENDAHULUAN nimbulkan deformitas yang luas.8,10


Rinoskleroma adalah penyakit yang jarang di Amerika Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan
Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia, patologi spesimen yang memperlihatkan sel-sel Mikulicz yang
Amerika, Eropa dan Afrika.1-7 khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma.5,7
Di Indonesia, rinoskleroma telah dilaporkan sejak sebelum
perang dunia ke dua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders INSIDEN
dan Stoll (1918) di Sumatera Utara.2 Dilaporkan banyak Rinoskleroma dapat mengenai semua usia, tetapi sering
terdapat di Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Bali.1,8 pada dewasa muda.1,2,9 Kebanyakan penderita ditemukan pada
Pengobatan meliputi medikamentosa, radiasi dan pem- dekade dua dan tiga. Penyakit ini sering dijumpai pada sosial
bedahan, namun sampai sekarang belum ada cara tepat yang ekonomi yang rendah, lingkungan hidup yang tidak sehat dan
memberikan hasil memuaskan.6,8 gizi yang jelek.1,2 Belinoff melaporkan 94,5 % terdapat pada
Rinoskleroma adalah penyakit menahun granulomatosa golongan pekerja kasar seperti petani.8 Fisher menyatakan tidak
yang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian ada perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan.8,9,11
atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempit- Penyakit ini merupakan penyakit endemik di Polandia,
an rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringan Cekoslovakia, Rumania, Rusia, Ukraina, Guatemala, Salvador,
granulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring, Kolumbia, Mesir, Uganda, Nigeria, India, Philipina dan
orofaring, subglotis, trakea dan bronkus. Indonesia.2-4,7,9,11,13-16
Rinoskleroma disebabkan oleh bacilus gram negatif Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi Utara, Sumatera
(Klebsiella rhinoscleromatis).1,8-10 Utara dan Bali.1,8
Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra
(1870). Mikulitz menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk ETIOLOGI
penyakit ini dan Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella Rinoskleroma disebabkan oleh Klebsiela rhinoskleromatis
yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini.2,8,9 yang merupakan basil Gram negatif.1-16 Penyakit ini juga di-
Infeksi biasanya dimulai dari bagian anterior hidung se- hubungkan dengan AIDS dan defisiensi sel T.2,7
bagai plak submukosa yang lembut, meluas secara bertahap
menjadi nodul padat yang tidak sensitif, dan dalam beberapa HISTOPATOLOGI
tahun akan mengisi dan menyumbat hidung. Bila tidak diterapi Penyakit rinoskleroma adalah penyakit radang menahun
akan meluas ke bibir atas dan hidung bawah sehingga me- granulomatosa dari submukosa dengan gambaran histo-

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 13


patologis yang khas, berupa hiperplasi dan hipertrofi epitel Keluhan penderita sesuai dengan stadiumnya.
permukaan, jaringan ikat di bawah epitel berbentuk trabekula Pada stadium I, hanya pilek yang tidak mau sembuh
dan di infiltrasi oleh sel-sel besar dengan vakuola pada dengan pengobatan biasa. Lebih lanjut rongga hidung mulai
sitoplasma. Sel-sel ini mempunyai inti di tepi dan di dalam dipenuhi krusta yang menyebabkan hidung tersumbat dan
vakuola terdapat banyak basil berbentuk batang yang kemudian berbau busuk serta mukosa hidung menjadi kemerahan.
dikenal sebagai basil dari Von Frisch. Di samping itu terdapat Pada stadium II, di samping keluhan hidung tersumbat
pula sebukan sel-sel plasma, limfosit dan histiosit. juga sering terjadi perdarahan dari hidung. Pada stadium ini
Sel-sel besar dengan vakuola dan basil-basil tersebut biasanya penyakit mudah dikenali. Dari pemeriksaan, kavum
kemudian dikenal dengan sel-sel dari Mikulicz. Sel-sel ini nasi dipenuhi oleh jaringan yang mudah berdarah, kemerahan,
menurut Fischer dan Hoffman penting dalam menegakkan konsistensi padat, permukaan licin tanpa ulkus. Pada stadium
diagnosis penyakit rinoskleroma. Toppozada mengemukakan ini penyakit mudah meluas sampai ke traktus respiratorius
bahwa sel ini berasal dari sel-sel plasma yang banyak terdapat bagian bawah.
pada penyakit ini.9 Stadium III adalah stadium yang sudah tenang dengan
Secara histopatologis penyakit ini terdiri dari tiga stadia; keluhan dan gejala dari sisa kelainan yang menetap akibat
yang menunjukkan gambaran khas adalah stadium granu- proses sikatrisasi dan kontraksi konsentrik jaringan granu-
lomatosa2,9,12 lomatosa yang mengeras.1,6,8,11
1. Stadium kataral/ atropik
Metaplasi skuamosa dan infiltrasi subepitel nonspesifik
dari sel PMN dengan jaringan granulasi. DIAGNOSIS
2. Stadium granulomatosa Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pe-
Gambaran diagnostik ditemukan pada stadium ini berupa meriksaan fisik yang meliputi : rinoskopi anterior/posterior,
sel radang kronik, Russel body, hiperplasi pseudo epitelioma- laringoskopi indirek/direk dan bronkoskopi, ditambah dengan
tosa, histiosit besar bervakuola yang mengandung Klebsiella pemeriksaan penunjang seperti radiologi, bakteriologi,
rhinoskleromatis (Mikulicz sel). histopatologi, serologi (test komplemen fiksasi, test aglutinasi)
3. Stadium sklerotik dan imunokimia.1,2,7,810,14,15
Fibrosis yang luas, yang menyebabkan stenosis dan kelain-
an bentuk. Diagnosis Banding2,7,13,15
1. Proses infeksi granulomatosa
a. Bakteri : Tuberkulosis, Sifilis, Lepra
GEJALA KLINIS b. Jamur : Histoplasmosis, Blastomikosis, Sporotrikosis,
Gejala tergantung pada area, perluasan dan lamanya Koksidioidomikosis
penyakit.1 c. Parasit : Leismaniasis mukokutaneus
Di hidung dapat dibedakan menjadi tiga stadium 1,2,8-11,14: 2. Sarkoidosis
- Stadium I (Kataralis, Atrofi, Eksudasi) 3. Wegener granulomatosis
Ditemukan pada usia sekolah. Gambaran penyakit pada
stadium ini tidak khas, sering seperti rinitis biasa. PENATALAKSANAAN
Dimulai dengan cairan hidung encer, sakit kepala, Meliputi : medikamentosa, radiasi dan tindakan bedah;
sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti namun sampai sekarang belum ada cara yang tepat dan
cairan mukopurulen berbau busuk; dapat terjadi gangguan memuaskan.6,8
penciuman. 1. Medikamentosa
- Stadium II (Granulomatous, Infiltratif, Noduler) Antibiotik sangat berguna jika hasil kultur positif, tetapi
Ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Terjadi pertum- kurang berharga pada stadium sklerotik.
buhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa Antibiotik yang dapat digunakan antara lain:
hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung. - Streptomisin : 0,5-1 g/ hari
Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler - Tetrasiklin : 1-2 g/ hari
yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup - Rifampisin 450 mg/ hari
mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan. - Khloramphenikol, Siprofloksasin, Klofazimin1,2,7-
10,11,13-15
Kemudian terjadi invasi, dapat ke arah posterior (nasofaring)
maupun ke depan (nares anterior). Terapi antibiotik diberikan selama 4-6 minggu dan dilanjutkan
- Stadium III (Skleromatous, Stenosis, Sikatrik) sampai dua kali hasil pemeriksaan kultur negatif.8
Massa secara perlahan-lahan menjadi avaskuler dan terjadi Rolland menggunakan kombinasi Streptomisin dan Tetra-
fibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak, siklin dengan hasil yang memuaskan.9
kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut Steroid dapat diberikan untuk mencegah sikatrik pada
dan penyempitan jalan nafas. stadium granulomatosa.3,10
Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan. 2. Radiasi
Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring, Terapi radiasi pernah diberikan oleh Massod, tetapi hasilnya
trakea dan bronkus. belum memuaskan.8,11

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


3. Dilatasi 2. http//www.atlases.muni.ce/atl-en/sect-sect-58/html.
3. Hilger PA. Penyakit hidung. Dalam Boies (ed). Buku Ajar penyakit THT.
Cara dilatasi dapat dicoba untuk melebarkan kavum nasi Ed VI. EGC. Jakarta, 1997. h 210.
dan nasofaring terutama bila belum terjadi sumbatan total.1,9 4. Yigla M, Ben-izhak O, Oren I et al. Laryngotracheobronchial
4. Pembedahan involvement in a patient with nonendemic rhinoscleroma. Chest. June
Tindakan ini dilakukan pada jaringan skleroma yang ter- 2000. http//www.afip.org/departements/endocrine/case/dec00/december2
htm.
batas di dalam rongga hidung, sehingga pengangkatan dapat 5. Wilson WR, Montgomery WW. Infectious disease of the paranasal
dikerjakan dengan mudah secara intranasal. Jika terjadi sinuses. In: Otolaringology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co.
sumbatan jalan nafas (seperti pada skleroma laring) harus 1991; p. 1851-52.
dilakukan trakeostomi.1,4,7,9,10,13,14,16 6. Balenger JJ. Granuloma kronis pada muka, hidung, faring dan telinga.
Dalam: Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jilid I. ed
13. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994; h 368-70.
KOMPLIKASI 7. Groves C. Department of pathology. Vol 17. No 4. January. 1998.
Komplikasi dapat timbul akibat perluasan penyakit ke : http//www.162.129.103.32/micro/v17n04.htm.
1. Organ sekitar hidung : 8. Suardana W, Masna PW, Tjekeg M dkk. Beberapa aspek penyakit
rinoskleroma di bagian THT FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.
- Sinus paranasal Dalam : Kumpulan Naskah KONAS VI PERHATI. Medan, Juli. 1980; h
- Saluran lakrimal (dakrioskleroma) 128-34.
- Orbita : proptosis, kebutaan 9. Desasouza S, Chitale A. Scleroma. In XVI World Congress of
- Telinga bagian tengah (otoskleroma) Otorhinolaringology head and neck surgery. Vol 1. Monduzzi. Sydney:
March. 1997; p. 603-7.
- Palatum mole, uvula, orofaring 10. Ramalingam KK, Sreemamoorthy B. Infections of the nose. In A Short
2. Laring, sering timbul di daerah subglotik yang meng- Practice of Otolaryngology. ed I India: All India Publishers. 1993; p. 208-
akibatkan kesukaran bernafas, asfiksia dan kematian. 9.
3. Saluran nafas bawah: sumbatan trakeobronkial, atelektasis 11. Wein N. Infective rhinitis and sinusitis. In Scott-Brown’s Otolaryngol-
ogy. Vol IV. Ed VI. Butterworth-Heinemann. Great Britain: 1997; h
paru. 4/8/34-35
4. Intrakranial 12. Rhinoscleroma http//www.thedoctorsdoctor.com/diseases/rhinoscleroma.
Di samping akibat perluasan penyakit, komplikasi dapat htm
juga timbul berupa perdarahan (pada stadium granulomatosa) 13. Colman BH. Diseases of the nasal cavity. In: Diseases of the nose, throat
and ear and head and neck. ed IV. Longman Singapore Publ. 1990; p. 40.
dan berdegenerasi maligna.1 14. Fried MP, Shapiro J. Acute and chronic laryngeal infections. In
Otolaryngology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co. 1991; h 2245-
KEPUSTAKAAN 56.
15. Becker W, Nauman HH, Pfaltz CR. Ear, nose and throat diseases. Ed II.
1. Pranowo S, Ahmad M, Wiratno dkk. Rinoskleroma di RS. Dr. Kariadi New York: Thieme medical publishers inc. 1993; p. 206-7.
Semarang. Dalam Kumpulan naskah lengkap ilmiah KONAS VII 16. Maran AGD. Benign Tumours and Granulomas in Nose, Throat and Ear.
PERHATI. Surabaya, Agustus. 1983; h 457-66. Ed X. PG Publishing. 1990; p. 61.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 15


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Kanker Nasofaring
Epidemiologi dan
Pengobatan Mutakhir
R. Susworo
Guru Besar dan Spesialis Radiologi (Konsultan) Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta

PENDAHULUAN lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan


Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya 2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita.
penyakit kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yang Apabila kita melihat distribusi penyakit ini di seluruh
disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dari dunia, maka KNF paling banyak dijumpai pada ras Mongol, di
terjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel samping Mediteranian, dan beberapa ras di Afrika bagian utara.
manusia yang mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien KNF per tahun per
pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak normal dan 100.000 penduduk, sedangkan angka rata rata di Cina bagian
berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigai selatan berkisar antara 20 per 100.000.2 Bandingkan dengan
sebagai penyebab terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain negara Eropa atau Amerika Utara yang mempunyai angka
disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi lemak yang kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun.3
terlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang
eksternal seperti sinar ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai
pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai kekacauan struktur mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai
ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal.
pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka
dengan kanker payudara atau indung telur (ovarium), atau gen kejadian KNF pada para migran dari daratan Tiongkok yang
HLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik telah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan)
ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besar bermakna dalam terjadinya KNF antara para migran dari
akibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan daratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang
delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan
Adakalanya manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu, Hispanics, dimana kelompok Tionghoa menunjukkan angka
terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan. kejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa
migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih
KANKER NASOFARING (KNF) tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang
Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring yang bermakna dalam hal terjadinya KNF pada kelompok migran
terletak posterior dari kavum nasi dan di atas bagian bebas dari tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwa
langit langit lunak. Yang disebut KNF adalah kanker yang kelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’
terjadi di selaput lendir daerah ini, tepatnya pada cekungan untuk terjadinya KNF, tetapi karena pola makan dan pola hidup
Rosenmuelleri dan tempat bermuaranya saluran Eustachii yang selama di perantauan berubah maka faktor yang selama ini
menghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring. dianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun
Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi
kasus baru per tahun per 100.000 penduduk1. Catatan dari Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yang
berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa KNF menduduki diawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang
urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti
dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT (telinga hidung susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan
dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan KNF pada yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine
peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada Pada awalnya pasien mengeluh pilek pilek biasa, kadang
komunitas orang perahu (boat people) yang menggunakan kayu kadang disertai dengan rasa tidak nyaman di telinga,
sebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak mencolok pendengaran sedikit menurun serta mendesing. Lendir dari
pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari hidung dapat disertai dengan perdarahan yang berulang. Pada
negaranya. keadaan lanjut hidung akan menjadi mampet sebelah atau
Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini keduanya. Penjalaran tumor ke selaput lendir hidung dapat
di Singapura. Persentase terbesar yang dikenai adalah masya- mencederai dinding pembuluh darah daerah ini dan tentunya
rakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk), disusul akan terjadi perdarahan dari hidung (mimisan). Keluhan telinga
oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan terakhir adalah dapat diterangkan sebagai akibat penyumbatan muara saluran
keturunan Hindustan (0,5 per 100.000). 4 Eustachii yang berfungsi menyeimbangkan tekanan dalam
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), (yang dinamai ruang telinga tengah dan udara luar. Pembesaran kelenjar leher
sesuai dengan penemunya, Epstein dan Barr pada limfoma merupakan pertanda penyebaran KNF ke daerah ini yang tidak
Burkitt pada 1960), pada hampir semua kasus KNF telah jarang didiagnosis sebagai tuberkulosis kelenjar. Pemberian
mengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus pengobatan terhadap pembesaran kelenjar yang dianggap tbc
tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan tanpa pemeriksaan yang benar tentunya akan sangat merugikan
titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgG penderita secara moril maupun materiil mengingat pengobatan
terhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer tbc memerlukan waktu yang lama. Manakala pasien merasa
ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun bahwa kelenjar leher menjadi makin besar, maka dapat
virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit dipastikan bahwa penyakitnya telah menjadi kian lanjut.
keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi Keterlambatan diagnosis lain yang pernah terjadi adalah karena
orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi kegagalan mencari penyebab keluhan sakit kepala yang terus
adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untuk menerus. Kegagalan tersebut terjadi antara lain karena
menimbulkan proses keganasan. pemeriksaan CT scan / MRI dilakukan hanya pada jaringan
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain, otak saja, padahal nyeri kepala yang timbul dapat merupakan
KNF tidak pernah dihubungkan dengan kebiasaan merokok dan akibat desakan tulang dasar tengkorak oleh tumor. Yang
minum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein selanjutnya terjadi biasanya pasien ini akan memperoleh
Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Adanya pengobatan nyeri kepala dalam jangka panjang dan
hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinya pemeriksaan berulang ulang terhadap otaknya sampai akhirnya
KNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam muncul salah satu gejala akibat KNF.
jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi Selain mendesak dasar tengkorak KNF juga seringkali
ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style menyerang saraf pusat yang keluar dari otak. Saraf yang paling
salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan sering dikenai adalah saraf penggerak bola mata, akibatnya
lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa terjadi kelumpuhan bola mata yang mengakibatkan pasien
bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai mengeluh penglihatan ganda (diplopia) dan pada pemeriksaan
pengganti air susu ibu pada saat menyapih.5 tampak bola mata yang juling. Selain gangguan motorik,
Peneliti lainnya mencoba menghubungkannya dengan keluhan sensorik yang sering timbul adalah rasa baal di wajah.
makanan yang diawetkan menggunakan garam lainnya seperti Untuk menegakkan diagnosis, selain gambaran keluhan
udang asin, telur asin. Penyebab lain yang dicurigai adalah dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan
pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu serta pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung dinding
asap kayu bakar. nasofaring dengan alat endoskopi, CT scan atau MRI
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan nasofaring dan sekitarnya serta pemeriksaan laboratorium.
alami (Chinese herbal medicine= CHB). Hildesheim dkk Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologik jaringan
memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi nasofaring. Sedangkan pemeriksaan lain, seperti foto paru,
EBV dan penggunaan CHB6. USG hati, pemindaian tulang dengan radioisotop (bone
scanning) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
GEJALA KLINIS KNF metastasis di organ-organ tersebut. Adanya metastasis dimana-
Karena tidak ada gejala spesifik yang dijumpai pada pun akan mengubah stadium penyakit dan mempunyai
penderita KNF, terlebih pada stadium dini, banyak kasus yang konskuensi terhadap tujuan pengobatan.
terlambat didiagnosis. Berbeda halnya dengan kanker leher
rahim dan kanker payudara yang masing-masing dapat PENGOBATAN
terdeteksi dengan metode pemeriksaan sitopatologik Sampai dengan saat ini dasar pengobatan KNF yang
Papanicolaou dan mamografi; sampai saat ini belum ada masih terbatas pada daerah kepala dan leher adalah terapi
metode penyaring yang paling efektif untuk deteksi dini KNF. radiasi. Kombinasi pengobatan dengan khemoterapi diperlukan
Pemeriksaan titer antibodi IgA terhadap antigen yang apabila kanker sudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga
diproduksi oleh virus Epstein Barr ternyata hanya bernilai menyulitkan tindakan radioterapi. Di samping itu pemberian
untuk mengevaluasi respons dan kemungkinan terjadinya khemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan
kekambuhan. jaringan tumor terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 17


yang sudah berada di luar jangkauan radioterapi. dengan kekeringan pada mukosa mulut (xerostomia). Bila
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapat saliva yang mempunyai fungsi antara lain mempertahankan pH
menggunakan pesawat kobalt (Co60) atau dengan akselerator mulut di angka netral dan ikut serta dalam membersihkan sisa
linier (Linear Accelerator atau Linac). Radiasi ini ditujukan sisa makanan ini berkurang, karies gigi akan lebih mudah
pada kanker primer di daerah nasofaring dan ruang terjadi.
parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin
bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap maka sebelum dan selama pengobatan, bahkan setelah selesai
dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan
pembesaran kelenjar. sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi,
Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber memberikan informasi kepada pasien mengenai metode
radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar.
guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi
tidak menimbulkan cedera yang serius pada jaringan sehat di PENUTUP
sekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus kasus yang Sekalipun KNF tidak selalu memberikan gejala yang
telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi spesifik, dianjurkan untuk tidak meremehkan gejala gejala
masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuh seperti yang diutarakan di atas. Berkonsultasi ke dokter
lokal. keluarga atau langsung ke dokter spesialis THT merupakan
Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah tindakan yang tepat.
memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada
daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit umumnya akan memberikan hasil pengobatan yang
mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intensified memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat
Modulated Radiation Therapy) telah digunakan di beberapa memberikan hasil pengobatan paliatif yang cukup baik
negara maju. Bahkan saat ini Malaysia dan Filipina telah sehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik pula.
memilikinya. (Lihat lampiran/ halaman 19).
Penatalaksanaan pembedahan tidak mempunyai peranan
pada KNF mengingat lokasi tumor yang melekat erat pada KEPUSTAKAAN
mukosa dasar tengkorak.
1. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Nasopharyngeal carcinoma in Dr.
EFEK SAMPING PENGOBATAN Cipto Mangunkusumo General Hospital. In : Tjokronagoro A, Himawan
S, Yusuf A, Azis MF, Susworo, Djakaria M. (Eds). Cancer in Asia and
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya Pacfic. YKI. Jakarta Indonesia 1988; p. 471–86.
nasofaring mau tidak mau akan mengikutsertakan sebagian 2. Yu MC, Henderson BE. Nasopharyngeal cancer. In: Schottenfeld D and
besar mukosa mulut dan kelenjar parotis. Akibatnya dalam Fraumeni JF (eds). Cancer epidemiology and prevention. 2nd. ed. N.
keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut York: Oxford University Press, 1996; p. 603 –18.
3. Parkin DM, Pisani P, Ferlay J. Estimates of the world-wide incidence of
berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri telan, mulut 25 major cancers in 1990. Int J Cancer; 1990; 80: 827–41.
kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali 4. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, Raymond L, Young J. Cancer
diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidah Incidence in Five Continents. Vol. 7, Lyon, France : IARC Scient. Publ.
serta palatum. Setelah radiasi selesai maka efek samping akut No. 143. IARC Press, 1997.
5. Yu MC, Ho JHC, Ross RK, Henderson BE. NPC in Chinese – Salted fish
di atas akan menghilang dengan pengobatan simptomatik. or inhaled smoke? Prev Med. 1981; 10: 15-24.
Akibat kelenjar parotis terkena radiasi dosis tinggi terjadilah 6. Hildesheim A et al. Herbal medicine use, Epstein Barr virus, and risk of
disfungsi berupa menurunnya alir saliva yang akan diikuti nasopharyngeal carcinoma. Cancer Res. 1992; 52: 3048 –51.

The flame of glory is the torch of the mind

18 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


LAMPIRAN :

Gambar 1. Pasien dengan pembesaran kelenjar getah bening leher yang Gambar 2. Alat Radiasi Eksterna (Linear Accelerator)
ternyata merupakan metastasis dari KNF

Gambar 3. Masker yang digunakan oleh setiap pasien kanker kepala-leher yang sedang memperoleh radiasi.
Alat bantu ini berguna untuk fiksasi kepala.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 19


HASIL PENELITIAN

Pola Sensitivitas Kuman


dari Isolat Hasil Usap Tenggorok
Penderita Tonsilofaringitis Akut
terhadap Beberapa Antimikroba
Betalaktam di Puskesmas
Jakarta Pusat
Retno Gitawati, Ani Isnawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksi


saluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksi
saluran pernafasan bawah. Terapi antimikroba digunakan bila infeksi disebabkan oleh
bakteri (kuman); salah satu mikroba terpilih adalah antimikroba golongan betalaktam.
Untuk mengetahui sensitivitas kuman isolat usap tenggorok terhadap antimikroba
betalaktam, dilakukan penelitian “Pola sensitivitas kuman hasil usap tenggorok
penderita tonsilo-faringitis akut terhadap Antimikroba Betalaktam di Puskesmas
Jakarta Pusat”.
Metoda penelitian cross-sectional, dilakukan terhadap 83 pasien tonsilo-faringitis
akut pengunjung dua puskesmas di Jakarta Pusat pada bulan September 1999 sampai
bulan Nopember 1999. Pemeriksaan isolat dan sensitivitas kuman terhadap anti-
mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK-UI.
Ditemukan 132 kuman yang terdiri dari 12 spesies. Lima spesies terbanyak adalah:
Streptococcus viridans 54,2%, Branhamella catarrhalis 22,9 %, Streptococcus β-
hemolyticus 6,11%, Streptococcus pneumoniae 3,82% dan Streptococcus non-
hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kuman Streptococcus viridans,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus β-hemolyticus, Streptococcus pneumoniae dan
Streptococcus nonhemolyticus terutama terhadap antimikroba Cephradin berturut–turut
adalah 73,3 %; 53,52%; 87,5%; 40% dan 80%. Penurunan sensitivitas kuman
Branhamella catarrhalis terhadap Antimikroba Penisilin G adalah 30%, sedangkan
kuman Streptococcus pneumoniae dan Klebsiella pneumoniae terhadap antimikroba
Ceftriaxone 20%.
Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadap
Cephradin, yakni sebesar 68.04%.

Kata kunci : Tonsilo-faringitis, Betalaktam, Streptococcus sp, B.catarrhalis

PENDAHULUAN napasan atas maupun bagian bawah. Hasil Survei Kesehatan


Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Rumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa
banyak negara berkembang, termasuk Indonesia; terutama prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1 %, usia 5-15 tahun
infeksi pernapasan akut (ISPA), baik infeksi saluran per- 29,5 % dan dewasa 23,8 %. serta lebih dari 50% penyebabnya

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


adalah virus(1). Infeksi sekunder bakterial pada ISPA dapat terhadap antimikroba betalaktam, dan hasilnya menunjukkan
terjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut, profil resistensi (Tabel 2).
dan memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman pe-
nyebab komplikasi infeksi ISPA yang pernah diisolasi dari
usap tenggorok antara lain Streptococcus, Staphylococcus, Tabel 1. Frekuensi distribusi jenis kuman dari 83 spesimen usap
tenggorok
Klebsiella, Branhamella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus,
dan Haemophillus(2), dan untuk mengatasinya seringkali di-
No. Jenis (spesies) kuman Jumlah (%)
gunakan antimikroba golongan betalaktam, makrolida, dan
1. Streptococcus viridans 71 (54.2)
kotrimoksazol(4). 2. Branhamella catarrhalis 30 (22.9)
Antimikroba golongan betalaktam, yakni golongan 3. Streptococcus β-haemolyticus 8 (6.11)
penisilin dan sefalosporin, termasuk jenis antimikroba yang 4. Streptococcus pneumoniae 5 (3.82)
diduga paling banyak diberikan untuk infeksi saluran napas, 5. Streptococcus non-haemolyticus 5 (3.82)
6. Klebsiella pneumoniae 4 (3.05)
dan sejauh ini belum banyak diketahui status sensitivitasnya, 7. Acinobacter spp. 2 (1.53)
khususnya terhadap kuman penyebab ISPA. 8. Yeast (ragi) 2 (1.53)
Untuk maksud tersebut telah dilakukan uji sensitivitas 9. Staphylococcus aureus 2 (1.53)
kuman yang diisolasi dari usap tenggorok penderita ISPA, 10. Alkaligenes dispar 1 (0.76)
11. Pseudomonas aeruginosa 1 (0.76)
terhadap antimikroba golongan betalaktam. 12. Staphylococcus epidermidis 1 (0.76)
Jumlah 132 (100)
BAHAN DAN CARA
Desain uji adalah studi kasus cross sectional, dengan
sampel usap tenggorok penderita infeksi tonsilofaringitis yang Terhadap hasil uji sensitivitas berbagai spesies kuman ter-
berobat di dua puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, yang hadap antimikroba betalaktam di atas dapat dilakukan peng-
memiliki angka kesakitan ISPA tertinggi di wilayah tersebut hitungan total resistensi antimikroba (Soebandrio 2000),
pada triwulan pertama tahun 1999. Jumlah subyek sebanyak 83 dengan cara atau rumus sebagai berikut:
penderita, dengan rentang usia antara 5 – 65 tahun, dan
memenuhi kriteria inklusi sebagai penderita tonsilofaringitis % R total antimikroba “A” = (% kuman “X” x % R
akut dengan gejala klinik: demam tinggi sampai 400C, sakit antimikroba “A” terhadap kuman “X”)/100 + (% kuman
menelan, tonsil membesar dan merah dengan tanda-tanda “Y” x % R antimikroba “A” terhadap kuman “Y”)/100 +
detritus, batuk, hiperemis, kadang-kadang disertai folikel (% kuman “Z” x % R antimikroba “A” terhadap kuman
bereksudat. Semua subyek telah menyatakan kesediaannya “Z”)/100.
mengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed
consent, dan belum pernah mendapatkan antibiotika selama (R = resistensi)
sakit.
Spesimen usap tenggorok dikumpulkan dalam media Hasil penghitungan total resistensi berbagai kuman
transport dan dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Mikro- tersebut di atas terhadap antimikroba betalaktam (Tabel 3).
biologi FK-UI. Kultur dan isolasi kuman dilakukan dengan Tabel 3 menunjukkan total resistensi tertinggi kuman-
menggunakan media perbenihan agar darah dan agar coklat kuman usap tenggorok adalah terhadap antimikroba Cefradin,
pada suhu 370C selama 24 jam. Identifikasi dilakukan berdasar- yakni sebesar 68.04%, sedangkan terhadap Penisilin-G dan
kan morfologi koloni, sifat hemolisis agar darah, fermentasi amoksisilin total resistensi kuman relatif rendah, berturut-turut
karbohidrat, dan uji-uji khusus lainnya. Kuman hasil isolasi 9.93% dan 5.35%.
diuji sensitivitasnya dengan metoda cakram Kirby-Bauer pada Sebagian besar kuman Gram positif dan negatif dari isolat
media Mueller-Hinton, terhadap beberapa antimikroba golong- usap tenggorok tersebut masih cukup sensitif terhadap
an betalaktam, yakni dengan mengukur zona hambatan. antimikroba betalaktam, kecuali terhadap Cefradin.

DISKUSI
HASIL Hasil usap tenggorok mendapatkan 12 jenis kuman yang
Sejumlah 132 kuman yang terdiri atas 12 spesies Gram mencakup kuman gram negatif dan kuman gram positif.
positif dan Gram negatif berhasil diisolasi dan diidentifikasi Kuman yang terbanyak ditemukan adalah S. viridans sebanyak
dari 83 sampel usap tenggorok penderita tonsilofaringistis, 54.2 %; berbeda dengan yang dilaporkan Sugito(8) yaitu
(Tabel 1). sebanyak 25 % dan Hartono(9) mendapatkan kuman tersebut
Enam jenis kuman terbanyak yang berhasil diisolasi dari 31,43 % pada penderita infeksi saluran pernafasan atas. Untuk
spesimen usap tenggorok berturut-turut adalah: Streptococcus kuman S. B hemolyticus diperoleh 6,4 % , hampir sama dengan
viridans (54.2%), Branhamella catarrhalis (22.9%), yang ditemukan Suprihati dkk(6) sebanyak 4,46 %, tetapi
Streptococcus β-haemolyticus (6.11%), Streptococcus berbeda dengan yang ditemukan oleh Sugito(8) sebanyak 25 %
pneumoniae (3.82%), Streptococcus non-haemolyticus dan mirip dengan yang ditemukan Hartono(9) 25,71 %. Kuman
(3.82%) dan Klebsiella pneumoniae (3.05%). Isolat-isolat ini merupakan kuman yang dicurigai sebagai penyebab
kuman yang didapat tersebut kemudian diuji sensitivitasnya endokarditis.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 21


Tabel 2. Profil resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap antimikroba betalaktam

% % resistensi antimikroba
Isolat kuman Isolat kuman PeG Amx Sulb Cefoti Ceftri Cefota Cefpi Cefep Cefrad
S. viridans 54.2 2.82 2.82 0 1.41 4.23 4.23 0 0 73.33
B. catarrhalis 22.9 30.0 0 0 0 3.33 3.33 3.33 0 53.52
S. β-haemolyticus 6.11 0 0 0 0 0 0 0 0 87.5
S. pneumoniae 3.82 0 0 0 0 20.0 20.0 0 0 40.0
S. non-haemolyticus 3.82 0 0 0 0 0 0 0 0 80.0
K. pneumoniae 3.05 0 0 0 0 20 0 0 0 100
Acinobacter spp. 1.53 0 0 0 0 50 0 0 0 0
Yeast (ragi) 1.53 100 100 100 100 100 100 100 100 100
S. aureus 1.53 0 50 0 0 0 0 0 0 0
Alkaligenes spp. 0.76 0 100 100 0 0 0 0 0 100
P. aeruginosa 0.76 0 100 0 100 0 0 0 0 100
S. epidermidis 0.76 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Keterangan:
PeG= Penisilin-G; Amx = Amoksisilin; ; Sulb = Sulbenislin; Cefoti = Cefotiam; Ceftri = Ceftriakson; Cefota = Cefotaksim; Cefpi = Cefpirome; Cefep =
Cefepime; Cefrad = Cefradin.

Tabel 3. Total resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap menghasilkan enzim betalaktamase. Untuk mengatasi bakteri
antimikroba betalaktam
gram negatif tampaknya penisilin, bahkan sefalosporin sudah
No. Antimikroba % total resistensi
berkurang kemampuannya, kecuali sefalosporin generasi ke
1. Cefradin 68.04 tiga (11,12). .Penggunaan yang tidak rasional misalnya pemakaian
2. Penisilin-G 9.93 berlebihan akan mempercepat resistensi, selain itu dapat terjadi
3. Ceftriakson 6.87 resistensi silang antar golongan maupun dalam satu golongan.
4. Cefotaksim 5.57 Test kepekaan tidak selalu akurat untuk memprediksi ke-
5. Amoksisilin 5.35
6. Cefotiam 3.05 sembuhan; sering tidak ada korelasi antara konsentrasi ham-bat
7. Cefpirome 2.52 minimum (MIC) kuman dan kesembuhan. Hasil pengamatan
8. Sulbenisilin 2.29 menunjukkan bahwa 81 % penderita sembuh jika terinfeksi
9. Cefepime 1.53 bakteri yang sensitif, akan tetapi 9 % penderita meninggal
dunia; sedangkan bila terinfeksi bakteri yang resisten dapat
Total resistensi tertinggi kuman isolat tenggorok adalah menaikkan rata-rata kematian sebesar 17 % (p< 0,05 )(10).
terhadap Cefradin sebesar 68,04 %, diikuti oleh Penicillin G
dan Ceftriakson. Antimikroba Cefradin merupakan antimikroba KESIMPULAN
golongan sefalosporin generasi I dan banyak digunakan secara Ditemukan 132 kuman terdiri dari 12 spesies, lima kuman
oral untuk penderita infeksi saluran pernafasan sehingga terbanyak adalah : Streptococcus viridans 54,2%, Branhamella
mungkin sudah banyak terjadi resistensi. Penulisan resep oleh catarrhalis 22,9 %, Streptococcus β-hemolyticus 6,11%,
dokter umum di United Kingdom (UK) tahun 1998(10) untuk Streptococcus pneumoniae 3,82% dan Streptococcus non-
infeksi saluran pernafasan adalah antimikroba penisilin hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kuman
spektrum luas sebanyak 53,2 %, makrolid 15 %, penisilin Streptococcus terjadi terhadap antimikroba Cephradin berturut–
spektrum sedang dan sempit 13,0 %, sefalosporin 7,7 %. turut adalah 46,48%; 26,67%; 12,5%; 60% dan 20%. Penurun-
Tahun 1997 pasar dunia antibiotik mencapai US $ 12 an sensitivitas kuman Branhamella catarrhalis terhadap
miliar dengan jumlah peresepan 818 juta untuk infeksi saluran Penisilin G adalah 70%, sedangkan kuman Streptococcus
pernafasan akut dan sebagian besar antibiotik yang digunakan pneumoniae terhadap antimikroba Ceftriaxone 80%.
di rumah sakit berturut - turut adalah Golongan B Laktam, Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok
Makrolid dan Fluorokuinolon. Di Indonesia untuk infeksi adalah terhadap Cephradin, yakni sebesar 68.04%.
pernafasan akut (tonsilitis dan faringitis) sebagai standar
pengobatan di puskesmas penisilin G masih merupakan pilihan
KEPUSTAKAAN
ke empat setelah eritromisin, amoksisilin dan ampisilin(2).
Resistensi kuman S.viridans dan S. aureus terhadap Penisilin G 1. Abdoerachman H, Fachrudin D., Infeksi Campuran Aerob dan Anaerob
dari hasil penelitian Josodiwondo (1996) sebesar 3,7 % dan di Bidang THT. MKI 4 (2/3): 56-60.
2. Dirjen Binkesmas. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Berdasar-
96,8 % sedangkan dari penelitian Trihendrokesowo dkk (1986) kan Gejala, Departemen Kesehatan R I. 1996.
sebesar 3,2 % dan 66,7 %; tidak jauh berbeda dengan resistensi 3. Josodiwondo S. Perkembangan Kepekaan Kuman terhadap Antimikroba
kuman S.viridans yang diperoleh penelitian ini yaitu 2,82 %, Saat Ini. MKI 1996; 46(9): 467-76.
namun berbeda dengan hasil resistensi kuman S. aureus 0 %. 4. Dwiprahasta I. Inappropriate use of antibiotics in treatment of acute
respiratory infections for the under five children among general
Golongan penisilin masih cukup ampuh untuk mengatasi practitioners. Berkala Ilmu Kedokteran 1997 .
bakteri gram positif, tetapi akhir-akhir ini banyak dilaporkan 5. Trihendrokesowo dkk. Macam Kuman (dari pelbagai bahan pemeriksaan
bakteri yang resisten terhadap antimikroba golongan penisilin di Yogyakarta) dan Pola Kepekaannya terhadap Beberapa Antibiotik.
bahkan juga terhadap golongan sefalosporin, karena mampu MKI 1987; 2 (1): 6-12.

22 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


6. Suprihati. Faktor Resiko Streptococcus hemolitikus Beta Grup A pada Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Konperensi Kerja Nasional V
Penderita Saluran Nafas Atas di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Bag IDPI , Surakarta , 1988.
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UNDIP. Laporan penelitian 10. Jones A. Antimicrobial Pharmacodynamics in Respiratory Tract
1998. Infection: New Approach in Determining Patient Response to Antibiotic
7. Herman MJ. Antibiotik Beta Laktam. Jakarta, Yayasan Penerbit Ikatan Therapy, Med Progr January 2003,
Dokter Indonesia, 1994. 11. Sirot S, Sirot J, Saulnier P. Resistance to Betalactams in Entero-
8. Sugito, Tarigan HMM, Nukman R. Epidemiologi dan Etiologi Infeksi bacteriaceae, distribution of phenotypes related to beta lactamase
Saluran Pernafasan Akut. Dalam Buku Kumpulan Makalah Pertemuan production. J Internat Med Res 1986; 14:193-9.
Ilmiah Konperensi Kerja Nasional V IDPI, Surakarta,1988. 12. Slombe B. Beta Lactamase, Occurrence and Classsification. In : Rolinson
9. Hartono TE, Wibisono MY, Rai IB, Idajadi A. Pola bakteriologi Infeksi GN, Watson A, (eds). Augmentin Clavulanate Pontetiated Amoxycillin.
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Orang Dewasa. Dalam Buku Amsterdam : Excerpta Medica 1980; 6-17.

KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE JULI-SEPTEMBER 2004

Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Sekretariat


Telemedicine Network in Indonesia, How is the Lt. 5, Gedung AR Fachruddin, Kampus Terpadu
Benefit for Family Doctors Universitas Muhammadiyah, Ringroad Selatan
10
Yogyakarta Telp. : 0274-37430, Faks. : 0274-37430
Website: http://telmed.fkumy.net
The First Indonesian Symposium on Interventional Hotel Planet Holiday, Batam
10-11 Pediatric Cardiology Telp. : 0778-7024522, Fax : 0778-421352
E-mail : pitika2@idai.or.id
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kedokteran Anak Hotel Planet Holiday, Batam
12-14 IDAI Telp. : (021)-3148610, Fax : (021)-3913982
Website : www.idai.or.id
PIT XIV POGI : " Meningkatkan Profesionalisme Hotel Horison, Bandung
Juli
Berlandaskan Etika Melalui Kerjasama Antar Pusat Telp. : 022-2039086 / 2035042, Fax : 022-2035042
13-15
Pendidikan Obstetri dan Ginekologi dalam Era Pasar E-mail : pitpogi14@obgyn-bandung.org
Bebas " website : www.obgyn-bandung.org
Mekanisme Molekuler Patogenesis Virus RNA dan KPP Bioteknologi ITB, Bandung
16 Perannya Dalam Perkembangan Bioteknologi Telp. : 022-2534115, Fax : 022-2511612
E-mail : roga@scientist.com, roga@biotech.itb.ac.id
Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Hotel Sahid Jaya, Jakarta
16-18
Kardiovaskular III & KARIMUN III Telp. : 021-31934636, Fax : 021-3161467
Konker PGI-PEGI-PPHI Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta
31-1/8 Telp. : 0274-587555, Fax : 0274-565639
E-mail: pututby@email.com
PIT IX Ilmu Penyakit Dalam Hotel Sahid Jaya, Jakarta
6-8 Telp. : 021-330956, Fax : 021-3914830
Website : www.interna.or.id
Pelatihan Asuhan Nutrisi pada Diabetes Jakarta, Telp. : 021-3928658,3907703, Fax : 021-3928659
11-13
E-mail : endocrin@rad.net.id
Agustus 11th International Symposium on Shock and Critical Bali International Convention Center
13-15 Care : New Insight in Diagnosis, Management and Telp. : 021-5684085 ext. 1242, Fax : 021-56961530
Therapy in Critical Care Medicine E-mail: iqbalicu@idola.net.id
Seminar Sehari Kedokteran Kesehatan Kerja: Peran K3 Karawaci, Tangerang
28 dalam Meningkatkan Perlindungan Pekerja dan Telp.: 021-79184052
Produktivitas Kerja Website: http://www.idki.or.id
The 6th Int. Meeting on Respiratory Care Ind. (Respina Jakarta Convention Centre
V) Telp. : 021-4786 4646, Fax : 021-4786 6543
17-18
Email : info@respina.com
Web-site : www.respina.com/index.php
5 Tahun Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu Penyakit Hotel Bumi Minang, Padang
Dalam (PIB V IPD) FK Unand Telp. : 0751-37771, Fax : 0751-37771
25-26
Email: pibipd@yahoo.com
Website : www.internafkunand.or.id
September Recent Advances and Challenges in Endoscopic Hotel Grand Hyatt, Bali
Surgery in Asia Pacific Telp. : 021-4532202, 6685070, 6685006
Fax : 021-4535833, 6684878
26-29
Email : elsabali2004@globalmedicaonline.com,
rs.pluit@rad.net.id
Website : www.pluit-hospital.co.id
2nd Indonesia - International Symposium on Infection Bali, Telp. : 021-3919653, Fax : 021-3919653
30-3/10
Control Email: iisic2@pharma-pro.com
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar>>Complete

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 23


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Pengaruh Kebisingan
terhadap Kesehatan Tenaga Kerja
Novi Arifiani
Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaran


Suara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi sampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan
seseorang atau sebagian orang merupakan suara yang gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisi
disenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru dianggap cairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang
sangat mengganggu. Secara definisi, suara yang tidak dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran
dikehendaki itu dapat dikatakan sebagai bising.Bising yang di sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen
dengar sehari-hari berasal dari banyak sumber baik dekat antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan dari
maupun jauh. gendang telinga.
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf
industri ke arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara
berat, dan lain sebagainya. Akibatnya kebisingan makin tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak pada
kesehatan. Konduksi Tulang
Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik oleh
besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan tulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehingga
pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang getaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh
berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Trauma telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala
akustik ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak
bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibat dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanan
kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung suara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk
kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah. menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui,
Untuk itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber
terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan suara yang berasal dari jalur ini.
pengendalian bising di tempat kerja. Pembahasan pada tulisan
ini hanya akan dibatasi pada efek kebisingan terhadap Respon auditorik
kesehatan terutama kemampuan pendengaran, cara mendeteksi Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapat
gangguan pendengaran akibat kebisingan, serta tatalaksana diterima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang
gangguan pendengaran akibat kebisingan. berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga
kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang
Sebelumnya akan dibahas secara singkat anatomi dan bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan
fisiologi pendengaran. tinggi, biasanya di atas 120 dB.
Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan
Anatomi Telinga suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi
Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristik
telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar berfungsi suara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


mendengar suara tersebut ( melalui earphone, pengeras suara, Lokalisasi Sumber Bunyi
dsb), dan pada titik mana suara itu diukur ( saat mau masuk ke Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi.
liang telinga, di udara terbuka, dsb). Kemampuan ini merupakan kerja sama kedua telinga karena
Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang diterima oleh
ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorang masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanya
yang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di gelombang suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk
udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya membedakan sumber suara yang berjalan horizontal lebih baik
pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan, daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara
karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suara
banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah yang ingin didengarkan dengan mengacuhkan suara yang tidak
2 sampai 3 dB. ingin didengarkan.
Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis
tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut, GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat
meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran,
berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktu yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran
singkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara. sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya
Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik. pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)).
Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung
Kekuatan suara sementara namun dapat juga menetap.
Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yang Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi
dirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang
lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise-
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar dari induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang
stimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise-
bentuk gelombang suara. induced permanent threshold shift).
Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat
dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telinga
suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di
pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea.
dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat
menggunakan pita suara 2 atau 3 band, 3). Mengukur dengan rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar
alat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan
yang didengar. berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses
fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang
Masking metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut.
Karakteristik lain yang cukup penting dalam menilai Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut
intensitas suara adalah masking. Masking adalah suatu proses yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara
di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan
adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bila gangguan ambang pendengaran yang permanen.
nilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk
suara masking tersebut.
Trauma Akustik
Sensitivitas Pendengaran Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telinga
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustik akibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi
sangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam
perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke
percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatu organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang
alunan musik tertentu merupakan suatu proses harmonis di telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan
dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untuk
berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar menentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan
untuk masing-masing rangsangan auditorik tersebut. kehilangan pendengaran.
Pebedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh telinga
sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara, Noise-Induced Temporary Threshold Shift
makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang
manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan pada pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadap
frekuensi suara yang sama tergantung pada frekuensi suara suara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan
tersebut, nilai ambang di atasnya, dan durasi. auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 25


setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya
terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalah kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan
level suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali
suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi
seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan akibat kebisingan atau karena sebab yang lain.
(beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat
kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran
pajanan. yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti
lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat
Noise-Induced Permanent Threshold Shift pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajanan
Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang terhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula
pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah
pekerja di industri karena tidak mungkin melakukan menderita gangguan pendengaran permanen.
eksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan
industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran
terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara di impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan
udara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai
telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan adanya faktor psikogenik.
pendengaran akibat bising. Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada
pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati
Memeriksa pendengaran untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi.
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini
berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga. EFEK FISIOLOGIS KEBISINGAN
Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia
kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka
biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di
berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti
merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan sering faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak
timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis;
perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya
pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala faktor risiko.
komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit
pihak keluarga. setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadi
Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis sampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka
telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga, panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang
hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap dan berulang.
seksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang
menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, Efek jangka pendek
trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telinga Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-
karena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf otot berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa
pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia,
susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran. meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat
Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon
Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: Tes gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitas
Rinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber sampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi
menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang
pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan paling rentan adalah paru-paru).
Schwabach memendek.
Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan Efek jangka panjang
pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik Efek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh
yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axis hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuh
vertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan karena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis
pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat
diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal
frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. Secara
sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi maka sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan
dilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini (Gambar 1).

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


terjadi; pemeriksaan audiometri berkala juga merupakan upaya
deteksi dini pula. Penggunaan alat pelindung telinga, peng-
Bising awasan dan pengendalian administrasi merupakan upaya
penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan oleh dokter dan
tenaga kesehatan di lingkungan kerja. Hearing conservation
Reaksi Stres Umum program tidak akan dibicarakan secara mendalam pada tulisan
akibat Kenaikan Kenaikan Respon ini.
Adrenalin dan Tekanan Darah Vegetatif Bila sudah terjadi gangguan pendengaran yang meng-
Noradrenalin akibatkan gangguan komunikasi maka dapat dipikirkan peng-
gunaan alat bentu dengar. Jika pendengaran sudah sedemikian
buruknya sehingga komunikasi sangat sulit maka perlu
dilakukan psikoterapi lebih intensif agar pekerja dapat
Peningkatan
Peningkatan Kerusakan menerima keadaannya. Jika dipergunakan alat bantu dengar,
Agregasi
Kebutuhan Oksigen
Trombosit
Dinding Arteri perlu dilakukan latihan pendengaran agar pekerja dapat
menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar
secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimik
Arterio-
dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
Trombosis berkomunikasi. Selain itu, penderita tuli akibat bising ini juga
sklerotik
sulit mendengar suaranya sendiri sehingga diperlukan rehabili-
tasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan
Oklusi A. Oklusi Arteri irama percakapan.
Koroner Lainnya Pada penderita yang mengalami tuli total bilateral dapat
dipertimbangkan pemasangan implan koklea.

Iskemaia
Jantung KOMPENSASI TERHADAP KETULIAN PEKERJA
AKIBAT BISING
Faktor akustik, kondisi medis, dan permasalahan hukum
Infark harus diperhatikan dalam menetapkan hubungan kausal antara
Stroke pajanan bising dan terjadinya gangguan pendengaran. Perlu
Miokard
ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan
ganggguan pendengaran pada pekerja untuk menghindari
Gambar 1. Ikhtisar Reaksi Tubuh terhadap Bising permasalahan kompensasi yang timbul di kemudian hari.
Hal yang perlu diingat dalam menentukan kemungkinan
adanya hubungan kausatif antara gangguan pendengaran dan
KEBISINGAN DAN KEMAMPUAN KERJA bising di tempat kerja adalah 1). Benar telah terjadi kehilangan
Gangguan terhadap kemampuan kerja pada umumnya atau gangguan pendengaran dan 2). Dan gangguan
terjadi karena meningkatnya kewaspadaan umum akibat pendengaran tersebut memang berasal dari pajanan bising di
rangsangan terus menerus pada susunan saraf pusat. Pada tempat kerja yang berlebihan.
awalnya sulit dibedakan dengan gangguan emosional yang Tanda-tanda gangguan pendengaran harus dikenali secara
timbul akibat bising; namun pada pemeriksaan efisiensi kerja dini. Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk menilai derajat
terlihat pengaruh yang cukup bermakna. Namun tetap perlu dan tipe gangguan pendengaran yang terjadi. Pemeriksaan ini
hati-hati untuk melakukan interpretasi penelitian tentang bersifat subyektif, untuk itu perlu dilakukan oleh teknisi yang
kemampuan atau performa kerja. terlatih dan dokter harus melakukan supervisi terhadap
Suara yang asing, interupsi suara berulang, suara di atas pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan audiometri pra kerja
95 dB adalah beberapa keadaan kebisingan yang dapat merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan data awal
mempengaruhi kemampuan bekerja. Namun penelitian efek kondisi pendengaran tenaga kerja.
kebisingan terhadap kemampuan kerja masih perlu dilakukan Diagnosis banding lainnya disingkirkan dengan melaku-
dengan seksama, terutama pada lingkungan industri. kan pemeriksaan fisik yang seksama. Dalam laporan pe-
meriksaan fisik harus tercantum identitas yang jelas (termasuk
PENATALAKSANAAN TULI AKIBAT BISING saat pemeriksaan dan dokter yang melakukan pemeriksaan),
Pencegahan merupakan penatalaksanaan pertama dan keluhan utama, gangguan pendengaran yang saat ini terjadi,
utama pada kebisingan di lingkungan pekerja. Pelaksanaan riwayat pekerjaan, riwayat pelatihan militer, riwayat penyakit
program pemeliharaan pendengaran (hearing program dahulu, riwayat keluarga. Riwayat pekerjaan dilakukan dengan
conservation) merupakan upaya pencegahan primer yang dapat menanyakan nama pekerjaan, jenis pekerjaan yang dilakukan
dilakukan di tempat kerja. Survei kebisingan di tempat kerja (beserta tanggal atau waktu bekerja), durasi masing-masing
harus memperhatikan teknik sampling agar pemeriksaan pekerjaan, tanggal bekerja dan umur saat itu, kondisi geografis
tingkat kebisingan dapat memberikan gambaran keadaan yang dan lokasi fisik pekerjaan, barang atau jasa yang dihasilkan,

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 27


penggunaan alat pelindung diri, sumber suara atau kebisingan KESIMPULAN
yang ada di pekerjaan (baik yang dahulu maupun saat ini). Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan
Pemeriksaan fisik mendalam yang harus dilakukan pendengaran dan gangguan sistemik yang dalam jangka waktu
adalah: panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
1. Pemeriksaan luar terhadap tanda-tanda jejas atau jaringan penurunan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu perlu
sikatrik yang menggambarkan adanya malfungsi. dilakukan pemantauan dan deteksi dini untuk pencegahan
2. Pemeriksaan otoskop untuk menilai gendang telinga, karena kerugian yang harus dibayarkan akibat kebisingan ini
adakah tanda-tanda abnormalitas cukup besar.
3. Pemeriksaan refleks kedua mata Pemeriksaan gangguan pendengaran harus dilakukan
4. Menilai ada atau tidaknya nistagmus secara teliti, cermat, dan hati-hati untuk menghindari kesalahan
5. Pemeriksaan dengan garpu tala prosedur dalam memberikan kompensasi kepada tenaga kerja.
6. Pemeriksaan audiometri nada murni untuk memeriksa
hantaran udara dan hantaran tulang
7. Uji kemampuan menangkap pembicaraan dan diskriminasi
suara
KEPUSTAKAAN
8. Tes rekrutmen
Sesudah dilakukan pemeriksaan terhadap pekerja dan 1. Harris CM (ed). Handbook of Noise Control. 2nd ed. McGraw-Hill Book
lingkungan kerja maka dapat ditentukan apakah gangguan Comp. New York : 1979.
2. Nilland J. Zenz C. Occupational Hearing Loss, Noise, dan Hearing
pendengaran akibat pekerjaan ataukah sebab yang lain. Bila Conservation. In : Zenz C. (chief ed). Dickerson OB. Horvarth EP.
terjadi akibat pajanan bising berlebihan di tempat kerja, harus Occupational Medicine. 3rd ed. Mosby. St. Louis : 1994
dilakukan perhitungan formulasi gangguan pendengaran untuk 3. Soepardi ES. Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
memberikan kompensasi yang sesuai dengan kondisi pekerja Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta : 2001
tersebut. Setiap pekerja harus dievaluasi secara individual. 4. Department for Environment, Food and Rural Affair. Noise and Nuisance
Kompensasi diberikan sesuai dengan ketentuan hukum yang Policy : Health Effect Based Noise Assasment Methods : A review and
berbeda di masing-masing negara. Pada tulisan ini tidak akan Feasibility Study September 1998. In ; http://www.defra.gov.uk/
dibahas mengenai perhitungan kompensasi. environment/noise/health/page05.htm. February 6th, 2004.

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Program Konservasi Pendengaran


di Tempat Kerja
Ambar W. Roestam
Subbagian Kedokteran Kerja, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

PENDAHULUAN Pencegahan dampak buruk kebisingan memerlukan per-


Di negara-negara industri, bising merupakan masalah hatian dan dukungan semua jajaran di tempat kerja, dari jajaran
utama kesehatan kerja. Menurut WHO (1995), diperkirakan tertinggi sampai tenaga kerja pelaksana. Penerapan program
hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar konservasi pendengaran di tempat kerja bermanfaat untuk
bising melebihi 90dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebih mencegah gangguan pendengaran akibat paparan bising.
dari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih.
Waugh dan Forcier mendapat data bahwa perusahaan kecil Apa yang disebut kebisingan
sekitar Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. Di Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuran
Quebec-Canada, Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah sejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau
industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan disebut juga spektrum frekuensi suara. Nada kebisingan dengan
menurut survei prevalensi NIHL (Noise Induced Hearing Loss) demikian sangat ditentukan oleh jenis-jenis frekuensi yang ada.
atau TAB (Tuli Akibat Bising) bervariasi antara 40 – 50%. Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi :
Di Indonesia, di pabrik peleburan besi baja prevalensi
NIHL 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB 1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
(Sundari,1997). Di perusahaan plywood di Tangerang, Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam
prevalensi NIHL 31,81% dengan paparan kebisingan 86.1 – batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik
108.2 dB (Lusianawaty). Penelitian Zuldidzaan (1995) pada berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, ger-
awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan gaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur
paparan bising antara 86 – 117 dB dengan prevalensi NIHL pijar, dsb.
27,16 %.
Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997) 2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97 – 101 dB Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu
dengan 50% NIHL. Ini diperkuat dengan penelitian Yenni saja (misal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji
Basiruddin yang mendapatkan tingkat kebisingan dan getar sirkuler, suara katup gas.
pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas. Pada
pengukuran bising didapatkan rerata intensitas bising bajaj 91 3. Bising terputus-putus
dB (64 dB - 96 dB), rerata akselerasi getar 4.2m/dt2. Pada Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
kelompok ini pengemudi yang mengalami gangguan kese- kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada
imbangan dan pendengaran sebesar 27,43%, gangguan pen- periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu
dengaran saja 17,14% dan gangguan keseimbangan saja lintas, kebisingan di lapangan terbang dll
27,71%; jumlah seluruh gangguan mencapai 72,28% dari 350
pengemudi bajaj yang diperiksa. 4. Bising impulsif
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa paparan di atas Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara
85 dB dapat menimbulkan NIHL atau ketulian. Selain itu melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya me-
kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-pendengaran ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya
seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasi suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.
yang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 29


5. Bising impulsif berulang-ulang keselamatan tenaga kerja.
Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulang
misalnya pada mesin tempa. 4. Gangguan keseimbangan
Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan
adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat me-
pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi. nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari atau mual-mual.
pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional
/ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkan 5. Efek pada pendengaran
ketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkan Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius
dengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat
berikut (Tabel 1). progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera
pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bila
Tabel 1. Batasan waktu dan Pajanan kebisingan
terus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan
Intensitas suara (dB)
hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Jam kerja terpapar Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:
OSHA Indonesia
90 85 8 • Temporary Threshold Shift = Noise-induced Temporary
92 6 Threshold Shift = auditory fatigue = TTS
95 88 4 - non-patologis
100 91 2
105 94 1 - bersifat sementara
110 97 0.5 - waktu pemulihan bervariasi
115 100 0.25 atau kurang - reversible/bisa kembali normal
Penderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya
Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang dengarnya akan pulih sempurna. Untuk suara yang lebih besar
diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari, dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7
seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja hari.
no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali
kebisingan di tempat kerja. terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus
menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari-
PENGARUH BISING TERHADAP KESEHATAN kemudian menjadi ketulian menetap.
TENAGA KERJA Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali
Bising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja, audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar
seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bising
komunikasi dan ketulian. sekurangnya 14 jam.
• Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap
1. Gangguan fisiologis - patologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, - menetap
apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus.
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural.
mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat berikut :
dan gangguan sensoris. a. Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenaga
kerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu
2. Gangguan psikologis kerja.
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, b. Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten,
kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisingan sedangkan keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini
diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain. c. Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi
gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam,
3. Gangguan komunikasi tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain.
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect d. Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan
(bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambang
dengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter- semula meskipun diberi istirahat yang cukup.
ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya • Tuli karena Trauma akustik
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya; Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suara
gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan impulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan

30 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat 4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE)
mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya 5. Pendidikan dan Motivasi
bersifat akut, tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit. 6. Evaluasi Program
7. Audit Program
Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan
AKIBAT KETULIAN TERHADAP AKTIVITAS pendengaran akibat kerja; kehilangan pendengaran akan me-
SEBAGAI TENAGA KERJA ngurangi kualitas hidup seseorang dalam pekerjaannya.
Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja Hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha akan lebih
dibedakan atas : baik, angka turn-over karena lingkungan kerja akan rendah.
1. Bagi pengusaha
1. Hearing Impairment Taat hukum, hubungan baik dengan karyawan, menunjuk-
Didefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang kan itikad baik, meningkatkan produktivitas, mengurangi angka
irreversible (NIHL/PTS) maupun yang reversible (TTS) kecelakaan, mengurangi angka kesakitan, mengurangi lost day
dan menaikkan kepuasan karyawan.
2. Hearing Disability 2. Bagi karyawan
Didefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat Mencegah ketulian; ketulian akibat bising tidak terasa
hearing impairment, misalnya : (tanpa sakit), bersifat menetap (irreversible). Serta bisa
a. Problem komunikasi di tempat kerja mengurangi stres.
b. Problem dalam mendengarkan musik Untuk melaksanakan program ini diperlukan hal-hal
c. Problem mencari arah/asal suara sebagai berikut :
d. Problem membedakan suara 1. Dukungan manajemen
Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment 2. Berupa policy statement
terhadap disability berbeda pada setiap individu, tergantung 3. Integrated dengan program K3
fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan. 4. Ada penanggung jawab program yang ditunjuk resmi
Penanggung jawab bekerja sama dengan manajemen dan
3. Handicap karyawan membuat Hearing Lost Prevention Plan and Policy.
Ketidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk Manajemen dan karyawan konsisten melaksanakan program.
melakukan suatu tugas yang normal dan berguna baginya. 5. SOP dari setiap langkah dalam plan & policy harus jelas
Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut : 6. Kontraktor dan vendor harus taat pada plan & policy
a. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam tersebut.
mengikuti pembicaraan) Dalam menyusun program konservasi pendengaran ini
b. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keter- perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:
batasan untuk mandiri) 1. Berpedoman bahwa pekerja tetap sehat dalam lingkungan
c. Occupational handicap (ketidakmampuan/keterbatasan bising.
dalam bekerja dan memilih karir) 2. Dilaksanakan oleh semua jajaran, dari pimpinan tertinggi
d. Economic self-sufficiency handicap sampai pekerja pelaksana. Komitmen pimpinan dan pekerja
e. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan sangat penting.
dalam melakukan aktivitas normal harian, seperti respons 3. Mengurangi dosis paparan kebisingan dengan memper-
terhadap alarm atau pesan lisan hatikan tiga unsur :
f. Inability to cope with occupational requirement (ketidak- a. Sumber: mengurangi intensitas kebisingan (disain akustik,
mampuan/keterbatasan yang mengakibatkan berkurangnya menggunakan mesin/alat yang kurang bising dan mengubah
penghasilan) metode proses).
Kebisingan sangat merugikan tenaga kerja, terutama bila b. Media: mengurangi transmisi kebisingan (menjauhkan
sampai NIHL dan juga merugikan perusahaan karena per- sumber bising dari pekerja, mengaborsi dan me-ngurangi
formance tenaga kerja yang menurun, biaya kesehatan yang pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langit
membengkak serta kompensasi bila NIHL karena pekerjaan; dan lantai, menutup sumber kebisingan dengan barrier.
oleh karena itu pencegahan terhadap gangguan pendengaran ini c. Tenaga kerja: mengurangi penerimaan bising (peng-
perlu diprioritaskan. Program pencegahan ini dikenal dengan gunaan alat pelindung diri, ruang isolasi. rotasi kerja, jadwal
istilah Program Konservasi Pendengaran. kerja , dan lain-lain).
4. Mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.
5. Utamakan pencegahan bukan pengobatan, proaktif bukan
PROGRAM PENCEGAHAN/ PROGRAM KONSERVASI reaktif, kesejahteraan bukan santunan.
PENDENGARAN 6. NAB bukanlah garis pemisah antara sakit dan sehat,
Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi hal- namun merupakan pedoman. Penilaian dilakukan dengan
hal berikut (NIOSH, 1996): memantau kebisingan lingkungan dan kesehatan pendengaran
1. Monitoring paparan bising tenaga kerja (IDKI, 1994).
2. Kontrol engineering dan administrasi Program selengkapnya adalah sebagai berikut :
3. Evaluasi audiometer

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 31


I. MONITORING PAPARAN BISING tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi.
Tujuan monitoring paparan bising, yang sering juga 4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan
disebut survei bising, bertujuan untuk : pukulan.
1. Memperoleh informasi spesifik tentang tingkat kebisingan 5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat
yang ada pada setiap tempat kerja. dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara pada
2. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan meng- dinding dan langit-langit kerja.
gunakan APD. 6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan
3. Menetapkan pekerja yang harus (compulsory) menjalani udara.
pemeriksaan audiometri secara periodik. 7. Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedap
4. Menetapkan kontrol bising (baik administratif maupun suara.
teknis). Pengendalian administratif dilakukan dengan cara :
5. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan 1. Mengatur jadual produksi
UU yang berlaku. 2. Rotasi tenaga kerja
Prinsip monitoring paparan bising : 3. Penjadualan pengoperasian mesin
Pengukuran dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kualifi- 4. Transfer pekerja dengan keluhan pendengaran
kasi sebagai berikut : 5. Mengikuti peraturan
1. SOP pengukuran harus ada dan jelas.
2. Hasil dikomunikasikan pada manajemen dan pegawai, III. EVALUASI AUDIOMETRI
- paling lama dalam waktu 2 minggu Pengukuran audiometrik sebaiknya dilakukan pada :
- untuk Jamsostek di Indonesia : 2 x 24 jam 1. Pre-employment
Ada 2 macam monitoring paparan bising : 2. Penempatan ke tempat bising
1. Monitoring pendahuluan 3. Setiap tahun, bila bising > 85 dB
Pengukuran bising pendahuluan untuk menentukan masa- 4. Saat pindah tugas keluar dari tempat bising
lah yang potensial berbahaya untuk pendengaran, berdasarkan 5. Saat pensiun/purna tugas
lokasi tempat kerja. Survei ini dilaksanakan jika terdapat Tipe audiogram :
kesulitan dalam berkomunikasi, adanya keluhan pekerja bahwa 1. Pre-employment/preplacement/Baseline
telinga berdengung setelah bekerja. 2. Annual monitoring
2. Monitoring bising terperinci 3. Exit
Dilakukan berdasarkan hasil monitoring bising penda- Policy mengenai audiogram :
huluan, dengan menetapkan lokasi khusus yang memerlukan 1. Base line atau data dasar :
penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara terperinci - dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 dβA)
di setiap lokasi. Monitoring bising terperinci dilakukan dalam - untuk baseline 14 jam bebas bising, atau menggunakan
tiga tahap : APD
a. Pengukuran lingkungan kerja Æ slow response dengan 2. Annual audiogram
skala A (dB). Bagi yang TWA > 85 dBA
Buat gambar peta bising (luas < = 93 meter). Bila hasil 3. Evaluasi :
lebih dari 80 dB maka lingkungan tersebut cukup aman untuk - setiap tahun dibandingkan dengan base-line
bekerja, sedangkan bila antara 80 – 92 dB perlu pengukuran - bila STS (Significant Threshold Shift) > 10 dB (rata-rata
dan tindakan lebih lanjut (skala b). pada 2000-3000-4000 Hz), maka disebut + (positif)
b. Pengukuran di tempat kerja (<85 dB) Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah :
Dilakukan dengan skala B (intensitas bunyi) , pengukuran - periksa dokter
dengan peta, ukur tempat dan ruang kerja, ukur maximun dan - periksa tempat kerja
minimumnya., bila lebih dari 85 dB, lakukan tahap selanjutnya - periksa data kalibrasi alat
c. Lamanya paparan (jumlah jam terpapar) - komunikasikan dengan karyawan tersebut
Buat logbook untuk setiap orang berdasarkan job - jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT
classification, catat lamanya terpapar (sekarang digunakan - periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahun
audiometer). Bila STS (+) karena pekerjaannya :
- Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai
- Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang
II. KONTROL - engineering dan administratif - Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis
Kontrol engineering ditujukan pada sumber bising dan - Bila perlu, konsul THT
sebaran bising; contohnya : Lakukan revisi baseline, bila STS persisten atau membaik
1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti,
mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas IV. PENGGUNAAN APD
secara teratur, dan lain-lain. Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat
2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang. pelindung telinga :
3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi 1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-
rapat.
2. Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan
APD ini bila tidak nyaman dipakai.
3. Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai dan
merawat APD tersebut.
Jenis-jenis alat pelindung telinga :
1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert
protector)
Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat
sehingga suara tidak mencapai membran timpani.
Beberapa tipe sumbat telinga :
a. formable type
b. custom-molded type
c. premolded type
Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih.
2. Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural
protectors)
Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan
untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000
Hz.
3. Helmet/ enclosure
Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi
maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 dβ pada frekuensi
tinggi
Pemilihan alat pelindung telinga :
1. Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA
2. Earmuff bila di atas 100 dBA
3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan VI. EVALUASI PROGRAM
dan kenyamanan Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil
Pedoman yang sering digunakan adalah sebagai berikut : program-program konservasi, dengan sasaran :
1. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya,
TWA/dBA Pemakaian APD Pemilihan APD misalnya pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisor dalam
< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih
85 – 89 Optional Bebas memilih program, pemeriksaan masing-masing area untuk meyakinkan
90 – 94 Wajib Bebas memilih apakah semua komponen program telah dilaksanakan.
95 – 99 Wajib Pilihan terbatas 2. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada
> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas daerah lain yang perlu dikontrol lebih lanjut.
3. Kontrol engineering dan administratif.
APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus 4. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; ban-
membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus me- dingkan data audiogram dengan baseline untuk mengukur
nyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan peng- keberhasilan pelaksanaan program.
gunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber 5. APD yang digunakan.
suara.
VII. PROGRAM AUDIT
1. Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihak
V. PENDIDIKAN DAN MOTIVASI luar untuk mengetahui cost-effectiveness dan cost-benefit dari
Program pendidikan dan motivasi menekankan bahwa program konservasi pendengaran.
program konservasi pendengaran sangat bermanfaat untuk 2. QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara
melindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi per- internal, terus menerus untuk menilai efektivitas program
ubahan ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan konservasi pendengaran.
pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja
jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya. PENUTUP
Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka, Mengingat kebisingan dan tuli akibat bising bisa dicegah
sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi me- dengan program konservasi pendengaran, perusahaan sangat
lindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan dianjurkan untuk menerapkan program konservasi. Tidak saja
diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telinga untuk melindungi pekerja, keuntungan utama perusahaan
serta cara penggunaan alat pelindung telinga. adalah mendapatkan karyawan yang produktif dan sehat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 33


Redaksi Mengucapkan Selamat

atas diselenggarakannya :
Telemedicine Network in Indonesia
di Yogyakarta, 10 Juli 2004
Website : http://telmed.fkumy.net

Redaksi CDK

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


PRAKTIS

Perawatan Mandiri
Pasca Trakeostomi
HR Krisnabudhi
]

Rumah Sakit Bina Husada Cibinong, Bogor, Jawa Barat

PENDAHULUAN trakea, sering saling tertukar. Definisi yang tepat untuk


Trakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui trakeotomi ialah membuat insisi pada trakea, sedang
leher langsung ke trakea untuk mengatasi asfiksi apabila ada trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.
gangguan lalulintas udara pernapasan. Trakeostomi
diindikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan napas bagian PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS AKIBAT
atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya terhadap TRAKEOSTOMI
aspirasi dan tertimbunnya discharge bronkus, serta pengobatan Di samping efek pada laring yang menyebabkan penderita
terhadap penyakit (keadaan) yang mengakibatkan insufisiensi tidak dapat berbicara, trakeostomi juga meniadakan proses
respirasi. pemanasan dan pelembaban udara inspirasi. Perubahan ini
Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap menyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan
kesuksesan tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang
pasca trakeostomi yang baik meliputi pengisapan discharge, dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada
pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, epitel trakea.
perawatan luka operasi di stoma, pencegahan infeksi sekunder Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagian
dan jika memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume- atas, karena itu mengurangi tahanan terhadap aliran udara,
low pressure cuff. terutama bila telah terjadi proses patologik yang menyebabkan
Perawatan kanul trakea di rumah sakit dilakukan oleh penyempitan di daerah glotis. Trakeostomi mengurangi ruang
paramedis yang terlatih dan mengetahui komplikasi mati (dead space) anatomik sampai 100 ml. Hal ini sangat
trakeostomi(1), yang dapat disebabkan oleh alatnya sendiri maupun penting bagi penderita dengan tidal volume yang sangat
akibat perubahan anatomis dan fisiologis jalan napas pasca terbatas.
trakeostomi. Trakeostomi dapat mengganggu gerakan pengangkatan
Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang laring pada waktu menelan. Keadaan ini menyebabkan
dengan kanul trakea masih terpasang. Selama di rumah penderita enggan menelan dan sering tersedak karena aspirasi
penderita harus dapat memeliharanya agar jalan napas tetap ludah ke dalam laring dan trakea. Trakeostomi meniadakan
lancar dan tidak terjadi komplikasi akibat kanul trakea. mekanisme filtrasi saluran napas bagian superior, mengurangi
Untuk itu penderita harus mengetahui cara mengganti dan efektifitas refleks batuk, dan mengganggu gerakan penutupan
membersihkan kanul trakea serta tersedianya alat-alat yang glotis hingga sering terjadi aspirasi ludah.
diperlukan(2). Bila digunakan kanul trakea yang memakai balon, tekanan
Berdasarkan permasalahan tersebut, akan diuraikan balon pada dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksi
cara perawatan mandiri pasca trakeostomi oleh penderita(3), epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga terjadi
petunjuk dokter atau paramedis yang perlu diberikan kepada erosi mukosa trakea.
penderita, cara membersihkan kanul dalam, mengganti kanul Bartlett dkk menyatakan dari hasil penyelidikannya bahwa
trakeostomi dan membersihkan discharge yang terjadi. Mudah- pada trakea yang normal tidak terdapat bakteri. Pada discharge
mudahan informasi yang didapat dari kepustakaan ini berguna trakea penderita dengan trakeostomi sering ditemukan berbagai
untuk mengelola pasien pasca trakeostomi di rumah. koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa
dan kokus gram positif(4). Selanjutnya dikatakan, tidak ada
korelasi antara bakteri dan flora saluran napas bagian atas
TRAKEOSTOMI dengan bakteri dan flora trakea penderita; bakteri dan flora di
Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksud dalam trakea penderita berasal dari sumber-sumber lain, bukan
membuat hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen dari saluran napas bagian atas.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 35


PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI diisap terlebih dahulu, setelah itu balon dikempiskan kemudian
Adanya kanul di dalam trakea yang merupakan benda kanul diangkat dan stoma dibersihkan dengan cepat. Kanul
asing akan merangsang pengeluaran discharge. Discharge ini baru dipasang dengan mengarahkan ujungnya ke arah posterior
akan keluar bila penderita batuk, pada saat dilakukan lebih dahulu kemudian ke arah kaudal. Kesalahan memasang
pengisapan atau pada saat penggantian kanul. kanul dapat berakibat kanul terletak di dalam mediastinum.
Pengeluaran discharge dengan jalan membatukkan pada Bila diduga akan terjadi kesulitan pada pemasangan kanul
penderita dengan trakeostomi tidak seefektif pada orang kembali, siapkan alat-alat untuk resusitasi, laringoskop dan
normal, karena penderita tidak dapat menutup glotis untuk PET (pipa endo trakeal). Setelah penggantian kanul dilakukan
menghimpun tekanan yang tinggi(5), sehingga perlu dilakukan auskultasi paru untuk menyakini bahwa kedua paru sama
pengisapan. Beberapa jam pertama pasca bedah, dilakukan mengembang.
pengisapan discharge tiap 15 menit, selanjutnya tergantung Bila digunakan kanul memakai balon (cuff), sebaiknya
pada banyaknya discharge dan keadaan penderita. Pengisapan dipilih balon yang bervolume besar dan bertekanan rendah.
discharge dilakukan dengan kateter pengisap yang steril dan Balon diisi dengan udara secukupnya agar menempel rapat
disposable. Pada saat pengisap dimasukkan ke dalam trakea, pada dinding trakea, dan jumlah udara yang dimasukkan
jangan diberi tekanan negatif, begitu pula antara dicatat.
pengisapan harus diberi periode istirahat agar udara paru tidak Jika balon terlalu banyak diisi udara akan terjadi hal-hal
terlalu banyak terisap, dengan demikian residual volume tidak sebagai berikut: a). Iskemia dan nekrosis mukosa trakea. b).
banyak berkurang. Setelah ujung pengisap sampai di bronkus, Nekrosis cincin-cincin tulang rawan trakea. c). Herniasi balon
dilakukan pengisapan perlahan-lahan sambil memutar kanul pada ujung kanul akan menyumbat jalan napas. d). Akan timbul
pengisap. Jika kanul trakea mempunyai kanul dalam, kanul gangguan saat menelan.
dalamnya dikeluarkan terlebih dahulu. Kanul dalam ini harus Luka operasi pada stoma bila bersih cukup ditutup dengan
sering diangkat dan dibersihkan. kasa steril, tetapi luka terinfeksi perlu dikultur dan uji kepekaan
Lore (1973) menganjurkan memakai pengisap terkecil yang dan diberikan antibiotika yang sesuai.
dapat melakukan pengisapan dengan adekuat, sedang Akhirnya penderita diajari untuk merawat diri sendiri.
Feldman dan Crawley (1971) memakai kateter pengisap steril
dan non traumatik yang penampangnya kurang dari separuh PERAWATAN MANDIRI PASCA TRAKEOSTOMI
penampang trakea. Pasca trakeostomi penderita akan diberi petunjuk oleh
Sebelum melakukan pengisapan, sebaiknya penderita dokter atau paramedis perihal perawatan kanul trakeostomi.
diberi oksigen selama 2-3 menit. Bila didapatkan sekret yang Petunjuk untuk penderita ini tergantung pada keadaan
kental, teteskan larutan garam fisiologis terlebih dahulu. penderita saat dari rumah sakit.
Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang
sebelumnya dilakukan oleh saluran napas bagian atas Petunjuk umum
menghilang. Untuk itu menggantikannya perlu dilakukan Belajarlah merawat sendiri kanul trakeostomi atas
humidifikasi buatan. tanggung jawab sendiri. Jika tergantung pada seseorang saat
Cara-cara untuk humidifikasi udara inspirasi di antaranya melakukan hal itu, mungkin akan bermasalah. Peralatan
ialah: hendaknya tersedia setiap saat melakukan perawatan kanul;
a). Condensor humidifier. Alat ini dipasang pada kanul lakukan setiap hari seperti menyikat gigi atau menyisir rambut.
trakea. Pada waktu ekspirasi, uap air mengembun pada Kulit sekitar kanul dipelihara kebersihannya dengan air
lempeng-lempeng metal dari kondensor. Kekurangan alat ini sabun, menggunakan lap atau kasa perban. Krusta diangkat
ialah jika terjadi penimbunan discharge pada alat tersebut dengan kapas aplikator yang dimasukkan ke dalam perhidrol.
fungsinya akan berkurang. Alat ini harus diganti setiap 3 jam. Pastikan tidak ada air memasuki stoma, dan hati-hati
b). Dengan melewatkan udara inspirasi melalui reservoir membersihkan kulit di sekitar kanul.
berisi air yang secara teratur dipanaskan dengan termostat. Alat Jika mengalami kesulitan bernapas atau pernapasan
ini relatif lebih efisien. Bila penderita bernafas spontan, menjadi berbunyi, mungkin telah terdapat krusta atau mukus di
campuran gas ditiupkan melalui suatu T-piece atau melalui dalam kanul. Angkatlah kanul dalam dan bersihkan.
kotak plastik yang dilubangi. Jika ditemukan krusta dari mukus tebal yang sering
c). Dengan menambahkan tetesan-tetesan air yang halus pada udara terbentuk di dalam kanul, paling baik membersihkannya
inspirasi. Efektifitas tetesan ini tergantung pada jumlah tetesan dan dengan memakai kasa basah di atas kanul. Jika udara rumah
kelembaban relatif udara inspirasi. kering, mungkin diperlukan pelembab (bukan vaporizer).
d). Secara sederhana humidifikasi dapat dikerjakan dengan
menaruh lembaran kasa yang telah dibasahi di depan mulut Membersihkan kanul dalam
kanul. Kasa tersebut diikatkan pada leher dan harus diganti Alat yang perlu disediakan ialah botol kecil, kasa perban,
sesering mungkin. penjepit, panci bergagang, saringan, dan cairan penggosok
Bila kanul terbuat dari polivinil klorida atau dari silikon, perak.
kanul ini diganti setiap 7 hari atau lebih cepat, karena lumennya Cara membersihkan kanul dalam, sebagai berikut: 1).
akan mengecil oleh timbunan krusta dan discharge. Buatlah larutan sabun di dalam botol. 2). Angkat kanul dalam
Sebelum mengangkat kanul, trakea dan daerah faring dengan cara pertama-tama putar kait kecil pengunci kanul

36 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


dalam dan kemudian tarik kanul dalam ke luar. 3). Cuci kanul
dalam dengan air dingin dan kemudian rendam untuk beberapa
menit di dalam cairan sabun. 4). Bersihkan bagian dalam kanul
dalam dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan pada
suatu tempat (Gb. 1). Gunakan penjepit untuk membantu
menarik kasa melalui kanul. Tarik kanul dalam ke belakang, ke
depan dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan sampai
bagian dalam kanul dalam bersih. 5). Setelah kanul dalam
bersih, cuci dengan baik memakai air dingin yang mengalir. 6).
Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan
pembersih perak untuk beberapa menit, kemudian
bersihkan dan cuci. 7). Goyangkan kanul dalam untuk
mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke tempatnya
dan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.
8). Minimal sekali sehari didihkan kanul dalam setelah
dibersihkan.

Gambar 2. Cara sterilisasi kanul dalam

Logam bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena


itu dapat tergores atau bengkok dengan mudah, oleh karena itu
tidak boleh dicoba untuk digores; krusta dapat diangkat dengan
merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untuk
membersihkan kanul dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar
dibuat secara spesifik agar cocok satu dengan yang lain, bahkan
kanul dalam tidak akan saling tertukar dengan yang lain. Kanul
plastik dapat dibersihkan dan dididihkan dengan cara yang
sama seperti halnya kanul perak.

Cara mengganti kanul trakeostomi


Petunjuk khusus dari dokter dan perawat diperlukan
Gambar 1. Pembersihan kanul dalam sebelum penderita mengganti kanul trakeostominya. Adanya
lubang pada anterior leher yang secara langsung berhubungan
Merebus kanul dalam dengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat
Tahapan untuk merebus kanul dalam ialah : 1). Tempatkan dimasukkan dengan mudah.
kanul dalam bersih pada saringan dan tempatkan saringan pada Untuk mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomi
panci bergagang (Gb.2a). 2). Isi panci dengan air dibuka lebih dahulu, pelindung atau permukaan lempeng kanul
secukupnya untuk merendam kanul dalam (Gb. 2b). 3). Setelah trakeostomi dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk,
air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit. 4). Angkat kemudian ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul harus
saringan dari panci bergagang, tuangkan air dari panci, dan bersih dengan pita trakeostomi telah terpasang, dan siap untuk
tempatkan kembali saringan dalam panci. 5). Biarkan kanul dimasukkan sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep
dalam dingin untuk beberapa menit sebelum dimasukkan ke dioleskan sangat tipis pada permukaan luar kanul trakeostomi
dalam kanul luar (Gb. 2). untuk mempermudah memasukkannya. Pita trakeostomi yang
digunakan pada kanul dapat satu atau dua untai (Gb. 3).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 37


Cara melakukan : 1). Siapkan alat-alat. 2). Pegang kateter
dengan salah satu tangan dan balon karet pada semprit dengan
tangan yang lain. 3). Tekan balon karet sebelum kateter
dimasukkan ke dalam kanul trakeostomi, untuk mengeluarkan
udara di dalamnya. 4). Lepaskan balon karet, mukus akan
terhisap ke dalam kateter dan semprit. 5). Bersihkan alat-alat
dengan air sabun. Peralatan tersebut sering dididihkan untuk
memelihara kebersihannya (Gb.4).

4” X 4 “
gauze pad

Gambar 3. Cara penggantian kanul trakeostomi

Pada saat memasukkan kanul trakeostomi, penderita


melihatnya melalui cermin dan pegang tiap sisi lempeng
permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul
trakeostomi akan meluncur ke dalam dengan tekanan ke arah
dalam secara halus. Di samping itu, hal yang penting ialah
bahwa kanul dimasukkan segera setelah kotoran yang melekat
pada kanul dibersihkan.
Setelah kanul trakeostomi terpasang di tempatnya dan pita
trakeostomi diikat, tempatkan kasa di atas kanul. Gambar 4. Cara penghisapan discharge

Cara menghisap Cara membuat kain alas di dada


Banyaknya discharge mukus bervariasi. Mukus ini Penderita mungkin perlu memakai kain kasa alas di dada di
akan meningkat jumlahnya jika penderita dingin, jika udara bawah kanul trakeostomi, khususnya bila terdapat drainase
dalam rumah kering, atau jika kanul teriritasi. Penghisapan sekitar kanul. Gb. 5 dan 6 menunjukkan cara membuat dan
mungkin diperlukan untuk mengontrol mukus. menggunakan alas di dada. Alas dada dari kasa trakeostomi
Mesin penghisap yang mudah dibawa dapat dipinjam dari steril mungkin tersedia dari pusat sterilisasi rumah sakit.
rumah sakit dengan petunjuk penggunaannya. Kateter karet Cara membuat alas dada untuk dipakai di bawah kanul
tidak boleh dimasukkan sampai melewati ujung dalam kanul trakeostomi ialah sebagai berikut : 1). Potong satu lembar kasa
trakeostomi, kecuali jika ada instruksi khusus untuk membentuk segi empat dengan ukuran 16 x 17 inci. 2). Lipat 1
melakukannya dari dokter. Jika mesin penghisap tidak didapat, inci pada tepi atas dan bawah. 3). Lipat 4 inci kasa pada tiap
semprit steril atau kateter yang dapat dibeli di toko obat atau sisi. 4). Lipat 2 kali untuk mengurangi lebar menjadi 4 inci.
apotik bisa digunakan sebagai penghisap. Tempatkan 2 buah pita yang panjangnya 5 inci atau kasa yang

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


dipotong tepi lipatan pada bagian tepi atas separuh lipatan
kasa dan setik silang bagian atas untuk mengkokohkan pita
pada tempatnya. 5). Pakaikan kasa trakeostomi alas dada,
masukkan pita atau tali pengikat pada tepi bagian atas dari
bawah pita trakeostomi alas dada tiap sisi kanul trakeostomi. 6).
Lipat tali pengikat atau pita dari alas dada di atas pita
trakeostomi dan lipat kasa ke atas. Pastikan tali pengikat pada
permukaan depan alas dada dengan peniti kecil yang aman
(Gb.5).

Gambar 6. Cara lain membuat alas dada dipakai di bawah kanul


trakeostomi

RINGKASAN
Trakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui
leher langsung ke trakea untuk mengatasi afiksi jika ada gangguan
lalulintas udara pernafasan. Perawatan pasca trakeostomi besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan tujuan akhir trakeostomi.
Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang dari
rumah sakit dengan kanul trakea masih terpasang. Selama di
rumah penderita harus dapat memelihara kanul trakea. Dokter atau
paramedis perawatan harus memberikan petunjuk perihal
Gambar 5. Cara membuat alas trakeostomi
perawatan kanul trakea. Petunjuk ini tergantung pada keadaan
Cara lain untuk membuat alas dada trakeostomi lebih penderita saat pulang dari rumah sakit. Perawatan trakeostomi
mudah tetapi sedikit lebih mahal. mandiri meliputi petunjuk umum, cara membersihkan kanul
Sebuah kasa 4 x 4 atau dua buah kasa 2 x 2 diperlukan trakea, merebus kanul dalam, mengganti kanul, menghisap
untuk tiap alas dada. 1). kasa 4 x 4 inci. 2). kasa 4 x 4 inci discharge, dan cara membuat kain alas dada untuk trakeostomi.
yang tidak terlipat. 3). kasa 2 x 2 inci telah dibuat dengan
melipat kasa dua kali. Jika kasa tidak terlipat, panjangnya 6 inci.
KEPUSTAKAAN
Dua kasa tidak terlipat 2 x 2 inci dipakaikan. Satu tiap tepi dari
kasa terbuka 4x 4 inci. 4). Kasa 2x2 inci telah disetik pada 1. Adams GL, Boies LR, Paparella MM. Tracheostomy. In :Boies's
tempat dan dimasukkan di bawah pita trakeostomi pada tiap sisi Fundamentals of Otolaryngology. A Textbook of ear, nose and throat
kanul trakeostomi. Kasa 2 x 2 inci kemudian dilipat ke bawah di diseases, 5th ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd., 1978 ; 705-17.
atas pita trakeostomi. 5). Kasa 4 x 4 inci telah dilipat ke atas. Kasa 2. Bireell JF, Me Dowall GD, Me Klay K, Me Kailum JR, Maran AGD.
Tracheostomy. In : Logan Turner's Diseases of the nose, throat and ear.
2 x 2 inci dapat dipeniti di bagian dalam (Gb. 6). 5th ed. Bristol : John Wright and Sons Ltd, 1977 ; 1567-73.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 39


3. Conway WA, Victor LD, Magilligon DJ, Fujita S, Zorick FJ, Roth T. 12. Montgomery WW. Silicone tracheal canula. Ann Otol 1980; 89 : 521-8.
Adverse effects of tracheostomy for sleep apnea. JAMA 1981; 246 : 347- 13. Montgomery WW. Manual for care of Montgomery silicone tracheal T-
50. tube. Ann Otol 1980; 89 (suppl 73): 1-7.
4. Davies J. Embriology and anatomy of the larynx, respiratory apparatus, 14. Natvig K, Olving JH. Tracheal changes in relation to different
diaphragma and esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngo- tracheostomy technique (An experimental study on rabbits). J Laryngol
logy. Vol. 1. Basic sciences and related disciplines. Philadelphia : WB Otol 1981; 95: 61-8.
Saunders Co, 1973. 15. Paparella MM, Shumrick DA, (eds). Otolaryngology, vol I. Basic sciences and related
5. Evans JNG, Tood GB. Laryngo-tracheoplasty. J Laryngol Otol 1974 ; 88 : disciplines. Philadelphia: WB Saunders, 1973.
589-97. 16. Putney FJ. Complications and postoperative care after tracheostomy. Arch
6. Feldman SA, Crawley BE. Tracheostomy and artificial ventilation in the Otolaryngol. 1955; 62 : 272-6.
treatment of respiratory failure, 2nd ed. London : Edward Arnold Ltd, 17. Shapiro RS, Martin WM. Long custom made plastic tracheostomy tube in
1971 : 31-61. severe tracheomalacia. Laryngoscope 1981; 91: 355-61.
7. Galood HD, Toledo PS. Comparison of five type of tracheostomy tubes in 18. Steel PM, Evans CC. Physiology of the larynx and tracheobronchial tree.
the intubated trachea. Ann Otol 1978 ; 87 : 99-108. In : Ballantyne, Grooves, (eds). Scott-Brown's diseases of the ear, nose
8. Lee KJ. The Otolaryngology board. A preparation guide. New York : and throat.. 4th ed. Vol I. Basic sciences. London : Butterworths, 1979 ;
Medical Examination Publ. Co. Inc, 1973 : 170-96. 433-75.
9. Lore JM. An atlas of head and neck surgery. Vol II, 2nd ed. Philadelphia : 19. Wright D. Tracheostomy and laryngotomy. In: Ballantyne J, (ed).
WB Saunders Co. 1973 ; 688-708. Operative Surgery. Fundamental international techniques. Nose and
10. Lulenski GC. Long term tracheal dimensions after flap tracheostomy. throat. 3rd ed. London : Butterworths, 1976 ; 242-8.
Arch Otolaryng 1981 ; 107 : 114-6. 20. Siregar Z. Krikotirotomi. Skripsi di Bagian THT/RSCM. 19 September
11. Lulenski GC, Batsakis JC. Tracheal incision as a contributing factor to 1981.
tracheal stenosis. An experimental study, Ann Otol 1975 ; 84 : 781-6.

Redaksi Mengucapkan Selamat


atas diselenggarakannya :
PIT XIV POGI
“Meningkatkan Profesionalisme Berlandaskan Etika Melalui
Kerjasama Antar Pusat Pendidikan Obstetri dan Ginekologi
dalam Era Pasar Bebas”,
Bandung, 13 – 15 Juli 2004
Website : http://www.obgyn-bandung.org

Redaksi CDK

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Vertigo: Aspek Neurologi


Budi Riyanto Wreksoatmodjo
Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia

PENDAHULUAN kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan


Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi
praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-
oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing lukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi
(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar dengan perubahan sekelilingnya.
tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan
karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor,
nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian. serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-
Vertigo – berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga
memutar – merujuk pada sensasi berputar sehingga meng- berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerak
ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan anggota tubuh.
oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi
untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat (Gb.1) .
SISTIM KESEIMBANGAN
Manusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif

Gambar 1. Bagan Sistim Keseimbangan Manusia

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 41


PATOFISIOLOGI pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat gejala vertigo.
keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan
antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang Normal Motion Sickness Adapted
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
tersebut : PAR SYM
PAR SYM
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang
berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis
SYM PAR
sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik Gambar 3. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik Keterangan :
yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-
seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan. 6. Teori sinap
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan
nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar daya ingat.
(yang berasal dari sensasi kortikal). Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu
Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
penyebab. simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
3. Teori neural mismatch berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering
menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo
gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala
gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2) dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur- TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO
angsur tidak lagi timbul gejala. Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakit
tersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan
penyebabnya berbeda-beda. (Skema) Oleh karena itu, pada
Neural setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan
Store
Sensory input (Rangsangan gerakan) pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan
bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.
Comparator Skema Klasifikasi Vertigo
Unit

Psikogenik Sindrom Fobia


Mismatch Signal

Gambar 2. Skema teori Neural Mismatch


Sentral

Vertigo Patologik
4. Teori otonomik
BPPH
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf
otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala
klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya Perifer Meniere
hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3).
5. Teori neurohumoral Infeksi Trauma
Iskemi
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin
(Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing Fisiologik Ketinggian,
menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem- Mabuk Udara

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


ANAMNESIS kongestif, anemi, hipoglikemi.
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang, Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harus
goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan ditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian
sebagainya. penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasi terapi simtomatik yang sesuai.
timbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan. Pemeriksaan Fisik Umum
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan, Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab
hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik. sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,duduk
Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yang dan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi
karakteristik (Gambar 4)(6, 7). nadi perifer juga perlu diperiksa.
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.
vestibularis. Pemeriksaan Neurologis
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian
salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahui khusus pada:
ototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti 1. Fungsi vestibuler/serebeler
anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru a. Uji Romberg (Gb. 5) : penderita berdiri dengan kedua
juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik. kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat
menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya
atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita
tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.

Gambar 4. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit

Gambar 5. Uji Romberg


PEMERIKSAAN FISIK
Ditujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki
kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti
serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan berganti.
keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan
serebelum. pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk c. Uji Unterberger.
menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteks jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
serebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita
vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti
faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
vertigo tersebut. lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi
Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 43


1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Gambar 6. Uji Unterberger Kepala putar ke samping

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7)


Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal
ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke


posisi terlentang)

Gambar 7. Uji Tunjuk Barany

e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)


Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama
setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien
akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 8. Uji Babinsky Weil

Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis(8,9)


Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
Gambar 9. Uji Dix-Hallpike
lesinya di sentral atau perifer.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring- 4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance
kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng- Imaging (MRI).
gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul TERAPI
dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan
dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu digunakan obat yang bersifat antikolinergik. (Tabel 3).
kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes
Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo
diulang-ulang beberapa kali (fatigue).
(sedatif vestibuler)
Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
Nama Generik Nama Lama Dosisi Dewasa Tingkat Rute
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap Dagang Kerja Sedasi Lain
seperti semula (non-fatigue). (jam)
b. Tes Kalori Cyclizine Marezine 4-6 50 mg 4 dd + im
Dimenhydrinate Dramamine 4-6 25-50 mg 4 dd ++ im,iv,rec
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga Diphen- Benadryl 4-6 25-50 mg 4 dd ++
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua hydramine
Meclizine Bonine, 12-24 12,5-25 mg + im, iv
telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air Antivert 2-3 dd
hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap Promethazine Phenergan, 4-6 25 mg 4 dd ++ -
Avopreg
irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak Scopolamine Transderm 72 0,5 mg 1 dd + im,iv,rec
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal Scop
90-150 detik). Holopon - 0,5 mg 3 dd +
Hydroxyzine Iterax, 4-6 25-100 mg 3 dd ++ sc, iv
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis Bestalin
atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal Ephedrine 4–6 25 mg 4 dd 0
Cinnarizine Stugeron 25-50 mg 3 dd + im
paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik Flunarizine Sibelium 5 mg 2 dd + im
setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan Hyoscine Buscopan 10-20 mg 3-4 dd 0 -
Betahistin Hyscopan 6-12 mg 3 dd 0 -
directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan Merislon 8-16 mg 3 dd 0 -
pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. 6 mg
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. Betaserc -
8 mg
VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi
sentral. Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya
c. Elektronistagmogram desensitisasi reseptor semisirkularis (Gambar 9).
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan
tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan
demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.

2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan
tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi
ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti
Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus,
kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, Gambar 9.
pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
(kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai
dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan). tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat
ke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudian
Pemeriksaan Penunjang duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian
pemeriksaan lain sesuai indikasi. duduk tegak kembali.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut)
akustik). pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular;
(EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP). berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 45


ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian Vertigo akibat obat
diikuti dengan gerakan fleksi–ekstensi kepala berulang dengan Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang
mata tertutup, yang makin lama makin cepat. disertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara
Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin) lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,
ditemukan. derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina..
Beberapa penyebab vertigo yang sering ditemukan antara Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga
lain: gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin
lebih bersifat ototoksik.
Benign paroxysmal positional vertigo Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler
Dianggap merupakan penyebab tersering vertigo; antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan
umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6 minosiklin.
minggu. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi
Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan
di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil. karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer.
Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan
efektif daripada medikamentosa. antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang
dapat dikacaukan dengan vertigo.
Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik
kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, RINGKASAN
biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen- Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam
dengaran. praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsi
Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi alat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koor-
profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler.
spontan. Penatalaksanaan berupa anamnesis yang teliti untuk
Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan mengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya;
bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan terapi dapat menggunakan obat dan/atau manuver-manuver
operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe- tertentu untuk melatih alat vestibuler dan/atau menyingkirkan
motongan n.vestibularis. otoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika
Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.
labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasi
aminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari KEPUSTAKAAN
kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.
Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat 1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,
meringankan gejala. 2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik.
Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer. Monograf, tanpa tahun.
3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA,
Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi
Neuritis vestibularis Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkan 4. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001
oleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut 5. Mengenal Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpa
labirintitis. tahun.
6. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan. Tinitus dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok
Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur, Indonesia cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.
diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini 7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo,
dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral. Perdossi,1999.

Every true genius must be natural or it is none


(Schiller)

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


PRESENTASI KASUS

Terapi Akupunktur
untuk Vertigo
Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe
Departemen Akupunktur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta

ABSTRAK

Vertigo merupakan kasus yang sering terjadi, tergolong sebagai salah satu bentuk
gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi ruangan. Gejalanya menyebabkan
pasien takut dan cemas, dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Pengobatan
vertigo secara konvensional dengan obat-obatan kadang-kadang kurang berhasil.
Berikut dilaporkan kasus vertigo pada seorang wanita 50 tahun, diterapi dengan
akupunktur dan menunjukkan hasil memuaskan.

PENDAHULUAN 2. Vertigo kronis


Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk 3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian
gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan (1) berangsur-angsur mengurang.
Istilah yang sering digunakan oleh awam adalah: puyeng,
sempoyongan, mumet, pusing, pening, tujuh keliling, rasa Vertigo paroksismal
mengambang, kepala terasa enteng, rasa melayang (1). Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, ber-
Vertigo perlu dipahami karena merupakan keluhan nomer langsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang
tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul
praktek umum, bahkan orang tua usia sekitar 75 tahun, 50 % lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.
datang ke dokter dengan keluhan vertigo(2) . Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :
1. Yang disertai keluhan telinga :
DEFINISI Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yang Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes,
artinya memutar (2). Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak gigi/ odontogen.
dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala 2. Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini
lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat adalah :
keseimbangan tubuh (2). Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi,
Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo de
saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari L’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluh 3. Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, ter-
dingin, mual, muntah) dan pusing (2). masuk di sini adalah :
- Vertigo posisional paroksismal laten,
KLASIFIKASI - Vertigo posisional paroksismal benigna.
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas
beberapa kelompok (2): Vertigo kronis
1. Vertigo paroksismal Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 47


serangan akut, dibedakan menjadi: 4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom
1. Yang disertai keluhan telinga : hiperventilasi, fobia.
Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues 5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor 6. Intoksikasi.
serebelopontin.
2. Tanpa keluhan telinga : PATOFISIOLOGI
Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio, Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi
pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel, aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen
kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainan yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
kardiovaskuler, kelainan endokrin. keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan
3. Vertigo yang dipengaruhi posisi : impulsnya ke pusat keseimbangan.
- Hipotensi ortostatik Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-
- Vertigo servikalis. prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularis
dengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
Vertigo yang serangannya mendadak/akut, berangsur- dan vestibulospinalis.
angsur mereda, dibedakan menjadi : Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
1. Disertai keluhan telinga : ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu
perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
interna/arteria vestibulokoklearis. paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.(2).
2. Tanpa keluhan telinga : Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di
Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior, pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multi- vestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
pleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
posterior. wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa
Ada pula yang membagi vertigo menjadi(3) : penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler. keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somato- kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.
sensorik dan visual. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang
ETIOLOGI gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer : informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan
a. Telinga bagian luar : serumen, benda asing. gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot
b. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani, menjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi, dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/
labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan per- berjalan dan gejala lainnya.
darahan.
c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika, DIAGNOSIS
trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin 1. Anamnesis.
(morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural. 2. Pemeriksaan fisik :
d. Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor. - Pemeriksaan mata
e. Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombo- - Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
sis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis - Pemeriksaan neurologik
multipleks. - Pemeriksaan otologik
2. Penyakit SSP : - Pemeriksaan fisik umum.
a. Hipoksia – Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios- 3. Pemeriksaan khusus :
klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi - ENG
atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta, - Audiometri dan BAEP
sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, - Psikiatrik
blok jantung. 4. Pemeriksaan tambahan :
b. Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues. - Laboratorium
c. Trauma kepala/ labirin. - Radiologik dan Imaging
d. Tumor. - EEG, EMG, dan EKG.
e. Migren.
f. Epilepsi. TERAPI
3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipopara- Terdiri dari :
tiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil- 1. Terapi kausal
menopause.

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


2. Terapi simtomatik Titik-titiknya : Guanyuan ( CV 4 ), Taixi ( KI 3 ), Shenshu
3. Terapi rehabilitatif ( UB 23 ), Fuliu ( KI 7 ).
4. Jika akibat stagnasi lembab di Jiao-tengah, prinsipnya :
TINJAUAN MENURUT ILMU AKUPUNKTUR Menguatkan Limpa, menyeimbangkan Lambung, meng-
Menurut Ilmu Akupunktur, vertigo termasuk golongan hilangkan lembab dan menghilangkan reak, sehingga me-
Xuan Yun (pusing = dizziness), disebabkan oleh hiperaktivitas lancarkan Qi dalam Limpa-Lambung.
Yang Hati, sehingga mengganggu telinga; atau karena Titik-titiknya : Pishu ( UB 20 ), Yinlingquan ( SP 9 ),
akumulasi reak di Jiao–tengah sehingga menyumbat naiknya Fenglong ( ST 40 ).
Qi ke telinga (4).
KASUS
Gejala Klinis(4,5 ) I. Identitas penderita
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala Nama : Ny. YR
sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasa Umur : 50 th
kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan Jenis kelamin : perempuan
selaput putih lengket, nadi lembut atau seperti senar dan halus. Agama : Islam
Jika disebabkan oleh naiknya Yang Hati dan berkurang- Status perkawinan : menikah
nya Yin Ginjal timbul gejala-gejala: puyeng (dizziness), nyeri Pekerjaan : PNS (Fisioterapis)
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah, Berobat tanggal : 4 September 2003
mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis,
nadi senar dan seperti benang. II. Anamnesis
Keluhan utama : kepala terasa muter sejak 1 bulan
Etiologi & Patofisiologi ( 6 , 7 , 8 ) Keluhan tambahan : mual .
1. Hiperaktifitas Yang Hati Perjalanan penyakit :
Disebabkan oleh stagnasi Qi Hati, sehingga menimbulkan - Kira-kira 1 bulan yang lalu pasien merasa leher sebelah
api Hati dan angin Hati berlebihan yang naik mengganggu Qi kanan sakit; lama-kelamaan menjalar ke lengan kanan.
di dalam kepala, sehingga timbul puyeng (pusing). Hiper- Setelah berobat ke fisioterapi, membaik.
aktifitas Yang Hati lama-kelamaan bisa mengakibatkan - Dua minggu kemudian, pasien tiba-tiba merasa seperti "ada
defisiensi Yin Hati.. sesuatu" yang naik; kemudian merasa seperti mabuk dan
2. Defisiensi Qi dan darah mual. Muntah tidak ada.
Disebabkan oleh perdarahan kronis atau gangguan pen- - Paisen berobat ke IRM; pada Rö tulang leher, ada
cernaan sehingga Limpa dan Lambung lemah menyebabkan penyempitan di C 4-5.
pembentukan Qi dan darah kurang, kulit pucat, pusing dan - Diberi obat antalgin dan obat untuk vertigo; karena tidak
penglihatan kabur. ada perubahan, dirujuk ke bagian Saraf, diberi: Ibuprofen,
3. Defisiensi Cing Ginjal. Betaserc®, Clobazam, Neurodex®.
Akan mengakibatkan gangguan telinga, otak, dan organ- - Seminggu kemudian kambuh lebih parah; pasien merasa
organ lain, terutama Hati, Limpa-Lambung, dan Jantung, ada "sesuatu" yang naik sampai ke leher, kepala terasa
sehingga timbul gejala vertigo. berat, dan berputar; disertai mual dan muntah. Pasien minta
4. Stagnasi lembab di Jiao-tengah. dirujuk ke bagian Akupunktur.
Lemahnya Limpa dan Lambung menyebabkan terbentuk- - Tiga bulan sebelumnya pasien beberapa kali mengalami
nya reak dan lembab yang menyumbat di Jiao tengah sehingga gejala-gejala awal serupa (ada "sesuatu" yang naik) tapi
Qi terhambat untuk naik/turun, mengakibatkan vertigo. hanya sebentar dan tidak sampai berputar.
- Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetapi tetap sadar,
Terapi (4,5,6 ) tidak disertai pusing atau gejala lain.
1. Jika akibat Hiperaktifitas Yang Hati, prinsip terapinya : - Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-).
Menenangkan Yang Hati, menguatkan Yin Hati, - Riwayat infeksi telinga (-).
menghilangkan angin dalam, mengurangi kelebihan api Hati, III. Status Presens
melancarkan Qi Hati. Keadaan Umum: compos mentis, tekanan darah 110/70
Titik-titiknya : Baihui (GV 20) atau Fengchi (GB 20), mmHg, nadi: 72 X/menit, pernafasan 20 X/menit, afebris.
Xingjian (LR 2), Qiuxu (GB 40), Taichong (LR 3). Pemeriksaan fisik dan neurologik dalam batas normal.
2. Jika karena Defisiensi Qi dan darah, prinsip terapinya :
Memelihara Qi dan darah dengan menguatkan Limpa, jika IV. Pemeriksaan penunjang
Qi dan darah tidak bisa naik ke kepala, maka Jantung dan Ro Cervical (25/8/03): Spondyloarthrosis C 4-5 kanan dan
Limpa dikuatkan. kiri, Intervertebra C 6-7 kanan.
Titik-titiknya : Hegu (LI 4), Sanyinjiao (SP 6), Shenmen Laboratorium (5/9/03): Hb: 12, Leukosit : 5200, diff: -/4/-
(HT 7). /6/28/2, trombosit: 255.000, LED: 20, gula darah N / 2 jam
3. Jika akibat defisiensi Cing Ginjal, prinsip terapinya : PP: 92 / 103; Kholesterol Total, HDL / LDL: 284 / 49 / 200
Menguatkan Ginjal mg/dl, Trigliserid: 174 mg/dl, As. Urat: 3 mg/dl

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 49


V. Pemeriksaan Akupunktur VI. Resume
1. Pengamatan ( Wang ) : Seorang perempuan umur 50 tahun datang dengan keluhan
a. Sen : semangat : baik; ekspresi umum : baik; sinar utama kepala terasa berputar disertai mual.. Satu bulan
mata: bersinar; kesadaran : baik. sebelumnya merasa leher sisi kanan sakit, menjalar ke lengan
b. Se : warna kulit: tak tampak kelainan; ekspresi wajah kanan. Setelah fisioterapi, membaik. Dua minggu kemudian
: bersinar segar. pasien merasa seperti mabuk, mual, tidak muntah, didahului
c. Sing Tay : bentuk tubuh: sedang; jika berjalan pelan- oleh rasa seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas. Pasien
pelan, seperti robot karena takut menoleh; posisi tubuh berobat ke IRM, diberi antalgin dan obat vertigo; pada Rö
: t.a.k.; kulit tubuh: normal; keringat biasa; mata, tulang leher ternyata ada penyempitan di C 4-5. Karena tak ada
telinga, hidung : t.a.k. perubahan, pasien dirujuk ke bagian Saraf, diberi Ibuprofen,
d. Pemeriksaan Lidah : Betaserc®, Clobazam, Neurodex®, tetapi tetap belum ada
- otot lidah : merah muda, kebasahan sedang, perbaikan. Satu minggu kemudian kambuh lebih parah, dan
pergerakan normal. pasien minta dirujuk ke bag. Akupunktur.
- selaput lidah : putih, tipis, bersih. Tiga bulan sebelumnya beberapa kali mengalami gejala-
2. Pendengaran dan Penciuman (Wen) : gejala seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas, tapi hanya
a. Pendengaran : suara bicara : biasa, suara nafas: sebentar dan tidak sampai berputar.
normal; suara batuk, cekutan, bertahak: tak terdengar. Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetap sadar, Ro
b. Penciuman : hawa mulut: tak tercium, bau keringat: kepala t.a.k.
tak tercium; bau reak, air seni, tinja: tak diperiksa Pada pemeriksaan akupunktur didapatkan :
3. Anamnesis (Wun) : 1. Wang :
Keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit sama - Sen : baik
seperti di atas. - Se : normal, bersinar
Pertanyaan khusus : - Sing Tay : kalau berjalan pelan-pelan, seperti robot,
a. Suka panas / dingin : lebih suka dingin takut menengok.
b. Keadaan berkeringat : normal - Lidah : normal.
c. Rasa kepala : berputar; tubuh , anggota gerak : tak ada 2. Wen : tak ada kelainan
keluhan 3. Wun : lebih suka dingin, rasa kepala berputar, perut kalau
d. Buang Air Besar: sekali sehari, konsistensi baik terlambat makan sering mual, perih. Haid selama 4 bulan
Buang Air Kecil : frekuensi 7-10 kali, banyak, jernih ini mulai tak teratur, darah haid lebih sedikit.
e. Kebiasaan makan, minum: nafsu makan baik, 4. Cie: kuan kiri dalam
kesukaan akan rasa: tak spesifik Pada pemeriksaan organ Cang Fu ada kelainan pada organ
f. Dada : tak ada keluhan; perut : kadang-kadang mual, Lambung, Limpa, Hati.
perih terutama kalau terlambat makan
g. Pendengaran: tak ada keluhan
h. Rasa haus: tak ada . VII. Diagnosis Kerja
i. Penyakit yang pernah diderita: trauma kepala tetapi Kedokteran Umum : Vertigo
tetap sadar, Ro kepala t.a.k. Akupunktur : Kepala terasa berputar karena Yang se hati palsu
j. Keadaan haid : 4 bulan ini mulai tak teratur, lama haid akibat Si Hati.
1 minggu, jumlah darah lebih sedikit dari sebelumnya,
dismenorrhea (-), leukorrhea (-).
4. Perabaan (Cie) : VIII. Pengobatan
a. Perabaan lokal: tidak ada nyeri tekan atau ketegangan 1. Alat : jarum
otot. 2. Titik yang dipakai dan alasan pemakaiannya :
b. Suhu tubuh: normal a. Fengchi ( GB 20) : untuk mengusir angin
c. Pemeriksaan nadi : b. Hegu ( LI 4 ): membuang angin, penenang
kiri kanan c. Taichong ( LR 3 ): menormalkan Hati, penenang.
dangkal dalam dangkal dalam d. Zhongwan ( CV 12 ) : menguatkan lambung, me-
cun 5 5 5 5 lancarkan Qi lambung
kuan 5 4 5 5 e. Fenglong ( ST 40 ): menghilangkan lembab
ce 5 5 5 5 f. Sanyinjiao ( SP 6 ): menguatkan Limpa
5. Pemeriksaan khusus terhadap organ Cang Fu : g. Neiguan (PC 6): mengatasi mual
a. Lambung : jika perut kosong perih, mual. 3. Frekwensi : dua kali seminggu, 1 seri 12 kali.
b. Limpa : nafsu makan menurun, perut kembung, 4. Manipulasi: penguatan, selama 15 menit.
bertahak
c. Hati : kepala muter, gangguan haid. IX. Prognosis
d. Organ Cang Fu lain : tak ada kelainan. Dubia ad bonam

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


XI. Anjuran Setelah diterapi dua kali dengan prinsip terapi meng-
1. Berobat akupunktur rutin hilangkan angin, menenangkan pasien, menguatkan Yin Hati,
2. Pemeriksaan : CT, MRI menghilangkan lembab, memperbaiki Limpa dan me-
3. Konsul THT, Mata. nyeimbangkan Lambung, serta simtomatis mengurangi mual,
pasien merasa ada perbaikan dan pemakaian obat dihentikan.
XII. Follow up Sampai terapi ke lima pasien sudah merasa sembuh, tak ada
Tanggal 8/9/03 : Muter (+/-), mual (+/-),pasien masih minum keluhan. Karena takut ditusuk dan tak tahan sakit, pasien tidak
obat dari bag. Saraf melanjutkan pengobatan akupunkturnya. Sampai saat laporan
Tanggal 11/9/03 : Muter (-), mual (+/-), nyeri kepala sebelah dibuat tidak ada keluhan dan tetap melakukan aktivitas seperti
kanan (berdenyut ). pasien sudah tidak minum obat-obatan. biasa.
Ditambah akupunktur titik Zulinqi ( GB 41 ) kanan.
Tanggal 15/9/03 : Muter (-), nyeri kepala (-), obat (-).
KEPUSTAKAAN
Tanggal 18/9/03 : Tak ada keluhan, pasien merasa sembuh.
1. Lumbantobing S M. Vertigo Tujuh Keliling. Balai Penerbit FKUI.
DISKUSI Jakarta; 1996.
Pada pasien ini , gejala-gejala vertigo disebabkan karena 2. Nurimaba N, Joesoef A A, Andradi S. Vertigo, Patofisiologi, Diagnosis
dan Terapi. Cetakan pertama. Kelompok Studi Vertigo, PERDOSSI.
defisiensi Yin Hati. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala Jakarta; 1999.
berupa haid tak teratur dalam 4 bulan ini, darah haid lebih 3. Andradi S. Diagnosa Klinis & Terapi Vertigo. Bagian Neurologi
sedikit, nadi Hati lemah. Defisiensi Yin Hati ini mengakibatkan FKUI/RSCM. Jakarta.
muncul gejala-gejala Yang Se Hati palsu yaitu kepala berputar 4. Yin G, Liu Z . Advance Modern Chinese Acupuncture Therapy. First ed.
Beijing: New World Press. 2000.
(akibat angin Hati). Hal ini kemudian mengakibatkan gangguan 5. O’Connor J, Bensky D. Acupuncture A Comprehensive Text. Chicago:
pada Limpa dan Lambung dan terbentuknya lembab/reak Eastland Press. 1981.
sehingga menimbulkan gejala-gejala mual, lambung perih dan 6. Huaitang S. Acupuncture and Moxibustion Treatment of Vertigo ( 2 ).
perut kembung, sering bertahak. Internat. J. Clin. Acupunc. 1993 : 4 ( 4 ) : 391 –5.
7. Kiswojo, Kusuma A. Teori dan Praktek Ilmu Akupunktur. Jakarta: PT
Yin Si Hati ini mungkin disebabkan karena Ginjal yang mulai Gramedia., 1978.
melemah, mengingat pasien sudah berumur 50 tahun, dan haid 8. Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur.
tak teratur mungkin merupakan gejala pra-menopause.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 51


TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)]


sebagai Salah Satu Sumber
Antioksidan
Sulistyowati Tuminah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departeman Kesahatan RI, Jakarta

ABSTRAK

Teh adalah salah satu bahan minuman alami yang sangat populer di masyarakat.
Kandungan flavonoid dalam teh merupakan antioksidan yang bersifat antikarsinogenik,
kariostatik serta hipokolesterolemik. Beberapa peneliti lain juga menyebutkan bahwa
teh dapat bekerja sebagai hipoglikemik dan menghambat aterosklerosis.

PENDAHULUAN Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)


Transisi nutrisi yang terjadi saat ini, dari makanan yang Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
banyak mengandung serat ke makanan yang banyak Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
mengandung lemak menyebabkan transisi epidemiologi, dari Sub Kelas : Dialypetalae
penyakit infeksi dan kurang gizi menjadi penyakit degeneratif Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
seperti penyakit jantung, kanker. Transisi nutrisi juga Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
dihubungkan dengan prevalensi obesitas, terutama obesitas Genus (marga) : Camellia
kanak-kanak serta non-insulin dependent diabetes mellitus.1 Spesies (jenis) : Camellia sinensis
Obesitas juga berkaitan dengan angka kematian yang tinggi Varietas : Assamica3,5,6
akibat penyakit jantung koroner dan stroke.2
Di masa sekarang, dengan harga obat-obatan yang mahal, MACAM-MACAM TEH
anjuran Departemen Kesehatan untuk back to nature (kembali Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi
ke obat tradisional) adalah tepat. Juga karena bahannya mudah 3 (tiga) macam(3), yaitu :
didapat, murah (terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat)
dan dapat dibuat oleh semua orang. 1. Teh Hijau
Teh merupakan bahan minuman yang secara universal Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh
dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisan diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim.
masyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara
di dunia, sedangkan teh hijau di produksi kurang lebih di 22% kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada
negara di dunia.3 Selain itu di negara-negara Barat, lebih dari pemanasan dengan suhu 85°C selama 3 menit, aktivitas enzim
setengah asupan flavonoid berasal dari teh hitam.4 polifenol oksidase tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing)
secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan
KLASIFIKASI pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300°C.
Di zaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan flavor
beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensis. yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas.
Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesies Keuntungan dengan cara pemberian uap panas, adalah warna
tunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus, teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.7
yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis.3
Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987) 2. Teh hitam
dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh Camellia sinensis Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal
O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut(3,5,6): ini fermentasi tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase percobaan 430 µmol/l; setelah 60; 120; 180 menit pemberian
yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini, teh adalah rata-rata 434; 447 dan 439 µmol/l (tidak ada
katekin (flavanol) mengalami oksidasi dan akan menghasilkan perubahan yang berarti/signifikan). Hasil tersebut menunjukkan
thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut : daun teh segar bahwa pemberian teh dengan jumlah besar dalam waktu
dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian singkat mempunyai sedikit pengaruh jangka pendek terhadap
digiling sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan aktivitas antioksidan serum, berbeda dengan hasil penelitian
fermentasi pada suhu sekitar 22-28°C dengan kelembaban mengenai pengaruh flavonoid anggur merah. Penelitian ini
sekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas tidak meneliti kemungkinan pengaruh minum teh kumulatif
hasil akhir; biasanya dilakukan selama 2-4 jam. Apabila proses jangka panjang terhadap status antioksidan.4
fermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai kadar Daya antioksidan komponen katekin berbeda-beda.
air teh kering mencapai 4-6%.7 Epikatekin galat mempunyai daya antioksidan sebesar 4,93;
epigalo katekin galat sebesar 4,75; epigalo katekin 3,82;
3. Teh oolong epikatekin daya antioksidannya sebesar 2,50 dan untuk katekin
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat daya antioksidannya sebesar 2,40. Daya antioksidan komponen
dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yang katekin tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan vitamin
memberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu, C ataupun β-karoten.7
kemudian dipanaskan pada suhu 160-240°C selama 3-7 menit
untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan.7
Tabel 2. Komposisi teh hitam(3)

KOMPONEN THE (3) No. Komponen % Berat kering


Komponen dari dua macam teh yang paling banyak 1. Kafein 7,56
digunakan (teh hijau dan teh hitam) adalah sebagai berikut 2. Theobromin 0,69
(tabel 1 dan 2) : 3. Theofilin 0,25
4. (−) Epicatechin 1,21
Tabel 1. Komposisi teh hijau(3) 5. (−) Epicatechin gallat 3,86
6. (−) Epigallocatechin 1,09
No. Komponen % Berat kering 7. (−) Epigallocatechin gallat 4,63
1. Kafein 7,43 8. Glikosida flavonol Trace
2. 1,98 9. Bisflavanol Trace
(−) Epicatechin
10. Asam Theaflavat Trace
3. (−) Epicatechin gallat 5,20
11. Theaflavin 2,62
4. (−) Epigallocatechin 8,42
12. Thearubigen 35,90
5. (−) Epigallocatechin gallat 20,29 13. Asam gallat 1,15
6. Flavonol 2,23 14. Asam klorogenat 0,21
7. Theanin 4,70 15. Gula 6,85
8. Asam glutamat 0,50 16. Pektin 0,16
9. Asam aspartat 0.50 17. Polisakarida 4,17
10. Arginin 0,74 18. Asam oksalat 1,50
11. Asam amino lain 0,74 19. Asam malonat 0,02
12. Gula 6,68 20. Asam suksinat 0,09
13. Bhn yg dpt mengendapkan alkohol 12,13 21. Asam malat 0,31
14. Kalium (potassium) 3,96 22. Asam akonitat 0,01
23. Asam sitrat 0,84
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN 24. Lipid 4,79
Penelitian di Barat dilakukan untuk mengetahui aktivitas 25. Kalium (potassium) 4,83
26. Mineral lain 4.70
antioksidan dari 8 macam produk teh hitam yang populer 27. Peptida 5.99
secara komersial dengan memasukkan 0,5 g daun teh ke dalam 28. Theanin 3,57
25 ml air mendidih, kemudian diaduk selama 3 menit. Rata-rata 29. Asam amino lain 3,03
aktivitas antioksidan larutan yang dihasilkan adalah 8.477 30. Aroma 0,01

µmol/l (kisaran 4.275-12.110 µmol/l); dibandingkan dengan


aktivitas antioksidan serum yang berkisar antara 350-550
KHASIAT TEH
µmol/l, berarti konsentrasi teh yang umum dikonsumsi
Salah satu zat antioksidan non nutrien yang terkandung
mempunyai sifat antioksidan yang kuat secara in vitro4.
dalam teh, yaitu catechin (katekin) dapat menyimpan atau
Selanjutnya diteliti pengaruh infus 500 ml teh yang biasa
meningkatkan asam askorbat pada beberapa proses meta-
digunakan untuk makan pagi di Inggris (1 g/100 ml) terhadap
bolisme.3,8 Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi
status antioksidan serum pada 10 sukarelawan yang sehat (5
teh hijau berbanding terbalik dengan kadar serum kolesterol
laki-laki, 5 wanita; usia rata-rata 21,1 tahun; indeks massa
total (TC) dan low density lipoprotein (LDL-C), tetapi tidak
tubuh: 24,0). Setelah 4 jam berpuasa, sebuah kanula intravena
terhadap trigliserida (TG) dan high density lipoprotein (HDL-
dipasang pada masing-masing sukarelawan/wati, kemudian
C).9,10
diinfuskan teh tanpa susu selama lebih dari 20 menit pada saat
Teh efektif mencegah virus influensa A dan B selama
makan siang. Aktivitas antioksidan serum rata-rata pada awal
masa kontak yang pendek.11 Selain itu diet fluorin yang

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 53


terkandung dalam daun teh (Camellia sinensis) dapat berfungsi mengenai manfaat minuman teh bagi kesehatan, terutama yang
kariostatik pada tikus Wistar.12 berkaitan untuk penyakit degeneratif selain kanker.
Penelitian menggunakan mencit dengan ekstrak teh hijau
ternyata tidak hanya menurunkan jumlah tumor kulit, tetapi
KEPUSTAKAAN
juga secara substansial memperkecil ukuran tumor.13
Beberapa penelitian lain menggunakan teh menunjukkan 1. Drewnowski A, Popkin BM. The Nutrition Transition : New Trends in
bahwa senyawa polifenol antioksidan (seperti katekin dan the Global Diet. Nutr Rev. 1997; 55(2) : 31-43.
flavonol) yang terkandung dalam teh mempunyai sifat 2. Weststrate JA, Van Het Hof KH, Van den Berg H, et al. A comparison of
effect of free access to reduce fat products or their full fat equivalents on
antikarsinogenik pada hewan dan manusia, termasuk pada food intake, body weight, blood lipids and fat-soluble antioxidant levels
wanita post menopause.14-18 Diperkirakan, flavonoid sebagai and haemostasis variables. Eur J Clin Nutr. 1998; 52 : 389-95.
antioksidan berperan dalam mengurangi OH•, O2•− , dan radikal 3. Graham HN. Tea : The Plant and Its Manufacture : Chemistry and
peroksil.19 Selain itu pada wanita post menopause, flavonoid Consumption of the Beverage. In Liss AR. The Methylxanthine
Beverages and Foods : Chemistry, Consumption, and Health Effects.
dapat bersifat estrogenik yang menghambat oksidasi LDL, Prog Clin Biol Rev. 1984 : 29-74.
melindungi endotel dari berbagai luka yang disebabkan oleh 4. Maxwell S, Thorpe G. Tea flavonoids have little short term impact on
radikal bebas serta mencegah aterosklerosis yang dapat serum antioxidant activity. BMJ (27 July) [Medline] 1996; 313 : 229.
menyumbat lumen arteri.20,21 5. Van Steenis CGGJ. Flora untuk Sekolah di Indonesia (terjemahan) PT.
Pradnya Paramita. Jakarta. cet ke-4. 1987 ; 1-495.
Dirghantara (1994) melakukan penelitian mengenai efek 6. Tjitrosoepomo G. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press.
sari seduhan teh hijau terhadap kadar kolesterol dan trigliserida Yogyakarta. cet ke-2. 1989 ; 1-477.
tikus putih yang diberi diet kuning telur serta sukrosa. Ternyata 7. Astuti M. Potensi Antioksidan pada Teh. Kumpulan makalah : Radikal
sari seduhan teh hijau 10x dosis manusia (0,54 g /200 Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan : Dasar, Aplikasi dan
Pemanfaatan Bahan Alam. Bag. Biokimia FKUI. Jakarta. 2001 : 1-15.
g.bb/hari) menghasilkan efek penurunan kadar kolesterol total, 8. Langseth L. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. ILSI
kolesterol LDL, trigliserida dan berat badan yang bermakna European Monograph Series. Brussel: 1995 ; 1-24.
dengan kontrol perlakuan (P < 0,05).22 Sutarmaji (1994) 9. Kono S, Shinchi K, Ikeda N, Yanai F, Imanishi K. Green Tea
meneliti pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar Consumption and Serum Lipid Profiles : A Cross Sectional Study in
Northern Kyushu, Japan. Preventive Medicine 1992; 21 : 526-31.
glukosa darah tikus normal yang diberi diet glukosa. Hasilnya 10. Kono S, Shinchi K, Wakabayashi K, et al. Relation of Green Tea
diketahui bahwa sari seduhan teh hijau 25x dosis manusia (1,35 Consumption to Serum Lipids and Lipoprotein in Japanesse Men. J
g/200 g BB/hari) menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus Epidemiol. 1996; 6 (3) : 128-33.
30 dan 60 menit setelah perlakuan.23Teh juga mencegah luka 11. Nakayama M, Toda M, Okubo S, Shimamura T. Inhibition of Influenza
Virus Infection by Tea. Letters in Applied Microbiology. 1990; 11 : 38-
skorbut dan mengurangi plak aterosklerosis pada hewan yang 40.
diberi diet aterogenik. 3 12. Gershon-Cohen J, McClendon JF. Fluorine in Tea and Caries in Rats.
Selain itu sifat menguntungkan dari teh adalah Nature 1954; 173 : 304-312.
kemampuannya menghambat perkembangan leukemia setelah 13. Zhi YW, Mou TH, Ferraro T, et al. Inhibitory Effect of Green Tea in the
Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light ang 12-O-
terpapar radiasi; menghambat mutagen yang disebabkan oleh Tetradecanoylphorbol-13-Acetate in the Skin os SKH-1 Mice. Cancer
pembentukan nitrosamin dari metilurea. Teh juga telah diuji Research 1992; 52 : 1162-70.
teratogenik, hasilnya tidak ditemukan baik teratogen maupun 14. Imai K, Suga K, Nakachi K. Cancer Prevention Effects of Drinking
embriotoksik. Pada keadaan yang tidak normal seperti pasien Green Tea among a Japanesse Population. Preventive Medicine. 1997; 26
(6) : 769-75.
talasemia, teh juga digunakan untuk mengurangi penyerapan 15. Goldbohm RA, Hertog MG, Brants HA, Van-Popel-G, Van-den Brandt –
besi non-heme dan menghambat hemokromatosis.3 PA. Consumption of Black Tea and Cancer Risk : A Prospective Cohort
Mengenai kemungkinan hambatan penyerapan besi oleh Study. J Nat’l Cancer Inst. 1996; 88 (2) : 93-100.
teh, hal ini dapat dijelaskan, bahwa besi yang diabsorbsi 16. Zheng W, Doyle TJ, Kushi LH, Sellers TA, Hong CP, Folsom AR. Tea
Consumption and Cancer Incidence in a Prospective Cohort Study of
manusia terdiri dari dua jenis, yaitu besi heme (yang terikat Postmenopausal Women. Am J Epidemiol. 1996; 144 (2) : 175-82.
pada molekul hemoglobin) dan besi non-heme (yang tidak 17. Blot WJ, McLaughin JK, Chow WH. Cancer Rates among Drinkers of
terikat pada molekul hemoglobin). Tumbuh-tumbuhan Black Tea. Crit Rev Food Sci Nutr. 1997; 37 (8) : 739-60.
diketahui sebagai sumber besi yang baik, tetapi berjenis 18. Yang CS, Lee MJ, Chen L, Yang GY. Polyphenols as Inhibitors of
Carcinogenesis. Environ Health Perspect. 1997 : 105 suppl 4 : 971-76.
nonheme yang penyerapannya oleh manusia sangat sedikit, 19. Tuminah S. Radikal Bebas dan Antioksidan – Kaitannya dengan Nutrisi
sebaliknya besi heme dari daging merah sangat banyak tersedia dan Penyakit Kronis. Cermin Dunia Kedokt. 2000; 128: 49-51.
dan lebih mudah diserap. Substansi seperti tanin (dari teh), 20. Baraas F, Jufri M. Antologi Rehal Kolesterol dan Aterosklerosis. Prima
makanan berserat dan mengandung fitat menghambat Kardia Pers. Jakarta. cet ke-1. 1997 : 82-3.
21. Baraas F, Jufri M. Antioksidan dan Penyakit Jantung. Prima Kardia Pers.
penyerapan besi non-heme, tetapi manusia masih bisa Jakarta. cet ke-1. 1999 : 11-2.
mendapatkan besi heme dari daging merah. Selain itu, 22. Dirghantara E. Efek sari seduhan daun teh hijau (Camellia sinensis (L)
konsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan penyerapan besi O. Kuntze) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida tikus putih yang
non-heme.24 diberi diet kuning telur dan sukrosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta. 1994.
23. Sutarmaji A. Pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar glukosa
darah tikus normal yang diberi diet glukosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta.
PENUTUP 1994.
Dari uraian di atas tampak banyak sekali khasiat teh, baik 24. Nair MK. Iron absorption and its implications in the control of iron
teh hitam maupun teh hijau. Yang perlu dilakukan selanjutnya deficiency anemia. Nutrition News. National Institute of Nutrition.
Hyderabad. 1999; 20 (2) : 1-6.
adalah mengembangkan penelitian-penelitian lebih jauh

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


HASIL PENELITIAN

Hasil Pemeriksaan
Uji Hemaglutinasi pada Penderita
Tersangka Demam Berdarah Dengue
di Jakarta tahun 2001
Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

PENDAHULUAN (c) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positif


Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai hasil uji HI
berjangkit di Indonesia sejak tahun 1968 dimulai dari Jakarta (d) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positif
dan Surabaya, sejak itu penyakit DBD merupakan masalah hasiI uji HI berdasarkan golongan usia
kesehatan di Indonesia dengan jumlah kasus dan jumlah (e) Mencari hubungan antara derajat penyakit DBD dengan
kematian yang terus meningkat serta wilayah penyebarannya hasil uji HI positif
yang makin meluas. Tahun 1968 hanya 2 Daerah Tingkat (Dati)
Il yang terkena dengan 58 kasus dan 24 kematian tetapi pada METODOLOGI
tahun 1999 Dati II yang terkena sebanyak 203 dengan 9.871 Disain penelitian: potong lintang (cross sectional) dengan
kasus dan 1.414 kematian(1). sampel : penderita tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit
Faktor- faktor yang diduga dapat mempengaruhi selama periode Januari - April 2001. Kriteria inklusi : penderita
peningkatan kasus DBD di Indonesia ialah(2): berumur minimal 15 tahun, demam akut 2-7 hari, dirawat di
(a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi rumah sakit, dan mengisi informed consent.
(b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali Penderita diambil darahnya untuk pemeriksaan
(c) Tidak adanya kontrol vektor yang efektif di daerah laboratorium di rumah sakit maupun untuk pemeriksaan uji HI.
endemis Uji HI dikerjakan menggunakan metode Clarke & Cassals
(d) Meningkatnya arus dan sarana transportasi. dengan modifikasi mikrotiter(4) dengan menggunakan antigen
Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta merupakan salah satu Dengue-2. Sebelum uji HI sampel terlebih dahulu mendapat
daerah endemis DBD di Indonesia dengan jumlah kasus pada Kaolin treatment untuk menghilangkan non specific inhibitor.
tahun 1997 sebanyak 5190 dengan 49kematian, tahun 1998 Konfirmasi hasil uji HI sesuai dengan kriteria WHO.
15422 kasus dengan 133 kematian, dan tahun 1999 3751 kasus
dengan 42 kematian(3).
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (uji HI) merupakan Gold HASIL DAN DISKUSI
Standard untuk pemeriksaan serologi pada penderita tersangka Responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 369
DBD (Tatalaksana DBD di Indonesia, 2001) ;pada penelitian orang tetapi yang dapat diolah datanya hanya 187 orang
ini semua serum responden diperiksa dengan menggunakan uji (50,68%) karena Uji HI memerlukan sampel darah akut (A) dan
HI. konvalesen (K) sedangkan 182 orang (49,32%) lainnya tidak
Tujuan penelitian ini secara umum ialah untuk memberi dapat diambil sampel darah konvalesennya karena :
gambaran penyakit DBD di Jakarta tahun 2000 dari penderita (a) Penderita tidak mau diambil darahnya lagi dengan alasan
yang dirawat di rumah sakit dan sampel darahnya diperiksa di sudah banyak diambil darahnya
laboratorium Pusat Pemberantasan Penyakit Balitbangkes. (b) Penderita tidak sempat diambil darahnya oleh petugas
Tujuan khususnya ialah: karena sudah terlanjur pulang.
(a) Mengetahui distribusi penderita tersangka DBD Responden berumur antara 15 tahun sampai 65 tahun
berdasarkan umur dan jenis kelamin terbanyak di bawah 30 tahun (82,89%) dengan rata-rata umur
(b) Mengetahui hasil uji HI pada penderita tersebut penderita 25 tahun, (Tabel 1).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 55


Tabel 1. Distribusi Penderita tersangka DBD menurut Golongan Umur Pada tabet 4 terlihat penderita infeksi primer dapat
dan Jenis Kelamin
ditemukan pada usia lanjut (golongan umur 65 tahun) meskipun
Umur Laki-laki Perempuan pada usia yang lebih muda lebih banyak terjadi; infeksi
Total % sekunder terjadi pada golongan umur paling tua 45 tahun, dan
(tahun) (N) (N)
15- 25 25 50 26,74 untuk presumtif ditemukan paling tua pada golongan umur 55
20- 30 29 59 31,55 tahun, ini menunjukkan bahwa penderita DBD memang sudah
25- 18 9 27 1,44
30- 11 8 19 10,16 bergeser ke umur yang lebih tua.
35- 6 6 12 6,42
40- 4 3 7 3,74 Tabel 4. Distribusi Hasil Uji HI Positif pada Penderita Tersangka DBD
45- 2 4 6 3,21 berdasarkan Umur.
50- 0 1 1 0,53
55- 0 1 1 0,53 Golongan Kriteria hasil uji HI positif
60- 1 1 2 1,07 Total
umur (th) Positif primer Positif sekunder Presumtif positif
65- 1 2 3 1,61 15- 8 18 2 28
Jumlah 98 89 187 100,00 20- 4 17 5 26
25- 5 12 2 19
Pada penelitian ini perbandingan penderita laki-laki dan 30- 1 8 1 10
35- 0 3 0 3
perempuan hampir sama yaitu 98 : 89 (1,1:1); karena jumlah 40- 1 2 0 3
responden laki-laki lebih banyak kelihatannya jumlah penderita 45- 0 4 0 4
laki-laki lebih besar. 50- 0 0 0 0
55- 0 0 1 1
Tabel 2. Distribusi Hasil Uji HI pada Penderita Tersangka DBD 60- 0 0 0 0
65- 2 0 0 2
Total 21 64 11 96
Hasil Uji HI Jumlah (N) %
Positif 96 51,3
Negatif 91 48,7 Pada penelitian ini penderita DBD derajat (grade) I
Total 187 100,0 sebanyak 55,7% dan derajat II sebanyak 44,3%; tidak
didapatkan adanya hubungan linier antara derajat penyakit
Tabel 2 memperlihatkan penderita dan hasil uji HI nya DBD dengan hasil uji HI positif (p = 0,6849).
yaitu 51,3% positif dan 48,7% negatif. Hasil ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berkisar antara KESIMPULAN
30% - 50%, yaitu: tahun 1994: 34,5% ; tahun 1995: 50,19%; Ternyata tidak semua penderita tersangka DBD dapat
tahun 1996: 32,82%; tahun 1997: 34,21%; tahun 1998: diperiksa uji HI karena berbagai kendala.
36,24%(5). Jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebanding; hasil
Keadaan tersebut mungkin disebabkan: uji HI positif sebesar 51,3% dengan kriteria positif sekunder
(a) Kurang cermat mendiagnosis penyakit DBD yang terbanyak meskipun ditemukan infeksi primer pada
(b) Tidak mau ambil risiko penderita DBD terlewatkan tanpa penderita lanjut usia; penderita berada pada derajat I dan II, dan
pengobatan yang dianjurkan tidak ada hubungan linier antara derajat penyakit DBD dengan
(c) Pengambilan sampel yang kurang tepat baik cara, waktu hasil uji I-II yang positif.
maupun penyimpanannya
(d) Cara pengerjaan uji yang kurang memperhatikan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan. UCAPAN TERIMA KASIH
Ditujukan kepada Kapuslitbang Pemberantasan Penyakit Badan
Litbangkes, Pimpinan dan Staf RS Persahabatan, Pimpinan dan Staf RS Pasar
Rebo, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
Tabel 3. Distribusi Penderita Tersangka DBD dengan Kriteria Uji HI
positif
KEPUSTAKAAN

Kriteria Uji HI Positif Jumlah (N) % l. Profil Kesehatan Indonesia 1999. Departernen Kesehatan RI 2000.
Positif primer 21 21,9 Jakarta.
Positif sekunder 64 66,7 2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM&PLP
Presumtif positif 11 11,4 Departemen Kesehatan RI. 2001.
Total 96 100,0 3. Data Kasus DBD 1999. Sub.Dit. Surveilans Dit.Jen. PPM&PLP
Departemen Kesehatan RI. 2000.
4. Clarke DH, Cassals J. Techniques for Haemagglutinatuon and
Penderita terutama dengan infeksi sekunder (tabel 3) ; ini Haemagglutination Inhibition with Arthropod-borne Viruses. Am. J. Trop.
mendukung hipotesis infeksi sekunder pada patogenesis DBD Med. Hyg. 1958; 7: 561.
yang banyak dianut, tetapi adanya penderita dengan infeksi 5. Muchlastriningsih E et al. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Penderita
primer dan presumtif juga membenarkan hipotesis virulensi Tersangka DBD di Jakarta tahun 1998. Berita Epidemiologi, Desember
1999.
virus.

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


Produk Baru

Hemapo®
Erythropoietin Syringe 2000 IU, 3000 IU, 10.000 IU in 1 mL

KOMPOSISI Fase Koreksi:


Setiap mL larutan berisi: Dosis awal untuk pasien hemodialisis adalah 100-150
Epoetin alfa (recombinant human erythropoietin) 2000 IU, IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian. Jika
3000 IU dan 10.000 IU. peningkatan hematokrit tidak sesuai dengan yang diharapkan
(<0.5%/minggu), dapat dilakukan penyesuaian dosis setelah 4
INDIKASI minggu pengobatan dengan meningkatkan dosis 15-30 IU/
Pengobatan anemia yang disebabkan gagal ginjal kronik kg/minggu, tetapi tidak lebih dari 30 IU/kg/minggu. Dosis
(renal anemia) pada pasien dengan dialisis dan non dialisis. untuk pasien non dialisis: 100 IU/kg/minggu yang terbagi
dalam 3 kali pemberian.
KONTRA INDIKASI Fase Pemberian:
Untuk mempertahankan kadar hematokrit 30%-35%,
• Hipertensi berat yang tidak terkontrol.
sebaiknya diberikan dosis 50-150 IU/kg/minggu yang terbagi
• Hipersensitif terhadap produk yang berasal dari sel
dalam 2-3 kali pemberian (dosis dikurangi menjadi 2/3 dosis
mamalia.
semula). Sebaiknya kadar hematokrit dipantau setiap 2-4
• Hipersensitif terhadap human albumin. minggu sehingga penyesuaian dosis dapat dilakukan secara
berkala untuk mempertahankan kadar Hematokrit yang opti-
INTERAKSI mum dan mencegah erithropoiesis yang terlalu cepat.
Tidak diketahui adanya interaksi klinis yang signifikan, Pada umumnya terapi Erythropoietin adalah terapi jangka
tetapi efek erythropoietin dapat dipotensiasi oleh agen panjang, meskipun dapat dihentikan setiap saat.
hematinik, seperti: FeSO4. Dosis untuk pasien gagal ginjal kronis non dialisis
sebaiknya dipertimbangkan secara individual.
EFEK SAMPING
• Hipertensi PENYIMPANAN
• Peningkatan jumlah platelet Simpan dalam lemari es, suhu 2-8°C. terlindung dari
• Lain-lain yang jarang terjadi yaitu rash, pruritus dan cahaya. Jangan dibekukan dan dikocok.
urtikaria; sakit kepala, artralgia, mual, edema, fatigue, diare,
muntah ataupun reaksi di tempat injeksi. KEMASAN
Box isi pre-filled syringe 2000 IU/mL, 3000 IU/mL dan
1000 IU/mL.
DOSIS dan CARA PEMBERIAN
Pengobatan anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik: Reference:
Larutan dapat diberikan secara IV atau SC. Bei Jing XieHe Hospital, 1998, Clinical Trial III Report of rhEPOInjection

Marketing Office
PT. KALBE FARMA Tbk.
Gedung Enseval, Jl. Letjend. Suprapto, Jakarta 10510
PO Box 3105 JAK, Jakarta – Indonesia
Tlp.: (021) 428 73888-89, Fax. : (021) 428 73680
Website : http://www.kalbe.co.id
Hotline service (bebas pulsa): 0-800-123-0-123, Senin – Jumat (07.00-15.30)

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 57


apsul

Klasifikasi derajat gangguan pendengaran (ASHA, 1990).

Brainstem auditory evoked potential (BAEP) pada dewasa normal.


Elektrode diletakkan di vertex dan mastoid ipsilateral.

Sumber: http://ivertigo.net./hearing/hrexam.html

58 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


INFORMATIKA KEDOKTERAN

PENGANTAR

Medical informatics is located at the intersection of pada proses-proses yang terjadi pada pelayanan kedokteran
information technology and the different disciplines of dan kesehatan.
medicine and healthcare.
Dalam praktek sehari-hari
Medical Informatics atau Informatika Kedokteran adalah Dalam kehidupan sehari-hari penerapan Informatika
ilmu yang mempelajari suatu bidang yang terbentuk pada Kedokteran bisa dilihat seperti:
perpotongan ilmu kedokteran/kesehatan dan Teknologi
Informatik (Information Technology). Dalam perbincangan 1. Proses pengolahan data
penulis dengan pakar Informatika Kedokteran dari Malaysia, dr Data adalah tulang punggung proses informatika
HM Goh, disebutkan bahwa istilah-istilah seperti ’Informatika selanjutnya. Dalam bidang ini dipelajari bagaimana
Kedokteran’ ’Informatika Kesehatan’ maupun ’e-health’ memperoleh dan mengeluarkan data, merawat data, dll.
sebenarnya mempunyai arti yang kurang lebih sama. Secara Kesemuanya dibutuhkan agar pengambilan keputusan
rinci perkembangan nama / ilmu tersebut bisa dibaca pada manusia bisa dipercepat.
ulasan di bawah ini:
2. Telekomunikasi
Berawal pada tahun 1970-an Masuk dalam bidang ini adalah teleconsultation,
Istilah medical informatics diketahui berasal dari istilah teleradiologi, telekardiologi, dan tele-tele yang lain
bahasa Perancis informatique médicale. Sebelum tahun 1970-
an istilah yang dipergunakan bermacam-macam seperti: 3. Medical Imaging
medical computer science, medical information science, Yang masuk dalam area ini seperti: ultrasound, radiologi,
computer in medicine, health informatics, dan beberapa istilah kedokteran nuklir, dll
yang spesifik seperti nursing informatics, dental informatics,
dll. 4. Sistem Informasi
Pengistilahan ini sama dengan pemberian istilah di bidang- Terdapat dua pembagian besar sistem informasi yaitu (1)
bidang lain di luar kesehatan, seperti: computer science, yang berfokus pada pasien dan (2) yang berfokus pada
information processing, dan informatics, dan beberapa area keperawatan
yang lebih spesifik, contohnya: computational physics,
computational linguistics, atau artificial intelligence. 5. Web dan internet
Jika mengikuti perkembangan bidang informatika, maka Perkembangan dunia telekomunikasi begitu cepat. Saat ini
secara terperinci masih bisa dibagi lagi atas: ilmu komputer aplikasi yang berbasis web sudah mulai digemari karena
yang fundamental, informatika yang berorientasi pada aplikasi, lebih mudah digunakan dari manapun dan kapan saja.
dan informatika terapan. Demikian pula jika kita ingin Sebaliknya, sifat website pun sudah mulai berubah. Jika
membagi bidang-bidang dalam informatika kedokteran. dahulu hanya bersifat satu arah (broadcast), misalnya
menginformasikan jam praktek dokter, artikel kesehatan,
Dua definisi dll. kemudian berkembang menjadi bersifat interaktif (dua
Dari pelbagai penjelasan mengenai Informatika arah), seperti: tanya jawab, dll. Akhir-akhir ini, aktivitas di
Kedokteran, penulis melihat ada pendapat dua pakar website bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk proses
informatika kedokteran yang cukup diakui banyak orang, bisnis, seperti: proses pendaftaran pasien, melihat rekam
yakni: Shortlife EH dan Van Bemmel JH. Mereka men- medik dll.
definisikan sebagai berikut:
(1) Ilmu Informatika Kedokteran adalah ilmu yang Aspek-aspek lain yang berperan
menggunakan alat-alat sistem analitik untuk membangun Aspek-aspek lain yang tidak bisa dianggap enteng adalah:
prosedur-prosedur (algoritma-algoritma) demi kepentingan Interaksi manusia dan komputer, Biaya dan keuntungan sistem
management, proses kontrol, pengambilan keputusan dan informasi, aspek keamanan dan legalitas, dll.
analisis keilmuan dari Ilmu Kedokteran.
(2) Informatika Kedokteran terdiri dari aspek-aspek teori dan
praktis dari proses informasi dan komunikasi, ber-
landaskan pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan (Dr. Erik Tapan MHA)

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 59


Kegiatan Ilmiah

Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel juga mempunyai hambatan dalam membina hubungannya dengan
Acasia, 18 April 2004 lingkungan sekitarnya. Dengan kata lain penyakit ini tidak hanya
Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagal merugikan diri penderita sendiri tetapi juga orang lain yang berada di
ginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsi sekelilingnya, sehingga dapat dirasakan bahwa hal ini akan menjadi
alkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lain suatu problem yang sangat kompleks di masa yang akan datang.
yang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya
penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr. eHealth Asia 2004, Kuala Lumpur, 6 - 8 April 2004
J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit Cipto Bertempat di Grand Plaza Park Royal Kuala Lumpur, hari ini
Mangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu. (tampak dalam foto dr. Dato' Dr Abdul Gani Che Din, mewakili Mentri Kesehatan Malaysia
Pudji Rahardjo, SpPD-KGH, narasumber simposium berkenan Tan Sri Datu Dr.Hj. Mohammad Taha bin Arif, membuka acara e-
menyumbangkan suara emasnya) Health Asia 2004. Dalam sambutan tertulisnya, mentri menyatakan
bahwa untuk mencapai tujuan kesehatan bersama hendaknya dipandu
Laporan lengkap dari simposium, bisa diakses di oleh prinsip sistem kesehatan yang mantap di masa depan, di samping
http://www.kalbe.co.id/seminar. Pada topik yang diberi tanda hasil dari sistem kesehatan yang juga harus terfokus.
Breaking News, berarti peserta simposium bisa memperoleh APAMI Board Meeting, Kuala Lumpur, 6 April 2004
berita dalam bentuk cetak (print) bersamaan dengan acara di Pada malam hari, 6 April 2004, setelah menyelesaikan acara
Stand Kalbe Farma, dan bisa langsung diakses pada homepage ilmiah, diadakan APAMI Board Meeting atau acara organisasi dari
Kalbe Farma Asia Pasific Association of Medical Informatics. Wakil dari Indonesia,
Erik Tapan, mempresentasikan perkembangan bidang tersebut di
Seminar Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah, RSIA Indonesia. Presentasi dimulai dari Medical Record Elektronik RS
HERMINA Daan Mogot - Jakarta, 20 Maret 2004 Pertamina Jaya Jakarta, Tele-education kesehatan via satellite, Studio
Sampai dengan tanggal 15 Maret 2004, di DKI terdapat penderita mini Jakarta Eye Center, Tele-radiologi Pantai Indah Kapuk, dan
DBD yang masih dirawat di RS sejumlah 2.043 orang. Untuk itu kita Portal Kedokteran www.kalbe.co.id, yang di klik rata-rata 2.000 kali
jangan sampai lengah. Demikian terungkap dalam Seminar Awam per hari.
"Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah Dengue, Sabtu 20 Maret
2004 di RSIA Hermina Daan Mogot Jakarta. Acara tersebut
menampilkan pembicara tunggal Sri Kusumo Amdani, dokter spesialis Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel
anak yang berpraktek di rumah sakit ibu dan anak tersebut. Acasia, 18 April 2004
Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagal
Siang Klinik : Demensia dan Penatalaksanaannya, RS Mitra ginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsi
International, 25 Maret 2004 alkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lain
Demensia atau yang orang awam sering sebut 'pikun' ternyata yang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya
bukan hanya merupakan masalah yang sederhana, hal ini jelas terlihat penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr.
dalam kehidupan sehari-hari bahwa penderita demensia, ternyata J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit Cipto
bukan hanya mengalami penurunan fungsi kognitif saja, melainkan Mangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu.

60 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


5th Jakarta Antimicrobial Update 2004, Hotel Borobudur
Jakarta, 8-9 Mei 2004
Nutrisi enteral atau peroral sangat penting untuk saluran cerna,
karena dapat mencegah atrofi villi usus, tetap menjaga kelangsungan
fungsi usus, enterosit dan kolonosit. Nutrisi enteral lebih unggul
dibandingkan parenteral dalam mempertahankan fungsi
gastrointestinal, dan berperan sebagai nutrisi pokok atau suplemen
dalam memperbaiki status nutrisi pasien yang dirawat di bidang ilmu
penyakit dalam atau perawatan intensif

National Obesity Symposium III, Hotel Shangri La Jakarta, 15-16


Mei 2004
Hasil riset terbaru dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia
(HISOBI) yang melibatkan lebih dari enam ribu orang, membuktikan
bahwa prevalensi obesitas semakin meningkat. Dibandingkan dengan
data WKNPG tahun 1998, angka kejadian penyakit ini pada pria
melonjak hingga mencapai 9,16 % (WKNPG : 2,5 %) dan wanita
11,02 % (WKNPG : 5,9 %). Oleh karena itu obesitas menjadi masalah
Simposium Neurologi Untuk Masyarakat Umum, Balai epidemik yang global, tak hanya di Indonesia saja namun di seluruh
Kemanunggalan TNI-Rakyat Makassar, 18 Januari 2004 dunia.
Pada tanggal 18 Januari 2004, Bagian/UP Neurologi FK
UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo bekerjasama dengan ASEAN Pharmaceutical Industry Congress, Jakarta, 23 - 25 Mei
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabang 2004
Makassar telah menyelenggarakan simpoisum neurologi untuk Bertempat di Hotel Gran Melia Jakarta, Minggu 23 Mei 2004
masyarakat umum dengan topik ”Pengenalan dini gejala/gangguan diadakan acara pembukaan eksebisi dari ASEAN Pharmaceutical
saraf”. Tujuan dilaksanakannya simposium ini adalah untuk Industry Congres I. Acara yang dihadiri oleh kurang lebih 400 peserta
mencegah/menurunkan kecacatan dan kematina akibat penyakit saraf. dari ASEAN ini berlangsung selama 3 hari dan diikuti oleh kurang
Acara yang dilaksanakan di Balai Kemanunggalan TNI-Rakyat lebih 40 industri farmasi dari dalam dan luar negeri, termasuk dari
Makassar dimulai pukul 09.00 WITA diikuti oleh sekitar 1100 orang Kalbe Group.
peserta. Asal peserta sangat beragam dari masyarakat umum sampai
masyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, mahasiswa baik Seminar Ilmiah Kongres ARSSI I, Jakarta, 24 Mei 2004
kedokteran maupun keperawatan.(foto diambil saat Session Mari Tuntutan terhadap dokter / rumah sakit bukan hal yang luar biasa
Tanya Ahli, dari kiri ke kanan: dr. K. Ed. Sie, SpS(K), Prof. dr. Danial lagi saat ini. Menurut Budi Sampurna, dokter forensik dari Fakultas
Abadi, SPS(K), dr. Amiruddin Aliah, SpS(K), MM dan Prof. dr. Arifin Kedokteran Universitas Indonesia, kasus tuntutan di rumah sakit
Limoa, SpS(K)). umumnya diartikan sebagai tuntutan hukum yang diakibatkan oleh
ketidakpuasan pasien. Hal tersebut dipaparkan dokter ahli hukum
tersebut sewaktu menjadi pembicara di sesi ilmiah dalam rangka
Seminar IT PERMAPKIN, Jakarta, 27 - 28 April 2004 Kongres Asosiasi RS Swasta Indonesia (ARSSI) yang pertama di
Komputerisasi dalam "bisnis" layanan kesehatan, seharusnya Jakarta, 24 Mei 2004.
sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan "proses
bisnis"nya. Demikian dikatakan dr. Prabowo Soemarto dalam Seminar
Seminar Integrated Hospital Marketing, Jakarta, 25 - 26 Mei 2004
IT dari PB PERMAPKIN (Perhimpunan Manager Pelayanan
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum mempergunakan
Kesehatan) yang berlangsung selama dua hari di Jakarta. Sebabnya,
Riset Marketing dalam menjalankan usahanya. Demikian dijelaskan
lanjut Konsultan Management dari Layanan Kesehatan Cuma-cuma
Handi Irawan, dalam acara seminar Vi tahun 2004 dengan judul
Dompet Dhuafa Republika tersebut, karena proses bisnis layananan
"Integrated Hospital Marketing" yang diselenggarakan Perhimpunan
kesehatan termasuk hal yang kompleks, mengingat sangat beragamnya
Manager Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN), di Jakarta
latar belakang profesi yang menjalankannya.
selama 2 hari, 25 - 26 Mei 2004.

4th Congress of Asian Pasific Society of Atherosclerosis and Simposium Hematologi-Onkologi Medik Berkesinambungan XI,
Vascular Disease (APSAVD) 2004, Bali International Convention Hotel Mandarin Oriental - Jakarta, 29 Mei 2004
Center, 6-9 Mei 2004 Terapi biologi sebagai bagian dari kemoterapi telah berkembang
Dalam waktu 10 tahun ke depan seorang penderita kencing manis pesat dari terapi konvensional yang sebelumnya berbasis kemoterapi,
atau diabetes mellitus diperkirakan akan menderita penyakit jantung radiasi dan operasi, menjadi terapi yang bersifat spesifik. Spesifik
koroner (CHD/Coronary Heart Disease). Oleh karena itu penyakit DM yang dimaksud adalah dengan mencegah pertumbuhan dan
saat ini telah dimasukan sebagai penyakit kardiovaskular berdasarkan perkembangan khusus sel kanker, sehingga diharapkan terapi akan
guideline terbaru DM. Demikian salah satu yang ditekankan Prof. Dr. lebih tepat sasaran dengan efek samping lebih ringan serta kualitas
H. Slamet Suyono, SpPD, KE dari Pusat Diabetes dan Lipid FKUI hidup pasien yang meningkat.
Jakarta pada acara 4th Congress of Asian Pasific Society of Demikian dikatakan Prof. Dr. Zubairi Djorban, Sp.PD, KHOM dalam
Atherosclerosis and Vascular Disease (APSAVD) di Bali International sambutannya pada acara Simposium Hematologi-Onkologi Medik
Convention Center beberapa waktu lalu. Berkesinambungan XI beberapa waktu lalu di Jakarta.

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 61


ABSTRAK
KELAINAN KORTEKS PADA 0.8) dan bukan perokok (0.7; 0.5 – 0.9). PENGUKURAN ULTRASONO-
ADHD Penggunaan UVGI juga menurunkan GRAFI UNTUK MENILAI RISIKO
Penelitian menggunakan MRI dan keluhan respirasi (0.4; 0.2 – 0.9) dan FRAKTUR
teknik komputasi terhadap korteks keluhan muskuloskeletal (0.5; 0.3 –
serebri 27 anak dan remaja penderita 0.9) di kalangan bukan perokok. Risiko fraktur dicoba dinilai
ADHD dibandingkan dengan 46 melalui pemeriksaan ultrasonografi
kontrol, menunjukkan bahwa morfologi Lancet 2003; 362: 1785-91 terhadap tulang kalkaneus; penelitian
abnormal ditemukan di korteks frontal, brw ini dilakukan atas 14 824 pria dan
selain itu didapatkan ukuran yang lebih wanita 42-82 tahun di Norfolk,
kecil di daerah inferior dan korteks sepanjang tahun 1997-2000; mereka di
prefrontal dorsal bilateral; juga di ALAS TIDUR KERAS UNTUK amati selama rata-rata 1.9 ± 0.7 tahun.
korteks temporal anterior bilateral. NYERI PINGGANG BAWAH Selama masa itu terjadi 121 fraktur, 31
Peningkatan nyata substansia grisea di antaranya fraktur femur.
sebaliknya didapatkan di sebagian Kebanyakan dokter menganjurkan Ternyata populasi yang mem-
besar korteks temporal superior dan tidur di alas yang keras untuk meng- punyai distribusi BUA (broadband
parietal inferior bilateral. atasi keluhan nyeri pinggang bawah. ultrasound attenuation) kalkaneus di
Daerah frontal, temporal dan Para peneliti di Spanyol menilai kisaran 10% terendah, risiko frakturnya
parietal merupakan korteks asosiasi 313 dewasa dengan nyeri pinggang 4.44 kali (95%CI: 2.24 – 8.89;
heteromodal yang berkaitan dengan bawah kronis nonspesifik; 158 diminta p<0.0001) dibandingkan dengan
fungsi perhatian (attention) dan inhibisi tidur di alas dengan derajat kekerasan populasi yang di kisaran 30% tertinggi.
tingkah laku (behavioral inhibition). 5.6, sedangkan 155 lainnya tidur di alas Pengurangan 1 SD dari BUA (20
dengan derajat kekerasan 2.3; skala db/MHz) dihubungkan dengan risiko
Lancet 2003; 362: 1699-707 kekerasan kasur berkisar dari 1.0 fraktur relatif 1.95 (95%CI: 1.50 –
brw (paling keras) sampai 10.0 (paling 2.52, p<0.0001) tidak tergantung usia,
empuk). Setelah 90 hari mereka sex, tinggi badan, berat badan,
dievaluasi; ternyata mereka yang tidur kebiasaan merokok ataupun riwayat
SICK BUILDING SYNDROME di alas medium (5.6) lebih banyak yang fraktur sebelumnya.
Sick building syndrome (sindrom berkurang rasa nyerinya, baik di tempat Pemeriksaan kuantitatif ultrasono-
gedung sakit) merupakan masalah yang tidur (odds ratio 2.36; 95%CI: 1.13 – grafi terhadap kalkaneus agaknya dapat
belum sepenuhnya dipahami. 4.93) maupun saat bangkit (1.93; 0.97 meramalkan risiko fraktur baik di
Sekelompok peneliti di Montreal, – 3.86) dan lebih rendah disabilitasnya kalangan pria maupun wanita.
Kanada mencoba menyelidikinya pada (2.10; 1.24 – 3.56) dibandingkan de-
771 pekerja kantor; sistem ventilasi ngan yang tidur di alas keras. Selama Lancet 2004;363:197-202
ruang kerja mereka disinari dengan periode studi, mereka yang tidur di alas brw
UVGI (ultraviolet germicidal medium juga lebih sedikit merasa nyeri
irradiation) selama 4 minggu, kemu- di siang hari (p=0.059), nyeri saat ber-
dian dimatikan selama 12 minggu; baring (p=0.064) dan nyeri saat bangkit METILPRDENISOLON UNTUK
siklus ini dilakukan sebanyak 3 kali, dari tempat tidur (p=0.008) diban- SINDROM GUILLAIN BARRE
selama 48 minggu. Pengoperasian dingkan dengan mereka yang tidur di
UVGI menurunkan konsentrasi mikro- alas keras. Dutch GBS study group
ba dan endotoksin di permukaan sistim Sayangnya dalam studi ini posisi mengadakan penelitian acak buta-
ventilasi sampai 99% (95%CI 67 – tidur tidak ikut diperhitungkan, karena ganda dengan kontrol plasebo untuk
100). ternyata mereka yang tidur di alas menilai manfaat penambahan metil-
Ternyata penggunaan UVGI medium lebih banyak yang mengambil prednisolon terhadap pengobatan
dikaitkan dengan penurunan gejala posisi fetal (56% di awal percobaan, imunoglobulin pada sindrom Guillain-
berkait dengan pekerjaan secara umum 65% di akhir percobaan) dibandingkan Barre.
(OD 0.8; 95%CI 0.7 – 0.99) juga terha- dengan mereka yang tidur di alas keras Sejumlah 233 pasien mendapat
dap keluhan respirasi (0.6; 0.4-0.9) dan (54% dan 59%). 0.4 g IVIg/kg.bb/hari selama 5 hari;
keluhan mukosal (0.7; 0.5 – 0.8). 116 di antaranya juga diberi 500 mg.
Penurunan keluhan mukosal terutama Lancet 2003; 362: 1599-604 metilprednisolon/hari iv dalam 48 jam
di kalangan pekerja atopik (0.6; 0.5 – brw setelah pemberian IVIg pertama, 117

62 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004


ABSTRAK
sisanya mendapat plasebo. ASPIRIN UNTUK POLISITEMIA Program latihan yang dijalani
Analisis atas data dari 225 pasien VERA berupa bersepeda, jalan kaki, aerobik
menunjukkan bahwa skor disabilitas Aspirin ternyata juga bermanafat dan kalistenik yang bervariasi di antara
membaik satu tingkat atau lebih pada untuk mencegah komplikasi trombosis percobaan-percobaan tersebut.
68% (76 dari 112) pasien kelompok di kalangan pasien polisitemia vera.
metilprednisolon dan pada 56% (63 Para peneliti di Italia memberikan 100 BMJ 2004;328:189-92
brw
dari 113) pasien kontrol. (OR 1.68; mg aspirin/hari pada 253 pasien
95%CI: 0.97-2.88; p=0.06). Setelah polisitemia vera, dibandingkan dengan
penyesuaian data terhadap usia dan 265 pasien yang diberi plasebo.
tingkat penyakit saat masuk, OR=1.89 Pemantauan dilakukan setelah 12, 24, MENCEGAH EKSASERBASI
(95%CI: 1.07-3.35; p=0.003). 36, 48 dan 60 bulan kemudian. ASMA
Efek samping tidak berbeda Di akhir percobaan, risiko infark Suatu studi dilakukan untuk
bermakna di antara dua kelompok miokard non fatal, stroke non fatal atau menilai manfaat penggandaan dosis
tersebut. kematian akibat kardiovaskuler lebih inhalasi kortikosteroid dalam upaya
Ternyata penambahan metilpred- rendah di kelompok aspirin (RR 0.41; mencegah peningkatan dosis predni-
nisolon tidak memperbaiki hasil 95%CI 0.15 – 1.15; p=0.09); demikian solon oral.
pengobatan sindrom Guiilain/Barre. juga risiko infark miokard non fatal, Sejumlah 390 penderita asma
stroke non fatal, emboli paru, pengguna kortikosteroid inhalasi yang
Lancet 2004;363:192-6 trombosis vena atau kematian akibat berisiko eksaserbasi dipantau gejala
brw
kardiovaskuler (RR 0.40; 95%CI 0.18 asma dan morning peak flownya
– 0.91; p=0.03). Kematian, baik selama sampai 12 bulan. Saat gejalanya
keseluruhan ataupun oleh sebab kardio- mulai memburuk, 192 menggandakan
vaskular lain tidak berbeda bermakna. dosisnya, sedangkan 198 lainnya tidak
EFEK SAMPING TRIMETOPRIM- Efek samping perdarahan tidak berbeda (kedua kelompok menggunakan
KOTRIMOKSAZOL bermakna (RR 1.62; 95%CI 0.27-9.71). inhaler yang serupa)
Setelah 12 bulan, data diolah dari
Telah dilaporkan satu kasus N Engl J Med 2004;350:114-24 207 (53%) peserta; 110 di kelompok
wanita 63 tahun yang mendapat 20 brw studi dan 97 di kelompok plasebo;
mg/kg.bb trimetoprim, 100 mg/kg.bb ternyata 46 menggunakan prednisolon
sulfametoksazol iv dan 2 g. seftriakson tambahan - 22 (11%) dari kelompok
iv dua kali sehari untuk infeksi EFEK LATIHAN TERHDAP KE- studi dan 24 (12%) dari kelompok
Nocardia; setelah 4 hari pengobatan TAHANAN JANTUNG plasebo membutuhkan prednisolon
pasien tersebut mengalami gerakan tambahan untuk mengatasi gejala
involunter di kepala dan keempat Kelompok peneliti di Inggris me- asmanya.
ekstremitasnya, berupa mioklonus lakukan metaanalisis atas 9 percobaan Risk ratio penggunaan predni-
multifokal dan asterixis bilateral. yang seluruhnya melibatkan 801 pasien solon 0.95 (95%CI 0.55-1.64, p=0.8)
Pemeriksaan MRI hasilnya tidak – 395 menjalani latihan, 406 sebagai Para peneliti berkesimpulan
spesifik, dan pasien menolak punksi kontrol. bahwa menggandakan dosis inhalasi
lumbal. Ternyata selama periode follow- tidak mencegah perburukan gajala
Terapi trimetoprim-sulfametok- up rata-rata selama 705 ± 729 hari asma (yang diukur dari kebutuhan
sazol dihentikan, keesokan harinya tercatat 88 (22%) kematian di prednisolon oral)
gerakan involunter berkurang dan kelompok latihan dan 105 (16%) di
hilang sama sekali setelah 4 hari, kelompok kontrol. Lancet 2004;363:271-5
brw
Kejadian ini sebelumnya pernah Latihan secara bermakna menu-
dilaporkan pada 1 kasus anak. runkan mortalitas (hazard ratio 0.65;
95%CI 0.46 – 0.92; logrank x2 5.9;
N Engl J Med 2004;350:88-9 p=0.015)
brw
Kematian dan perawatan ru-
mahsakit juga lebih sedikit di kalangan
latihan (0.72; 0.56-0.93; 6.4; p=0.011).

Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 63


Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?

1. Kuman yang dikaitkan dengan rinitis atrofi: c) Klebsiella


a) Streptococcus pneumoniae d) Pseudomonas
b) Pneumococcus e) Staphylococcus
c) Klebsiella pneumoniae
d) Klebsiella ozeanae 7. Kanker nasofaring terutama didapatkan di kalangan:
e) Klebsiella rhinoscleromatis a) Mongoloid
b) Kaukasian
2. Defisiensi yang dikaitkan dengan rinitis atrofi : c) Negroid
a) Defisiensi vitamin B d) Hispanik
b) Defisiensi vitamin C e) India
c) Defisiensi vitamin D
d) Defisiensi Zn 8. Pemakaian sumbat telinga tidak berguna jika intensitas
e) Defisiensi Fe suara di atas:
a) 20 dB
3. Kista duktus tiroglosus paling sering ditemukan di b) 40 dB
a) Submental c) 60 dB
b) Intralingual d) 80 dB
c) Suprahioid e) 100 dB
d) Transhioid
e) Infrahioid 9. Nyeri timbul jika intensitas suara melebihi ;
a) 100 dB
4. Yang tidak benar mengenai papiloma laring; b) 120 dB
a) Tumor jinak c) 140 dB
b) Tidak pernah mematikan d) 160 dB
c) Berhubungan dengan HIV e) 180 dB
d) Gejalanya awalnya sesak
e) Sering rekuren 10. Yang termasuk penyebab sentral pada vertigo ;
a) Gangguan peredaran darah otak
5. Rinoskleroma dikaitkan dengan : b) Trauma vestibuler
a) Streptococcus pneumoniae c) Penyakit Meniere
b) Pneumococcus d) Vertigo posisional benigna
c) Klebsiella pneumoniae e) Neuronitis vestibularis
d) Klebsiella ozeanae
e) Klebsiella rhinoscleromatis
JAWABAN RPPIK :
6. Bakteri yang paling sering menginfeksi trakeostomi:
a) Streptococcus pneumoniae 1. D 2. E 3. E 4. B 5. E
b) Pneumococcus 6. D 7. A 8. C 9. B 10. A

64 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004

You might also like