You are on page 1of 6

Acne Vulgaris

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan jerawat yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan karena kelainan ini terjadi akibat pengaruh berbagai faktor (multifaktorial), baik faktor internal dari dalam tubuh sendiri (ras, familial, hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang kadang-kadang tidak dapat dihindari oleh penderita. Upaya Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari jerawat adalah sebagai berikut: a) Menghindari terjadinya peningkatan jumlah lipis sebum Hal ini dilakukan dengan cara diet rendah lemak dan karbohidrat serta melakukan perawatan kulit untuk membersihkan permukaan kulit dari kotoran. b) Menghindari terjadinya faktor pemicu Misalnya : hidup teratur dan sehat, cukup berolahraga sesuai kondisi tubuh, hindari stres, penggunaan kosmetika secukupnya, serta menjauhi terpacunya kelenjar minyak, misalnya minuman keras, pedas, rokok, dan sebagainya. c) Memberikan informasi yang cukup pada penderita mengenai penyebab penyakit, pencegahan dan cara maupun lama pengobatannya serta prognosisnya. Hal ini penting terhadap usaha penatalaksanaan yang dilakukan yang membuatnya putus asa atau kecewa (Wasitaatmadja, 2007). Upaya Pengobatan Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obatan topikal, obat sistemik, bedah kulit atau kombinasi cara-cara tersebut. a) Pengobatan topikal Pengobatan topikal dilakukan untuk mencegah pembentukan komedo, menekan peradangan, dan mempercepat penyembuhan lesi. Obat topikal terdiri atas bahan iritan yang dapat mengelupas kulit, antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam folikel akne vulgaris, anti peradangan topikal, dan lainnya seperti atil laktat 10% yang untuk menghambat pertumbuhan jasad renik. Pengobatan topical yang paling banyak adalah benzoil peroksida, vitamin A asam, dan antibiotika topical : 1. Tretinoin (vitamin A asam) Tretinoin adalah suatu obat keras yang dapat menyebabkan eritema hebat dengan pengelupaan kulit, biasanya disertai rasa seperti tersengat atau terbakar, pada permulaan, penderita dianjurkan untuk memakai obat sekali sehari pada malam hari. Bila terjadi eritema dan diskuamasi setelah lima hari obat dapat dipakai untuk dua kali sehari. Efeknya tergantung pada konsentrasi, bahan dasar yang dipakai, jenis kulit yang diobati, dan umur penderita. Pada umumnya hasil terapi baru tampak setelah 8 minggu pengobatan. 2. Benzoil peroksida

Zat ini tidak saja membunuh bakteri, melainkan juga menyebabkan deskuamasi dan juga timbulnya gumpalan di dalam folikel. Pada permulaan pengobatan, pasien merasa seperti terbakar. Gejala ini akan berkurang dalam beberapa minggu. Sebaiknya dimulai dari dosis rendah dahulu, kemudian diganti dengan dosis tinggi. 3. Antibiotika topical Pemakaian bahan antimikroba dapat dibenarkan, bila mengurangi populasi C. Acnes atau hasil metabolismenya seperti lipase atau porfirin. Tetapi tak satupun bahanbahan yang memiliki efek seperti ini terdapat dalam bentuk krem, larutan, jel, dan sabun. Antibiotika yang sering dipakai : Clindamisin 1 %: relatif stabil, kecuali pada beberapa kasus terjadi colitis pseudomembranosa. Eritromisin 2 % : tidak mengakibatkan iritasi dan dapat menyebabkan suatu dermatitis kontak. Tetrasiklin 0,5 % -5 % : sekarang jarang dipakai karena menyebabkan kulit berwarna kuning. b) Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan pertumbuhan jasad renik di samping juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum, dan mempengaruhi perkembangan hormonal. Golongan obat sistemik terdiri atas: anti bakteri sistemik obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif menduduki reseptor organ target di kelenjar sebasea vitamin A dan retinoid oral sebagai antikeratinisasi Obat lainnya seperti anti inflamasi non steroid. c) Bedah kulit Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering menimbulkan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2007).

Patogenesis
Selama usia kanak kanak, kelenjar sebasea berukuran kecil dan pada hakekatnya tidak berfungsi, kelenjar ini berada dibawah kendali endokrin, khususnya hormon - hormon androgen. Dalam usia pubertas, hormon androgen menstimulasi kelenjar sebasea dan menyebabkan kelenjar tersebut membesar serta mensekresikan suatu minyak alami ,yaitu sebum, yang merembas naik hingga puncak folikel rambut dan mengalir keluar pada permukaan kulit. Pada remaja yang berjerawat, stimulasi androgen akan meningkatkan daya responsive kelenjar sebasea sehingga akne terjadi ketika duktus pilosebaseus tersumbat oleh tumpukan sebum. Bahan bertumpuk ini akan membentuk komedo.

Patofisiologi akne vulgaris dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu : 1) 2) 3) 4) Peningkatan sekresi sebum Penyumbatan saluran pilosebasea Perubahan komposisi lemak permukaan kulit Kolonisasi baktri dalam folikel sebasea

Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori-pori tersumbat. Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan minyak yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai komedo. Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea menjadi atropi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka (blackheads) mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang konsentris dengan rambut pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads) mempunyai keratin yang tidak padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi yang inflamasi. Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo masuk ke dalam dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat da terdapat sel raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri difteroid garm positif dengan bentukan khas Proprionibacterium acnes diluar dan didalam lekosit. Lesi yang nampak sebagai pustul, nodul, dengan nodul diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan fibrus yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.

Faktor Pemicu : Usia, hormonal, Ras, stres, genetik, cuaca

Keratinisasi abnormal

Kelenjar palit trigliserida

Asam lemak bebas

Kental

Sumbatan Komedo

Lipase

Papul Pustula Nodul Kista Kemotaktik

Flora

Jaringan Parut Hiperpigmentasi Respons hospes

Dermatosis Seborrheic
Penatalaksanaan
Pencegahan

Sedapat mungkin penderita Dermatitis Seboroik mengamati pemicu timbulnya kekambuhan. Jika sudah mengenali pemicunya, diupayakan untuk mencegah paparan faktor pemicu. Pada umumnya penderita Dermatitis Seboroik mengalami kesulitan mengenali pemicu timbulnya kekambuhan. Hal ini wajar mengingat beragamnya faktor-faktor pemicu. Kalaupun faktor pemicunya dapat dikenali, tak jarang penderita sulit menghindarinya, terutama jika faktor-faktor pemicu tersebut merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari, misalnya stress, iklim dan sejenisnya.

Pengobatan Obat Minum ( sistemik ): Antihistamin untuk meredakan gatal dan reaksi alergi, misalnya: Loratadine 10 mg, Cetirizine 10 mg atau antihisamin golongan lainnya. Steroid, digunakan pada Dermatitis Seboroik yang berat. Pada pemakaian jangka lama, steroid digunakan secara tappering down, yakni dosis obat diturunkan secara bertahap dan berkala. Antibiotika, digunakan jika Dermatitis Seboroik disertai infeksi sekunder oleh kuman akibat garukan, gesekan, dan lain-lain.

Obat Topikal ( obat luar: salep, krim, gel, lotion, shampo, dll) : Krim atau salep steroid. Pada area wajah digunakan steroid potensi rendah agar kulit wajah tidak menipis pada penggunaan jangka lama. Krim atau salep yang mengandung asam salisilat 2-5%, atau sulfur 4%, atau ter 2%, atau ketokonazole 2%, atau obat kombinasi. Shampo yang mengandung asam salisilat, sulfur, selenium sulfida 2%, zinc pirition 1-2 %. Digunakan untuk keramas 2-3 kali seminggu selama 5-10 menit, kemudian dibilas dengan air bersih.

Pengobatan Pada Bayi 1. Kulit kepala Pengobatan terdiri dari 3-5% asam salisilat dalam minyak zaitun atau air, diaplikasikan emollientngan glukokortikosteroid dalam cream atau lotion selama beberapa hari, sampo bayi, perawatan kulit yang teratur dengan emollient, cream, dan pasta 2. Area intertriginosa

Pengobatan meliputi lotion pengering, seperti 0,2-0,5 % clioquinol dalam zinc lotion atau zincoil. Pada kandidiasis lotion atau cream nistatin atau amphotericin B dapat dicampur dengan pasta lembut. Pengobatan pada dewasa 1. Kulit kepala Dianjurkan sampo yang mengandung selenium sulfide, imidazoles, zinc pyrithion, benzoyl peroxide, asam salisilat, tar atau deterjen. Keraknya dapat diperbaiki dengan pemberian glucocorticosteroid pada malam hari, atau asam salisilat dalam larutan air. Tinctura, larutan alkohol, tonik rambut, dan produk sejenis biasanya memicu terjadinya inflamasi dan harus dihindari. 2. Wajah dan badan Pasien harus menghindari salep berminyak dan mengurangi penggunaan sabun. Larutan alkohol, penggunaan lotion sebelum dan sesudah cukur tidak dianjurkan. Glucocorticosteroid dosis rendah (hydrocortison) cepat membantu pengobatan penyakit ini, penggunaan yang tidak terkontrol akan menyebabkan dermatitis steroid, rebound phenomenon steroid, steroid rosaceadan dermatitis perioral. 3. Antifungal Pengobatan antifungal seperti imidazole dapat memberikan hasil yang baik. Biasanya digunakan2 % dalam sampo dan cream. Dalam pengujian yang berbeda menunjukkan 75-95 % terdapat perbaikan. Dalam percobaan ini hanya ketokonazol dan itakonazol yang dipelajari, imidazoleyang lain seperti econazole, clotrimazol, miconazol, oksikonazol, isokonazol, siklopiroxolaminmungkin juga efektif. Imidazol seperti obat antifungal lainnya, memiliki spektrum yang luas, antiinflamasi dan menghambat sintesis dari sel lemak.

Patogenesis
Walaupun banyak teori yang disebutkan, tetapi penyebab pasti dari dermatitis seboroik belum diketahui secara pasti. Dermatitis seboroik dihubungkan dengan adanya kulit yang tampak berminyak (seboroik oleosa), walaupun peningkatan produksi sebum tidak selalu didapatkan pada beberapa pasien. Pada anak-anak, produksi sebum dan dermatitis seboroik saling berhubungan. Pada pemeriksaan histologik, kelenjar sebasea berukuran besar. Selain itu didapatkan juga perubahan komposisi lipid pada permukaan kulit yang menunjukkan adanya peninggian kadar kolesterol, trigliserida dan parafin, yang disertai penurunan kadar squalene, asam lemak bebas dan wax ester. Dermatitis seboroik yang disebabkan oleh Pityrosporum ovale berkaitan dengan reaksi imun tubuh terhadap sel jamur di permukaan kulit maupun produk-produk metabolitnya di dalam epidermis. Reaksi peradangan yang timbul melalui perantaraan sel langerhans dan aktivasi limfosit T. Bila Pityrosporum ovale telah berkontak dengan serum, maka akan dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur aktivasi langsung maupun alternatif. Pada anak, selain Pityrosporum ovale, sering pula ditemukan Candida albicanspada lesi-lesi kulit .

Peningkatan proliferasi epidermal pada dermatitis seboroik, menjelaskan mengapa penyakit ini cukup responsif pada terapi dengan sitostatik. Selain itu, dermatitis seboroik sering berkaitan dengan kelainan-kelainan neurologik seperti penyakit parkinson pasca ensefalitis, epilepsi, trauma supraorbital, paralisis nervus fasialis, polimielits, siringomielia, dan kuadriplegia. Kelainan pada sistem neurologik menyebabkan abnormalitas pada neurotransmitter dan bermanifestasi sebagai gangguan fungsi kelenjar sebum. Hal ini berdasarkan fakta, bahwa beberapa obat yang dapat menginduksi parkinson ternyata juga dapat menginduksi dermatitis seboroik, sementara pemberian L-dopa selain memperbaiki kondisi parkinson, juga lesi kulit dengan dermatitis seboroik.

Sumber : Djuanda Adhi, Budimulja Unandar, Dermatitis Seboroik dan Tinea Kapitis, dalam Djuanda Adhi, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi Ketiga, Hal 93-95, 183-185, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2002. R Gurriannisha. Jurnal Acne Vulgaris USU Institutional Repository. 2011. http://www.scribd.com/doc/69059458/Dermatitis-Seboroik
digilib.unimus.ac.id/download.php?id=11959

You might also like