You are on page 1of 18

Tinjauan Pustaka Kaitan antara Osteoporosis dengan Rasa Lemah dan Ngilu pada Tulang Janetty Tjandra janetty@civitas.ukrida.ac.

id akultas Kedokteran !niversitas Kristen Krida "acana Jalan #rjuna !tara no.$ Jakarta %%&%' Telepon ( ')%*&$+, )'$%- a. ( ')%*&$/%0/% #1straksi

2e1agai unsur pokok kerangka orang de3asa4 jaringan tulang menyangga struktur 1erdaging4 melindungi organ*organ vital seperti yang terdapat di dalam tengkorak dan rongga dada4 dan menampung sumsum tulang4 tempat sel*sel darah di1entuk. 2elain itu4 tulang mem1entuk suatu sistem pengungkit yang melipatgandakan kekuatan yang di1angkitkan selama otot rangka 1erkontraksi dan mengu1ahnya menjadi gerakan tu1uh. Pada makalah ini kelainan yang akan di1ahas secara khusus adalah osteoporosis4 yaitu kelainan pada tulang yang menye1a1kan tulang keropos dan mudah rusak. 5akalah 1er1entuk tinjauan pustaka ini di1uat dengan tujuan mengkaji hu1ungan antara osteoporosis dengan rasa lemah dan ngilu pada tulang punggung dan lutut. 6ara penulisan makalah ini dengan meninjau masalah yang di1erikan dalam 1entuk skenario dan dirangkum dalam suatu tinjauan pustaka dengan metode seven*jumps. Penulis mengidenti7ikasi istilah yang tidak diketahui4 merumuskan masalah4 menganalisis4 mem1uat hipotesis4 melakukan pem1elajaran melalui re7erensi*re7erensi4 dan mengam1il kesimpulan. 8asil yang diharapkan adalah pem1aca dapat memahami mekanisme kontraksi otot4 struktur tulang dan meta1olismenya4 serta proses pem1entukkan tulang. Kata kunci ( Osteoporosis4 tulang4 otot

Pendahuluan

Tulang merupakan sistem penunjuang utama dalam tubuh manusia. Tulang berfungsi sebagai cadangan fosfat, kalsium, dan ion lain, yang dapat dilepaskan atau disimpan dengancara terkendali untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan tubuh. 1 Selain tulang, yang tidak kalah penting adalah otot, karena tulang tidak bekerja sendiri. Tulang menunjang rangka tubuh dan melindungi organ, sementara bersama dengan otot dan saraf membentuk sistem gerak, Masingmasing memiliki fungsi yang saling mendukung agar tubuh kita dapat beraktivitas seperti biasa.
1

Disamping itu, sendi juga membantu tulang dan otot rangka melakukan variasi gerakan-gerakan yang dapat dilakukan oleh manusia dalam membantu pekerjaan sehari-hari.

Komposisi Tulang

Tulang adalah jaringan ikat khusus yang terdiri atas materi antarsel berkapur, yaitu matriks tulang, dan 3 jenis sel: osteosit yang berperan dalam sintesis unsur organik matriks dan osteoklas yang merupakan sel raksasa multinuklear yang terlibat dalam resorpsi dan remodelling jaringan tulang. Pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah bergantung pada komunikasi melalui kanalikuli yang merupakan celah-celah silindris halus yang menerobos matriks. Hal ini disebabkan karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang telah mengapur. Permukaan bagian luar dan dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan jaringan yang mengandung sel-selosteogenikendosteum pada permukaan dalam dan periosteum pada permukaan luar. Terdapat dua jenis jaringan tulang, yaitu spongiosa dan kompakta. Tulang kompakta secara makroskopis terlihat padat, tetapi bila diperiksa dengan mikroskop sebenarnya tulang terdiri dari sistem Havers. 2 Selain tulang kompakta, ada juga jaringan tulang spongiosa juga keras seperti semua tulang, tapi secara makroskopis terlihat berlubang-lubang (spongy). Kanal Havers pada tulang spongiosa terlihat jauh lebih besar dan mengandung sedikit lamela. Tulang spongiosa terdiri dari trabekula atau disebut juga balok tulang, berbentuk tidak teratur karena membentuk percabangan dan terdiri dari anyaman kanalikuli, dan celah di antara anyaman tersebut diisi sumsum tulang. Kanal Havers merupakan sebuah kanal sentral yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Di antara kanal Havers terdapat lempengan-lempengan tulang yang mengelilinginya, disebut lamella. Sementara pada lamella terdapat ruang yang mengandung sel-sel tulang atau osteosit dan saluran limfe yang disebut lakuna. Nutrisi dan oksigen dari tubuh disalurkan dari kanal Havers ke osteosit melalui saluran-saluran kecil yang disebut kanalikuli.

Sel Tulang: Osteoblas Osteoblas bertanggung jawab atas sintesis komponen organik matriks tulang (kolagen tipe I, proteoglikan, dan glikoprotein). Deposisi komponen anorganik dari tulang juga bergantung pada adanya osteoblas aktif. Osteoblas hanya terdapat pada permukaan tulang, dan letaknya bersebelahan, mirip epitel selapis. Bila osteoblas aktif menyintesis matriks, osteoblas memiliki bentuk kuboid sampai silindris dengan sitoplasma basofilik. Bila aktivitassintesisnya menurun, sel tersebut menjadi gepeng dan sifat basofilik pada sitoplasmanya akan berkurang.3 Beberapa osteoblas secara berangsur dikelilingi oleh matriks yang baru terbentuk danmenjadi osteosit. Selama proses ini, terbentuk rongga yang disebut lakuna. Lakuna dihuniosteosit beserta
2

juluran-julurannya, bersama sedikit matriks ekstrasel yang tidak mengapur.Selama sintesis matriks berlangsung, osteoblas memiliki struktur ultra sel yang secara aktif menyintesis protein untuk dikeluarkan. Osteoblas merupakan sel yang terpolarisasi. Komponen matriks disekresi pada permukaan sel, yang berkontak dengan matriks tulang yanglebih tua, dan menghasilkan lapisan matriks baru (namun belum berkapur), yang disebut osteoid, di antara lapisan osteoblas dan tulang yang baru dibentuk. Proses ini, yaitu aposisi tulang, dituntaskan dengan pengendapan garam-garam kalsium ke dalam matriks yang baru dibentuk.

Sel Tulang: Osteosit Osteosit, yang berasal dari osteoblas, terletak di dalam lakuna yang terletak di antara lamela-lamela matriks. Hanya ada satu osteosit di dalam satu lakuna. Kanalikuli matriks silindris yang tipis, mengandung tonjolan-tonjolan sitoplasma osteosit. Tonjolan dari sel-sel yang berdekatan saling berkontak melalui taut rekah (gap junction) dan molekul-molekul berjalan melalui struktur tempat dari osteosit dan pembuluh darah melalui sejumlah kecil substansi ekstrasel yang terletak di antara osteosit (dengan tonjolan-tonjolannya) dan matrikstulang. Pertukaran ini menyediakan nutrien kirakira untuk 15 sel yang sederet.1 Bila dibandingkan dengan osteoblas, osteosit yang gepeng dan berbentuk-kenari tersebut memiliki sedikit retikulum endoplasma kasar dan kompleks Golgi serta kromatin inti yanglebih padat. Sel-sel ini secara aktif terlibat untuk mempertahankan matriks tulang, dankematiannya diikuti oleh resorpsi matriks tersebut.1

Sel Tulang: Osteoklas Osteoklas adalah sel motil bercabang yang sangat besar. Bagian badan sel yang

melebar mengandung 5 sampai 50 inti (atau lebih). Pada daerah terjadinya resorpsi tulang, osteoklasterdapat di dalam lekukan yang terbentuk akibat kerja enzim pada matriks, yang dikenal sebagai lakuna Howship. Osteoklas berasal dari penggabungan sel-sel sumsum tulang. Padaosteoklas yang aktif, matriks tulang yang menghadap permukaan terlipat secara tak teratur,seringkali berupa tonjolan yang terbagi lagi, dan membentuk batas bergelombang. Batas bergelombang ini dikelilingi oleh zona sitoplasma, zona terang yang tidak mengandung organel, namun kaya akan filamen aktin. Zona ini adalah tempat adhesi osteoklas padamatriks tulang dan menciptakan lingkungan mikro tempat terjadinya resorpsi tulang. 1 Osteoklas menyekresi kolagenase dan enzim lain dan memompa proton ke dalam kantung subselular yang memudahkan pencernaan kolagen setempat dan melarutkan kristal garam kalsium. Aktivitas osteoklas dikendalikan oleh sitokin (protein pemberi sinyal kecil yang bekerja sebagai mediator setempat) dan hormon. Osteoklas memiliki reseptor untuk kalsitonin, yaitu suatu hormon tiroid, namun bukan merupakan hormon paratiroid. Akan tetapi osteoklas memiliki reseptor untuk hormon paratiroid dan
3

begitu teraktivasi oleh hormon ini, osteoklas akan memproduksi suatu sitokin yang disebut faktor perangsang osteoklas.1 Matriks Tulang Kira-kira 65% dari berat kering matriks tulang adalah bahan anorganik. Yang teristimewa banyak dijumpai adalah kalsium dan fosfor, namun bikarbonat sitrat, magnesium, kalium dannatrium juga ditemukan. Studi difraksi sinar X memperlihatkan bahwa kalsium dan fosfor membentuk kristal hidroksiapatit dengan komposisi Ca10(PO4)6(OH)2. Meskipun begitu, kristal-kristal ini menunjukkan ketidaksempurnaan dan tidak identik dengan hidroksiapatit. yang ditemukan dalam mineral karang. Kalsium amorf (nonkristal) juga cukup banyak dijumpai. Pada mikrogaf elektron, kristal hidroksiapatit tulang tampak sebagai lempenganyang terletak di samping serabut kolagen, namun dikelilingi oleh substansi dasar. Ion permukaan hidroksiapatit berhidrasi dan selapis air dan ion terbentuk di sekitar kristal. Lapisan ini, yaitu lapisan hidrasi, membantu pertukaran ion antara kristal dan cairan tubuh.1 Bahan organik dalam matriks tulang adalah kolagen tipe I dan substansi dasar, yang mengandung agregat proteoglikan dan beberapa glikoprotein struktural spesifik. Glikoprotein tulang mungkin bertanggung jawab atas kelancaran kalsifikasi matriks tulang. Jaringan lain yang mengandung kolagen tipe I biasanya tidak mengapur dan tidak mengandung glikoprotein tersebut. Karena kandungan kolagennya yang tinggi, matriks tulang yang terdekalsifikasi terikat kuat dengan pewarna serat kolagen.1 Gabungan mineral dengan serat kolagen memberikan sifat keras dan ketahanan pada jaringan tulang. Setelah tulang mengalami dekalsifikasi, bentuknya tetap terjaga, namun lebih fleksibel mirip tendon. Dengan menghilangkan bagian organik dari matriks, yang terutama berupa kolagen, bentuk tulang juga masih terjaga, namun kini menjadi rapuh, mudah patahdan hancur bila dipegang. Matriks tulang tersusun dalam lapisan yang konsentris disebut lamel, lamel ini terbentuk akibat peletakan matriks yang ritmik.

Pada tulang panjang, ujung yang membulat disebut sebagai epifisis. Epifisis terdiri atastulang berongga yang ditutupi selapis tipis tulang kompakta. Bagian silindris yaitu diafisis, yang hampir seluruhnya terdiri atas tulang kompakta, dengan sedikit tulang spons pada permukaan dalamnya di sekitar rongga sumsum tulang. Tulang pendek umumnya memiliki pusat yang terdiri atas tulang berongga, dan seluruhnya dikelilingi oleh tulang kompakta. Tulang pipihyang membentuk calvaria yang memiliki 2 lapis tulang kompakta yang disebut lempeng, yangdipisahkan oleh selapis tulang yang berongga disebut diploe.1 Pemerikasaan mikroskopik tentang tulang memperlihatkan 2 variasi: tulang primer,imatur, atau tulang anyaman, dan tulang sekunder, matur atau lamelar. Tulang primer adalah jaringan tulang yang pertama-tama berkembang dalam embrio dan dijumpai dalam perbaikan fraktur atau proses perbaikan lain. Tulang primer ditandai oleh susunan serat kolagen halussecara acak, yang berbeda dengan susunan kolagen lamelar yang teratur pada tulang sekunder.
4

Jaringan tulang primer umumnya bersifat sementara dan akan diganti oleh jaringan tulang sekunder pada orang dewasa, kecuali pada sedikit tempat di tubuh, misalnya dekat sutura tulang pipih tengkorak, di alveolus gigi, dan pada insersi beberapa tendon. Selain berkat serat kolagen tak teratur, ciri tulang primer lain adalah kadar mineral yang lebih rendah dan proporsi osteosit lebih banyak daripada osteosit jaringan tulang sekunder.1 Jaringan tulang sekunder adalah jenis jaringan yang biasanya dijumpai pada orang dewasa. Jaringan tersebut secara khas memperlihatkan seratserat kolagen yang tersusun dalam lamela (tebal 3-7 mikrometer) yang sejajar satu sama lain atau tersusun secarakonsentris mengelilingi kanal vaskular. Seluruh lamel tulang tulang konsentrik mengelilingisuatu saluran yang mengandung pembuluh darah, saraf, dan jaringan ikat longgar, yangdisebut sistem Havers atau osteon. Lakuna dengan osteosit di dalamnya terdapat di antara dankadang-kadang di dalam lamela. Di setiap lamela, serat kolagen tersusun paralel. Endapan materi amorf yang disebut substansi semen, mengelilingi setiap sistem Havers dan terdiri atasmatriks bermineral dengan sedikit serat kolagen. 1 Pada tulang kompakta (misalnya diafisis tulang panjang), lamela memiliki susunan khas yang terdiri atas saluran Havers, lamela umum luar, lamela umum dalam, dan lamela interstisial. Lamela umum dalam berlokasi di sekitar rongga sumsum dan lamela umum luar terdapat tepat di bawah periosteum. Terdapat lebih banyak lamela luar daripada lamela dalam. Di antara kedua sistem sirkumferensial tersebut, terdapat banyak saluran Havers, termasuk kelompok lamela berbentuk tak teratur, yang disebut lamela interstisial atau intermediat. Struktur ini merupakan lamela yang tersisa dari sitem Havers yang dihancurkan selama pertumbuhan dan remodeling tulang terjadi. 1 Setiap saluran Havers merupakan suatu silinder panjang, seringkali bercabang dua, dan sejajar terhadap sumbu panjang diafisis. Saluran ini terdiri atas sebuah saluran di pusat yang dikelilingi 4-20 lamela konsentris. Setiap saluran yang berlapiskan endosteum mengandung pembuluh daraf, saraf, dan jaringan ikat longgar. Kanal Havers ini berhubungan dengan rongga sumsum, periosteum, dan saling berhubungan melalui kanal Volkmann yang melintang atau oblik. Kanal Volkmann tak memiliki lamela konsentris; sebaliknya, kanal-kanal tersebut menerobos lamela. Semua kanal vaskular di jaringan tulang akan dijumpai bilamatriks terletak di sekitar pembuluh darah yang sudah ada. 1 Pemeriksaan sistem Havers dengan cahaya polarisasi memperlihatkan lapisan-lapisan anistrop terang yang diselingi lapisan isotrop gelap. Bila diamati di bawah cahaya polarisasi tegak lurus terhadap panjangnya, serat kolagen terlihat birefringen (anistropik). Lapisan terang dan gelap tersebut disebabkan perubahan orientasi serat-serat kolagen dalam lamela. Di setiap lamela, serat-serat terletak paralel satu sama lain dan jalannya berpilin. Akan tetapi, puncak pilinan (heliks) berbedabeda untuk berbagai lamela sehingga di sembarang titik, serat-serat dari lamel yang bersebelahan saling menyilang kurang lebih tegak lurus. Jaringan tulang selalu mengalami remodelling, karena itu terdapat variasi besar dalam diameter kanal Havers. Setiap sistem dibentuk oleh tumpukan
5

lamela, dari luar ke dalam sehingga sistem yang lebih muda memiliki kanal yang lebih besar. Pada sistem Havers dewasa, lamela yang baru terbentuk letaknya paling dekat dengan kanal sentral.1 Proses Pembentukan Tulang Tulang dapat dibentuk dengan 2 cara: mineralisasi langsung dari matriks yang disekresiosteoblas (osifikasi intramembranosa) atau oleh deposisi matriks tulang pada matriks tulangrawan yang sudah ada (osifikasi endokondral).1 Osifikasi intramembranosa terjadi karena kondensasi pada jaringan mesenkim. Tulang frontal dan parietal tengkorak, selain bagian tulang oksipital dan temporal dan mandibula serta maksila, dibentuk melalui osifikasi intramembranosa. Proses ini juga ikut dalam pertumbuhan tulang-tulang pendek, dan penebalan tulang panjang. Pada lapisan kondensasi mesenkim, titik awal osifikasi disebut pusat osifikasi primer. Proses diawali saat sekelompok sel berkembang menjadi osteoblas. Osteoblas menghasilkan matriks tulang dan diikuti kalsifikasi, berakibat sebagian osteoblas menjadi osteosit. Pulau-pulau pembentukan tulang ini membentuk dinding yang membatasi rongga-rongga panjang yang berisi kapiler dan sel sumsum tulang dan sel-sel prakembang. Beberapa kelompok demikian hampir serentak muncul di pusat osifikasi sehingga penyatuan dinding menghasilkan struktur mirip spons pada tulang. Jaringan ikat yang tertinggal di antara dinding tulang disusupi pembuluh darah dan sel mesenkim tambahan yang akan membentuk sel-sel sumsum tulang. Pusatpusat osifikasi tulang tumbuh secara radial dan akhirnya menyatu, yang akan menggantikan jaringan ikat asal. Ubun-ubun bayi yang baru lahir, sebagai contoh, merupakan daerah tulang lunak pada permukaan dalam maupun luar. Jadi, 2 lapisan tulang kompakta (lempeng dalam dan luar) terbentuk, sedangkan bagian pusat (diploe) tetap mempertahankan ciri sponsnya. Sementara bagian lapisan jaringan ikat yang tidak mengalami osifikasi menghasilkan endosteum dan perioteum di

tulang intramembranosa.1 Gambar 1. Osifikasi Intramembranosa6


6

Osifikasi endokondral atau disebut juga intrakartilaginosa terjadi di dalam tulang rawan hialin yang bentuknya mirip miniatur tulang yang akan dibentuk. Jenis osifikasi ini membentuk tulang panjang dan pendek. Osifikasi tulang panjang meliputi kejadian sebagai berikut. Mula-mula, jaringan tulang pertama tampak berupa tabung tulang berongga yang mengelilingi bagian tengah model tulang rawan. Struktur ini, yaitu leher tulang, dihasilkan melalui osifikasi intramembranosa di dalam perikondrium setempat. Pada tahap berikut, tulang rawan setempat mengalami proses degeneratif kematian sel, dengan perbesaran sel (hipertrofi) dan kalsifikasi matriks, yang menghasilkan struktur 3 dimensi yang terdiri atas sisa-sisa mtriks tulang rawan yang mengapur. Proses ini dimulai di bagian psat model tulang rawan (diafisis), tempat masuknya pembuluh darah melalui leher tulang yang sebelumnya telah dilubangi oleh osteoklas, yang membawa masuk sel-sel osteoprogenitor ke daerah tersebut. Berikutnya, osteoblas melekat pada matriks tulang yang telah mengapur dan menghasilkan lapisan-lapisan tulang primer yang mengelilingi sisa matriks tulang rawan. Pada tahap ini tulang rawan berkapur tampak basofiik dan tulang primer tampak asonifilik. Dengan cara ini terbentuk pusat osifikasi primer. Kemudian muncul pusat osifikasi sekunder di bagian ujung yang membesar di model tulang rawan (epifisis). Selama perluasan dan remodelling berlangsung, pusat osifikasi primer dan sekunder membentuk rongga yang secara berangsur diisi dan dipenuhi oleh sumsum tulang.1 Di pusat osifikasi sekunder, tulang rawan tetap ada pada 2 daerah yaitu tulang rawan sendi yang tetap ada seumur hidup dan tidak ikut dalam pertumbuhan memanjang tulang, dan tulang rawan epifisis yang juga disebut lempeng epifisis yang menghubungkan epifisis dengan diafisis. Tulang-tulang epifisis bertanggung jawab atas pertumbuhan memanjang dan tidak terdapat lagi pada orang dewasa.

Gambar 2. Osifikasi Endokondral / Intrakartilaginosa

Osifikasi Tulang Tulang rawan epifisi dibagi dalam 5 zona, yang dimulai dari sisi epifisis tulang: (1) Zonaistirahat, terdiri atas tulang rawan hialin tanpa perubahan morfologi dalam sel, (2) Dalam zona proliferasi, kondrosit cepat membelah dan tersusun dalam kolom-kolom sel secara paralelterhadap sumbu panjang tulang. (3) Zona hipertrofi tulang rawan mengandung kondrosit besar yang sitoplasmanya telah menimbun glikogen. Matriks yang telah diresorpsi hanya tersisa berupa septa tipis di antara kondrosit. (4) Zona kalsifikasi tulang rawan, kondrosit mati, septatipis matriks tulang rawan mengalami pengapuran (kalsifikasi) dengan mengendapnyahidroksi apatit. (5) Di zona osifikasi, muncul jaringan tulang endokondral. Kapiler darah dansel-sel osteoprogenitor yang dibentuk melalui mitosis sel, berasal dari invasi periosteum kerongga yang ditinggalkan kondrosit. Sel osteoprogenitor membentuk osteoblas, yang tersebar membentuk lapisan tidak utuh di atas septa matriks tulang rawan berkapur. Akhirnya,osteoblas meletakkan matriks tulang di atas matriks tulang rawan 3 dimensi yang berkapur.1 Sebagai kesimpulan, pertumbuhan memanjang tulang-tulang panjang terjadi melalui proliferasi kondrosit dalam lemperng epifisis di dekat epifisis. Pada waktu yang sama,kondrosit sisi diafisis dari lempeng mengalami hipertrofi; matriksnya mengalami perkapuran,dan sel-selnya mati. Osteoblas meletakkan selapis tulang primer pada matriks yang berkapur itu. Karena kecepatan kedua kejadian yang berlawanan ini (proliferasi dan destruksi) kuranglebih sama, tebal lempeng epifisis tidak banyak berubah. Bahkan, lempeng epifisis didesak menjauhi bagian diafisis sehingga tulang tersebut bertambah panjang.1

Gambar 3. Osifikasi Tulang6 Fisiologi Anatomi Otot Rangka

Otot rangka sebagian besar disusun oleh otot lurik yang dapat bekerja secara sadar. Otot lurik terdiri dari sel-sel serabut otot multinukleus yang dikelilingi oleh membran plasma yang dapat tereksitasi oleh listrik, yaitu sarkolema. Sel serabut otot mengandung banyak berkas miofibril yang tersusun sejajar dan terbenam dalam cairan intrasel dan disebut sarkoplasma. Di dalam cairan ini terdapat glikogen, senyawa berenergi-tinggi ATP dan fosfokreatin, serta enzim-enzim glikolisis.2 Sarkolema adalah membran sel dari serabut otot. Sarkolema terdiri dari membran sel yang sebenarnya, yang disebut membran plasma, dan sebuah lapisan luar yang terdiri dari satu lapisan tipis materi polisakarida yang mengandung sejumlah fibril kolagen tipis. Di setiap ujung serabut otot, lapisan permukaan sarkolema ini bersatu dengan serabut tendon, dan serabut-serabut tendon kemudian berkumpul menjadi berkas untuk membentuk tendon otot dan kemudian menyisip ke dalam tulang.2 Di dalam sarkoplasma terdapat banyak retikulum yang mengelilingi miofibril setiap serabut otot yang disebut retikulum sarkoplasma. Retikulum ini mempunyai peranan yang sangat penting pada pengaturan kontraksi otot. Semakin cepat kontraksi suatu serabut otot, maka serabut tersebut mempunyai banyak retikulum sarkoplasma.2 Miofibril mengandung filamen aktif aktin dan miosin. Setiap serabut otot mengandung ratusan bahkan ribuan miofibril berupa bulatan kecil pada potongan melintang. Setiap miofibril tersusun oleh sekitar 1500 filamen miosin yang berdekatan dan 3000 filamen aktin yang merupakan molekul
9

protein polimer besar yang bertanggung jawab untung kontraksi otot sesungguhnya. Filamenfilamen ini dapat dilihat pada pandangan longitudinal dengan mikrograf elektron.

Mekanisme Umum Kontraksi Otot

Timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi dalam urutan tahap-tahap berikut: 2 Suatu potensial aksi berjalan di sepanjang sebuah saraf sampai ke ujungnya pada serabut otot. Di setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmiter, yaitu asetilkolin. Asetilkolin bekerja pada area setempat pada membran serabut otot, melisis dinding vesikel sehingga asetilkolin tertangkap di area reseptor otot, yaitu di motor end plate. Terjadi depolarisasi, yaitu peristiwa berdifusinya ion Natrium sehingga menimbulkan potensial aksi jika depolarisasi mencapai ambang letup atau firing level. Potensial aksi akan berjalan di sepanjang membran serabut otot dengan cara yang sama seperti potensial aksi berjalan di sepanjang mebran serabut saraf. Potensial aksi akan menimbulkan depolarisasi membran otot, dan banyak aliran listrik potensial aksi mengalir melalui pusat serabut otot. Di sini, potensial aksi menyebabkan retikulum sarkoplasma melepaskan sejumlah besar ion kalsium, yang telah tersimpan di dalam retikulum ini. Ion-ion kalsium menimbulkan kekuatan menarik antara filamen aktin dan miosin,yang menyebabkan kedua filamen tersebut bergeser satu sama lain, dan menghasilkan proses kontraksi. Setelah itu, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum sarkoplasma oleh pompa membran Ca2+, dan ion-ion ini tetap disimpan dalam retikulum sampai potensial aksi otot yang baru datang lagi; pengeluaran ion kalsium dari otot miofibril akan menyebabkan kontraksi otot terhenti.

Mekanisme Molekular pada Kontraksi Otot Pada keadaan relaksasi, ujung-ujung filamen aktin yang memanjang dari dua lempeng Z yang berurutan sedikit saling tumpang tindih satu sama lain. Sebaliknya, pada keadaan kontraksi, filamen aktin ini telah tertarik ke dalam di antara filamen miosin, sehingga ujung-ujungnya sekarang saling tumpang tindih satu sama lain dengan pemanjangan yang maksimal. Lempeng Z juga telah ditarik oleh fialemen aktin sampai ke ujung filamen miosin. Jadi, kontraksi otot terjadi tersebut mekanisme pergeseran filamen.2,5 Filamen aktin tergeser ke dalam di antara filamen miosin karena interaksi jembatan silang dari filamen miosin dengan filamen aktin. Pada keadaan istirahat, kekuatan ini tidak aktif, tetapi bila sebuah potensial aksi berjalan di sepanjang membran serabut otot, hal ini akan menyebabkan retikulum sarkolasma melepaskan ion kalsium dalam jumlah besar, yang dengan cepat mengelilingi miofibril. Ion-ion kalsium ini kemudian mengaktifkan kekuatan diantara filamen aktin dan miosin, dan mulai terjadi kontraksi. Tetapi energi juga diperlukan untuk berlangsungnya proses kontraksi.
10

Energi ini berasal dari ikatan berenergi tinggi padamolekul ATP, yang diuraikan menjadi adenesin difosfat (ADP) untuk membebaskan energi. Ion Ca2+ berikatan dengan troponin pada lempeng Z aktin sehingga menghasilkan troponin Ca2+ yang berikatan dengan miosin ATP. Ketika berikatan maka ATP terurai menjadi ADP dan P, P digunakan untuk ikatan antara troponin Ca 2+ dan miosin ATP berubah menjadi miosin ADP. Hal ini menyebabkan ikatan antara troponin Ca 2+ dan miosin ATP yang telah menjadi miosin ADP terlepas, dan troponin Ca 2+ mencari miosin ATP lain sehingga ada gerakan bergeser dan ini yang dinamakan kontraksi otot molekuler. Ketika terlepas maka terjadi relaksasi molekuler.

Hubungan antara Kecepatan Kontraksi dan Beban Sebuah otot rangka akan berkontraksi sangat cepat bila ia berkontraksi tanpa melawan beban, mencapai keadaan kontraksi penuh kira-kira dalam 0,1 detik untuk otot rata-rata. Bila beban diberikan, kecepatan kontraksi akan menurun secara prograsif seiring dengan penambahan beban. Jadi, bila beban telah ditingkatkan sampai sama dengan kekuatanmaksimum yang dapat dilakukan otot tersebut, kecepatan kontraksi menjadi nol dan tidak terjadi kontraksi sama sekali, walaupun terjadi aktivasi serabut otot.2 Penurunan kecepatan penurunan kecepatan kontraksi dengan beban ini disebabkan oleh kenyataan bahwa beban pada otot adalah kekuatan berlawanan arah yang melawan kekuatan kontraksi akibat kontraksi otot. Oleh karena itu, kekuatan netto yang tersedia untuk menimbulkan kecepatan pemendekan akan berkurang secara sesuai.2 Bila suatu otot berkontraksi melawan suatu beban, otot ini akan melakukan kerja. Hal ini berarti bahwa ada energi yang dipindahkan dari otot ke beban eksternal, sebagai contoh, untuk mengangkat suatu objek ke tempat yang lebih tinggi atau untuk mengimbangi tahanan pada waktu melakukan gerak.

Sendi Lutut pada Manusia Persendian atau artikulasio adalah hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh. Sendi lutut merupakan bagian dari extrimitas inferior yang menghubungkan tungkai atas dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki dan diperlukan juga otot-otot yang membantu pergerakan sendi, kapsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak, adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan, adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi, dan ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan
11

gerakan-gerakan tubuh.3 Sendi lutut termasuk jenis sendi engsel (articulatio ginglymus), yaitu pergerakan dua condylus femoris dan condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi, ekstensi, dan sedikit rotasi. Jika terjadi gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi robekan pada kapsul dan ligamentum di sekitar sendi. Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m.biceps femoris, semimembranosus, dan semitendinosus, serta dibantu oleh m. Gracilis, m. Sartorius dan m. Popliteus. Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha. Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale dan lateral serta ligamentum popliteum obliquum menjadi tegang, serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga dieratkan sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit hiper-ekstensi, rotasi medial dari femur mengakibatkan pemutaran penuh dan pengetatan semua ligamentum utama dari sendi dan lutut berubah menjadi struktur yang mekanis kaku. Rotasi femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia, dan cartilago semilunaris dipadatkan mirip bantal karet di antara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiperekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci.3 Selama tahap awal ekstensi, condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi lutut digerakkan ke depan, femur ditahan oleh ligamentum cruciatum posterior, gerak menggelinding dan condylus femoris diubah menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut, bagian yang lebih rata pda condylus femoris bergerak ke bawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus femoris yang berubah. Selama tahap akhir ekstensi, bila femur mengalami rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan memaksa cartilago semilunaris ikut bergerak ke depan. Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung, ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur, perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylusyang berubah. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasi sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.3 Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang terhadap femur, hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama, terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur. Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang bekerja terhadap sendi dan juga olehkekuatan kigamentum. Dari faktor12

faktor ini, tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini, terutama m. quadricepsfemoris, setelah terjadi cedera pada sendi

lutut.3 Gambar 4. Anatomi Sendi Lutut pada Manusia dari Sisi Anterior3 Komposisi Columna Vertebralis Punggung, yang terbentang dari cranium sampai ke ujung os coccygis dapat disebutsebagai permukaan posterior truncus. Scapula dan otot-otot yang menghubungkan scapula ketruncus menutupi bagian atas permukaan posterior thorax.4 Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah cranium,gelang bahum ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang panggulmeneruskan berat badan ke ekstremitas inferior.4 Di dalam rongganya terletak medulla spinalis, radix nervi spinales, dan lapisan penutup meningen yang dilindungi columna vertebralis. Columna vertebralis terdiri dari 33 vertebrae, yaitu 7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracicus, 5 vertebra sacralis (yang bersatu membentuk os sacrum), dan 4 vertebra coccygis (tiga yang di bawah umunya bersatu). Struktur columna ini fleksibel, karena columna ini bersegmen-segmen dan tersusun atas vertebrae, sendisendi, dan bantalan fibrocartilago yang disebut discus intervertebralis. Discus intervertebralis membentuk kira-kira seperempat panjang columna.4

Ciri-ciri Umum Vertebra


13

Walaupun memperlihatkan berbagai regional, semua vertebra mempunyai pola yang sama. Vertebra tipikal terdiri atas corpus yang bulat di anerior dan arcus vertebrae di posterior. Keduanya melingkupi sebuah tulang disebut foramen vertebralis, yang dilalui oleh medulla spinalis dan bungkus-bungkusnya. Arcus vertebrae terdiri atas sepasang pediculus yang berbentuk silinder, yang membentuk sisi-sisi arcus, dan sepasang lamina gepeng yang melengkapi arcus dari posterior. Arcus vertebrae mempunyai tujuh processus yaitu satu processus spinosus, dua processus transversus, dan empat processus articularis. Processus spinosus atau spina, menonjol ke posterior dari pertemuan dua laminae. Processus transversus menonjol ke lateral dari pertemuan lamina dan pediculus. Processus spinosus dan processus transversus berfungsi sebagai pengungkit dan menjadi tempat melekatnya otot dan ligamentum. Processus articularis superior terletak vertikal terdiri dari dua processus articularis superior dan dua processus articularis inferior. Processus ini menonjol dari pertemuan antara lamina dan pediculus, dan facies articularisnya diliputi oleh cartilagohyaline. Kedua processus articularis superior dari sebuah arcus vertebrae bersendi dengankedua processus articularis, inferior dari arcus yang ada di atasnya, membentuk sendisinovial.4 Pediculus mempunyai lekuk pada pinggir atas dan bawahnya, membentuk incisuravertebralis superior dan inferior. Pada masing-masing sisi, incisura vertebralis superior sebuahvertebra dan incisura vertebralis inferior dari vertebra di atasnya membentuk forameninvertebrale. Vertebra cervikalis yang khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4 1. Processus transversus mempunyai foramen transversum untuk tempat lewatnya a. vertebralis dan v. vertebralis 2. Spina kecil dan bifida 3. Corpus kecil dan lebar dari sisi ke sisi 4. Foramen vertebrale besar dan berbentuk segitiga 5. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang dan atas; processus articularis inferior mempunyai facies yang menghadap ke bawah dan depan.

Vertebra cervikalis yang tidak khas (I atau atlas, II, dan VII) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4 1. Tidak mempunyai corpus 2. Tidak mempunyai processus spinosus 3. Mempunyai arcus anterior dan arcus posterior 4. Mempunyai massa lateralis pada masing-masing sisi dengan facies articularis pada permukaan atasnya untuk bersendi dengan condylus occipitalis (articulatio atlanto-occipitalis) dan facies articularis pada permukaan bawahnya untuk bersendi denganaxis (articulasio atlanto-axialis) Vertebra cervicalis II atau axis mempunyai dens yang mirip pasak, yang menonjol keatas dari permukaan superior corpus (mewakili corpus atlas yang telah bersatu dengan corpusaxis). Vertebra
14

cervicalis VII atau vertebra prominens, diberi nama demikian karena mempunyai processus spinosus yang paling panjang dan processus itu tidak bifida. Processus transversus besar, tetapi foramen transversarium kecil dan dilalui oleh v. Vertebralis.

Vertebra thoracica (thoracalis) yang khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4 1. Corpus berukuran sedang dan berbentuk jantung 2. Foramen vertebrale kecil dan bulat 3. Processus spinosus panjang dan miring ke bawah 4. Fovea costalis terdapat pada sisi-sisi corpus untuk bersendi dengan capitulum costae 5. Fovea costalis terdapat pada processus transversus untuk bersendi dengan tuberculumcostae 6. Processus articularis superior mempunyai facies yang menghadap ke belakang danlateral, sedangkan facies pada articularis inferior menghadap ke depan dan medial.Processus articularis inferior vertebra

Vertebra lumbalis yang yang khas mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :4 1. Corpus besar dan berbentuk ginjal 2. Pediculus kuat dan mengarah ke belakang 3. Lamina tebal 4. Foramen vertebrale berbentuk segitiga 5. Processus transversus panjang dan langsing 6. Processus spinosus pendek, rata, dan berbentuk segiempat dan mengarah ke belakang 7. Facies articularis processus articularis superior menghadap ke medial dan facies articularis inferior menghadap ke lateral. Vertebra lumbalis tidak mempunyai facies articularis untuk bersendi dengan costae dan tidak ada foramina pada processus transversus.

Os Sacrum dan Os Coccygis Os sacrum terdiri atas lima vertebra rudimenter yang bergabung menjadi satu membentuk sebuah tulang berbentuk baji yang cekung di anterior. Pinggir atas atau basis tulang bersendi dengan vertebra lumbalis. Pinggir bawah yang sempit bersendi dengan os coccygis. Di lateral, os sacrum bersendi dengan dua os coxae untuk membentuk articulatio sacroiliaca. Pinggir anterior dan atas vertebra menonjol ke depan sebagai margo posterior apertura pelvis superior dan dikenal sebagai promontorium sacralis. Promontorium sacralis pada perempuan penting untuk obsteri dan digunakan pada waktu menentukan ukuran pelvis.4 Terdapat foramina vertebralis dan membentuk canalis sacralis. Lamina vertebra sacralis kelima dan kadang-kadang ada juga vertebra sacralis keempat tidak mencapai garis tengah dan membentuk
15

hiatus sacralis. os coccygis terdiri atas empat vertebra yang berfusi membentuk sebuah tuang segitiga kecil, yang basisnya bersendi dengan ujung bawah sacrum. Vertebra coccygis pertama biasanya tidak berfusi, atau berfusi tidak lengkap dengan vertebra coccygeus kedua.4 Metabolisme Tulang

Tulang termasuk jaringan ikat pada tubuh manusia. Contoh jaringan ikat lain adalah tulang rawan, gigi, dermis, kulit, selaput tendon, otot, dan sebagainya. Secara umum, jaringan ikat terdiri dari 3 bagian, yaitu sel, serabut / serat, dan bahan dasar / ground substance. Sel pada jaringan ikat disebut fibroblast dan berfungsi menghasilkan kolagen dan glikosaminogilkan. Kolagen dan

glikosaminogilkan inilah yang membentuk serat pada jaringan ikat dan di ground substance atau bagian ekstraseluler berikatan dengan protein membentuk proteoglikan dan glikoprotein. Jika kolagen yang berikatan dengan protein maka menjadi glikoprotein dan jika glikosaminoglikan yang berikatan dengan protein menjadi glikoprotein. Kolagen merupakan protein fibrosa yang merupakan komponen utama jaringan ikat dan merupakan protein paling banyak jumlahnya dalam mamalia. Kolagen dijumpai di tulang, tendon, kulit, pembuluh darah, dan kornea mata. Kolagen mengandung sekitae 33% glisin dan 21 % prolin serta hidroksiprolin, suatu asam amino yang dihasilkan melalui modifikasi pacatranslasi residu prolin. Tropokolagen, yaitu prekursor kolagen, adalah suatu triple heliks yang terdiri dari tiga rantai polipeptida yang saling menjalin, membentuk struktur mirip tambang dengan daya renggang yang besar. Masing-masing rantai polipeptida mengandung sekitar 1800 residu amino. Ketiga rantai polipeptida heliks triple disatukan oleh ikatan hidrogen.7 Proses pembentukan kolagen dimulai dari pembentukan prokolagen intrasel, yaitu sintesis polipeptida dalam ribosom atau prepokolagen. Setelah prepokolagen mengalami hidroksilasi, glikosilasi, dan ekstensi peptida dalam retikulum endoplasma, maka terbentuklah prokolagen yang diekskresikan ke bagian ekstraseluler. Di bagian luar sel, prokolagen dihidrolisis dengan enzim prokolagen peptidase untuk menghilangkan ekstensi peptida sehinga prokolagen menjadi tropokolagen yang siap membentuk ikatan triple heliks. Defisiensi enzim prokolagen peptidase dapat menyebabkan sindrom Ehlers-Danlos. Elastin memiliki struktur yang mirip dengan kolagen, namun memiliki fungsi memanjang dan memendek lebih besar dari kolagen. Hal ini disebabkan adanya 4 ikatan antar asam amino glisin pada elastin, sementara kolagen hanya memiliki 2 ikatan. Elastin tidak larut tetapi dapat dicerna dan tidak dapat diubah menjadi gelatin, sementara pada kolagen jika dipanaskan dan dilarutkan dengan asam dapat membentuk gelatin yang lebih lunak dan lebih larut daripada kolagen. Elastin memiliki ikatan silang utama berupa desmosin sehingga membentuk ikatan tetrafungsional dan menyebabkan elastin mampu memanjang dan memendek.
16

Faktor-faktor yang Berperan Dalam Metabolisme Tulang Vitamin C diperlukan untuk sintesis dan maturasi kolagen tipe I yang merupakan protein struktural utama dalam matriks tulang.8 Selain itu, vitamin D dan K juga terlibat dalam proses maturasi osteokalsin, yaitu suatu protein berukuran kecil yang selalu menyertai aktivitas sel osteoblast. Osteokalsin yang kurang mengalami karboksilasi ternyata berkaitan dengan defisiensi mineralisasi tulang dan dapat menghambar pertumbuhan tulang. Selain itu, hormon yang mempengaruhi metabolisme tulang adalah hormon estrogen, paratiroid, kalsitonin, glukokortikoid, dan growth hormone. Hormon estrogen menghambat produksi asam laktat pada glikolisis dalam tulang sehingga defisiensi hormon estrogen dalam tubuh dapat menyebabkan osteoporosis lebih mudah terjadi. Hal ini disebabkan karena osteoporosis disebabkan oleh kegagalan pembentukan matriks tulang dan jika glikolisis terhambat maka pembentukan matriks tulang juga terhambat sehingga dapat mengakibatkan osteoporosis. Glukokortikoid juga berfungsi untuk mengurangi kepadatan matriks tulang sehingga ketika glukokortikoid tulang naik kadarnya, namun tidak ada kalsitonin dan paratiroid untuk menyeimbangi mineralisasi tulang, maka dapat terjadi proses osteoporosis sehingga tulang menjadi lebih rapuh.

Kesimpulan Pada skenario, sang Ibu berusia 55 tahun merasakan sakit lemah dan ngilu pada tulang punggung dan lutut ketika akan membawa beban. Hal ini disebabkan oleh osteoporosis pada tulang Ibu tersebut. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang paling sering dijumpai, dan sering menyerang tulang belakang (columna vertebralis). Columna vertebralis merupakan pilar utama tubuh, dan berfungsi menyanggah cranium, gelang bahu, ekstremitas superior, dan dinding thorax serta melalui gelang panggul meneruskan berat badan ke ekstremitas inferior. Osteoporosis ada hubungannya dengan estrogen dalam pembentukan matriks. Secara tidak langsung, kadar estrogen yang rendah mempengaruhi asupan kalsium ke dalam tubuh karena dihambatnya sekresi PTH dan menghambat sintesis kalsitriol. Jadi pada osteoporosis pasca menopause primer, jelas akibat tidak adanya hormon estrogen menurunnya fungsi osteoblas dan meningkatnya aktivitas osteoklas serta menurunnya kualitas hidup yang meningkatkan resiko terjadinya osteoporosis sehingga menyebabkan massa tulang menurun dengan cepat. Tulang juga akan menjadi rapuh dan mudah patah.

Daftar Pustaka

1.Junqueira LC, Carneiro J. Histologi dasar: teks dan atlas. Ed 10. Jakarta: EGC;2007.h.134-44.
17

2. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ed 11. Jakarta: EGC; 2008.h.74-81. 3. Lumongga F. Sendi lutut. Diunduh dari:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3476/1/anatomi-fitriani.pdf, 19 Maret 2013. 4. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed 6. Jakarta: EGC; 2006.h.881-6. 5. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW. Biokimia harper. Ed 27. Jakarta: EGC; 2009.h 582 6. Gilbert SF. Developmental biology. Ed 6. Diunduh dari:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK10056/, 19 Maret 2013. 7. Williams, Wilkins. Biologi kedokteran dasar: sebuah pendekatan klinis. Jakarta: EGC; 2007.h.91. 8. Gibney MJ, MM Barrie, Kearney JM, et al. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC; 2005.h.453.

18

You might also like