You are on page 1of 11

VOLUME MOLAR GAS

I.

Tujuan Praktikum 1. Menentukan volume relatif dari zat dalam wujud yang berbeda. 2. Menentukan perbandingan volume gas butana dengan volume cairan butana didalam korek api yang massanya sama. 3. Menentukan massa 1 mol atau massa molekul relatif (Mr) cairan butana yang ada di dalam korek api yang bahan bakarnya dari butana.

II.

Dasar Teori Dalam ilmu kimia, molaritas (disingkat M) salah satu ukuran konsentrasi larutan. Molaritas suatu larutan menyatakan jumlah mol suatu zat per liter larutan. Misalnya 1.0 liter larutan mengandung 0.5 mol senyawa X, maka larutan ini disebut larutan 0.5 molar (0.5 M). Umumnya konsentrasi larutan berair encer dinyatakan dalam satuan molar. Keuntungan menggunakan satuan molar adalah kemudahan perhitungan dalam stoikiometri, karena konsentrasi dinyatakan dalam jumlah mol (sebanding dengan jumlah partikel yang sebenarnya). Kerugian dari penggunaan satuan ini adalah ketidaktepatan dalam pengukuran volum. Selain itu, volum suatu cairan berubah sesuai temperatur, sehingga molaritas larutan dapat berubah tanpa menambahkan atau mengurangi zat apapun. Selain itu, pada larutan yang tidak begitu encer, volume molar dari zat itu sendiri merupakan fungsi dari konsentrasi, sehingga hubungan molaritas-konsentrasi tidaklah linear. Benda-banda di alam raya ini dapat digolongkan menjadi 3 golongan, diantaranya : a. zat padat b. zat cair c. gas

Zat cair dan zat padat mempunyai sifat yang berlainan dengan gas dimana zat cair dan zat padat tidak peka terhadap perubahan tekanan dan sedikit sekali mempunyai kemampuan untuk mengisi tempat secara merata. 2.1.Sifat gas Sifat-sifat gas dapat dirangkumkan sebagai berikut. 2.1.1. Gas bersifat transparan. 2.1.2. Gas terdistribusi merata dalam ruang apapun bentuk ruangnya. 2.1.3. Gas dalam ruang akan memberikan tekanan ke dinding. 2.1.4. Volume sejumlah gas sama dengan volume wadahnya. Bila gas tidak diwadahi, volume gas akan menjadi tak hingga besarnya, dan tekanannya akan menjadi tak hingga kecilnya. 2.1.5. Gas berdifusi ke segala arah tidak peduli ada atau tidak tekanan luar. 2.1.6. Bila dua atau lebih gas bercampur, gas-gas itu akan terdistribusi merata. 2.1.7. Gas dapat ditekan dengan tekanan luar. Bila tekanan luar dikurangi, gas akan mengembang. 2.1.8. Bila dipanaskan gas akan mengembang, bila didinginkan akan mengkerut. Dari berbagai sifat di atas, yang paling penting adalah tekanan gas. Misalkan suatu cairan memenuhi wadah. Bila cairan didinginkan dan volumenya berkurang, cairan itu tidak akan memenuhi wadah lagi. Namun, gas selalu akan memenuhi ruang tidak peduli berapapun suhunya. Yang akan berubah adalah tekanannya. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan gas adalah manometer. Prototip alat pengukur tekanan atmosfer, barometer, diciptakan oleh Torricelli. Tekanan didefinisikan gaya per satuan luas, jadi tekanan = gaya/luas. Dalam SI, satuan gaya adalah Newton (N), satuan luas m2, dan satuan tekanan adalah Pascal (Pa). 1 atm kira-kira sama dengan tekanan 1013 hPa. 1 atm = 1,01325 x 105 Pa = 1013,25 hPa

Namun, dalam satuan non-SI unit, Torr, kira-kira 1/760 dari 1 atm, sering digunakan untuk mengukur perubahan tekanan dalam reaksi kimia. 2.2.Volume dan tekanan Fakta bahwa volume gas berubah bila tekanannya berubah telah diamati sejak abad 17 oleh Torricelli dan filsuf /saintis Perancis Blase Pascal (1623-1662). Boyle mengamati bahwa dengan mengenakan tekanan dengan sejumlah volume tertentu merkuri, volume gas, yang terjebak dalam tabung delas yang tertutup di salah satu ujungnya, akan berkurang. Dalam percobaan ini, volume gas diukur pada tekanan lebih besar dari 1 atm. Boyle membuat pompa vakum menggunakan teknik tercangih yang ada waktu itu, dan ia mengamati bahwa gas pada tekanan di bawah 1 atm akan mengembang. Setelah ia melakukan banyak percobaan, Boyle mengusulkan persamaan untuk menggambarkan hubungan antara volume V dan tekanan P gas. Hubungan ini disebut dengan hukum Boyle.

PV = k (suatu tetapan)
2.3.Volume dan temperatur Setelah lebih dari satu abad penemuan Boyle ilmuwan mulai tertarik pada hubungan antara volume dan temperatur gas. Mungkin karena balon termal menjadi topik pembicaraan di kotakota waktu itu. Kimiawan Perancis Jacques Alexandre Csar Charles (1746-1823), seorang navigator balon yang terkenal pada waktu itu, mengenali bahwa, pada tekanan tetap, volume gas akan meningkat bila temperaturnya dinaikkan. Hubungan ini disebut dengan hukum Charles, walaupun datanya sebenarnya tidak kuantitatif. Gay-Lussac lah yang kemudian memplotkan volume gas terhadap temperatur dan mendapatkan garis lurus (Gambar 6.2). Karena alasan ini hukum Charles sering dinamakan hukum Gay-Lussac. Baik hukum Charles dan hukum Gay-Lussac kira-kira diikuti oleh semua gas selama tidak terjadi pengembunan.

Pembahasan menarik dapat dilakukan dengan hukum Charles. Dengan mengekstrapolasikan plot volume gas terhadap temperatur, volumes menjadi nol pada temperatur tertentu. Menarik bahwa temperatur saat volumenya menjadi nol sekiatar 273C (nilai tepatnya adalah -273.2 C) untuk semua gas. Ini mengindikasikan bahwa pada tekanan tetap, dua garis lurus yang didapatkan dari pengeplotan volume V1 dan V2 dua gas 1 dan 2 terhadap temperatur akan berpotongan di V = 0. Fisikawan Inggris Lord Kelvin (William Thomson (1824-1907)) megusulkan pada temperatur ini temperatur molekul gas menjadi setara dengan molekul tanpa gerakan dan dengan demikian volumenya menjadi dapat diabaikan dibandingkan dengan volumenya pada temperatur kamar, dan ia mengusulkan skala temperatur baru, skala temperatur Kelvin, yang didefinisikan dengan persamaan berikut: 273,2 + C = K. Kini temperatur Kelvin K disebut dengan temperatur absolut, dan 0 K disebut dengan titik nol absolut. Dengan menggunakan skala temperatur absolut, hukum Charles dapat diungkapkan dengan persamaan sederhana : V = bT (K) Dengan b adalah konstanta yang tidak bergantung jenis gas. Menurut Kelvin, temperatur adalah ukuran gerakan molekular. Dari sudut pandang ini, nol absolut khususnya menarik karena pada temperatur ini, gerakan molekular gas akan berhenti. Nol absolut tidak pernah dicapai dengan percobaan. Temperatur terendah yang pernah dicapai adalah sekitar 0,000001 K. Avogadro menyatakan bahwa gas-gas bervolume sama, pada temperatur dan tekanan yang sama, akan mengandung jumlah molekul yang sama (hukum Avogadro; Bab 1.2(b)). Hal ini sama dengan menyatakan bahwa volume real gas apapun sangat kecil dibandingkan dengan volume yang ditempatinya. Bila anggapan ini benar, volume gas sebanding dengan jumlah molekul gas dalam ruang tersebut. Jadi, massa relatif, yakni massa molekul atau massa atom gas, dengan mudah didapat.

2.4. Persamaan gas ideal Esensi ketiga hukum gas di atas dirangkumkan di bawah ini. Menurut tiga hukum ini, hubungan antara temperatur T, tekanan P dan volume V sejumlah n mol gas dengan terlihat. Tiga hukum Gas 2.4.1. Hukum Boyle: V = a/P (pada T, n tetap) Robert Boyle menyelidiki perubahan volume suatu gas pada temperatur tetap dengan tekanan yang berubah-ubah. Dari hasil penyelidikan didapatkan bahwa pada temperature tetap , volume gas akan berubah kalau tekanannya diubah. Dari ketentuan di atas maka dapat dijabarkan dalam persamaan berikut :
V 1 P2 V 2 P1

atau

P1 . V1 = P2 .V2 = K (konstan)

2.4.2. Hukum Charles: V = b.T (pada P, n tetap) Berbeda dengan Boyle maka Charles menyelidiki sifta-sifat gas pada tekanan tetap. Dari hasil penyelidikannya didapatkan bahwa perbandingan volume gas sesuai dengan perbandingan temperature absolutenya. Bila ketentuan tersebut dijabarkan didapatkan persamaan : Pada tekanan (P) dibuat tetap :
VI T 1 V2 T2

atau

V1 : T2 = V2 : T1 = K (konstan)

P1 T 1 P2 T 2

atau

P1 . T2 = P2 . T1 = K (konstan)

2.4.3. Hukum Avogadro: Pada volume (V) dibuat tetap :

Avogadro menyatakan bahwa gas yang mempunyai volume, tekanan temperature yang sama akan berisi jumlah mol yang sama pula. Dari hukum Avogadro tersebut dinyatakan bahwa pada temperatur dan tekanan yang sama setiap 1 mol gas akan mempunyai volume yang sama. Artinya kalau mol dipakai dalam satua kwantitas gas, maka 1 mol setiap gas akan mempunyai persamaan :
P.V R T

atau

P.V=R.T

Jadi, V sebanding dengan T dan n, dan berbanding terbalik pada P. Hubungan ini dapat digabungkan menjadi satu persamaan: V = RTn/P atau PV = nRT R adalah tetapan baru. Persamaan di atas disebut dengan persamaan keadaan gas ideal atau lebih sederhana persamaan gas ideal. Nilai R bila n = 1 disebut dengan konstanta gas, yang merupakan satu dari konstanta fundamental fisika. Nilai R beragam bergantung pada satuan yang digunakan. Dalam sistem metrik, R = 0,082 L atm mol-1 K-1.

III.

Alat dan Bahan a. Alat-alat : 1. Gelas ukur 2. Ember 3. Neraca analitik 4. Termometer 5. Barometer b. Bahan-bahan : 1. Air 2. Butana cair (korek api yang bahan bakarnya dari butana)

IV.

Cara Kerja Korek api yang berbahan bakar butana dan dindingnya tebus cahaya disiapkan. Korek api tersebut ditimbang dan cairan butana didalam korek api diperkirakan volumenya. Gelas ukur yang berisi penuh air dibalik dan diletakkan diatas ember yang diisi air. Gelas ukur ini nantinya akan berfungsi sebagai alat penampung gas. Sedikitnya 2 gelas ukur lain yang penuh diisi air disiapkan. Klep dari korek api dibuka dan diikat dengan pipa karet agar klep terbuka terus. Korek api tersebut cepat-cepat diletakkan dibawah alat penampung gas agar gas yang dibebaskan dapat ditampung. Dilanjutkan dikumpulkannya gas yang dibebaskan sampai korek api tersebut kosong. Klep dan korek api tersebut ditutup kembali. Gas butana yang dikumpulkan dicatat semua. Korek api tersebut ditimbang kembali dan cairan butana yang menjadi gas diperkirakan volumenya. Volume gas butana dengan volume cairan butana yang massanya sama dihitung perbandingannya.

V.

Data Pengamatan Dari hasil praktikum yang dilakukan, diperoleh sebagai berikut : Massa awal korek api Perkiraan volume awal butana dalam korek api Massa akhir korek api Perkiraan volume akhir butana dalam korek api Volume gas butane Volume cairan butane Massa butana yang digunakan m1 V1 m2 V2 Vgas V1 - V2 m1 - m2 17,5 gram 5 ml 14,5 gram 0 ml 960 ml 5 ml 0ml = 5 ml 17,5 gram 14,5 gram = 3 gram

VI.

Pembahasan Dari data pengamatan diatas dan hasil percobaan diatas didapatkan massa awal korek api sebesar 17,5 gram dan massa akhir butana sebesar 14,5 gram berarti massa butana yang digunakan dan massa cairan butana dalam korek api sebesar 3 gram. Perkiraan volume awal butana dalam korek api sebesar 5 ml dan perkiraan volume akhir butana dalam korek api sebesar 0 ml, perkiraan volume akhir butana 0 ml karena cairan

butana dalam korek api sudah habis. Volume gas butana yang didapatkan sebesar 960 ml, volume gas ini dilihat dari skala gelas ukur. Dari perkiraan volume tersebut dapat ditentukan volume cairan butana sebesar 5 ml. dari data tersebut dapat ditentukan perbandingan volume gas butana dengan volume cairan butana dan dapat ditentukan massa 1 mol gas butana atau yang disebut dengan Mr (massa molekul relatif). Perbandingan volume gas butana dengan volume cairan butana yang massanya sama sebagai berikut: Diketahui : Volume gas butana ( Vgas) = 960 ml

Volume cairan butana (Vcairan) = 5ml Ditanya :

Vgas Vcairan Vgas Vcairan

.... ?

Jawab :

960mL 192mL 5mL 1mL

Jadi, perbandingan volume gas butana dengan volume cairan butana adalah 192 : 1. Perhitungan massa 1 mol gas butana atau yang disebut dengan Mr (massa molekul relatif) cairan butana dalam korek api sebagai berikut: Diketahui : V : 960 mL = 0,96 L m : 3 gram T : 27 o C = 300 K P : 1 atm R : 0,082 L.atm/ K.mol Ditanya Jawab : : Mr : ....? PV = nRT

n=

n= n = 0,039 mol n=

Mr =

Mr = Mr = 76,9 gram/mol Dengan menggunakan data hasil percobaan ini, dapat diperoleh Mr butana yaitu 76,9 gr/mol. Menurut literatur, Mr butana (C4H10) yaitu : Diketahui : Ar C = 12 Ar H = 1 Ditanya : Mr C4H10 = ? Jawab : Mr C4H10 = 4 x Ar C + 10 x Ar H = 4 x 12 + 10 x 1 = 48 + 10 = 58 gr/mol Dari data pengamatan dan hasil perhitungan diatas ada perbedaan antara Mr gas butana didalam korek api yang diujikan dengan Mr gas butana yang murni. Mr gas butana didalam korek api lebih besar dari Mr gas butana murni. Hal ini disebabkan oleh Ketidaktepatan dalam memperkirakan volume cairan butana yang digunakan,

Ketidaktepatan dalam pengukuran massa korek api awal dan akhir pun dapat menyebabkan ketidaksesuaian ini dan neraca yang digunakan mengalami gangguan (rusak) serta Klep dari korek gas tidak diikat dengan pipa karet, sehingga kadang-kadang

tertutup sebentar karena tangan pratikan kelelahan memegang klep korek gas. Selain itu, gas dan suhu juga sangat mempengaruhi keadaan suatu gas. Keadaan gas yang diukur dalam suhu ruangan tentu jelas berbeda dengan suhu saat keadaan gas tersebut ada dalam keadaan bebas diudara. Kemungkinan didalam korek api tercampur gas yang lain selain gas butane yang menyebabkan Mr gas butana didalam korek api lebih besar dari Mr gas butana murni.

VII.

Kesimpulan 1. Berdasarkan fisiknya zat dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu : padat, cair dan gas 2. Sifat sifat fisik gas antara lain : a. Gas mempunyai volume dan bentuk menyerupai wadahnya b. Gas dapat dimampatkan c. Jarak antara partikel gas sangat berjauhan d. Gas peka terhadap perubahan temperatur dan tekanan e. Gas memiliki tekanan yang sama dalam segala arah f. Gas bila didinginkan akan mengembun g. Partikel gas yang bergerak memiliki Energi kinetik 3. Kerapatan molekul gas sangat kecil sehingga volumenya mudah berubah-ubah sesuai dengan tempatnya 4. Persamaan umum dari gas dapat dinyatakan dalam berbagai hukum, antara lain : a. Hukum Boyle : pada suhu yang tekanan konstan volume gas berbanding terbalik dengan tekanan. b. Hukum Charles : pKada tekanan yang tetap volume gas berbanding lurus dengan suhu mutlaknya. c. Hukum Gay Lussac : pada volume yang tetap tekanan berbanding lurus dengan suhunya. d. Hukum Avogadro : pada suhu dan tekanan yang tetap, gas yang bervolume sama mengandung jumlah mol yang sama. 5. Rumus umum persamaan gas ideal : P . V = n. R . T 6. Volume molar gas dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur.

7. Dari hasil perhitungan percobaan ini diperoleh massa 1 mol/Mr gas butana adalah 76,9 gr/mol sedangkan menurut literature Mr butana murni adalah 58 gr/mol. Terdapat ketidaksesuaian dalam percobaan ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : a. Ketidaktepatan dalam memperkirakan volume cairan butana yang digunakan b. Ketidaktepatan dalam pengukuran massa korek api awal dan akhir pun dapat menyebabkan ketidaksesuaian ini dan neraca yang digunakan mengalami gangguan (rusak) c. Klep dari korek gas tidak diikat dengan pipa karet, sehingga kadangkadang tertutup sebentar karena tangan pratikan kelelahan memegang klep korek gas d. Gas dan suhu juga sangat mempengaruhi keadaan suatu gas. Keadaan gas yang diukur dalam suhu ruangan tentu jelas berbeda dengan suhu saat keadaan gas tersebut ada dalam keadaan bebas diudara e. Kemungkinan didalam korek api tercampur gas yang lain selain gas butana

You might also like