You are on page 1of 18

MAKALAH PRESENTASI KASUS

APENDISITIS AKUT

Oleh: Joses Saputra William Cheng 0906508232 0906639991

Modul Praktik Klinik Ilmu Bedah dan ATLS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA Januari 2014

BAB 1 ILUSTRASI KASUS

I. Nama Umur

IDENTITAS PASIEN : Ilham Saputra : 21 Tahun : Jakarta, 12 Mei 1992 : Laki-laki : Islam : Pegawai Swasta : SMP : Belum Menikah : Menteng Wadas Utara RT 002/001 : 388-93-06 : 16 Januari 2014 : 16 Januari 2014

Tempat Tanggal Lahir Jenis Kelamin Agama Pekerjaan Pendidikan Status Pernikahan Alamat No. RM Tanggal Berkunjung Tanggal Pemeriksaan

II.

ANAMNESIS

Keluhan utama Nyeri perut kanan bahwa sejak 8 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 8 jam SMRS pasien mengeluhkan adanya nyeri perut kanan bawah. Nyeri perut awalnya dirasakan di daerah ulu hati dan hilang timbul. Nyeri kemudian dirasakan di perut kanan bawah dan terus-menerus dengan VAS: 8. Terdapat riwayat demam, mual, dan

muntah sebanyak satu kali berisi makanan pada pasien. Buang air kecil tidak ada keluhan. Pasien belum buang air besar sejak nyeri dirasakan. Pasien kemudian berobat ke RS. Agung dan diberikan obat pengurang rasa nyeri melalui lubang anus. Pasien kemudian dirujuk ke RSCM karena dikatakan ruang operasi penuh.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat keluhan serupa, hipertensi, DM, asma, sakit jantung, alergi, perawatan, dan operasi sebelumnya disangkal.
2

Riwayat penyakit keluarga Riwayat hipertensi, DM, asma, dan sakit jantung dalam keluarga disangkal.

Riwayat Sosial Pasien bekerja sebagai karyawan swasta di perusahaan daerah Jakarta Pusat. Pasien memiliki kebiasaan makan makanan tinggi lemak, pedas, dan asam. Merokok sehari 16 bungkus sejak SMP. Riwayat alkohol disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK : Kompos Mentis : 120/76 mmHg : 87 x/menit : 37,0 C : 18 x/menit : Tampak sakit sedang : Warna sawo matang, turgor kulit baik : Warna hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut : Normocefal, deformitas (-) : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/: Sekret (-), deformitas (-) : Sekret (-), deformitas (-) : Tidak hiperemis, tonsil T1-T1 : Oral hygine baik : JVP 5-2 cm H20, Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-) : S1 S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) : Vesikuler +/+, Ronki -/-, Wheezing -/-

Kesadaran Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan Keadaan Umum Kulit Rambut Kepala Mata Telinga Hidung Tenggorokan Gigi dan mulut Leher Jantung Paru Abdomen Inspeksi Palpasi

: Datar, tegang : Nyeri tekan titik McBurney (+), Rovsing Sign (+), defans muskular (-), Psoas Sign (-), Obturator Sign (-), hepar dan limpa sulit dinilai karena nyeri

Perkusi Auskultai Ekstremitas

: Timpani : Bising usus (+) lemah : Akral hangat, edema -/-, CRT < 2 detik
3

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium (16/01/2014) DPL PT/APTT Elektrolit Ur/Cr SGOT/SGPT GDS : 17/ 46,4/ 18700/ 233000 : 10,2 (11,8)/ 30 (34,8) : 147/ 3,9/ 104 : 27,3/ 0,8 : 30/ 34 : 124

Foto Polos Toraks (16/01/2014)

Deskripsi: Jantung kesan tidak membesar Aorta baik, Mediastinum superior tidak melebar Trakea di tengah, kedua hillus tidak menebal Corakan bronkovaskular kedua paru baik Tidak tampak infiltrat maupun nodul di kedua lapangan paru Kedua diafragma licin, kedua sinus kostofrenikus baik Rectal Touche Tonus sphincter ani kuat, ampula tidak kolaps, mukosa licin, tidak teraba benjolan, pole atas prostat teraba, terdapat kesan nyeri pada jam 10, feses tidak terdapat lender atau darah.

V.

DIAGNOSIS Appendisitis Akut


4

VI.

RENCANA TATALAKSANA 1. Pro Appendektomi Cito 2. Amikasin 1 x 1 gr 3. Metronidazole 1 x 1,5 gr 4. Ketorolac 3 x 30 mg 5. IVFD NaCl 0.9% 500 cc/ 24 jam

VII.

PROGNOSIS Ad vitam Ad functionam Ad sanationam : bonam : bonam : bonam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi

Gambar 1. Lokai Apendiks1

Gambar 2. Variasi Letak Apendiks1

Apendiks merupakan organ digestif yang terletak pada rongga abdomen bagian kanan bawah. Apendiks berbentuk tabung dengan panjang ksaran 10 cm dan berpangkal utama di sekum. Apendiks memiliki beberapa kemungkinan posisi, yang didasarkan pada letak terhadap struktur-struktur sekitarnya, seperti sekum dan ileum. 30% terletak pelvikum artinya masuk ke rongga plevis, 65% terletak di belakang sekum, 2% terletak preileal, dan kurang dari 1% yang terletak retroileal. 1,2 Apendiks mendapatkan persarafan otonom parasimpatis dari nervus vagus dan persarafan simpatis dari nervus torakalis X. Persarafan ini yang menyebabkan radang pada apendiks akan dirasakan periumbilikal. Vaskularisasi apendiks adalah oleh arteri apendikularis yang tidak memiliki kolateral. 2 Fungsi apendiks dalam tubuh manusia sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami. Salah satu yang dikatakn pentik adalah terjadi produksi imunglobulin oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang menghasilkan IgA. GALT ini sama dengan lapisan pada sepanjang saluran cerna lainnya. Karena jumlahnya yang sedikit dan minimal,pengangkatan apendiks dikatakan tidak mempengaruhi sistem perhanan mukosa
6

saluran cerna. Apendiks juga menghasilkan lendir sebanyak 1-2 mL setiap harinya. Aliran ini akan dialirkan ke sekum dan berperan untuk menjaga kestabilan mukosa apendiks. Apendisitis seringkali terjadi karena gangguan aliran cairan apendiks ini. 2

Patofisiologi Apendisitis akut secara umum terjadi karena proses inflamasi pada apendiks akibat infeksi. Penyebab utama terjadinya infeksi adalah karena terdapat obstruksi. Obstruksi yang terjadi mengganggu fisiologi dari aliran lendir apendiks, dimana menyebbakan tekanan intralumen meningkat sehingga terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menimbulkan infeksi pada daerah tersebut. Pada sebagaian kecil kasus, infeksi dapat terjadi semerta-merta secara hematogen dari tempat lain sehingga tidak ditemukan adanya obstruksi. 2 Infeksi terjadi pada tahap mukosa yang kemudian melibatkan seluruh dinding apendiks pada 24-48 jam pertama. Adaptasi yang dilakukan tubuh terhadap inflamasi lokal ini adalah menutup apendiks dengan struktur lain yaitu omentum, usus halus, dan adneksa. Hal ini yang menyebabkan terbentuknya masa periapendikuler, yang disebut juga infiltrat apendiks. Pada infilitrat apendiks, terdapat jaringan nekrotik yang dapat saja terbentuk menjadi abses sehingga menimbulkan risiko perforasi yang berbahaya pada pasien apendisits. Pada sebagian kasus, apendisitis dapat melewati fase akut tanpa perlu dilakukannya operasi. Akan tetapi, nyeri akan seringkali berulang dan menyebabkan eksaserbasi akut sewaktuwaktu dan dapat langsung berujung pada komplikasi perforasi. Pada anak-anak dan geriatri, daya tahan tubuh yang rendah dapat meyebabkan sulitnya terbentuk infiltrat apendisitis sehingga risiko perforasi lebih besar. 2,3,4

Etiologi Sesuai dengan patofisiologi apendisitis akut, etiologi dari penyakit ini yang berhubungan dengan sumbatan pada lumen apendiks. 2,3 Hal-hal yang dapat menyebabkan, antara lain : 1. Hiperplasia jaringan limfa 2. Masa fekalith 3. Sumbatan oleh cacing ascaris 4. Sumbatan karena fungsional, yang terjadi karena kurangnya makanan berserat sehingga menimbulkan konstipasi. Konstipasi menyebabkan peningkatan

pertumbuhan flora normal kolon. 5. Keruskaan struktur sekitar, seperti erosi mukosa apendiks akibat infeksi Entamoeba hystolitica.
7

Manifestasi Klinis Gejala Nyeri Perut Nyeri perut merupakan keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien dengan apendisitis akut. Karakteristik nyeri perut penting untuk diperhatikan klinisi karena nyeri perut pada apendisitis memiliki ciri-ciri dan perjalanan penyakit yang cukup jelas. Nyeri pada apendisitis muncul mendadak (sebagai salah satu jenis dari akut abdomen) yang kemudian nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul. Nyeri merupakan suatu nyeri viseral yang dirasakan biasanya pada daerah epigastrium atau periumbilikus. Nyeri viseral terjadi terus menerus kemudian nyeri berubah menjadi nyeri somatik dalam beberapa jam. Lokasi nyeri somatik umumnya berada di titik McBurney, yaitu pada 1/3 lateral dari garis khayalan dari spina iliaka anterior superior (SIAS) dan umbilikus. Nyeri somatik dirasakan lebih tajam, dengan intesitas sedang sampai berat. Pada suatu metaanalisis, ditemukan bahwa neyri perut yang berpindah dan berubah dari viseral menjadi somatik merupakan salah satu bukti kuat untuk menegakkan diagnosis apendisitis. 2,3

Sesuai dengan anatomi apendiks, pada beberapa manusia letak apendiks berada retrosekal atau berada pada rongga retroperitoneal. Keberadaan apendiks retrosekal menimbulkan gejala nyeri perut yang tidak khas apendisitis karena terlindungi sekum sehingga rangsangan ke peritoneum minimal. Nyeri perut pada apendisitis jenis ini biasanya muncul apabila pasien berjalan dan terdapat kontraksi musculus psoas mayor secara dorsal.
2,3

Mual dan Muntah Gejala mual dan muntah sering menyertai pasien apendisitis. Nafsu makan atau anoreksia merupakan tanda-tanda awal terjadinya apendisitis. 2,3 Gejala Gastrointestinal Pada pasien apendisitis akut, keluhan gastrointestinal dapat terjadi baik dalam bentuk diare maupun konstipasi. Pada awal terjadinya penyakit, sering ditemukan adanya diare 1-2 kali akibat respons dari nyeri viseral. Diare terjadi karena perangsangan dinding rektum oleh peradangan pada apendiks pelvis atau perangsangan ileum terminalis oleh peradangan apendiks retrosekal. Akan tetapi, apabila diare terjadi terus menerus perlu dipikirkan terdapat penyakit penyerta lain. Konstipasi juga seringkali terjadi pada pasien apendisitis, terutama dilaporkan ketika pasien sudah mengalami nyeri somatik. 2,3

Tanda Keadaan Umum Secara umum, pasien apendisitis akut memiliki tanda-tanda pasien dengan radang atau nyeri akut. Takikardia dan demam ringan-sedang sering ditemukan. Demam pada apendisitis umumnya sekitar 37,5 38,5C. Demam yang terus memberat dan mencapai demam tinggi perlu dipikirkan sudah terjadinya perforasi. 2,3 Keadaan Lokal Pada apendisitis, tanda-tanda yang ditemukan adalah karena perangsangan langsung pada peritoneum oleh apendiks atau perangsangan tidak langsung. Perangsangan langsung menyebabkan ditemukannya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut kanan bawah, terutama pada titik McBurney. Selain itu pada inspeksi dan palpasi abdomen akan mudah dilihat terdapat deffense muscular sebagai respons dari nyeri somatik yang terjadi secara lokal. Perangsangan tidak langsung ditunjukkan oleh beberapa tanda, antara lain Rovsing sign yang menandakan nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan penekanan pada titik McBurney. Begitupula Blumberg sign adalah nyeri pada perut kiri bawah apabila dilakukan pelepasan pada titik McBurney. 2,3 Pada apendisitis retrosekal, tanda-tanda umum di atas seringkali tidak muncul akan tetapi dapat cukup khas ditegakkan dengan Psoas sign dan Obturator sign. Tanda psoas adalah nyeri timbul apabila pasien melakukan ekstensi maksimal untuk meregangkan otot psoas. Secara praktis adalah dengan fleksi aktif sendi panggul kanan kemudian paha kanan diberikan tahanan. Hal ini akan menimbulkan rangsangan langsung antara apendiks dengan
9

otot psoas sehingga timbul nyeri. Tanda obturator muncul apabila dilakukan fleksi dan endorotasi sendi panggul yang menyebabkan apendiks bersentuhan langsung dengan muskulus obturator internus. Biasanya untuk mengetahui terdapat tanda psoas maupun obturator, dapat pula diperdalam mengenai timbulnya nyeri saat berjalan, bernafas, dan beraktivitas berat.

Diagnosis Diagnosis apendisitis bergantung pada penemuan klinis, yaitu dari anamnesis mengenai gejala-gejala dan pemeriksaan fisik untuk menemukan tanda-tanda yang khas pada apendisitis. Anamnesis mengenai gejala nyeri perut beserta perjalanan penyakitnya, gejala penyerta seperti mual-muntah-anoreksia, dan ada tidaknya gejala gastrointestinal. Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh karena tanda-tanda vital juga sudah dapat mengarah ke diagnosis apendisitis. Takikardia dan demam sedang merupakan tandatanda yang sering ditemukan. Pada pemeriksaan gigi dan mulut, sering ditemukana adanya lidah kering dan terdapat fethor oris. Pada pemeriksaan abdomen dilakukan cermat pada tiap tahap. Dari auskultasi sering ditemukan bising usus menurun karena terjadi ileus paralitik. Pada inspeksi, dapat ditemukan bahwa dinding perut terlihat kaku dan kemudian dikonfirmasi dengan palpasi. Pada palpasi, ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas serta terdapat tahanan (deffense muscular). Palpasi dilakukan pada beberapa titik diagnostik apendisitis yaitu titik McBurney, uji Rovsig, dan uji Blomberg. Uji psoas dan uji obturator juga dapat dilakukan terutama pada kecurigaan apendisitis yang terjadi secara retrosekal. 2,3,4 Pemeriksaan penunjang kurang bermakna pada diagnosis apendisitis karena penegakan diagnosis umumnya cukup berasal dari penemuan klinis. Pemeriksaan urin dan darah perifer lengkap dapat membantu dengan menunjukkan adanya tanda-tanda inflamasi secara umum, yaitu adanya leukositosis dan keberadaan pyuria. Dengan penemuan klinis dan pemeriksaan laboratorium, dapat digunakan suatu alat bantu untuk diagnosis apendisitis akut, yaitu Alvarado Score. Dengan memperoleh nilai lebih dari 7, maka apendisitis akut sudah umumnya dapat ditegakkan.5 Komponen Alvarado Score adalah :

10

Pemeriksaan radiologi dapat membantu diagnosis apendisitis secara lebih cepat dan pasti, akan tetapi secara value-based kurang disarankan. Gambaran kemampuan diagnositik dari beberapa modalitas radiologi terhadap diagnosis apendisitis adalah sebagai berikut 4: Modalitas Foto Polos Makna Klinis Tidak bermakna dalam diagnosis, walaupun seringkali penemuan fecalith dapat dilakukan USG Abdomen CT-Scan Magnetic Resonance Imaging Sensitivitas 86%, Spesifisitas 81% Sensitiitas 94%, Spesifisitas 95% Belum ada penelitian yang mengkaji, namun sangat jarang dilakukan

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, disimpulkan bahwa penggunaan modalitas radiologi pada diagnosis apendisitis akut hanya dilakukan apabila diagnosis dengan mengandalkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan. Modalitas yang disarankan adalah CT-Scan karena USG masih bersifat operator-dependent. 4

Tata Laksana Setelah penegakan diagnosis apendisitis dilakukan, tata laksana utama pada apendisitis adalah Apendektomi. Tata laksana mulai diarahkan untuk persiapan operasi untuk mengurangi komplikasi pasca-operasi dan meningkatkan keberhasilan operasi. Medikamentosa Persiapan operasi dilakukan dengan pemberian medikamentosa berupa analgetik dan antibiotik spektrum luas, dan resusitasi cairan yang adekuat. Pasien apendisitis seringkali datang dengan kondisi yang tidak stabil karena nyeri hebat sehingga analgetik perlu diberikan. Antibiotik diberikan untuk profilaksis, dengan cara diberikan dosis tinggi, 1-3 kali dosis biasanya. Antibiotik yang umum diberikan adalah cephalosporin generasi 2 / generasi 3 dan Metronidazole. Hal ini secara ilmiah telah dibuktikan mengurangi terjadinya komplikasi post operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdominal. 3,4 Pilihan antibiotik lainnya adalah ampicilin-sulbactam, ampicilin-asam klavulanat, imipenem, aminoglikosida, dan lain sebagainya. Waktu pemberian antibiotik juga masih diteliti. Akan tetapi beberapa protokol mengajukan apendisitis akut diberikan dalam waktu 48 jam saja. Apendisitis dengan perforasi memerlukan administrasi antibiotik 7-10 hari. 6

11

Apendektomi Sampai saat ini, penentuan waktu untuk dilakukannya apendektomi yang diterapkan adalah segera setelah diagnosis ditegakkan karena merupakan suatu kasus gawat-darurat. Beberapa penelitian retrospektif yang dilakukan sebenarnya menemukan operasi yang dilakukan dini (kurang dari 12 jam setelah nyeri dirasakan) tidak bermakna menurunkan komplikasi post-operasi dibanding yang dilakukan biasa (12-24 jam). Akan tetapi ditemukan bahwa setiap penundaan 12 jam waktu operasi, terdapat penambahan risiko 5% terjadinya perforasi. Teknik yang digunakan dapat berupa, (1) operasi terbuka, dan (2) dengan Laparoskopi. Operasi terbuka dilakukanndengan insisi pada titik McBurney yang dilakukan tegak lurus terhadap garis khayalan antara SIAS dan umbilikus. Di bawah pengaruh anestesi, dapat dilakukan palpasi untuk menemukan massa yang membesar. Setelah dilakukan insiis, pemebdahan dilakukan dengan identiifkasi sekum kemudian dilakukan palpasi ke arah posteromedial untuk menemukan apendisitis posisi pelvik. Mesoapendiks diligasi dan dipisahkan. Basis apendiks kemudian dilakukan ligasi dan transeksi. Apendektomi dengan bantuan laparoskopi mulai umum dilakukan saat ini walaupun belum ada bukti yang menyatakan bahwa metode ini memberikan hasil operasi dan pengurangan kejadian komplikasi post-operasi. Apendekotmi laparoskopi harus dilakukan apabila diagnosis masih belum yakin ditegakkan karena laparoskopi dapat sekaligus menjadi prosedur diagnostik. Sampai saat ini penelitian-penelitian yang dilakukan masih mengatakan keunggulan dari metode ini adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Perbaikan nfeksi luka tidak terlalu berpengaruh karena insisi pada operasi terbuka juga sudah dilakukan dengan sangat minimal. 2,3,4 Komplikasi pasca-operasi dari apendektomi adalah terjadinya infeksi luka dan abses inttraabdomen. Infeksi luka umumnya sudah dapat dicegah dengan pemberian antibiotik perioperatif. Abses intra-abdomen dapat muncul akibat kontaminasi rongga peritoneum. 4

Komplikasi Komplikasi yang paling berbahaya dari apendisitis apabila tidak dilakuka penanganan segera adalah perforasi. Sebelum terjadinya perforasi, biasanya diawali dengan adanya masa periapendikuler terlebih dahulu. Masa periapendikuler terjadi apabila gangren apendiks masih berupa penutupan lekuk usus halus. Sebenarnya pada beberapa kasus masa ini dapat diremisi oleh tubuh setelah inflamasi akut sudah tidak terjadi. Akan tetapi, risiko terjadinya abses dan penyebaran pus
12

dalam infilitrat dapat terjadei sewaktu-waktu sehingga massa periapendikuler ini adalah target dari operasi apendektomi. Perforasi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan pada apendisitis karena selain angka morbiditas yang tinggi, penanganan akan menjadi semakin kompleks. Perforasi dapat menyebabkan peritonitis purulenta yang ditandai nyeri hebat seluruh peruhk, demam tinggi, dan gejala kembung pada perut. Bisis usus dapat menurun atau bahkan menghilang karena ileus paralitik yang terjadi. Pus yang menyebar dapat menjadi abses inttraabdomen yang paling umum dijumpai pada rongga pelvis dan subdiafragma. Tata laksana yang dilakukan pada kondisi berat ini adalah laparotomi eksploratif untuk membersihkan pus-pus yang ada. Sekarang ini sudah dikembangkan teknologi drainase pus dengan laparoskopi sehingga pembilasan dilakukan lebih mudah. 2

13

BAB III PEMBAHASAN

Kajian Diagnostik Pasien seorang laki-laki usia 21 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 8 jam SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba dan dirasakan terus-menerus dengan VAS 8. Berdasarkan keluhan tersebut maka dapat dipikirkan bahwa pasien mengalami abdomen akut. Untuk menegakkan penyebab dari abdomen akut maka terlebih dahulu harus diketahui lokasi nyeri yang dirasakan pasien. Berdasarkan lokasi nyeri maka dapat ditentukan beberapa diagnosis banding penyebab abdomen akut.

Gambar 3. Diagnosis banding abdomen akut berdasarkan lokasi nyeri7 Pada nyeri perut kanan bawah dapat dipikirkan beberapa diagnosis banding seperti apendisitis, Crohns disease, Meckels diverticulitis,kolik renal, infeksi saluran kemih, kista ovarium terpuntir, salfingitis, kehamilan ektopik, dll. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya sempat mengalami nyeri perut di daerah periumbilical yang
14

dirasakan hilang timbul dan kemudian berpindah ke perut kanan bawah yang dirasakan terus menerus . Perpindahan nyeri perut dari daerah periumbilical ke perut kanan bawah ini sangat khas pada kasus apendisits. Nyeri perut yang dirasakan di daerah periumbilical merupakan nyeri viseral akibat rangsangan pada peritoneum viseral. Pada saat terjadi distensi apendiks akibat peningkatan tekanan intralumen maka peritoneum viseral akan teregang dan memberikan sensasi rasa nyeri. Nyeri dari organ-organ yang berasal dari midgut (jejenum hingga kolon transversum) akan dirasakan di daerah periumbilical. Nyeri selanjutnya dirasakn di perut kanan bawah merupakan nyeri somatik akibat proses peradangan pada apendiks yang berlanjut ke peritoneum parietal.5,8

Gambar 4. Penjalaran nyeri pada apendisitis akut Pada pasien juga ditemukan adanya keluhan anoreksia, mual, muntah, dan demam yang umumnya ditemukan pada pasien dengan apendisitis akut. Diagnosis banding berupa kelainan pada sistem saluran kemih dan sistem saluran gastrointestinal lainnya dapat disingkirkan karena dari anamnesis didapat BAK dan BAB pasien normal. Dari hasl pemeriksaan fisik umum didapat kondisi pasien dalam keadaan normal. Dari hasil pemeriksaan fisik abdomen didapatkan adanya nyeri tekan di titik McBurney. Adanya nyeri tekan di titik McBurney menunjukkan bahwa pasien mengalami apendisitis akut. Selain itu juga ditemukan adanya nyeri tekan pada perut kanan bawah apabila dilakukan penekanan pada sisi kontralateral (Rovsing Sign), adanya Rovsing Sign dapat membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada pemeriksaan lain yaitu Psoas Sign dan Obturator Sign didapatkan hasil negatif, namun hasil negatif pada pemeriksaan ini tidak menyingkirkan kemungkinan pasien memiliki apendisitis akut. Pada pemeriksaan didapatkan defans muskular negatif, hal ini mungkin disebabkan karena pasien sebelum masuk IGD telah
15

mendapat analgesik untuk mengurangi rasa nyerinya. Begitu pula pada pemeriksaan colok dubur, nyeri yang dirasakan tidak terlalu jelas karena efek analgetik namun terdapat kesan nyeri pada arah jam 10 karena terlihat perubahan ekspresi pasien. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya leukositosis (18.700). Pada kasus apendisitis akut tanpa komplikasi umumnya dapat ditemukan adanya leukositosis sedang antara 10.000-18.000.3 Pada hitung jenis leukosit dapat ditemukan adanya shift to the left. Pada pasien tidak dilakukan foto polos abdomen dengan alasan foto polos abdomen hanya dilakukan jika hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik meragukan untuk menegakkan diagnosis apendisitis akut.9 Untuk membantu menegakkan diagnosis apendisitis akut pada pasien dengan nyeri perut kanan bawah dapat digunakan Alvarado score. Nilai Alvarado score di atas tujuh menunjukkan bahwa kemungkinan besar pasien mengalami apendisits akut.25,8

Tabel 3. Alvarado score5 Berdasarkan hasil perhitungan maka didapatkan nilai sembilan pada pasien sehingga kemungkinan besar pasien mengalami apendisitis akut.

Kajian Terapeutik Pada pasien apendisitis akut ini, terapi utama yang direncakan adalah Apendektomi sesegera mungkin. Pada penaganan kasus pasien ini, sudah dilakukan dengan benar karena direncanakan apendektomi cito. Pemeriksaan dilakukan saat pasien akan segera dilakukan apendektomi, sehingga mengartikan operasi dilakukan secara dini karena sebelum 12 jam setelah nyeri dirasakan. Apendektomi secara dini diharapkan dapat mengurangi komplikasi

16

post-operasi seperti infeksi luka dan pembentukan abses intraabdomen. Metode operasi yang digunakan adalah dengan bantuan laparoskopi. Hal ini dikarenakan operasi dilakukan di RSCM yang merupakan rumah sakit tingkat tersier dengan peralatan dan kemampuan operator yang memadai.3,4 Untuk persiapan operasi, pada pasien diberikan analgetik dan antibiotik sprektum luas. Ketorolac 3x30 mg ternyata telah berhasil mengurangi rasa nyeri pada pasien. Pemeriksaan dilakukan setelah 8 jam nyeri muncul dan pasien merasakan nyeri sangat membaik. Nyeri yang telah dapat diatasi ini tidak memerlukan peningkatan jenis ataupaun dosis analgetik. Apabila nyeri masih dirasakan, maka analgetik dapat dinaikkan sesuai dengan protokol step-ladder. Antibiotik yang diberikan pada pasien sudah dilakukan dengan cukup tepat yaitu Metronidazole 1x1,5 gram yang spektrum luas, terutama terhadap gram negatif yang memang dikaitkan dengan infeksi pada apendisitis akut terkait flora normal kolon.2,3,4,5 Pemberian amikasin sebenarnya diberikan apabila ada pertimbangan resitensi pada antibiotik yang lebih umum seperti pada Gentamycin (golongan aminoglikosida) atau Cephalosporin. Pada pasien ini, administrasi Amikasin dilakukan di RS Agung karena dicurigai ada resistensi terhadap Gentamisin. Akan tetapi sebaiknya penanganan apendisitis tetap mengacu pada antibiotik yang lebih umum digunakan terlebih dahulu untuk mengurangi kejadian resistensi antibiotik. Terapi cairan pada pasien ini dilakukan seperti biasa karena tidak ada tanda-tanda gangguan sirkulasi yaitu pemberian Intravena Fluid Drip Ringer Laktat 500 cc/24 jam. Terapi cairan juga diberikan karena pasien akan menjalani operasi segera sehingga untuk memperatahankan hemodinamika pasien. 2

17

Daftar Pustaka

1. Putz R Pabst R. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2. Jakarta: EGC; 2010. 2. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: EGC;2011. hal 755-64. 3. Humes DJ, Simpson J. Clinical Review: Acute appendicitis. BMJ. 2007. 333:540-34. 4. Tjandra JJ, Clunie GJA, Kaye AH, Smith JA. Textbook of Surgery. 3rd ed. Blackwell Publishing; 2006. H. 123-27. 5. Brunicardi FC. Schwartzs Manual of Surgery. 8th edition. London: McGraw-Hill. 2006. p. 784-95 6. Morris PJ, Wood WC. Oxfords Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford. eBook. 7. Williams NS, Bulstrode CJK, OConnell PR. Bailey & Loves Short Practice of Surgery. 25th edition. London: Edward Arnold. 2008. p. 1204-18 8. Grace PA, Borley NR. Surgery at a Glance. 2nd edition. Victoria: Blackwell Science. 2002. p. 28 9. Kartono D. Apendisitis Akuta. Dalam Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara. h. 115-117

18

You might also like