You are on page 1of 35

Tugas kelompok Dosen pembimbing: Nurwahidah, S.Kep., Ns.

KETERAMPILAN KRITIS
Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut

Oleh: KELOMPOK V
Hajrah Fitriani 023 Fatmawati Firda Reski amalia Irwan Hadi Wirawan

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2014

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala inayah dan kenikmatan yang senantiasa dicurahkan-Nya pada penulis berupa kesehatan, kekuatan, serta kesempatan sehingga makalah ini dapat selesai dengan semestinya. Tidak lupa penulis kirimkan shalawat dan salam beriringan dengan ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada Baginda Rasulullah SAW karena atas segala pengorbanan yang telah dilakukannya beserta para sahabat, sehingga kini kita mampu mengkaji alam ini lebih tinggi dari gunung tertinggi, lebih dalam dari lautan terdalam, serta lebih jauh dari batas pandangan mata. Adapun tulisan ilmiah ini berisikan materi tentang Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Akut yang bertujuan sebagai bahan bacaan, semoga dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Dalam makalah ini, penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dalam penulisannya. Oleh karena itu, mohon kiranya kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembimbing dan pembaca guna untuk kesempurnaan pada pembuatan makalah penulis selanjutnya.

Makassar,

April 2014

Penulis,

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR DAFTAR ISI I. KONSEP MEDIS INFEKSI GAGAL GINJAL AKUT A. Defenisi B. Anatomi C. Fisiologi D. Etiologi E. Klasifikasi F. Patofisiologi G. Manifestasi Klinis H. Pemeriksaan Penunjang I. Penatalaksanaan J. Pencegahan K. komplikasi L. Prognosis II. KONSEP KEPERAWATAN GAGAL GINJAL AKUT A. Pengkajian B. Diagnosis C. Intervensi D. Implementasi E. Evaluasi DAFTAR PUSTAKA

i ii iii 1 1 1 4 5 6 8 9 10 12 14 16 16 18 18 23 23 27 29

BAB I KONSEP MEDIS

A. Defenisi Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml/24 jam. Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. B. Anatomi Ginjal Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam

mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari belakang di mulai dari ketinggian vertebra

torakalis sampai vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul dibuka terlihat permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua. Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain:

1. Bagian dalam (interna) medula


Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.

2. Bagian luar (eksternal) korteks


Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron terdiri dari bagian-bagian berikut :

1. Glomerulus Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol eferen. Glomerulus berdiameter 200m, mempunyai dua lapisan Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman 2. Tubulus proksimal konvulta Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan diameter 55m. 3. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. 4. Tubulus distal konvulta Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens yang panjangnya 20 mm. 5. Duktus koligen medula Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi kalsium.

Gambar 1. Anatomi ginjal C. Fisiologi Ginjal

1. Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu : a. Fungsi ekskresi 1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium, fosfat,
sulfat anorganik, dan asam urat.

2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit. 3) Menjaga keseimbangan asam dan basa. b. Fungsi Endokrin
1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah. 2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan tekanan darah. 3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu penyerapan kalsium.

4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler. D. Etiologi Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut: 1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal) Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah : a. Penipisan volume b. Hemoragi c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik) d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang nasogastrik) e. Gangguan efisiensi jantung f. Infark miokard g. Gagal jantung kongestif h. Disritmia i. Syok kardiogenik j. Vasodilatasi k. Sepsis l. Anafilaksis m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan vasodilatasi 2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida e. Agen kontras radiopaque f. Logam berat (timah, merkuri) g. Obat NSAID h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida) i. Pielonefritis akut j. Glumerulonefritis 3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin) Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh kondisikondisi sebagai berikut : a. Batu traktus urinarius b. Tumor c. BPH d. Striktur e. Bekuan darah. E. Klasifikasi Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

1. Gagal ginjal akut prarenal GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal

walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. 2. Gagal ginjal akut renal GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi : a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal, c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.

3. Gagal ginjal akut postrenal GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. F. Patofisiologi Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai berikut: 1. Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin

sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). 2. Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium

ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar. 3. Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen. G. Manifestasi Klinik Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai berikut: 1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi 2. Nokturia (buang air kecil di malam hari) 3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan) 4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki 5. Tremor tangan

6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi 7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya pneumonia uremik. 8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang) 9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) 10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. 11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan

kesadaran menurun sampai koma. H. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis. c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat. d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik. e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia. f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.

g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin. h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh: glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk

memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat. i. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik. j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1. k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna. l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium. m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF. o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal. p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular

2. Darah a. Hb. : menurun pada adanya anemia. b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan

kerapuhan/penurunan hidup. c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme. d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1 e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine. f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi. h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun. i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat. j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial 3. CT Scan 4. MRI 5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa. I. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan Penyakit Dasar Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan

yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera

diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya. 2. Pengelolaan Terhadap GGA a. Pengaturan Diet Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang

tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari. b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 1) Air (H2O) Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-

komplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kira-kira 300400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam. 2) Natrium (Na) Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti. c. Dialisis Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pe rtimbanganpertimbangan indivual penderita.

d. Operasi Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu. J. Pencegahan 1. Pencegahan Primer Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain : a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga teratur. b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi. c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita

gastroenteritis akut. d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar. e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik. f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik. g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik.

i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang. j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah terjadi harus segera diperbaiki. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan mendeteksi secara sekunder dini adalah langkah yang dilakukan untuk

suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan

mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal. 3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan

meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah terj adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus

dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu di perhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera diketahui dan diobati. K. Komplikasi Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi dan edema paru yang menimbulkan kegawatan. L. Prognosis Prognosis GGA tergantung dari penyebab dan pengelolaannya. Bila penyebabnya prerenal atau postrenal umumnya prognosisnya baik oleh karena kausanya dapat diketahui dan dapat diatasi dengan catatan pengelolaannya cepat dan tepat. Begitupula dengan sebab-sebab renal dapat sembuh sempurna bila ditangani secara baik.

BAB II KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian 1. Anamnesis Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita. 2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-sedikit. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat

pemasangan tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal. c. Riwayat Penyakit Dahulu Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan. d. Riwayat Penyakit Keluarga Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga. 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum dan TTV Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat. b. Pemeriksaan Pola Fungsi 1) B1 (Breathing) Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan

pada fase ini. Pada beberapa keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan pernapasan kussmaul. 2) B2 (Blood) Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya peningkatan. 3) B3 (Brain) Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia. 4) B4 (Bladder) Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukkan peningkatan

jumlah urine secara bertahap, disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap. 5) B5 (Bowel) Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. 6) B6 (Bone) Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipetensi. 4. Pemeriksaan Diagnostik a. Laboratorium Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1. b. Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.

c. Pemeriksaan elektrolit Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung. d. Pemeriksan pH Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai gagal ginjal. 5. Penatalaksanaan Medis Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka. b. Koreksi hiperkalemi Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui retensi enema.

Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran intenstinal. c. Terapi cairan d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis. B. Diagnosis 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal ginjal 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut 4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya C. Intervensi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil : a. Pengeluaran urine normal b. tidak ada edema c. TTV dalam rentang normal d. Natrium serum dalam rentang normal Intervensi :

a. Kaji status cairan : 1) Timbang berat badan harian 2) Keseimbangan masukan dan haluaran 3) Turgor kulit dan adanya oedema

4) Distensi vena leher 5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi R/ Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi b. Pantau kreatinin dan BUN serum R/ Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera. c. Batasi masukan cairan R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi. d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan R/ Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal ginjal Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

Kriteria hasil : a. Berkurangnya keluhan lelah

b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social Intervensi :

a. Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL R/ Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam pemenuhan ADL. b. Kaji tingkat kelelahan R/ Menentukan derajat dan efek ketidakmampun. c. Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

Rasional/ Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis) yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui. d. Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan. Rasional/ Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang diperlukan e. Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Rasional/ memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika rasa aman bagi klien. f. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah. Rasional/ Ketidak seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi teerjadinya gangguan eritopoetin. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut. Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil : a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
b.

Bebas oedema

Intervensi

a. Kaji / catat pemasukan diet R/ Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan. b. Kaji pola diet nutrisi pasien

1) Riwayat diet 2) Makanan kesukaan 3) Hitung kalori R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi 1) Anoreksia, mual dan muntah 2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien 3) Depresi 2) Kurang memahami pembatasan diet R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet. d. Berikan makan sedikit tapi sering R/ Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik. e. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu. R/ Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan. f. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging. R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan. g. Timbang berat badan harian

R/ Untuk membantu status cairan dan nutrisi. 4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang penykit dan pengobatan. Kriteria hasil: a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan. b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut. Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien. R/ Menentukan derajat efek dan kecemasan. b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit. R/ Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya, dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi mediknya. c. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya R/ klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita. d. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka. R/Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk melaksanakan intervensi berikutnya. e. Manfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.

R/ Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan keluarga. D. Implementasi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal a. mengkaji status cairan : 1) Timbang berat badan harian 2) Keseimbangan masukan dan haluaran 3) Turgor kulit dan adanya oedema 4) Distensi vena leher 5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi b. Memantau kreatinin dan BUN serum c. Membatasi masukan cairan d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan 2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder terhadap gagal ginjal a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL. b. mengkaji tingkat kelelahan. c. mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat. d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan. e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah. 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut. a. Mengkaji pola diet nutrisi pasien

1) Riwayat diet 2) Makanan kesukaan 3) Hitung kalori b. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi 1) Anoreksia, mual dan muntah 2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien 3) Depresi 3) Kurang memahami pembatasan diet c. Memberikan makan sedikit tapi sering d. Memerikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu. e. Meninggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging. f. Menimbang berat badan harian 4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya a. Mengkaji tingkat kecemasan klien. b. Memberikan penjelasan yang akurat tentang penyakit. c. Membantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai perubahan akibat penyakitnya d. Membiarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.. e. Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan kehadiran kelurga.

E. Evaluasi 1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal, tidak ada edema, TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam rentang normal 2. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai dengan berkurangnya keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada aktifitas social 3. Mampu mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu. 4. Ansietas klien berkurang ditandai dengan klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan, serta sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta: EGC. Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC. Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

You might also like