You are on page 1of 16

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

A. PENGERTIAN PERKAWINAN

Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang


sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.

B. SAHNYA PERKAWINAN

Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum.


1. Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap
perkawinan harus dicatat.
2. Pencatatan perkawinan tersebut dilakukan oleh pegawai
pencatatan.

C. ASAS PERKAWINAN

• Setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah


pengawasan pegawai pencatat nikah.
• Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan pegawai pencatat
nikah tidak mempumyai kekuatan hukum.
• Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat
oleh pegawai pencatat nikah.
• Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah,
dapat dilakukan itsbat nikahnya ke pengadilan agama. Itsbat nikah
yang dapat diajukan ke pengadilan agama terbatas mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan : Adanya perkawinan dalam rangka
penyelesaian perceraian, Hilangnya akta nikah, Adanya keraguan
tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
.
Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau
isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan
dengan perkawinan itu.

Dalam hukum islam ada 2 pendapat tentang asas perkawinan :


Asas Monogami adalah suatu asas yang mengatur sistem perkawinan
yang hanya membolehkan seorang laki-laki mempunyai seorang
wanita sebagai isterinya dan serang wanita hanya mempunyai satu
orang laki-laki sebagai suaminya.
Asas Poligami adalah suatu asas yang mengatur sistem perkawinan
dimana seorang laki-laki diperbolehkan mempunyai isteri lebih dari
satu dalam waktu yang sama.
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri
lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak – pihak yang
bersangkutan dan harus memenuhi syarat – syarat suami
diperbolehkan berpoligami.

D. RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN

Rukun Perkawinan :
1. Calon suami
2. Calon isteri
3. Wali nikah
4. Dua orang saksi
5. Ijab dan Kabul

Calon mempelai
1. Untuk kemaslhatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya
boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang
ditetapkan, calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan
calon isteri sekurang-kurangnya 16 tahun.
2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus
mendapat izin dari pihak yang berwenang.

Wali Nikah
Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi
calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
1. Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang
memenuhi syarat hukum islam yakni muslim,aqil dan baligh.
2. Wali nikah terdiri dari : Wali nasab Wali hakim

Wali nasab terdiri dari empat kelompok dalam urutan kedudukan, kelompok
yang satu didahulukan dan kelompok yang lain sesuai erat tidaknya susunan
kekerabatan dengan calon mempelai wanita. Wali hakim baru dapat
bertindak sebagai wali nikah apabila wali nisab tidak ada atau tidak mungkin
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau gaib atau adlal
atau enggan.

Saksi Nikah
1. Saksi dalam perkawinan meru[aka rukun pelaksanaan akad nikah.
2. Setiap perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi.

Yang dapat ditunjuk sebagai saksi dalam akada nikah ialah seorang laki-
laki muslim, adil, aqli, baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu
atau tuli.

Akad Nikah
Ijab dan Kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan
tidak berselang waktu.
Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi.
Dalam hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pihak lain
dengan ketentuan calon pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis bahwa
penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk calon mempelai pria
tetapi tidak boleh dilangsungkan apabila calon mempelai wanita keberatan.

Mahar
Calon mempelai pria wajib membayar mahar kepada calon mempelai wanita
yang jumlah, bentuk dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.
Penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang
dianjurkan oleh ajaran islam.

Larangan Kawin
Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang
wanita disebabkan :
1. Karena pertalian nasab :
a. Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya
atau keturunannya.
b. Dengan seorang wanita keturunan ayah dan ibu.
c. Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya.

2. Karena pertalian kerabat semenda :


a. Dengan seorang wanita yang melahirkan isterinya atau bekas
isterinya.
b. Dengan seorang wanita bekas isteri orang yang menurunkannya.
c. Dengan seorang wanita keturunan isteri atau bekas isterinya, kecuali
putusnya hubungan perkawinan dengan bekas isterinya itu qobla al
dukhul.
d. Dengan seorang wanita bekas isteri keturunannya.

3. Karena pertalian sesusuan :


a. Dengan wanita yang menyusui dan seterusnya menurut garis lurus
keatas.
b. Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus
ke bawah.
c. Dengan seorang wanita saudara sesusuan dan kemanakan sesusuan ke
bawah.
d. Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.
e. Dengan anak yang disusui oleh isterinya dan keturunannya.

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang


wanita karena keadaan tertentu :
a. Karena wanita yang bersangkutan masih terikat suatu perkawinan
dengan pria lain.
b. Seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria
lain.
c. Seorang wanita yang tidak beragama islam.

E. PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN

Pencegahan Perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan


yang dilarang hukum islam dan peraturan perundang-undangan.
Pencegahan perkawinan dapat dilakukan apabila calon suami atau calon
isteri yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat
untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum islam dan peraturan
perundang-undangan.
Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis
keturunan ke atas dan lurus ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu
dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang bersangkutan,
Ayah kandung yang tidak pernah melaksanakan fungsinya sebagai kepala
keluarga tidak gugur hak kewaliannya untuk mencegah perkawinan yang
akan dilakukan oleh wali nikah yang lain.
Pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi perkawinan berkewajiban
mencegah perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak terpenuhi.
1. Pencegahan perkawinan diajukan kepada Pengadilan Agama dalam
daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan dengan
memberitahukan juga kepada pegawai pencatatan nikah.
2. Kepada calon-calon mempelai diberitahukan menganai permohonan
pencegahan perkawinan dimaksud dalam ayat 1 oleh Pegawai
Pencatat Nikah.

Batalnya Perkawinan
Perkawinan batal apabila :
1. Suami melakukan perkawinan, sedang ia tidak berhak melakukan
akad nikah karena sudah mempunyai empat orang isteri sekalipun
salah satu dari keempat isterinya dalam iddah talak raj’i.
2. Seseorang menikah bekas isterinya yang telah dili’annya.
3. Seseorang menikah bekas isterinya yang pernah dijatuhi tiga kali
talak olehnya, kecuali bila bekas isterinya tersebut pernah
menikah dengan pria lain kemudian bercerai lagi ba’da al dukhul
dan pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
4. Perkawinan dilakukan antara orang yang mempunyai hubungan
darah; semenda dan sesusuan sampai sederajat tertentu yang
menghalangi perkawinan.
5. Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan
dan isteri atau isteri-isterinya.

Suatu perkawinan dibatalkan apabila :


1. Seorang suami melakukan pologami tanpa izin Pengadilan Agama
2. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi
isteri pria lain yang mafqud.
3. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dan suami lain.
4. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan yang telah
ditetapkan.
5. Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali
yang tidak berhak.
6. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Yang dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan adalah :


1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah dari
suami atau isteri.
2. Suami atau isteri.
3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan menurut
Undang-undang.
4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacat dalam
rukun dan syarat perkawinan menurut hukum islam dan Peraturan
Perundang-undangan.

F. PERJANJIAN PERKAWINAN

Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam


bentuk :
1. Taklik talak
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum islam

Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum islam. Apabila
keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak betul-betul terjadi kemudian,
tidak dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak sungguh-sungguh jatuh,
isteri harus mengajukan persoalannya ke Pengadilan Agama.
Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib diadakan pada setiap
perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat
dicabut kembali.
Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon
mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai
Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. Perjanjian
tersebut dalam ayat 1 dapat meliputi percampuran harta probadi dan pemisah
harta pencaharian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertenatangan
dengan islam.
Di samping ketentuan dalam ayat 1 di atas boleh juga isi perjanjian itu
menetapkan kewenangan masing-masing untuk mengadakan ikatan hipotik
atas harta pribadi dan benda bersama atau harta syarikat.
Apabila dibuat perjanjian perkawinan mengenai pemisah harta bersama
atau harta syarikat, maka oerjanjian tersebut tidak boleh menghilangkan
kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Apabial dibuat
perjanjian perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat 1
dianggap tetap terjadi pemisahan harta bersama atau harta syarikat dengan
kewajiban suami menaggung biaya kebutuhan rumah tangga. Perjanjian
perkawinan menganai harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami
isteri dan wajib mendaftarkannya di Kantor Pegawai Pencatat Nikah tempat
perkawinan dilangsungkan sejak pendaftaran tersebut, pencabutan telah
mengikat kepada suami isteri tetapi terhadap pihak ketiga pencabutan baru
mengikat sejak tanggal pendaftaran diumumkan suami isteri dalam suatu
surat kabar setempat. Apabila dalam tempo 6 bulan pengumuman tidak
dilakukan yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan dengan sendirinya
gugur dan tidak mengikat pihak ketiga. Pelanggaran atas perjanjian
perkawinan memberi hak kepada isteri untuk meminta pembatalan nikah
atau mengajukannya. Sebagai alasan gugatan perceraian ke Pengadilan
Agama.

G. AKIBAT PERKAWINAN

Akibat Perkawinan :
1. Suami isteri memikul kewajiban luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah,mawwadah dan rahmah yang menjadi sendi
dasar dan susunan masyarakat.
2. Suami isteri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
3. Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenaipertumbuhan jasamani dan,
rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mngejukan gugatan kepada Pengadilan Agama.

Kedudukan Suami isteri :


1. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
2. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dari
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan
hidup bersama dalam masyarakat.
3. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Kewajiban Suami :
1. Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya,
akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh suami isteri bersama.
2. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai kemampuannya.
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan
mamberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama,nusa dan bangsa.
4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung :
• Nafkah, kiswah, dan tempat kediaman bagi isteri
• Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya
pengobatan bagi isteri dan anak
• Biaya pendidikan bagi anak
5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat 4
huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna
dari isterinya.

Kewajiban Isteri :
1. Kewajiban utama bagi seorang isteri ialah berbakti lahir dan batin
kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum islam.
2. Isteri menyelenggarakan dan mengatur keprluan rumah tangga
sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
3. Isteri dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan
kewajiban-kewajiban sebagai isteri kecuali dengan alasan yang
sah.
4. Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya
tersebut tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
H. PUTUSNYA PERKAWINAN

Perkawinan dapat putus karena :


a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas putusan Pengadilan

Putusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi


karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Perceraian hanya dapat
dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama
tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Perceraian dapat terjadi karena alasan :
a. Salah satu pihak berbuat zina atau manjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal
lain diluar kemampuannya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.

Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang


menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.
Talak Raj’I adalah talak kesatu atau kedua, dimana suami berhak rujuk
selama isteri dalam masa iddah
1. Talak Ba’in Shughraa adalah talak yang tidak boleh dirujuk tapi
boleh akad nikah baru dengan bekas suaminya meskipun dalam
iddah.
2. Talak Ba’in Shughraa sebagaimana tersebut pada ayat 1 adalah:
a. Talak yang terjadi qabla al dukhul
b. Talak dengan tebusan atahu khuluk
c. Talak yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama.

3. Talak Ba’in Kubraa adalah talak yang terjadi untuk ketiga


kalinya. Talak jenis ini tidak dapat dirujuk dan tidak dapat
dinikahkan kembali, kecuali apabila pernikahan itu dilakukan
setelah bekas isteri menikah dengan orang lain dan kemudian
terjadi perceraian ba’da al dukhul dan habis masa iddahnya.
4. Talak sunny adalah talak yang dibolehkan yaitu talak yang
dijatuhkan terhadap isteri yang sedang suci dan tidak dicampuri
dalam waktu suci tersebut.
5. Talak bid’I adalah talak yang dilarang, yaitu talak yang
dijatuhlan pada waktu isteri dalam keadaan haid atau isteri
dalam keadaan suci tapi sudah dicampuri pada waktu suci
tersebut.

Gugatan perceraian gugur apabila suami atau isteri tersebut meninggal


sebelum adanya putusan Pengadilan Agama mengenai gugatan perceraian
itu.
1. Apabila tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tergugat tidak
mempunya tempay kediaman yang tetap, panggilan dilakukan
dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di
Pengadilan Agama dan mengumumkannya melalui surat kabar
atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama.
2. Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass
media tersebut ayat 1 dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang
waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua.
3. Tenggang waktu antara pengadilan terakhir sebagaimana dimaksud
dalam ayat 2 dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3
bulan.
4. dalam hal sudah dilakukan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2
dan tergugat atau kuasanya tetap todak hadir, gugatan diterima
tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau
tidak beralasan.

Putusnya perkawinan selain cerai mati hanya dapat dibuktikan dengan


surat cerai berupa putusan Pengadilan Agama baik yang berbentuk putusan
perceraian, ikrar talak, khuluk atau putusan taklik talak.
Rujuk hanya dapat dibuktikan dengan kutipan Buku Pendaftar Rujuk
yang dikeluarkan oleh Pegawai Pencatat Nikah. Apabila bukti tidak
ditemukan karena hilang dan sebagainya, dapat dimintakan salinannya
kepada Pengadilan Agama. Dalam hal surat bukti yang dimaksud tidak dapat
diperoleh, maka dapat diajukan permohonan ke Pengadilan Agama.
I. AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN

Akibat talak
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :
a. memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya, baik
berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al
dukhul.
b. mamberi nfkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama
dalam iddah, kecuali memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah di jatuhi
talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil.
c. melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya dan separoh
apabila qobla al dukhul.
d. Memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun.

Waktu tunggu
1. Bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu
tunggu atau iddah, kecuali qobla al dukhul dan perkawinannya
putus bukan karena kematian suami.
2. Bekas isteri selama masa iddah wajib menjaga dirinya, tidak
menerima pinangan dan tidak menikah dengan pria lain.
3. Waktu tunggu seorang Janda ditetapkan sebagai berikut :
a. Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu
bagi yang masih haid ditetapkan 3 kali suci dengan
sekurang-kurangnya 90 hari dan bagi yang tidak haid
ditetapkan 90 hari.
b. Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla
al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 hari.
c. Apabila perkawinan itu putus karena perceraian sedang
janda tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu
ditetapkan sampai melahirkan.
d. Apabila perkawinan putus karena kematian sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan
sampai melahirkan.
4. Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena
perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya
qobla al dukhul
5. Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu
tunggu dihitung sejak jatuhnya, Putusan Pengadilan Agama yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi
perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu
dihitung sejak kematian suami.

Akibat Perceraian
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah :
1. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dan
ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia maka
kedudukannya digantikan oleh :
a. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu
b. Ayah
c. Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah
d. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan
e. Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari
ayah

2. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan


hadhanah dari ayah atau ibunya.
3. apabila pemegang hadhanah ternyata tidakmenjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah
telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan
Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada
kerabat lain yang memounyai hak hadhanah pula.
4. semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab
ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak
tersebut dewasa dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).
5. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak,
Pengadilan Agama memberikan putusannya berdasarkan huruf a,b,
dan d.
6. Pengadilan dapat pula dengan mengingat kemampuan ayahnya
menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan
anak-anak tidak turut padanya.

Mut’ah
Mut’ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat :
a. Belum ditetapkan mahar bagi isteri ba’da al dukhul
b. Perceraian itu atas kehendak suami.

Mut’ah sunnat diberikan oleh suami tanpa syarat. Besarnya mut’ah


disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.

Akibat Khuluk
Perceraian dengan jalan khuluk mengurangi jumlah talak dan tak dapat
dirujuk.

Akibat Li’an
Li’an terjadi karena seorang suami menuduh isterinya berbuat zina dan
atau mengingkari anak dalam kandungan atau yang sudah lahir dari
isterinya, sedangkan isteri menolak tuduhan itu.
Bilamana Li’an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamanya dan
anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang suami terbebas dari
kewajiban memberi nafkah.

Rujuk
1. Seorang suami dapat merujuk isterinya yang dalam masa iddah.
2. Rujuk dapat dilakukan dalam hal-hal :
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang tealh
jatuh tiga kali yang dijatuhkan qobla al dukhul.
b. Putusnya perkawinan berdasarkan putusan pengadilan
dengan alasan atau alasan-alasan selain zina dan khuluk.
3. Seorang wanita dalam iddah talak raj’I berhak mengajukan
keberatan atas kehendak rujuk dari bekas suaminya dihadapan
Pegawai Pencatatan Nikah disaksikan dua orang saksi.
4. Rujuk yang dilakukan tanpa sepengetahuan bekas isterinya dapat
dinyatakan tidak sah dengan putusan Pengadilan Agama.
5. Rujuk harus dapat dibuktikan dengan kutipann Buku Pendaftaran
Rujuk dan bila bukti tersebut hilang atau rusak sehingga tidak
dapat dipergunakan lagi, dapat dimintakan duplikatnya kepada
instansi yang mengeluarkannya semula.
J. PERKAWINAN CAMPURAN

Yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara


dua orang yang berbeda kewarganegaraan
Perkawinan ini dapat diuraikan unsur-unsur perkawinan campuran
sebagai berikut :
1. Perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita
2. di Indonesia tunduk pada aturan yang berbeda
3. Karena perbedaan kewarganegaraan
4. salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Unsur pertama jelas menunjuk kepada asas monogrami yang dianut


dalam hukum islam dalam perkawinan. Unsur kedua menunjukkan kepada
perbedaan hukum yang berlaku bagi pria dan wanita yang kawin itu. Tetapi
perbedaan itu bukan karena perbedaan agama, suku bangsa, golongan di
Indonesia melainkan karena unsur ketiga karena perbedaan
kewarganegaraan. Perbedaan kewarganegaraan ini bukan kewarganegaraan
asing semuanya, melainkan unsur keempat bahwa salah satu
kewarganegaraan itu ialah Indonesia.
Tegasnya perkawinan campuran adalah perkawinan antar warganegara
Indonesia dan warganegara asing. Karena berlainan kewarganegaraan tentu
saja hukum yang berlaku bagi mereka juga berlainan.
Perkawinan campuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa
syarat-syarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi
pihak masing-masing telah dipenuhi. Perkawinan campuran juga tidak dapat
dilaksanakan apabila terjadi perbedaan agama karena hukum islam
mengharamkan perkawinan beda agama ini. Kecuali jika satu pihak biasanya
pihak yang berwarganegara asing yang bukan beragama islam dengan
sukarela pindah agama menjadi islam.

Akibat Perkawinan Campuran.


Bagi orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan
perkawinan campuran, dapat memperoleh kewarganegaraan dari
suami/isterinya dan dapat pula kehilangan kewarganegaraanya.
TUGAS HUKUM PERDATA
NAMA : DHIKA WIGHUNA SUPRIYADI
NPM : 10040008061
KELAS : B

You might also like