Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510
Email: just.donald@yahoo.com
Abstrak Prenatal diagnosis merupakan suatu prosedur yang bertujuan untuk mendiagnosis kemungkinan kelainan seperti bentuk malformasi maupun kelainan kromosom yang berefek kepada janin yang akan lahir. Terdapat indikasi tertentu untuk melakukan prenatal diagnosis pada ibu hamil. Ada berbagai macam prosedur antara lain amniosintesis, pemeriksaan serum marker maternal, pengambilan jaringan fetus serta sampel dari vili korialis. Prosedur prosedur ini dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan beberapa kelainan dan dapat dilakukan dalam waktu tertentu. Komplikasi yang dapat timbul meliputi khorioamnionitis, gangguan pertumbuhan janin hingga resiko kematian janin. Kata Kunci: Prenatal diagnosis, kromosom, malformasi, prosedur, komplikasi.
A. Indikasi Ada beberapa indikasi untuk melakukan prenatal diagnosis pada seorang wanita hamil, antara lain 1 :
Usia ibu saat hamil 35 tahun. Anak sebelumnya memiliki aberasi kromosom. Adanya abortus habitualis. Pasien tersebut maupun suaminya memiliki anomali kromosom. Riwayat keluarga yang mengalami anomali kromosom. Wanita tersebut memiliki kemungkinan carrier kelainan kromosom dengan pola X- linked. Resiko untuk timbulnya penyakit metabolik. Resiko untuk timbulnya Neural Tube Defect.
B. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanan bergantung pada jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Berikut tabel yang menggambarkan jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan berdasarkan waktu pemeriksaan. Sebelum Konsepsi Preimplantation Genetic Diagnosis
Trimester 2 Triple / Quadruple Test Serum Marker Amniosintesis Sonografi Fetal Blood Sampling (PUBS) Fetal Tissue Biopsy Tabel 1 : Waktu Pelaksanaan Prenatal Diagnosis Sumber : Dokumen Pribadi
C. Jenis dan Teknik Pemeriksaan Serum Marker Merupakan jenis pemeriksaan yang paling awal dapat dilakukan untuk mengetahui adanya kemungkinan bayi menderita sindrom Down dan aneuploidi lainnya.Ada yang dapat dilakukan pada trimester pertama dan ada yang dapat dilakukan pada trimester kedua. 2
Pemeriksaan pada trimester pertama merupakan kombinasi dari pemeriksaan 2 serum marker, yaitu -HCG dan PAPP-A (pregnancy associated plasma protein-A) serta pemeriksaan sonografi nuchal translucency. Dengan protokol ini 79-87 % kasus sindrom Down dapat dideteksi. Sensitivitas tes ini dipengaruhi oleh usia ibu saat hamil dan usia kehamilan. Pada sindroma Down dapat ditemukan peningkatan kadar -HCG dan penunuran kadar PAPP-A. 2 Pada pemeriksaan beberapa jenis trisomi (seperti trisomi 13, 18 dan 21), neural tube defect dan anensefali dapat dilakukan pemeriksaan triple marker saat trimester kedua yang lebih sensitif dibandingkan single marker. Ketiga serum marker tersebut ialah: 1. AFP (Alpha Feto Protein) Merupakan suatu protein yang disintesis pada awal masa gestasi dan merupakan suatu porein yang banyak ditemukan pada fetus yang analog dengan albumin pada orang dewasa. Konsentrasi AFP meningkat perlahan dalam serum fetus dan cairan amnion sampai usia kehamilan mencapai 13 minggu untuk kemudian menurun secara cepat setelah masa itu terlewati. Pada serum maternal didapatkan peningkatan secara perlahan pada usia kehamilan 12 minggu. Rasio AFP fetus dengan ibu berkisar 50.000 : 1. Adanya defek pada tubuh fetus seperti pada keadaan NTD (Neural Tube Defect) dapat menyebabkan AFP mengalami kebocoran kedalam cairan amnion yang menyebabkan peningkatan serum AFP maternal secara drastis. 3
Screening untuk serum AFP sebaiknya dilakukan pada trimester kedua kehamilan sebagai bagian dari sistem multiple marker serum test. Biasanya screening ini ditawarkan pada usia kehamilan 15-20 minggu. Serum AFP maternal diukur dalam satuan nanogram / milliliter lalu kemudian dibuat kurva distribusi yang akan dibandingkan dengan populasi standar. Jika digunakan batas atas kadar serum AFP maternal 2,5 maka dapat dideteksi 90% kasus anensefali dan 80% kasus spina bifida. Bila didapatkan hasil screening yang abnormal maka harus diikuti dengan dengan konseling serta tes diagnostik lainnya. 1 Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar serum AFP dan perlu diperhatikan saat melakukan perhitungan, antara lain: Berat badan ibu : berat bedan ibu turut mempengaruhi volum distribusi AFP. Usia kehamilan : serum AFP maternal meningkat kira-kira 15% setiap minggunya selama trimester kedua sehingga diperlukan data yang akurat mengenai usia kehamilan. Ras / etnis : penelitian di AS menyatakan bahwa wanita keturunan Afrika- Amerika rata-rata memiliki konsentrasi AFP 10% diatas normal meskipun memiliki resiko yang lebih kecil untuk mengalami defek tabung neural. Diabetes : wanita dengan diabetes memiliki resiko 4-5 kali lebih besar untuk mempunyai anak dengan NTD, namun serum AFP maternal mereka rata-rata lebih rendah 20% dibandingkan dengan orang normal. Gestasi multiple : pada gestasi multiple kadar AFP akan lebih tinggi dibandingkan gestasi dengan 1 janin sehingga hal ini juga perlu dipertimbangkan pada saat melakukan pemeriksaan laboratorium. Berikut ini merupakan tabel beberapa kondisi yang disertai dengan peningkatan maupun penurunan kadar AFP. 2 Peningkatan Kadar AFP Neural Tube Defects Omphalocele Nefrosis Kongenital Osteogenesis Imperfecta Abruptio Plasenta Pre-eklampsia Hepatoma / Teratoma Maternal Penurunan Kadar AFP Obesitas Trisomi Kromosom Diabetes Trisomi Kromosom Penyakit Trofoblastik Gestasional Kematian Fetus Tabel 2 : Kondisi yang disertai dengan nilai AFP yang abnormal Sumber: Williams Obstetrics 23 rd edition, halaman 291
2. uE 3 (unconjugated estrogen) Pada kehamilan kadar estrogen akan meningkat sebagai hasil konversi dari 16 OH DHEAS yang diproduksi oleh hati dan kelenjar adrenal janin. Pada kondisi tertentu seperti trisomi 18 (Edwards Syndrome) dan trisomi 21 (Down Syndrome) dapat ditemukan penurunan kadar estrogen. 3
3. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) merupakan 4ormone yang disintesis oleh sinsitiotrofoblast pada plasenta pada kehamilan. Pada trisomi 18 dan 21 dapat ditemukan peningkatan kadar HCG.
Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan pada saat melakukan prenatal diagnosis adalah dengan menggunakan ultrasonografi. Berikut beberapa jenis pemeriksaan sonografi yang dapat dilakukan: 1. Nuchal Translucency Peningkatan area radioluscent pada bagian belakang leher fetus disebut sebagai nuchal translucency. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada trimester pertama kehamilan. Setelah dilakukan penelitian pada tahun 1990 didapatkan bahwa kondisi ini berkaitan dengan Sindrom Down serta jenis aneuploidi lainnya. 4
Bila hasil pengukuran lebih dari batas normal, kira-kira sepertiga dari fetus tersebut akan mengalami abnormalitas kromosom dan setengah diantaranya merupakan Sindrom Down. Peningkatan NT sendiri tidak selalu berarti abnormalitas fetus namun dapat dijadikan suatu tanda yang perlu diperhatikan serta diobservasi lebih lanjut. Pemeriksaan ini memerlukan pelatihan yang spesifik serta penggunaan alat secara tepat oleh karena itu prosedur ini hanya dilakukan pada individu yang memenuhi kriteria, contohnya ibu hamil dengan gestasi multipel.
2. Pemeriksaan sonografi os nasalis Tidak adanya os nasalis juga merupakan suatu pertanda yang menguatkan kemungkinan sindrom Down. Suatu studi yang dilakukan pada ibu hamil usia lanjut (>35 tahun) dan ibu hamil dengan hasil pengukuran NT abnormal didapatkan tidak adanya tulang hidung pada 73% janin dengan sindrom Down. Hanya 0,5% fetus dengan kariotipe normal yang tidak memiliki tulang hidung. Studi lainnya yang dilakukan oleh Malone dkk (2005) menemukan tidak ada kasus sindrom Down yang dapat dideteksi pada 6300 wanita dengan resiko rendah mengalami abnormalitas kromosom. Oleh karena itu penilaian terhadap os nasalis fetus hanya dianjurkan sebagai penanda sekunder setelah melakukan nuchal translucency. 4
Gambar 1: Hasil Pemeriksaan Nuchal Translucency dan Os nasalis Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Nuchal_translucency_Dr._Wolfgang_Moroder.jpg 3. Sonografi Khusus Pemeriksaan sonografi pada trimester kedua dapat digunakan untuk membantu diagnosis spina bifida. Gambaran lemon sign (bagian os frontal membuka seperti kerang) dan banana sign (cerebellum membungkuk disertai dengan pendataran dari sisterna magna) dapat ditemukan pada kasus spina bifida. Pada studi yang dilakukan Watson dkk (1991) ditemukan pada setidaknya 1 dari kedua tanda ini ditemukan pada 99% fetus dengan kasus spina bifida. Pencitraan pada vertebrae fetus secara transversal dan sagital dapat digunakan untuk mengetahui letak defek vertebrae. Hampir 100% kasus NTD dapat dideteksi dengan teknik ini. Saat ini sonografi khusus merupakan suatu metode primer yang digunakan untuk evaluasi bila didapatkan kenaikan kadar serum AFP maternal.
Amniosintesis Amniosintesis untuk diagnosis genetik biasanya dilakukan pada trimester kedua (minggu 15 20). Prosedur ini bersifat invasif dan digunakan untuk mendiagnosis aneuploidi pada fetus dan gangguan genetik lainnya. Prosedur ini dulunya dapat pula digunakan pada trimester pertama kehamilan. Namun karena resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi lebih besar daripada amniosintesis yang dilakukan pada trimester kedua. Pada saat melakukan amniosintesis akan digunakan bantuan ultrasound transducer untuk memasukan jarum berukuran 20 22 G kedalam kantung amnion sambil menghindari plasenta, tali pusat dan fetus. 1-2 ml cairan amnion awal yang diaspirasi mungkin mengandung sel dari ibu sehingga tidak akan digunakan untuk pemeriksaan genetik. Sekitar 20 ml cairan akan diambil untuk dilakukan fetal kariotyping. Setelah jarum dikeluarkan, daerah uterus yang dilewati jarum bekas tusukan harus diobservasi secara sonografi untuk mengetahui kemungkinan adanya perdarahan. 4
Sel fetus yang diambil pada saat amniosintesis dapat dikultur, namun pada kasus- kasus tertentu kultur ini tidak berhasil. Hal ini lebih mungkin terjadi bila fetus abnormal. PCR Digital dari hasil amniosintesis tanpa melewati kultur dapat digunakan untuk deteksi cepat aneuploidi. Studi yang dilakukan menunjukan resiko fetal loss yang berkaitan dengan prosedur ini adalah 0,06% (Eddleman and colleagues, 2006). Sedangkan studi yang dilakukan oleh American College of Obstetricians dan Gynecologists pada tahun 2006 menunjukan bahwa angka fetal loss mencapai 1 diantara 300 500. Sebagian diantara bukan disebabkan oleh amniosintesis secara langsung, melainkan adanya abnormalitas sebelumnya seperti abruptio plasenta, implantasi plasenta yang abnormal, anomali fetus dan infeksi. 1
Gambar 2: Amniosintesis Sumber: http://www.sogi.net.au/mintdigital.net/SOGI.aspx?XmlNode=/Amniocentesis
Chorionic Villus Sampling (CVS) CVS juga merupakan suatu prosedur yang invasif dan dapat dilakukan pada trimester pertama (10 13 minggu). Sampel bisa didapatkan secara trans-servikal maupun trans-abdominal, bergantung pada rute mana yang lebih memudahkan akses ke plasenta. Kontraindikasi relatif dari prosedur ini antara lain vaginal spotting, infeksi genital aktif dan posisi uterus yang mengalami ante / retrofleksi yang terlalu ekstrim. 5 CVS merupakan suatu prosedur yang baik karena dapat dilakukan pada trimester pertama sehingga hasilnya dapat diketahui lebih cepat dibandingkan amniosintesis. Pasien dan dokter dapat segera mengkonsultasikan bersama tindakan yang dapat diambil berdasarkan hasil yang ada. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain pecahnya ketuban dan infeksi sangat kecil, hanya berkisar 0,5 %. Defek reduksi pada tungkai serta hipogenesis oromandibular dapat terjadi pada CVS yang dilakukan pada usia 7 minggu.
Gambar 3: Chorionic Villus Sampling Sumber : http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00083
Fetal Blood Sampling Disebut juga dengan Percutaneous Umbilical Blood Sampling (PUBS) atau cordosentesis. Pemeriksaan ini invasif dan dapat dilakukan bila dicurigai adanya anemia yang parah pada fetus. Bila dicurigai adanya anemia berat pada fetus, dapat dilakukan pemeriksaan Doppler pada arteri cerebral media untuk mengetahui kecepatan sistolik puncak dari arteri tersebut. 5
Gambar 4 : Kordosintesis Sumber : http://www.riversideonline.com/health_reference/Test-Procedure/MY00147.cfm
Fetal blood sampling dapat digunakan untuk analisis genetik apabila hasil amniocentesis maupun CVS meragukan atau saat hasil yang cepat diperlukan. Kariotyping dengan darah fetus dapat diselesaikan dalam 1 2 hari. Darahnya juga dapat dapat dianalisis untuk kelainan metabolic dan hematologi, analisis asam basa, kultur bakteri dan PCR. Fetal blood sampling dilakukan dengan bantuan sonografi, operator akan menggunakan jarum ukuran 22 G untuk mengambil darah pada area vena umbilikalis yang terletak dekat dengan plasenta. Pengambilan darah dari arteri harus dihindarkan karena dapat menyebabkan vasospasme dan bradikardia pada fetus. 3 Dapat terjadi perdarahan pada vena umbilikalis, hematoma, perdarahan fetal maternal dan bradikardia fetus. Komplikasi ini umumnya dapat membaik namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian janin. Angka kematian fetus yang berkaitan dengan prosedur ini dapat mencapai 1,4%.
Fetal Tissue Biopsy Pada kelainan tertentu diperlukan analisa langsung dari jaringan fetus. Oleh karena itu dapat digunakan teknik biopsi jaringan fetus untuk diagnosis kelainan yang bersifat familial, namun hal ini hanya dimungkinkan bila terdapat informasi mengenai anggota keluarga yang terkena penyakit ini. Contoh penggunaan teknik ini ialah pada biopsi otot untuk mengidentifikasi distrofi otot maupun miopati mitokondrial. Selain itu biopsy kulit juga digunakan untuk mendiagnosis epidemolisis bullosa. 2
Preimplantation Genetic Diagnosis Teknik ini digunakan pada In Vitro Fertilization (IVF). Zigot yang terkena gangguan genetik yang berat tidak dapat digunakan untuk IVF, sehingga hanya embrio yang tidak terkena yang dapat digunakan untuk implantasi. Teknik ini sudah digunakan untuk mendiagnosa kelainan gen tunggal seperti cystic fibrosis, sickle cell disease, thalasemia bahkan meskipun masih controversial dapat digunakan untuk mencocokan Human Leukocyte Antigen untuk keperluan transplantasi bagi saudara sekandung yang mungkin terkena penyakit ini. 3 Teknik lainnya yang digunakan ialah analisis badan polar. Badan polar merupakan hasil meiosis ovum yang tidak mempengaruhi pertumbuhan fetus. Karenakebanyakan badan polar yang telah dibiopsi berada pada tahap metaphase maka kromosomnya dapat dignakan pada flouresence in situ hybridization (FISH).
Fetal cells in maternal circulation Sel fetus terdapat pada sirkulasi darah ibu meskipun dalam konsentrasi yang sangat kecil (hanya 2-6 sel / mL darah ibu). Teknik untuk pengelolaan sel meliputi pemisahan protein, pemisahan sel secara magnetis dan sistem fluorescence activated. Sel darah merah berinti adalah sel yang paling mudah diisolasi dan digunakan untuk mengevaluasi kelainan genetik seperti thalasemia serta antigen D sel darah merah fetal. Kariotyping dengan menggunakan FISH juga dapat digunakan pada beberapa kasus. 3,4
Studi mengenai sel bayi dalam sirkulasi darah maternal merupakan studi yang menarik. Ada bukti yang menyatakan bahwa adanya sel fetus dalam sirkulasi maternal mempengaruhi kemungkinan timbulnya penyakit autoimun maternal seperti scleroderma dan tiroiditis. Namun studi ini masih tergolong sulit karena belum ada marker baik di permukaan maupun di sitoplasma yang pasti menyatakan bahwa suatu sel berasal dari fetus. Selain itu beberapa sel fetus yang ada dalam sirkulasi maternal juga umurnya panjang sehingga sulit menilai sel ini berasal dari kehamilan terakhir ataupun kehamilan sebelumnya. 6
D. Kelebihan dan Kekurangan Berikut beberapa kelebihan dan kekurangan metode prenatal diagnosis: Metode Kelebihan Kekurangan Serum marker Kurang Invasif Dapat membantu sebagai screening awal yang baik untuk berbagai kelainan Dipengaruhi oleh berbagai faktor sehingga kurang akurat Sonografi Non Invasif Dapat berbahaya bagi janin bila digunakan terus menerus. Tidak dapat digunakan sebagai teknik primer, hanya bisa digunakan dengan teknik lain. Amniosintesis Sel dapat digunakan untuk kultur dan Invasif Memiliki banyak komplikasi Chorionic Villus Sampling Deteksi kelainan lebih dini Invasif Komplikasi yang dapat ditimbulkan seperti defek oromandibular dan reduksi tungkai Fetal Blood Sampling Dapat digunakan bila hasil amniosintesis atau CVS meragukan dan jika memerlukan waktu lebih cepat Invasif dan dapat berbahaya bagi fetus jika tidak dilakukan dengan benar. Komplikasi yang timbul juga cukup banyak. Fetal cells in maternal circulation Dapat digunakan untuk kelainan autoimun maternal yang timbul setelah kehamilan. Jumlah sel yang diambil kecil sehingga menyulitkan pemeriksaan serta teknik pemeriksaan yang cukup sulit Fetal tissue biopsy Dapat digunakan untuk kelainan tertentu yang tidak dapat mengunakan teknik diagnosis lain. Cth: untuk distrofi otot. Invasif Preimplantation genetic disease Teknik untuk diagnosis paling dini. Hanya dapat digunakan pada IVF.
E. Komplikasi Ada beberapa komplikasi yang dapat bergantung pada jenis prenatal diagnosis yang digunakan. Umumnya komplikasi lebih sering terjadi pada proses yang bersifat invasif. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah: 1. Amniosintesis : resiko fetal loss tetap ada meskipun kecil. Studi yang dilakukan menunjukan resiko fetal loss yang berkaitan dengan prosedur ini adalah 0,06% (Eddleman and colleagues, 2006). Sedangkan studi yang dilakukan oleh American College of Obstetricians dan Gynecologists pada tahun 2006 menunjukan bahwa angka fetal loss mencapai 1 diantara 300 500. Sebagian diantara bukan disebabkan oleh amniosintesis secara langsung, melainkan adanya abnormalitas sebelumnya seperti abruptio plasenta, implantasi plasenta yang abnormal, anomali fetus dan infeksi. 1
2. CVS : Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain pecahnya ketuban dan infeksi sangat kecil, hanya berkisar 0,5 %. Defek reduksi pada tungkai serta hipogenesis oromandibular dapat terjadi pada CVS yang dilakukan pada usia 7 minggu. 1
3. Fetal blood sampling : Dapat terjadi perdarahan pada vena umbilikalis, hematoma, perdarahan fetal maternal dan bradikardia fetus. Komplikasi ini umumnya dapat membaik namun pada beberapa kasus dapat menyebabkan kematian janin. Angka kematian fetus yang berkaitan dengan prosedur ini dapat mencapai 1,4%. 3
KESIMPULAN Prenatal diagnosis membantu mendeteksi kelainan yang terjadi pada janin dalam waktu dini. Ada indikasi tertentu untuk melakukan pemeriksaan ini seperti riwayat kelainan genetic pada keluarga pasien serta usia ibu yang telah lanjut. Ada berbagai macam prosedur yang dapat dilakukan. Setiap prosedur memiliki waktu yang berbeda, kelebihan serta kekurangan serta kemungkinan komplikasi yang timbul dari prosedur tersebut. DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL. Williams obstetrics. 23 rd editions. New York: The McGraw-Hill Companies, 2010. p. 287-309. 2. Norwitz ER, Schorge JO. At a glance osbstetri dan ginekologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009. h. 118-9. 3. Springer SC. Prenatal Diagnosis and Fetal Therapy. http://emedicine.medscape.com/article/936318-overview 4. Nathan L, Laufer N, Goodwin TM. Current diagnosis & treatment obstetrics & gynaecology. 10 th edition. New York: The McGraw-Hill Companies, 2003. p. 95-125. 5. Datta M, Randall L, Holmes N, Karunaharan N, MacLean A, Hardiman P. Rapid obstetrics & gynaecology. Jakarta: EGC, 2008. p. 75-6. 6. Nelson, Waldo E. Nelson Textbook of pediatrics 15 th edition vol 3. Jakarta: EGC, 2008.h.1270-3.