You are on page 1of 30

BAB II

DASAR TEORI

2.1. PERANCANGAN PIPELINE

Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan atau perancangan
pipeline, seperti sifat dan jumlah fluida yang dialirkan, panjang pipeline, wilayah yang
dilalui, dan batasan-batasan lingkungan.
Untuk menghasilkan suatu sistem transmisi pipeline yang optimum, diperlukan
kajian teknik (engineering) dan ekonomi yang cukup kompleks untuk menentukan
diameter, material, tebal, rute pipeline, termasuk perangkat perangkat tambahan yang
harus dimiliki sistem pipa untuk mengurangi resiko kegagalan. Rancangan pipeline dari
segi kajian teknik atau mekanik terdiri atas beberapa aspek, antara lain:
1) Ukuran pipeline(pipelinesizing)
Ukuran pipeline (diameter) ditentukan oleh kriteria hidrolik sistem fluida yang
disalurkan.
2) Ketebalan pipa (wall thickness)
Tujuan dari desain ketebalan pipa adalah menentukan kandidat / calon tebal pipa
nominal dan toleransi yang digunakan dalam proses desain pipeline.
3) Material
Material pipeline (pipa yang belum disambung) perlu untuk ditentukan karena
pertimbangan material mempunyai pengaruh pada karakteristik pipeline, yaitu
ketebalan pipa, sifat fluida kerja yang masih diijinkan untuk disalurkan, dan metode
penyambungan linepipe menjadi pipeline.
4) Buckling
Dibedakan menjadi dua macam, yakni local buckling dan global buckling.
Buckling local (local buckling)
Local buckling menyatakan deformasi plastis pada penampang pipa, yang
disebabkan oleh tekanan eksternal maupun karena kombinasi tekanan eksternal
dengan bending. Terjadinya collapse (penyok) ini bisa terus merambat di
sepanjang pipa. Hal inilah yang disebut dengan propagating buckle.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-1

Untuk mengatasi adanya perambatan buckling pada pipa, maka bisa dilakukan
dengan memasang buckle arrestor yang membatasi perambatan buckle,
sehingga buckle hanya merambat sampai batas buckle arrestor ini.


(a) (b)


Gambar 2.1 Local Buckling ; (a) collapse , (b) propagating buckle, dan
(c) foto local buckling pada suatu pipa
[7]

Global buckling
Global buckling adalah defleksi berlebih yang terjadi pada keseluruhan
pipeline. Terdapat tiga jenis global buckling, yaitu:
i) Upheaval buckling pada pipa terpendam (buried pipe),
ii) Lateral buckling, dan
iii) Downward pada freespan.



Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-2



Gambar 2.2 Upheaval Buckling
[7]

5) Tegangan (stress)
Tegangan pada pipeline terjadi akibat beban-beban statik dan beban dinamik. Beban
statik terdiri dari berat pipa, berat pelapis pipa (coating), berat alat alat yang
terpasang pada pipa, serta beban operasi seperti tekanan fluida dan perubahan
temperatur operasi. Selain itu terdapat beban dinamik yang dapat berasal dari
aktivitas alam seperti angin dan gempa.

Aspek-aspek perancangan pipeline di atas haruslah memenuhi persyaratan
persyaratan dan aturan aturan yang terdapat dalam code dan standard perancangan
sistem pipa yang telah ada.

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-3

2.2. KONSEP UMUM UPHEAVAL BUCKLING
Sistem pipeline harus cukup kuat untuk menahan beban operasi selama operasi
dan instalasi pipeline. Selama operasi pipeline akan mengalami pembebanan internal dan
external load berupa perubahan tekanan dan temperatur fluida yang mengalir di dalamnya,
serta perubahan tekanan dari luar.
Alasan utama dilakukannya penguburan pipa penyalur di dalam tanah adalah
untuk melindungi jalur pipa dari kemungkinan kerusakan akibat aktivitas daratan.
Pada saat operasional pipa, temperatur pipa akan mengalami kenaikan temperatur
dibandingkan temperatur pada saat instalasi pipa. Kenaikan temperatur ini akan
menyebabkan pipa mengalami elongasi (memanjang) yang besarnya tergantung pada sifat
mekanika material pipa. Namun karena kondisi pipa yang dikubur di dalam tanah, maka
pipa tidak dapat mengalami elongasi karena ditahan oleh gaya friksi tanah dan berat
timbunan tanah di atas pipa. Kombinasi external dan internal load operasional pipa seperti
perbedaan temperatur, tekanan, dan gaya friksi tanah akan menghasilkan gaya aksial tekan
efektif pada pipa.
J ika pada pipa terdapat lekukan awal atau ketidaklurusan yang terjadi akibat
kesalahan instalasi atau ketidakrataan permukaan tanah tempat pipa diletakkan maka gaya
aksial efektif pipa ini akan berubah menjadi gaya tekan vertikal pipa terhadap lapisan
tanah di atasnya. Gaya vertikal pipa ini akan ditahan oleh berat tanah. J ika total berat tanah
di atas pipa dan pipa tidak lagi mampu menahan gaya vertikal pipa, maka bagian pipa
yang telah memiliki lekukan awal ini akan cenderung bergerak ke atas mendorong
timbunan tanah di atasnya. Pada akhirnya pipa akan mengalami displacement yang cukup
besar atau munculnya sejumlah panjang bagian pipa yang telah melengkung hingga keluar
dari permukaan timbunan tanah. Fenomena pelengkungan pipa ini disebut dengan
upheaval buckling seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-4



Gambar 2.3 Ilustrasi MekanismeUpheaval Buckling
[1]

Berikut akan diuraikan proses terjadinya upheaval buckling :
1. Pada saat dilakukan instalasi pipeline, pipa diletakkan di atas tanah atau di dalam
parit (trench). Pada saat instalasi ini terdapat kemungkinan ketidakrataan
(imperfection) permukaan tanah atau parit yang memang sulit untuk dihindari. Selain
itu juga terdapat faktor ketidaklurusan pipa yang dapat disebabkan karena kesalahan
instalasi atau rute pipeline yang memang tidak lurus.
2. Ketika pipa sudah dipendam dan mulai beroperasi, akan mulai terbentuk gaya aksial
akibat perbedaan temperatur pada saat instalasi dengan saat pipa beroperasi serta
gaya aksial akibat tekanan fluida.
3. Kombinasi gaya aksial pipa, imperfection tanah, dan ketidaklurusan pipa akan
menginisiasi terjadinya upheaval buckling sehingga menyebabkan gaya aksial
berubah menjadi gaya vertikal ke atas.
4. Gaya tekan vertikal ke atas akan ditahan oleh berat timbunan tanah di atas pipa dan
berat pipa itu sendiri, namun jika tidak dapat tertahan maka pipa akan melengkung
ke atas hingga keluar dari permukaan timbunan tanah di atas pipa.


Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-5

Oleh karena itu disain sistem pipa haruslah mendukung agar buckling tidak
terlalu cepat terjadi karena bagaimanapun ekspansi termal sebagai inisiator terjadinya
buckling tidak dapat dihindari. Ada beberapa faktor yang mempercepat terjadinya
upheaval buckling adalah ketidakrataan permukaan tempat pipa diletakkan, rendahnya
tahanan gesek lokal, beban yang terlalu besar, serta out-of-straightness (ketidaklurusan).
Fenomena upheaval buckling pada pipa yang dikubur di dalam tanah (buried
pipeline) dapat dihindari dengan meningkatkan tahanan terhadap gaya ke atas seperti
dengan menambah berat lapisan timbunan di atas pipa. Pencegahan dengan cara ini akan
bekerja efektif jika dilakukan pada bagian pipa yang paling berpotensi untuk mengalami
upheaval buckling. Bagian bagian ini perlu ditemukan terlebih dahulu dan untuk setiap
bagian perlu dilakukan perhitungan berapa berat timbunan tanah yang dibutuhkan.

Secara skematik mekanisme Upheaval buckling dapat ditunjukkan pada skema berikut :


Upheaval buckling
Mechanism
UHB
Operating temperature
higher than ambient

Gambar 2.4 Gambar Skematik MekanismeUpheaval Buckling
[2]
Parameter
High pressure
Axial restraint (friction)
Imperfection of the soil
Expansion
Axial
Compresive
Load
Vertical Component
Exceed Soil Resistance
Upheaval buckling
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-6

2.3. Analisis Ketebalan Pipa

Ketebalan pipa akan diperhitungkan sesuai dengan code standar ASME B31.4
2002, dimana ketebalan pipa dirancang untuk memperoleh peningkatan safety factor
terhadap perubahan internal load. Penentuan ketebalan pipa atau disain tekanan internal
pipa adalah sebagai berikut :
t
D
o

Gambar 2.5 Gambar Penampang Pipa

( ) T E F S
D P
t
o

=
2
2.1)

Dimana :
t = Ketebalan minimum pipa (mm)
P = Tekanan disain (MPa)

D
o
= Diameter eksternal pipa (mm)
S = Specified Minimum Yield Stress (MPa)
F = Faktor disain (untuk pipeline gunakan F =0.72)
E = Faktor join longitudinal ( E =1)
T = Faktor temperatur
= 1 untuk pipa baja dengan temperatur operasi di bawah 250F

2.4. Analisis Tegangan

Untuk mengetahui kelayakan operasi pada suatu sistem perpipaan diperlukan
analisis tegangan pipa (pipe stress analysis), dimana hasil koreksi ini akan dikoreksi
kembali terhadap aturan aturan yang ada dalam code disain pipa yang digunakan.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-7

2.4.1. Beban pada Sistem Perpipaan

Sistem perpipaan dalam operasinya menerima beban yang sangat banyak dan
kompleks. Beban beban pada sistem perpipaan dapat diklasifikasikan secara sederhana
sebagai berikut :
1. Beban sustain (Sustain Load)
Beban sustain merupakan beban yang dialami oleh instalasi sistem pipa secara terus
menerus. Beban ini merupakan kombinasi beban yang diakibatkan oleh tekanan
internal fluidan atau gas yang dialirkan dan beban berat. Beban berat ini berasal dari :
- Live load, yaitu berat fluida atau gas yang mengalir melalui sistem pipa
- Dead load, yang meliputi berat pipa secara keseluruhan itu sendiri termasuk
komponen komponen permanen yang dipasang pada sistem pipa.
2. Beban occasional (Occasional Load)
Beban occasional merupakan beban dinamik yang bekerja pada sistem pipa seperti
beban angin dan beban gempa yang terjadi di tempat pemasangan pipa.
3. Beban ekspansi termal (Expansion Load)
Beban ekspansi termal terjadi akibat perbedaan temperatur fluida atau gas yang
dialirkan dengan temperatur dinding pipa

2.4.2. Teori Tegangan Pada Sistem Pipa

Teori tegangan pada sistem pipa merupakan pengembangan dari teori tegangan
dalam mekanika. Oleh sebab itu juga digunakan hukum mekanika untuk melakukan
perhitungan dan analisa tegangan pada sistem pipa.
Beban yang bekerja pada sistem pipa akan menyebabkan timbulnya tegangan di
dinding pipa. Kombinasi tegangan tegangan yang bekerja pada dinding pipa akan
menyebabkan regangan atau defleksi. Besarnya tegangan akibat beban operasi tekanan
internal dari gas atau fluida yang dialirkan di dalam pipa dapat diturunkan dari persamaan
mekanika untuk bejana berdinding tipis
[3]
.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-8



Gambar 2.6 Diagram Analisis Bejana Tekan Silindris
[3]

Analisa bejana tekan dinding tipis akan dimulai dengan meninjau sebuah bejana
silindris seperti yang ditunjukkan pada 2.6. Sebuah segmen dipisahkan dari silinder
dengan membuat dua bidang tegak lurus terhadap sumbu silinder tersebut seperti pada
Gambar 2.6(b). Tegangan yang terjadi pada irisan silinder ini adalah tegangan tegangan
normal
1
dan
2
, dengan tekanan internal fluida yang bekerja sebesar p dan radius dalam
silinder r
i
. Gaya yang timbul akibat tekanan internal yang bekerja tegaklurus pada suatu
luas kecil tak berhingga Lr
i
d silinder ini adalah sebesar pLr
i
d, Gambar 2.6(c). Maka
pada arah mendatar komponen gaya yang timbul adalah (pLr
i
d) cos. Dengan
menerapkan kesetimbangan statik gaya yang bekerja pada irisan silinder ini diperoleh
hubungan :
L pr d pLr P
i i
2 cos 2 2
2
0
= =


Cara lain yang lebih sederhana adalah dengan memandang bahwa kedua gaya P
melawan gaya akibat tekanan dalam p pada luas proyeksi A
1
, Gambar 2.6(d). Luas A
1
ini
adalah 2r
i
L, sehingga 2P =A
1
p =2r
i
Lp. Kedua gaya P ini mendapat perlawanan dari gaya
gaya yang terbentuk dalam potongan membujur dengan luas bidang 2A =2L(r
o
r
i
). J ika
tegangan normal rata rata yang bekerja pada potongan membujur adalah
1
, maka gaya
yang mendapat perlawanan dari dinding silinder adalah 2L(r
o
r
i
)
1
. Maka dengan
mempersamakan kedua gaya maka 2r
i
Lp =2L (r
o
r
i
)
1
. Karena tebal dinding silinder
adalah t =r
o
r
i
, maka pernyataan terakhir dapat disederhanakan menjadi :
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-9

t
pr
i
=
1
2.2)
Tegangan yang diberikan pada persamaan 2.2 ini dikenal dengan tegangan keliling
(circumferential stress) atau tegangan gelung (hoop stress).
Tegangan normal yang lain
2
bekerja secara longitudinal/membujur seperti yang
terlihat pada Gambar 2.6(b) dan dapat dipecahkan dengan persoalan gaya aksial sederhana.
Dengan membuat irisan yang tegak lurus sumbu silinder maka diperoleh diagram benda
bebas seperti pada Gambar 2.6(f). Dari gambar ini diketahui bahwa gaya yang dibentuk
oleh tekanan dalam adalah dan gaya yang dibentuk oleh tegangan membujur
2
i
r p
2
dalam dinding adalah ( )
2 2
2 i o
r r . Dengan menyamakan kedua gaya ini maka diperoleh

( )
2 2
2
2
i o i
r r r p =
( )( )
i o i o
i
i o
i
r r r r
pr
r r
pr
+
=

=
2
2 2
2
2


Tetapi karena t =r
o
r
i
, serta dengan memberikan pendekatan pada bejana dinding tipis
dimana r
o
r
i
maka :

t
pr
i
2
2
= 2.3)

Tegangan yang diberikan pada persamaan 2.3 ini dikenal dengan tegangan longitudinal
(longitudinal stress).
Secara teoritis, tegangan hoop dan tegangan longitudinal yang bekerja pada pipa
sama dengan yang bekerja pada bejana tekan dinding tipis. Namun pada instalasi dan
operasional pipa yang sesungguhnya dibutuhkan rancangan serta perhitungan yang lebih
mendekati kondisi di lapangan yang sebenarnya. Oleh karena itu, metode perhitungan dan
analisa tegangan tegangan yang mungkin bekerja pada sistem pipa telah diatur mengikuti
code standar tertentu sesuai dengan operasi dan kondisi sistem pipa tersebut.
Dalam hal ini untuk pipa penyalur liquid digunakan code standar ASME B31.4
2002 Pipeline Transportation System for Liquid Hydrocarbon and Other Liquid. Selain itu
juga akan digunakan code standar lain yang bersesuaian dengan kondisi internal dan
eksternal sistem pipa.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-10

Sesuai dengan kode standar ASME B31.4 2002, maka terdapat batasan batasan
besarnya tegangan bekerja yang diijinkan pada sistem pipa baik pada saat instalasi maupun
pada saat pipa beroperasi. Berdasarkan code ini tegangan bekerja yang diijinkan pada
sistem pipa penyalur adalah :

Tabel 2.1 Batasan Tegangan Ijin pada Masing Masing Kondisi Disain
[4]

Allowable
Design Condition
Hoop Stress Longitudinal Stress Combined Stress
Operation 72% SMYS 80% SMYS 90% SMYS
Hydrotesting 90% SMYS - 96% SMYS
Installation 72% SMYS 80% SMYS 90% SMYS


Sebagai catatan, yang menjadi perhatian disini adalah tegangan bekerja pada saat
operasional sistem pipa penyalur.

2.4.3. Tegangan Hoop
S
H
P
S
H

Gambar 2.7 Arah Hoop Stress Terhadap Potongan Melintang Pipa

Tegangan hoop atau tegangan gelung merupakan tegangan yang bekerja pada
pipa dalam arah tangensial atau circumferential. Besarnya tegangan ini tergantung pada
besar tekanan internal dimana besarnya bervariasi terhadap tebal dinding pipa seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.7.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-11

Perhitungan tegangan hoop atau tegangan gelung akan mengikuti code standar
ASME B31.4 2002 sebagai berikut :

( )
t
D P P
o e
h
2

=

Dimana :
h
= Hoop Stress (MPa)
P
e
= Tekanan eksternal (MPa)
P = Tekanan internal (MPa
D
o
= Diameter eksternal pipa (mm)
t = Ketebalan pipa (mm)

Persamaan diatas adalah persamaan tegangan hoop untuk offshore pipeline. Pada offshore
pipeline, besar pembebanan eksternal yang terjadi cukup signifikan untuk diperhitungkan
pengaruhnya terhadap tegangan hoop. Namun pada onshore pipeline, tekanan eksternal
sering diabaikan dalam pengaruhnya pada tegangan hoop. Sehingga digunakan persamaan
tegangan hoop yang parameternya telah lebih disederhanakan sebagai berikut
[4]
:

t
D P
o
h
2

= 2.4)

Tegangan hoop pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteria tegangan hoop yang
diijinkan sebagai berikut
[4]
:

SMYS
t
D P
o
h
72 . 0
2

= 2.5)

2.4.4. Tegangan Longitudinal

Hal yang terpenting dalam analisa tegangan longitudinal adalah dengan meninjau
apakah pipeline berada dalam kondisi tertahan (restraint) atau tidak tertahan (unrestraint).
Sebelum pipa mengalami upheaval buckling, pipa berada dalam kondisi tertahan. Pada
kondisi ini, pipa tidak dapat berekspansi karena tertahan oleh gaya friksi tanah di
sekeliling pipa tersebut.

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-12

Tegangan longitudinal merupakan tegangan yang timbul sebagai kombinasi
pengaruh 2 komponen sebagai berikut :

1. Tegangan kompresif akibat ekspansi termal
Perbedaan temperatur saat instalasi dan operasi pipeline menyebabkan
timbulnya ekspansi termal dalam arah longitudinal pipa. Namun karena pipeline
berada dalam kondisi yang disebut restrained pipeline, maka pipa tidak dapat
mengalami ekspansi sehingga timbul tegangan tekan termal sebagai berikut
[4,5,6]
:

(
1 2
T T E
T
= ) 2.6)

Dimana :
E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

= Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C
-1
)
T
2
= Temperatur operasi maksimum (C)

T
1
= Temperatur instalasi (C)
Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan
kompresif.

2. Tegangan tensile
Pada saat pipa beroperasi atau bertekanan, maka tekanan internal di dalam pipa
akan menimbulkan tegangan hoop dan tegangan longitudinal. Namun dapat terbentuk
tegangan lain sebagai reaksi tegangan dari tegangan hoop atau tegangan longitudinal
akibat tekanan internal pipa. Hal ini tergantung pada kondisi pipa tertahan atau tidak,
atau sering disebut restraint dan unrestraint.

a) Tegangan longitudinal pada pipa restraint
Pada pipa yang berada pada kondisi tertahan, maka akan timbul reaksi tegangan
tarik akibat pengaruh Poisson dari tegangan hoop. Sebagaimana diketahui bahwa
pengaruh Poisson menggambarkan rasio regangan yang terjadi pada arah melintang
terhadap regangan pada arah longitudinal. Dengan kata lain, tegangan hoop akan
menimbulkan pengaruh tegangan tarik Poisson pada arah longitudinal. Tegangan tarik
longitudinal akibat pengaruh Poisson pada pipa kondisi tertahan adalah
[4,5,6]
:

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-13

h P
= 2.7 a)

Dimana :
= Poissons Ratio = 0,3
h
= Tegangan hoop (Mpa)

b) Tegangan longitudinal pada pipa unrestraint
Sedangkan pada kondisi pipa unrestraint, maka akan terbentuk tegangan
longitudinal sebagai pengaruh langsung dari tekanan internal di dalam pipa. Teori
tegangan ini bersesuaian dengan tegangan longitudinal yang terjadi pada bejana tipis
seperti yang telah diuraikan sebelumnya.
Tegangan longitudinal akibat tekanan internal pada pipa kondisi tidak tertahan
adalah
[4,5,6]
:

2 4
h o
P
t
PD
= = 2.7 b)

Dimana :
P = Tekanan internal pipa (MPa)
D
o
= Diameter eksternal pipa (mm)
t = Ketebalan pipa (mm)
h
= Tegangan hoop (Mpa)

Melalui kedua komponen tegangan termal dan tegangan pengaruh Poisson ini,
maka tegangan longitudinal pada pipa yang berada dalam kondisi restraint adalah
[4,5,6]
:

(
1 2
T T E
h L
= ) 2.8)

Dimana :
= Poissons Ratio = 0,3
h
= Tegangan hoop (Mpa)
E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

= Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C
-1
)
T
2
= Temperatur operasi maksimum (C)

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-14

T
1
= Temperatur instalasi (C)
Catatan : tanda minus (-) menandakan tegangan termal merupakan tegangan kompresif.
Tegangan ini dikenal sebagai tegangan kompresif maksimum yang dapat terbentuk pada
pipa dalam kondisi restraint.

2.4.5. Tegangan Ekivalen von Mises

Tegangan tegangan yang bekerja pada arah yang berbeda beda pada pipa
dapat dipandang secara menyeluruh dengan menggunakan hubungan von Mises sehingga
diperoleh tegangan ekivalen von Mises sebagai berikut
[4]
:

( )
2 2 2
3 + + =
L h L h E
2.9 a)

Dimana :
E
= Tegangan ekivalen von Mises (MPa)
h
= Tegangan hoop (MPa)
L
= Tegangan longitudinal (MPa)
= Tegangan geser tangensial (MPa)

Tegangan geser tangensial biasanya relatif kecil dibandingkan dengan tegangan
tegangan lain yang bekerja sehingga dapat diabaikan dalam analisis selanjutnya, sehingga
persamaan dapat direduksi menjadi
[4]
:

( )
L h L h E
+ =
2 2
2.9 b)

Tegangan ekivalen pada saat pipa beroperasi haruslah memenuhi kriteri tegangan ekivalen
yang diijinkan. Tegangan ekivalen yang diijinkan didasarkan pada kriteria code standar
yang digunakan sebagai berikut
[4]
:

( ) SMYS
L h L h E
9 . 0
2 2
+ = 2.10)




Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-15

2.5. Gaya Aksial

Sebagaimana telah diuraikan bahwa terjadinya upheaval buckling disebabkan
oleh gaya aksial efektif yang bekerja pada sistem pipa. Gaya aksial efektif ini merupakan
gaya yang bekerja pada sumbu pipa sehingga mendorong terjadinya defleksi secara global
ke arah vertikal. Karena pipa diletakkan secara horizontal, maka gaya aksial yang terjadi
pada pipa merupakan gaya yang terbentuk oleh tegangan longitudinal. Secara umum, gaya
aksial sangat dipengaruhi oleh pengaruh ekspansi termal.
Selain dipengaruhi oleh tegangan longitudinal kompresif akibat pengaruh
ekspansi termal, gaya aksial efektif pada pipa yang berada pada kondisi restraint juga
dipengaruhi oleh tekanan internal di dalam pipa. Pada pipa kondisi tertahan, maka pada
dinding pipa akan terbentuk tegangan kompresif pada arah longitudinal. Tegangan
longitudinal kompresif akibat tekanan internal ini dinyatakan sebagai perbandingan luas
penampang internal pipa dengan luas penampang baja, yaitu sebagai berikut
[5,8,9,10,11,12]
:

s
i
s
A
PA
= 2.11)

Dimana :
s
= Tegangan longitudinal akibat tekanan internal (Mpa)
P = Tekanan internal pipa (MPa)
A
i
= Luas penampang internal pipa (mm
2
)
A
s
= Luas potongan melintang pipa (mm
2
)

Pada pipa yang tertahan, tegangan tegangan yang bekerja pada arah
longitudinal, yaitu tegangan termal, tegangan Poisson, dan tegangan akibat tekanan
internal akan menyebabkan gaya aksial pada pipa. Resultan gaya aksial efektif inilah yang
menyebabkan pipa mengalami tekukan ke arah vertikal pipa. Resultan gaya aksial efektif
pada pipa restraint adalah
[5,8,9,10,11,12]
:

( )
s s h i
A T T E A PA F + =
1 2
2.12)

Dimana :
F = Gaya aksial efektif (N)
P = Tekanan internal (MPa)
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-16

h
= Tegangan hoop (MPa)
E = Modulus Young = 2,07E+5 (MPa)

= Koefisien ekspansi termal = 11,7E-6 (C
-1
)
T
2
= Temperatur operasi maksimum (C)

T
1
= Temperatur instalasi (C)
A
i
= Luas penampang internal = (
2
2
4
t D
o
)

(mm
2
)
A
s
= Luas potongan melintang pipa = ( )t t D
o
(mm
2
)
Gaya aksial efektif ini merupakan driving force terjadinya upheaval buckling.
Gaya aksial ini ditahan atau dilawan oleh gaya yang berlawanan arah. Gaya lawan ini
berasal dari gaya friksi tanah serta berat pipa itu sendiri. Gaya friksi tanah merupakan gaya
yang berasal dari hasil interaksi permukaan tanah dan permukaan pipa yang saling
bersentuhan. Gaya friksi tanah berasal dari tanah yang menahan di sekeliling pipa dan
tanah timbunan yang berada di atas pipa.

2.6. Gaya Friksi

Seperti telah diuraikan di atas bahwa tegangan longitudinal akan menyebabkan
terbentuknya gaya aksial efektif yang mendorong terjadinya tekukan pada pipa. namun
penekukan ini belum akan terjadi jika gaya aksial efektif ini masih dapat ditahan oleh gaya
friksi yang bekerja pada pipa. Gaya friksi pada pipa merupakan kombinasi gaya friksi
tanah di sekeliling pipa serta berat pipa itu sendiri.
Analisa dan perhitungan gaya friksi ini akan mengikuti code standar ASME
B31.1 Power Piping Non-mandatory Appendix VII. Pada standar ini disediakan
perhitungan gaya friksi yang bekerja pada sistem pipa penyalur yang berada dalam kondisi
restraint atau tertahan.
Besarnya gaya friksi tanah tergantung pada jenis tanah backfill yang digunakan
serta ketinggian timbunan tanah di atas pipa. Selain itu juga terdapat pengaruh lebar trench
pipa yang akan dibahas lebih lanjut.
Besar gaya friksi tanah dan berat pipa dapat dinyatakan sebagai berikut
[13]
:

( ) L W A P f
p c c
. + = 2.13)

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-17

Dimana :
f = Gaya friksi total per satuan panjang pipa (N)
= Koefisien friksi, (0.3 min s.d 0.5 max)
c
P = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/ m
2
)
c
A = Luas penampang segmen pipa per satuan panjang (m
2
/m panjang pipa)
W
p
= Berat pipa dan isinya per satuan panjang (N/m)

Pada pipa yang dipendam dengan kedalaman tertentu, maka pipa akan
mengalami pembebanan tanah atau sering disebut vertical earth load. Pembebanan tanah
yang berlangsung di atas pipa yang dipendam dapat ditunjukkan pada Gambar 2.8 berikut
ini.


Gambar 2.8 Pembebanan Soil Prism di Atas Pipa yang Dipendam di Bawah Tanah
[6]

Pembebanan tanah di atas pipa akan memberikan tekanan vertikal oleh tanah
pada pipa yang berada di bawahnya. Tekanan ini sekaligus bekerja sebagai gaya friksi
yang akan menahan gaya aksial efektif penyebab upheaval buckling atau sering disebut
sebagai bagian dari uplift resistance. Secara sederhana besar tekanan vertikal tanah ini
dapat dinyatakan dengan persamaan berikut
[6,13]
:

H P
c
= 2.14 a)

Dimana :
= Berat jenis tanah (N/m
3
)
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-18

H = Kedalaman pipa di bawah tanah (m)
c
P = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/m
2
)

Berdasarkan hasil penelitian eksperimental yang telah banyak dilakukan,
persamaan di atas berlaku pada pipa yang dipendam pada kedalaman sampai 3 kali
diameter pipa.
Sedangkan untuk pipa yang dipendam di bawah tanah pada kedalaman lebih dari
3 kali diameter pipa, terdapat pengaruh lebar trench pipa. Untuk mengetahui pengaruh
lebar trench pipa terhadap tekanan tanah yang bekerja pada di atas pipa, maka digunakan
teori Marston yang juga meneliti interaksi tanah dengan pipa yang dipendam.
Pada instalasi sistem pipa penyalur minyak baik yang dipendam di bawah tanah,
maka pipa akan ditempatkan di dalam sebuah trench atau parit tanah. Biasanya ukuran
trench dan jenis tanah backfill yang digunakan telah didisain agar cukup dapat menahan
pipa untuk tidak bergeser pada saat operasinya. Instalasi ini juga bertujuan agar memenuhi
kondisi dimana pipa disebut fully restrained pipeline sehingga pipa tidak mengalami
ekspansi akibat operasi termal. Instalasi trench pipa yang akan dipendam di bawah tanah
yang biasa dilakukan dapat dilihat melalui Gambar 2.9.



Gambar 2.9 Skematik Instalasi Pipa di Dalam Trench

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-19

Berdasarkan teori Marston, maka tekanan tanah yang bekerja di atas pipa yang
dipendam pada kedalaman lebih dari 3 kali diameter pipa adalah sebagai berikut
[6,13,15]
:

d d c
B C P = 2.14 b)

Dimana :
c
P = Tekanan tanah yang bekerja pada pipa (N/m
2
)
= Berat jenis tanah (N/m
3
)
C
d
= Parameter non-dimensi berdasarkan Tabel 2.2
BB
d
= Lebar trench pipa (m)

Berdasarkan penelitian dan teori Martson
[1]
, harga koefisien C
d
dapat diperoleh dengan
menggunakan persamaan berikut
[15]
:

' 2
1
' 2

K
e
C
D
B H K
D

= 2.15)

Dimana :
C
d
= Koefisien ditch
K = Koefisien lateral earth pressure Rankine
= tan =Koefisien friksi backfill
H = Kedalaman pipa di bawah tanah
BB
d
= Lebar trench pipa (mm)

Berdasarkan persamaan ini, harga koefisien C
d
dapat dinyatakan pada tabel berikut sesuai
dengan rasio H/B
d
.









Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-20

Tabel 2.2 Harga koefisien C
D
yang digunakan pada persamaan Martson
[13]

APPROXIMATE SAFE WORKING VALUES OF CD
FOR USE IN MODIFI ED MARSTON FORMULA
Ratio
H/ BD
Damp Top
Soil and
Dry and
Wet Sand
Saturated
Top Soil
Damp
Yellow
Clay
Saturated
Yellow
Clay
0.5 0.46 0.47 0.47 0.48
1.0 0.85 0.86 0.88 0.90
1.5 1.18 1.21 1.25 1.27
2.0 1.47 1.51 1.56 1.62
2.5 1.70 1.77 1.83 1.91

3.0 1.90 1.99 2.08 2.19
3.5 2.08 2.18 2.28 2.43
4.0 2.22 2.35 2.47 2.65
4.5 2.34 2.49 2.53 2.85
5.0 2.45 2.61 2.19 3.02
5.5 2.54 2.72 2.90 3.18
6.0 2.61 2.91 3.01 3.32

6.5 2.68 2.89 3.11 3.44
7.0 2.73 2.95 3.19 3.55
7.5 2.78 3.01 3.27 3.65
8.0 2.82 3.06 3.33 3.74
9.0 2.88 3.14 3.44 3.89
10.0 2.92 3.20 3.52 4.01

11.0 2.95 3.25 3.59 4.11
12.0 2.97 3.28 3.63 4.19
13.0 2.99 3.31 3.67 4.25
14.0 3.00 3.33 3.70 4.30
15.0 3.01 3.34 3.72 4.34
3.03 3.38 3.79 4.50

2.7. TEORI BUCKLING KOLOM

Buckling kolom merupakan fenomena pelengkungan yang terjadi pada kolom
yang mengalami beban kompresif yang biasanya diberikan secara axial. Secara umum
terdapat tiga kategori jenis kolom, yaitu kolom pendek (short columns), kolom menengah
(intermediate columns), dan kolom panjang (long columns). Perbedaan ketiga jenis kolom
ini dapat dihitung berdasarkan Slenderness Ratio (rasio kerampingan).
Rasio kerampingan sebuah kolom merupakan perbandingan antara panjang
efektif kolom terhadap jari jari girasinya. J ari jari girasi sebuah kolom tergantung
bentuk penampang kolom tersebut. Namun secara umum jari jari girasi dapat dituliskan
sebagai berikut
[3,16]
:

A I r / = 2.16)


Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-21

Dimana :
r = J ari jari girasi kolom
I = Momen inersia kolom
A = Luas penampang potongan melintang kolom

r L Ratio s Slendernes
e
/ = 2.17)
Dimana :
L
e
= Panjang efektif kolom

Perlu diperhatikan bahwa L
e
bukan merupakan panjang kolom yang sebenarnya,
melainkan panjang efektif kolom. Panjang efektif kolom tergantung bagaimana kondisi
tumpuan ujung ujung kolom. Hubungan panjang efektif kolom dan panjang kolom yang
sebenarnya dapat dituliskan sebagai berikut
[3,16]
:

kL L
e
= 2.18)

Dimana k adalah konstanta panjang efektif.

Nilai dari k bergantung pada bagaiman kondisi tumpuan ujung ujung kolom,
ujung ujung dijepit, ujung ujung dipasak, atau kombinasi dari keduanya. Masing
masing kondisi tumpuan ujung ujung kolom memiliki cara penurunan rumus sendiri
sehingga diperoleh nilai konstanta panjang efektif k untuk masing masing kondisi.
Namun untuk kasus kasus umum tertentu, nilai konstanta panjang efektif k telah
ditentukan.
Untuk memahami bagaimana sebuah kolom dapat mengalami pelengkungan atau
buckling, maka terlebih dahulu dipilih sebuah kasus dasar dimana buckling dapat terjadi.
Sebagai kasus dasar, digunakan kasus kolom dengan ujung ujung dipasak seperti yang
terlihat pada gambar 2.10 a). Kasus kolom dengan ujung ujung dipasak ini juga
digunakan untuk menurunkan rumus kritis Euler.

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-22



Gambar 2.10 Panjang Efektif Kolom dengan Ujung ujung Pengekang
yang Berlainan
[3,16]

2.7.1. Penurunan Rumus Umum Buckling-Euler

Perhatikan sebuah batang atau kolom yang ujung ujungnya mendapat
pembebanan axial tekan seperti pada Gambar 2.11. J ika kolom ini dianggap sebagai
batang yang lurus sempurna, maka batang ini akan tetap lurus sempurna selama beban
yang diberikan kurang dari beban kritis P
cr
(disebut juga beban Euler). J ika diberikan
beban yang lebih dari beban kritis P
cr
, maka batang akan mengalami defleksi dan
melengkung. J ika beban dilepaskan, batang tetap akan berada pada kondisi melengkung
karena batang telah mengalami beban melebihi beban kritis P
cr
sehingga dikatakan batang
telah mengalami kegagalan dalam bentuk buckling.
Melalui Gambar 2.11 dapat dilihat diagram benda bebas kolom yang diberikan
pembebanan axial P akan mengalami momen lentur M dengan besar defleksi y. Maka
Momen lentur yang dialami kolom dapat dituliskan sebagai berikut
[3,16]
:

Py M = 2.19)

Dimana diketahui :

EI
M
dx
y d
=

2
2
2.20)
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-23



Gambar 2.11 Buckling pada Kolom dengan Ujung ujung Dipasak
[3,16]

Substitusi persamaan 2.19 dan 2.20, maka akan dihasilkan persamaan kurva elastis untuk
kolom ini adalah :

y
EI
P
dx
y d
=

2
2
2.21)

Bentuk persamaan 2.21 dapat diserhanakan dengan menggunakan bentuk dan
dengan menukar letak persamaan, maka akan diperoleh :
EI P/
2
=

0
2
2
2
= + y
dx
y d
2.22)

Ini merupakan persamaan yang bentuknya merupakan persamaan differensial orde kedua,
yang memiliki bentuk penyelesaian umum sebagai berikut :

x B x A y cos sin + = 2.23)

Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas.
Dimana A dan B adalah tetapan tetapan tertentu yang harus ditentukan dari syarat
syarat batas. Syarat syarat ini adalah pada saat 0 = x dan L x = , maka diperoleh :

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-24

0 = y pada 0 = x
atau 0 cos 0 sin 0 B A + = 0 = B
0 = y pada L x =
L A sin 0= 2.24)

Persamaan 2.24 dapat dipenuhi dengan mengambil 0 = A atau 0 = L . Namun
seperti yang dapat dilihat dari persamaan 2.24, bahwa dengan mengambil akan
memberikan jawab trivial (trivial solution) yang artinya tidak terjadi defleksi atau
buckling. Sedangkan dengan mengambil
0 = A
0 = L , selain akan memberikan jawab trivial
juga akan mengindikasikan tidak ada beban yang bekerja pada kolom (ingat hubungan
). Oleh karena itu dibutuhkan alternatif jawaban lain agar persamaan ini
memiliki jawab yang berarti.
EI P/
2
=
Persamaan 2.24 dapat dipenuhi pula jika faktor sinus sama dengan nol. Untuk
memenuhi bentuk sinus sama dengan nol, maka L harus sama dengan n , dimana n
adalah bilangan bulat.

0 sin = L jika n L = 2.25)

Maka dengan menggunakan bentuk penyederhanaan dan EI P/
2
= n L = , maka
diperoleh hubungan :

L
n
EI P

= / 2.26)
Maka gaya kritis yang membuat kolom menjadi melengkung adalah :

2
2 2
L
EI n
P
cr

= 2.27)

Untuk memenuhi kriteria beban kritis Euler maka harus dicari harga terkecil dari
beban P, yaitu dengan mengambil n harus sama dengan satu. Maka rumus beban Euler
untuk kolom dengan ujung ujung pasak adalah
[3,16]
:

2
2
L
EI
P
cr

= 2.28)

Dimana I adalah momen inersia terkecil dari kolom dengan L adalah panjang kolom.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-25

Menurut persamaan kurva elastis pada persamaan 2.23, maka kurva elastis pada
beban kritis Euler dimana L / = adalah
[3]
:

x
L
A y

sin = 2.29)

Kasus buckling yang terjadi pada kolom dengan ujung ujung pasak atau bundar
sering kali disebut sebagai kasus dasar buckling kolom Euler. Namun agar persamaan
beban kritis Euler pada persamaan 2.29 dapat diberlakukan secara umum untuk semua
kondisi ujung ujung kolom, maka persamaan 2.29 dapat dimodifikasi dengan mengganti
panjang kolom L dengan panjang efektif kolom L
e
. Maka diperoleh persamaan umum
beban kritis Euler untuk setiap kondisi ujung ujung kolom :

2
2
e
cr
L
EI
P

= 2.30)

Melalui persamaan umum beban kritis ini, dapat juga diketahui persamaan umum
tegangan kritis :

A L
EI
A
P
e
cr
cr
2
2

= = 2.31)

Dengan menerapkan hubungan jari jari girasi A I r / = pada persamaan 2.31, maka
diperoleh
[3,16]
:

( )
2
2
r L
E
e
cr

= 2.32)

Persamaan tegangan kritis ini merupakan fungsi Modulus Young dari material kolom dan
slenderness ratio.

2.7.2. ANALISA BALOK KOLOM (BEAM-COLUMNS)

Sebuah balok yang diberikan gaya tekan axial dengan beban tambahan berupa
gaya transversal di tengah tengah balok disebut sebagai balok-kolom (beam-columns).
Pada bagian ini akan diberikan sebuah contoh kasus sederhana untuk menggambarkan
pengaruh gaya aksial.
Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-26

Perhatikan sebuah balok-kolom elastis yang diberikan gaya aksial P dan beban
transversal ke atas F di tengah tengah bentangan balok seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.12.


Gambar 2.12 Balok-Kolom yang Mengalami Gaya Aksial dan Gaya Transversal
[3]

Diagram benda bebas untuk balok-kolom yang mengalami defleksi ditunjukkan
pada Gambar 2.12(b). Berdasarkan diagram ini dapat diketahui bahwa momen lentur M
dapat dinyatakan sebagai pengaruh gaya aksial P, defleksi y, dan gaya transversal F.
Secara matematis hubungan momen lentur total M dapat dinyatakan sebagai berikut
[3]
:

( ) ) 2 / 0 ( 2 L x x F Py M = 2.33)

Dimana diketahui :

EI
M
dx
y d
=

2
2
2.34)

Substitusi persamaan 2.33 dan 2.34, maka akan dihasilkan persamaan kurva elastis untuk
balok-kolom ini adalah :

( )x F Py
dx
y d
EI 2
2
2
= +

2.35)

Bentuk persamaan 2.35 dapat disederhanakan dengan menggunakan bentuk
dan dengan beberapa penyederhanaan, maka diperoleh persamaan differensial sebagai
berikut :
EI P/
2
=

) 2 0 (
2
2
2
2
2
L x x
P
F
y
dx
y d
= +

2.36)

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-27

Persamaan differensial ini memiliki penyelesaian lengkap sebagai berikut :

( )x P F x C x C y 2 cos sin
2 1
+ = 2.37)

Untuk menyelesaikan persamaan umum ini, maka perlu ditentukan syarat syarat batas
untuk menentukan tetapan C
1
dan C
2
. Syarat syarat ini adalah :

a) pada 0 = y 0 = x
0 0 cos 0 sin 0
2 1
+ = C C a
0
2
= C
b) pada 0 '= y 2 L x =
P
F
x C x C y
2
sin cos '
2 1
=
Masukkan 0
2
= C
P
F
x C y
2
cos '
1
=
( )
P
F L
C L y
2 2
cos 0 2 / '
1

= =



( ) 2 cos 2
1
L P
F
C

=
Dengan memasukkan tetapan C
1
dan C
2
ke dalam persamaan penyelesaian umum 2.37,
maka diperoleh :

( )
( x P F x
L P
F
y 2 sin
2 cos 2
=

) 2.38)

Defleksi maksimum yang dapat terjadi adalah pada tengah tengah bentang atau pada
. Maka dengan memasukkan 2 / L x = 2 / L x = pada persamaan 2.38 diperoleh defleksi
maksimum balok-kolom sebagai berikut :

( ) [ 2 2 tan
2
max
L L
P
F
y

= ] 2.39)

Secara matematis, defleksi maksimum yang dapat terjadi adalah tak berhingga.
Kondisi yang memenuhi syarat defleksi tak hingga adalah jika 2 2 n L = . Pernyataan
ini secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-28

2 2 2
n L
EI
P L
= = 2.40)

Pernyataan matematis ini sama dengan seperti pada saat penurunan rumus kritis Euler,
dimana n L = . Maka beban kritis terkecil pada kasus balok-kolom yang ditinjau adalah

2
2
L
EI
P
cr

= 2.41)

2.7.3. Pengaruh Slenderness Ratio r L
e
/

Berdasarkan hasil eksperimental yang telah banyak dilakukan oleh peneliti,
ditemukan bahwa kegagalan dalam bentuk buckling dapat terjadi pada kolom yang cukup
panjang. Sedangkan pada kolom yang pendek, modus kegagalan lebih banyak terjadi
dalam bentuk yielding.
Parameter panjang atau tidaknya sebuah kolom ditentukan oleh slenderness ratio
( ). Harga yang besar menunjukkan bahwa kolom tersebut termasuk dalam
kategori long-columns (kolom-panjang), sedangkan harga yang kecil menunjukkan
bahwa kolom tersebut termasuk short-columns (kolom-pendek). Secara umum telah
diberikan nilai eksak batasan untuk masing masing jenis kolom berdasarkan rasio
sebagai berikut
r L
e
/ r L
e
/
r L
e
/
r L
e
/
[3,16]
:
Short Column : 0 < <60 r L
e
/
Intermediate Column : 60 < <120 r L
e
/
Long Column : 120 < <300 r L
e
/

Pada Gambar 2.13 berikut ini ditunjukkan pengaruh slenderness ratio terhadap
panjang kolom, modus kegagalan, dan keefektifan penggunaan rumus buckling Euler.
Melalui Gambar 2.13 dapat diketahui bahwa mekanisme kegagalan buckling hanya terjadi
pada daerah tertentu yaitu pada daerah dimana kolom cukup panjang. Kolom yang pendek
tidak akan mengalami kegagalan melalui mekanisme buckling namun akan mengalami
deformasi plastis biasa atau yielding.


Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-29


Gambar 2.13 Modus Kegagalan Sebagai Fungsi Slenderness Ratio Kolom
[3,]

Analisis Kasus Upheaval buckling Pada Onshore Pipeline II-30

You might also like