Capillary liquid chromatography combined with pressurized

liquid extraction and dispersive liquidliquid microextraction

for the determination of vitamin E in cosmetic products
Kromatografi cair kapiler dikombinasikan dengan ekstraksi cairan bertekanan dan dispersi
microextraction cair-cair untuk penentuan vitamin E dalam produk kosmetik
Abstract
Capillary liquid chromatography (LC) is used for the determination of tocopherols and tocotrienols in cosmetic products. Dispersive liquidliquid
microextraction (DLLME) allows the analytes to be preconcentrated into a very small volume of organic solvent which is then injected into the
chromatograph running at a very low flow rate. Pressurized liquid extraction (PLE) at a high temperature and pressure was used to isolate vitamin
E forms from cosmetics. The Taguchi experimental method was used to optimize the factors affecting DLLME. The parameters selected were
2 mL of acetonitrile (disperser solvent), 100 L carbon tetrachloride (extraction solvent) and 10 mL aqueous solution. A volume of 5 L of the
organic phase was injected into the reversed-phase capillary LC system equipped with a diode array detector and using an isocratic mobile phase
composed of an 95:5 (v/v) methanol:water mixture at a flow-rate of 20 L min
1
. Quantification was carried out using aqueous standards and
detection limits were in the range 0.10.5 ng mL
1
, corresponding to 315 ng g
1
in the cosmetic sample. The recoveries were in the 87105%
range, with RSDs lower than 7.8%. The method was validated according to international guidelines and using a certified reference material.

abstrak
Kromatografi cair kapiler ( LC ) yang digunakan untuk penentuan tokoferol dan tokotrienol dalam
produk kosmetik . Sebar microextraction cair-cair ( DLLME ) memungkinkan analit yang akan
preconcentrated ke dalam volume yang sangat kecil dari pelarut organik yang kemudian disuntikkan
ke dalam kromatografi berjalan pada kecepatan aliran yang sangat rendah . Ekstraksi cair
bertekanan ( PLE ) pada suhu dan tekanan tinggi digunakan untuk mengisolasi bentuk vitamin E dari
kosmetik . The Taguchi metode eksperimen digunakan untuk mengoptimalkan faktor yang
mempengaruhi DLLME . Parameter yang dipilih adalah 2 mL asetonitril ( pelarut disperser ) , 100 uL
karbon tetraklorida ( pelarut ekstraksi ) dan 10 mL larutan berair . Sebuah volume 5 uL fase organik
disuntikkan ke dalam fase terbalik sistem kapiler LC yang dilengkapi dengan detektor diode array dan
menggunakan fase gerak isokratik terdiri dari 95:5 ( v / v ) metanol : campuran air pada aliran -
tingkat 20 uL min - 1 . Kuantifikasi dilakukan dengan menggunakan standar berair dan batas deteksi
berada di kisaran 0,1-0,5 ng mL - 1 , sesuai dengan 3-15 ng g - 1 dalam sampel kosmetik . Perolehan
kembali berada di kisaran 87-105 % , dengan RSDs lebih rendah dari 7,8 % . Metode ini divalidasi
sesuai dengan pedoman internasional dan menggunakan bahan referensi bersertifikat .

Toxic metals contained in cosmetics: A status report
Logam beracun yang terkandung dalam kosmetik : Sebuah laporan status
Abstract
The persistence of metals in the environment and their natural occurrence in rocks, soil and water
cause them to be present in the manufacture of pigments and other raw materials used in the
cosmetic industry. Thus, people can be exposed to metals as trace contaminants in cosmetic
products they daily use. Cosmetics may have multiple forms, uses and exposure scenarios, and
metals contained in them can cause skin local problems but also systemic effects after their
absorption via the skin or ingestion. Even this, cosmetics companies are not obliged to report on this
kind of impurities and so consumers have no way of knowing about their own risk. This paper
reviewed both the concentration of metals in different types of cosmetics manufactured and sold
worldwide and the data on metals dermal penetration and systemic toxicology. The eight metals of
concern for this review were antimony (Sb), arsenic (As), cadmium (Cd), chromium (Cr), cobalt (Co),
mercury (Hg), nickel (Ni) and lead (Pb). This was because they are banned as intentional ingredients
in cosmetics, have draft limits as potential impurities in cosmetics and are known as toxic.
abstrak
Bertahannya logam di lingkungan dan kejadian alam dalam batuan , tanah dan air menyebabkan
mereka untuk hadir dalam pembuatan pigmen dan bahan baku lainnya yang digunakan dalam
industri kosmetik . Dengan demikian , orang bisa terkena logam sebagai jejak kontaminan dalam
produk kosmetik yang mereka gunakan sehari-hari . Kosmetik mungkin memiliki beberapa bentuk ,
penggunaan dan skenario paparan , dan logam yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan
masalah kulit lokal tetapi juga efek sistemik setelah penyerapan mereka melalui kulit atau konsumsi .
Bahkan ini , perusahaan kosmetik tidak diwajibkan untuk melaporkan jenis kotoran dan sehingga
konsumen tidak memiliki cara untuk mengetahui tentang risiko mereka sendiri . Makalah ini terakhir
kedua konsentrasi logam dalam berbagai jenis kosmetik yang diproduksi dan dijual di seluruh dunia
dan data pada penetrasi dermal logam ' dan toksikologi sistemik . Delapan logam perhatian untuk
ulasan ini adalah antimon ( Sb ) , arsen ( As) , kadmium ( Cd ) , chromium ( Cr ) , cobalt ( Co ) ,
merkuri ( Hg ) , nikel ( Ni ) dan timbal ( Pb ) . Ini karena mereka dilarang sebagai bahan disengaja
dalam kosmetik , memiliki rancangan batas sebagai pengotor potensial dalam kosmetik dan dikenal
sebagai beracun .

A Simple method to assess the Hydrophilic Lipophilic
Balance of Food and Cosmetic Surfactants using the Phase
Inversion Temperature of C10E4/n-Octane/Water emulsions
Sebuah metode sederhana untuk menilai Hidrofilik lipofilik Balance Makanan dan Kosmetik
Surfaktan menggunakan Tahap Pembalikan Suhu emulsi C10E4/n-Octane/Water
Abstract
The modification of the Phase Inversion Temperature (PIT) of C10E4/n-Octane/Water emulsions was studied as a function of increasing amounts
of additional second surfactants in order to rank them according to their hydrophilic lipophilic balance. Twenty five surfactants, selected from a
wide range of chemical families, were studied. Well-defined polyethoxylated alkyl surfactants (CiEj) show a linear variation of the PIT with their
concentration C and can be used as standards to calibrate a scale in terms of dPIT/dC. This parameter leads to a simple classification of
surfactants with respect to C10E4. Positive and negative values correspond to more or less hydrophilic surfactants compared to C10E4 respectively.
Several industrial surfactants used in cosmetic and food industries (lecithins, sorbitan derivatives Spans and Tweens, sucrose esters,
monoglycerides) were investigated and results are discussed with respect to the HLB scale of Griffin.

abstrak
Modifikasi Suhu Tahap Pembalikan ( PIT ) emulsi C10E4/n-Octane/Water dipelajari sebagai fungsi
dari peningkatan jumlah tambahan surfaktan kedua untuk peringkat mereka sesuai dengan
keseimbangan lipofilik hidrofilik mereka. Dua puluh lima surfaktan , yang dipilih dari berbagai
keluarga kimia , dipelajari . Yah - didefinisikan surfaktan alkil terpolietoksilasi ( CiEj ) menunjukkan
variasi linier dari PIT dengan konsentrasi C dan dapat digunakan sebagai standar mengkalibrasi skala
dalam hal dPIT / dC . Parameter ini menyebabkan klasifikasi sederhana surfaktan terhadap C10E4 .
Nilai-nilai positif dan negatif sesuai dengan lebih atau kurang surfaktan hidrofilik dibandingkan
dengan C10E4 masing-masing. Beberapa industri surfaktan yang digunakan dalam industri kosmetik
dan makanan ( lesitin , derivatif sorbitan Rentang dan semi-remaja , sukrosa ester , monogliserida )
yang diselidiki dan hasilnya dibahas sehubungan dengan skala HLB Griffin .

Synthesis and characterization of plate-like ceria particles for cosmetic application

Abstract
Plate-like cerium oxide particles were successfully prepared by a facile precipitation process of
cerium carbonate precursor followed by calcination in air at 400 C. Ceria particles with the same
morphology and slightly decreased particle size compare with those of plate-like cerium carbonate
precursor were obtained. The particle size could be controlled by precisely adjusting pH value of the
solution. In comparison with commercial ceria nanoparticles, the synthesized plate-like ceria
particles showed lower oxidation catalytic activity, higher comfort of use and higher gloss value as
well as excellent UV-shielding ability, indicating the potential application as a new cosmetic agent.
Sintesis dan karakterisasi partikel ceria seperti pelat untuk aplikasi kosmetik

abstrak
Partikel seperti pelat cerium oksida berhasil dibuat dengan proses pengendapan lancar cerium
prekursor karbonat diikuti dengan kalsinasi di udara pada 400 C. Partikel Ceria dengan morfologi
yang sama dan sedikit menurun ukuran partikel dibandingkan dengan orang-orang dari prekursor
seperti piring cerium karbonat diperoleh. Ukuran partikel dapat dikontrol dengan tepat
menyesuaikan nilai pH larutan. Dibandingkan dengan nanopartikel ceria komersial, partikel ceria
seperti piring disintesis menunjukkan aktivitas katalitik oksidasi yang lebih rendah, kenyamanan
lebih tinggi penggunaan dan nilai gloss tinggi serta sangat baik kemampuan UV-melindungi,
menunjukkan aplikasi yang potensial sebagai agen kosmetik baru.

Chapter 11 - Approaches to the Development of Cosmetic Products to Counter the Effects of Skin
Aging

Publisher Summary
This chapter focuses mainly on the treatments for face, as facial beauty and appearance are the
most significant and recognizable yardstick of youth and aging in human societies. Antiaging
cosmetic products are being developed with the most sophisticated cell and molecular biology
techniques, including gene arrays, SAGE, and proteomics in scientific laboratories the world over,
using isolated skin cells to pinpoint the beneficial effects of active ingredients. Such studies are
followed by testing on three-dimensional skin equivalents, which alleviates the need for animal
testing. An array of noninvasive techniques utilizing instrumentation to measure a wide array of skin
responses, parameters, and physiological functions has aided the cosmetic scientist and the
dermatologist in quantifying the biological effects for claim substantiation of antiaging products.
True antiaging efforts should have a holistic approach, addressing not only skin care, but nutrition,
wellness, balanced lifestyle, and stress management. The cosmetic industry is embracing such an
approach, and with increasing consumer awareness industry investments in research and
development efforts to meet this need, antiaging is no more just a buzzword.

Bab 11 - Pendekatan Pengembangan Produk Kosmetik Counter Efek Penuaan Kulit

Penerbit Ringkasan
Bab ini berfokus terutama pada perawatan untuk wajah , kecantikan wajah dan penampilan adalah
tolok ukur paling signifikan dan dikenali pemuda dan penuaan dalam masyarakat manusia . Produk
kosmetik antipenuaan sedang dikembangkan dengan sel yang paling canggih dan teknik biologi
molekuler , termasuk array gen , SAGE , dan proteomik di laboratorium ilmiah di seluruh dunia ,
dengan menggunakan sel-sel kulit terisolasi untuk menentukan efek menguntungkan dari bahan
aktif . Studi tersebut diikuti oleh pengujian pada kulit setara tiga - dimensi , yang mengurangi
kebutuhan untuk pengujian hewan . Array teknik noninvasif menggunakan instrumentasi untuk
mengukur berbagai macam respon kulit , parameter , dan fungsi fisiologis telah membantu ilmuwan
kosmetik dan dokter kulit dalam mengukur efek biologis untuk klaim pembuktian produk
antipenuaan . Upaya antipenuaan sejati harus memiliki pendekatan holistik , tidak hanya menangani
perawatan kulit , tetapi gizi , kesehatan , gaya hidup yang seimbang , dan manajemen stres . Industri
kosmetik merangkul pendekatan semacam itu , dan dengan meningkatnya investasi industri
kesadaran konsumen dalam upaya penelitian dan pengembangan untuk memenuhi kebutuhan ini ,
antipenuaan tidak lebih hanya sebuah kata kunci .

Polar emollients in cosmetic formulations enhance the penetration and biological effects of
Phytosphingosine on skin

Abstract
Recent cosmetic and dermatological science focuses on active ingredients in order to support the
biological function of the skin such as protection against physical and chemical stress, UV-irradiation
and microbes. Keratinocytes represent key elements of this barrier since they form the outer water-
impermeable layers of the skin. To assure this function keratinocytes run through a special
differentiation process from stratum basale to the stratum corneum, which is formed only of end-
differentiated keratinocytes, now called corneocytes.

The other main constituent of the water-impermeable barrier of the skin are barrier lipids i.e.
ceramides, cholesterol and free fatty acids. Ceramides are formed by keratinocytes by amidation of
sphingoid bases such as Phytosphingosine with fatty acids. Furthermore, Phytosphingosine is a
natural anti-microbial compound and it is involved in several cellular processes such as cell
differentiation and anti-inflammation.

Based on this information the present study was aimed to evaluate the effects of Phytosphingosine
as an active ingredient in cosmetic formulations. Furthermore, here we investigated whether the
type of formulation influences the biological activity of Phytosphingosine. For this purpose cultured
keratinocytes were incubated with Phytosphingosine and gene expression profiling was performed
using DNA micro arrays. Gene expression profiling revealed that Phytosphingosine significantly
promotes cell differentiation.

Additionally penetration studies with Phytosphingosine formulated with cosmetic oils of different
polarity were carried out using dermatomed pig skin in Franz cells. Penetration experiments clearly
showed that the biological skin delivery of this active ingredient markedly depends on the polarity of
the utilized emollient with best penetration abilities for polar oils.

Further evaluation of the biological effects of Phytosphingosine was accomplished by applying the
different formulations on in vitro reconstructed human epidermis with subsequent RT-qPCR analysis
of selected genes that are typical for keratinocyte differentiation. Using this approach we were
further able to demonstrate that the biological effect of Phytosphingosine on keratinocyte
differentiation in reconstructed human epidermis is clearly dependent on the bioavailability, which
in turn is determined by the polarity of the cosmetic oil.

In conclusion, we here demonstrate that Phytosphingosine promotes keratinocyte differentiation
and, therefore, is an ideal active ingredient for cosmetic applications whose biological activity can be
enhanced by the use of an appropriate formulation.
Emolien Polar dalam formulasi kosmetik meningkatkan penetrasi dan efek biologis Phytosphingosine
pada kulit

abstrak
Ilmu kosmetik dan dermatologis Terbaru berfokus pada bahan aktif dalam rangka mendukung fungsi
biologis dari kulit seperti perlindungan terhadap stres fisik dan kimia , UV - iradiasi dan mikroba .
Keratinosit merupakan elemen kunci dari penghalang ini karena mereka membentuk lapisan air -
kedap luar kulit . Untuk menjamin fungsi ini keratinosit dijalankan melalui proses diferensiasi khusus
dari stratum basale ke stratum korneum , yang terbentuk hanya dari keratinosit akhir - dibedakan ,
sekarang disebut corneocytes .

Unsur utama lain dari penghalang air - kedap kulit adalah lipid penghalang yaitu ceramides ,
kolesterol dan asam lemak bebas . Ceramides dibentuk oleh keratinosit dengan amidasi basa
sphingoid seperti Phytosphingosine dengan asam lemak . Selanjutnya , Phytosphingosine adalah
senyawa anti - mikroba alami dan terlibat dalam beberapa proses seluler seperti diferensiasi sel dan
anti - inflamasi .

Berdasarkan informasi ini penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek Phytosphingosine
sebagai bahan aktif dalam formulasi kosmetik . Selain itu , di sini kita menyelidiki apakah jenis
formulasi mempengaruhi aktivitas biologis Phytosphingosine . Untuk tujuan ini keratinosit
berbudaya diinkubasi dengan Phytosphingosine dan profil ekspresi gen dilakukan dengan
menggunakan array DNA mikro . Profil ekspresi gen mengungkapkan bahwa Phytosphingosine
secara signifikan meningkatkan diferensiasi sel .

Selain itu studi penetrasi dengan Phytosphingosine diformulasikan dengan minyak kosmetik
polaritas yang berbeda dilakukan dengan menggunakan kulit babi dermatomed dalam sel Franz .
Percobaan penetrasi jelas menunjukkan bahwa pengiriman kulit biologis bahan aktif ini nyata
tergantung pada polaritas emolien digunakan dengan kemampuan penetrasi terbaik untuk minyak
polar .

Evaluasi lebih lanjut dari efek biologis dari Phytosphingosine dicapai dengan menerapkan formulasi
yang berbeda pada in vitro direkonstruksi epidermis manusia dengan analisis RT - qPCR berikutnya
gen dipilih yang khas untuk diferensiasi keratinosit . Dengan menggunakan pendekatan ini kita lebih
mampu menunjukkan bahwa efek biologis dari Phytosphingosine pada diferensiasi keratinosit dalam
epidermis manusia direkonstruksi jelas tergantung pada ketersediaan hayati , yang pada gilirannya
ditentukan oleh polaritas minyak kosmetik .

Sebagai kesimpulan, kami di sini menunjukkan bahwa Phytosphingosine mempromosikan
diferensiasi keratinosit dan , karena itu , merupakan bahan aktif yang ideal untuk aplikasi kosmetik
yang aktivitas biologis dapat ditingkatkan dengan menggunakan formulasi yang tepat .

Allergic Contact Dermatitis to Cosmetics

Skin nonpenetrating sunscreens for cosmetic and pharmaceutical formulations

Abstract
Ultraviolet (UV) solar radiation produces harmful effects on the skin including sunburn, local
immunosuppression, skin photoaging, and cutaneous malignancies. Although application of
sunscreens is the gold standard for protecting the skin from UV radiation, studies have shown that
currently used sunscreens can cause adverse skin and systemic reactions, owing to their penetration
into the viable cutaneous strata and to transdermal absorption. This paper presents new
nonpermeating sunscreens (NPSUN) suitable for use in cosmetic and pharmaceutical products. The
basic idea behind the design of the new photoprotectors was to immobilize UV-absorbing moieties
in the Jojoba oil chemical backbone. The physicochemical characteristics of NPSUNs allow these
derivatives to remain confined to the upper stratum corneum where the sunscreen molecule acts,
with no further clearance to deeper dermal strata or systemic circulation. As an example, no
permeation across the skin of methoxycinnamate-NPSUN was observed during 24-hour in vitro
experiments, after topical application of either unformulated substances or of methoxycinnamate-
NPSUNs formulated in oil-in-water cream, in water-in-oil cream, or in Jojoba oil. Another approach
to increase the photoprotective effect against the UV radiation is targeting the delivery of
tocoperol into the deeper skin layers and across the cell membranes. This is necessary for optimal
photoprotection and prevention of malignant processes. For this purpose, ethosomal vitamin E
compositions were designed, characterized, and tested. Efficient intracellular and dermal
accumulation of vitamin E from ethosomes was demonstrated.

A good clinical strategy could be the use of NPSUNs during direct UV exposure followed by the
application of -tocopherol compositions after short- or long-term solar radiation.

Kulit tabir surya nonpenetrating untuk formulasi kosmetik dan farmasi

abstrak
Ultraviolet ( UV ) radiasi matahari menghasilkan efek berbahaya pada kulit termasuk kulit terbakar ,
imunosupresi lokal , photoaging kulit , dan keganasan kulit . Meskipun aplikasi tabir surya adalah "
standar emas " untuk melindungi kulit dari radiasi UV , penelitian telah menunjukkan bahwa tabir
surya saat ini digunakan dapat menyebabkan kulit buruk dan reaksi sistemik , karena penetrasi
mereka ke dalam strata kulit yang layak dan penyerapan transdermal . Makalah ini menyajikan tabir
surya nonpermeating baru ( NPSUN ) cocok untuk digunakan dalam produk kosmetik dan farmasi .
Ide dasar di balik desain photoprotectors baru adalah untuk melumpuhkan menyerap UV gugus di
Jojoba backbone kimia minyak . Karakteristik fisikokimia NPSUNs memungkinkan derivatif tersebut
untuk tetap terbatas pada stratum korneum atas di mana molekul tabir surya bertindak , tanpa izin
lebih lanjut untuk strata dermal lebih dalam atau sirkulasi sistemik . Sebagai contoh , tidak ada
perembesan di kulit metoksisinamat - NPSUN diamati selama 24 jam dalam percobaan in vitro ,
setelah aplikasi topikal baik zat unformulated atau metoksisinamat - NPSUNs dirumuskan dalam
minyak dalam air krim , air - dalam-minyak cream , atau minyak jojoba . Pendekatan lain untuk
meningkatkan efek photoprotective terhadap radiasi UV menargetkan pengiriman tocoperol ke
dalam lapisan kulit yang lebih dalam dan melintasi membran sel . Hal ini diperlukan untuk
fotoproteksi optimal dan pencegahan proses ganas . Untuk tujuan ini , komposisi vitamin E
ethosomal dirancang , ditandai , dan diuji . Intraseluler efisien dan akumulasi dermal vitamin E dari
ethosomes ditunjukkan .

Sebuah strategi klinis yang baik bisa menjadi penggunaan NPSUNs saat terpapar UV langsung diikuti
dengan penerapan komposisi - tokoferol setelah radiasi matahari jangka pendek maupun panjang .

Antioxidants in Natural Cosmetics
Abstract
Many cosmetics that are marketed nowadays often contain antioxidants as the active ingredients. It is known that oxidation reactions could
produce free radicals, which can start chain reactions that will damage skin cells. Increasing the amount of free radicals could initiate the
wrinkling, photoaging, elastosis, drying, and pigmentation of the skin. Topical antioxidants could terminate the chain reactions by removing the
free radical intermediates and inhibit other oxidation reactions by being oxidized themselves; this could defend the skin against the environmental
stress caused by free radicals.
It is well known that plants can produce natural antioxidant compounds that could control the oxidative stress caused by sunlight and oxygen.
Many patents and commercial cosmetic products have various combinations of plant extracts. The cosmetic formulations usually contain various
combinations of many plant extracts, for example, green tea, rosemary, grape seed, basil grape, blueberry, tomato, acerola seed, pine bark, and
milk thistle. These plants extracts contain natural antioxidants, that is, polyphenols, flavonoids, flavanols, stilbens, and terpenes (including
carotenoids and essential oils). Some commercial products contain pure natural compounds such as quercetin, kojic acid, and resveratrol in their
formulation.
The choice of the right active plant extracts or compounds, the confirmation of their activity, and their stability and synergistic effects in cosmetic
products are the important factors for the formulation of an effective product.

Antioksidan alami dalam Kosmetik

abstrak
Banyak kosmetik yang dipasarkan saat ini sering mengandung antioksidan sebagai bahan aktif . Hal
ini diketahui bahwa reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas , yang dapat memulai reaksi
berantai yang akan merusak sel-sel kulit . Peningkatan jumlah radikal bebas bisa memulai kerutan ,
photoaging , elastosis , pengeringan , dan pigmentasi kulit . Antioksidan topikal bisa menghentikan
reaksi berantai dengan menghapus intermediet radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi
lainnya dengan menjadi teroksidasi sendiri , ini bisa mempertahankan kulit terhadap stres
lingkungan yang disebabkan oleh radikal bebas .

Hal ini juga diketahui bahwa tanaman dapat menghasilkan senyawa alami antioksidan yang dapat
mengontrol stres oksidatif yang disebabkan oleh sinar matahari dan oksigen . Banyak paten dan
produk kosmetik komersial memiliki berbagai kombinasi ekstrak tumbuhan . Formulasi kosmetik
biasanya mengandung berbagai kombinasi banyak ekstrak tumbuh-tumbuhan , misalnya , teh hijau ,
rosemary , biji anggur , kemangi anggur , blueberry , tomat , biji acerola , kulit pohon pinus , dan milk
thistle . Tanaman ini mengandung ekstrak antioksidan alami , yaitu , polifenol , flavonoid , flavanols ,
stilbens , dan terpene ( termasuk karotenoid dan minyak esensial ) . Beberapa produk komersial
mengandung senyawa alami murni seperti quercetin , asam kojic , dan resveratrol dalam formulasi
mereka .

Pilihan tepat ekstrak tanaman aktif atau senyawa , konfirmasi dari aktivitas mereka , dan stabilitas
dan efek sinergis dalam produk kosmetik adalah faktor penting bagi perumusan produk yang efektif .

Age-dependent differences in epidermal stem cells and the
effects of natural cosmetic ingredients assessed in human
skin equivalent cultures

Are plants used for skin care in South Africa fully explored?

Abstract
Ethnopharmacological relevance
South Africa is an important focal point of botanical diversity, and although many plant species have
been used since ancient times in ethnomedicine, only a few species have hitherto been fully
investigated scientifically. A large proportion of the South African population use traditional
medicines for their physical and psychological health needs. Many medicinal plants have recently
gained popularity as ingredient in cosmetic formulations based on their ethnomedicinal values and
many cosmetic products sold in stores are of natural origin. The present review discusses the
ethnopharmacological values, pharmacological and toxicological evidence of 117 plant species
grown in South Africa, which are used traditionally for skin care purposes. Special focus was on their
traditional use for many skin disorders in order to identify their therapeutic potential, the state of
ethnopharmacological knowledge and special emphasis has been on areas which require further
research.

Materials and methods
The information regarding all 117 plant species mentioned was extracted from Sci-Finder, Science
direct, Medline and Google Scholar. All the available relevant data for medicinal plants was collated
from literature review articles from the 19th century to early 2013.

Results
The extracts from different parts of plants exhibited significant pharmacological properties, proving
significant skin care potentials. Special emphasis was on those plant species which still need further
exploration and these have been documented separately.

Conclusions
Despite the immense use of plants in ethnomedicine for skin care, limited research has been done
on the activity of the crude extracts and very little on the active constituents. Consequently, almost
35 out of the 117 species are totally unexplored in the area of skin care. This investigation would be
of interest to a broad readership including those researchers working in this field. The plant species
namely: Greyia flanaganii, Sideroxylon inerme, Sclerocarya birrea, Calodendrum capense,
Hyaenanche globosa, Harpephyllum caffrum, Ximenia americana, Leucosidea sericea Artemisia afra,
and six Aloe species have been scientifically validated by our research group for skin
hyperpigmentation problems.

Graphical abstract
Scientific validation of South African medicinal plants used traditionally for skin care and their
pharmacological properties associated with treating skin conditions
Apakah tanaman yang digunakan untuk perawatan kulit di Afrika Selatan sepenuhnya dieksplorasi ?

abstrak
relevansi ethnopharmacological
Afrika Selatan merupakan titik fokus penting dari keanekaragaman botani , dan meskipun banyak
spesies tumbuhan telah digunakan sejak zaman kuno di ethnomedicine , hanya beberapa spesies
sampai sekarang telah sepenuhnya diteliti secara ilmiah . Sebagian besar dari penduduk Afrika
Selatan menggunakan obat tradisional untuk kebutuhan fisik dan psikologis mereka kesehatan .
Banyak tanaman obat baru-baru ini mendapatkan popularitas sebagai bahan dalam formulasi
kosmetik yang berbasis pada nilai-nilai ethnomedicinal mereka dan banyak produk kosmetik yang
dijual di toko-toko yang berasal dari alam . Tinjauan ini membahas nilai-nilai ethnopharmacological ,
bukti farmakologi dan toksikologi dari 117 spesies tanaman tumbuh di Afrika Selatan , yang
digunakan secara tradisional untuk keperluan perawatan kulit . Fokus khusus pada penggunaan
tradisional mereka untuk gangguan kulit banyak dalam rangka untuk mengidentifikasi potensi terapi
mereka , keadaan pengetahuan ethnopharmacological dan penekanan khusus telah di daerah-
daerah yang memerlukan penelitian lebih lanjut .

Bahan dan metode
Informasi mengenai semua 117 spesies tanaman yang disebutkan diekstraksi dari Sci - Finder , Ilmu
langsung , Medline dan Google Scholar . Semua data yang relevan yang tersedia untuk tanaman obat
yang dikumpulkan dari studi literatur artikel dari abad ke-19 sampai awal 2013.

hasil
Ekstrak dari berbagai bagian tanaman menunjukkan sifat farmakologis yang signifikan ,
membuktikan potensi perawatan kulit yang signifikan . Penekanan khusus pada spesies-spesies
tanaman yang masih perlu eksplorasi lebih lanjut dan ini telah didokumentasikan secara terpisah .

kesimpulan
Meskipun penggunaan besar tanaman di ethnomedicine untuk perawatan kulit , penelitian terbatas
telah dilakukan pada aktivitas ekstrak kasar dan sangat sedikit pada konstituen aktif . Akibatnya ,
hampir 35 dari 117 spesies yang benar-benar belum diselidiki di bidang perawatan kulit . Penelitian
ini akan menarik bagi pembaca yang luas termasuk peneliti yang bekerja di bidang ini . Spesies
tanaman yaitu: Greyia flanaganii , Sideroxylon inerme , Sclerocarya birrea , Calodendrum capense ,
Hyaenanche globosa , Harpephyllum caffrum , Ximenia americana , Leucosidea sericea Artemisia afra
, dan enam spesies Aloe telah divalidasi secara ilmiah oleh kelompok riset kami untuk masalah
hiperpigmentasi kulit .

abstrak grafis
Validasi ilmiah tanaman obat Afrika Selatan digunakan secara tradisional untuk perawatan kulit dan
sifat farmakologi yang terkait dengan merawat kondisi kulit .

Chapter 63 Polyphenols against Skin Aging

The skin is the largest organ of the body with a surface area of approximately 1.52.0 m2. It protects
the internal organs of the body by acting as an effective barrier against the detrimental effects of
environmental and xenobiotic agents (e.g., extrinsic harmful chemicals and genotoxics). Strong or
chronic exposition to a variety of external stresses (e.g., ultraviolet radiation aka solar UV) may
contribute to premature skin aging, immune-suppression, and tumorigenesis/carcinogenesis (i.e.
tumor/cancer formation). Therefore, a search for prevention strategies to circumvent such
unfavorable outcomes is being constantly pursued. Polyphenols (aka polyhydroxyphenols) represent
a superfamily of diverse naturally occurring phytochemicals. An increasing number of studies on
vertebrates and invertebrates have shown that these compounds modulate many signaling
pathways, and subsequently exert numerous biological activities (e.g., significant antioxidant,
chemopreventive, immune-modulatory, cell repair and photo-protective effects) as well as potential
health benefits (e.g., prevention of aging, reduction in cancer incidences and other inflammatory-
state diseases). Among the several hundreds of dietary polyphenols (plant nutraceuticals aka
phytonutrients), some constitute a promising approach to remedying many skin conditions (i.e.,
prevention and treatment of skin aging and diseases). The protective skin aging effects exhibited by
polyphenols may, however, partially depend on their molecule characteristics, the food matrix,
and/or on their bioavailability, which does not always depend on the overall intake/consumption.
Eventually, natural purified polyphenols or polyphenol-rich plant extracts (semi-synthetic or
synthetic) might supplement skin chemotherapeutics, our sun protection armamentarium, and
further enhance the benefit of esthetic techniques (e.g., microdermabrasion). Thereby, polyphenols
are also gaining popularity as ingredients in cosmetic formulations (cosmeceuticals). In this chapter,
we outline the current progress in skin aging intervention studies using polyphenols (e.g., purified
polyphenols, dietary, or topical rich-polyphenols products).

Keywords

Kulit adalah organ tubuh terbesar Ulasan dengan luas permukaan sekitar 1,5-2,0 m2 . Ini Melindungi
organ-organ tubuh dengan bertindak sebagai penghalang efektif terhadap efek merugikan dari agen
lingkungan dan xenobiotik ( misalnya , bahan kimia Berbahaya ekstrinsik dan genotoxics ) . Kuat atau
kronis eksposisi ke berbagai tekanan eksternal (misalnya , radiasi ultraviolet UV alias solar ) mungkin
Berkontribusi penuaan dini kulit , penekanan kekebalan , dan tumorigenesis / karsinogenesis ( yaitu
pembentukan tumor / kanker ) . Oleh karena itu , pencarian untuk strategi pencegahan untuk
menghindari hasil yang tidak menguntungkan seperti sedang terus dikejar . Polifenol ( alias
polyhydroxyphenols ) merupakan superfamili beragam alami phytochemical . Peningkatan jumlah
penelitian pada vertebrata dan invertebrata telah menunjukkan bahwa senyawa ini memodulasi
banyak jalur sinyal , dan kemudian mengerahkan berbagai kegiatan biologis (misalnya , antioksidan
yang signifikan , kemopreventif , kekebalan tubuh - modulatory , perbaikan sel dan efek foto-
pelindung ) serta kesehatan potensial manfaat ( misalnya , pencegahan penuaan , penurunan insiden
kanker dan penyakit inflamasi - negara lain ) . Di antara beberapa Ratusan polifenol diet ( fitonutrien
tanaman alias nutraceuticals ) , beberapa merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk
menanggulangi kondisi kulit banyak ( yaitu , pencegahan dan pengobatan penuaan kulit dan
penyakit ) . Efek kulit pelindung penuaan dipamerkan oleh polifenol mungkin , namun, sebagian
tergantung pada molekul mereka karakteristik , matriks makanan, dan / atau bioavailabilitas mereka,
yang tidak selalu bergantung pada keseluruhan asupan / konsumsi . Akhirnya , polifenol dimurnikan
alam atau polifenol - ekstrak tumbuhan yang kaya (semi - sintetis atau sintetis ) bisa melengkapi kulit
kemoterapi , perlindungan matahari armamentarium kami , dan selanjutnya Meningkatkan manfaat
dari teknik estetik ( misalnya , microdermabrasion ) . Dengan demikian , polifenol juga Mendapatkan
popularitas sebagai bahan dalam formulasi kosmetik ( cosmeceuticals ) . Dalam bab ini , kami
menguraikan kemajuan saat ini dalam studi intervensi menggunakan penuaan kulit polifenol (
misalnya , polifenol dimurnikan , makanan , topikal atau polifenol - produk kaya ) .

Keywords
A gas chromatographymass spectrometric method to determine skin-whitening agents in cosmetic
products
Sebuah metode gas kromatografi spektrometri massa untuk menentukan agen pemutih kulit dalam
produk kosmetik
Abstract
An analytical method is proposed here to determine three allowed (kojic acid, azelaic acid and arbutin) and two forbidden (resorcinol and
hydroquinone) skin-whitening agents in cosmetics. The method is based on gas chromatography coupled with mass spectrometric detection,
which allows the two prohibited target compounds to be identified unequivocally by means of their mass spectra acquired in full-scan mode at the
retention time of these compounds. Owing to their low volatility, target analytes are derivatized using N,O-bis-(trimethylsilyl)trifluoroacetamide
(BSTFA) (containing 1% trimethylchlorosylane) prior to injection into the chromatographic system. The accuracy and precision of the proposed
method were evaluated by analysing a laboratory-made skin-whitening cosmetic sample containing known amounts of the five target compounds.
The method can be easily applied by the manufacturers in the quality control of their own products, and also by safety authorities to prevent
fraudulent operations and thus look after consumers health. The proposed method was successfully applied to the analysis of nine commercial
skin-whitening cosmetic products, showing that fraud was committed in four of the analyzed samples.
Keywords
Cosmetic;
Fraud detection;
Gas chromatographymass spectrometry;
Skin-bleaching agent;
Skin-whitening agent

abstrak
Suatu metode analisis yang diusulkan di sini untuk menentukan tiga diperbolehkan (asam kojic ,
asam azelaic dan arbutin ) dan dua dilarang ( resorsinol dan hidroquinon ) agen pemutih kulit
dalam kosmetik . Metode ini didasarkan pada kromatografi gas ditambah dengan deteksi
spektrometri massa , yang memungkinkan dua senyawa target dilarang untuk diidentifikasi secara
tegas melalui spektrum massa mereka diperoleh dalam modus full - scan pada waktu retensi dari
senyawa ini . Karena volatilitas yang rendah , analit sasaran yang diderivatisasi menggunakan N ,
O - bis - ( trimethylsilyl ) trifluoroacetamide ( BSTFA ) ( mengandung 1 % trimethylchlorosylane )
sebelum injeksi ke dalam sistem kromatografi . Akurasi dan presisi dari metode yang diusulkan
dievaluasi dengan menganalisis pemutih kulit sampel kosmetik yang dibuat di laboratorium
mengandung jumlah yang telah diketahui dari lima senyawa target . Metode ini dapat dengan
mudah diterapkan oleh produsen dalam kontrol kualitas produk mereka sendiri, dan juga oleh
otoritas keamanan untuk mencegah operasi penipuan dan dengan demikian menjaga kesehatan
konsumen . Metode yang diusulkan telah berhasil diterapkan pada analisis dari sembilan produk
pemutih kulit komersial kosmetik , menunjukkan bahwa penipuan tersebut dilakukan dalam
empat dari sampel yang dianalisis .

Keywords
Deteksi fraud ; , kosmetik Gas kromatografi - spektrometri massa , agen Skin - bleaching , Kulit -
whitening agent
Formulation and Evaluation of Moisturizer Containing Herbal Extracts for the Management of Dry
Skin
Formulation and Evaluation of Moisturizer Containing Herbal Extracts for the Management of Dry
Skin

Abstract
Background Formulating a moisturizer using all natural raw materials is a formidable task. The
Objective present paper focuses on the formulation of completely herbal moisturizers, their
evaluation and comparison with commercial moisturizer.

Methods Three of the herbal moisturizers [M1M3] formulated by using in varied concentrations
[0.1390.9%w/w] of herbal extracts, juice and gel. Further all of the prepared formulation and
selected commercial moisturizer [M4] evaluated for its physicochemical and safety parameters by
applying on the forearm of 20 volunteers.

Results The physicochemical parameters of formulations i.e., pH, acid value, saponification value,
viscosity, spreadability, layer thickness, microbial count and skin sensitivity were found to be in the
range of 5.190.36.800.5, 6.800.59.21.3, 16.101.023.001.4, 595010660015cps, 652.0
981.5%, 28.401.530.001.5m, 31 4483 colony forming units. Formulation M1 and M4 shown
an increase in percentage of skin hydration, firmness and viscoelasticity after the 3 weeks study
period. Comparison study of evaluated parameters justified that formulated herbal moisturizer M1
[p<0.01] possess almost same performance characteristics when compare to M4.

Conclusion Herbal ingredients are not only efficacious to treat skin dryness as compare to synthetic
one but also capable to substitute synthetic base to some extent. It is up to the cosmetologist to
motivate and encourage the development and use of truly herbal cosmetics.
Perumusan dan Evaluasi Moisturizer Mengandung Herbal Ekstrak Pengelolaan Kulit Kering

abstrak
Latar Belakang Perumusan pelembab menggunakan semua bahan baku alami adalah tugas berat .
Tulisan ini Tujuan berfokus pada perumusan pelembab benar-benar herbal , evaluasi dan
perbandingan dengan pelembab komersial.

Metode Tiga dari pelembab herbal [ M1 - M3 ] dirumuskan dengan menggunakan konsentrasi yang
bervariasi [ 0,139-0,9 % b / b ] dari ekstrak herbal , jus dan gel . Selanjutnya semua formulasi
disiapkan dan dipilih pelembab komersial [ M4 ] dievaluasi untuk parameter fisika dan keamanannya
dengan menerapkan pada lengan bawah dari 20 relawan .

Hasil Parameter fisikokimia formulasi yaitu , pH , asam, angka penyabunan , viskositas , spreadability
, ketebalan lapisan , jumlah mikroba dan sensitivitas kulit yang ditemukan pada kisaran 5,19 0,3-
6,80 0.5 , 6.80 0,5-9,2 1.3 , 16.10 1,0-23,00 1.4 , 5950 10-6600 15cps , 65 2,0-98 1,5
% , 28.40 1,5-30,00 1.5m , 31 4-48 3 koloni membentuk unit . Formulasi M1 dan M4
menunjukkan peningkatan persentase hidrasi kulit , ketegasan dan viscoelasticity setelah masa studi
3 minggu . Studi perbandingan parameter dievaluasi dibenarkan bahwa dirumuskan pelembab
herbal M1 [ p <0,01 ] memiliki karakteristik kinerja yang hampir sama bila dibandingkan dengan M4 .

Kesimpulan bahan herbal tidak hanya berkhasiat untuk mengobati kulit kering sebagai dibandingkan
dengan salah satu sintetis tetapi juga mampu untuk mengganti dasar sintetis sampai batas tertentu .
Terserah kecantikan untuk memotivasi dan mendorong pengembangan dan penggunaan kosmetik
yang benar-benar herbal .

Keywords