You are on page 1of 29

1

PROBLEM-BASED LEARNING
MAKALAH MANDIRI



BLOK 16 : SISTEM DIGESTIVUS 2

BADIUZZAMAN BIN ABD KADIR
10 2008 295
C6

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
UKRIDA



2

PENDAHULUAN 3
ISI-ISI
1. ANAMNESIS 3
2. PEMERIKSAAN:
I. FISIK 4
II. RADIOLOGI 7
III. LABORATORIUM 9
3. WORKING DIAGNOSIS 10
4. GEJALA KLINIS 11
5. ETIOLOGI 11
6. PATOFISIOLOGI 13
7. KOMPLIKASI 14
8. PENATALAKSANAAN 15
9. PROGNOSIS 16
10. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
I. KISTA OVARI 16
II. KOLIK URETER 19
III. SALPHINGITIS 22
IV. KEHAMILAN EKTOPIK 24
DAFTAR PUSTAKA

3

PENDAHULUAN
Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut.
Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun
sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit
(sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam
lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut
maka dapat mempermudah timbulnya appenditis. Di dalam apendiks terdapat imunoglobulin, zat
pelindung terhadap infeksi . Pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-
artery.

SKENARIO
Seorang ibu berusia 46 tahun datang berobat ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada perut
bagian kanan bawahnya, os juga mengeluh mual dan muntah-muntah 2x/hari. Pemeriksaan fisik
:S : 38C, Nadi: 92x/ , RR: 24x/ , TD: 105/65, pemeriksaan laboratorium : Leukosit: 15500/ul.

ISI-ISI
1. ANAMNESIS
Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Setiap pasien dengan gejala nyeri
abdomen yang belum pernah mengalami appendektomi seharusnya dicurigai menderita
appendisitis. Pasien dewasa sudah dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala nyeri
abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Setelah itu dilanjutkan dengan anamnesis
yang terpimpin seperti:
Biodata
- Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register
Pola Nutrisi
4

- Makan bersuhu ekstrem
- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk
Lingkungan
- Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan lebih
baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
Keluhan utama
- Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.
Riwayat kesehatan dahulu
- Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
Riwayat kesehatan sekarang
- Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat dan
hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang memperberat dan
memperingan keluhan
Bagaimana hebatnya nyeri
Apakah nyeri menggangu aktiviti harian dan makan
Adakah disertai muntah (75% penderita disertai muntah)
Adakah ada gejala disuria (timbul apabila peradangan appendiks dekat dengan vesika
urinaria)
Disertai panas atau tidak (demam tidak terlalu tinggi antar 37.5-38.5 tetapi bila suhu
lebih tinggi diduga terjadi perforasi)

2. PEMERIKSAAN:
I. FISIK
Pada appendicitis akut, dengan pengamatan akan tampak adanya pembengkakan
(swelling) rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi). Pada
perabaan (palpasi) didaerah perut kanan bawah, seringkali bila ditekan akan terasa nyeri
dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg sign) yang mana merupakan
kunci dari diagnosis apendisitis akut.
5

Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat / tungkai di angkat tinggi-tinggi,
maka rasa nyeri di perut semakin parah. Kecurigaan adanya peradangan usus buntu
semakin bertambah bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga. Suhu dubur (rectal) yang lebih tinggi dari suhu ketiak (axilla), lebih menunjang lagi
adanya radang usus buntu.
Inspeksi : Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada
pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Kembung bila terjadi perforasi.
Penonjolan perut kana bawah terlihat pada appendikuler abses.
Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan
dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis.
1. Rovsing sign
Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah karena tekanan
meransang peristaltic dan udara usus sehingga mengerakkan peritoneum sekitar appendiks yang
meradang.
2. Nyeri tekan Mc Burney
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran bawah atau titik Mc Burney dan ini merupakan
tanda kunci diagnosis.
3. Nyeri lepas (rangsangan peritoneum)
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) adalah nyeri yang hebat (dapat dengan mimic muka) di
abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah dilakukan penekanan
yang perlahan dan dalam titik Mc Burney.
4. Defence muscular (rangsangan m,rectus abdominalis)
6

Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen menunjukkan adanya
rangsangan peritoneum parietale.
5. Uji psoas dan uji obturator
Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan m.psoas oleh peradangan yang terjadi pada
appendiks. Terdapat 2 cara untuk memeriksa:
a. Aktif: pasien terlentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, pasien memfleksi
articulation coxae kanan dan nyeri perut kanan bawah.
b. Pasif: pasien miring ke kiri, paha kanan dihiperekstensikan oleh pemeriksa,nyeri perut
kanan bawah
Obturator sign adalah nyeri yang terjadi apabila panggul dan lutut difleksi kemudian dirotasi
kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan terletak di daerah
hipogastrium (appendiks pelvic)
Perkusi
Nyeri ketok positif dan pada auskultasi peristaltic normal, peristaltik negative pada ileus kerana
peristonitis generalsita akibat apendisitis perforate. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah teradi peritonitis maka tidak terdengar
bunyi peristaltic usus.
Auskultasi
Peristaltic normal, peristaltic negative pada ileus paralitik karena generalisata akibat appendicitis
perforate. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis appendicitis. Tetapi
jika sudah terjadi peritonitis maka terdengan bunyi peristaltic usus.
Pemeriksaan colok dubur (rectal toucher)
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya
sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan
7

apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis
pada apendisitis pelvika.

II. RADIOLOGI
1. Foto polos abdomen
Pada appendicitis akut, pemeriksaan foto polos abdomen tidak banyak membantu. Mungkin
terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah sesuai dengan lokasi appendiks.
Gambaran ini ditemukan pada 20% kasus. Foto polos abdomen supine pada abses appendiks
kadang-kadang member pola bercak udara dan air fluid level pada posisi berdiri/LLD
(decubitus), kalisifikasi bercakrim-like (melingkar) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari
appendiks.
Pemeriksaan radiologi dengan kontras barium enema hanya digunakan pada kasus-kasus
menahun. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema dapat menentukan penyakit lain yang
menyertai appendicitis.
2. Barium enema
Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendicitis pada jaringan
sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding.
3. Ultrasonografi (USG)
USG banyak digunakan untuk mendiagnosis appendisitis akut mahupun appendicitis dengan
abses. Appendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Appendiks yang
meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6mm, tidak ada peristaltic pada
penampakan longitudinal dan gambaran target pada penampakan transversal. Pada appendicitis
akut, ditemukan adanya fekalit, udara intralumen, diameter appendiks lebih 6mm, penebalan
dinding appendiks lebih dari 2mm dan pengumpulan cairan perisekal. Ultrasound dapat
8

mengidentifikasi appendiks yang membesar atau abses. Walau begitu, appendiks hanya dapat
terlihat pada 50% pasien yang menderita appendicitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya
appediks pada pemeriksaan ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendicitis.
4. Computed tomography scanning (CT Scan)
Pada keadaan normal appendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan scanning ini.
Gambaran penebalan dinding appendiks dengan jaringan lunak sekitar melekat, mendukung
keadaan appendiks yang meradang. CT Scan mempunyai sensitivitas dan spesifikasi yang tinggi
yaitu 90-100% dan 96-97%, serta akurasi 94-100%. CT Scan sangat baik untuk mendeteksi
appendiks dengan abses atau flegmon. Pada pasien tidak hamil, CT Scan pada daerah appendiks
sangat berguna untuk mendiagnosis appendicitis dan abses periappendikular sekaligus
menyigkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendicitis.

Perbandingan pemeriksaan penunjang appendicitis akut
ultrasound CT Scan
Sensitivitas 85% 90-100%
Spesifisitas 92% 95-97%
Akurasi 90-94% 94-100%
Keuntungan Aman
Relative tidak mahal
Dapat mendiagnosis
kelainan lain pada
wanita
Baik untuk anak-anak
Lebih akurat
Mengidentifikasi abses
dan flegmon lebih baik
Mengidentifikasi
appendiks normal lebih
baik
Kerugian Tergantung operator
Sulit secara teknik
Nyeri
Sulit di RS daerah
Mahal
Radiasi ion
Contrast
Sulit di RS daerah
9


5. Laparoscopy
Dibidang bedah,laparoscopy dapat berfungsi sebagai alat diagnostic dan terapi. Disamping dapat
mendiagnosis appendicitis secara langsung, laparoscopy juga dapat digunakan untuk melihat
keadaan organ intraabodomen lain. Hal ini sangat bermanfat terutama pada pasien wanita. Pada
appendicitis akut, laparoscopy diagnostic biasanya dilanjutkan dengan appendektomi
laparoscopy.

III. LABORATORIUM
Beberapa pemeriksaan laboratorium dapat dilaksanakan:
1. Pemeriksaan darah lengkap
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara10.000-20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%.
2. Test protein reaktif (CRP).
Bagi pemeriksaan protein reaktif (CRP) ditemukan jumlah serum yang meningkat. Jika
terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi (pecah).
3. Pemeriksaan urin
Untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. Pemeriksaan ini
sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih
atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendicitis.


10

3. WORKING DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis masih
mungkin salah pada sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang
masih muda sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologik
lain.Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis meragukan, sebaiknya dilakukan
observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat
dipercaya. Ultrasonografi dan laparoskopi bisa meningkatkan akurasi diagnosis pada kasus yang
meragukan.
Diagnosis ditegakkan bila memenuhi gambaran klinis yang mengarah ke appendisitis.
laboratorium : lekositosis ringan, lekosit > 13.000 /dl biasanya pada perforasi, terdapat
pergeseran ke kiri (netrofil segmen meningkat). USG untuk massa appendix dan jika masih ada
keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis lainnya. laporoskopi biasanya digunakan untuk
menyingkirkan kelainan ovarium sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda. CT scan
pada usia lanjut atau dimana penyebab lain masih mungkin.
Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara
akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti,
namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang,
sempit (sekitar 6 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan
dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir
tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam
apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat
di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan
end-artery.


11

4. GEJALA KLINIS
Gejala usus buntu bervariasi tergantung stadiumnya :
1. Penyakit Radang Usus Buntu akut (mendadak).
Pada kondisi ini gejala yang ditimbulkan tubuh akan panas tinggi, mual-muntah, nyeri
perut kanan bawah, buat berjalan jadi sakit sehingga agak terbongkok, namun tidak
semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau
mual-muntah saja.
2. Penyakit Radang Usus Buntu kronik.
Pada stadium ini gejala yang timbul sedikit mirip dengan sakit maag dimana terjadi nyeri
samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul.
Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan
berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut
yaitu nyeri pd titik Mc Burney (istilah kesehatannya).
Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak usus buntu itu sendiri terhadap
usus besar, Apabila ujung usus buntu menyentuh saluran kencing ureter, nyerinya akan sama
dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi usus
buntunya ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada
posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik begitu.

5. ETIOLOGI
1. Peranan lingkungan:diet dan hygiene
Kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi berperan terhadap
timbulnya appendicitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon.
Diet memainkan peranan penting dalam pembentukan sifat feces,yang mana penting pada
pembentukan fekalit. Kejadian appendicitis jarang di negara yang sedang berkembang,
12

dimana diet tinggi serat dan konsistensi feces lebih lembik. Colitis, diverkulitis,
carcinoma colon adalah penyakit yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat
dan menghasilkan feces dengan konsistensi keras.
2. Peranan obstruksi
Obstruksi lumen merupakan factor penyebab dominan dalam appebdisitis akut. Fekalit
merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen appendiks pada 20% anak-anak dengan
appendicitis. Fekalit ditemukan pada 40% kasus appendicitis sederhana, sedangkan pada
appendicitis akut dengan gangrene tanparuptur terdapat 65% dan 90% pada appendicitis
akut dengan gangrene disertai rupture.
Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa appendiks akan mengalami edema dan
hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di system gastrointestinal atau system
respiratorius, yang akan menyebabkan obstruksi lumen appendiks. Megacolon
congenital terjadi obstruksi pada colon bagian distal yang diteruskan ke dalam appendiks
dan hal ini merupakan salah satu alasan terjadinya appendicitis pada neonatus.
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa
appendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolitica dan benda asing mungkin
tersangkut di appendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala,
namun cukup untuk menimbulkan risiko terjadinya perforasi.
3. Peranan flora normal
Flora normal pada appendiks sama dengan di colon, dengan ditemukan beragan bakteri
aerobic dan anaerobic sehingga bakteri yang terlibat dalam appendicitis sama dengan
penyakit colon lainnya. Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negative pada
tahap appendicitis sederhana. Pada tahap appendicitis supurativa, bakteri aerobic
terutama Escherichia coli banyak ditemukan. Ketika gejala memberat, banyak organism
termasuk Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri
aerobic yang paling banyak ditemukan adalah Escherichia coli. Pada sebagian penderita
13

appendicitis gangrenosa atau appendicitis perforasi banyak ditemukan bakteri anaerobic
terutama Bacterides fragilis.

6. PATOFISIOLOGI
Patologi apendisitis berawal di jaringan mukosa dan kemudian menyebar ke seluruh lapisan
dinding apendiks. Jaringan mukosa pada apendiks menghasilkan mukus (lendir) setiap harinya.
Terjadinya obstruksi menyebabkan pengaliran mukus dari lumen apendiks ke sekum menjadi
terhambat. Makin lama mukus makin bertambah banyak dan kemudian terbentuklah bendungan
mukus di dalam lumen. Namun, karena keterbatasan elastisitas dinding apendiks, sehingga hal
tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat
tersebut akan menyebabkan terhambatnya aliran limfe, sehingga mengakibatkan timbulnya
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri di daerah epigastrium di sekitar umbilikus.
1,2

Jika sekresi mukus terus berlanjut, tekanan intralumen akan terus meningkat. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding
apendiks. Peradangan yang timbul pun semakin meluas dan mengenai peritoneum setempat,
sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu, maka akan terjadi infark dinding apendiks yang disusul
dengan terjadinya gangren. Keadaan ini disebut dengan apendisitis ganggrenosa. Jika dinding
apendiks yang telah mengalami ganggren ini pecah, itu berarti apendisitis berada dalam keadaan
perforasi.
Sebenarnya tubuh juga melakukan usaha pertahanan untuk membatasi proses peradangan ini.
Caranya adalah dengan menutup apendiks dengan omentum, dan usus halus, sehingga terbentuk
massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak
14

terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Pada anak-anak, dengan omentum yang lebih pendek, apendiks yang lebih panjang, dan dinding
apendiks yang lebih tipis, serta daya tahan tubuh yang masih kurang, memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena adanya gangguan pembuluh
darah.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk
jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya.
Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah. Pada suatu
saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan mengalami eksaserbasi.

7. KOMPLIKASI
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi. Perforasi appendix
akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai dengan demam tinggi, nyeri makin hebat
meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler
di seluruh perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.

2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila
bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya
peritonitis generalisata. Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus
paralitik, usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam
lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan mungkin syok. Gejala :
15

demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah, Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus
menghilang.

3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh
omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari ke-4 sejak peradangan mulai apabila
tidak terjadi peritonitis generalisata. Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif
ditandai dengan keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses meradang telah
mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu tidak tinggi lagi, tidak ada tanda
peritonitis, teraba massa berbatas tegas dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

8. PENATALAKSANAAN
Bila dari hasil diagnosis positif apendisitis akut, maka tindakan yang paling tepat adalah segera
dilakukan apendiktomi. Apendektomi dapat dilakukan dalam dua cara, yaitu cara terbuka dan
cara laparoskopi. Penundaan appendiktomi sambil memberikan antibiotic dapat mengakibatkan
abses atau perforasi. Apabila apendisitis baru diketahui setelah terbentuk massa periapendikuler,
maka tindakan yang pertama kali harus dilakukan adalah pemberian/terapi antibiotik kombinasi
terhadap penderita. Antibiotik ini merupakan antibiotik yang aktif terhadap kuman aerob dan
anaerob. Setelah gejala membaik, yaitu sekitar 6-8 minggu, barulah apendektomi dapat
dilakukan. Jika gejala berlanjut, yang ditandai dengan terbentuknya abses, maka dianjurkan
melakukan drainase dan sekitar 6-8 minggu kemudian dilakukan apendisektomi. Namun, apabila
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun dan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan
laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses setelah dilakukan terapi antibiotik,
maka dapat dipertimbangkan untuk membatalkan tindakan bedah.


16

9. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik. Kematian dapat terjadi pada
beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi infeksi pada 30% kasus apendix perforasi
atau apendix gangrenosa.

10. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
I. KISTA OVARI
Kista adalah tumor jinak di organ reproduksi perempuan yang paling sering ditemui.
Bentuknya kistik, berisi cairan kental, dan ada pula yang berbentuk anggur. Kista juga
ada yang berisi udara, cairan, nanah, ataupun bahan-bahan lainnya. Kista termasuk tumor
jinak yang terbungkus selaput semacam jaringan. Kumpulan sel-sel tumor itu terpisah
dengan jaringan normal di sekitarnya dan tidak dapat menyebar ke bagian tubuh lain.
Itulah sebabnya tumor jinak relatif mudah diangkat dengan jalan pembedahan, dan tidak
membahayakan kesehatan penderitanya. Berdasarkan tingkat keganasannya, kista terbagi
dua, yaitu non-neoplastik dan neoplastik. Kista non-neoplastik sifatnya jinak dan
biasanya akan mengempis sendiri setelah 2 hingga 3 bulan. Sementara kista neoplastik
umumnya harus dioperasi, namun hal itu pun tergantung pada ukuran dan sifatnya.

Etiologi
Faktor yang bisa menjadi penyebab kista ovari, antaranya:
A) Faktor gaya hidup tidak sehat
1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
2. Zat tambahan pada makanan
3. Kurang olah raga

17

4. Merokok dan konsumsi alcohol

5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius

6. Sering stress

B) Faktor genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut
protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat
karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini
dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.
Gejala Klinis
Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu
yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal
gejalanya dapat berupa:
- Gangguan haid
- Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering
berkemih.
- Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri
spontan dan sakit diperut. Nyeri saat bersenggama.
Pada stadium lanjut;
- Asites
- Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus
dan hati)
- Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
- Gangguan buang air besar dan kecil.
- Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada

Komplikasi
18

1. Perdarahan ke dalam kista yang terjadi sedikit-sedikit, sehingga berangsur-angsur
menyebabkan pembesaran kista, dan hanya menimbulkan gejala-gejala klinik yang
minimal. Akan tetapi jika perdarahan terjadi dalam jumlah yang banyak akan terjadi
distensi yang cepat dari kista yang menimbulkan nyeri perut yang mendadak.
2. Torsio. Putaran tangkai dapat terjadi pada ksta yang berukuran diameter 5 cm atau
lebih. Putaran tangkai menyebabkan gangguan sirkulasi meskipun gangguan ini jarang
bersifat total.
3. Kista ovarium yang besar dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada perut dan dapat
menekan vesica urinaria sehingga terjadi ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung
kemih secara sempurna.
4. Massa kista ovarium berkembang setelah masa menopouse sehingga besar
kemungkinan untuk berubah menjadi kanker (maligna). Faktor inilah yang menyebabkan
pemeriksaan pelvic menjadi penting.

Penatalaksanaan
Kebanyakan pasien dengan kista ovarium simple berdasarkan hasil pemeriksaan USG
tidak dibutuhkan pengobatan.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan:
- Pendekatan : Jika wanita usia reproduksi yang masih ingin hamil, berovulasi teratur
dan tanpa gejala, dan hasil USG menunjukkan kista berisi cairan, dokter tidak
memberikan pengobatan apapun dan menyarankan untuk pemeriksaan USG ulangan
secara periodic untuk melihat apakah ukuran kista membesar. Pendekatan ini juga
menjadi pilihan bagi wanita pascamenopouse jika kista berisi cairan dan diameternya
kurang dari 5 cm.
- Pil Kontrasepsi: Jika terdapat kista fungsional, pil kontrasepsi yang digunakan untuk
mengecilkan ukuran kista. Pemakaian pil kontrasepsi juga mengurangi peluang
pertumbuhan kista
19

- Pembedahan: Jika kista tidak menghilang setelah beberapa episode menstruasi, semakin
besar, lakukan pemeriksaan ultrasound, nyeri, pada masa postmenopouse, dokter harus
segera mengangkatnya. Ada 2 tindakan bedah yang utama, yaitu: Laparoskopi dan
Laparatomy
Prognosis
Bagi kista jinak, prognosisnya baik. Apabila sudah masuk stadium lanjut atau kanker,
prognosisnya jelek.

II. KOLIK URETER
Kolik ureter pada dasarnya disebabkan oleh lewatnya bahan padat sepanjang ureter,
paling sering oleh disebabkan batu yang berasal dari ginjal.
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara
berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak
dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi
status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia
adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran
urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain
yang masih belum terungkap (idiopatik).
Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang
dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik:
1. Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2. Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
20

3. Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
1. Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran
kemih.
5. Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
Gejala Klinis
Batu sistin bisa terbentuk di dalam kandung kemih, pelvis renalis (daerah tempat
pengumpulan dan pengaliran air kemih di ginjal) atau ureter (saluran panjang yang
mengalirkan air kemih dari ginjal ke dalam kandung kemih).
Gejala biasanya mulai timbul pada usia 10-30 tahun. Gejala awal biasanya berupa nyeri
hebat akibat kejang pada ureter karena batu tersangkut. Penyumbatan saluran kemih oleh
batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih dan gagal ginjal.
Diagnosis
1. Urinalisis (analisa air kemih) menunjukkan adanya endapan dan kristal sistin.
2. CT scan, MRI dan USG perut bisa menunjukkan adanya batu di dalam saluran kemih.
Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran
kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau
keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat
21

menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih
dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pielonefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal
permanen (gagal ginjal)

Penatalaksanaan
1. Pengobatannya adalah mencegah pembentukan batu sistin dengan cara memperkecil
konsentrasi sistin di dalam air kemih. Penderita diharuskan untuk minum banyak air
putih.
2. Membuat suasana basa dalam air kemih dengan mengkonsumsi natrium bikarbonat
atau asetazolamide, karena sistin lebih mudah dilakurkan dalam suasana basa.
3. Jika tindakan diatas tidak efektif, maka diberikan obat penisilamin.
Penisilamin bereaksi dengan sistin dan melarutkannya. Efek samping dari penisilamin
adalah demam, ruam kulit atau nyeri sendi.
4. Untuk mengatasi kolik ureter (nyeri akibat batu yang tersangkut di ureter) bisa
diberikan obat pereda nyeri.
5. Biasanya batu akan keluar secara spontan. Jika hal ini tidak terjadi, maka dilakukan
pembedahan untuk mengeluarkan batu.
6. Selain pembedahan bisa dilakukan litotripsi, yaitu pemecahan batu dengan
gelombang ultrasonik atau gelombang kejut sehingga batu lebih mudah dibuang
melalui air kemih atau diangkat melalui endoskopi.
Prognosis
Pelbagai faktor-faktor dapat menentukan prognosis batu pada saluran kemih, dan ginjal
seperti ukuran batu, letak batu, adanya infeksi serta adanya obstruksi.
Makin besar ukuran suatu batu, makin jelek prognosisnya. Letak batu yang dapat
menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.
Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga prognosis menjadi jelek
22

III. SALPHINGITIS
Salpingitis merupakan peradangan yang berlaku di daerah tuba fallopii yang dapat
menjalar keatas dari uterus. Penyakit ini sering berhubungan dengan peritonitis pelvika.
Salpingitis akut piogenik banyak ditemukan pada infeksi puerperal dan abortus septik.
Pemeriksaan
Bagi melakukan pemeriksaan untuk salpingitis, dokter anda dapat mendiagnosa
salpingitis dengan: panggul, pemeriksaan tes darah dan usap lendir.
Etiologi
Etiologi paling banyak disebabkan oleh gonorrhea dan infeksi post abortum.
Salpingitis juga disebabkan oleh penularan beberapa bakteri seperti:
- Streptococcos
- Staphylococcus
- E. Coli
- Clostridium welchii
Gejala klinis
Gejala mungkin tidak hadir pada infeksi ringan. Ketika gejala yang hadir, mereka
biasanya muncul setelah periode menstruasi. Gejala yang umum sebagian besar
salpingitis adalah:
Sakit saat ovulasi
Mual dan muntah
Tidak nyaman atau hubungan seksual yang menyakitkan
Abnormal warna dalam vagina
Abnormal bau di vagina
Spotting antara periode
Nyeri periode
23

Demam
Sakit perut di kedua sisi
Nyeri punggung bawah
Sering buang air kecil
Komplikasi
Secara umumnya terdapat beberapa komplikasi yang dapat timbul oleh salpingitis seperti;
infeksi ke struktur terdekat, seperti indung telur atau rahim, infeksi mitra seks, suatu
abses di ovari, infertilitas dan kehamilan ektopik.
Penatalaksanaan
1. Tanpa komplikasi bisa diobati dengan antibiotik dan penderita tidak perlu dirawat.
2. Jika terjadi komplikasi atau penyebaran infeksi, maka penderita harus dirawat di
rumah sakit.
3. Antibiotik diberikan secara intravena (melalui pembuluh darah) lalu diberikan per-
oral (melalui mulut).
4. Jika tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik, mungkin perlu dilakukan
pembedahan.
5. Pasangan seksual penderita sebaiknya juga menjalani pengobatan secara bersamaan
dan selama menjalani pengobatan jika melakukan hubungan seksual, pasangan
penderita sebaiknya menggunakan kondom.
Prognosis
Prognosis baik jika ketepatan waktu dalam pengobatan yang benar. Infeksi dapat
bertahan meskipun pengobatan diberikan terus-menerus



24

IV. KEHAMILAN EKTOPIK
Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus diluar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang
mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada
pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan penonjolan kavum Douglas, dan pada
kuldosentesis akan didapatkan darah.
Pemeriksaan
Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara ditegakkan, antara lain
dengan melihat:
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada atau tidak ada
perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri bawah. Berat atau ringannya nyeri
tergantung pada banyaknya darah yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisis
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan ekstremitas dingin,
adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut tegang bagian bawah, nyeri tekan dan
nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis.
Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada uteris kanan dan kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
25

Hb, Leukosit, urine B-hCG (+). Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel
darah merah dapat meningkat.
b. USG :
- Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
4. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
Douglas ada darah.
5. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.

6. Ultrasonografi berguna pada 5 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi di luar
uterus
Etiologi
Tidak dapat dipastikan penyebab kehamilan ektopik tetapi faktor resikonya adalah:
- merokok
- kerusakan tuba karena kehamilan
- pertambahan usia ibu.
Gejala Klinis
1. Gejalanya mirip dengan gejala keguguran. Biasanya segera setelah terlambat haid yang
pertama, sang wanita merasa nyeri kram dan tampak adanya spotting(perdarahan).
2. Kadang kala perdarahan dapat membahayakan kesehatan maupun nyawa wanita hamil
tersebut.
3. Saat terjadi perdarahan berulang-ulang yang menyebabkan nyeri dan tekanan tapi bila
perdarahannya cepat dapat menimbulkan shock atau hipotensi.
26

4. Jika terjadi nyeri pada perut bawah pada kehamilan sekitar 6-8 minggu dan ini disertai
adanya pingsan, biasanya berarti terjadi rupture (robekan) tuba yang disertai perdarahan
intra abdominal.
5. Terjadi pembesaran uterus (rahim) tapi lebih kecil daripada yang seharusnya pada usia
kehamilan dan adanya nyeri gerak pada servix.
6. Nyeri kencing dan buang air besar juga terjadi.
Komplikasi
1. Anemia
Merupakan suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pengangkut oksigen) kurang dari normal. Selama hamil, volume darah
bertambah sehingga penurunan konsentrasi sel darah merah dan hemoglobin yang
sifatnya menengah adalah normal. Selama hamil, diperlukan lebih banyak zat besi (yang
diperlukan untuk menghasilkan sel darah merah) karena ibu harus memenuhi kebuhan
janin dan dirinya sendiri.
Jenis anemia yang paling sering terjadi pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan
zat besi, yang biasanya disebabkan oleh tidak adekuatnya jumlah zat besi di dalam
makanan. Anemia juga bisa terjadi akibat kekurangan asam folat (sejenis vitamin B yang
diperlukan untuk pembuatan sel darah merah). Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan darah yang menentukan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan
kadar zat besi dalam darah.
Anemia karena kekurangan zat besi diobati dengan tablet besi. Pemberian tablet besi
tidak berbahaya bagi janin tetapi biasa menyebabkan gangguan lambung dan sembelit
pada ibu, terutama jika dosisnya tinggi.

2. Plasenta previa

Plasenta Previa adalah plasenta yang tertanam di atas atau di dekat serviks (leher rahim),
pada rahim bagian bawah. Di dalam rahim, plasenta bisa menutupi lubang serviks secara
27

keseluruhan atau hanya sebagian. Plasenta previa biasanya terajdi pada wanita yang telah
hamil lebih dari 1 kali atau wanita yang memiliki kelainan rahim (misalnya fibroid).
Pada akhir kehamilan, tiba-tiba terjadi perdarahan yang jumlahnya bisa semakin banyak.
Darah yang keluar biasanya berwarna merah terang. Untuk memperkuat diagnosis,
dilakukan pemeriksaan USG. Jika perdarahannya hebat, dilakukan transfusi darah
berulang.
Jika perdarahannya ringan dan persailinan masih lama, bisanya dianjurkan untuk
menjalani tirah baring. Hampir selalu dilakukan operasi sesar karena cenderung terjadi
pelepasan plasenta sebelum waktunya, bayi bisa mengalami kekurangan oksigen dan ibu
bisa mengalami perdarahan hebat.
Penatalaksanaan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Pada laparotomi
perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksa yang
menjadi sumber perdarahan. Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam
rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal
yang harus dipertimbangkan yaitu : kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita
akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini menentukan apakah perlu
dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum terangkat
Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan transfusi, infus, oksigen, atau
kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah
dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus
dirawat inap di rumah sakit.
Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini
dengan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk., (1971) melaporkan 1 kematian dari
28

826 kasus, dan Willson dkk (1971) 1 diantara 591 kasus. Tetapi bila pertolongan
terlambat, angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970) mendapatkan
angka kematian 2 dari 120 kasus.
Penderita mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kehamilan
ektopik kembali. Selain itu, kemungkinan untuk hamil akan menurun. Hanya 60% wanita
yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka
kemandulannya akan jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang
dilaporkan berkisar antara 0 14,6%. Kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah
sekitar 50% .














29

Daftar Pustaka
1. Harrisons 15
th
edition Principles Of Internal Medicine, Eugene Braunwald, Anthony S.
Fauci, Dan L. Longo, McGraw Hill,2001, Acute Appendicitis, 1705- 1708.
2. Ilmu Penyakit Dalam, Aru w.Sudoyo, BambangSetityohadi, Idrus Alwi, Marcellus
Simadibrata, Pusat Penerbitan Department Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2006, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum,20-38.
3. William Obstetrics 22
nd
edition , F gary Cunningham, Kenneth j Leveno, Steven L. Bloom,
McGraw Hill,2005,Abnormalities of the reproduvtive tract, 965-967.
4. Diagnosis Fisik, 17th Edition,Alih bahasa oleh Dr.Henny Lukmanto, 1990 Penerbit Buku
Kedokteran EGC,hal 276-285
5. At A Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik,Jonathan Gleadle, 2003, Blackwell Science
Ltd,hal 28-29,58-59
6. Current Obstetric and Gynecologic Diagnosis and Treatment, Alan H. Decherney, MD,
Lauren Nathan, MD,McGraw Hill, 2003, Beningn Disoreders and the ovaries and oviduct,
708-733.
7. Buku ajar Bedah ( Essential of Surgery), David c Sabiston, Dr, petrus Andrianto, Dr Timon
I.S,Peneribit uku Kedokteran EGC,496-499.
8. Danforth's Obstetrics and Gynecologist, 10
th
edition, Ronald S. Gibbs, Beth Y Karlan,
Arthur F.Haney, Ingrid E. Nygaard, Wotlers Kluwer/ Lippincott William & Wilkins, 617-
622.
9. Lecture Notes Urology,Sixth Edition,2009,John Blandy and Amir Kaisary, page 109-122.

You might also like