You are on page 1of 47

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id










































ommit to user
HUBUNGAN ANTARA ASMA BRONKIAL DENGAN REFLUKS
GASTROESOFAGEAL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA


SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran












JUNITA I.M. SIREGAR
G0006100



FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Surakarta
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ii


PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.


Surakarta, J uli 2010


J unita I.M. Siregar
NIM. G0006100















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
iii
PENGESAHAN SKRIPSI


Skripsi dengan judul : Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks
Gastroesofageal di RSUD dr. Moewardi Surakarta
J unita I.M. Siregar, NIM/Semester : G.0006100/VIII, Tahun: 2010

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Pada Hari Selasa, Tanggal 01 J uni Tahun 2010


Pembimbing Utama

Nama : Dr. Eddy Surjanto, dr., Sp.P(K)
NIP : 1950110419751110 .

Pembimbing Pendamping

Nama : Veronika Ika Budiastuti, dr., M.Pd
NIP : 197303122002122001 .....

Penguji Utama

Nama : Reviono, dr., Sp.P
NIP : 196510302003121001 ..

Anggota Penguji

Nama : Dian Ariningrum, dr., M.Kes., Sp.PK
NIP : 197107202006042001 ..



Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS




Sri Wahjono, dr., M.Kes., DAFK Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., M.S
NIP. 194508241973101001 NIP. 194811071973101003


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
iv
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya
sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan antara
Asma Bronkial dengan Refluks Gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar
kesarjanaan dalam bidang kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat terwujud dengan baik atas
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis secara pribadi
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik, yaitu:
1. Prof. Dr. AA. Subiyanto, dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Sri Wahjono, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi.
3. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) selaku Pembimbing Utama atas segala
bimbingan yang sangat berharga yang telah diberikan selama penulisan
skripsi.
4. Veronika Ika Budiastuti, dr., MPd selaku Pembimbing Pendamping
atas segala bimbingan yang sangat berharga yang telah diberikan
selama penulisan skripsi.
5. Reviono, dr., SpP selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji
dan memberikan masukan-masukan yang sangat berharga dalam
penulisan skripsi.
6. Dian Ariningrum, dr., M.Kes., SpPK selaku Anggota Penguji selaku
yang telah berkenan menguji dan memberikan masukan-masukan yang
sangat berharga dalam penulisan skripsi.
7. Segenap staf Poliklinik Penyakit Paru RSUD DR. Moewardi atas
bantuan selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Bapak, Mama, Abang, Kakak yang selalu setia mendoakan, memberi
banyak perhatian, dukungan materi, dan semangat untuk
menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman CYTO FK UNS, dan angkatan 2006 , terima kasih atas
doa, dukungan, dan bantuannya selama ini.


Surakarta, J uli 2010

J unita I.M. Siregar






perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
v
ABSTRAK
Junita I.M. Siregar, G0006100, 2010. Hubungan antara Asma Bronkial dengan
Refluks Gastroesofageal di RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Fakultas
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian: Beberapa studi kasus mengenai pasien dengan gejala kronik
gangguan saluran napas atas menjelaskan adanya hubungan yang potensial antara
saluran napas atas dan GERD (Gastroesofageal Reflux Disease. GERD cenderung
meningkatkan risiko serangan asma bronkial. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di
RSUD Dr. Muwardi Surakarta.

Metode Penelitian: Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional analitik
dengan pendekatan cross sectional. Subjek yang digunakan berjumlah 36 subjek
(18 subjek kasus dan 18 subjek kontrol). Penelitian dilakukan di poliklinik Bagian
Paru RSUD Dr. Muwardi Surakarta pada 03 November 2009 sampai 11 Februari
2010. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Analisis data
yang digunakan adalah uji statistik chi square untuk mengetahui uji proporsi pada
dua variabel penelitian, kemudian untuk menguji hubungan antara 2 variabel
digunakan uji korelasi Phi. Rasio prevalens digunakan untuk menilai estimasi
risiko relatif yaitu perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan
baru) pada satu saat dengan seluruh subyek yang ada.

Hasil Penelitian: Hasil uji chi square menunjukkan signifikansi sebesar 0,015
sehingga ada hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di
RSUD Dr. Muwardi Surakarta. Hasil perhitungan ratio prevalens adalah 2.21.

Simpulan Penelitian: Ada hubungan antara refluks gastroesofageal dengan asma
bronkial di RSUD Dr. Muwardi Surakarta ( p =0,015). Angka kejadian GERD
lebih besar pada kelompok kasus (asma bronkial) dibandingkan dengan kelompok
kontrol .


Kata kunci : Asma bronkial, Refluks Gastroesofageal.











perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
vi
DAFTAR ISI

halaman
PRAKATA ........................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR TABEL dan GAMBAR...................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang Masalah .................................................................
B. Rumusan Masalah ...........................................................................
C. Tujuan Penelitian ............................................................................
D. Manfaat Penelitian ..........................................................................
BAB II LANDASAN TEORI ...........................................................................
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................
1. Asma Bronkial.....................................................................
2. Refluks Gastroesofageal .....................................................
3. Refluks Gastroesofageal pada Asma Bronkial....................
B. Kerangka Pemikiran .......................................................................
C. Hipotesis .........................................................................................
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................
A. J enis Penelitian ...............................................................................
B. Lokasi Penelitian ............................................................................
C. Subjek Penelitian.............................................................................
v
vi
viii
ix
1
1
3
3
3
5
5
5
11
16
18
19
20
20
20
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
vii
D. Teknik Pengambilan Sampel...........................................................
E. Instrumentasi Penelitian...................................................................
F. Rancangan Penelitian ......................................................................
G. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................................
I. Cara Kerja Penelitian ......................................................................
J . Teknik Analisis Data ................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................
BAB V PEMBAHASAN ..................................................................................
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
A. Simpulan ......................................................................................
B. Saran .................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................
LAMPIRAN
22
22
30
23
23
24
29
30
34
37
37
37
38










perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
viii


DAFTAR TABEL dan GAMBAR

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Sampel Penderita Asma Bronkial Menurut
J enis Kelamin.....................................................................................
Tabel 2.Distribusi Frekuensi Sampel Penderita Asma Bronkial Menurut
Umur..................................................................................................
Tabel 3.Distribusi Frekuensi Refluks Gastroesofageal pada Kelompok Asma
Bronkial dan Kelompok Kontrol.......................................................
Tabel 4.Hasil Analisis Data Hubungan Asma Bronkial dan Refluks
Gastroesofageal.................................................................................

Gambar 1. Frekuensi GERD dan tidak GERD pada Kelompok Asma
Bronkial dan Kelompok Kontrol.............................................
















perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
ix



DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Penjelasan
Lampiran 2. Surat Persetujuan (Informed Consent)
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 4. Distribusi Subjek Kasus (Asma Bronkial)

Lampiran 5. Distribusi Subjek Kontrol (tidak Asma Bronkial)

Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Mann Whitney

Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Chi Square dan Korelasi Phi

Lampiran 8. Penghitungan Nilai Ratio Prevalens

Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian di RSUD dr. Moewardi Surakarta

Lampiran 10. Surat Pengantar Penelitian di RSUD dr. Moewardi Surakarta

Lampiran 11. Surat Ethical Clearance












perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
x
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik yang berhubungan
dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi
berulang, sesak napas , dan batuk terutama pada malam atau dini hari. Gejala
ini berhubungan dengan luas inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas
yang bervariasi derajatnya dan bersifat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan ( Mariono, 1999; Bosquet et al , 2000 ).
Asma dapat timbul pada berbagai usia,dapat terjadi pada laki-laki
maupun perempuan. Dari hasil penelitian prevalensi asma di Indonesia masih
tergolong rendah, namun terlihat kecenderungan peningkatan jumlah penderita
penyakit ini. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
menunjukkan bahwa asma menduduki urutan ke-5 pola kesakitan dan urutan
ke-10 penyebab kematian sedangkan hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan
asma sebagai urutan ke-7 penyebab kematian. Referensi lain yang juga dapat
digunakan untuk memperlihatkan kecenderungan peningkatan prevalensi
penyakit ini adalah penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan
menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy
in Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, yang
meningkat tahun 2003 menjadi 5,2%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xi
Refluks gastroesofageal didefinisikan sebagai gejala atau kerusakan
mukosa esofagus akibat masuknya isi lambung ke dalam esofagus (Caestecker
, 2001). Gejala yang timbul adalah akibat keterlibatan esofagus, faring, laring,
dan saluran napas. Reflus gastroesofageal terjadi akibat hilang atau sangat
rendahnya perbedaan tekanan antara LES ( Lower Esophageal Sphincter) dan
laring, hal ini dapat disebabkan oleh menurunnya kekuatan otot LES yang
kadang-kadang tidak diketahui sebabnya (Mahdi, 2008).
Refluks gastroesofageal merupakan kondisi umum yang ada pada
sekitar 20-25% populasi dewasa (Stein, 2001). Prevalensi refluks
gastroesofageal dan komplikasinya di Asia termasuk rendah dibandingkan
dengan negara-negara Barat. Prevalensi di negara-negara Barat berkisar 10-20
persen, sedangkan di Asia 3-5 persen, dengan pengecualian di J epang 13-15
persen dan Taiwan 15 persen. Syafruddin (1998) menyebutkan bahwa belum
ada data epidemiologi mengenai refluks gastroesofageal di Indonesia.
Hubungan antara penyakit asma dan refluks gastroesofageal telah
sering didiskusikan , meskipun sampai sekarang belum ada konsep seragam
yang dapat menjelaskan tentang prevalensi tinggi refluks gastroesofageal pada
penderita asma (Field, 2002). Beberapa studi kasus mengenai pasien dengan
gejala kronik gangguan saluran napas atas (Theodoropoulus et al, 2001)
menjelaskan adanya hubungan yang potensial antara saluran napas atas dan
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease). Berdasarkan uraian tersebut di atas
maka penulis ingin meneliti hubungan antara asma bronkial dan refluks
gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xii

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut.
Adakah hubungan antara asma bronkial dengan refluks
gastroesofageal di RSUD Dr.Moewardi Surakarta?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti
dan klinisi tentang hubungan antara asma bronkial dan refluks
gastroesofageal.



2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xiii
dapat dilakukan pendekatan klinis mengenai terapi asma yang lebih
komprehensif.










































perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xiv
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Asma
a. Definisi
Definisi asma yang umum digunakan saat ini adalah definisi
menurut National Heart, Lung, and Blood Institute sebagai berikut: asma
adalah suatu inflamasi kronik saluran napas di mana terdapat berbagai
sel inflamasi yang memegang peranan, terutama sel mast, eosinofil dan
limfosit T. Pada individu yang peka inflamasi ini menyebabkan episode
berulang berupa mengi, sesak napas, rasa berat di dada serta batuk
terutama malam hari atau dini hari. Gejala ini umumnya berhubungan
dengan pengurangan arus udara yang luas tetapi bervariasi yang paling
tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan. Inflamasi ini juga meningkatkan kepekaan saluran napas
terhadap berbagai rangsangan (Boushey, 2000; Surjanto, 2001).

b. Patogenesis
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Di mana proses
inflamasi ini melibatkan berbagai sel inflamasi yaitu sel mast, eosinofil,
limfosit T, makrofag, neutrofil, dan sel epitel (PDPI, 2004). Adanya
inflamasi saluran napas telah dibuktikan melalui beberapa penelitian
seperti hipereaktivitas bronkus, kurasan bronkoalveolar, biopsi bronkus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xv
induksi sputum serta otopsi pasien yang meninggal pada saat serangan
(Surjanto, 2005).
Sel-sel inflamasi yang teraktivasi melepas beberapa mediator
sitokin, molekul adhesi, kemokin, dan berinteraksi antara yang satu
dengan yang lain. Eosinofil sendiri terlibat dengan melepas granul-
granul yang toksik. Hal tersebut menimbulkan reaksi yang sangat
kompleks dengan gejala-gejala klinis seperti bronkokonstriksi, produksi
mukus yang berlebihan, alergi, dan hiperaktivitas bronkus
(Baratawidjaja, 2003)
Selain perubahan akut, juga didapatkan perubahan yang bersifat
kronik yaitu hipertrofi otot polos, pembentukan pembuluh darah baru,
peningkatan sel-sel goblet epitelial, fibrosis subepitelial, dan penebalan
membran basalis, yang dikenal dengan airway remodelling (Muro,
2000; Boushey, 2000). Airway remodeling merupakan suatu reaksi tubuh
yang berusaha memperbaiki jaringan tubuh yang rusak akibat dari
inflamasi yang berjalan terus-menerus (Baratawidjaja, 2003). Adapun
konsekuensi dari proses ini menyebabkan peningkatan gejala dan tanda
asma seperti hipereaktivitas jalan napas, masalah distensibilitas atau
regangan jalan napas, hingga obstruksi jalan napas (PDPI, 2004).
Obstruksi aliran udara merupakan tanda klinik yang khas dari
asma (Rees, 2005) yaitu pada bagian proksimal dari bronkus kecil pada
saat ekspirasi. Empat faktor utama yang berperan dalam proses
terjadinya obstruksi aliran udara pada bronkus:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xvi
1) kontraksi otot polos bronkus yang merupakan respon terhadap
alergen spesifik
2) hipertrofi (edema) selaput lendir yang disebabkan karena
bertambahnya permeabilitas pembuluh darah
3) hipersekresi kelenjar mukus dan sel goblet dengan penyumbatan
bronkus oleh lendir yang kental
4) airway remodeling

c. Faktor Resiko
Perkembangan resiko terjadinya asma adalah interaksi antara
faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu disini
termasuk predisposisi genetik antara lain genetik asma, atopi,
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin, dan ras.
Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan predisposisi
asma untuk berkembang menjadi asma, menyebabkan terjadinya
eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala menetap Faktor lingkungan
tersebut antara lain rokok, polusi udara, exercise, substansi mikro, dan
alergen (PDPI, 2004).



d. Diagnosis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xvii
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala
berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada, dan variabilitas
yang berkaitan dengan cuaca. Anamnesis yang baik cukup untuk
menegakkan diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan jasmani dan
pengukuran faal paru (PDPI, 2004).
Indikator yang digunakan dalam menegakkan diagnosis asma
(Surjanto, 2001) adalah sebagai berikut:
1) mengi (wheezing).
2) riwayat satu atau lebih :
a) batuk, yang memburuk terutama pada malam hari
b) mengi berulang
c) sesak napas berulang
d) merasa berat di dada
3) penyempitan saluran napas yang reversibel dan variasi diurnal.
Variasi diurnal diukur dengan peak flow meter. Arus
Puncak Ekspirasi (APE) yang diukur pagi hari (sebelum inhalasi
Agonis Beta-2) dan malam hari (setelah inhalasi Beta Agonis-2)
menunjukkan perbedaan 20 % atau lebih.
4) gejala timbul atau memburuk pada berbagai faktor pencetus.
5) gejala terjadi atau memburuk pada malam hari yang menyebabkan
penderita bangun.
Pemeriksaan penunjang yang paling penting pada asma ialah uji
faal paru. Pengukuran faal paru dapat menilai adanya dan beratnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xviii
obstruksi jalan napas, membantu diagnosis, memantau perjalanan
penyakit, dan menilai hasil terapi (Mariono, 1999).

e. Derajat Berat
Klasifikasi asma yang sekarang digunakan ialah berdasarkan
pada derajat beratnya penyakit dan bertujuan untuk memberikan
penatalaksanaan yang tepat dan adekuat. Berat penyakit ditentukan oleh
gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, dan uji faal paru (Aditama, 2004).
Klasifikasi derajat berat asma terbaru yang diadaptasi dari Global
Initiative of Asthma (GINA, 2006) adalah :
1) Intermiten
Gejala <1 kali seminggu, tanpa gejala di luar serangan, serangan
singkat, gejala malam 2 kali sebulan.
2) Persisten ringan
Gejala >1 kali seminggu tetapi <1 kali perhari, serangan dapat
mengganggu aktivitas tidur, gejala malam >2 kali sebulan.
3) Persisten sedang
Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala
malam >1 kali seminggu.

4) Persisten berat
Gejala terus-menerus, sering kambuh, aktivitas fisik terbatas, gejala
malam sering.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xix
Asma pada kebanyakan penderita dapat dikontrol secara efektif
meskipun tidak dapat disembuhkan. Penatalaksanaan yang paling efektif
adalah mencegah atau mengurangi inflamasi kronik dan menghilangkan
faktor penyebab. Faktor utama yang berperan dalam kesakitan dan
kematian pada asma adalah tidak terdiagnosanya penyakit ini dan
pengobatan yang tidak cukup (Yunus, 1999).

f. Penatalaksanaan
Asma tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan
pemberian obat-obat yang benar (Baratawidjaja, 2003). Obat-obat yang
dapat mngontrol asma antara lain: inhalasi kortikosteroid, kortikosteroid
sistemik, sodium kromolin, sodium medokromil, dan teofilin.
International Consensus Report on Diagnosis and Management
of Asthma merekomendasikan enam cara untuk mengoptimalkan
penatalaksanaan asma, yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
1) penyuluhan kepada pasien dan keluarganya untuk membina kerjasama
dan penatalaksanaan
2) penilaian dan pemantauan beratnya asma berdasarkan gejala dan
pemeriksaan fungsi paru
3) mencegah atau mengendalikan faktor pencetus
4) merencanakan pengobatan jangka panjang
5) menetapkan rencana individu dalam mengatasi eksaserbasi
6) menyelenggarakan pemantauan secara berkala
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xx

2. Refluks Gastroesofageal
a. Patogenesis
Refluks gastroesofageal pada dasarnya dapat terjadi karena
ketidakseimbangan faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari
bahan refluksat. Adapun yang termasuk faktor defensif adalah pemisah
antirefluks dan ketahanan epitelial esofagus (Makmun, 2006).
Martini dan Yunus (1997) menyebutkan bahwa dalam keadaan
normal, pemisah antirefluks terdiri dari lower esophageal sphincter
(LES) dan konfigurasi anatomi gastroesophageal junction. Hegar dan
Firmansyah (1999) menyebutkan faktor barier antirefluks yang
terpenting adalah LES.
Terdapat dua kondisi yang harus ada untuk suatu episode refluks
yaitu isi lambung siap untuk proses refluks dan mekanisme antirefluks
pada LES mengalami gangguan. Refluks terjadi jika tekanan LES
menghilang atau rendah ( 3 mmHg), hal ini dapat disebabkan oleh
peningkatan tekanan dalam lambung atau penurunan sementara tonus
sfingter. Penurunan tonus sfingter dapat disebabkan oleh kelemahan otot
atau gangguan relaksasi sfingter yang difasilitasi oleh saraf. Penyebab
sekunder kelemahan LES antara lain kehamilan, merokok, obat relaksan
otot kecil seperti -adrenegik, aminofilin, nitrat, kalsium antagonis, dan
kerusakan sfingter oleh operasi (Goyal, 1994).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxi
b. Manifestasi Klinis
Gejala klinik refluks gastroesofageal yang khas adalah nyeri/rasa
tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri
biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn), kadang-
kadang bercampur dengan gejala disfagia, mual atau regurgitasi, dan
rasa pahit di lidah (Makmun, 2006).
Manifestasi klinis ekstraesofagus lain yang dapat ditemukan
(Caestecker, 2001) yaitu :
1) batuk kronik
2) bronkokonstriksi
3) disfonia
4) sakit tenggorokan
5) suara parau
6) laringitis
7) nyeri dada non-kardiak.
Refluks gastroesofageal juga dapat terjadi pada saat tidur dengan
manifestasi berupa timbulnya batuk pada malam hari, rasa tercekik, dan
mengi pada saat bangun tidur (Simpson, 1995; Gislason et al, 2002).

c. Diagnosis
Diagnosis refluks gastroesofageal ditentukan dari gejala dan
tanda klinis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Gejala dan
tanda klinis khas seperti adalah rasa panas di dada, regurgitasi, disfagia,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxii
serta juga dapat dijumpai gejala ektraesofagus yang lain (Caestecker,
2001). Pemeriksaan fisik tidak banyak membantu karena tidak
didapatkan tanda yang spesifik (Stein, 2001).
Beberapa pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adanya GERD (Makmun, 2006):
1) Endoskopi saluran cerna bagian atas
Pemeriksaan saluran cerna endoskopi bagian atas menilai
perubahan makroskopik dari mukosa esophagus dengan ditemukan
mucosal break di esophagus (esofagitis refluks). Klasifikasi kelainan
esofagitis pada pemeriksaan endoskopi dari pasien GERD
berdasarkan klasifikasi Los Angeles (dalam tabel)












perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxiii
Derajat
Kerusakan
Gambaran Endoskopi
A Erosi kecil-kecil pada mukosa esofagus dengan diameter <5 mm
B Erosi pada mukosa/lipatan mukosa dengan diameter > 5 mm
tanpa saling berhubungan
C Lesi yang konfluen tetapi tidak mengenai/ mengelilingi seluruh
lumen
D Lesi mukosa esofagus yang bersifat sirkumferensial (mengelilingi
seluruh lumen esofagus)

2) Esofagografi dengan barium
3) Pemantauan pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi
bagian distal esofagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam
dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal
esophagus. pH di bawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggao
diagnostik yntuk refluks gastroesofageal.
4) Tes Bernstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang
selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus
dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat
pelengkap tehadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan
gejala yang tidak khas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxiv
5) Manometri esofagus
6) Sintigrafi esofagus
7) Tes Penghambat Pompa Proton

d. Penatalaksanaan
1) Target penatalaksanaan GERD adalah (Mahdi, 2008) :
a) menyembuhkan lesi esofagus
b) menghilangkan gejala/keluhan
c) mencegah kekambuhan
d) memperbaiki kualitas hidup
e) mencegah timbulnya komplikasi
2) Beberapa langkah penatalaksanaan refluks gastroesofageal adalah
terdiri dari ( Martini dan Yunus, 1997):
a) Terapi konservatif
(1) meninggikan kepala 15 cm pada waktu tidur
(2) tidak makan 3 sampai 4 jam sebelum tidur
(3) hindari makanan yang memperburuk gejala refluks seperti
kopi, coklat, bawang, minuman berkarbonat, alcohol dan
produk tinggi lemak.
(4) berhenti merokok
(5) mengurangi obat-obatan yang mempengaruhi lambung
(6) menggunakan antasida sesudah makan dan sebelum tidur
b) Terapi medikamentosa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxv
Obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD adalah:
(1) Antasid
(2) Antagonis reseptor H
2

(3) Sukralfat
(4) Penghambat Pompa Proton
c) Terapi bedah
Terapi bedah merupakan terapi alternatif yang penting
jika terapi medikamentosa gagal, atau pada pasien GERD
dengan striktur berulang. Umumnya pembedahan yang
dilakukan adalah fundoplikasi.
3. Refluks Gastroesofageal pada Asma Bronkial
Penelitian-penelitian mengenai kecenderungan terjadinya
kejadian refluks gastroesofageal pada pasien asma telah banyak
dilakukan, tetapi konsep kausal yang benar dan seragam antar peneliti
masih belum jelas. Pada penderita asma, refluks gastroesofageal dapat
menyebabkan terjadinya proses bronkokonstriksi. Mekanisme
patofisiologi terjadinya bronkokonstriksi adalah reflek vagal,
peningkatan reaktivitas bronkus, dan mikroaspirasi.
Reflek vagal dapat terjadi karena esofagus, bronchial tree,
dan lambung berasal dari segmen embrionik yang sama dan dipersarafi
oleh nervus vagus. Sehingga adanya zat asam di esofagus dapat
menstimulasi reseptor esofageal dan menginisiasi terjadinya reflek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxvi
vagal. Akibat infusi asam tersebut ditemukan adanya penurunan pada
aliran udara yang diukur dengan volume udara ekspirasi paksa pada
detik pertama (VEP
1
) dan penurunan saturasi oksigen (Isaac, 2009).
Mekanisme kedua yaitu peningkatan reaktivitas saluran napas, Wu
(2000) menyimpulkan bahwa penderita asma yang diinduksi oleh
stimulasi Hcl pada esofagus menunjukkan peningkatan reaktivitas
saluran napas.
Pada mikroaspirasi, isi lambung refluks ke proksimal
esofagus, hipofaring, laring dan trakea menyebabkan respon pada
saluran napas. Mekanisme ini dikenal sebagai teori refluks. Adanya
refluks asam esofagus menyebabkan penurunan peak expiratory volume
rate (PEVR) sebesar 8L/menit dan pada kondisi asma berat (Isaac, 2009)
ditemukan 37 episode refluks esofagus dalam 5 menit yang dinilai
dengan pengukuran pH esofagus.









perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxvii
B. Kerangka Pemikiran

















Keterangan :
: menyebabkan


C. Hipotesis
Asidifikasi esofagus
proksimal
Mekanisme refleks vagal
Asidifikasi esofagus
distal
Mikroaspirasi Bronkokonstriksi
Asma bronkial
Refluks gastroesofageal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxviii
Berdasarkan dari tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas,
dapat dirumuskan hipotesis pada penelitian ini sebagai berikut: ada
hubungan yang antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal.







































perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxix

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan
cross sectional.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di poliklinik bagian penyakit paru RSUD
Dr. Moewardi Surakarta pada bulan November 2009-Februari 2010.
C. Subjek Penelitian
1. Subjek kasus
Subjek kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasien
yang terdiagnosis asma oleh dokter Spesialis Paru di poliklinik bagian
penyakit paru RSUD Dr.Moewardi bulan November 2009-Februari 2010
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam
penelitian ini.
Kriteria inklusi
a. pasien asma dewasa usia 18-60 tahun
Kriteria eksklusi
a. menderita penyakit paru lain
b. memiliki kebiasaan merokok
c. menderita penyakit jantung
d. sedang hamil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxx
e. menderita stenosis laring
f. tidak bersedia terlibat dalam penelitian
2. Subjek kontrol
Subjek kontrol dalam penelitian ini adalah orang dewasa yang
tidak menderita asma dan memenuhi kriteria eksklusi yang telah
ditetapkan. Dalam pengambilan subjek kontrol, populasi yang digunakan
tidak harus dari populasi yang sama dengan subjek kasus
(Taufiqqurahman, 2004).
Besar sampel ditentukan dengan rumus (Murti, 2006) :
n = Z
2
.p.q
d
2

Keterangan :
n : perkiraan besar sampel
p : perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada
populasi
q : 1-p
Z : nilai statistik Z pada kurva normal standar pada tingkat
kemaknaan
d : presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi
populasi



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxi
Sehingga didapatkan besar sampel:
n = (1.96)
2
. (0.05). (0.95)
(0.10)
2

n = 18 sampel
Berdasarkan perhitungan di atas maka ukuran sampel minimal
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 18 subjek untuk masing-
masing kelompok.

D. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini akan dilakukan secara
Purposive Sampling sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

E. Instrumentasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan surat pernyataan
kesediaan menjadi responden, dan kuesioner RDQ.








perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxii
F. Rancangan Penelitian





















G. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas : asma bronkial
2. Variabel terikat : refluks gastroesofageal
3. Variabel luar
a. terkendali : umur, jenis kelamin, ras, kehamilan,rokok

Diagnosis pasti
dokter Spesialis Paru
Refluks Gastroesofageal (+)
Asma bronkial (+)
Asma bronkial (-)
Screening :
Mengisi Kuesioner
RDQ

Uji Chi Kuadrat
Screening :
Mengisi Kuesioner
RDQ

Refluks Gastroesofageal (-)
Pasien Poliklinik Paru
RSUD dr. Moewardi
Sampel Kontrol
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxiii
b.tak terkendali : genetik, atopi, polusi udara, dan
subjektivitas penderita dalam mengisi
kuesioner
H. Definisi Operasional Variabel
1. Refluks Gastroesofageal
Penyakit refluks gastroesofageal dalam Konsensus Nasional
Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal / GERD
didefinisikan sebagai kelainan yang menyebabkan cairan lambung
mengalami refluks (mengalir balik) ke kerongkongan. Gejala klinis
khas yang mendukung penegakkan diagnosis refluks gastroesofageal
antara lain :
a. rasa terbakar di dada, kadang-kadang disertai rasa nyeri.
b. rasa asam dan pahit di lidah.
c. nyeri ulu hati, perut kembung.
d. sering bersendawa, serta kesulitan menelan.
Adapun penentuan ada atau tidaknya refluks gastroesofageal
dilakukan dengan metode kuesioner. Kuesioner yang digunakan
adalah Reflux Disease Questionnaire (RDQ) yang terdiri dari 12
pertanyaan yang mengukur frekuensi dan tingkat keburukan gejala
gangguan gastrointestinal bagian atas. Frekuensi dan tingkat
keburukan gejala tersebut dinilai dengan 6-point Likert scale (0-5).
GERD (+) jika skor RDQ lebih dari 12. (Cao et al, 2008; Du et al,
2007). Skala yang digunakan untuk variabel refluks gastroesofageal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxiv
adalah skala nominal dikotom. Hasil pengukuran berupa ada refluks
gastroesofageal dan tidak ada refluks gastroesofageal.
2. Asma Bronkial
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik
tersebut menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas (PDPI,
2004).
Indikator dalam menegakkan asma (PDPI, 2004) adalah:
a. gejala berupa batuk, sesak napas, rasa berat di dada, dan
berdahak.
b. bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa
pengobatan.
c. gejala timbul/memburuk terutama pada malam/dini hari.
d. diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu.
Diagnosis asma bronkial didasarkan pada diagnosis yang dibuat
oleh dokter Spesialis Paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Skala yang digunakan untuk variabel asma bronkial adalah
skala nominal dikotom, di mana hasil pengukuran berupa sakit asma
bronkial dan tidak sakit asma bronkial.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxv
3. Umur
a. Definisi : Umur adalah jumlah tahun yang dihitung sejak
kelahiran sampai ulang tahun terakhir saat penelitian
ini dilakukan
b. Alat ukur : Wawancara
c. Skala : Rasio
4. J enis Kelamin
a. Definisi : J enis kelamin adalah sifat keadaan laki-laki atau
perempuan
b. Alat ukur : Wawancara
c. Skala : Nominal
5. Ras
a. Definisi : Ras adalah penggolongan bangsa berdasarkan ciri-
ciri fisik rumpun bangsa
b. Alat ukur : Wawancara
c. Skala : Nominal
6. Kehamilan
a. Definisi : Tumbuhnya janin dalam uterus wanita setelah
mengalami pembuahan (Sarwono, 2007).
Kehamilan merupakan faktor risiko penyebab
eksaserbasi/pencetus asma (Surjanto, 2001)
b. Alat ukur : Diagnosis dokter yang ditanyakan melalui
wawancara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxvi
c. Skala : Nominal
7. Atopi
Menurut nomenklatur World Allergy Organization (WAO) tahun
2003 maka terminologi atopi dipakai untuk menjelaskan tendensi
seseorang atau keluarga, biasanya pada masa anak atau remaja, yang
tersensitisasi dan memproduksi IgE sebagai respon pajanan biasa
terhadap alergen (in response to ordinary exposures to allergens)
Sebagai konsekuensi hal tersebut maka pada individu atopi dapat
timbul gejala khas asma, rinokonjungtivitis, atau eksim. Dalam
penelitian ini atopi menjadi variabel tidak terkendali karena
sebagaimana telah dijelaskan bahwa serangan asma dapat terjadi
karena faktor atopi.
8. Genetik
Studi tentang keterkaitan dan asosiasi genetik molekular menunjukan
bahwa atopi berawal dari sifat genetik yang heterogen dan poligenik.
Berbagai regio kromosom terkait dengan atopi dan asma, terutama
dengan loki pada kromosom 5, 6, 11, 12, 13, dan 16. Berdasarkan
uraian tersebut maka genetik merupakan salah satu predisposisi
timbulnya asma pada individu yang memiliki karakteristik genetik
tesebut, maka pada penelitian ini genetik menjadi variabel luar tidak
terkendali.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxvii
9. Polusi Udara
Polusi udara adalah penurunan kualitas udara sampai pada yang
mengganggu kehidupan karena masuknya polutan kedalam udara.
Polutan udara dapat berupa partikulat atau gas antara lain: serat asbes,
bijih besi, dan asbes yang hancur biasanya berbentuk asap, gas CO,
gas CO
2
,dan gas NO (Wahidin, 2008). Polutan tersebut dalam
ambang tertentu dapat memicu terjadinya serangan asma pada
individu tertentu.
I. Cara Kerja Penelitian
1. Pasien yang telah didiagnosis asma oleh dokter spesialis paru di
poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi dan kelompok kontrol ( tidak
asma bronkial ) dilakukan :
a) Wawancara (nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat) dan penandatanganan informed consent.
b) Pengisian kuesioner Reflux Disease Questionnaire (RDQ)
2. Cara mengisi RDQ :
a) Berikan penjelasan secukupnya pada subyek penelitian
b) Dampingi subyek penelitian pada waktu pengisian kuesioner
c) Subyek penelitian dipersilahkan bertanya bila mengalami kesulitan
d) J ika subyek penelitian tidak mampu mengisi sendiri, maka
pengisian kuesioner dilakukan secara wawancara oleh peneliti.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxviii
3. Kriteria GERD dihitung dengan cara:
a) Kuesioner terdiri dari 12 soal, masing-masing jawabannya
mempunyai skor antara 0-5
b) Skor tiap soal tergantung jawaban pasien
c) Skor total kemudian dikelompokkan menjadi GERD (+) dan
GERD (-) sesuai dengan ketentuan skor GERD yang diperoleh
lewat RDQ. GERD (+) bila skor yang dicapai lebih dari 12.
J. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan uji Chi square
(X
2
). Uji X
2
adalah uji proporsi di mana pengujian dilakukan untuk
penilaian kebergantungan dan homogenitas suatu data meliputi
perbandingan frekuensi yang teramati dengan frekuensi yang diharapkan
jika H
o
benar. Analisis untuk menguji hubungan antara dua variabel dalam
penelitian ini menggunakan korelasi Phi. Korelasi Phi digunakan untuk
menguji hubungan antara dua variabel dalam bnetuk skala nominal diskrit
dan nominal diskrit (Handoko, 2007). Pada penelitian cross-sectional,
estimasi risiko relatif dinyatakan dengan rasio prevalens (RP) yaitu
perbandingan antara jumlah subyek dengan penyakit (lama dan baru) pada
satu saat dengan seluruh subyek yang ada (Sudigdo, 2007). Data diolah
dengan menggunakan Statistical Products and Service Solution (SPSS) 16.0
for Windows.



perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xxxix
BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Data Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta dengan
menggunakan 36 sampel yang terdiri dari 18 sampel yang menderita asma
bronkial dan 18 sampel yang tidak menderita asma bronkial. Berikut
disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan J enis Kelamin

J enis Kelamin Kelompok Kasus Kelompok Kontrol p
Perempuan 10 (55,56%) 9 (50%) 0, 742
Laki-laki 8 (44,44%) 9 (50%)
J umlah 18 (100%) 18 (100%)


Dari tabel 1, didapatkan kelompok kasus sampel berjenis kelamin
perempuan sebanyak 10 orang (55,56%) dan laki-laki 8 orang (44,44%).
Sedangkan pada kelompok kontrol sampel berjenis kelamin perempuan dan
laki-laki masing-masing sebanyak 9 orang (50%). Dari data jenis kelamin
subjek penelitian kedua kelompok tersebut, secara statistik tidak didapatkan
perbedaan yang bermakna (p >0,05).
Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Kelompok Kasus Kelompok Kontrol p
18-20 0 (0%) 1 (5,55%) 0,845
21-30 3 (16,67%) 3 (16,67%)
31-40 5 (27,78%) 5 (27,78%)
41-50 6 (33,33%) 4 (22,22%)
51-60 4 (22,22%) 5 (27,78%)
J umlah 18 (100%) 18 (100%)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xl

Dari tabel 2, didapatkan kelompok kasus sampel berumur 21-30
sebanyak 3 orang (16,67%), 31-40 sebanyak 5 orang (27,78%), 41-50
sebanyak 6 orang (33,33%), dan 51-60 sebanyak 4 orang (22,22%).
Pada kelompok kontrol, sampel yang berumur 16-20 sebanyak 1 orang
(5,55%), 21-30 sebanyak 3 orang (16,67%), 31-40 sebanyak 5 orang
(27,78%), 41-50 sebanyak 4 orang (22,22%), dan 51-60 sebanyak 5 orang
(27,78%).
Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Insidensi Refluks Gastroesofageal


Refluks Gastroesofageal (GERD) Kelompok Kasus Kelompok Kontrol P
GERD 10 (55,56%) 3 (16,67%) 0,015
Tidak GERD 8 (44,44%) 15 (83,33%)
J umlah 18 (100%) 18 (100%)
GERD =Gastro Esophageal Reflux Disease
Dari tabel 3, didapatkan sampel kelompok kasus dengan GERD (+)
sebanyak 10 orang (55,56%) dan tidak GERD sebanyak 8 orang (44,44%).
Pada kelompok kontrol, sampel dengan GERD (+) sebanyak 3 orang
(16,67%) dan tidak GERD sebanyak 15 orang (83,33%).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xli

Gambar 1. Frekuensi GERD dan tidak GERD pada kelompok asma bronkial dan kelompok
kontrol

B. Analisis Data
Pada penelitian ini, data yang terkumpul dianalisis dengan rumus
chi square yang diolah menggunakan SPSS 16.00 for Windows.
Tabel 4. Hasil Analisis Data Hubungan Asma Bronkial dan Refluks
Gastroesofageal


Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai X
2
hitung
sebesar 5.90.
Dengan menetapkan taraf signifikansi = 0.05 dan derajat kebebasan (db) =
1 diperoleh nilai X
2
tabel
sebesar 3.841 sehingga diperoleh X
2
hitung
>X
2
tabel
.
GERD
Asma Bronkial
X
2


p

RP


2.21
Asma Bronkial (+) Asma Bronkial (-)
J umlah Persen J umlah Persen
GERD (+) 10 55,56% 3 16,67%
5.90

0.015
GERD (-) 8 44,44% 15 83,33%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xlii
Dengan demikian hipotesis nol (H
0
) yang berbunyi Tidak ada hubungan
antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal ditolak. Dengan kata
lain terdapat hubungan antara asma bronkial dengan refluks gastroesofageal.
Berdasarkan perhitungan uji Korelasi Phi didapatkan nilai p yang
besarnya 0,015. Rasio prevalens pada penelitian ini adalah 2,21.


































perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xliii
BAB V
PEMBAHASAN

Penelitian mengenai Hubungan antara Asma Bronkial dengan Refluks
Gastroesofageal di RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang pelaksanaanya
berlangsung pada bulan November 2009-Februari 2010 menggunakan 36 sampel.
Sampel tersebut terdiri dari 18 pasien asma bronkial dan 18 subyek penelitian
(sebagai kelompok kontrol) non asma bronkial yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi yang ditetapkan.
Dari tabel 1 dapat diketahui bahwa frekuensi penderita asma lebih banyak
pada wanita daripada pria yaitu sebesar 55,56 %. Prevalensi asma dipengaruhi
oleh banyak faktor, salah satunya adalah jenis kelamin. Pada masa kanak- kanak
ditemukan prevalensi anak laki- laki berbanding anak perempuan 1,5 : 1.
(Sundaru, 2004). Sedangkan pada usia dewasa angka kejadian asma pada
perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Wahyudi, 2008). Pada wanita
dewasa mudah terserang asma, oleh karena selain masalah hormonal, wanita juga
lebih rentan terserang stres. Hal ini diperkirakan sebagai salah satu faktor pemicu
asma (Surjanto, 2001). Sedangkan untuk kelompok asma brokial (-) jumlah
sampel berjenis kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu masing-masing 9
orang.
Dari tabel 2 dapat diketahui distribusi sampel berdasarkan umur. Pada
kelompok asma bronkial (+), didapatkan persentase terbanyak pada rentang umur
41-50 sebanyak 6 orang (33,33%). Sedangkan pada kelompok asma bronkial (-),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xliv
didapatkan persentase terbanyak pada rentang umur 31-40 dan rentang umur 51-
60 sebanyak 5 orang untuk masing-masing kelompok umur.
Dari tabel 3 dapat diketahui dari penelitian bahwa GERD lebih banyak
dialami oleh kelompok asma bronkial (+) dibandingkan dengan kelompok asma
bronkial (-). Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa GERD lebih banyak
dialami oleh wanita baik untuk kelompok asma bronkial (+) ataupun kelompok
asma bronkial (-). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Nocon
(2006) bahwa wanita lebih cenderung mengalami gejala refluks gastroesofageal
non erosif sedang hingga berat dibandingkan pada pria yang mengalami gejala
ringan.
Pada tabel 4, disajikan tabulasi silang asma bronkial dengan refluks
gastroesofageal , dan perhitungan data statistik menggunakan metode Chi square
test, korelasi Phi dan nilai raio prevalens. Pada uji X
2
didapatkan nilai p yang
besarnya 0,015 . Uji X
2
adalah uji proporsi di mana pengujian dilakukan untuk
penilaian kebergantungan dan homogenitas suatu data meliputi perbandingan
frekuensi yang teramati dengan frekuensi yang diharapkan jika H
o
benar.
Analisis hubungan antara kedua variabel dalam penelitian ini yaitu asma
bronkial dan refluks gastroesofageal menggunakan uji korelasi Phi. Korelasi Phi
termasuk dalam kategori korelasi Pearson Product Moment dengan variabel yang
diuji adalah nominal diskrit (Handoko,2007). Korelasi Phi dalam penelitian ini
memiliki signifikansi (p) yang besarnya 0,015. J ika nilai tersebut (p) lebih besar
dari = 0,05 (p.0,05), maka H
0
ditolak (Handoko, 2007). Sehingga dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xlv
disimpulkan bahwa ada hubungan antara asma bronkial dengan refluks
gastroesofageal.
Pada studi etiologik, studi cross sectional mencari hubungan antara faktor
risiko dan efek (Sastroasmoro, 2007). Bila faktor risiko dan efek keduanya
berskala nominal dikotom maka dapat diperoleh rasio prevalens yaitu
perbandingan antara prevalens efek pada kelompok risiko dan pada kelompok
tanpa risiko. Pada penelitian ini nilai rasio prevalens adalah 2,21. Rasio prevalens
>1 menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya
penyakit tertentu (Sastroasmoro, 2007). Sehingga berdasarkan nilai rasio
prevalens yang didapat dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa refluks
gastroesofageal merupakan faktor risiko terjadinya asma.
Kecenderungan penderita asma bronkial mengalami GERD juga
dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Field (1999) bahwa persentase
pasien asma yang mengalami gejala heartburn dan regurgitasi asam lebih besar
dibanding kelompok kontrol. Dengan menggunakan tiga metode pengukuran
yakni kuesioner, pemeriksaan pH esofagus, dan endoskopi didapatkan kesimpulan
yang sama bahwa kejadian GERD lebih banyak ditemukan pada kelompok asma
dibanding dengan kelompok kontrol. Shimizu (2006) melakukan penelitian
dengan metode kuesioner, didapatkan hasil persentase kejadian GERD pada
pasien asma dibandingkan dengan kelompok kontrol sebesar 69,2 % (OR =10,3).
Leggett et al menggunakan metode pengukuran pH dengan menilai frekuensi
episode refluks, waktu kontak asam, dan clearance time asam esofagus
(p=0,0001), bahwa pada kelompok kontrol secara signifikan lebih rendah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xlvi
dibandingkan dengan kelompok asma. Refluks gastroesofageal (Vaezi, 2005)
dapat menginduksi terjadinya asma secara langsung melalui aspirasi atau melalui
stimulasi sistem saraf vagal di esofagus distal.
RDQ (Reflux Disease Questionnaire) digunakan dan dikembangkan untuk
mengidentifikasi kejadian GERD pada pasien-pasien primary care. RDQ
memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas sebesar 94% dan 50% ( Li et al,
2007). Gold standard dalam diagnosis kejadian GERD adalah dengan pengukuran
pH esofagus. Pemeriksaan pH esofagus melalui parameter: jumlah episode refluks
selama 24 jam, waktu total saat pH <4 dalam 24 jam, jumlah episode refluks
dengan durasi >5 menit dan durasi terpanjang episode refluks. Pemeriksaan pH
esofagus dengan parameter-parameter tersebut memiliki tingkat sensitivitas dan
spesifisitas sebesar 96% dan 100% (Theodoropoulus, 2001).
Kelemahan penelitian ini berdasar pada metode pengumpulan data yang
digunakan yaitu metode kuesioner. Keterbatasan RDQ antara lain adanya faktor
subyektifitas seperti reaktivitas dan sensitiviitas individu terhadap refluks material
dan pemahaman terhadap definisi gejala ( Li et al, 2007). Kekurangan yang lain
adalah juga kemungkinan terjadinya recall bias, di mana suyek penelitian diminta
untuk mengingat frekuensi dan tingkat keburukan gejala selama satu minggu
terakhir.




perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id










































ommit to user
xlvii
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara asma bronkial dengan
refluks gastroesofageal (x
2
=5,90; p =0,015 dan RP =2,21).
2. Pada kelompok penderita asma bronkial didapatkan 55,56%
sampel yang mengalami GERD dan pada kelompok yang tidak
menderita asma bronkial didapatkan 16,67% sampel yang
mengalami GERD.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan asma
bronkial dan refluks gastroesofageal menggunakan desain
penelitian Cohort untuk mengetahui apakah GERD tersebut yang
menyebabkan terjadinya asma.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan metode
pengukuran lain dalam menentukan GERD (pengukuran pH
esofagus) dan meminimalkan variabel luar.

You might also like