You are on page 1of 24

RESPONSI KASUS

CEPHALOPELVIC DISPROPORTION (CPD)



























Disusun oleh :

Faesal A. Sumansyah

NPM : 06700256



PEMBIMBING :

dr. Muljadi Amanullah, Sp.OG
dr.Raudatul Hikmah, Sp.OG dr.
Bambang Soetjahjo, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK DI
BAGIAN/SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
RSUD SYARIFAH AMBAMI RATO EBU BANGKALAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan responsi kasus ini
tepat pada waktunya. Laporan kasus yang berjudul cephalopelvic
disproportion (CPD) ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik
Madya di Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah
Syarifah Ambami Rato Ebu (SYAMRABU) Bangkalan. Pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis:
1. dr. Muljadi Amanullah, Sp.OG, selaku Kepala Bagian / SMF
Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan dan dosen pembimbing Bagian / SMF
Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan.
2. dr.Raudatul Hikmah, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Bagian /
SMF Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan.
3. dr. Bambang Soetjahjo, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Bagian /
SMF Kebidanan dan Kandungan RSUD Syarifah Ambami Rato Ebu
(SYAMRABU) Bangkalan.
4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
Akhirnya saya menyadari bahwa dalam penulisan responsi kasus ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun

sangat saya Harapkan demi kesempurnaan responsi kasus ini.
Semoga responsi kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada saya dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek
sehari-hari sebagai dokter.
Terima kasih.

Bangkalan, Desember
2011 Penulis
BABI

PENDAHULUAN


1.1.LatarBelakang

Data dari Reproductive Health Library menyatakan terdapat 180 sampai 200
juta kehamilan setiap tahun. Dari angka tersebut terjadi 585.000 kematian maternal
akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Sebab kematian tersebut adalah
perdarahan 24,8%, infeksi dan sepsis 14,9%, hipertensi dan preeklampsi/eklampsi
12,9%, persalinan macet (distosia) 6,9%, abortus 12,9%, dan sebab langsung yang
lain 7,9%. Seksio sesarea di Amerika Serikat dilaporkan meningkat setiap tahunnya,
Pada tahun 2002 terdapat 27,6 % seksio sesarea dari seluruh proses kelahiran. Dari
angka tersebut, 19,1% merupakan seksio sesarea primer.

Laporan American College of Obstretician and Gynaecologist (ACOG)
menyatakan bahwa seksio sesarea primer terbanyak pada primigravida dengan
fetus tunggal, presentasi vertex, tanpa komplikasi. Indikasi primigravida tersebut
untuk seksio sesarea adalah presentasi bokong, preeklampsi, distosia, fetal
distress, dan elektif. Distosia merupakan indikasi terbanyak untuk seksio sesarea
pada primigravida sebesar 66,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan penelitian Gregory dkk pada 1985 dan 1994 masing-masing 49,7%
dan 51,4% distosia menyebabkan seksio sesarea.

Distosia adalah persalinan yang abnormal atau sulit dan ditandai dengan
terlalu lambatnya kemajuan persalinan. Kelainan persalinan ini menurut ACOG
dibagi menjadi 3 yaitu kelainan kekuatan (power), kelainan janin (passenger), dan
kelainan jalan lahir (passage). Panggul sempit (pelvic contaction) merupakan salah
satu kelainan jalan lahir yang akan menghambat kemajuan persalinan karena
ketidaksesuaian antara ukuran kepala janin dengan panggul ibu yang biasa disebut
dengan disproporsi sefalopelvik. Istilah disproporsi sefalopelvik muncul pada masa
dimana indikasi utama seksio sesarea adalah panggul sempit yang disebabkan oleh
rakhitis. Disproporsi sefalopelvik sejati seperti itu sekarang sudah jarang ditemukan,
umumnya disebabkan oleh janin yang besar. Berdasarkan uraian di atas maka kami
perlu menguraikan permasalahan dan penatalaksanaan pada disproporsi
sefalopelvik sebagai salah satu penyebab distosia penting dimiliki oleh dokter.
BABII

TINJAUAN PUSTAKA


3.1. Definisi


Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarka
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

3.2 Anatomi Panggul


3.2.1. B e n t u k P a n g g u l
Panggul menurut morfologinya dibagi menjadi 4 jenis pokok, yaitu:
1. G i n e k o i d : Pintu atas panggul yang bundar, atau dengan
diameter transversa yang leb ih panjang sedikit daripada diamet er
anteroposteri or dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul
yang cukup luas. Paling ideal, panggul perempuan : 45%.
2. A n d r o i d : P i n t u a t a s p a n g g u l y a n g b e r b e n t u k
s e g i t i g a b e r h u b u n g a n d e n g a n penyempitan ke depan, dengan
spina iskiadika menonjol ke dalam danarkus pubis menyempit, panggul pria,
diameter transversa dekat dengan sacrum : 15%.

3. A n t r o p o i d Diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada
diameter transversa,dan arkus pubis menyempit sedikit, agak lonjong seperti telur.

4. P l a t i p e l o i d Diameter anteroposterior yang lebih pendek
daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan arkus pubis yang
luas, menyempit arah muka belakang : 5%.
3.2.2 Pintu Atas Panggul


Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum,
linea innominata, serta pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak
dari pinggir bawah simfisis ke promontorium, Secara klinis, konjugata diagonalis
dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang dirapatkan
menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba
sebagai penonjolan tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium,
tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus pubis dan ditandai dengan
jari telunjuk tangan kiri. Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik
yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan panjang konjugata diagonalis.

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang
dihitung dengan mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih
kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan konjugata yang paling penting
yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.


















Gambar 1. Diameter pada Pintu Atas Panggul


3.2.3.Panggul Tengah (Pelvic Cavity)


Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul
tengah tidak dapat diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina
isciadika, sehingga bermakna penting pada distosia setelah kepala engagement. Jarak
antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum merupakan jarak
panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina
isciadica berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum
dengan garis diameter interspinarum berukuran 4,5 cm.

3.2.4 Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga
dengan dasar yang sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan
kanan. Pintu bawah panggul yang dapat diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak
antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5 cm), jarak dari ujung sacrum
ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm), dan jarak
antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

3.3 Panggul Sempit


Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Distosia dapat disebabkan oleh kelainan
pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di jalan lahir.
Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan
upaya ekspulsif ibu.
a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his

b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.

2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak
lintang, letak dahi, hidrosefalus.
3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit,
tumor yang mempersempit jalan lahir.

Pola Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya
Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang
dianjurkan Penanganan Khusus








































Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran
kelahiran pervaginam pada janin dengan berat badan yang normal. Ukuran
panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi, lingkungan atau hal lain
sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit
yang penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul.
Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal, juga terdapat
panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul
Naegele, panggul Robert, split pelvis, panggul asimilasi.
2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis,
osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis, penyakit pada
sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.
3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis,
skoliosis, spondilolistesis.
4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio
koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.
Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas
panggul dapat menyebabkan distosia saat persalinan. penyempitan dapat
terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu bawah
panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

3.3.1 Penyempitan pintu atas panggul


Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior
terpendeknya (konjugata vera) kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal
terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter anteroposterior pintu atas panggul sering
diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual yang biasanya
lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm. Mengert (1948)
dan Kaltreider (1952) membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada
diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12
cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter dibandingkan sempit
hanya pada salah satu diameter.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi
janin bila melewati pintu atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari
10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan memiliki ukuran panggul yang kecil,
namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms pada 362
nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita
dengan panggul sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.

Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas
panggul, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung
menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks. Akibatnya ketuban dapat
pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah selaput
ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah
rahim sehingga kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak
sama sekali. Jadi, pembukaan yang berlangsung lambat dapat menjadi prognosa
buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.

Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk
dalam rongga panggul sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul
menyebabkan kepala janin megapung bebas di atas pintu panggul sehingga dapat
menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul sempit terdapat
presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai
enam kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.

3.3.2 Penyempitan panggul tengah


Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi, foramen isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol
ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering
dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada
bidang transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.

Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti
penyempitan pada pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul
apabila diameter interspinarum ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah
adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara
pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini
kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila
diikuti dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.

3.3.3 Penyempitan Pintu Bawah Panggul


Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan
diameter intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul
terjadi bila diameter distantia intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan
pintu bawah panggul biasanya disertai oleh penyempitan pintu tengah panggul.

Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar
dalam menimbulkan distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan
robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus pubis yang sempit, kurang dari 900
sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis, melainkan menuju
ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

3.4 Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit


Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang
menentukan apakah anak dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak
faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan.
Kesempitan pintu atas panggul berdasarkan ukuran conjugata vera (CV):

CV 8,5 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir
dengan partus spontan ataudengan ekstraksi vakum, atau ditolong
dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya.

CV = 6 - 8,5 cm dilakukan SC primer .

CV = 6 cm dilaku kan SC prim er mutla k . Disamping
hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :

1) His atau ten aga yang mendorong ana k .

2) Besarnya janin, presentasi dan posisi janin

3 ) B e n t u k p a n g g u l
4 ) U m u r i b u d a n a n a k b e r h a r g a
5 ) P e n y a k i t i b u

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan
anamnesa. Misalnya pada tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita
dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada kemungkinan memiliki kapasitas
panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan yang normal
tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul. Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar
dengan bayi berat badan normal, kemungkinan panggul sempit adalah kecil.
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk
memperoleh keterangan tentang keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama
dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan tengah panggul
serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar
tidak memiliki banyak arti.

Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan
mempunyai tingkat ketelitian yang tidak dapat dicapai secara klinis.
Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter
penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu
diameter transversal pintu atas dan diameter antar spina iskhiadika.

Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin
sehingga jarang dilakukan.4 Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan
radiasi, tingkat keakuratan lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun
biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan dengan MRI dengan
keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat, pencitraan
janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul
yang sebenarnya, luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu
volume dari bayi yang terbesar yang masih dapat dilahirkan spontan.

Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan
pemeriksaan dengan metode Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada
metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas kearah rongga
panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah
kepala menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan
dengan satu tangan memegang kepala janin dan menekan kepala ke arah
rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina untuk
menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang
masuk ke vagina memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.

3.5 Janin yang besar
Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi
5000gram. Berat badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi
berat badan lahir lebih dari 4000gram adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi
4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-5000 gram pada panggul
normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Factor keturunan memegang
peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat
dijumpai pada ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande
multipara. Selain itu, yang dapat menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan
banyak, hal tersebut masih diragukan.

Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu
hal yang mudah. Kadang-kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama
proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama sekali pada proses persalinan
normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus seperti
ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi
sefalopelvik disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur
secara teliti apabila terdapat bayi dengan tubuh besar dan kepala besar.

Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam
proses melahirkan janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam
persalinan biasanya terjadi karena kepala janin besar atau kepala keras yang
biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau
karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat
ditemukan pada janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada
anensefalus. Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena
terjadinya asfiksia dikarenakan selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir,
akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya macet dalam melahirkan
bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke bawah
dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus
sternokleidomastoideus.

3.6. Penatalaksanaan


3.6.1. Persalinan Percobaan
Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala
janin dan panggul dapat diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per
vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan percobaan. Cara ini
merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage
karena faktor tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa
pada letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya. Ketentuan
lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 minggu karena kepala janin
bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi
plasenta janin yang akan menjadi penyulit persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu
dapat diduga sebelumnya. Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar
sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya dilakukan episiotomy medioateral
yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala ditarik curam
kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut
tidak berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul,
sehingga menjadi bahu depan dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan
lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga belum berhasil, penolong
memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong
menggunakan tangan kanannya, dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke
diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu depan.

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour.
Trial of labour serupa dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour
sebenarnya adalah fase akhir dari trial of labour karena baru dimulai pada
pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour jarang
digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan
pangul sempit dan terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam
atau dibantu ekstraksi dengan keadaan ibu dan anak baik. Persalinan percobaan
dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya, keadaan ibu
atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan
ketuban pecah kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta
pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini dilakukan seksio sesarea.

3.6.2 Seksio Sesarea


Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan
kehamilan aterm, atau disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat
dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti
primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki. Seksio sesarea
sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas
mungkin sedangkan syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

3.6.3. Simfisiotomi


Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan
pada simfisis. Tindakan ini sudah tidak dilakukan lagi.

3.6.4 Kraniotomi dan Kleidotomi


Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala
janin dengancara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak,
sehingga janin dapatdengan mudah lahir pervaginam.
Sedangkan kleidotomi adalah tindakan yang dilakukan setelah janin
pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi kesulitan untuk melahirkan
bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk
melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula








BAB III

LAPORAN KASUS


I. Identitas Pasien

Nama Isteri : Ny. Z
Suami : Tn. S
Umur Isteri : 26 th
Suami : - th
Pekerjaan Isteri : Ibu rumah tangga
Suami : Tani

Penghasilan Isteri : -
Suami : Tak menentu

Alamat : Tadungduh-Bangkalan

No. RM : 103211
II. Anamnesa (tanggal 01-12-2011 oleh DM Faesal A. Sumansyah)


Pasien dikirim oleh bidan ke IRD Rumah Sakit Syamrabu Bangkalan pada hari
kamis 01-12-2011 jam 21.15 wib dengan keluhan amenorhoe 10 bulan, pasien
merasa kenceng-kenceng mulai jam 14.00, ketuban merembes sejak 1minggu
yang lalu, keluar darah vagina sedikit, tinggi badan 140cm.

Keluhan utama

Suspect CPD

Riwayat Penyakit Sekarang

Dirasakan mules / kenceng-kenceng
Keluar darah dan lendir pervaginam

Ketuban merembes sejak 1 minggu yang
lalu Dirasakan adanya gerakan janin

Riwayat Penyakit Dahulu

Tidak ada riwayat kelaianan jantung, paru, hati, ginjal, DM, hipertensi
dan kelainan lain yang dapat berpengaruh pada kehamilan.

Riwayat Sosial

Tidak merokok dan minuman
alkohol Minum jamu

Minum obat dari bidan

Haid

Haid terakhir tanggal 22-02-2011
Perkiraan persalinan tanggal 29-11-2011

Menarche umur 12
th Siklus teratur

Lama : Sedang

Dysmenorrhea : Tidak

Riwayat Obstetrik

GI P00000
Nikah 1 kali


III. Status Presens (21/12/2011)

Keadaan umum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

Tinggi badan & Berat Badan : 140
cm Vital sign

Tensi : 110/70 mmHg Nadi : 84x/menit
RR : 18x/menit Suhu : 37,5 C (rectal)
Kepala
Anemi : (-) Ikterus : (-)
Cyanosis : (-) Dypsneu : (-)

Leher

Trakea ditengah

Tidak ada benjolan abnormal

Tidak ada bendungan
vena Thorax

Simetris

Tidak ada benjolan, massa, luka bekas
operasi, dan bentukan abnormal lainnya.

Jantung

S1 S2 tunggal

Murmur (-) gallop
(-) Paru-paru

Suara napas vesikuler

Wheezing (-/-) ronki (-
/-) Payudara normal

Abdomen

Bising usus 6X/menit

Hepar tidak teraba dan tidak nyeri tekan

Lien tidak teraba dan tidak nyeri tekan

Ginjal tidak teraba dan tidak nyeri tekan
Genitalia eksterna : oedem vulva (-)

Ekstremitas

Akral hangat oedem

+

+ -- --

+ + -- --
Reflex fisiologis (+)

Reflex patologis (-)

IV. Status Obsterikus


Muka

Chloasma gravidarum (-)

Exophthalmus (-)

Leher

Struma (-)

Thorax

Mammae : Membesar dan Tegang

Abdomen

Inspeksi : Perut membesar kedepan, simetris

Palpasi :

Leopold I : Tinggi fundus uteri 2 jari bawah
processus xyphoideus (39cm)

Leopold II : Letak punggung kanan

Leopold III : Bagian terbawah janin Kepala, Kepala
belum masuk pintu atas panggul

Leopold IV : kepala belum masuk PAP

Perkusi : tympani


meteorismus (-)


Auskultasi : Denyut jantung janin (+) (13-14-14)





Pemeriksaan dalam

Pembukaan 3jari

Ketuban (-)





V. Laboratorium


Hb : 9,4 g % (talquist)


VI. Diagnosa


GI P00000 A/T/H CPD, PSR inpartu kala I fase laten
VII. Terapi

Prinsip penatalaksanaan CPD pada panggul sempit ringan adalah trial of
labor (percobaan persalinan). Hal ini berdasarkan bahwa selama proses
persalinan terjadi perimpitan (moulge) tulang kepala janin, meregangnya
hubungan tulang panggul dan dorongan his adekuat yang terus menerus
sehingga mengakibatkan ukuran kepala lebih mengecil sedang ukuran
panggul sedikit lebih luas. Dan dari hasil observasi dari jam 21.30 sampai
jam 05.00 tenyata terjadi protection disorser (perpanjangan fase aktif dan
penurunan kepala) sehingga pada kehamilan harus di terminasi dengan
sectio caesarea indikasi CPD.

Persiapan Ibu :

Penderita diberi makanan yang mudah dicerna pada malam
sebelum operasi

Puasa sekitar 6 jam sebelum operasi

Pasang infus RL Flas I

Pasang Dauer cateter

Lakukan scerent



Laporan Operasi Sectio Caesaria :

1. Antiseptic lapangan operasi dengan betadine 10
% dan dipersempit dengan duk steril

2. Insisi kulit perut dan subkutis low midline pada bekas luka

operasi

3. Sayatan kecil pada fasia musculus recti abdommis dan dengan
bantuan pinset anatomis lalu fascia digunting kebawah dan keatas

4. M. Recti abdommis di kuakkan secara tumpul ke
lateral sehingga peritoneum bebas
5. Peritoneum parietalis dijepit dengan pinset anatomis,
diangkat, digunting keatas dan bawah, pinggir-pinggirnya di klem
(peritoneal klem)

6. Eksplorasi :

Uterus sebesar aterm

Adneksa kanan kiri normal


Terapi LSCS (Lower Segment Caesarean Section) :


Insisi segmen bawah rahim melintang (transversal)
10 cm berbentuk konkaf sampai endometrium.
Endometrium ditembus secara tumpul dengan jari.

Janin dilahirkan dengan meluksir kepala


Apgar Score 8-9 / jenis kelamin laki-laki / berat 2600 g /
panjang 49 cm

Ketuban jernih

Plasenta di fundus lengkap, dilahirkan secara manual

7. Segmen bawah rahim dijahit secara jelujur festoon
dengan benang cromix no.2.

8. Cavum abdomen ditutup langsung, dijahit lapis demi lapis.


- Fascia m.recti abdominis dijahit secara jelujur feston dengan
benang safil no.1

- Kulit dijahit satu-satu side.



Diagnosa Pre Operasi (DPO) : GI P00000 A/T/H trial of labor gagal CPD, PSR
inpartu kala I fase aktif

Diagnosa Durante Operasi (DDO) : GI P00000 A/T/H trial of labor gagal
CPD, PSR Terapi : LSCS (Lower Segment Caesarea Section)
Terapi Post Operasi :

Infus RL & D5 2:2

Cefotaxime 3x1 vial

Drip induxin 1 amp sampai dengan 24 jam

Vitamin B1 3x1 amp

Kalnex 3x1 amp

Pospargin 3x1 amp










BAB IV

PEMBAHASAN



Berdasarkan uraian laporan kasus pada bab sebelumnya, berikut akan
dibahas diagnosis dan penanganan kasus ini. Ny.Z usia 26 tahun dengan
kehamilan 40 minggu didapatkan data HPHT 2 -2- 2011 perkiraan hari persalinan
29-11-2011. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan amenore
10 bulan, mules-mules mulai jam 14.00, pendarahan pervagina positif, dan
ketuban merembes sejak 1 minggu yang lalu, Pasien m e n g a k u t i d a k m e m
i l i k i r i w a y a t s a k i t p a n g g u l , m a u p u n c e d e r a p a n g g u l .

D a r i pemeriksaan luar obstetri didapatkan janin tunggal aterm hidup.
Kepala janin belum memasuki pintu atas panggul. Dari pemeriksaan
pelvimetri klinis didapatkan L n e a i n n o m i n a t a t e r a b a s e l u r u h n y a ,
n o r m a l l n e a i n n o m i n a t a t e r a b a 1 / 3 - 1 / 3 , memperkuat dugaan
adanya penyempitan transversal pintu atas panggul.
Dari rumus Johnson-Toshack didapatkan taksiran berat janin 2480 gr.
sehingga dapat disingkirkan adanya makrosomia. Pada pasien ini dilakukan
partus pe rcobaa n namun gag al, yan g semaki n menguatka n dugaan
ke ara h disproporsisefalopelvik. Pasien menjalani seksio caesaria
setelah partus percobaan gagal, dan didapatkan bayi laki-laki dengan berat
lahir 2600 gr. Pada pasien diberikan terapi yaitu antibiotik untuk menghindari
infeksi yang merupa kan komplikasi operasi, analgetik unt uk menghilan gka n
rasa sakit, methyl ergometrin untuk uterotonika .









BAB IV

KESIMPULAN


1. Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis yang digunakan
ketika kepala bayi dinyatakan terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu.
Disproportion sefalopelvic adalah keadaan yang menggambarkan
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvic disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya./

2. Pada ibu ini dirasakan mules / kenceng-kenceng sejak jam 14.00,
keluar darah pervaginam, ketuban merembes sejak 1minggu yang lalu.
Sedangkan dari pemeriksaan dalam ada pembukaan serviks 3cm.
Sehingga dapat dikatakan ibu ini inpartu.
3. Diagnosa akhir GI P00000 A/T/H dengan CPD, PSR.

4. Karena trial af labour gagal, maka terminasi kehamilan dilakukan
dengan seksio cesarea.








DAFTAR PUSTAKA



Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi Keempat.
Jakarta: BP-SP, 2008.

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21.
Jakarta: EGC, 2005.

Winkjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: YBP-SP, 2007.


Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Fisiologi. Bandung: Elemen, 1983.

Sari Wardani MP, Indikasi Operasi Caesar Pada Pasien Dengan Disproporsi Kepala
Panggu,http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=indikasi+operasi+caesar+pada+pasien+dengan+disproporsi+kepala+panggul&h
ighlight=search, 22 of Sep, 2010 [03:07 UTC]

Pbl 25 Distosia Et Causa Cpd Pata, http://www.scribd.com/doc/59856124/Pbl-
25-Distosia-Et-Causa-CPD-Pata

Presus Cpd Ruu, http://www.scribd.com/doc/75701319/PRESUS-CPD-RUU

You might also like