You are on page 1of 22

1

Karya Tulis Ilmiah


Transformasi Kepemimpinan Organisasi
Untuk Penguatan Peran Kelembagaan Tingkat
Regional






OLEH :
NURAMIN SALEH.S.Psi



Himpunan Mahasiswa Islam (HMI ) Badan Koordinasi (BADKO)
Sulawesi Selatan-Barat
Periode 1434 H-1436 H / 2013-2015 M
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kesempatan dan
juga telah memberikan petunjuk dan inayah-nya sehingga dapat menyelesaiakan
penulisan karya tulis ilmiah dengan dengan Tema Transformasi Kepemimpinan
Organisasi Untuk Penguatan Peran Kelembagaan Tingkat Regional, Salawat dan
salam keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah menganjurkan umatnya untuk
mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu merupakan
kewajiban umat muslim.

Tema karya tulis sebagai prasyarat untuk menjadi kandidat ketua umum HMI
Badko Sulselbar dan tema ini sangatlah relevan jika kita melihat realitas yang terjadi
dalam internal himpunan mahasiswa islam, sehingga kita sebagai kader HMI dapat
dan mampu mengoreksi diri serta mampu menjawab tantangan di masa depan.

Sumber pengambilan materi karya tulis ilmiah ini, telah mengutip berbagai
literatur yang relevan dengan pembahasan yang telah menjadi referensi dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa materi makalah
dengan tema Transformasi Kepemimpinan Organisasi Untuk Penguatan Peran
Kelembagaan Tingkat Regional masih banyak kekurangan dan kekhilafan, sehingga
saran perbaikan dalam berbagai sumber sangat dibutuhkan.
Akhirul qalam, assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 14 September 2013


Yudhi Abdi Wibowo


3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 4
C. Manfaat Penulisan ................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 5
A. Himpunan Mahasiswa Islam di era kekinian ......................................... 5
B. Transformasi Nilai Khittah Perjuangan dalam Transformasi
Kepemimpinan ...................................................................................... 7
C. Back to intellectual intelligence, Upaya meretas krisis intelektual
Kader ..................................................................................................... 9
D. Lembaga Kekaryaan, Gerbong Intelektual dan Profesionalisme
Kader ..................................................................................................... 12
E. Reeksistensi HMI, Transformasi Kepemimpinan dalam Penguatan
Penguatan Peran Kelembagaan Tingkat Regional ................................ 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 16
A. Kesimpulan .......................................................................................... 16
B. Saran .................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... iii


4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi kepemudaan yang mengerucut pada satu lini idealism yaitu
organisasi kemahasiswaan sudah saatnya untuk mampu Back to Zero atau dapat
ditafsirkan sebagai organisasi yang merakyat dan berjuang untuk rakyat karena secara
aksiologis organisasi merupakan sebuah hirarki individu-individu yang melebur
dalam satu kelompok dan bermasyarakat. Dalam mewujudkan nilai organisasi
kepemudaan maka peran pemimpin sangat substansial untuk menentukan segala
kebijakan dan implementasinya serta dalam menciptakan lingkungan yang kondusif.
Berbagai terobosan perlu dilakukannya, mulai dari perubahan struktural, aspek
keterampilan dalam pemahaman kerjasama internal dengan para bawahannya maupun
eksternal yakni dengan pihak lembaga swasta, para stakeholder. Di samping itu, perlu
memahami dan melakukan integrative culture dengan cara organisasi dapat
melakukan transformasi nilai internal maupun eksternal guna pengembangan
organisasi serta mengantisipasi lingkungan yang berkembang dan yang tidak kalah
penting adalah pemahaman adanya akuntabilitas moral dan mental yang melekat pada
diri seorang pimpinan dan salah satu transformasi nilai yang sangat subtantif dalam
organisasi. Sehingga, Transformasi kepemimpinan dalam tubuh organisasi menjadi
sebuah keharusan dalam keberlangsungan eksistensi organisasi agar tetap dapat
memainkan ritme dalam internal organisasi itu sendiri maupun eksternal organisasi.

Kemampuan organisasi kepemudaan dalam menjaga ritme sangatlah subtantif
dikarenakan pengaruh besar organisasi dari masa ke masa perjalanan bangsa hingga
kini yang merupakan masa klimaks transisi demokrasi negara indonesi dan kita
memahami negara indonesia merupakan negara relatif otonom dalam arti ia bukanlah
instrumen dari satu kelas atau fraksi kelas, negara tidak mampu mendesakkan
perubahaan struktural mendasar pada orde sosial kecuali ia ditegakkan kembali atas
1
5
dasar keseimbangan kekuasaan sosial dan politik yang baru.
1
Hal ini merupakan
validitas atas realitas kekinian negara indonesia dalam masa-masa pra kematangan
demokrasi indonesia yang hingga hari ini belum mampu menampakkan auranya
dikarenakan kesenjangan sosial ekonomi yang hingga kini dirasakan mayoritas rakyat
indonesia sehingga organisasi kepemudaan yang terkhusus pada organisasi
kemahasiswaan haruslah mampu memberikan resolusi kepada pemerintah atas
kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi di era kontemporer dan tantangan besar yang
harus di hadapi organisasi kemahasiswaan di era kontemporer tidak hanya sebatas
resolusi melainkan mampu meretas wacana global dunia ketiga yang berkembang.
2

Seperti jika demokrasi indonesia tidak mampu mendapatkan auranya, akan terjadi
kemunduran yang signifikan yaitu tenggelamnya demokrasi dan kembalinya
otoriterisme menguasai sistem negara indonesia. Hal ini merupakan wacana yang
baru dan masih bersifat gerakan laten para elite penguasa, tetapi samuel huntington
telah mampu melakukan analisis di 20 tahun sebelum indonesia mengalami dan
merasakan demokrasi. Faktor-faktor terjadinya pergeseran dari sistem politik
demokratis ke sistem politik otoriter sekurang-kurangnya sama beragamnya dan
sebagian bertumpang tindih dengan faktor-faktor penyebab terjadinya pergeseran dari
otoriterisme ke demokrasi.
3


Melihat kondisi kebangsaan indonesia yang semakin terpuruk, peranan penting
organisasi kemahasiswaan terkhusus Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
haruslah mampu memberikan resolusi dan pressure serta meretas wacana-wacana
global neo kapitalisme sebagai mindstream HMI kepada pemerintah dalam meretas
kesenjangan sosio-politik yang terjadi pada rakyat indonesia dan memberikan
kematangan berdemokrasi kepada rakyat indonesia karena sebagai organisasi

1
Richard J. Robison, "The Transformation of the State in Indonesia," Bulletin of Concerned Asian
Scholars, Vol. 3, No. 2 (Januari-Maret 1982).
2
Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada 2004) Cet.I, Hlm.78.
3
Samuel P.Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, (Jakarta, Pustaka utama grafiti, 2001)
Cet.II, Hlm.375.
6
kemahasiswaan tertua dan terbesar di Indonesia dan sepanjang perjalanan pasang
surutnya peradaban bangsa indonesia, HMI memiliki peranan yang sangatlah penting
didalamnya sehingga sejarah perjalanan bangsa tidak dapat dilepaskan dengan sejarah
perjuangan HMI. Tetapi di era kekinian, jangankan mampu memberikan resolusi
kepada negara indonesia, internalisasi khittah perjuangan saja seakan-akan
mengalami kemandulan dikarenakan pengkristalan intelektual yang tidak
teraktualisasikan. Hal ini menjadi polemik kompleks dalam tubuh internal HMI
karena ekslusivisme yang merasuk dalam tubuh kader dan tidak dapat dinafikkan
khittah perjuangan tidak lagi tersakralisasi sehingga tidak salah jika di era kekinian
menjadi fase tantangan ke dua bagi internal HMI.

Polemik ini bukanlah hal yang baru di dalam tubuh internal HMI tetapi pasca
runtuhnya rezim orde baru di tahun 1998, transformasi nilai yang terimplementasi
pada transformasi kepemimpinan HMI mengalami degradasi yang sangat luarbiasa
dalam artian, terjadi perubahan paradigma berpikir neo kapitalis ke dalam sendi-sendi
structure maupun culture. Banyaknya pergeseran nilai terjadi dalam tubuh kader-
kader. Eksistensi HMI telah merapuh dan merunduk bahkan dulunya HMI dicinta
tetapi sekarang Himpunan Mahasiswa Islam di Hina, dicaci dan digugat kembali
eksistensi dan esensinya sebagai organisasi kader dan organisasi perjuangan serta
asas islamnya.
4


Berdasarkan realitas diatas, sudah saatnya-lah HMI haruslah back to basic
sehingga nilai dalam transformasi kepemimpinan tidaklah berjalan secara
transaksional pragmatisme melainkan mampu secara ideal structure, artinya
proporsionalisme struktur menjadi kekuatan karakter (caracter building) HMI dalam
menjaga ritme dan eksistensinya. Sehingga, dalam setiap regenerasi kepemimpinan

4
Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI , Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan
Kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997) , (Jakarta, Misaka Galiza, 2005). Cet.I, Hlm.51
7
dalam struktur HMI tidak mengalami degradasi nilai dan akan tetap mampu
melahirkan kader-kader potensial guna mengembalikan eksistensi kejayaan HMI.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan dan polemik yang terjadi di internal tubuh HMI
guna mengembalikan eksistensi dan kejayaan intelektual intelegensia kader-kader
HMI, maka penulis merumuskan masalah-masalah yang berkembang sebagai berikut
:
1. Bagaimana kondisi HMI kekinian dan cara HMI dalam menjawab tantangan
transformasi nilai dalam setiap transformasi kepemimpinan di tubuh internal
organisasi ?
2. Bagaimana cara meretas krisis intelektual kader yang terjadi di era kekinian
guna mengembalikan eksistensi intelektual intelegensia kader dan kejayaan
HMI ?
3. Apa langkah HMI dalam mengembalikan eksistensi kepemimpinan
kelembagaan dalam upaya menjawab dinamika kelembagaan di tingkat
regional ?

C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Semoga karya tulis ini dapat membukakan kerangka pikir kader upaya dalam
mengembalikan eksistensi HMI dan menjawab indikator-indikator kemunduran
HMI, baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang.
2. Manfaat Praktis
Semoga tulisan ini dapat menambah khasanah intelektual kader sehingga dapat
meretas krisis intelektual yang terjadi dalam internat HMI.


8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Himpunan Mahasiswa Islam di era kekinian
Himpunan Mahasiswa Islam lahir 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan
dengan 5 Februari 1947 Masehi. Dus, pada 14 Rabiul Awal 1434 (kira-kira 26 januari
2013) HMI genap berusia 66 tahun (hijriah) dan 5 Februari 2013 tepat berusia 66
tahun (masehi). Suatu usia yang cukup berumur dan tentu saja mengundang sejumlah
konsekuensi. Bagaimanakah kondisi HMI dalam usianya yang telah menginjak 66
tahun tersebut, Banyak instrumen analisa dan perspektif yang dapat kita gunakan
untuk memahami kondisi HMI saat ini, diantaranya adalah arkeologi dan geneologi
pengetahuan yang diperkenalkan oleh Michel Foucault.

Metode arkeologi memfokuskan kajian pada pernyataan atau wacana dengan
sistem prosedur yang memproduksi, mengatur, mendistribusi, mensirkulasi, dan
mengoperasikannya. Mengupas wacana sebagai suatu sistem internal dengan
prosedur-prosedurnya yang teratur. Sedangkan geneologi memberikan pusat
perhatian pada hubungan timbal balik antara sistem kebenaran (pernyataan/wacana)
dengan sistem kuasa (mekanisme yang didalamnya suatu rezim politis memproduksi
kebenaran). Geneologi tidak berusaha menegakkan pondasi-pondasi epistemologis
yang istimewa, tapi ia mau menunjukkan bahwa asal-usul apa yang kita anggap
rasional, pembawa kebenaran, berakar dalam dominasi, penaklukan, hubungan
kekuatan-kekuatan atau dalam suatu kata, kuasa.
5


Dengan menggunakan perspektif arkelogi dan geneologi pengetahuan, berarti
kita akan melihat realitas HMI saat ini sebagai suatu realitas wacana/sistem
pengetahuan dimana di dalam sistem wacana/pengetahuan tersebut terdapat prosedur-

5
Peter L.Berger, Thomas Lucmann, tafsir social atas kenyataan, (LP3ES, 1990) Hlm.132
9
prosedur yang memegang kendali atas proses produksi, pengaturan, pendistribusian,
pensirkulasian, dan pengoperasian sistem wacana/pengetahuan tersebut serta terdapat
sistem kuasa atau relasi kuasa yang mengukuhkan sistem wacana/pengetahuan
tersebut. Prosedur-prosedur tersebut kemudian kita sebut sebagai fundamental codes
of cultures yang mewakili dimensi nalar dan relasi kuasa mewakili dimensi politis.

Konsekuensi dari perspektif ini adalah bahwa realitas HMI saat ini tidaklah
merupakan suatu realitas yang terbentuk dengan sendirinya melainkan terbentuk
melalui proses diskursif dimana terjadi proses pengukuhan fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa tertentu dan proses peminggiran fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa yang lainnya. Fundamental codes of cultures dan relasi
kuasa tersebut kemudian berwenang menentukan mana fakta-fakta sosial dan
pengetahuan yang dapat terus eksis, bahkan muncul sebagai pemenang dan menjadi
mainstream (arus utama) atau mendominasi wajah realitas namun juga ada fakta-fakta
sosial dan pengetahuan yang jadi pecundang dan terpinggirkan (pheripheri) sehingga
ia bisa jadi hanya berupa bercak saja atau malah benar-benar tersamar dari wajah
realitas.
6
Contohnya, di HMI berkembang beragam wacana keagamaan, wacana
keagamaan yang modern-moderat-inklusif nampaknya merupakan pemenang dan
wacana keagamaan yang tradisional-radikal-eksklusif merupakan pecundang, tetap
berkembang namun tidak menjadi mainstream. Contoh lain, frame berpikir political
oriented merupakan pemenang, sementara frame berpikir yang berorientasikan
profesi adalah pecundang. Kemudian, orientasi politik-struktural merupakan
pemenang, dan orientasi politik-kultural merupakan pecundang.
7
Semangat
ketergantungan terhadap senior/alumni adalah pemenang dan semangat
independen/mandiri adalah pecundang, serta masih banyak contoh lainnya yang
menentukan siapa pemenang dan pecundangnya merupakan kewenangan atau
tergantung selera fundamental codes of cultures dan relasi kuasa.

6
Ibid...... hlm.155
7
Ibid.......hlm.163
10
B. Transformasi Nilai Khittah Perjuangan dalam Transformasi Kepemimpinan
Ketika sistem pengetahuan yang tergoreskan diatas menjadi relasi fundamental
dalam setiap transformasi nilai dan transformasi kepemimpinan dalam tubuh HMI,
maka dengan fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang dimilikinya sudah
demikian eksis dan tidak ada perlawanan terhadapnya, maka anggota HMI saat ini
sesungguhnya tidak lebih dari robot-robot yang digerakkan secara otomatis oleh
fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut. Ia dideterminasi cara berpikir
dan tindakannya oleh fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut.
anggota HMI tidak lebih sebagai pelanjut tradisi tanpa inovasi. Fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa ada yang buruk, dan tentu ada juga yang baik. Namun pasti
ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa (yang buruk) yang menyebabkan
kader HMI saat ini demikian pasrah pada memory of the past, pada kenangan masa
lalu. Menggantungkan eksistensinya pada kebesaran seniornya, berlindung di balik
keagungan sejarah HMI yang tidak pernah dibuatnya namun ia terus asyik
memparasitkan diri menghisap keberkahan darinya.

Inilah potret kader HMI yang kehilangan kritisismenya, tuli terhadap memory
of the future (cita-cita masa depan) dan mengambil sikap resist to change, menolak
perubahan. Kader HMI lupa bahwa pernyataan senior/masa lalu memang ada
benarnya namun banyak juga yang sudah tidak benar lagi karena zaman telah
berubah. Dalam konteks ini, pernyataan almarhum Nurcholish Madjid agar HMI
dibubarkan saja menemukan pembenar karena beliau melihat bahwa relevansi HMI
bagi masa kini dan apalagi bagi masa depan sudah jauh berkurang, kalaupun
bukannya tidak ada lagi. HMI tidak lagi menjadi elemen penggerak kemajuan
melainkan kekuatan status quo dan bahkan sebaliknya menggerakkan pada
kemunduran.
8



8
Agussalim Sitompul, sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-1975 (Surabaya, Bina
Ilmu) Cet.I, Hlm.198
11
Dengan demikian siapakah yang patut disalahkan atas kondisi HMI yang
katanya mengalami kemunduran, mengalami konflik perpecahan di tubuh PB HMI
yang terjadi tiga kali berturut-turut, dan kelemahan lainnya dari organisasi HMI saat
ini, Tidak ada seorang pun yang perlu disalahkan karena kondisi HMI saat ini
merupakan produk fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang hidup dalam
tubuh HMI. Fundamental codes of cultures dan relasi kuasa dapat bersemayam dan
dikukuhkan dalam media seperti doktrin organisasi, aturan organisasi (AD, ART dan
penjabarannya), dalam pola pendanaan aktivitas HMI, dan dalam pola interaksi
keseharian antara kader dan pengurus HMI atau antara kader/pengurus dengan
alumninya. Semuanya terbentuk melalui proses historis yang agak sulit dikendalikan
oleh orang per orang, hanya tanggung jawab kolektif (generasi) yang dapat
menghadapinya. Persoalannya adalah telah terdapat sejumlah generasi yang tidak
menyadari bahwa ada fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang bekerja di
tubuh HMI, yang disamping mengusung kebesaran HMI namun juga bekerja
menghancurkan HMI, menghantarkan HMI pada ketidakrelevanannya dengan
zaman.
9


Menyadari hal tersebut, sudah sepatutnya generasi sekarang mengembangkan
kesadaran untuk mengenali fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut,
mengambil sikap dan tindakan terhadapnya. Iktiar inilah yang merupakan upaya
menghadirkan suatu HMI Baru dan merupakan suatu bentuk rasa tanggung jawab
sebagai kader HMI yang cinta akan organisasinya. HMI Baru adalah HMI yang
terbebas dari fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang buruk yang
menyebabkan ia tertawan oleh masa lalu, dan menebalkan fundamental codes of
cultures dan relasi kuasa yang baik serta menanamkan benih suatu fundamental codes
of cultures dan relasi kuasa yang baru sehingga HMI dapat menyambut kelahirannya
kembali dan dengan penampilan meyakinkan mewarnai zaman yang telah berubah

9
Natsar Desi Mahnudi, Rekonstruksi Pemikiran dan Pergerakan Himpunan Mahasiswa Islam, (LPMI,
2006) Cet.I Hlm..
12
ini. Ikhtiar untuk melaksanakan hal ini membutuhkan komitmen kuat dan terfasilitasi
dengan baik sehingga forum penghimpun organisasi (MUSDA) HMI dalam ruang
lingkup wilayah sulselbar dan inilah moment yang sangatlah tepat sebuah
implementasi tranformasi nilai yang bersandar pada khittah perjuangan karena Musda
Badko merupakan wadah yang paling tepat untuk kembali membangun dasar-dasar
HMI Baru tersebut. Karena disana transformasi kepemimpinan yang akan
berlangsung dan semoga doktrin organisasi sebagai khittah perjuangan (NDP), aturan
main yang mendasar dari organisasi (AD, ART dan penjabarannya), program kerja
serta nakhoda baru organisasi menjadi mindstreem para kader untuk mengembalikan
kejayaan HMI.

C. Back to intellectual intelligence, Upaya meretas krisis intelektual Kader
HMI yang sudah memproklamirkan fungsinya sebagai organisasi kader, mau
tidak mau menjadikan perkaderan sebagai jantung kehidupan organisasinya. Namun
sebetulnya aspek perkaderan di HMI mulai dibenahi secara serius pada akhir tahun
50-an dimana HMI sudah bertahun-tahun menjalankan peranannya, jadi perkaderan
di HMI tidak lahir berbarengan dengan kelahiran HMI itu sendiri, melainkan lahir
seiring proses waktu dan perubahan zaman. Awalnya hal itu baru mulai terpikirkan
oleh para kader (PB HMI) ketika masa kepengurusan Ismail Hasan Metareum
(periode 1957-1960), dan masih berupa wacana-wacana yang digulirkan oleh PB
HMI sendiri. Ismail Hasan yang merupakan penggagas utama ide perkaderan formal
di HMI menginginkan agar HMI tidak menjadi tempat berkumpul orang yang punya
kesamaan hoby atau aktivitas saja, tapi menjadi second campus bagi para anggotanya.
Selain itu, yang menjadi faktor penting pendorong gagasan diadakannya perkaderan
formal di HMI adalah karena waktu itu Ismail Hasan melihat adanya perbedaan aliran
pemikiran dalam dinamika pergerakan aktivitas HMI, dimana ada anggotanya yang
punya background lingkungan pesantren dan ada juga yang cenderung sekuler.
10


10
Agussalim Sitompul, Histiografi HMI 1947-1993 (Jakarta, Miska Galiza, 2008). Cet.I, Hlm.152
13
Berawal dari itulah sampai hingga saat ini kita merasakan sebuah sistem
perkaderan meskipun dalam masa ke masa sistem perkaderan menggunakan
metodologi yang berbeda. Tetapi di era kekinian, seakan HMI tidak lagi mampu
melahirkan motodologi perkaderan modern dan tidak terkikis oleh zaman melainkan
terlahir sinkronisasi antara sistem perkaderan HMI dan perkembangan zaman. Hal ini
terbukti banyaknya degradasi nilai kader hingga yang sangat miris adalah tradisi
intelektual HMI yang memudar. Sejatinya kader-kader HMI adalah pewaris tradisi
intelektual. Namun dewasa ini kegiatan-kegiatan keilmuan di HMI sangat minim
sekali. Padahal dahulunya tradisi intelektual HMI merupakan salah satu andalan yang
menjadi nilai lebih dan nilai jual HMI serta kader-kadernya ditengah masyarakat dan
mahasiswa. Hal ini menyebabkan mahasiswa cerdas dan pintar jarang mau masuk
HMI karena mereka melihat tradisi intelektual di HMI tidak mendukung
kebutuhannya sehingga mereka memutuskan untuk aktif di organisasi lain yang dapat
mendukung pengembangan intelektual mereka.
11


Dalam situasi seperti inilah seharusnya HMI mampu melakukan satu upaya
introspeksi diri di dalam menatap sistem perkaderannya. Sebab dengan
persinggungan dengan kekuasaan menyebabkan HMI kehilangan indenpendensi dan
ruh, HMI seringkali melibatkan diri dalam peran-peran yang tidak populis, karena
keterlibatannya hanya sebatas makelar politik bagi kepentingan kekuasaan.
Prinsipnya, HMI tidak lagi seksi di dalam medorong ide-ide yang kontekstual bagi
kepentingan ummat, namun HMI justru terjebak dalam bingkai kekuasaan. Sehingga
dari ini HMI menuai kritik des terpinggirkan dari elan gerakannya bahkan HMI
disinyalir terpuruk dari moment arus globalisasi dan modernisasi. Tradisi

11
Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI , Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan
Kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997) , (Jakarta, Misaka Galiza, 2005). Cet.I, Hlm.55
14
intelektualisme yang menjadi ranah khittah perjuangan HMI yang di bangun dari
dasar Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP) malah juga praktis kehilangan pengaruh.
12


Sehingga Perkaderan HMI di masa datang harus benar-benar berkualitas.
Dalam bahasa yang cukup menggugah, yakni bagaimana kita senantiasa
Mengembangkan Perkaderan, dan Membangun Peradaban. Kualitas perkaderan itu
sangat ditentukan oleh kemampuan kita untuk menjauhkan diri dari formalisme
perkaderan. Karena perkaderan formalisme akan menggiring dinamika perkaderan
HMI sekedar menjadi pertrainingan. Bagi HMI, sekedar pertrainingan adalah reduksi
yang sangat berbahaya bagi totalitas perkaderan HMI yang sesungguhnya.
Perkaderan formal penting sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
administratif struktural yang bersifat formal, serta kerangka-kerangka dasar yang
harus dikembangkan lebih lanjut. Sementara perkaderan non-formal dan informal
adalah medan yang lebih luas untuk proses penempaan kualitas kader-kader.
Intelektualitas, profesionalitas, loyalitas, religiusitas dan integritas para kader diasah
lebih tajam dalam perkaderan yang non formal dan informal. seperti up-grading,
follow up, diskusi, seminar, riset dan sebagainya. Agenda lainnya adalah
meningkatnya kuantitas dan kualitas pelaksanaan LK II, LK III dan pusdiklat,
sehingga produk dari rekruitmen dapat terserap dan dikembangkan kualitasnya secara
maksimal. Dalam rangka peningkatan kualitas perkaderan (formal), maka
pemahaman segenap pelaku training terhadap pedoman perkaderan perlu
ditingkatkan. Selain itu, kualitas instruktur dan pengelola training wajib diperhatikan,
misalnya dengan memperbanyak pelaksanaan Sekolah Pengelola Latihan dan Sekolah
Instruktur.

Dari pendalaman sistem perkaderan ini, secara tidak langsung Mindset dan
paradigma berpikir kader HMI akan mampu meretas krisis intelektual kader yang

12
Saifudin al Mughniy, Pembangkangan Civil Soceity manifestasi politik kaum pinggiran
(Makassar, Kalam Nusantara, 2010) Cet.I, Hlm.120
15
terjadi dalam tubuh internal perkaderan HMI sehingga secara ekstra organisasi yang
dimana kader HMI yang juga merupakan mahasiswa sebagai warga masyarakat yang
sedang menempuh proses pendidikan tertinggi, maka dengan sendirinya mahasiswa
dipandang sebagai kaum intelektual. Didalam golongan kaum cendekiawan itu
sendiri, mahasiswa dianggap sebagai pihak yang sedang mempersiapkan diri untuk
menjadi warga intelektual yang sepenuhnya.
13


D. Lembaga Kekaryaan, Gerbong Intelektual dan Profesionalisme Kader
Terbentuknya Lembaga Kekaryaan sebagai satu dari institusi HMI terjadi pada
kongres ke-7 HMI di Jakarta pada tahun 1963 dengan di putuskannya mendirikan
beberapa lembaga khusus (sekarang Lembaga Kekaryaan) dengan pengurus pusatnya
ditentukan berdasarkan kota yang mempunyai potensi terbesar pada jenis aktivitas
lembaga kekaryaan yang bersangkutan diantaranya, (1) Lembaga Kesehatan
Mahasiswa Islam (LKMI) pusatnya di Surabaya, (2) Lembaga Dakwah Mahasiswa
Islam (LDMI) pusatnya di Bandung, (3) Lembaga Pembangunan Mahasiswa Islam
(LPMI) pusatnya di Makasar, (4) Lembaga Seni Budaya Mahasiswa Islam (LSMI)
pusatnya di Yogyakarta. Dan kondisi politik tahun enam puluhan yang berorientasi
massa, lembaga kekaryaan pun semakin menarik bagi anggota sebagai satu faktor
berkembang pesatnya lembaga kekaryaan ditunjukkan dari adanya hasil penelitian
yang menginginkan dipertegasnya status lembaga Kekaryaan, struktur organisasi dan
wewenang lembaga kekaryaan dan keinginan untuk menjadi lembaga kekaryaan
otonomi penuh terhadap organisasi induk HMI.

Seiring perkembangan kader secara proporsional dan profesional berdasarkan
pengembangan disiplin ilmu yang digeluti, tercatat telah banyak lembaga kekaryaan
yang pernah ada dan berkembang dalam mengisi dinamika intelektual di HMI.
Tercatat ada Lembaga Kesehatan Mahasiswa Islam (LKMI), Lembaga Pers

13
Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antra Moral dan Politik
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999) Hal 46
16
Mahasiswa Islam (LAPMI), Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam (LDMI), Lembaga
pendidikan Mahasiswa Islam (LAPENMI), Lembaga Pertanian Mahasiswa Islam
(LPMI), Lembaga Teknologi Mahasiswa Islam (LTMI), Lembaga Seni Budaya
Mahasiswa Islam (LSMI), Lembaga Astronomi Mahsiswa Islam (LAMI), Lembaga
Ekonomi Mahasiswa Islam (LEMI), Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI) dan
Lembaga Penelitian Mahasiswa Islam (LEPMI).

Lembaga kekaryaan dapat dikatakan sebagai gerbong intelektual dan
profesionalisme kader, karena dalam lembaga kekaryaan, kader dapat mengasah
intelektualitas berdasarkan disiplin ilmu yang digeluti dan lembaga kekaryaan dapat
menjadi sarana metakomunikasi yang berlangsung di masyarakat indonesia, karena
insan-insan yang terlibat dalam proses komunikasi sosial di negeri ini bersifat plural
dan heterogen dan kebhinekaan budaya yang berkadar tinggi.
14
Sehingga lembaga
kekaryaan dapat menjadi bagian vital dalam organisasi dalam rangka menopang
pembangunan nasional, terutama pembinaan manusia indonesia seutuhnya,
merupakan conditio sine qua non untuk mengkaji, menyelidiki, dan meneliti
komunikasi di indonesia, sebagai kegiatan untuk menjawab tantangan-tantangan;
gejolak ekonomi, kemelut politik, penetrasi budaya asing dan sebagainya.
15
Inilah
yang menjadi dasar pemikiran sehingga mengapa lembaga kekaryaan yang
berkembang dalam HMI dapat menjadi gerbong intelektual jikalau dijadikan icon
intelektual kader dalam implementasi bermasyarakat.

E. Reeksistensi HMI , Transformasi Kepemimpinan dalam Penguatan
Penguatan Peran Kelembagaan Tingkat Regional
Transformasi Kepemimpinan dalam suatu organisasi merupakan sebuah
langkah taktis guna menjaga ritme eksistensi organisasi HMI karena ini adalah

14
Jurnal ilmiah disampaikan pada forum sosial budaya, pusat penelitian dan pengabdian masyarakat,
universitas islam nusantara, bandung, 8 februari 1985.
15
Onong uchjana effendy, dinamika komunikasi (Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, 1992) Cet.II,
Hlm.35.
17
metodologi modern dalam kepemimpinan yang sangatlah demokratis karena gaya
kepemimpinan yang berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh
bawahan dan regenerasi kader untuk mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui
transformasi nilai-nilai tersebut, dapat meciptakan hubungan baik antar anggota
organisasi dapat dibangun sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota
organisasi. sebagai organisasi yang besar, HMI haruslah melakukan tranformasi nilai
kepada kadernya sehingga dalam kepemimpinan transformatif dapat teraktualkan
dengan baik hingga regenerasi dapat menjadikan kiblat kepemimpinan dalam
transformasi kepemimpinan nantinya. Hal ini merupakan sebuah kenisyaaan dalam
organisasi, karena jika langkah estafet kepengurusan HMI tidak menjadikan
kepemimpinan transformatif sebagai acuan, maka regenerasi akan terjadi status quo.
16


Memahami kompleksitas dalam kepemimpinan, sehingga dalam penguatan
kelembagaan di tingkat regional haruslah berjalan secara transformatif guna menjaga
ritme organisasi. hal ini sangatlah urgen karena mampu mengurangi sejumlah konflik
yang sering terjadi dalam suatu organisasi.
17
tranformasi kepemimpinan akan
bersinergi dalam tubuh internal yang bersifat regenerasi, keberhasilan maupun
kegagalan organisasi dapat ditinjau dalam berbagai aspek seperti; (1) memahami visi
dan misi organisasi, (2) memahami lingkungan organisasi melalui analisis lingkungan
strategis (swot), (3) merumuskan rencana strategis organisasi; (4)
menginternalisasikan visi, misi, kondisi lingkungan strategis, dan rencana startegis
pada seluruh anggota organisasi,(5) mengendalikan rencana strategis melalui
manajemen pengawasan yang tepat.
18



16
Jurnal Imiah, Latihan Badan Pengelola Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Jember, (Bondowoso,
Hand Out Basic Training, 2009).
17
Rivai Veithzal, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, (Jakarta, PT.Rajawali Pers, 2003) Cet.II,
Hlm.63.
18
Mahyudin H, Kepemimpinan Masyarakat Madani, (Jakarta, Nim Press,2004) Cet.I, Hlm.93.
18
Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis menganggap Visi ; Penguatan nilai
kekaderan dalam tata kelola organisasi merupakan representatif kegalauan kader-
kader dan KAHMI yang memiliki hasrat kuat untuk melihat reeksistensi HMI yang
mampu mengawal perjalanan bangsa dari masa ke masa. Dan Misi; (1) Pengawalan
perkaderan ditingkat cabang melalui badan pengelola latihan, (2) Kemandirian
organisasi melalui lembaga kekaryaan, (3) Sintergitas kepemimpinan kelembagaan
dalam upaya menjawab dinamika kelembagaan di tingkat regional. Penulis
menganggap misi ini merupakan langkah taktis untuk melakukan penguatan
kelembagaan di tingkat regional terkhusus pada ruang lingkup BADKO Sulselbar,
peningkatan kualitas kader guna mampu memposisikan diri kader-kader dalam
persaingan global di era kontemporer ini dan melahirkan kemandirian/melepas
belenggu ketergantungan organisasi terhadap pemerintah dan lebih melekatkan diri
independensi organisasi.



19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kondisi HMI di era kontemporer ini sangatlah goyah dikarenakan
perkembangan zaman globalisasi yang berhasil menkapitalkan dan meliberalkan
sosio-cultural dan sosio-ekonomi masyarakat bahkan telah merasuk dalam identitas
struktural dan kultural HMI, degradasi nilai dalam transformasi kepemimpinan
menjadi salah satu alasan sampai mengapa HMI seakan tidak mampu lagi bersaing
dan memberikan sumbangsih ide-ide buat bangsa indonesia. Berdasarkan polemik
dari rumusan masalah yang berkembang dalam pembahasan, maka penulis
menyimpulkan :

1. Konsekuensi dari perspektif ini adalah bahwa realitas HMI saat ini tidaklah
merupakan suatu realitas yang terbentuk dengan sendirinya melainkan
terbentuk melalui proses diskursif dimana terjadi proses pengukuhan
fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tertentu dan proses
peminggiran fundamental codes of cultures dan relasi kuasa yang lainnya.
2. Internalisasi khittah perjuangan saja seakan-akan mengalami kemandulan
dikarenakan pengkristalan intelektual yang tidak teraktualisasikan. Hal ini
menjadi polemik kompleks dalam tubuh internal HMI karena ekslusivisme
yang merasuk dalam tubuh kader dan tidak dapat dinafikkan khittah
perjuangan tidak lagi tersakralisasi sehingga tidak salah jika di era kekinian
menjadi fase tantangan ke dua bagi internal HMI.
3. Lembaga kekaryaan menjadi bagian vital dalam organisasi dalam rangka
menopang pembangunan organisasi, terutama pembinaan kader-kader
seutuhnya, merupakan conditio sine qua non untuk mengkaji, menyelidiki,
dan meneliti komunikasi di indonesia, sebagai kegiatan untuk menjawab
tantangan-tantangan
20
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada sehingga penulis menganggap ada beberapa
saran yang urgen dalam menanggapi polemik-polemik dari kesimpulan yang
berkembang :
1. Sudah persepsi ketergantungan terhadap senior/alumni adalah pemenang dan
semangat independen/mandiri adalah pecundang harus dihilangkan dalam
mindset kader-kader, karena pengaruh yang signifikan akan membentuk
secara negatif (pragmatis) dalam mindset kader sehingga kemandirian kader
dalam berintelektual menjadi rapuh dan sebaliknya, senior/alumni juga
janganlah memberikan pendidikan pragmatisme kepada kader melainkan
memberikan pendidikan culture kepada kader. seharusnya HMI mampu
melakukan satu upaya introspeksi diri di dalam menatap sistem perkaderannya
2. Sudah sepatutnya generasi sekarang mengembangkan kesadaran untuk
mengenali fundamental codes of cultures dan relasi kuasa tersebut,
mengambil sikap dan tindakan terhadapnya. Iktiar inilah yang merupakan
upaya menghadirkan suatu HMI Baru dan merupakan suatu bentuk rasa
tanggung jawab sebagai kader HMI yang cinta akan organisasinya.
3. Lembaga kekaryaan HMI dapat dikatakan sebagai gerbong intelektual dan
profesionalisme kader, karena dalam lembaga kekaryaan, karena kader dapat
mengasah intelektualitas berdasarkan disiplin ilmu yang digeluti dan lembaga
kekaryaan dapat menjadi sarana metakomunikasi yang berlangsung di
masyarakat indonesia.


21
DAFTAR PUSTAKA

Agussalim Sitompul, sejarah Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam 1947-
1975, Surabaya, Bina Ilmu.

Agussalim Sitompul, Histiografi HMI 1947-1993, Jakarta, Miska Galiza, 2008.

Agussalim Sitompul, 44 Indikator Kemunduran HMI , Suatu Kritik dan Koreksi
untuk Kebangkitan Kembali HMI (50 tahun pertama HMI 1947-1997) , Jakarta,
Misaka Galiza, 2005.

Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa Antra Moral
dan Politik, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999.

Jurnal Imiah, Latihan Badan Pengelola Himpunan Mahasiswa Islam Cabang
Jember, Bondowoso, Hand Out Basic Training, 2009.

Jurnal ilmiah disampaikan pada forum sosial budaya, pusat penelitian dan
pengabdian masyarakat, universitas islam nusantara, bandung, 8 februari 1985.

Mahyudin H, Kepemimpinan Masyarakat Madani, Jakarta, Nim Press,2004.

Natsar Desi Mahnudi, Rekonstruksi Pemikiran dan Pergerakan Himpunan
Mahasiswa Islam, LPMI, 2006.

Onong uchjana effendy, dinamika komunikasi, Bandung, PT.Remaja
Rosdakarya, 1992.
Peter L.Berger, Thomas Lucmann, tafsir social atas kenyataan, LP3ES, 1990.
22

Richard J. Robison, "The Transformation of the State in Indonesia," Bulletin of
Concerned Asian Scholars, Vol. 3, No. 2 Januari-Maret 1982.

Rivai Veithzal, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, Jakarta, PT.Rajawali
Pers, 2003.
Saifudin al Mughniy, Pembangkangan Civil Soceity manifestasi politik kaum
pinggiran, Makassar, Kalam Nusantara, 2010.

Samuel P.Huntington, Gelombang Demokratisasi Ketiga, Jakarta, Pustaka
utama grafiti, 2001.

Sztompka, Piotr, Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta: Prenada 2004.

You might also like