You are on page 1of 56

1

DESAINAN KOMUNIKASI POLITIK DAN PETA


KECENDERUNGAN BARU POLITIK ASIA
TENGGARA






OLEH :
NURAMIN SALEH
Sebagai Prasyarat Untuk Mengikuti Latihan Kader II I
(Advance Training) Tingkat Nasional Badko HMI
Sulawesi Selatan-Sulawesi Barat






Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (BADKO)
Sulawesi Selatan-Barat
Tahun 2014
Karya Tulis Ilmiah
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan kesempatan dan
juga telah memberikan petunjuk dan inayah-nya sehingga dapat menyelesaiakan
penulisan karya tulis ilmiah dengan dengan Tema Desainan Komunikasi Politik
dan Peta Kecenderungan Baru Politik Asia Tenggara, Salawat dan salam
keharibaan Nabi Muhammad SAW yang telah menganjurkan umatnya untuk
mengajar, belajar dan mendengar serta menekankan bahwa menuntut ilmu
merupakan kewajiban umat muslim.

Karya tulis ini merupakan salah satu prasyarat dalam mengikuti pelatihan kader
III (Advance Training) Tingkat Nasional yang dilaksanakan oleh Badko HMI
Sulawesi Selatan-Barat. Jika dianalisis, tema ini sangatlah menarik dan relevan
dengan konteks kekinian, yang dimana sebagai telaah kritis HMI dalam
menanggapi ASEAN Community dan menelaah secara diri ASEAN Global
Impact.

Dalam karya tulis ini disajikan sebuah model dan desainan komunikasi politik
luar negeri indonesia dalam peranannya di ASEAN dan sebuah kemungkinan
pergeseran geopolitik Asia yang banyak para pengamat yang menganalisis bahwa
akan terjadi pergeseran geopolitik menuju Asia Tenggara sehingga hadirlah
sebuah resolusi desainan komunikasi politik ideal yang digagas oleh penulis dan
kitanya dapat menjadi sandaran/pijakan berpikir dalam bagaimana kembali
melakukan desainan komunikasi politik indonesia dalam konteks kekinian.

Sumber pengambilan materi karya tulis ilmiah ini, telah mengutip berbagai
literatur yang relevan dengan pembahasan yang telah menjadi referensi dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa materi makalah
dengan tema Desainan Komunikasi Politik dan Peta Kecenderungan Baru
3

Politik Asia Tenggara masih banyak kekurangan dan kekhilafan, sehingga saran
perbaikan dalam berbagai sumber sangat dibutuhkan.

Akhirul qalam,
assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 30 Mei 2014


Nuramin Saleh,S.Psi



4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 7
D. Manfaat Penulisan .................................................................................. 7
E. Kerangka Pikir ....................................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 9
A. Komunikasi Politik ; Sebuah Pengantar ................................................. 9
B. Telaah Kritis ; Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia
dalam ASEAN Community 2015 .......................................................... 12
1. Kesepahaman Antar Negara dalam ASEAN Community
2015 ............................................................................................ 12
2. Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam
ASEAN Community 2015 ......................................................... 15
3. ASEAN Global Impact ; Tantangan dan Ancaman
Terhadap Indonesia ..................................................................... 19
C. Re-nasionalisasi Indonesia ; Antisipatif Ancaman ASEAN Global
Impact ..................................................................................................... 24
1. Westernisasi akar kehancuran Jati Diri Bangsa ......................... 24
2. Back to zero ; pancasila sebagai solusi ideal dalam
pengembalian jati diri bangsa ..................................................... 29
D. NEFOS ala Soekarno ; Resolusi Desainan Komunikasi Politik
ideal Menuju Sentral Perpolitikan Asia Tenggara ................................. 34
1. Gagasan NEFOS ; Kilas Balik Desainan Komunikasi Politik
Ala Soekarno .............................................................................. 33
2. Revitalisasi NEFOS Menuju Indonesia Raya yang Berdaulat ... 38
5

BAB III KESIMPULAN
A. Kesimpulan ............................................................................................ 43
B. Saran ....................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... v


6

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban menuju globalisasi yang menjadi akses interaksi
tercanggih antar Negara telah menjadi telaah kritis sebagai pemicu dan
perangsang kemajuan Negara-Bangsa dalam menjalin kerjasama dengan lebih
intens dan bersaing di segala aspek, salah satunya dalam aspek ekonomi, yang
dimana perkembangan era globalisasi telah membuka kran perekonomian
dunia sehingga di era kekinian tidak ada lagi batasan ekonomi dan
perkembangannya bahkan Negara-negara dengan langsung akan merasakan
dampak-dampak jika terjadi krisis dalam suatu Negara, salah satu contoh
sebuah krisis ekonomi yang menimpa Yunani pada tahun 2009 dengan
langsung mempengaruhi sistem perekonomian dunia terkhusus perekonomian
eropa pada waktu itu. Komunikasi antar negara tentunya tidak hanya bergelut
dan berpengaruh dalam lingkaran ekonomi tetapi berlaku di seluruh aspek
sehingga menjalin hubungan komunikasi antar Negara menjadi salah satu hal
penting dalam kerjasama antar Negara. Hal ini dapat dilihat terjalinnya
kerjasama bangsa-bangsa Asia Tenggara dengan berdirinya ASEAN
(Association of South East Asian Nations) pada tahun 1967.

ASEAN berdiri dengan landasan dan segmentase yang kuat, kawasan Asia
Tenggara yang secara geopolitik dan geoekonomi mempunyai nilai strategis,
menjadi incaran bahkan pertentangan kepentingan negara-negara besar pasca
perang dunia ke II. Karenanya, kawasan ini dijuluki Balkan-nya Asia.
Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan anatara
lain terlihat pada perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan juga
pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
1



1
ASEAN Selayang Pandang, Edisi 2008: Sejarah Berdirinya ASEAN, hlm 1
7

Dilatarbelakangi perkembangan situasi di kawasan pada saat itu, negara-negara
Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama yang dapat meredakan
saling curiga sekaligus membangun rasa saling percaya serta mendorong
pembangunan di kawasan. Sebelum terbentuknya ASEAN pada 8 agustus
1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk
menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra
kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philippina,
Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian Ministers of Education
Organization (SEAMEO) South East Asia Treaty Organization (SEATO) dan
Asia and Pacific Council (ASPAC).

Menjelang abad ke-21 yang merupakan abad globalisasi, ASEAN menyepakati
untuk mengembangkan suatu kawasan yang terintegrasi dengan membentuk
suatu komunitas negara-negara Asia Tenggara yang terbuka, damai, stabil dan
sejahtera, saling peduli, diikat bersama dalam kemitraan yang dinamis di tahun
2020. Harapan tersebut dituangkan dalam Visi ASEAN 2020 di Kuala Lumpur
tahun 1997. Untuk merealisasikan harapan tersebut, ASEAN mengesahkan
Bali Concord II pada KTT ke-9 ASEAN di Bali tahun 2003 yang menyetujui
pembentukan Komunitas ASEAN (ASEAN Community). Pencapaian
Komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya Cebu
Declaration on the Acceleration of the Establishment of an ASEAN
Community by 2015 oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ke-12 ASEAN di
Cebu, Filipina, 13 Januari 2007. Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para
Pemimpin ASEAN menyepakati percepatan pembentukan Komunitas ASEAN
dari tahun 2020 menjadi tahun 2015.
2


Perkembangan ASEAN memang menunjukkan proses yang signifikan sejak
tahun 1967, namun hal tersebut belum tentu menentukan prospek ASEAN
maupun langkah besarnya dalam ASEAN Community. Beberapa pandangan
internasional kembali memberi respon ganjil dengan kemunculan komunitas

2
Ibid..hlm.9
8

ASEAN ini. Seperti halnya Jones dan Smith (2002) yang menganggap ASEAN
security community tidak lebih dari sekedar hasil imitasi komunitas,
pandangan ini beranjak dari fenomena-fenomena konflik yang kerap terjadi di
ASEAN. Balance of Power adalah dasar bagi terbentuknya ASEAN dan sama
halnya dengan Eurocentric of Power sehingga dari komunitas imitasi ini
kemudian berkembang hingga menjadi scholarship imitation.
3
Banyak negara
yang saling berkompetisi dalam pembentukan keamanan ASEAN dan dari
berbagai analisis menyatakan ASEAN mencapai keunggulan internasional
dalam kemampuannya mengelola konflik bukan menyelesaikan konflik. Hal ini
merupakan bentuk ketidakpedulian masing-masing negara anggota ASEAN
dalam mengatasi setiap permasalahan dalam negeri yang menunjukkan
bahwasannya asosiasi ataupun regionalisasi berdampak kecil terhadap sengketa
antar negara yang belum terselesaikan.
4
Di lain pihak Adler dan Barnett (1998)
mengatakan secara spesifik ASEAN Security Community (ASC) ini dalam
perspektif konstruktivisme menekankan pada nilai, gagasan, serta norma yang
berlaku disuatu wilayah dapat membentuk sikap dari suatu aktor yang dalam
hal ini ASEAN.
5


ASEAN Security Community ini diadopsi dari ASEAN Summit ke-10 tahun
2004 yang meliputi enam komponen yakni pembangunan sektor politik,
membentuk berbagai norma maupun aturan, pencegahan konflik, resolusi
konflik, menciptakan perdamaian paska konflik, dan pengimplementasi
mekanisme. Patut disayangkan dimana kegagalan terbesar ASC ketika
Myanmar divonis oleh Amnesty International bahwa selama dua dekade negara
tersebut tidak menunjukkan peningkatakan signifikan dalam hak asasi manusia,
demokrasi, serta rekonsiliasi nasional. Hal inilah yang membentuk opini
internasional dimana ASC tidak mampu berkontribusi mengatasi masalah
negara anggota, hingga jelas terlihat bahwasannya masih banyak yang

3
Jones, D. Martin & Michael L.R. Smith (2002). ASEAN Immitation Community. London:
Elsevier Science, hlm,99.
4
Ibid.. hlm,103.
5
Adler, Emanuel & Michael Barnett. 1998. Security Communities. Cambridge University Press.
9

diperlukan dalam mendemostrasikan ASC sebelum ASC tersebut benar-benar
diimplementasikan.
6


prospek ASEAN Community 2015 pada faktanya menimbulkan berbagai opini
akan bentuk implementasinya mendatang. Beberapa pandangan internasional
yang melihat ASEAN sebagai organisasi atau komunitas imitasi dari komunitas
lainnya yang telah ada, sehingga ASEAN itu sendiri hanya sekedar mengikuti
tanpa adanya cara pengaplikasian komunitas sebagaimana mestinya. Memang
pada awalnya ASEAN Community ini ditujukan untuk membangun kawasan
Asia Tenggara yang lebih baik, damai, berdaya saing tinggi, serta memiliki
standar hidup yang lebih tinggi. Tetapi disini penulis hanya melihat itikad baik
para pemimpin ASEAN untuk mewujudkannya tetapi tidak disertai dengan
bentuk nyata dalam pencapaiannya, oleh sebab itu banyak yang mengatakan
bahwasannya ASEAN Community yang diusung oleh ASEAN sebagai bentuk
dari pemikiran utopis para pemimpin.

Memproteksi sebuah telaah kritis diatas dan beberapa pandangan radikal dapat
dihipotesakan bahwa hadirnya ASEAN merupakan sebuah salah satu langkah
maju strategi laten konspirasi dan keberhasilan zionisme dalam upaya
melakukan kapitalisasi dan monopoli yang akan mengkerangkreng Negara-
Bangsa Asia Tenggara dengan cara Neo-liberalisasi yang bertujuan Neo-
Kapitalisasi atau pengkapitaliasian Negara-Bangsa Asia Tenggara sehingga
terjadi ketergantungan dalam segala aspek kehidupan dan menjadikan Amerika
serta Uni Eropa sebagai kiblat kebergantungan tersebut, hal ini terjadi secara
sadar ataupun tidak, Indonesia sebagai Negara maupun sebagai Bangsa telah
mengalami degradasi nilai yang menarik dominan paradigma berpikir
masyarakat masuk dalam lingkaran westernisasi.


6
Cuyvers, L. & R. Tummer. 2007. The Road To an ASEAN Community: How Far Still To Go?
(di akses 10 mei 2014)
10

Tergerusnya kearifan lokal (Local Genius) ke dalam lingkaran Westernisasi
masyarakat menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi indonesia dan Negara-
Negara Asia Tenggara agar dapat melakukan counter/terlepas dari kerangkeng
kapitalisme dan menjadi sebagai Negara atau Bangsa yang benar-benar
merdeka. Terlepas dari Visi besar ASEAN Community 2015 dengan segala
bentuk kerjasamanya, diperlukan regulasi atau sebuah desain komunikasi
politik antar Negara Asia Tenggara agar dapat membentuk sebuah strategi
sistematis dalam menjawab tantangan-tantangan Westernisasi yang terjadi.
Kiranya bahwa westernisasi yang telah menggerogoti di hampir seluruh sendi-
sendi kehidupan masyarakat tidaklah menjadi tantangan yang perlu ditakuti
Indonesia jika kesadaran sebagai Negara/Bangsa sangat memeperlukan re-
nasionasasi dalam mengembalikan jati diri bangsa dengan tujuan bahwasanya
Indonesia merupakan bangsa yang besar dan dapat menjadi sentral perpolitikan
masa depan di Asia Tenggara.

Jika kita kembali melakukan refleksi historis Indonesia pada masa Soekarno,
desainan komunikasi politik luar negeri Indonesia, tidak sedikit gagasan-
gagasan ideal Soekarno yang menghantarkan Indonesia menjadi salah satu
Negara Asia yang disegani dunia bahkan duniapun memberikan julukan
Macan Asia. Hal ini membuktikan bahwasanya terdapat sebuah strategi
mapan pada masa itu sehingga kacamata dunia menganggap bahwa Indonesia
tidak hanya Negara berkembang dan tidak layak untuk diperhitungkan tetapi
Indonesia adalah Negara besar yang tidak mampu di intervensi oleh Negara
manapun.

NEFOS adalah salah satu gagasan komunikasi politik soekarno yang mampu
menghadirkan ketakutan bagi Negara-Negara Neoliberal pada waktu itu yang
dimana Indonesia menghadirkan desainan komunikasi politik baru dan keluar
dari kebiasaan perpolitikan Negara-Negara Asia tenggara. Gagasan NEFOS ala
Soekarno bukanlah sebuah desainan komunikasi politik yang tanpa tujuan
tetapi dibalik gagasan tersebut, terdapat mission Soekarno menyatukan seluruh
11

Negara-Negara kontra Neoliberal dan membentuk sandaran baru berupa blok
besar yang dapat menghantarkan pada satu kekuatan yang tidak dapat
dibendung oleh kekuatan Negara-Negara Neoliberal.

Sekiranya berangkat dari alur pikir yang menghadirkan sebuah literature ilmiah
yang menjadi alas pikir karya tulis ilmiah ini, dapat ditarik beberapa klimaks
permasalahan kronis yang dengan seksama dan sistematis dapat menghadirkan
resolusi bagi masa depan Indonesia menuju sentral perpolitikan Asia Tenggara.
Adapun permasalahan dalam karya tulis ilmiah ini kita bagi dalam beberapa
point, Pertama desain komunikasi politik antar Negara ASEAN yang secara
laten telah menjadi alat zionisme dalam upaya pengkapitalisasian
Negara/Bangsa Asia Tenggara. Kedua, ASEAN Global Impact telah menjadi
lingkaran setan westernisasi yang menyebabkan tergerusnya kearifan lokal
(Local Genius) sehingga Negara-Negara Asia Tenggara seakan-akan telah
kehilangan jati diri sebagai bangsa beradab dan Ketiga, perlunya kembali
melakukan refleksi historis dari Soekarno yang mampu menghadirkan desainan
komunikasi politik yang visioner sehingga dapat dijadikan sandaran re-evaluasi
dari ketidakjelasan desainan komunikasi politik luar negeri Indonesia kekinian.

B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam karya tulis
ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Seperti apa strategi dalam upaya re-nasionalisasi guna pengembalian jati
diri bangsa yang berdampak hadirnya desainan komunikasi politik ideal
Indonesia dalam menghadapi ASEAN Global Impact pada aplikatif
ASEAN Community 2015 ?
2. Seperti Apa Desainan Komunikasi Politik Ideal Indonesia menuju
Indonesia Raya dan Berdaulat?



12

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum penulisan karya tulis ilmiah ini menghadirkan sebuah
analisis ilmiah berupa strategi dan regulasi desainan komunikasi politik
ideal yang dapat menjadi rujukan Pemerintah Indonesia dalam aplikatif
ASEAN Community 2015 dan pengembalian jati diri bangsa agar dapat
mewujudkan Indonesia menjadi sentral perpolitikan Asia Tenggara 2025.

2. Tujuan Khusus
Secara khusus karya tulis ini bertujuan untuk menjadi rujukan dan litelatur
HMI dalam menyiapkan SDM yang mampu mengambil peranan penting
dalam menghadapi ASEAN Global Impact dengan langkah re-nasionalisasi/
pengembalian jati diri bangsa.

D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Praktis
Memberikan pengetahuan dan pemahaman sistematis kepada pembaca
akan Visi ASEAN Community 2015 serta ASEAN Global Impact dan
pembaca dapat mengetahui desainan komunikasi politik Indonesia dalam
posisi kecenderungan politik Asia Tenggara.

2. Manfaat Teoritis
Literatur ilmiah dalam karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan rujukan
pemerintah dalam menganalisis kembali tawaran konsep desainan
komunikasi politik baru dalam aplikatif ASEAN Community 2015, strategi
Indonesia dalam menghadapi ASEAN Global Impact serta langkah strategis
Indonesia menjadi sentral perpolitikan Asia Tenggara 2025.

13

E. Kerangka Pikir
Adapun kerangka pikir dalam karya tulis ilmiah ini sebagai berikut :



















INDONESIA ASEAN Community 2015
ASEAN Global Impact
Mission Zionis upaya
Neo Liberalisme
Westernisasi
Re-Nasionalisasi
Revitalisasi NEFOS
INDONESIA
RAYA
BERDAULAT
Desainan Komunikasi
Politik Ideal
14

BAB II
PEMBAHASAN DAN HASIL

A. Komunikasi Politik ; Sebuah Pengantar
Sejak adanya peradaban manusia pada saat itu juga komunikasi selalu menjadi
bagian yang sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia. Pada
awal pembahasan mengenai komunikasi, masih berada dalam lingkup yang
sederhana. Seiring dengan perkembangan pola pikir manusia, maka para
ilmuwan mulai menkaji dan mengarahkan perjatiaanya pada bidang
komunikasi. Hal ini bermula di wilayah Anglo Saxon yang mengintroduksi
komunikasi sebagai kajian baru yang berada dalam rumpun sosial. Ilmu yang
menekuni kajian ini disebut Science of Communication yang berkembang
secara cepat pada perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat. Kajian
terhadap ilmu komunikasi tidak dapat mengisolasi dari pengaruh kajian ilmu
sosial lainnya seperti, sosiologi, psikologi, antropologi, hukum dan ilmu
politik.

Menggabungkan dua kajian ilmu yang berbeda antara ilmu komunikasi dan
ilmu sosial lainnya bukan menjadi suatu hal yang tidak mungkin. Disamping
komunikasi sangat berdampingan dengan kehidupan manusia, pada hakikatnya
setiap ilmu merupakan seperangkat simbol komunikasi yang ditransfer dari
individu, kelompok atau masyarakat kepada individu lainnya. Melihat hal
tersebut, salah satu kajian yang menarik para ilmuwan adalah ilmu komunikasi
yang lebih khususnya pada kajian terhadap ilmu komunikasi politik. Hal ini
serupa dengan yang dilakukan di Amerika Serikat bahwa telah banyak teoritisi
dan ilmuwan yang menghasilkan tulisan-tulisan ilmiah yang membahas tentang
komunikasi politik ini, antara lain Dan Nimmo dalam judul Political
Communication and Public Opinion in America. Stven H.Caffe dalam judul
buku Political Communication; Issues and Strategies for Research, Michael H.
Prosser dalam judul Intercommunication Among Nations and People, William
L. Rivers dan rekan-rekan dalam judul Responsibility in Mass Communication,
15

dan banyak lagi kajian-kajian para ilmuwan lainnya. Kajian dalam ilmu
komunikasi politik tidak hanya sebatas mengenai proses komunikasi yang
didalamnya termuat pesan-pesan politik, tetapi juga pada bagaimana
komunikasi dapat berlangsung dengan ideal dalam sistem politik pemerintahan.
Proses komunikasi yang ideal adalah dimana dalam prosesnya senantiasa
berlangsung timbale balik diantar para partisipan sehingga terdapat pergantian
peran diantara partisipan.

Menurut Almond dan Verba (1978) mengambarkan bahwa Komunikasi Politik
merupakan fungsi sistem yang mendasar (basic function of the system) dengan
konsekuensi yang banyak untuk pemeliharaan ataupun perubahan dalam
kebudayaan politik dan struktur politik. Seseorang tentunya dapat
mengasumsikan bahwa semua perubahan penting dalam sistem politik
menyangkut perubahan dalam pola-pola komunikasi, dan biasanya baik
sebagai penyebab maupun sebagai akibat. Semua proses sosialisasimisalnya
merupakan proses komunikasi, meskipun komunikasi tidak harus selalu
menghasilkan perubahan sikap (attitude change). Sama halnya, koordinasi dan
pengendalian individu dalam peran-peran organisai yang berbeda memerlukan
pengkomunikasian informasi. Jadi, menegakan suatu pola-pola sosialisasi baru
dan membangun organisasi-organisasi baru membutuhkan perubahan dalam
penampilan komunikasi.
7
komunikasi politik sangat penting karena
menyangkut suatu proses politik yang mendasar. Komunikasi politik sendiri
tidak dapat dilepaskan dari suatu pola umum dari suatu proses penyampaian
pesan (informasi) dari pengirim/sumber informasi/komunikator
(sender/resoures) melalui media (medium) disampaikan ke penerima
(komunikan/receiver). Proses komunikasi yang demikian tidak dapat
dilepaskan dari situasi dan kondisi (lingkungan/budaya) masyarakat dimana
proses itu berjalan. Peranan lingkungan/budaya dalam komunikasi juga sangat
menentukan efektif tidaknya proses berkomunikasi itu terjadi. Ketidakefektifan

7
Miriam Budiardjo (2010). Dasar-dasar ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Hlm.152.
16

dalam berkomunikasi bisa jadi karena banyaknya gangguan yang bersumber
dalam lingkungan/budaya masyarakat setempat artinya ada masalah dalam
lingkungan.Untuk memahami masalah dalam lingkungan social masyarakat
bukanlah perkara yang mudah karena sangat luas dan kompleks.

Dalam memahami komunikasi politik dengan menyeluruh maka perlu
dipahami pula politik. Menurut Miriam Budiardjo (2010) politik mempelajari
politik atau perpolitikan. Plato dan Aristoteles menjelaskan politik sebagai en
dam onia atau goodlife. Sejak jaman dahulukala masyarakat mengatur
kehidupan dengan baik mengingat sering menghadapi keterbatasan sumber
alam dan perlu dicari suatu cara distribusi sumber daya agar semua warga
merasa bahagia dan puas. Dalam pepatah Jawa juga didapat istilah yang
berkaitan dengan kehidupan yang baik, makmur dan sejahtera, yaitu gemah
ripah loh jinawi.
8


Studi komunikasi politik merupakan gabungan dari beberapa disiplin ilmu.
Dalam perkembangannya studi tentang komunikasi politik lebih mendapat
perhatian oleh sarjana ilmu politik dibandingkan dengan sarjana ilmu
komunikasi. Hal serupa juga diungkapkan Cangara bahwa di Indonesia pada
awalnya perhatian untuk membicarakan komunikasi politik justru tumbuh di
kalangan para sarjana ilmu politik daripada para sarjana ilmu komunikasi itu
sendiri.
9
Meskipun demikian ilmu komunikasi sudah banyak mengajarkan
tentang politik meski masih belum fokus. Mark Roelofs mengatakan bahwa
politik adalah pembicaraan atau lebih tepat, kegiatan politik (berpolitik) adalah
berbicara.
10


Sejalan dengan perkembangannya, para ilmuan berusaha untuk memberikan
definisi tentang komunikasi politik. Setiap ilmuan dalam mengkaji dan

8
Ibid..hlm.13.
9
Cangara, H. (2009). Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.hlm.34.
10
Rakhmat, J. (1993). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, Media. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offest.Hlm.8.
17

menjelaskan tentang studi komunikasi politik mempunyai pandangan yang
berbeda-beda. Soesanto (1980) mendefinisikan komunikasi politik
adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan
komunikasi ini, dapat mengikat semua warganya melalui suatu sanksi yang
ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Menelaah beberapa
pandangan diatas maka dapat dikatakan bahwa kegiatan politik melibatkan
komunikasi diantara beberapa orang yang terlibat didalamnya.

Berorientasi dari beberapa pandangan ilmuan tentang komunikasi politik dapat
dikatakan bahwa secara keseluruhan tidak mudah untuk mendefinisikan
komunikasi politik. Berkaitan dengan semakin bertambahnya definisi
komunikasi politik yang disebabkan karena perbedaan sudut pandang, maka
secara sederhana dapat dikatakan bahwa komunikasi politik merupakan proses
penyampaian pesan politik.. Roskin (1997) mengemukakan bahwa komunikasi
politik adalah All political action is a reaction to communication one of kind or
another. There are, however, different levels and types of communication.
Face-to-face communication is the most basic.
11


B. Telaah Kritis ; Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam
ASEAN Community 2015
1. Kesepahaman Antar Negara dalam ASEAN Community 2015.
ASEAN telah didirikan tahun 1967 disaat perang tengah terjadi di kawasan
Asia Tenggara. Juga selama tiga dasawarsa setelah ASEAN didirikan,
negara-negara ASEAN telah menikmati pertumbukan ekonomi yang diatas
rata-rata negara lain di dunia. Melalui berbagai inisiatif dialog ASEAN
menjadi kekuatan perdamaian, tidak hanya di kawasan Asia Tenggara, tetapi

11
Roskin, M. (1977). Political Science An Introduction, Sixt Edition. New Jersey: Prentice - Hall.
hlm.166. Kegiatan politik merupakan suatu interaksi atau dapat dikatakan adalah suatu
kegiatan berkomunikasi antara orang-orang. Politik sangat berkaitan erat dengan apa yang
disebut dengan komunikasi. Salah satu kajian penting dalam kegiatan politik yaitu bahwa
semua kegiatan politik sangat berhubungan dengan komunikasi
18

juga dikawasan Asia-Pasifik. Tetapi memang benar bahwa krisis ekonomi
yang melanda ASEAN pada akhit tahun 90an sedikit banyak telah
mempengaruhi kondisi ekonomi negara-negar anggota ASEAN. Bahkan
sekarang stabilitas ekonomi dikawasan Asia Tenggara sudah bangkit
menjadi lebih baik dibanding pada akhir millenium lalu. Negara-negara
ASEAN harus menjadikan krisis maha dahsyat itu sebagai pelajaran dan
pengalaman yang berharga untuk kemajuan kawasan dimasa yang akan
datang. Dan salah satunya adalah dengan menjalin relasi yang kuat dengan
negara-negara Asia Timur untuk memastikan krisis finansial seperti itu tidak
terulang lagi atau setidak-tidaknya jikapun terulang tidaklah sedahsyat pada
akhir milenium itu.
12


Dalam membangun relasi yang kuat antar Negara Asia Tenggara guna
menjaga stabilitas perekonomian dan percepatan pembangungan setiap
Negara, sehingga dilaksanakan pertemuan Bali Corcord II yang bertujuan
pemantapan Visi ASEAN 2020 yang telah dideklarasikan pada tahun 1997
dan pencapaian komunitas ASEAN semakin kuat dengan ditandatanganinya
Cebu Declaration on the Acceleration of the Establishement of an ASEAN
Community 2015 oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ke 12 ASEAN di
Cebu, Filipina, 13 Januari 2007.

Dengan ditandatanganinya deklarasi ini, para pemimpin ASEAN
menyepakati percepatan pembentukan komunitas ASEAN dari tahun 2020
menjadi tahun 2015. Seiring dengan upaya perwujudan komunitas ASEAN,
ASEAN menyepakati untuk menyusun semacam konstitusi yang akan
menjadi landasan dalam penguatan kerjasamanya. Dalam kaitan ini, proses
penyusunan Piagam ASEAN (Asean Charter) dimulai sejak tahun 2006
melalui pembentukan Eminent Persons Group dan kemudian dilanjutkan
oleh High Level Task Force untuk melakukan negosiasi terhadap Draft

12
ASEAN Vision 2020 and The Hanoi Plan of Action can ASEAN Deliver ? Jakarta, Deplu RI
2004, hlm.3.
19

Piagam ASEAN pada tahun 2007. Dalam rangka mencapai komunitas
ASEAN 2015, ASEAN juga menyusun blueprint (Cetak Biru) dari ketiga
pilar yaitu ASEAN politic-security, ASEAN economic community dan
ASEAN socio-cultural community.

Pembentukan ASEAN Community 2015 adalah sebuah usaha dari negara-
negara anggota ASEAN untuk menciptakan mekanisme baru dalam
pengaturan keamanan kawasan pasca perang dingin secara internal agar
keseimbangan dalam kerjasama ASEAN (ekonomi dan keamanan) di masa
depan dapat terus terjaga. Namun setelah lima tahun sejak Bali Concord II
digulirkan, belum juga muncul inisiatif yang dijalankan secara efektif
terutama yang berkaitan dengan rencana aksi (plan of action) ASEAN
Security Community (ASC) yang dicanangkan pada KTT ke-10 ASEAN di
Vientiane, Laos, tahun 2004 yang berisikan komponen-komponen political
development, shaping and sharing of norms, conflict prevention, dan post
conflict peace building. Implementasi 2 komponen plan of action sampai
tahun 2009 hanya dilakukan pada persoalan conflict prevention dan shaping
and sharing of norms. Komponen shaping and sharing of norms ditandai
oleh penyusunan Piagam ASEAN (ASEAN Charter) pada KTT ke-13
ASEAN di Singapura, Nopember 2007 dan Pembentukan Badan HAM
ASEAN.

Selain itu treaty on mutual legal assistance in criminal matters (MLAT),
yang telah ditandatangani oleh seluruh anggota ASEAN memberikan
peluang untuk mendukung kerjasama hukum yang lebih kongkrit, terutama
dalam pemberitaan bantuan hukum timbal balik dibidang pidana.
Komponen conflict prevention antara lain ditandai oleh keberhasilan
ASEAN menyelenggarakan ASEAN Defence Ministers Meeting (ADMM)
di tahun 2006 dan menghasilkan ASEAN Convention on Counter Terrorism
(ACCT) yang menyediakan dasar hukum bagi kerjasama kawasan dibidang
pemberantasan terorisme. Selama ini, ASEAN dinilai berhasil dalam
20

mekanisme membangun rasa saling percaya (confidence building measure)
di kawasan, termasuk ketaatan negara-negara anggotanya pada kode etik
(code of conduct), dalam menyelesaikan konflik dengan cara-cara damai
sebagaimana yang tertuang di dalam Treaty of Amity and Cooperation
(TAC).

2. Peran dan Desainan Komunikasi Politik Indonesia dalam ASEAN
Community 2015.
Kerjasama internasional adalah elemen penting dalam pelaksanaan
kebijakan dan politik luar negeri Indonesia. Melalui kerjasama internasional,
Indonesia dapat memanfaatkan peluang-peluang untuk menunjang dan
melaksanakan pembangunan nasionalnya. Kerjasama ASEAN memegang
peran kunci dalam pelaksanaan kerjasama internasional Indonesia karena
ASEAN merupakan lingkaran konsentris pertama kawasan terdekat
Indonesia dan pilar utama pelaksanaan politik luar negeri Indonesia. Peran
serta indonesia dalam ASEAN Community 2015 berdampak pada implikasi
positif dikarenakan andil gagasan dalam penyusunan pilar utama terdapat
banyak gagasan yang lahir dari Indonesia. Hal ini kiranya merupakan satu
langkah maju bagi Indonesia yang dimana 3 pilar utama yang antara lain
ASEAN politic-security community, ASEAN economic community dan
ASEAN socio-cultural community, terdapat andil yang menjadi kepentingan
khusus Indonesia dalam percepatan perkembangan Indonesia.

a. ASEAN Politic-Security Community.
Indonesia, selaku pemrakarsa ASEAN politic-security community,
memelopori penyusunan Rencana Aksi ASEAN politic-security
community, yang disahkan pada KTT ke-10 ASEAN di Vientiane, Lao
PDR, November 2004. Dalam Rencana Aksi Komunitas Politik
Keamanan ASEAN, telah ditetapkan rencana kegiatan untuk
mewujudkan Komunitas Politik Keamanan ASEAN yang terdiri atas 6
komponen: Political Development, Shaping and Sharing of Norms,
21

Conflict Prevention, Conflict Resolution, Post-Conflict Peace Building,
dan Implementing Mechanism. Rencana Aksi tersebut telah
diintegrasikan ke dalam Program Aksi Vientiane (Vientiane Action
Programme/VAP) yang ditandatangani para Kepala Negara ASEAN
dalam KTT ke-10 ASEAN. VAP merupakan acuan pencapaian
Komunitas ASEAN untuk kurun waktu 2004-2010. Komunitas Politik
Keamanan ASEAN dibentuk dengan tujuan mempercepat kerjasama
politik keamanan di ASEAN untuk mewujudkan perdamaian di kawasan,
termasuk dengan masyarakat internasional. Sesuai Rencana Aksi
Komunitas Politik Keamanan ASEAN, Komunitas bersifat terbuka,
menggunakan pendekatan keamanan komprehensif dan tidak ditujukan
untuk membentuk suatu pakta pertahanan/aliansi militer maupun
kebijakan luar negeri bersama (common foreign policy).
13
Dalam kaitan
ini, berbagai usulan Indonesia telah dapat diterima seperti antara lain:
- Mendorong voluntary electoral observations;
- Pembentukan Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan
dan Anak;
- Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip
demokrasi;
- Gagasan pembentukan ASEAN Institute for Peace and Reconciliation;
- Gagasan tentang pembentukan ASEAN Maritime Forum;
- Kerjasama penanganan illegal fishing;
- Penyusunan instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran.

Namun demikian, sejauh ini, beberapa kepentingan Indonesia sudah
tercermin dalam draft Blueprint, meskipun beberapa diantaranya masih
harus memerlukan negosiasi lebih lanjut seperti antara lain prinsip
demokrasi dan korupsi.
14



13
ASEAN Selayang Pandang, Edisi 2008: Sejarah Berdirinya ASEAN, hlm.22-23.
14
Ibid..hlm.24.
22

b. ASEAN Economic Community.
Sejak dibentuknya ASEAN sebagai organisasi regional pada tahun 1967,
negara-negara anggota telah meletakkan kerjasama ekonomi sebagai
salah satu agenda utama yang perlu dikembangkan. Pada awalnya
kerjasama ekonomi difokuskan pada program-program pemberian
preferensi perdagangan (preferential trade), usaha patungan (joint
ventures), dan skema saling melengkapi (complementation scheme) antar
pemerintah negara-negara anggota maupun pihak swasta di kawasan
ASEAN, seperti ASEAN Industrial Projects Plan (1976), Preferential
Trading Arrangement (1977), ASEAN Industrial Complementation
scheme (1981), ASEAN Industrial Joint-Ventures scheme (1983), dan
Enhanced Preferential Trading arrangement (1987). Pada dekade 80-an
dan 90-an, ketika negara-negara di berbagai belahan dunia mulai
melakukan upaya-upaya untuk menghilangkan hambatan-hambatan
ekonomi, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik
untuk bekerjasama adalah dengan saling membuka perekonomian
mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan.

ASEAN Economic Ministers Meeting (AEM) di Kuala Lumpur bulan
Agustus 2006 menyetujui untuk membuat suatu cetak biru (blueprint)
untuk menindaklanjuti pembentukan AEC dengan mengindentifikasi
sifat-sifat dan elemen-elemen AEC pada tahun 2015 yang konsisten
dengan Bali Concord II dan dengan target-target dan timelines yang jelas
serta pre-agreed flexibility untuk mengakomodir kepentingan negara-
negara anggota ASEAN. Kemudian pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu
bulan Januari 2007 telah menyepakati Declaration on the Acceleration
of the Establishment of an ASEAN Community by 2015. Dalam konteks
tersebut, para Menteri Ekonomi ASEAN telah menginstruksikan
Sekretariat ASEAN untuk menyusun Cetak Biru ASEAN Economic
Community (AEC). Cetak Biru AEC tersebut berisi rencana kerja
23

strategis dalam jangka pendek, menengah dan panjang hingga tahun 2015
menuju terbentuknya integrasi ekonomi ASEAN.

Tetapi ada hal terpenting dalam ASEAN economic community, tidak
adanya andil / gagasan yang berarti yang di ajukan indonesia guna
percepatan kemajuan dalam sektor perekonomian menghadirkan skeptis
dalam proses kerjasama antar Negara ASEAN ini. Padahal jika
diperhatikan bahwasanya Indonesia adalah salah satu Negara di ASEAN
yang mendulang banyak perkembangan ekonomi dengan menghitung
tingginya angka pergerakan perekonomian Indonesia yang dapat
berpengaruh sistemik terhadap stabilitas perekonomian ASEAN. Hal ini
lagi-lagi berimplikasi negative terhadap Indonesia, analisis spekulatif
mengakar pada konspirasi gerak laten kapitalis yang dengan cara
memonopoli perekonomian Indonesia yang sistemik.

c. ASEAN Socio-Cultural Community.
Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural
Community/ASSC) merupakan bagian dari tiga pilar penting yang saling
terkait dan saling melengkapi dalam kerangka pembentukan komunitas
ASEAN tahun 2015. Bersama-sama dengan Pilar Komunitas Politik dan
Keamanan ASEAN (ASEAN Political and Security Community) dan
Pilar Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community),
Pilar Sosial Budaya ASEAN dibentuk dengan tujuan untuk
mempercepat proses pengintegrasian di ASEAN dalam rangka
mendukung upaya mewujudkan perdamaian di kawasan, meningkatkan
kesejahteraan serta memperkokoh persaudaraan di kalangan masyarakat
ASEAN. Komunitas Sosial Budaya ASEAN bersifat terbuka dan
bergerak berdasarkan pendekatan kemasyarakatan (People-Centered
approach): dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat.
Komunitas sosial budaya ASEAN mencakup kerjasama yang sangat luas
dan multi-sektor, mulai dari upaya pengentasan kemiskinan, penanganan
24

isu kesehatan, ketenagakerjaan, kepemudaan, pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak, penanggulangan narkoba, kerjasama pegawai
negeri, kerjasama pendidikan, penerangan, kebudayaan, lingkungan
hidup, iptek hingga kerjasama penanganan kebencanaan. Dan
peningkatan kesadaran masyarakat tentang keberadaan ASEAN (ASEAN
Awareness).
15


Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya ASEAN
Socio-Cultural Community (ASSC), ASEAN telah menyusun suatu
Cetak Biru Komunitas Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural
Community Blueprint) yang akan disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di
Thailand (Februari 2009). Penyusunan rancangan Cetak Biru Komunitas
Sosial Budaya ASEAN ini dimaksudkan untuk memberian pedoman
(guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam persiapan
menyongsong terbentuknya Komunitas ASEAN tahun 2015 melalui
pilar sosial budaya. Jika kita mempelajari secara seksama point penting
blueprint dalam ASSC, kegagalan luar biasa desain komunikasi politik
Indonesia dalam upaya nasionalisasi sosial budaya guna menjaga
kearifan lokal (local genius) bahkan hal ini diperparah bahwa melalui
analisis spekulatif akan mengakar pada desainan kapitalis yang secara
sistemis menggerus sedikit demi sedikit local genius bangsa yang akan
berujung pada dis-identitas karakter bangsa atau Indonesia akan
mengalami krisis identitas karena disebabkan kehilangan jati diri
sebagai bangsa besar dan beradab.

3. ASEAN Global Impact ; Tantangan dan Ancaman Terhadap Indonesia.
Perubahan-perubahan dalam bidang ekonomi yang terjadi di Asia, utamanya
Asia Timur merupakan salah satu perkembangan yang paling signifikan
yang terjadi di dunia selama paro abad XX. Selama tahun 1990-an,
perkembangan ekonomi ini menjadi sebab terjadinya ueforia ekonomi di

15
Ibid.hlm.59.
25

kalangan pengamat yang melihat Asia Timur dan seluruh lingkaran pasifik
yang menghubungkan jaringan perluasan perdagangan yang dapat
memberikan jaminan bagi terciptanya perdamaian dan keharmonisan
antarbangsa. Optimism ini didasari pada asumsi, yang bagaimanapun juga
masih diragukan bahwa hubungan timbal balik dalam bidang perdagangan
tidak lebih sebagai sebuah hubungan yang dilakukan demi kekuatan.
Namun, bagaimanapun juga, bukan itu yang menjadi persoalan.
Pertumbuhan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya instabilitas politik
baik dalam negeri maupun dalam konteks hubungan antarnegara, memcu
terjadinya balance of power diantara perlbagai Negara dan wilayah regional.
Perdagangan antarnegara dapat memicu terjadinya konflik sebagaiamana ia
dapat menghasilkan keuntungan jika pengalaman masa lalu terulang
kembali, kejayaan ekonomi Asia menggerakkan sebuah bayang-bayang
politis Asia, instabilitas dan konflik di wilayah Asia.
16


Pada tahun 1950-an, Lester Pearson mengingatkan bahwa manusia akan
memasuki suatu abad ketika berbagai peradaban yang berbeda mulai
belajar hidup berdampingan secara damai, saling memahami antara saru
dengan yang lain, mempelajari sejarahm cita-cita, seni dan kebudayaan serta
saling memperkaya kehidupan masing-masing. Sebagai dampak dari kondisi
dunia yang semakin menyempit ini terjadi kesalahpahaman, syarat
ketegangan, benturan dan bencana.
17


Analisis Lester Pearson dan Samuel.P Huntington terbukti disaat memasuki
era globalisasi, ASEAN menjadi salah satu kekuatan besar Asia yang dapat
berdampak sistemik dan dapat mempengaruhi perekonomian Asia bahkan
perekonomian dunia tetapi dibalik semakin intens dan kuatnya kerjasama

16
Huntington.(2003), Benturan antarperadaban dan masa depan politik dunia. Yogyakarta;
PT.Qalam.hlm.405-406.

17
Lester Pearson (1995), Democracy in World Politics. Princenton ; Princenton University
Press.hlm.83-84.
26

antarnegara Asia Tenggara ini berdampak pada keharmonisan
antarmasyarakat bahkan antarnegara, seperti konflik SARA terjadi di
Myanmar selatan yang dimana kelompok minoritas rohingya mendapatkan
penindasan, Reformasi yang berulang-ulang yang terjadi di Thailand yang
menyebabkan kudeta perdana menteri Thailand serta konflik Turatorial
(wilayah) antara Indonesia dan Malaysia yang seringkali menyebabkan
ketegangan kerjasama antarnegara.

Menurut Li Xiangiu (1992), Masyarakat-masyarakat Asia memiliki
kepentingan-kepentingan yang vis--vis dengan kepentingan barat untuk
mempertahankan nilai-nilai tersebut dan mengedepankan kepentingan-
kepentingan ekonomi mereka sendiri sehingga menuntut adanya bentuk
kerjasama baru. Hal itulah yang kemudian menjadi sebab lahirnya Persatuan
Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan pertemuan masyarakat
ekonomi Asia Timur. Kepentingan menbekas dari masyarakat Asia Timur
adalah untuk memperoleh akses pasar ke Barat, dan tampaknya dalam
jangka panjang, regionalism ekonomi mulai diberlakukan dan karenanya
masyarakat Asia Timur harus meningkatkan penanaman modal serta
perdagangan di Asia itu sendiri.
18


Sekiranya dari akar pemikiran Li Xiangiu inilah yang menjadikan ASEAN
melahirkan desainan komunikasi politik baru dalam berbagai hal dengan
Negara-negara Non-ASEAN untuk bagaimana melakukan perputaran
perekonomian secara global yang menjadi cikal bakal lahirnya kesepakatan
ASEAN Community 2015. Pada saat ini ASEAN Community 2015 belum
terlaksana tetapi derasnya arus pasar bebas telah menjadi salah satu faktor
negatif antarnegara Asia Tenggara yang menyebabkan distabilitas
perekonomian dikarenakan ketidaksiapan Negara menghadapi Global
Impact mempengaruhi tatanan system politik dan pemerintahan.


18
Li Xiangiu (1992), A Post-Cold War Alternative From East Asia. Straits Times.hlm.24.
27

Secara komprehensif hal ini dapat dilihat dari efek domino arus pasar bebas
dan investasi asing yang terjadi di indonesia, sektor perekonomian indonesia
didominasi oleh kacamata asing, hasil bumi indonesia di kuasai oleh asing.
Bahkan di perparah lagi indonesia seakan-akan telah kehilangan jati diri
tergerus oleh system capitalism yang menghancurkan local genius bangsa
dan menyulam westernisasi masuk dalam sendi-sendi kehidupan
masyarakat. Bahkan dibalik ASEAN Community 2015 terselip persaingan
antara AS dan Cina yang dimana diplomasi ekonomi-politik Cina telah
meningkat menjadi sangat tidak terlihat dan cerdik. Hal ini tampak disaat
Cina mempertahankan klaimnya atas pulau Spartly dan paracel yang
melingkar di Laut Cina Selatan, dan menolak panggilan untuk pembicaraan
multilateral mengenai konflik Spartly, Cina justru melakukan negosiasi satu
per satu ke masing-masing negara yang terlibat konflik tersebut. Adanya
persaingan eksistensi antara AS dan Cina di kawasan ini, secara tidak
langsung membawa Asia Tenggara kedalam politik strategi AS dalam
menghadapi Cina. Ada dua ancaman militer Cina terhadap Asia Tenggara
yang secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi AS dalam
strateginya terhadap Cina. Dua ancaman militer konvensional dari Cina
membutuhkan respon AS tersebut adalah. Pertama, hegemoni Cina yang
agresif di Asia Tenggara mengancam kebebasan pelayaran di Laut Cina
Selatan, sehingga membuat AS, Jepang, bahkan negara-negara Asia
Tenggara masuk dalam politik Cina tersebut. Dengan demikian AS dapat
memanfaatkan kondisi tersebut dengan akan mencari dukungan dari negara-
negara ASEAN untuk menjada keamanan jalur laut atau justru sebaliknya,
ada kemungkinan negara-negara ASEAN sendiri yang akan meminta
bantuan Angkatan Laut AS. Jika demikian maka AS dapat membawa serta
Angkatan Udaranya dengan dalih untuk mrlindungi pasukan AL-nya, serta
mengamankan fasilitas teritori ASEAN dari serangan militer Cina.

Situasi kedua adalah adalah Cina dapat saja mencoba membangun dan
mempertahankan kontrol fisik atas hampir keseluruhan kepulauan Spartly,
28

yang diklaim sebagai wilayahnya. Ketidakpastian di perairan Laut Cina
Selatan ini tentu saja menciptakan ketegangan keamanan. Dalam kondisi
tertekan seperti ini akan mendorong negara-negara ASEAN untuk mencari
dukungan dari kekuatan yang dapat mengimbangi Cina. Sehingga sangat
mungkin bagi ASEAN untuk meminta kehadiran militer AS yang lebih
tampak dan substansial.

Pada akhirnya, kepentingan-kepentingan AS di Asia Tenggara akan terus
meningkat. Mulai dari kepentingan ekonomi: Asia Tenggara sebagai patner
ekspor dan impor, pasar produk dan industri jasa, dan investasi. AS juga
tidak punya pilihan lain bahwa jalur Asia Tenggara akan menjadi prioritas
utama untuk kelancaran perekonomiannya dan juga merupakan kawasan
kunci dalam pergerakan militer AS. Secara politis Asia Tenggara akan
memberikan pengaruh yang besar dalam negara-negara kawasan ini
terhadap kampanye AS tersebut akan memiliki arti yang sangat penting bagi
AS. Pada akhirnya ada keharusan bagi AS untuk menghadirkan militernya
di kawasan ini dalam konteks pengamanan terhadap kepentingan tersebut..

Tetapi, diluar konteks gerakan laten antara AS dan jepang, ada hal yang
dapat dijadikan pembelajaran sebuah Negara yang diaman kesadaran jepang
berupa nasionalisasi local genius sebagai landasan gerak system
pemerintahannya sehingga jepang mampu tampil sebagai Negara yang
berada di garda depan perkembangan Asia, untuk berpaling dari
kebijakan Asianisasi dan pro-westernisasi masa lalunya serta menempuh
jalan re-Asianisasi, atau dalam konteks yang lebih luas, mempromosikan
Asianisasi Asia, sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh para pejabat
singapura.
19
Dan kemajuan Asia akan dapat terwujud jika suatu bangsa
mengedepankan prinsip-prinsip nilai-nilai Asia adalah nilai-nilai
universal, nilai-nilai eropa hanya untuk orang-orang eropa demikian

19
Yotaro Kobayashi (1992), Re-Asianize Japan. New Perspectives Qarterly.hlm.20 ; Funabashi
(1992), The Asianization of Asia.hlm.77 ; George Yong-Soon Yee (1992), New East Asia in a
Multicultural World, Internasional Herald Tribune.hlm.9.
29

pernyataan perdana menteri Mahathir di hadapan para para kepala
pemerintahan Negara-negara eropa pada tahun 1996. Pernyataan perdana
menteri Mahathir sebenarnya merupakan akumulasi kemuakan akan gerakan
neo kolonialisme Negara amerika dan eropa yang dilakukan dengan
berbagai macam cara sehingga menghadirkan kebergantungan bangsa-
bangsa Asia dan menunjukkan mbuktikan bahwa Asia merupakan Bangsa
yang besar dan beradab.

C. Re-nasionalisasi Indonesia ; Antisipatif Ancaman ASEAN Global Impact.
1. Westernisasi ; Akar Kehancuran Jati Diri Bangsa.
Menurut Widianto (2009) Berbagai problem mengusik kehidupan berbangsa
dan bernegara yang kita hadapi pada saat ini. Salah satunya yaitu adanya isu
bahwa semakin banyak kebudayaan bangsa asing yang masuk di Indonesia.
Dewasa ini kita dihadapkan kepada tiga masalah yang saling berkaitan.
Pertama Suatu kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari suku-suku
bangsa, dengan latar belakang sosio-budaya yang beraneka ragam.
Kemajemukan tersebut tercermin dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh
karena itu diperlukan sikap yang mampu mengatasi ikatan-ikatan
primordial, yaitu kesukuan dan kedaerahan. kedua Pembangunan telah
membawa perubahan dalam masyarakat. perubahan itu nampak terjadinya
pergeseran sistem nilai budaya. Pembangunan telah menimbulkan mobilitas
sosial, yang diikuti oleh hubungan antar aksi yang bergeser dalam
kelompok-kelompok masyarakat. Sementara itu terjadi pula penyesuaian
dalam hubungan antar anggota masyarakat. Dapat dipahami apabila
pergeseran nilai-nilai itu membawa akibat jauh dalam kehidupan kita
sebagai bangsa. ketiga Kemajuan dalam bidang teknologi komunikasi massa
dan transportasi, yang membawa pengaruh terhadap intensitas kontak
budaya antar suku maupun dengan kebudayaan dari luar. Khusus dengan
terjadinya kontak budaya dengan kebudayaan asing itu bukan hanya
intensitasnya menjadi lebih besar, tetapi juga penyebarannya berlangsung
dengan cepat dan luas jangkauannya. Terjadilah perubahan orientasi budaya
30

yang kadang-kadang menimbulkan dampak terhadap tata nilai masyarakat,
yang sedang menumbuhkan identitasnya sendari sebagai bangsa.
20


Menurut Moestopo (1983) Budaya asing (westernisasi) yang masuk ke
Indonesia tersebut tidak menutup kemungkinan membawa dampak positif
maupun negatif bagi bangsa Indonesia. Pengaruh tersebut diantaranya yaitu:
a. Pengaruh Positif
- Memberi inspirasi bagi kita agar tidak tertinggal informasi tentang
kecanggihan teknologi.
- Menggunakan sebagai motivasi untuk hidup yang lebih baik dan maju.
- Memberi semangat bagi kita untuk memperkenalkan dengan Negara
asing bahwa kebudayaan Indonesia yang beragam mampu bersaing
dengan kebudayaan mereka.
b. Pengaruh Negatif
- Etika atau cara berperilaku akan merubah seorang individu perilaku
yang lama ke perilaku baru. Pada awalnya individu etika yang lama
sudah tidak sesuai dengan peilaku yang ada sehingga ia cenderung
merubah etikanya untuk menyesuaikan dengan yang baru. Padahal
etika yang baru belum tentu sesuai dengan norma yang berlaku pada
kehidupannya.
- Cara berpakaian oleh para remaja yang terkena dampak ini akan
menyesuaikan cara berpakaiannya dengan kebudayaan yang ia
pelajari. Pada awalnya individu merasa tertarik untuk mencoba
berpakaian yang berbeda untuk mengikuti tren yang sedang marak
namun lambat laun akan merubah gaya berpakaian untuk seterusnya.
- Adanya teknologi yang canggih menyebabkan hidup seesorang
cenderung ke arah hedonisme dan arogan.

20
Widianto, Bambang. (2009). Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan Koentjaraningrat. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.hlm.82
31

- Adanya teknologi yang dirasa lebih berguna sehingga
mengesampingkan tenaga manusia. Padahal sebelum mengenal
teknologi, masyarakat Indonesia menghargai jasa manusia.
21


Menurut Habib (2011) kondisi jati diri bangsa Indonesia saat ini dapat kita
kaji dan kita identifikasi dengan melihat prilaku dan kepribadian masyarakat
Indonesia pada umumnya yang tercermin pada tingkah laku masyarakat
Indonesia sehari-hari.
22
Perilaku masyarakat Indonesia pada umumnya yang
telah terjerat dalam lingkaran westernisai saat ini yaitu Banyaknya generasi
muda yang saat ini telah berprilaku tidak sesuai dengan butir-butir
pancasila. Sebagai contoh yaitu sekarang ini banyak generasi muda yang
tidak bertaqwa kepada Tuhan YME. Kita lihat saja, sekarang ini banyak
pemuda-pemudi muslim yang tidak memegang teguh agamanya sesuai
syariah Islam. Disamping fakta-fakta tentang sila pertama di atas, fakta
tentang keadaan jati diri bangsa Indonesia saat ini yang berhubungan dengan
sila kedua sebagai jati diri bangsa indonesia. Sekarang ini banyak diantara
pemuda indonesia yang tidak memanusiakan manusia lain sebagai mana
mestinya. Maksudnya yaitu mereka tidak menganggap manusia berhakekat
sebagai manusia yang mempunyai hak dan kewajiban yang harus dihargai
seperti dirinya. Fakta-fakta lain yang terjadi dan mencerminkan terjadinya
krisis jati diri pada generasi muda sesuai sila ke-3 yaitu seperti memudarnya
rasa persatuan dan kesatuan yang terjadi pada generasi penerus bangsa
Indonesia saat ini.

Kemudian selanjutnya fakta ke-4 yaitu mengenai kepemimpinan yang
demokratis. Maksudnya pemimpin di negara kita ini harus bersifat
demokratis baik dalam hal pemilihannya maupun ketika telah membuat
keputusan/kebijakan umum yang terkait dengan masyarakat karena
kekuasaan tertinggi di negara kita ini sebenarnya berada di tangan rakyat,

21
Mustopo, Habib. (1983). Manusia dan Budaya. Kumpulan Essay.Ilmu Budaya Dasar.Surabaya:
Usaha Nasional.hlm.23.
22
Ibid.hlm.1.
32

dan para pemimpin hanya sebagai wakil/pelayan bagi rakyat untuk
mengatur dan mengambil kebijakan dalam negara demi tercapainya
kemakmuran bersama. Sekarang ini fenomena-fenomena pemimpin yang
tidak demokratis sudah banyak terjadi pada generasi muda saat ini, dan
apabila hal itu dibiarka saja berlanjut maka kelak ketika mereka menjadi
pemimpin bangsa ini, mereka akan bertindak seperti apa yang mereka
biasakan sejak dini dan keadilan, banyak fakta-fakta mengenai ketidakadilan
yang di lakukan oleh generasi muda bangsa Inonesia saat ini.

Secara global dapat kita lihat kerusakan jati diri bangsa Indonesia yang
merupakan efek dari westernisasi saat ini yang berhubungan dengan aspek-
aspek kenegaraan yaitu: Pertama, fenomena besar krisis multidimensional
yang menimpa masyarakat, bangsa dan negara Indonesia adalah suatu fakta
yang signifikan hingga sampai saat ini.Memang telah dilakukan upaya dan
pendekatan untuk menyelesaikan krisis multidimensional yang mengenai
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun hasil dari upaya
national recovery, terutama economic recovery belum cukup memadai dan
masih jauh dari harapan seluruh rakyat Indonesia.

Kedua, terdapat fenomena pengelolaan masyarakat, bangsa dan negara yang
keliru atau salah, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang memiliki
sumber daya alam (SDA) dan sumber dalam manusia (SDM) yang besar,
yang pada akhirnya kurang berhasil membawa masyarakat, bangsa dan
negara mencapai tingkat keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran yang
memadai. Bahkan cenderung membawa sebagian rakyat Indonesia hidup
dalam kemiskinan dan serba kekurangan.

Ketiga, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sedang menghadapi
masalah mendasar dalam memilih peminpin-peminpin bangsa dan negara
yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat dan memiliki kualitas diri
yang tinggi, sehingga peminpin bangsa dan negara tidak mampu
33

memperlihatkan kualitas diri sebagai negarawan yang sejati. Atau tidak
mampu memiliki jati diri yang berjiwa Pancasilais yang kokoh. Akibatnya
banyak pemimpin bangsa dan negara memiliki moral dan ahlak yang buruk
atau busuk.

Keempat, persaingan dan perseteruan kekuasaan (power) telah kehilangan
dasar-dasar moral dan akhlak, sehingga dalam kehidupan politik muncul
etika materialisme dan vulger yaitu menghalalkan segala cara atau jalan
untuk mencapai tujuan (kemenangan). Bahkan kondisi tersebut telah
memperluas iklim KKN dan praktik money politics, yang dapat merugikan
semua pihak termasuk bangsa dan negara.

Kelima, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung kehilangan
semangat kemandirian dan harga dirinya sebagai dampak ketergantungan
dengan bangsa dan negara asing, yang pada akhirnya melahirkan
imperialisme gaya baru.

Keenam, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung terjebak ke
dalam pertarungan luas antara budaya modern-materialistik yang datang dari
luar (Barat) dengan budaya tradisional dan konservatif yang hidup di
masyarakat Indonesia, sehingga melahirkan kehidupan bangsa dan negara
yang paradoks dan permisif terhadap gaya hidup materialistik,
individualistik, liberalistik, hedonistik, dan vulgeristik.

Ketujuh, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung tidak bersikap
tegas, lugas, dan tidak memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum,
sehingga telah terjadi kerusakan lingkungan hidup dan kondisi SDA, serta
munculnya kerugian-kerugian lain yang lebih parah.

Kedelapan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia belum siap melakukan
transformasi sosial sehingga belum mampu membangun masyarakat
34

Indonesia modern yang lebih rasional, terbuka, dan menghargai nilai Ipteks,
yang pada akhirnya sulit untuk melaksanakan rule of law.

Kesembilan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dapat dinyatakan
belum memiliki komitmen yang kuat untuk membangun kehidupan
berdemokrasi yang berkualitas melalui pemilu. Dan, belum memiliki
komitmen dalam membangun pola-pola kehidupan masyarakat sipil (civil
society) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sehingga
pembangunan demokrasi masih diwarnai dengan tindak kekerasan dan
konflik sosial yang berkepanjangan.

2. Back to zero ; pancasila sebagai solusi ideal dalam pengembalian jati
diri bangsa.
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD
1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia.
Pancasila mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu
berkembang secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar
yang statis, tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam
kapasitasnya Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan ikrar
segenap bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil maupun spiritual. Nilai-nilai luhur yang
tercantum dalam Pancasila merupakan nilai-nilai yang diharapkan mampu
mewarnai perbuatan manusia Indonesia baik dalam melaksanakan secara
objektif dalam penyelenggaraan negara maupun dalam kehidupan sehari-
hari sebagai individu.

Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur
dan menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar
itu ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor
kesinambungan yang sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah.
35

Yang kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif
dalam menjawab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul
dalam perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat
dinamis. Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat
nasional, Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa
Pancasila, masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan
seperti yang kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita
mengadakan perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak
negara, yang mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan
kita.

Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain
temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan
latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN
1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara. Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam
perspektif suatu agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas
bangsa Indonesia") diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada
dalam setiap agama.

Pancasila selain sebagai akumulasi cerminan tatanan sosial budaya (local
genius) bangsa indonesia, pancasila juga merupakan sumber kaidah hukum
yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar
negara. Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab. Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang
cita-cita, tujuan, dan nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan
kebijakan, strategi, sasaran yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman.
Ada cita-cita untuk mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi
36

seluruh bangsa, mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham
perseorangan, mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan
rakyat.

Mengenai hal evidensi atau isyarat yang tak dapat diragukan mengenai
Pancasila terdapat naskah Pembukaan UUD 1945 dan dalam kata "Bhinneka
Tunggal Ika" dalam lambang negara Republik Indonesia. Dalam naskah
Pembukaan UUD 1945 itu, Pancasila menjadi "defining characteristics" =
pernyataan jatidiri bangsa = cita-cita atau tantangan yang ingin diwujudkan
= hakekat berdalam dari bangsa Indonesia. Dalam jatidiri ada unsur
kepribadian, unsur keunikan dan unsur identitas diri. Namun dengan
menjadikan Pancasila jatidiri bangsa tidak dengan sendirinya jelas apakah
nilai-nilai yang termuat di dalamnya sudah terumus jelas dan terpilah-pilah.

Ketidakpastian, ikonsistensi, diskriminasi/tebang pilih dan kelambanan
dalam segala aspek kehidupan yang telah menimbulkan kondisi
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan dan pemerintah,
terutama dengan dengan semakin marak dan terbukanya kegiatan dan atau
tindakan amoral yang dilakukan secara bersama-sama di muka umum
dengan mengatasnamakan suku, agama dan/atau daerah yang pada
gilirannya mengakibatkan terjadinya kerugian, ketidak-nyamanan,
keresahan dan hilangnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Selain itu, belum berjalannya reformasi sikap mental, perilaku
dan rasa pengabdian di kalangan serta institusi legislatif menimbulkan
kekuatiran yang mendalam akan semakin sulitnya mewujudkan cita-cita
bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat adil dan makmur. Semakin
berkembangnya egoisme, oportunisme dan primordialisme yang terefleksi
dari berbagai kegiatan kelompok masyarakat, elit politik di berbagai daerah
dan kebijakan publik berbagai pemerintah daerah semakin mengikis rasa
kebangsaan dan mempersulit tumbuh kembangya sistim hukum nasional
37

yang berbasis pada nilai-nilai kebhinekaan sebagai ciri utama dan
kepribadian bangsa Indonesia.

Perkembangan-perkembangan yang telah diuraikan diatas tadi merupakan
sebagian kecil masalah-masalah yang sering timbul dalam hal
mempersoalkan tatanan kehidupan dan system yang merupakan pilar
pentinga dalam tongkat estafet aktualisasi cita-cita bangsa. Kita harus
sungguh-sungguh mengonkretkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Termasuk juga di dalam menghasilkan berbagai produk hukum. Pada waktu
lalu Pancasila sudah dinyatakan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Kalau benar-benar ingin merevitalisasikannya, kita harus konsisten
melaksanakan prinsip ini.

Indonesia adalah sebuah novum di dalam sejarah. Ia terdiri dari sekumpulan
orang dengan derajat kemajemukan yang tinggi, namun ingin bersatu
menyelesaikan berbagai persoalan bersama. Inilah keindonesiaan itu. Inilah
yang mesti terus-menerus dibina. Keindonesiaan mesti tertanam di dalam
hati sanubari setiap anak bangsa yang berbeda-beda ini sebagai miliknya
sendiri dan inilah sebenarnya kunci untuk bagaimana indonesia tetap dapat
terus maju melangkah mewujudkan visi ASEAN Community 2015 tanpa
takut akan ASEAN Global Impact yang diperkirakan akan menggerus habis-
habisan segala nilai-nilai luhur bangsa. Sehingga pancasila seharusnya
disikapi dengan arif dan kepala dingin, dengan berpikir dan bertindak agar
Pancasila tetap sakti dan lestari sebagai falsafah, pandangan hidup bangsa
Indonesia, dan sebagai dasar dan ideologi negara. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan perjanjian luhur seluruh anak bangsa
Indonesia yang sangat majemuk, dan menghormati serta menjamin hak dan
martabat kemanusiaan.

Yang dimana kondisi kekinian ekonomi indonesia berada pada posisi yang
konirmatif terhadap pendekatan Gramscian-Foucauldian yang dijadikan
38

sebagai panduan. Temuan-temuan yang diperoleh memperlihatkan bahwa
memang terdapat keyakinan mendalam akan paradigma neoliberal dalam
formasi kebijakan ekonomi di Indonesia, yang mempengaruhi minimnya
langkah-langkah dan strategi persiapan ekonomi Indonesia selama periode
2025 menuju agenda Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
23


Hal ini diakui oleh komunitas epistemis liberal tidak dapat dilepaskan dari
kampanye penyebarluasan gagasan-gagasan atau visi liberal, di mana pada
titik inilah mekanisme konsensual hegemoni tersebut diterapkan. Kampanye
gagasan yang dilakukan oleh komunitas liberal telah berhasil
mentransformasikan arah kebijakan ekonomi Indonesia dari yang bersifat
sentralistis menuju kepada liberalisme. Oleh karena itu, gerakan-gerakan
sosial yang terdiri kelompok-kelompok yang tidak terjebak dalam ilusi pasar
bebas dan liberalisasi perdagangan harus terus melakukan upaya
dekonstruksi, suatu upaya untuk meruntuhkan neoliberalisme dari posisi
hegemoninya dalam formasi kebijakan ekonomi pemerintah Indonesia.
Kapasitas negara dalam menjalankan dua fungsi dasarnya harus
ditingkatkan. Dalam mekanisme perjuangan hegemoni, posisi dominan
neoliberalisme sebagai visi dalam formasi kebijakan ekonomi pemerintah
Indonesia dapat diperoleh melalui cara-cara yang bersifat konsensual.
Dengan demikian, terdapat persetujuan dari dalam tubuh pemerintah sendiri
atas visi neoliberal yang telah terinternalisasikan ini. Karenanya, sulit untuk
mengharapkan perubahan dan kesadaran hegemoni dapat muncul dari dalam
pemerintahan. Keberhasilan gerakan sosial untuk melakukan counter
hegemoni, dengan demikian dapat membebaskan pemerintah Indonesia dari
hegemoni neoliberalisme. Suatu visi yang baru, suatu paradigm
pembangunan yang memihak kepada rakyat harus dibangun dan disebarkan
untuk menggantikan posisi dominan dari neoliberalisme.
24



23
Dodi Mantra (2011), Hegomoni dan Diskursus Neoliberalisme, Bekasi ; Mantrapress.hlm.235.
24
Ibid.hlm.236-237.
39

Ketika telah muncul suatu paradigma yang tegas dan jelas dengan posisi dan
kapasitas pemerintah yang kuat dalam membangun perekonomian,
sebagaimana cita-cita pendirian negara ini dalam Pembukaan UUD 1945,
maka akan terwujud kebijakan-kebijakan yang secara substantif dapat
meningkatkan kinerja dan daya saing perekonomian. Berbagai kebijakan-
kebijakan yang membawa dampak negatif terhadap perekonomian rakyat
dan melemahkan negara dalam menjalankan fungsi dasarnya, terutama
dalam bentuk kesepakatan-kesepakatan perdagangan bebas, seperti
Masyarakat Ekonomi ASEAN, harus ditinjau ulang di bawah paradigma
memihak kepada rakyat / ekonomi kerakyatan.

D. NEFOS ala Soekarno ; Resolusi Desainan Komunikasi Politik ideal
Menuju Sentral Perpolitikan Asia Tenggara
1. Gagasan NEFOS ; Kilas Balik Desainan Komunikasi Politik Ala
Soekarno
Mantan wakil presiden pertama Indonesia, Muhammad Hatta Mengatakan
dalam pidatonya :
Bebas artinya menentukan jalan sendiri, tidak terpengaruh oleh
pihak manapun, sedangkan aktif artinya menuju perdamaian dunia
dan bersahabat dengan segala bangsa
25


Kelahiran politik luar negeri Indonesia memiliki kaitan erat dengan sejarah
revolusi Indonesia. Revolusi Indonesia ditandai dengan kebebasan
Indonesia dari tangan kolonialisme Belanda. Fase revolusi Indonesia yang
pertama adalah pergerakan memperjuangkan kemerdekaan. Sedangkan fase
selanjutnya lebih dikenal dengan revolusi perjuangan sosial sebagai negara
yang baru merdeka. Setiap fase revolusi tentunya menelorkan arah politik
luar negeri yang berbeda.


25
Pidato Bung Hatta di depan BPUPKI 1948.
40

Setiap negara, dalam entitasnya, menetapkan kebijakan yang mengatur
hubungannya dengan dunia internasional. Kebijakan tersebut sekaligus
berfungsi menjelaskan keterlibatannya dalam isu-isu internasional.
Kebijakan negara baik domestik maupun internasional selalu didasarkan
pada usaha memelihara dan mewakili kepentingan nasional.
26
Dengan
demikian, kepentingan nasional terbentuk dari kepentingan domestik.
Seketika kepentingan nasional itu dibawa keluar maka saat itu pula
kepentingan nasional dikemas dalam politik luar negeri. Masing-masing
negara memiliki politik (kebijakan) luar negeri yang partikular, walaupun
barangkali sejumlah negara memiliki kemiripan.

Fase revolusi perjuangan kemerdekaan Indonesia, politik luar negeri
diarahkan untuk menggalang pengaruh dunia internasional guna mendukung
perjuangan nasionalisme self-determination Indonesia. Melalui pidato
Soekarno yang menggebu-gebu dan kunjungan kenegaraan ke beberapa
negara, secara nyata telah menumbuhkan simpati internasional terhadap
perjuangan indonesia merebut Irian Barat. Politik luar negeri juga dapat
diartikan sebagai seperangkat strategi dan teknik dengan tujuan mengubah
negara lain supaya mengikuti kita, supaya mereka
melakukan adjustment yang mendukung kita.
27
Sehingga segala daya yang
telah dilakukan oleh Soekarno tersebut diatas merupakan simbol
implementasi politik luar negeri Indonesia saat itu.

Fase revolusi sosial yakni perjuangan negara baru merdeka agar menjadi
negara independent bebas intervensi asing, politik luar negeri diarahkan
untuk perbaikan ekonomi dengan paying self sufficiency. Indonesia berusaha
keras untuk menjaga kenetralannya di antara kedua blok yang saling
bertikai. Politik domestik berperan penting dalam pragmatisme politik luar
negeri Indonesia, Soekarno yang menerapkan landasan operasional, politik

26
Jack C Plano & Ray Olton.1969., International Relations Dictionary, New York Holt; Rinehart
& Winston.hlm.127.
27
Modelsky, George. 1962. Theory of Foreign Policy. New York: Praeger.hlm.6.
41

luar negeri Indonesia (PLNRI) yang bebas aktif pun senantiasa berubah
sesuai kepentingan nasional. Misalnya selama masa orde lama, PLNRI yang
sebagian besar dinyatakan melalui maklumat dan pidato-pidato Presiden
Soekarno tersebut masih menekankan kebijakan hidup bertetangga dengan
negara-negara kawasan, tidak turut campur tangan urusan domestik negara
lain dan selalu mengacu pada piagam PBB.
28


Tetapi terjadi proses pencideraan kesepakan dalam PBB yang menyebabkan
terjadinya konflik saudara antara Indonesia dengan Malaysia dan hal ini
sebagai mana yang dicetuskan oleh Henry Kissinger dan Jack C Plano,
dimana politik luar negeri merupakan kelanjutan dari politik domestik. Ini
menegaskan pada era revolusi sosial Indonesia, politik domestik juga
memainkan peran dalam membentuk dan mempengaruhi kebijakan luar
negeri. Dan keberadaan fenomena ini tidak dapat dielakkan. Jika dielakkan,
maka yang terjadi adalah pergolakan internal yang mengancam kekuasaan
yang sedang berkuasa. Contoh kasusnya adalah Soekarno vs politik
domestik dengan salah satu contoh Malaysia pada era 1960an. Implementasi
Politik luar negeri indonesia bisa menjadi bermacam-macam. Politik luar
negeri merupakan fenomena kompleks. Politik luar negeri tidak lebih
sebagai suatu platform atau guidance untuk menjalin relasi dengan dunia
internasional.
29


Terjadinya sebuah sikap konfontasi Indonesia memuncak pada ancaman
yang diambil Soekarno untuk keluar dari Perserikatan bangsa-bangsa (PBB)
jika PBB mengakui akan kedaulatan negara Malaysia, yang pada akhirnya
Indonesia pun resmi keluar dari PBB pada 7 januari 1960.
30
Pada masa-

28
Hal ini dapat kita lihat pada Maklumat Politik Pemerintah 1 November 1945, pidato
kepresidenan 17 Agustus 1960 (Jarek), dan Keputusan Dewan Pertimbangan Agung
No.2/Kpts/Sd/I/61 tanggal 19 Januari 1961.
29
Ibid..hlm.6.
30
Undang-Undang Presiden Republik Indonesia pada 14 Februari 1966 tentang Penarikan Diri
Republik Indonesia Dari Keanggotaan Dana Moneter Internasional (International Monetary
Fund) dan Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for
42

masa dekade 60-an, tepatnya saat masa demokrasi terpimpin inilah muncul
atmosfer kedekatan presiden pertama republik Indonesia pada blok timur.

Kedekatan Soekarno dengan blok timur merupakan interpretasi dari posisi
Indonesia sebagai negara bekas jajahan kolonial dan menginterpretasikan
pula bahwasanya kapitalisme yang di bawa oleh blok barat adalah upaya
kolonialisme gaya baru. Soekarno membangun relasi dan kedekatan dengan
negara-negara dengan paham komunis seperti Cina, Kuba dan tentunya Uni
Soviet. Politik dalam negeri Soekarno pun terpengaruhi oleh kebijakan luar
negerinya yang cenderung kepada blok timur, dengan tidak ingin memiliki
image negara terbelakang, Soekarno menginisiasi politik mercusuar sebagai
alat diplomasi dalam image building Indonesia di mata dunia. Dalam
pernyataannya Soekarno melakukan cluster negara-negara yang terbagi
dalam Oldefo (Old Established Forces) sebutan bagi negara-negara dengan
kekuatan besar dalam upaya dalam sistem nekolim (neokolonialisme dan
imperialime) yang mayoritasnya merupakan negara-negara maju barat
seperti misalnya Amerika Serikat dan Inggris dan Nefo (New Emerging
Forces) yang mayoritas merupakan negara-negara pada tataran ekonomi
tradisional dan transisi dengan mayoritas negara berpaham komunis-sosialis
dan negara-negara Asia pada umunya misalnya Cina dan Vietnam.
31


Tidak terkecuali pada implikasi kebijakan dalam negeri Indonesia dan luar
negeri Indonesia yang pada kala itu, misalnya Soekarno menginisiasi pekan
olahraga dengan mengundang negara-negara yang masuk dalam cluster
NEFO atau lebih dikenal dengan sebutan NEFOS. Hal ini mengakibatkan
pergeseran akan image arah politik luar negeri Indonesia. Sikap Soekarno
yang sangat konfrontatif dan tidak mengenal kompromi akan apa yang

Reconstructure and Development). Diakses melaluihukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_1966.pdf dan
diunduh pada Rabu, 27 mei 2014.
31
http://nefos.org/ diunduh pada Rabu, 16 April 2014 dalam artikel Oldefo Vs Nefo oleh Max
Lane, pengamat Indonesia, Visiting Fellow, Centre for Asia Pacific Social Transformation
Studies, University of Wollongong, Australia. Artikel pertama kali dimuat di Sinar Harapan
pada19 Juli 2002.
43

dianggap bahaya laten dari neo-kolonialisme, mengakibatkan Indonesia
tampak sebagai ancaman efek politik domino paham sosialisme di Asia
Tenggara. Kekhawatiran Amerika Serikat pada masa presiden Harry S
Truman dengan segera mengeluarkan proyek Marshal Plan guna
membendung efek dan arus komunisme yang tengah menjalar disekitar
wilayah Asia Timur seperti Cina dan korea utara yang pada saat itu,
sebagaimana yang di konsepkan oleh morton kaplan pada analisis model
sistem internasional bukan pada masa bipolar ketat lagi pada dekade 50-an
namun telah bertansformasi menuju sistem bipolar longgar seperti
kemunculan Vietnam utara, dan di khawatirkan berefek domino pada bagian
negara-negara indoCina dan sekitarnya di Asia Tenggara.

2. Revitalisasi NEFOS ; Menuju Indonesia Raya yang Berdaulat.
Terlepas dari pembahasan kontekstual ASEAN Global Impact, terdapat satu
analisis paradigmatik yang sebenarnya sangat berpengaruh signifikan
terhadap perkembangan dan kemajuan Indonesia menuju sentral
perekonomian dan perpolitikan Asia tenggara, yang dimana Indonesia dapat
menjadi Leader dalam pelaksanaan visi ASEAN Community 2015 tiga pilar
utama, ASEAN politic-security, ASEAN economic community dan ASEAN
socio-cultural community jika komunikasi politik luar negeri indonesia
mengacu pada garis stabil yang dalam artian tidak ada ketakutan bahkan
intervensi politik dari Negara-negara AS-Eropa yang merupakan sebagai
Negara penguasa perekonomian dunia.

Jika kita mengacu pada historis kedaulatan Indonesia yang sempat mendapat
julukan sebagai macan Asia oleh Negara-Negara PBB, Gagasan
pembentukan Kekuatan Ketiga gagasan yang dikumandangkan Bung
Karno secara konseptual pada pertengahan 1960-an, yang kemudian populer
disebut NEFOS atau The New Emerging Forces. Desainan komunikasi
politik yang beraroma propaganda dan pengalihan geopolitik Asia dalam
menyusun Kekuatan ketiga yang bukan sekadar bermaksud tidak ingin
44

terseret ke kubu AS-Inggris maupun kubu Soviet-China. Tetapi NEFOS
merupakan gagasan desainan komunikasi politik yang kontra skema
kapitalisme global. Sebuah gerakan pro aktif Perang Asimetrik melawan
skema kapitalisme global negara-negara maju melalui perang non militer.
NEFOS yang harusnya jadi harta karun, seakan dengan sadar dikubur hidup-
hidup menyusul tergusurnya Bung Karno dan munculnya Rezim Orde Baru
Soeharto. Dan celakanya, Orde Reformasi kadung amnesia sejarah untuk
menghidupkan, apalagi merevitalisasi NEFOS.

Indonesia sebagai wilayah strategis Asia Tenggara sebenarnya menjadi
sasaran laten Negara-negara kapitalisme untuk bagaimana dapat menguasai
seluruh sendi perekonomian di indonesia bahkan Indonesia harus siap
dengan kemungkinan terjadinya perang Asia Raya Jilid II yang sesuai
dengan prediksi Samuel Huntington bahwa antara 2015-2017, persaingan
global AS versus China akan makin menajam. Proxy war antara kedua
kutub yang berlangsung di Asia Tengah sejak 2001 dan di Timur Tengah
seperti tercermin dalam konflik berdarah Suriah akan bergeser ke kawasan
Asia Tenggara.

Indonesia dan negara-negara ASEAN umumnya, yang menyadari betapa
semakin tajamnya persaingan AS versus China merebut Sphere of
Influence di Asia Tenggara, sebenarnya cukup berpeluang melakukan
sebuah inisiatif politik di dunia internasional. Untuk membangun sebuah
aliansi strategis baru di kawasan Asia Tenggara dan mengimbangi aliansi
konservatif AS-Uni Eropa. Dengan didasari gagasan merevitalisasikan
NEFOS dalam desainan komunikasi politik indonesia dan kerangka
membangun Kekuatan Ketiga, model kerjasama ala SCO dan BRICS
cukup inspiratif sebagai bahan menyusun Perang Asimetrik terhadap
kekuatan-kekuatan politik internasional yang sedang menyasar Indonesia
dan Asia Tenggara.

45

Konstruksi historis di atas, sejatinya menggambarkan secara nyata betapa
imajinatifnya pemerintah Indonesia pada era pemerintahan Bung Karno,
dalam menjabarkan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Tidak terjebak ke dalam pusaran konflik global antara AS versus Soviet-
Cina, namun pada saat yang sama mampu menawarkan sebuah gagasan
alternatif seraya menciptakan sebuah kekuatan alternatif di luar dua kubu
yang terlibat dalam perang dingin.

Ada kesepakatan umum bahwa Indonesia belum memiliki blue print atau
cetak biru Kebijakan Luar Negeri yang secara imajinatif menjabarkan
makna Politik Luar Negeri Indonesia yang Bebas dan Aktif sesuai dengan
perkembangan konstalasi Global Saat ini, dan tantangan yang dihadapi
Indonesia dalam jangka pendek, menengah dan panjang. Maka sudah
mendesak kiranya agar kementerian luar negeri berperan memadukan
seluruh aspirasi para stakeholders kebijakan luar negeri, sehingga
pelaksanaan kebijakan politik luar negeri RI dapat selaras dengan
pembangunan ekonomi nasional maupun kesejahteraan rakyat Indonesia
pada umumnya.

Dengan demikian, keterpaduan seluruh stakeholders kebijakan luar negeri
RI mensyaratkan peran aktif Kementerian Luar Negeri sebagai fron garis
depan dari pelaksanaan Multy-Track Diplomacy atau Diplomasi Total untuk
memperjuangkan Kepentingan Nasional Indonesia bahkan dalam
pelaksanaan visi ASEAN Community 2015. Dengan demikian, Pelaksanaan
dan penjabaran visi ASEAN Community 2015 yang bebas dan aktif, bukan
semata-mata domain atau garapan kementerian luar negeri bahkan
manipulasi gerak tipu Negara kapitalis dalam pelaksanaan visi nantinya,
melainkan haruslah terintegrasi secara holistic antar Negara ASEAN dan
Indonesia dapat tampil dan mengambil peran sebagai Leader dalam
pelaksanaan visi ASEAN Community 2015 tiga pilar utama, ASEAN
politic-security, ASEAN economic community dan ASEAN socio-cultural
46

community. Bahkan Indonesia dapat melakukan derivasi kerjasama yang
dimana keluar dari jalur ASEAN dan masuk dalam lingkaran Community
baru.

Maka itu, sudah saatnya bagi Indonesia untuk mempertimbangkan
kerjasama strategis ala BRICS (Brazil, Russia, India, Cina dan Afrika
Selatan), sebagai derivasi dari kerjasama strategis Cina-Rusia di bawah
payung Shanghai Cooperation Organization (SCO) pada 2001. Kesepakatan
Cina dan Rusia inilah yang pada perkembangannya mengilhami negara-
negara berkembang seperti Brazil, India, dan belakangan Afrika Selatan,
untuk memanfaatkan momentum kerjasama Cina-Rusia tersebut. Apalagi
ketika saat ini pertarungan berskala global antara AS versus Cina semakin
menajam di kawasan Asia Pasfik.

Terlepas format ASEAN Community 2015, Indonesia yang paling pas
nantinya apakah dengan membentuk blok ekonomi tersendiri bersama
beberapa negara berkembang dengan merujuk model BRICS, atau untuk
sementara menyatukan aspirasi bersama negara-negara yang tergabung
dalam ASEAN dan BRICS, namun kedua opsi tersebut harus didasari
gagasan untuk menyelaraskan diri dalam kerangka kerjasama strategis
dengan Cina dan Rusia.

Berdasarkan kerangka gagasan NEFOS di atas, bukanlah menjadi hal yang
mustahil dalam pelaksanaannya jika terdapat keberanian pemerintah
Indonesia dalam mengeluarkan Kebijakan Luar Negeri RI Bebas dan Aktif
yang lebih imajinatif dan sesuai perkembangan situasi global saat ini dan
tantangan yang dihadapi Indonesia ke depan, maka dalam menjalin
kerjasama dengan negara-negara sahabat baik yang bersifat bilateral
(hubungan antar dua negara) maupun yang bersifat multilateral, hendaknya
didasarkan pada upaya mensinergikan potensi-potensi nasional dari negara-
negara mitra dengan kepentingan nasional Indonesia yang bertumpu pada
47

pembangunan dan perkembangan ekonomi nasional, maupun kesejahteraan
masyarakat Indonesia pada umumnya.


48

BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan.
Meramu kembali Desainan komunikasi politik Indonesia sudah semestinya
meghadirkan kesadaran bahwa apa yang dikatakan oleh Lester Pearson
mengingatkan bahwa manusia akan memasuki suatu abad ketika berbagai
peradaban yang berbeda mulai belajar hidup berdampingan secara damai,
saling memahami antara saru dengan yang lain, mempelajari sejarahm cita-cita,
seni dan kebudayaan serta saling memperkaya kehidupan masing-masing.
Sebagai dampak dari kondisi dunia yang semakin menyempit ini terjadi
kesalahpahaman, syarat ketegangan, benturan dan bencana.

Hal inilah yang menjadi kesadaran jepang berupa nasionalisasi local genius
sebagai landasan gerak system pemerintahannya sehingga jepang mampu
tampil sebagai Negara yang berada di garda depan perkembangan Asia,
untuk berpaling dari kebijakan Asianisasi dan pro-westernisasi masa lalunya
serta menempuh jalan re-Asianisasi, atau dalam konteks yang lebih luas,
mempromosikan Asianisasi Asia, sebuah kebijakan yang dikemukakan oleh
para pejabat singapura. Dan kemajuan Asia akan dapat terwujud jika suatu
bangsa mengedepankan prinsip-prinsip nilai-nilai Asia adalah nilai-nilai
universal, nilai-nilai eropa hanya untuk orang-orang eropa demikian
pernyataan perdana menteri Mahathir di hadapan para para kepala
pemerintahan Negara-negara eropa pada tahun 1996. Pernyataan perdana
menteri Mahathir sebenarnya merupakan akumulasi kemuakan akan gerakan
neo kolonialisme Negara amerika dan eropa yang dilakukan dengan berbagai
macam cara sehingga menghadirkan kebergantungan bangsa-bangsa Asia dan
menunjukkan mbuktikan bahwa Asia merupakan Bangsa yang besar dan
beradab.

49

Secara global dapat kita lihat kerusakan jati diri bangsa Indonesia yang
merupakan efek dari westernisasi saat ini yang berhubungan dengan aspek-
aspek kenegaraan yaitu:
- Pertama, fenomena besar krisis multidimensional yang menimpa
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia adalah suatu fakta yang signifikan
hingga sampai saat ini.Memang telah dilakukan upaya dan pendekatan
untuk menyelesaikan krisis multidimensional yang mengenai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun hasil dari upaya national
recovery, terutama economic recovery belum cukup memadai dan masih
jauh dari harapan seluruh rakyat Indonesia.

- Kedua, terdapat fenomena pengelolaan masyarakat, bangsa dan negara yang
keliru atau salah, sehingga bangsa dan negara Indonesia yang memiliki
sumber daya alam (SDA) dan sumber dalam manusia (SDM) yang besar,
yang pada akhirnya kurang berhasil membawa masyarakat, bangsa dan
negara mencapai tingkat keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran yang
memadai. Bahkan cenderung membawa sebagian rakyat Indonesia hidup
dalam kemiskinan dan serba kekurangan.

- Ketiga, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sedang menghadapi
masalah mendasar dalam memilih peminpin-peminpin bangsa dan negara
yang memiliki komitmen kebangsaan yang kuat dan memiliki kualitas diri
yang tinggi, sehingga peminpin bangsa dan negara tidak mampu
memperlihatkan kualitas diri sebagai negarawan yang sejati. Atau tidak
mampu memiliki jati diri yang berjiwa Pancasilais yang kokoh. Akibatnya
banyak pemimpin bangsa dan negara memiliki moral dan ahlak yang buruk
atau busuk.

- Keempat, persaingan dan perseteruan kekuasaan (power) telah kehilangan
dasar-dasar moral dan akhlak, sehingga dalam kehidupan politik muncul
etika materialisme dan vulger yaitu menghalalkan segala cara atau jalan
50

untuk mencapai tujuan (kemenangan). Bahkan kondisi tersebut telah
memperluas iklim KKN dan praktik money politics, yang dapat merugikan
semua pihak termasuk bangsa dan negara.

- Kelima, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung kehilangan
semangat kemandirian dan harga dirinya sebagai dampak ketergantungan
dengan bangsa dan negara asing, yang pada akhirnya melahirkan
imperialisme gaya baru.

- Keenam, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung terjebak ke
dalam pertarungan luas antara budaya modern-materialistik yang datang dari
luar (Barat) dengan budaya tradisional dan konservatif yang hidup di
masyarakat Indonesia, sehingga melahirkan kehidupan bangsa dan negara
yang paradoks dan permisif terhadap gaya hidup materialistik,
individualistik, liberalistik, hedonistik, dan vulgeristik.

- Ketujuh, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia cenderung tidak bersikap
tegas, lugas, dan tidak memiliki komitmen kuat dalam penegakan hukum,
sehingga telah terjadi kerusakan lingkungan hidup dan kondisi SDA, serta
munculnya kerugian-kerugian lain yang lebih parah.

- Kedelapan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia belum siap melakukan
transformasi sosial sehingga belum mampu membangun masyarakat
Indonesia modern yang lebih rasional, terbuka, dan menghargai nilai Ipteks,
yang pada akhirnya sulit untuk melaksanakan rule of law.

- Kesembilan, masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dapat dinyatakan
belum memiliki komitmen yang kuat untuk membangun kehidupan
berdemokrasi yang berkualitas melalui pemilu. Dan, belum memiliki
komitmen dalam membangun pola-pola kehidupan masyarakat sipil (civil
society) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, sehingga
51

pembangunan demokrasi masih diwarnai dengan tindak kekerasan dan
konflik sosial yang berkepanjangan.

Hal ini sekiranya akan terus bergulir secara sistematis yang dimana
westernisasi yang hadir dari sebuah upaya neoliberalisme yang terbungkus rapi
dalam kemasan ASEAN Global Community yang menghadirkan ancaman
serius dengan sistemiknya ASEAN Global Impact yang secara perlahan
menggerus Local Genius bangsa dan hilangnya nilai-nilai Pancasila, sehingga
dalam karya tulis ilmiah ini mencoba membangkitkan gagasan ideal Soekarno
masuk dalam sebuah resolusi Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bangsa
dan menjadi Indonesia Raya yang Berdaulat atas Bangsanya sendiri, terlepas
dari intervensi Negara-Negara Neoliberalisme dan menjadikan Indonesia
kembali menjadi Macan Asia.

B. Saran.
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya telah dijabarkan dalam Pembukaan UUD 1945
sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Pancasila
mengandung nilai dasar yang bersifat tetap, tetapi juga mampu berkembang
secara dinamis. Dengan perkataan lain, Pancasila menjadi dasar yang statis,
tetapi juga menjadi bintang tuntunan (lightstar) dinamis. Dalam kapasitasnya
Pancasila merupakan cita-cita bangsa yang merupakan ikrar segenap bangsa
Indonesia dalam upaya mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata
materiil maupun spiritual. Nilai-nilai luhur yang tercantum dalam Pancasila
merupakan nilai-nilai yang diharapkan mampu mewarnai perbuatan manusia
Indonesia baik dalam melaksanakan secara objektif dalam penyelenggaraan
negara maupun dalam kehidupan sehari-hari sebagai individu.

Ada faktor kesinambungan yang sangat mendasar yang kita anggap luhur dan
menyatukan kita sebagai bangsa. Faktor kesinambungan yang mendasar itu
ialah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Intisari dari faktor
52

kesinambungan yang sangat mendasar inilah yang tidak boleh berubah. Yang
kita lakukan adalah melaksanakan dan mengamalkannya secara kreatif dalam
menjawab tantangan-tantangan baru yang terus menerus muncul dalam
perkembangan masyarakat kita dan masyarakat dunia yang sangat dinamis.
Dalam peralihan dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat nasional,
Pancasila telah menjalankan fungsinya yang sangat penting. Tanpa Pancasila,
masyarakat nasional kita tidak akan pernah mencapai kekukuhan seperti yang
kita miliki sekarang ini. Hal ini akan lebih kita sadari jika kita mengadakan
perbandingan dengan keadaan masyarakat nasional di banyak negara, yang
mencapai kemerdekaannya hampir bersamaan waktu dengan kita.

Selain itu , Pancasila telah menjadi obyek aneka kajian filsafat, antara lain
temuan Notonagoro dalam kajian filsafat hukum, bahwa Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Sekalipun nyata bobot dan
latar belakang yang bersifat politis, Pancasila telah dinyatakan dalam GBHN
1983 sebagai "satu-satunya azas" dalam hidup bermasyarakat dan bernegara.
Tercatat ada pula sejumlah naskah tentang Pancasila dalam perspektif suatu
agama karena selain unsur-unsur lokal ("milik dan ciri khas bangsa Indonesia")
diakui adanya unsur universal yang biasanya diklim ada dalam setiap agama.

Pancasila selain sebagai akumulasi cerminan tatanan sosial budaya (local
genius) bangsa indonesia, pancasila juga merupakan sumber kaidah hukum
yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar negara.
Suasana kebatinan itu di antaranya adalah cita-cita negara yang berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila mengandung nilai-nilai dasar seperti tentang cita-cita, tujuan, dan
nilai-nilai instrumental yang merupakan arahan kebijakan, strategi, sasaran
yang dapat disesuaikan dengan tuntutan zaman. Ada cita-cita untuk
mewujudkan persatuan yang melindungi dan meliputi seluruh bangsa,
53

mengatasi paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan,
mewujudkan keadilan sosial, dan negara yang berkedaulatan rakyat.

Selain back to Pancasila dengan bentuk re-nasionalisasi yang telah dipaparkan
diatas, sekiranya Indonesia sudah saatnya terlepas dari belenggu
Neoliberalisme yang telah menjadikan Indonesia miskin di atas kekayaan
sumber daya alamnya, merekonstruksi desainan komunikasi politik Indonesia
merupakan gagasan ideal yang dapat dijadikan sandaran berpikir bahwasanya
Indonesia adalah bangsa yang kaya, bangsa yang mampu berpijak dikakinya
sendiri, bangsa yang memiliki sejarah, bangsa yang beradab dan bangsa yang
menjunjung tinggi nilai-nilai luhur sehingga dengan itulah kita dapat
menghantarkan Indonesia menuju Indonesia Raya yang Berdaulat.


54

DAFTAR PUSTAKA

Adler, Emanuel & Michael Barnett. 1998. Security Communities. Cambridge
University Press
ASEAN Vision 2020 and The Hanoi Plan of Action can ASEAN Deliver ?
Jakarta, Deplu RI 2004,
Breen, Michael. 1998. The Koreans : Who They Are, What They Want, Where
Their Future Lies. London : Orion Business Book. Jakarta and Singapore :
A Tale of Two Cities, Strategic Review Vol. 1, 2011.
Cangara, H. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dodi Mantra 2011, Hegomoni dan Diskursus Neoliberalisme, Bekasi ;
Mantrapress
Huntington.(2003), Benturan antarperadaban dan masa depan politik dunia.
Yogyakarta; PT.Qalam.
Jones, D. Martin & Michael L.R. Smith (2002). ASEAN Immitation Community.
London: Elsevier Science
Kaelan dan Zubaidi.2007.Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta:Paradigma,
Edisi pertama.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta: Gramedia Utama
Lester Pearson 1995, Democracy in World Politics. Princenton ; Princenton
University Press.
Li Xiangiu, 1992, A Post-Cold War Alternative From East Asia. Straits Times.
Jack C Plano & Ray Olton.1969., International Relations Dictionary, New York
Holt; Rinehart & Winston.h
Modelsky, George. 1962. Theory of Foreign Policy. New York: Praeger.
Miriam Budiardjo 2010. Dasar-dasar ilmu Politik (edisi revisi). Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Mustopo, Habib. (1983). Manusia dan Budaya. Kumpulan Essay.Ilmu Budaya
Dasar. Surabaya: Usaha Nasional.
55

Rachbini. 1990. HMI dalam Dekade 1980-an Sebuah Refleksi Dilematis. Jakarta:
PB HMI
Rakhmat, J. 1993. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, Media. Bandung:
Remaja Rosdakarya Offest.Hlm.8.
Roskin, M. 1977. Political Science An Introduction, Sixt Edition. New Jersey:
Prentice - Hall.
Satria, wibawa hariqo, 2011, Lafran Pane; Jejak dan Pemikirannya, Jakarta:
Penerbit Lingkar.
Tselichtchev, Ivan. 2012. China Versus the West. Singapore : John Wiley & Sons.
Hilman, Arys. Republika. Senin, 19 November 2012.
Tukimin, Santo. 1966. Pengantar Administrasi dan Organisasi Perjuangan.
Yogyakarta: Sinta.
Widianto, Bambang. 2009. Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan
Koentjaraningrat. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Yotaro Kobayashi 1992, Re-Asianize Japan. New Perspectives Qarterly.
Widianto, Bambang. 2009. Perspektif Budaya: Kumpulan Tulisan
Koentjaraningrat. Jakarta: RajaGrafindo Persada

Referensi Ilmiah :
ASEAN Selayang Pandang, Edisi 2008: Sejarah Berdirinya ASEAN
Cuyvers, L. & R. Tummer. 2007. The Road To an ASEAN Community: How Far
Still To Go? (di akses 10 mei 2014)
Maklumat Politik Pemerintah 1 November 1945, pidato kepresidenan 17 Agustus
1960 (Jarek), dan Keputusan Dewan Pertimbangan Agung
No.2/Kpts/Sd/I/61 tanggal 19 Januari 1961.
Pidato Bung Hatta di depan BPUPKI 1948.
Undang-Undang Presiden Republik Indonesia pada 14 Februari 1966 tentang
Penarikan Diri Republik Indonesia Dari Keanggotaan Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund) dan Bank Internasional untuk
Rekonstruksi dan Pembangunan (International Bank for Reconstructure and
56

Development). Diakses melaluihukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_1966.pdf dan
diunduh pada Rabu, 27 mei 2014.
http://nefos.org/ diunduh pada Rabu, 16 April 2014 dalam artikel Oldefo Vs
Nefo oleh Max Lane, pengamat Indonesia, Visiting Fellow, Centre for Asia
Pacific Social Transformation Studies, University of Wollongong, Australia.
Artikel pertama kali dimuat di Sinar Harapan pada19 Juli 2002.
Yudhoyono, Susilo Bambang. Indonesia in 2045 : A Centenial Journey of
Progress. Strategic Review Vol. 1, 2011.

You might also like