You are on page 1of 12

1

RANGKUMAN MATERI KULIAH COAL BED METHANE


A. Unconventional Resources
Contoh dari unconventional resources antara lain adalah:
1. Coal Bed Methane (CBM),
2. Underground Coal Gasification (UCG),
3. Shale Gas,
4. Thight Gas Sand,
5. Gas Hydrate,
6. Shale Oil,
7. Heavy Oil, dan
8. Tight Oil.

B. Coal Bed Methane (CBM)
Merupakan gas alam yang mengandung 100% methane (CH4) yang
dihasilkan oleh coal seam, tidak berwarna, tidak berbau, mudah terbakar,
dengan densitas rendah.
Berdasarkan proses pembentukannya gas methane terdiri atas 2 macam,
antara lain:
1. Biogenic Methane : Methane terbentuk melelui kegiatan / aktivitas
mikroba, dan biasanya berlangsung pada
kedalaman yang dangkal
2. Thermogenic Methane : Methane terbentuk karena pengaruh geothermal
(dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur), dan
biasanya berlangsung pada kondisi yang dalam.
Pada suatu produksi CBM keberadaan air merupakan salah satu kendala
utama, dikarenakan hal tersebut manaikkan tekanan air pada coal bed.
Menurunkan pressure gradient antara atmosfer dan coal bed. Air pada
batubara berasal dari:
2

1. Adherent Moisture :Air bebas, pada peermukaan batubara, dikuras
selam proses dewatering
2. Inherent Moisture :Tidak mempengaruhi volume air yang dikuras
selama dewatering, namun mempengaruhi jumlah
metan yang teradsorbsi didalam mikropore
batubara.
3. Chemical Bound Water :Air dalam ikatan kimia batubara.
Keberadan gas metan pada suatu lapisan batubara di pengaruhi oleh
maceral pembentuk batubara itu sendiri, ada pun maceral pada batubara
diantaranya:
1. Lipthinite :berasal dari tumbuhan tingkat rendah seperti
spora dan lumut. Gas metan terbentuk dalam
jumlah terbesar.
2. Vitrinite :berasal dari selulosa tumbuhan, berpengaruh
pada pembentukan cleat dan natural fracture
pada batubara.
3. Inertinite :berasal dari tumbuhan yang telah teroksidasi
selama proses coalification. Gas metan terbentuk
dalam jumlah tekecil.

GAMBAR 1
KEBERADAAN KANDUNGAN H/C MACERAL SEIRING
PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA
3

Pada suatu eksploitasi CBM yang menjadi hitting target nya
merupakan batubara dengan grade High Volatile A bituminus.
Berdasarkan coal bed methane generation model (gambar 2), ada
beberapa alasan yang mendasari hal ini, antara lain:
1. Pada tingkatan pembatubaraan ini tingkat maturasi batubara tercapai pada
keadaan yang tinggi, sehingga akan terbentuk Thermogetic Methane yang
lebih besar (hingga 10 kali lipat dibanding biogenic methane).
2. Batubara sampai pada keadaan brittle, sehingga mudah untuk dihancurkan
(pembuatan struktur rekahan / fracture baru)

GAMBAR 2
COAL BED METHANE GENERATION MODEL
4

C. Sistem Rekahan Alami
Pada dasarnya batubara telah mengalami fracturing secara alami,
sistem rekahan atau fracture ini disebut dengan cleat. Cleat merupakan
retakan alamiah pada batubara yang terjadi selama proses coalification.
Keberadaan natural fracture seperti cleat inilah yang membuat cadangan gas
unconventional lebih banyak dibanding reservoar lainnya.
Tekanan hidrostatic (perbedaan tekanan) yang terjadi antara coal bed
dan atmosfer merupakan penyebab utama methane dapat bergerak pada
cleatnya. Upaya ini dapat dimaksimalkan dengan melakukan dewatering
sehingga tekanan air akan turun dan beda tekanan semakin tinggi.
Cleat batubara terbagi menjadi 4 macam:
1. Face Cleat
2. Butt Cleat
3. 3
th
Cleat
4. 4
th
Cleat


GAMBAR 3
THE NATURAL FRACTURE SYSTEM


5

D. Sorbtion Pada Batubara
o Adsorbtion :Peristiwa melekatnya atau teradsobsinya gas metana pada
permukaan mikropori batubara.
o Desorbtion :Peristiwa lepasnya atau terbebasnya gas metana dari
permukaan mikropori batubara.

GAMBAR 4
SORBTION PADA BATUBARA
Ada dua hukum yang mendasari pergerakan gas methane dalam
batubara, antara lain:
o Hukum Fick : merupakan pergerakan gas metana dari mikropori batubara
menuju cleat akibat adanya perbedaan konsentrasi
(concentration gradient).
o Hukum Darcy:merupakan pergerakan gas metana dari cleat menuju
wellbore akibat adanya perbedaan tekanan (pressure
gradient) antara coal bed dan atmosfer.
Hal ini yang menyebabkan coal bed disebut juga sebagai dual porocity
system karena menggunakan matriks (mikropore) dan cleat (makropore)
sebagai bedia porositas.
6


GAMBAR 5
CBM STORAGE
Dalam coal bed, keberaddan gas metana diklasifikasikan mencadi tiga
macam, yaitu :
1. Adsorben Gas : Gas metana terperangkap dalam mikropori batubara.
2. Free Gas, terdiri atas 2 jenis :
a. Gas bebas pada mikropori batubara,
b. Gas bebas pada cleat atau fracture batuabara.
3. Dissolved Gas : Gas metana yang terlarut dalam air formasi.

E. Coal Bed Methane Development & Water Management Study
1. Coal Bed Methane Development
Produksi CBM dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu:
a. Open hole : Pemasangan casing hanya sampai pada bagian atas
reservoar (coal bed), lebih bertujuan untuk menahan
batuan diatas reservoar.
b. Case hole : Pemasangan casing hingga menutupi coal bed, perlu
dilakukan pervorasi pada casehole yang menutupi coal
bed untuk mengalirkan fluida, pervorasi dilanjutkan
dengan penginjeksian propan agar fracture tidak
7

menyatu lagi. Pervorasi juga dilakukan pada batubara
dengan multiple seam seperti pada gambar 7.


GAMBAR 6
CBM DEVELOPMENT

GAMBAR 7
SINGLE AND MULTIPLE COAL SEAM
8

2. Water Management Study
Air produksi CBM menjadi hal wajib yang harus dihasilkan dalam
pengembangan CBM ke depan karena produksi CBM pada setiap sumur
diawali dengan produksi air Formasi (tempat terendapnya Batubara) yang
banyak. Proses produksi gas CBM adalah dengan cara
merelease/melepaskan air dari reservoir Batubara, yaitu dengan
menggunakan pompa.
Hal ini dikarenakan gas CBM yang terdapat pada lapisan Batubara
terperangkap pada matriks Batubara dan sebagian kecil terdapat
pada cleat (rekahan) sebagai gas bebas dan terlarut pada air yang berada di
dalam cleat (gambar 4). Agar gas CBM tersebut dapat diproduksikan,
maka tekanan reservoir harus lebih kecil dari critical desorption pressure,
yaitu tekanan terendah dimana gas metana yang terdapat dalam Batubara
dapat diproduksikan. Untuk menurunkan tekanan tersebut, maka dilakukan
pekerjaan Dewatering yaitu memproduksikan air sehingga tekanan kritis
desorpsi reservoir dapat tercapai. Setelah tekanan reservoir turun sampai
pada tekanan kritis desorpsi akibat terproduksikannya air dari reservoir,
maka gas dapat terbebaskan. Pada kondisi ini, fluida yang terproduksikan
tidak hanya air, tetapi gas yang terakumulasi pada matriks Batubara juga
sudah mulai terbebaskan. Secara umum, pada waktu air terproduksikan
dari reservoir pada saat yang sama gas CBM juga terproduksikan, hal ini
disebabkan tekanan gas CBM pada Batubara lebih kecil jika dibandingkan
dengan tekanan air sehingga untuk memproduksi gas CBM tersebut maka
air perlu dikeluarkan.
Banyaknya air terproduksi dapat berdampak serius terhadap
pencemaran lingkungan apabila tidak dikendalikan dengan ketat dan
konsisten. Saat ini telah ada peraturan khusus mengenai pengelolaan air
terproduksi CBM yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.02 tahun
2011 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau kegiatan
Explorasi dan eksploitasi Gas Metana Batubara, antara lain:
Pasal 2, ayat 1
9

Air limbah usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan eksploitasi gas
metana batubara meliputi:
a. air terproduksi;
b. air limbah drainase mengandung minyak; dan
c. air sisa pengeboran.
Pasal 2, ayat 2
Air terproduksi dari usaha dan/atau kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi gas metana batubara wajib dikelola dengan salah satu atau
kombinasi dari upaya pengelolaan dengan cara:
a. dibuang ke lingkungan, antara lain:
1. pembuangan ke badan air;
2. diinjeksikan ke dalam formasi; dan/atau
3. diuapkan.
b. dimanfaatkan untuk kepentingan lain, antara lain:
1. perikanan atau produksi kebutuhan manusia dari produk pertanian;
2. pencucian batubara;
3. penyiraman debu:
4. air proses industri:
5. irigasi:
6. peternakan; dan/atau
7. air baku air bersih.
Jika air ini dibuang langsung ke lingkungan maka akan
menimbulkan banyak masalah karena tingginya kandungan mineral yang
terdapat didalamnya. Kualitas air terproduksi CBM tergantung pada
kondisi lingkungannya. Parameter untuk menilai kualitas air tersebut
adalah Total Dissolved Solids (TDS), Total Sollved Solid (TSS), Dissolved
Oxygen (DO), Electric Conductivity (EC), Sodium Adsorption Ratio
(SAR) dll, dimana secara garis besar parameter tersebut berhubungan
dengan kandungan garam dan senyawa kimia yang terkandung
10

didalamnya, sehingga perlu dilakukan treatment atau pengolahan terlebih
dahulu sebelum dimanfaatkan atau dibuang ke lingkungan.




























11

PERBEDAAN EMISI GAS METHANE PADA SAAT MUSIM HUJAN DAN
KEMARAU



Seperti yang kita ketahui, agar gas CBM dapat diproduksi, maka
tekanan reservoir harus lebih kecil dari critical desorption pressure, yaitu tekanan
terendah dimana gas metana yang terdapat dalam Batubara dapat diproduksikan.
Untuk menurunkan tekanan tersebut, maka dilakukan pekerjaan Dewatering yaitu
memproduksikan air sehingga tekanan kritis desorpsi reservoir dapat tercapai.
Setelah tekanan reservoir turun sampai pada tekanan kritis desorpsi akibat
terproduksikannya air dari reservoir, maka gas dapat terbebaskan.
Pada kondisi ini, fluida yang terproduksikan tidak hanya air, tetapi gas yang
terakumulasi pada matriks Batubara juga sudah mulai terbebaskan. Secara umum,
pada waktu air terproduksikan dari reservoir pada saat yang sama gas CBM juga
terproduksikan, hal ini disebabkan tekanan gas CBM pada Batubara lebih kecil
jika dibandingkan dengan tekanan air sehingga untuk memproduksi gas CBM
tersebut maka air perlu dikeluarkan.
Dari hal yang disebutkan diatas dapat kita ketahui bahwa volume air dari
reservoir mempengaruhi produksi CBM. Pada musim hujan (November - Maret)
akan dibarengi dengan peningkatan air tanah dan kemungkinan juga dengan air
reserevoir, pada aair tanah terjadi perluasan zona saturasi seiring dengan naiknya
water table (gambar 7), sehingga proses dewatering akan menghasilkan air
terproduksi dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan pada musim
kemarau (April - Oktober).
Melalui analisis ini, produksi CBM akan lebih optimal pada bulan April
hingga Oktober (musim kemarau), dikarenakan pada dasarnya volume air
reservoir yang perlu harus diproduksi berada dalam keaadaan yang sedikit,
sehingga secara alami tekanan reservoir menjadi lebih kecil dibanding pada
musim hujan sehingga produksi gas CBM dapat meningkat. Dengan air
terproduksi yang menurun juga akan mengurangi biaya pemompaan. Seperti yang
12

diungkapkan pada awal pembahasan bahwa akan terjadi pergerakan gas dari
mikropori menuju cleat dan dari cleat menuju wellbore dikarenakan adanya
perbedaan konsentrasi dan tekanan (concentration dan pressure gradient).
Dengan terjadinya peningkatan produksi sumur CBM, secara otomatis emisi
gas metan akan lebih besar pada musim kemarau dibandingkan musim hujan.
Disamping itu faktor hujan berpengaruh pada kegiatan pertambangan, dimana jika
terjadi hujan kegiatan operasional cenderung tertunda/ dihentikan sementara
waktu. Kegiatan penambangan batubara akan lebih sedikit sehingga jumlah gas
metan yang terpapar dari bukaan batubara yang akan ditambang menjadi lebih
sedikit dibanding saat kegiatan pertambangan berlangsung.

GAMBAR 8
KONDISI AIR TANAH SAAT MUSIM HUJAN DAN KEMARAU

You might also like