You are on page 1of 37

BAB 1

PENDAHULUAN

Fraktur femur mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi dibanding
dengan patah tulang jenis berbeda umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Sedangkan Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang terbesar
dan terkuat pada tubuh (Brooker, 2001).
Fraktur dapat dibagi menjadi 2, yaitu: Fraktur tertutup (closed) adalah
hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dimana tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Atau bila jaringan kulit yang
berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih utuh, sedangkan fraktur terbuka
(open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan tulang dimana
fragmen-fragmen tulang pernah / sedang berhubungan dengan dunia luar.
















BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Teori
2.1.1 Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya (Smeltzer & Bare, 2001). Sedangkan Fraktur femur adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang terbesar dan terkuat pada tubuh (Brooker,
2001).
Fraktur dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Fraktur tertutup (closed) adalah hilangnya atau terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Atau bila jaringan kulit yang berada diatasnya/ sekitar patah tulang masih
utuh.
2. Fraktur berbuka (open / compound) adalah hilangnya atau terputusnya jaringan
tulang dimana fragmen-fragmen tulang pernah / sedang berhubungan dengan
dunia luar.

2.1.2 Anatomi Fisiologi
Tulang paha / femur terdiri dari ujung atas, corpus dan ujung bawah, ujung
atas terdiri dari
1. Kaput adalah masa yang membuat dan mengarah ke dalam dan ke atas
tulang tersebut halus dan dilapisi dengan kartilago kembali fovea, lubang
kecil tempat melekatnya ligamen pendek yang menghubungkan kaput ke
area yang besar pada asetabulum os coxal.
2. Trochanten mayor sebelah lateral dan trochanter minor sebelah medial,
merupakan melekatnya otot-otot.
Carpus adalah tulang panjang agak mendatar ke arah medial, sebagian besar
permukaannya halus dan tempat melekatnya otot-otot. Pada bagian posterior linea
aspera adalah tulang yang berbentuk hubungan ganda, membentang ke bawah dari
trochanter atas dan melebar keluar bawah untuk menutup area yang halus. Ujung
bawah terdiri dari kondik medial dan lateral yang besar dan suatu area tulang
diantaranya kondile mempunyai permukaan artikulur untuk fibia dibawah dan
patela di depan.
Fraktur collum dan kaput merupakan fraktur femur yang umum, fraktur
tersebut lebih mudah terjadi pada orang tua sebagai akibat karena jatuh. Fraktur
tidak dapat segera sembuh karena pada fraktur tersebut memotong banyak suplay
darah ke kaput femoris. Untuk membantu menyembuhkan dan memudahkan
pergerakan pasien secepat mungkin. Fraktur ini biasanya ditangani dengan
memasang pembaja melalui trochanter mayor ke dalam kaput femuris. Dengan
demikian pasien mampu untuk turun dari tempat tidur dan mulai untuk berjalan.

2.1.3 Klasifikasi
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
1. Fraktur Intrakapsuler femur yang terjadi di dalam tulang sendi, panggul dan
melalui kepala femur (capital fraktur)
1) Hanya di bawah kepala femur
2) Melalui leher dari femur
2. Fraktur Ekstrakapsuler;
1) Terjadi di luar sendi dan kapsul, melalui trokhanter femur yang lebih
besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter.
2) Terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di
bawah trokhanter kecil.







2.1.4 Etiologi
Menurut Sachdeva dalam Jitowiyono dkk (2010), penyebab fraktur dapat
dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan/kekerasan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan ditempat itu. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan
Disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit
polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.


2.1.5 Patofisiologi
Fraktur terjadi bila interupsi dari kontinuitas tulang, biasanya fraktur disertai
cidera jaringan disekitar ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persyarafan.
Tulang yang rusak mengakibatkan periosteum pembuluh darah pada korteks dan
sumsum tulang serta jaringan lemak sekitarnya rusak. Keadaan tersebut
menimbulkan perdarahan dan terbentuknya hematom dan jaringan nekrotik.
Jerjadinya jaringan nekrotik pada jaringan sekitar fraktur tulang merangsang
respon inflamasi berupa vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit. Ketika terjadi
kerusakan tulang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk
memperbaiki cidera. Tahap ini merupakan tahap awal pembentukan tulang.
Berbeda dengan jaringan lain, tulang dapat mengalami regenerasi tanpa
menimbulkan bekas luka.

2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan
lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang, yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainnya. ( uji kripitasi dapat membuat kerusakan jaringan lunak lebih
berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah bebebrapa jam atau hari setelah cedera.

2.1.7 Penatalaksanaan (Smeltzer & Bare, 2002)
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah.
Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagian
tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera
harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian,
ektremitas harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah
gerakan rotasi dan angulasi. Gerakan angulasi patahan tulang dapat
menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Pada
cedera ekstremitas atas lengan dapat dibebat dengan dada, atau lengan yang
cedera dibebat dengan sling.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
2. Prinsip penanganan fraktur
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengambilan fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
1) Reduksi fraktur
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
(1) Reduksi tertutup : pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya ( ujung-ujungnya
saling berhubungan ) dengan manipulasin atau traksi manual.
(2) Traksi : dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
(3) Redusi terbuka : pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dapat berupa pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam
dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna dan interna.
Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin
dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
3) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi : segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan.
4) Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur: diperlukan berminggu-
minggu sampai berbulanbulan untuk kebanyakan fraktur untuk mengalami
penyembuhan. Adapun faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur
adalah:
(1) Imobilisasi fragmen tulang
(2) Kontak fragmen tulang maksimal
(3) Asupan darah yang memadai
(4) Nutrisi yang baik
(5) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
(6) Hormon hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik
(7) Potensial listrik pada patahan tulang


Faktor faktor yang memperhambat penyembuhan tulang
(1) Trauma lokal ekstensif
(2) Kehilangan tulang
(3) Imobilisasi tak memadai
(4) Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
(5) Infeksi
(6) Penyakit tulang metabolic
(7) Nekrosis avaskuler
(8) Usia (lansia sembuh lebih lama)

2.1.8 Komplikasi
1. Malunion
Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang
tidak seharusnya.
2. Non-union
Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat
menyambung.
3. Delayed union
Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang
diperkirakan.
4. Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat
melalui logam bidai.
5. Cidera vaskuler dan saraf
Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
6. Fat-embolic syndrome/embolik lemak
Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan,
tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian.
7. Gangren gas
Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik
gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers.
Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami
penurunan suplai O2 karena trauma otot.
8. Reflek symphathetic dystrophy
Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya
sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya
perlukaan.
9. Thrombo embolic complication
Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
10. Pressure sore (borok akibat tekanan)
Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis
pada jaringan superficial
11. Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat
berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus atau selama operasi.
12. Nekrosis avaskuler
Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen
tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
13. Kerusakan arteri
Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri,
pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada
kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen).
14. Syock
Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat
sehingga terjadilah syock.
15. syndrome compartment
Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat
peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan
dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan
berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak
adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan,
pucat atau cyanosis, kaku dan paresis.

2.1.9 Pemeriksaan Penunjang (Doenges, 2010)
1. Pemeriksaan rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Skan tulang, scan CT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel.
5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beeban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multipel, atau cidera hati.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Manifestasi klinis fraktur femur hampir sama pada klinis fraktur umum
tulang panjang seperti nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas atas karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur, krepitus, pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur, tanda ini bisa baru
terjadi setelah beberapa jam / hari setelah cedera.

2.2.2 Anamnesa
1. Identitas klien
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama fraktur femur adalah rasa nyeri yang hebat.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident : Faktor presipitasi nyeri adalah trauma pada bagian
paha.
2) Quality of Paint : Rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien
bersifat menusuk-nusuk.
3) Region : Rasa sakit bisa reda dengan immobilisasi atau dengan istirahat,
rasa sakit tidak menjalar atau menyebar, dan rasa sakit terjadi di bagian
paha yang mengalami patah tulang.
4) Severity (Scale) of Pain : Rasa nyeri yang dirasakan klien secara subjektif
antara skala 2-4 pada rentang skala pengukuran 0-4.
5) Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.

2.2.3 Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha,
pertolongan apa yang telah didapatkan, apakah sudah berobat ke dukun? Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit-penyakit tertentu seperti Kanker Tulang dan penyakit Pagets yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit Diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya
Osteomyelitis akut maupun kronik dan juga Diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit patah tulang paha adalah
faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.


4. Riwayat Psikososial Spiritual
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga / masyarakat.
5. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan
akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body
image).

2.2.4 Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum:
1) Kesadaran penderita: apatis, spoor, koma, gelisah, compos mentis,
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi
maupun bentuk.
2. B
1
(Breathing)
Pada klien dengan fraktur femur pemeriksaan pada sistem pernapasan inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorax didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi nafas tambahan.
3. B
2
(Blood)
Inspeksi : tidak tampak iktus jantung. Palpasi : nadi meningkat, iktus tidak
teraba. Auskultasi : suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
4. B
3
(Brain)
Tingkat kesadaran, biasanya compos mentis
Muka : wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tidak ada edema.
Mata : tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (apabila klien
dengan patah tulang tertutup, karena tidak terjadi perdarahan). Pada klien
dengan fraktur terbuka dengan banyaknya perdarahan yang keluar biasanya
konjungtiva didapatkan anemis.
Sistem sensorik, pada klien faktur femur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul
gangguan, begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu
juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
5. B
4
(Bladder)
Kaji keadaan urine meliputi warna, jumlah dan karakteristik urine termasuk
berat jenis urine, biasanya klien fraktur femur tidak ada kelainan pada sistem
urine.
6. B
5
(Bowel)
Abdomen.
Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : turgor baik, tidak ada depands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : suara tymphani.
Auskultasi : peristaltic usus normal 20 kali / menit.
Inguinal-Genetalia-Anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lympe, tak
ada kesulitan BAB
7. B
6
(Bone)
Adanya fraktur pada femur akan mengganggu secara lokal baik fungsi motorik,
sensorik dan peredaran darah.
Look : Sistem Integumen : terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, edema, nyeri tekan. Didapatkan adanya
pembengkakan hal-hal yang tidak biasa (abnormal), deformitas,
perhatikan adanya kompartemen sindrom pada lengan bagian
distal fraktur femur. Apabila terjadi open fraktur di dapatkan
adanya tanda-tanda trauma jaringan lunak sampai pada
kerusakan integritas kulit. Pada fraktur oblik, spiral atau bergeser
yang mengakibatkan pemendekan batang femur. Adanya tanda-
tanda cidera dan kemungkinan keterlibatan bekas neurovaskuler
(saraf dan pembuluh darah). Paha seperti bengkak/edema.
Perawat perlu mengkaji apakah dengan adanya pembengkakan
pada tungkai atas yang mengganggu sirkulasi peredaran darah ke
bagian bawahnya. Terjebaknya otot, lemak, saraf dan pembuluh
darah dalam sindroma kompartemen pada fraktur femur adalah
perfusi yang tidak baik pada bagian distal pada jari-jari kaki,
tungkai bawah pada sisi fraktur bengkak, adanya keluhan nyeri
pada tungkai, timbulnya bula yang banyaknya menyelimuti
bagian bawah dari fraktur femur.
Feel : Adanya nyeri tekan (tenderness) dan krepitasi pada daerah paha.
Move : Terdapat keluhan nyeri pada pergerakan

2.2.5 Pola Fungsi
1. Pola persepsi- pemeliharaan kesehatan
Pada pengumpulan data tentang persepsi dan pemeliharaan kesehatan yang
perlu di tanyakan dan pada pasien antara lain persepsi terhadap penyakit atau
sakit, persepsi terhadap arti kesehatan, persepsi terhadap penatalaksanaan
kesehatan seperti penggunaan atau pemakaian obat-obatan atau juga dapat
ditanyakan adanya alergi.
2. Pola aktivitas latihan
Pada pengumpulan data ini yang perlu ditanyakan adalah kemampuan dalam
menata diri apabila tingkat kemampuannya 0 berarti mandiri, 1=
menggunakan alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang dan
peralatan, 4= ketergantungan/ tidak mampu, yang dimaksud aktivitas sehari-
hari antara lain seperti makan, mandi, berpakaian, toileting, tingkat mobilitas
ditempat tidur, berpindah, berjalan, berbelanja, memasak, kekuatan otot,
kemampuan ROM (Range of Motion) dan lain-lain.
3. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pola nutrisi dan metabolisme yng ditanyakan adalah diet
khusus/suplemen yang dikonsumsi dan instruksi diet sebelumnya, nafsu
makan, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya
mual-mual, muntah, stomatitis, fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik/turun,
adanya kesukaran menelan, penggunaan gigi palsu atau tidak, riwayat
masalah/penyembuhan kulit, ada tidaknya ruam, kekeringan, kebutuhan
jumlah zat gizinya, dan lain-lain.
4. Pola Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah kebiasaan defekasi
perhari, ada/tidaknya konstipasi, diare, inkontinensia, tipe ostomi yang
dialami, kebiasaan alvi, ada/tidaknya disuria, nocturia, urgensi, hematuri,
retensi, inkontinensia, apakah kateter indwelling atau kateter eksternal,
inkontinensia singkat dan lain-lain.
5. Pola tidur istirahat
Pengkajian pola tidur istirahat ini yang ditanyakan adalah jumlah jam tidur
pada malam hari, pagi, siang, merasa tenang setelah tidur, masalah selama
tidur, adanya terbangun dini, insomnia.
6. Pola kognitif - perceptual
Pada pola ini yang ditanyakan adalah keadaan mental, berorientasi, kacau
mental, menyerang, tidak ada respons, cara bicara normal atau tidak, bicara
berputar-putar atau juga afasia, kemampuan berkomunikasi, kemampuan
mengerti, gangguan pendengaran, penglihatan, adanya persepsi sensorik
(nyeri), perciuman dan lain-lain.
7. Pola toleransi koping stres
Pada pengumpulan ini ditanyakan adanya koping mekanisme yang digunakan
pada saat terjadinya masalah atau kebiasaan menggunakan koping mekanisme
serta tingkat toleransi stress yang pernah atau dimilikinya.
8. Persepsi diri/ konsep diri
Pada persepsi ini yang ditanyakan adalah persepsi tentang dirinya dari
masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, ketakutan atau
penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri
dan identitas tentang dirinya.
9. Pola seksual reproduktif
Pada pengumpulan data tentang pola seksual dan reproduksi ini dapat
ditanyakan periode menstruasi terakhir (PMT), masalah menstruasi, masalah
pap smear, pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah
seksuan yang berhubungan dengan penyakit.
10. Pola hubungan dan peran
Pada pola yang perlu ditanyakan adalah pekerjaan, status pekerjaan,
kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan
terhadap peran yang dilakukan.
11. Pola nilai dan keyakinan
Yang perlu ditanyakan adalah pantangan dalam agama selama sakit serta
kebutuhan adanya rohaniawan dan lain-lain.






















2.2.6 Pohon Masalah

Kecelakaan, trauma, osteoporosis


Fraktur tertutup Trauma pada femur Fraktur terbuka

Bengkak, Tekanan Pembuluh darah, syaraf Kontak dgn Gangguan neuro
Meningkat jaringan lunak rusak lingkungan. luar vaskuler

Denyut nadi menurun Darah mengalir ke Resiko Infeksi Kerusakan
Paralysis nyeri hebat daerah fraktur integritas kulit

Menekan jaringan sekitar Pertumbuhan Bakteri Nyeri
Pembuluh darah
Resiko Infeksi
Iskemia
Lemak keluar ke pembuluh Immobilisasi (traksi)
Kontraktur darah

Jaringan tulang nekrosis Emboli Kerusakan Kerusakan
Nadi menurun Integritas kulit mobilitas fisik
Nekrosis merangsang terjadinya Stenosis
peradangan Sesak Resiko tinggi
trauma











2.2.7 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi, saraf,
cedera neuromuskuler, trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan sirkulasi,
penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor kulit
buruk, terdapat jaringan nekrotis.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon inflamasi
tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit, insisi
pembedahan.
4. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
5. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus.
6. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah/emboli lemak.

2.2.8 Intervensi
Diagnosa 1. Nyeri berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang, kompresi,
saraf, cedera neuromuskuler, trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang, hilang atau beradaptasi
Kriteria Hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat
diadaptasi. Dapat mengidentifikasi aktivitas yang
meningkat kan atau menurunkan nyeri. Klien tidak gelisah.
Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi.
Intervensi :
1) Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cedera.


2) Atur posisi immobilisasi pada paha
Rasional : Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
3) Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkat relaksasi masase.
Rasional : Akan melancarkan peredaran, darah sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
4) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : Mengalihkan perhatian nyerinya dengan hal-hal menyenang kan.
5) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian analgetik untuk menguji keefektifannya. Serta setiap 1-2 jam
setelah tindakan perawat selama 1-2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat
6) Kolaborasi dengan dokter
(1) Pemberian analgetik
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
(2) Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang
Rasional : Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada penurunan
pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi yang baik untuk
penyatuan tulang
(3) Operasi untuk pemasangan fiksasi interna
Rasional : Fiksasi interna dapat membantu immobilisasi fraktur femur
sehingga pergerakan fragmen berkurang




Diagnosa 2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, kerusakan
sirkulasi, penurunan sensasi di buktikan oleh terdapatnya luka/ulserasi, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotis.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyaman hilang, menunjukkan prilaku
untuk mencegah kerusakan kulit dan memudahkan penyembuhansesuai indikasi.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing, kemerahan, perdarahan dan
perubahan warna.
Rasional : memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang
mungkin disebabkan oleh alat.
2) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan
4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptic, balut luka dengan kasa yang
kering dan gunakan plester kertas.
Rasional : teknik aseptic membantu dalam penyembuhan luka dan mencegah
terjadinya infeksi.
5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindak lanjut misalnya debridement
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar pada
area kulit yang normal lainnya.





Diagnosa 3. Resiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respon
inflamasi tekanan, prosedur invasive dan jalur penusukan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan.
Tujuan :Resiko infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak,
demam dan nyeri, luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor, anda-tanda vital
dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan
drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
4) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
5) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
6) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi

Diagnosa 4. Resiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik
Tujuan : Resiko trauma tidak terjadi
Kriteria Hasil : Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
Intervensi :
1) Pertahankan immobilisasi pada lengan atas
Rasional : Meminimalkan rangsang nyeri akibat gesekan akibat fragmen
tulang dengan jaringan lunak di sekitarnya
2) Bila terpasang bebat, sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut
untuk mempertahankan posisi yang netral.
Rasional : Mencegah perubahan posisi dengan tetap mempertahankan
kenyamanan dan keamanan
3) Monitor traksi :
(1) Keadaan kontratraksi
Rasional : Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
Umumnya berat badan klien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu
memberikan kontratraksi
(2) Kesinambungan traksi
Rasional : Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan immobilisasi
fraktur efektif.
(3) Tali traksi tulang
Rasional : Traksi skelet tidak boleh terputus karena akan memudah kan
trauma pada tulang akibat adanya pergeseran tiba-tiba fragmen tulang.
(4) Pemberat traksi
Rasional : Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksud kan
intermitten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah
garis resultanta tarikan harus dihilangkan. Pemberat harus tergantung
bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
(5) Posisi anatomis paha klien
Rasional : Tubuh klien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat
tidur ketika traksi dipasang
(6) Tali tidak boleh macet
Rasional : Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol
atau kaki tempat tidur.

4) Kolaborasi pemberian antibiotika
Rasional : Antibiotic bersifat baketrisida/baktiostatik untuk membunuh/
menghambat perkembangan kuman
5) Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan dengan
lokal/sistemik, seperti peningkatan nyeri edema).
Rasional : Menilai perkembangan masalah klien

Diagnosa 5. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan penurunan aliran darah, cedera vaskuler langsung, edema berlebihan,
pembentukan thrombus.
Tujuan : Resiko tinggi terhadap neurovaskuler tidak menjadi actual
Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan di buktikan oleh terabanya
nadi, kulit hangat/kering, sensasi biasa, sensasi normal, tanda-tanda vital stabildan
haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
Intervensi :
1) Lepaskan perhiasaan dari ekstremitass yang sakit
Rasional : dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
2) Evaluasi adanya/kualitas nadi periver distal terhadap cedera melalui palpasi.
Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit.
Rasional : penurunan/tak adanya nadi dapat menggambarkan cedera
vaskulerdan perlunya evaluasi medic segera terhadap status sirkulasi.
3) Kaji aliran kapiler, warna kulit dan pada fraktur
Rasional : kembalinya warna harus cepat (3-5 detik), warna kulit putih
menunjukkan gangguan arterial sianosis diduga ada gangguan vena.
4) Lakukan pengkajian neuromuskuler, perhatikan adanya perubahan fungsi
motor/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri/ketidaknyaman.
Rasional : gangguan perasaan kebas, kesemutan, peningkatan/penyebaran
nyeri terjadi bila sirkulasi pada syaraf tidak adekuat/syaraf rusak.
5) Tes sensasi syaraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu jari
pertama dan kedua, dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila
diindikasikan.
Rasional : panjang dan posisi syaraf perineal meningkatkan resiko cedera
pada fraktur kaki, edema atau sindrom kompartemen atau malposisi alat traksi
6) Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tertekan. Sedikit
keluhan rasa terbakar dibawah gips.
Rasional : factor ini di sebabkan atau mengindikasikan tekanan jaringan atau
iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrotik
7) Pertahankan peningkatkan ekstremitas yang cedera kecuali di
kontraidikasikan dengan menyakinkan adanya sindrom kompartemen
Rasional : meningkatkan drainese vena/menurunkan edema
8) Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba
Rasional : dislokasi fraktur sendi (terutama lutut) dapat merusak arteri yang
berdekatan, dengan akibat hilangnya aliran darah kedistal.
9) Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit
dingin, perubahan mental.
Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi system
perfusi jaringan
10) Kolaborasi berikan kompres es di sekitar fraktur sesuai indikasi
Rasional : menurunkan edema/pembentukan hematoma, yang dapat
mengganggu sirkulasi

Diagnosa 6. Resiko tinggi terhadap kerusakan gas berhubungan dengan
perubahan aliran darah/emboli lemak.
Tujuan :Tidak terjadi/menjadi actual terhadap kerusakan pertukaran gas.
Kriteria hasil : Mempertahankan pernafasan adekuat, dibuktikan oleh tidak
adanya dispnea/sianosis, frekuensi pernafasan dan GDA dalam batas normal
Intervensi :
1) Awasi frekuensi pernafasan dan upanya. Perhatikan stridor dan penggunaan
otot bantu serta terjadinya sianosis sentral.
Rasional : takipnea, dispnea dan perubahan dan mungkin hanya indicator
terjadinya emboli paru pada tahap awal. Masih adanya tanda/gejala
menunjukkan distress pernafasan luas/cenderung kegagalan.


2) Auskultrasi bunyi nafas perhatikan terjadinya ketidaksamaan.
Rasional : perubahan dalam bunyi advestisius menunjukkan terjadinya
komplikasi pernafasan.
3) Atasi jaringan cedera/tulang dengan lembut, khususnya dalam beberapa hari
pertama.
Rasional : ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak yang erat
berhubungan dengan fraktur
4) Instruksikan dan bantu dalam latihan nafas dalam dan batuk, reposisi dengan
sering.
Rasional : meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada paru.
5) Perhatikan peningkatan kegelisahan, letargi, stupor dan kacau.
Rasional : gangguan pertukaran gas/ adanya emboli pada paru dapat
menyebabkan penyimpangan pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya
hipoksemia/asidosis.
6) Observasi sputum untuk tanda adanya darah
Rasional : hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru
7) Inspeksi kulit untuk adanya petekie diatas garis putting pada aksila, meluas
pada abdomen/tubuh dan mukosa mulut.
Rasional : ini adalah karakteristik paling sering dari tanda emboli lemak yang
tampak dalm 2-3 hari setelah cedera.
8) Kolaborasi bantu dalam spirometri insertif
Rasional : memaksimalkan ventilasi/oksigen dan meminimalkan atelektasis.









DAFTAR PUSTAKA

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A
Nursing Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.
Anderson, Sylvia Price. 1985. Pathofisiologi Konsep Klinisk Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius. FKUI.
Muttaqin, Arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Sistem Muskuloskletal. Edisi 1.



















BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PADA Tn. s
DENGAN OPEN FRACTURE FEMUR DEXTRA DI RUANG IGD
RS. PHC SURABAYA


3.1 Pengkajian
3.1.1 Biodata
Nama : Tn.S
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kemangsen Selatan, Surabaya
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Tgl MRS : 31 Mei 2014, jam : 11.00
Tgl Pengkajian : 31 Mei 2014, jam : 11.30
Diagnosa : OF Genu Sinistra + OF Femur Dextra

3.1.2 Riwayat Keperawatan
1. Keluhan utama : Nyeri
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan mengalami kecelakaan lalu lintas tertabrak truk pada pukul
10.30 WIB. Setelah terjadinya kecelakaan pasien tidak mengalami mual dan
muntah. Pasien datang dengan keadaan sadar, GCS 4 5 6. Pasien mengatakan
nyeri tekan pada bagian pergelangan tangan kiri. Pada bagian paha sebelah
kanan pasien tidak dapat digerakkan dan terdapat patah tulang terbuka. Nyeri
dengan skala 9-10. Terdapat jejas pada bagian dada dan kaki. Terdapat abrasi
pada bagian leher.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pasien mengatakan baru pertama kali di rawat di rumah sakit ini.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki penyakit
menurun dan menular serta tidak memiliki riwayat penyakit seperti yang
diderita pasien.

3.1.3 Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Kesadaran : Compos Mentis , GCS 456, pasien sadar.
2. Tanda-tanda vital
Pukul 11.30 WIB:
S : 37
0
C
N : 87 x/m
TD : 144/83 mmHg
RR : 20 x/m
Pukul 11.50 WIB:
S : 37
0
C
N : 86 x/m
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/m
Pukul 12.10 WIB:
S : 37
0
C
N : 86 x/m
TD : 90/80 mmHg
RR : 20 x/m
3. Body system
1) B1 (BREATHING)
Tidak ada pernafasan cuping hidung frekuensi pernafasan 20 x/m, pasien
tidak sesak. Ekspansi paru sama pada kedua sisi paru. Perkusi sonor, saat
auskultasi suara nafas vesikuler. Pasien terpasang 0
2
nassal 3 lpm. SPO
2
99%.

2) B2 (BLEEDING)
Tidak ada nyeri dada, TD ketika datang 144/88 mmHg, nadi 87 kali/menit,
terdapat abrasi pada bagian thorax 2 x 2 cm.
3) B3 (BRAIN)
Kesadaran compos mentis, GCS 4 5 6, pupil 2/2 x/x, pada leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, terdapar abrasi pada bagian leher, konjunctiva
anemis.
4) B4 (BLADDER)
Saat pengkajian pasien BAK melalui kateter sebanyak 100 ml, berwarna
kuning. Terpasang kateter nomor 16.
5) B5 (BOWEL)
Mukosa mulut kering, auskultasi bising usus 12 x/m, bentuk abdomen
simetris, turgor baik, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada kesulitan
BAB, tidak ada pembesaran organ hepar.
6) B6 (BONE)
Ekstermitas atas dan bawah masih bisa digerakkan namun pada bagian
pergelangan tangan kiri terdapat nyeri tekan, kulit pucat, akral dingin,
terdapat jejas pada lutut bagian kiri, terdapat patah tulang terbuka pada
paha bagian kanan. Adanya kerusakan integritas kulit pada kaki bagian
kanan. Tampak kemerahan di sekitar luka.

3.1.4 Pola fungsi kesehatan
1. Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit
Keluarga pasien mengatakan bahwa diberikan kabar bahwa pasien
mengalami kecelakaan tertabrak truk di Berowo. Keluarga kemudian segera
menuju ke rumah sakit dan baru mengetahui keadaan pasien setelah sampai di
rumah sakit. Keluarga mengatakan bahwa musibah yang dialami pasien
adalah kehendak Allah. Keluarga pasrah terhadap kondisi pasien saat ini.



2. Nutrisi dan metabolisme
Keluarga pasien mengatakan pasien makan 3 kali sehari. Jenis makanan
nasi putih, sayur dan lauk seadanya. Nafsu makan pasien baik. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki alergi apapun. Keluarga
pasien mengatakan minum sehari-hari air putih (1000-1500 ml/hari), keluarga
pasien mengatakan pasien tidak mengkonsumsi jamu-jamu di toko. Namun,
saat berada di IGD pasien dipuasakan karena pasien akn menjalani operasi.
3. Pola tidur dan istirahat
Keluarga pasien mengatakan pasien biasa tidur pukul 21.00-04.30 wib, pasien
biasa tidur siang. Pasien tidak mengalami gangguan pada pola tidurnya.
4. Kognitif-perseptual
Pada saat pengkajian pasien masih sadar, GCS 4 5 6. Pasien masih bisa
menjawab dengan baik ketika ditanya oleh dokter maupun perawat. Pasien
masih mengingat bagaimana terjadinya kecelakaan yang dialami klien.
5. Persepsi dan konsep diri
Pasien adalah laki-laki berusia 57 tahun.
6. Peran dan hubungan komunikasi
Peran pasien dalam keluarga adalah kepala keluarga. Keluarga mengatakan
hubungan dengan keluarga dan masyarakat di tempat tinggal pasien baik.
7. Aktivitas dan kebersihan diri
Kegiatan pasien sehari-hari bekerja di kantor. Ketika waktu luang kegiatan
pasien menonton TV dan berkumpul bersama keluarga. Dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari seperti makan, minum, mandi dan mobilisasi pasien
dapat dilakukan secara mandiri. Saat di IGD pasien sadar, namun hanya dapat
berbaring karena mengeluhkan nyeri pada bagian kaki yang mengalami patah
tulang terbuka.
8. Koping-toleransi stress
Pasien dan keluarga pasrah terhadap kondisi pasien saat ini. Namun keluarga
tetap percaya dan menyerahkan pada Tuhan dan terus berdoa demi
kesembuhan pasien.

9. Nilai dan pola keyakinan
Keyakinan yang dianut pasien adalah ISLAM

3.1.5 Pemeriksaan penunjang
1. Foto Thorax Pada tanggal 31 Mei 2014
Hasil foto thorax normal, tidak ada kelainan pada bagian thorax.
3. Foto Rontgen Femur Dextra Pada tanggal 31 Mei 2014
Hasil foto rontgen pada bagian femur terdapat open fraktur.
5. Pemeriksaan EKG Pada tanggal 31 Mei 2014
Normal ECG, Sinus Rhytm, Nadi 88 x/menit.

3.1.6 Terapi
1. Inf. NaCl 20 tpm
2. Inj. Tetagram 1 amp
3. Inj. Ketorolac 1 amp
4. Inj. Ceftriaxon 1 mg
5. O
2
3 liter per menit

3.2 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds :
Pasien mengatakan kaki terasa nyeri.
Terdapat luka serta patah tulang terbuka
pada bagian paha sebelah kanan.

Do :
1. Terdapat open fraktur femur dextra
2. Kemerahan di sekitar luka
3. Tanda-tanda vital :
S : 37
0
C
N : 87 x/m
Luka /
kerusakan pada
jaringan kulit
Resiko
Infeksi
TD : 144/83 mmHg
RR : 20 x/m

Ds :
Pasien mengatakan luka pada kaki sebelah
kanannya terasa nyeri.

Do :
1. Skala nyeri 10
2. Terdapat open fraktur femur dextra
3. Tanda-tanda vital :
S : 37 0 C
N : 87 x/m
TD : 144/83 mmHg
RR : 20 x/m
Trauma pada
jaringan.
Nyeri

3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka / kerusakan pada jaringan
kulit.
2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma pada jaringan.

3.4 Intervensi
Diagnosa 1. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka / kerusakan pada
jaringan kulit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit, resiko
infeksi tidak menjadi actual
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus, kemerahan, bengkak, demam
dan nyeri
2. Luka bersih, tidak lembab dan tidak kotor
3. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleran.
Intervensi :
1) Pantau tanda-tanda vital
Rasional : mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
meningkat.
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
Rasional : mencegah kontaminasi silang
3) Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infuse, kateter dan
drainase luka.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi nasokomial.
4) Infeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan
Rasional : untuk mengetahui adanya infeksi
5) Kaji tonus otot, reflex tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : kekauan otot, spasme tonik otot rahang dan difagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
6) Observasi luka untuk pembentukan krepitasi dan perubahan warna kulit.
Rasional : tanda perkiraan infeksi

Diagnosa 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma pada jaringan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 30 menit, nyeri
berkurang, hilang atau beradaptasi
Kriteria Hasil :
1. Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi.
2. Klien tidak gelisah.
3. Skala nyeri 2-4 atau teradaptasi.
Intervensi :
1) Kaji terhadap nyeri dengan skala 6-9
Rasional : Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji dengan
menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat
cedera.


2) Atur posisi immobilisasi pada paha
Rasional : Immobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen
tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha.
3) Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkat relaksasi masase.
Rasional : Akan melancarkan peredaran, darah sehingga kebutuhan O2 oleh
jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
7) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut
Rasional : Mengalihkan perhatian nyerinya dengan hal-hal menyenang kan.
8) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah
pemberian analgetik untuk menguji keefektifannya. Serta setiap 1-2 jam
setelah tindakan perawat selama 1-2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
objektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat
9) Kolaborasi dengan dokter
(4) Pemberian analgetik
Rasional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
(5) Pemasangan traksi kulit atau traksi tulang
Rasional : Traksi yang efektif akan memberikan dampak pada penurunan
pergeseran fragmen tulang dan memberikan posisi yang baik untuk
penyatuan tulang
(6) Operasi untuk pemasangan fiksasi interna
Rasional : Fiksasi interna dapat membantu immobilisasi fraktur femur
sehingga pergerakan fragmen berkurang




3.5 Implementasi
Data Implementasi Respon
Diagnosa 1. Resiko
infeksi berhubungan
dengan adanya luka /
kerusakan pada
jaringan kulit.

Ds :
Pasien mengatakan kaki
terasa nyeri. Terdapat
luka serta patah tulang
terbuka pada bagian
paha sebelah kanan.

Do :
1. Terdapat open fraktur
femur dextra
2. Kemerahan di sekitar
luka
3. Tanda-tanda vital :
S : 37
0
C
N : 87 x/m
TD : 144/83 mmHg
RR : 20 x/m

Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x
30 menit, resiko infeksi
tidak menjadi aktual
1) Memantau tanda-tanda
vital














2) Melakukan perawatan
luka dengan teknik
aseptic

3) Menganalisa kulit
untuk adanya iritasi
atau robekan

5) Kaji tonus otot, reflex
tendon dalam dan
kemampuan untuk
berbicara.

Pukul 11.30 WIB:
S : 37
0
C
N : 87 x/m
TD : 144/83 mmHg
RR : 20 x/m
Pukul 11.50 WIB:
S : 37
0
C
N : 86 x/m
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/m
Pukul 12.10 WIB:
S : 37
0
C
N : 86 x/m
TD : 90/80 mmHg
RR : 20 x/m

Pasien merintih
kesakitan ketika
dilakukan perawatan
luka.
Pasien mengatakan
terdapat patah tulang
terbuka pada bagian
paha.
Pasien masih dapat
berbicara dengan lancar.
Pasien tidak dapat
menggerakkan kakinya.

Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-
tanda infeksi seperti
pus, kemerahan,
bengkak, demam
dan nyeri
b. Luka bersih, tidak
lembab dan tidak
kotor.
c. Tanda-tanda vital
dalam batas normal
atau dapat
ditoleran.
6) Observasi luka untuk
pembentukan krepitasi
dan perubahan warna
kulit.
Terdapat kemerahan
pada kulit sekitar luka.
Diagnosa 2. Nyeri
berhubungan dengan
adanya trauma pada
jaringan.

Ds :
Pasien mengatakan luka
pada kaki sebelah
kanannya terasa nyeri.

Do :
1. Skala nyeri 10
2. Terdapat open
fraktur femur dextra
3. Tanda-tanda vital :
S : 37
0
C
N : 87 x/m
TD : 144/83 mmHg
1) Kaji terhadap nyeri
dengan skala 6-9

2) Atur posisi
immobilisasi pada
paha.


3) Ajarkan relaksasi:
Teknik-teknik untuk
menurunkan
ketegangan otot
rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkat
relaksasi masase.
.

Skala nyeri 10


Pasien bersedia
dilakukan immobilisasi
pada paha. Dilakukan
pemasangan traksi pada
paha.
Pasien melakukan
teknik relaksasi dengan
cara menarik napas
panjang ketika
merasakan nyeri.





RR : 20 x/m

Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x
30 menit, nyeri
berkurang, hilang atau
beradaptasi

Kriteria Hasil :
1. Secara subjektif
melaporkan nyeri
berkurang atau dapat
diadaptasi.
2. Klien tidak gelisah.
3. Skala nyeri 2-4 atau
teradaptasi.
4) Observasi tingkat
nyeri, dan respon
motorik klien, 30
menit setelah
pemberian analgetik
untuk menguji
keefektifannya. Serta
setiap 1-2 jam setelah
tindakan perawat
selama 1-2 hari.
5) Kolaborasi dengan
dokter :
a. Pemberian analgetik


b. Pemasangan traksi
kulit atau traksi tulang

Pasien mengatakan
masih terasa nyeri,
namun sudah sedikit
tenang .








Nyeri yang dirasakan
pasien sudah sedikit
berkurang.
Traksi dipasangkan
sejak pasien datang
sampai dengan sebelum
pasien menjalani
operasi.

You might also like