You are on page 1of 21

PREPARAT

SYNDROM LOBUS PARIETAL



SINDROM PARIETAL LOBES


Otak merupakan pusat dari keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan
mendorong kesehatan tubuh serta menunjang kesehatan mental. Otak dibagi
menjadi empat bagian, yaitu:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Cerebrum membuat manusia memiliki kemampuan berpikir, analisa, logika,
bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual, kecerdasan
intelektual atau IQ. Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang
disebut Lobus, yaitu: Lobus Frontal, Lobus Parietal, Lobus Temporal,
Lobus Occipital. Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu belahan otak
kanan dan belahan otak kiri.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Terletak di bagian belakang kepala. Cerebellum mengontrol fungsi otomatis
otak, mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, koordinasi otot dan
gerakan tubuh, menyimpan dan melaksanakan serangkaian gerakan otomatis
yang dipelajari.
3. Brainstem (Batang Otak)
Berada di kepala bagian dasar dan memanjang ke tulang punggung atau
sumsum tulang belakang. Bagian ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or
flight. Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu: Mesencephalon, Medulla
oblongata, Pons.
4. Limbic System (Sistem Limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus
dan korteks limbik. Berfungsi untuk menghasilkan perasaan, mengatur
produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan
seks, pusat rasa senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.

Lobus parietal merupakan bagian dari cerebral korteks yang terletak
dibawah tulang tengkorak parietal. Dalam lobus parietal terdiri atas beberapa
bagian penting, yaitu postcentral gyrus, superior parietal lobule, parietal
operculum, supramarginal gyrus, dan angular gyrus. Hanya saja untuk angular
dan supramarginal gyrus sering disebut sebagai inferior parietal lobe. Lobus
parietal dapat dibagi menjadi dua zona fungsi, yaitu zona anterior yang terdiri
dari postcentral gyrus dan parietal operculum, dan zona posterior yang terdiri
dari superior parietal lobule dan inferior parietal lobe. Zona anterior dikenal
sebagai somatosensory cortex, dan zona posterior dikenal sebagai posterior
parietal cortex. Lobus parietal, terutama dalam inferior parietal memiliki peranan
yang besar terhadap evolusi manusia. Lobus parietal memiliki dua fungsi, baik dari
sisi anterior dan posterior, yaitu fungsi yang pertama adalah untuk sensasi somatik
dan persepsi, fungsi yang kedua adalah masukan dari somatik dan daerah visual
serta dari daerah indera lainnya, kebanyakan untuk mengendalikan pergerakan.

Lobus parietal menerima sinyal dari area lain otak seperti penglihatan,
pendengaran, motorik, sensorik, dan memori. Disini memori dan informasi sensorik
baru diterima, dan diberi arti. Masalah apa saja yang timbul jika lobus ini rusak?
1. Tidak mampu memberi nama pada obyek tertentu(Anomia).
2. Tidak mampu memberi perhatian pada lebih dari satu objek pada satu waktu.
3. Ketidakmampuan membaca(Alexia).
4. Kesulitan membedakan sisi kanan dan kiri.
5. Bermasalah dengan matematika (Dyscalculia)...
6. Ketidakmampuan dalam koordinasi mata dan tangan.

Fungsi lobus parietal
1. Gyrus postcentral : merupakan kortek sensoris yang menerima jaras afferent
dari posisi, raba dan gerakan pasif.
2. Gyrus angularis dan supramarginal : hemisfer dominan merupakan bagian
area bahwa Wernics, dimana masukkan auditori dan visual di integrasikan.
Lobus non dominan penting untuk konsep " body imge", dan sadar akan
lingkungan luar.
3. Kemampuan untuk kontruksi bentuk, menghasilkan visual atau ketrampilan
proprioseptik. Lobus dominan berperan pada kemampuan menghitung atau
kalkulasi. Jaras visual radiatio optika melalui bagian dalam lobus parietal.

Gangguan lobus parietal
1. Gangguan korteks sensoris dominan / non - dominan menyebabkan
kelainan sensori kortikal berupa gangguan : sensasi postural, gerakan pasif,
lokalisasi akurat raba halus, " two points discrimination", astereognosia,"
sensory inattention"
2. Gyrus angularis dan supramarginal : aphasia Wernicke's
3. lobus non - dominan : anosognosia (denies), dressing apraksia, geografikal
agnosia, konstruksional apraksia.
4. Lobus dominan : Gerstsman sindroma : left & right disorientasi, finger
agnosia, akalkuli dan agrafia.
5. Gangguan radiasio optika : homonim kuadrananopsi bawah.

Symptom-symptom yang terkait dengan lobus parietal adalah sebagai berikut.
1. Somatosensory Symptoms of Parietal Lobe Lesions.
Somatosensory symptoms terkait dengan kerusakan gyrus postcentral (area 1,
2, 3a, dan 3b) dan korteks yang berdekatan (area PE dan PF):
1. Somatosensory Thresholds. Kerusakan pada gyrus postcentral biasanya
terkait dengan perubahan batas somatosensori. lesions of the postcentral
gyrus menghasilkan symptom yang disebut Afferent paresis, yaitu gerakan
jari yang kikuk karena seseorang kehilangan feedback yang diperlukan
tentang posisi mereka dengan tepat
2. Somatoperceptual Disorders. Gangguan somatoperceptual ini dapat
mengalami extinction yang paling sering dikaitkan dengan kerusakan pada
korteks sekunder somatik (daerah PE dan PF), terutama di daerah lobus
parietalis.
3. Blind Touch. Orang yang menderita blind touch dapat mengidentifikasi
lokasi dari stimulus visual meskipun kadang mereka menyangkal apa
yang dilihatnya. Memiliki kerusakan besar pada area PE, PF, dan
beberapa dari PG, menghasilkan anestesi lengkap dari sisi kanan tubuh yang
begitu parah bahwa ia bertanggung jawab untuk memotong atau membakar
dirinya sendiri tanpa menyadari hal itu.
4. Somatosensory Agnosia. Ada 2 tipe yaitu Astereognosis yaitu
ketidakmampuan untuk merekognisi secara natural objek yang
disentuhnya; Asomatognosia yaitu kehilangan kemampuan untuk
mengenali dirinya sendiri dan merasakan tubuhnya sendiri.
5. Asomatognosia terbagi 4 yaitu anosognosia adalah ketidaksadaran atau
menolak terhadap penyakit; anosodia phoria adalah acuh tak acuh
terhadap penyakit yang diderita; autotopagnosia adalah ketidakmampuan
untuk mengetahui lokasi dan nama-nama dalam tubuhnya; asymbolia for
pain yaitu kurangnya reaksi yang normal terhadap penyakit.

6. Symptoms of Posterior Parietal Damage:
1. Balints Syndrome. Balint menerangkan seseorang yang terkena balint
syndrome memiliki kerusakan di bilateral parietal yang berasosiasi dengan
symptom peculiar visual. 3 symptom yang biasa muncul pada pasien ini
adalah :
1. walaupun secara spontan dia melihat lurus ke depan ke arah stimulus yang
berada di depannya namun dia menatap 35-45 derajat ke arah kanan dan
mempersepsikan bahwa tatapannya sesuai dengan arah yang ia tuju.
2. ketika atensi telah tertuju pada satu objek maka tidak ada stimulus lain
yang dapat diterimanya.
3. pasien yang sudah parah mengalami penurunan dalam mencapai kendali atas
panduan visual.
4. Collateral neglect dan symptom lain dari kerusakan lobus parietal kanan.
Perceptual disorder yang mengikuti kerusakan parietal kanan
dideskripsikan oleh John Hughlings-Jackson pada tahun 1874. Biasanya
terdapat kerusakan pada visual, auditori, dan stimulasi somaesthetic
(somatosensory) pada sisi tubuh dan/atau ruang yang berseberangan dengan
lesion, yang diikuti dengan adanya penyangkalan terhadap kekurangan
yang dirasakan. Kesembuhan melewati dua tahapan.
1. Allesthesia, dikarakteristikkan dengan individu mulai merespon stimulus
pada sisi yang rusak, tetapi merespon stimulus tersebut seakan-akan stimulus
tersebut berada pada sisi yang baik.
2. simultaneous extinction: individu merespon stimulus pada sisi yang rusak
sampai sekarang ini kecuali kedua sisi distimulasi secara bersamaan,
dimana individu menyadari hanya stimulasi pada sisi ipsilateral pada
lesion. Symptom lain yang lazim dari lesion lobus parietal kanan telah
dijelaskan oleh Warringtondan koleganya, pasien dengan lesion parietal
kanan sangat buruk dalam mengenali objek yang tidak terlihat dari gambaran
yang familiar, walaupun mereka dapat mengenali objek-objek dengan
gambaran yang familiar. Warrington menyimpulkan bahwa kekurangan
tidak dalam bentuk gestalt, atau konsep, melainkan klasifikasi perceptual,
mekanisme untuk mengkategorikan informasi sebagai bagian dari konsep.
3. Gerstmann syndrome dan symptom lain parietal kiri. Pada tahun 1924,
Joseph Gerstmann mendeskripsikan seorang pasien dengan symptom yang
tidak biasa mengikuti stroke parietal kiri: finger agnosia, pasien tidak
mampu untuk mengenali jari-jari pada tangan yang lain. Penemuan ini
sangat menarik perhatian dan dalam tahun-tahun berikutnya symptom lain
dilaporkan terkait dengan finger agnosia, termasuk right-left confusion,
agraphia (ketidakmampuan untuk menulis) dan acalculia
(ketidakmampuan untuk menampilkan operasi matematika). Keempat
symptom ini secara bersama dikenal dengan Gerstmann syndrome.
4. Apraxia dan lobus parietal. Apraxia adalah suatu gangguan pergerakan
dimana terdapat kehilangan keterampilan gerakan yang tidak disebabkan oleh
kelemahan, ketidakmampuan untuk bergerak, abnormal posture, kemunduran
intelektual, pemahaman yang buruk, atau gangguan lain dalam gerakan
misalnya tremor. Terdapat banyak jenis dari apraxia, tetapi hanya akan
disebutkan dua diantaranya yaitu: ideomotor apraxia (pasien tidak
mampu meniru gerakan atau membuat gesture) dan constructional apraxia
(gangguan visuomotor dimana pasien tidak dapat menampilkan aktivitas
seperti menyusun, membangun, dan menggambar). kedua gangguan ini
dapat dilihat sebagai gangguan pergerakan yang berasal dari gangguan
koneksi parieto-frontal kendali gerakan.
Sindroma Balint

Sindroma Balint merupakan salah satu gangguan yang muncul akibat
kerusakan di lobus parietal. Gangguan-gangguan pada lobus parietal ini sangat
banyak dan biasanya mempengaruhi fungsi integrasi informasi sensori dan dalam
mengkonstruk sistem koordinasi spasial untuk merepresentasikan dunia.
Sindroma Balint merupakan sindroma yang timbul karena kerusakan kedua
sisi lobus parietal, yang pertama kali ditemukan oleh seorang dokter Hungaria
bernama Reszo Balint pada tahun 1909. Saat itu ia menyadari bahwa pasiennya
memiliki keterbatasan dalam penglihatannya dimana pesien tidak dapat melihat lebih
dari satu obyek pada waktu yang bersamaan, disertai ataksia optik, dan
ketidakmampuan pasien untuk menjangkau obyek yang letaknya berhadapan dengan
dirinya. (Mendez, 2000).
Syndrom Balint muncul karena adanya gangguan pada otak, tepatnya di lobus
parietal, dimana penderita akan mengalami perubahan dalam fungsi emosional-
motivasional, body and visual-spatial neglect, juga kecerobohan, dan
diosorganisasi visual-spatial. Gangguan spasial atensi (simultanagnosia), tidak
berfungsinya tangan secara efektif tangan dan gerakan kaki di bawah kendali
visual (optic ataxia), dan memperoleh apraxia oculomotor yang konsisten
dengan sindrom Balint tersebut. Simultanagnosia yang terjadi pada pasien pasien
tersebut ternyata tidak terpengaruh terhadap lapang pandang yang dimilikinya ;
karena pada pemeriksaan lebih lanjut, tampak lapang pandang intak dengan
pemeriksaan menggunakan satu obyek ; dan dari penelitian lebih lanjut tampak
bahwa simultanagnosia juga tidak terpengaruh terhadap besar obyek yang dilihat ;
jadi pasien dapat saja melihat entah itu semut atau gajah selama hanya satu obyek
tunggal (Rizzao, 2002)



Etiologi dan Anatomi sindroma Balint
Secara anatomi, tidak hanya lesi yang dapat menyebabkan hemispasial neglect
( utamanya pada daerah perbatasan temporoparietal ) yang dapat menyebabkan
sindroma ini, tapi juga lesi lesi bilateral yang memiliki jaras penghubung pada area
asosiasi posterior didaerah kortek. Lesi didaerah oksipitoparietal, yang mengenai
gyrus angularis pada lobus oksipital dorsorostral, lalu area precuneus juga dapat
menyebabkan sindroma ini, dengan penyebaran kearea girus temporalis superior.
(Mendez, 2000)
Apabila sindroma Balint terjadi tanpa hemispasial neglect, maka
kemungkinan penyebab terbesar, kerusakan melibatkan daerah kuneus dan prekuneus
dari perbatasan parieto-oksipital, dan girus angularis pada kedua belah sisi otak besar.
(Rizzao, 2002)
Keterlibatan girus parieto-oksipital dalam hal ini, dapat terjadi akibat stroke
akibat emboli jantung, penetrasi peluru, dan hal hal lainnya ; hal ini disebabkan
karena girus ini terletak pada daerah yang diperdarahi arteri otak bagian medial dan
posterior, sehingga sebab sebab lainnya yang disebut diatas dapat pula mencakup
akibat hipoperfusi cerebral secara global, oligemia yang disebabkan hipoksia,
hiperglikemia, peningkatan asidosis laktat disepanjang daerah tersebut.(Rizzao, 2002)
Suatu keadaan yang timbul terkait dengan operasi by-pass jantung yang dijalani
pasien, sehingga yang bersangkutan mengalami syok kardiogenik sehingga
menyebabkan hipotensi dan hipoksia sering terjadi dan memicu timbulnya sindroma
Balint yang tidak disadari. (Al-Khawaja. 2001)
Penyebab lainnya adalah suatu glioma yang bercorak kupu kupu, yang timbul
di satu sisi lobus parietal dan menyebar ke lobus parietal diseberangnya, melewati
korpus kallosum ; apabila dilakukan radiasi pada keadaan tersebut, maka nekrosis
yang timbul akibat radiasi tersebut, dapat juga menyebabkan keadaan ini. ( Liu, 2003)
Penyakit penyakit degeneratif, seperti alzheimer sudah dilaporkan dapat
menyebabkan sindroma Balint. ( Liu, 2003)

Efek Syndrom Balint
Gangguan yang ditimbulkan Balint Sindrom tidak hanya berdampak
pada fisik penderita tetapi juga gangguan pada psikis seperti emosi-motivasi yang
mana si anak menjadi kurang percaya diri dan mengalami masalah dalam self-
esteem karena ketidakmampuannya melakukan fungsi-fungsi tertentu yang
seharusnya bisa dilakukan anak-anak seumurannya.
Seorang yang mengalami syndrom balint akan mengalami kesulitan tertentu
ketika membaca kata-kata yang panjang, mengikuti urutan teks bawah halaman,
menulis kata-kata dalam urutan yang benar, menulis kata-kata dalam baris, dan
menyalin dari papan tulis, kesulitan dalam bernegosiasi dalam lingkungan yang
sibuk seperti di pusat perbelanjaan, sering berjalan ke orang seolah-olah mereka
tidak ada. Ada pemindaian visual yang rusak dan membuatnya kesulitan
mengikuti benda bergerak (misalnya mobil atau pesawat) dan kesulitan
membaca teks. Optic ataxia menyebabkan kesulitan turun dari trotoar serta
ketidakmampuan untuk melangkah ke eskalator bergerak ke bawah. Dia tidak belajar
membaca dengan baik di sekolah dan telah mulai mengembangkan masalah dengan
self esteem dan kepercayaan diri.
Penderita yang mengalami ketidakmampuan pada gangguan visual dan
spasial ternyata juga mengalami permasalahan dalam self-esteem dan kepercayaan
diri. Berarti seorang ahli psikologi yang menangani kasus seharusnya dapat
berkoordinasi dengan ahli medis untuk menangani masalah yang dihadapi pasien dan
kondisi yang sedang dialami pasien. Penderita mengalami kesulitan dalam belajar.
Pada umumnya, kasus seperti ini akan disarankan untuk ditangani oleh ahli psikologi.
Pada kasus seperti ini, seorang ahli psikologi harus mengetahui
neurologi karena kesulitan dalam belajar yang dialami penderita bukan
merupakan dampak gangguan psikologis akan tetapi dampak dari kerusakan
pada lobus parietal yang berarti gangguan fisik. Sehingga seorang ahli psikologi
yang memahami neurologi dapat bertindak secara tepat dan bekerja sama dengan
ahli medis. Jadi, seorang ahli psikologi harus memahami neurologi dengan baik
sehingga dapat menangani permasalahan pasien dengan baik dan tepat.
Kelainan karena terkait dengan kerusakan pada bagian bagian otak. Kelainan
tersebut diantaranya ialah agnosia asosiatif, prosopagnosia, alexia, gangguan lapang
pandang, dan beberapa gangguan kognitif. Dengan banyaknya kelainan penyerta
yang timbul, seringkali pemeriksan kesulitan menegakkan suatu diagnosa sindroma
Balint ; namun Holmes dan Horax mengatakan bahwa, apabila sudah dipenuhi 2
tanda utama dari keadaan ini yaitu gangguan konstriksi atensi pada visual ( yang
mencakup simultanagnosia dan ataksia optik ) serta disorientasi spasial ; maka
penegakkan diagnosa sindroma ini sudah sangat memadai. (Al-Khawaja. 2001)
Bila sindroma ini sudah masuk dalam stadium berat, penderita akan tampak
seperti orang buta, tidak ada reflek ancam, gaya berjalan tampak seperti orang
sempoyongan, dan tidak dapat mempertahankan posisi bila berhadapan dengan lawan
bicaranya secara frontal. Pada pemeriksaan, bila pemeriksaan tenang dan sabar,
dengan meletakkan obyek didepan pasien hingga matanya mampu memfiksasi obyek
tersebut ( tanpa ada obyek lainnya), pasien mulai menyadari dan mampu melihat
obyek tersebut, namun pada saat itu, pasien betul betul tidak akan melihat disekeliling
obyek yang dilihat, sehingga perhatiannya hanya terfokus pada obyek tersebut.
(Moreaud O. 2003)
Pada suatu pemeriksaan sindroma balint yang sudah cukup berat ; pernah
seorang pasien disuruh untuk menggambar suatu obyek diatas kertas gambar.
Keesokan harinya begitu pemeriksa memperlihatkan gambar yang telah dibuat
pasien, dengan sedikit terkesima penuh kekaguman, pasien memiringkan kepalanya,
dan memicingkan matanya, dan berujar kepada si pemeriksa, dokter, saya tidak
melihat gambar apapun yang ada, namun apabila bentuk yang dokter maksud itu
adalah pola dan corakan serat serat kertas yang ada dihadapan saya ; maka corakan
tersebut memang sangat mengagumkan .(Al-Khawaja. 2001)


1. Gangguan konstriksi atensi pada visual : Simultanagnosia
Holmes dan Horax, memeriksa seorang veteran perang dunia I berumur 30
tahun, dengan bekas luka tembak yang menembus gyrus parieto-oksipital, dan
menulis kesimpulannya bahwa pasien hanya dapat melihat satu objek pada satu
waktu. Pasien sindroma Balient tidak dapat membedakan besar-lecil, panjang-
pendeknya sebuah benda, bukan karena tidak dapat memperbandingkannya,namun
lebih karena tidak ada obyek yang dapat dipergunakan sebagai obyek
pembandingnya. (Rizzao, 2002)
Coslett dan Saffran, melukiskan bahwa pasien yang ia periksa tidak saja
sangat terganggu dengan pola penglihatannya sekarang dimana pasien hanya dapat
melihat satu orang pada acara televisi yang pasien tonton, tapi juga pasien sering
kebingungan apabila membaca rangkaian kata ; begitu juga pada saat menulis, karena
seringkali pasien melihat ujung pensilnya hilang berganti dengan corakan kertas, dan
berganti lagi dengan huruf yang ia tulis. (Moreaud O. 2003)
Simultanagnosia adalah suatu padanan yang digunakan untuk melukiskan
adanya kelainan dalam mengintegrasi suatu pola pandangan. Menurut Wolpert, suatu
simultanagnosia, tidak hanya terjadi pada sindroma balint, karena setiap lesi yang
terjadi pada kortek parieto-oksipital sebelah kiri, seringkali menyebabkan
simultanagnosia. Farah mengatakan bahwa simultanagnosia pada sindroma Balint
merupakan suatu kelainan akibat lesi di parieto-oksipital kiri dan menyebar ke daerah
lobus oksipital. Pasien sindroma balint yang menderita simultanagnosia, tidak hanya
tidak dapat melihat lebih dari satu obyek pada saat yang bersamaan, tapi juga terdapat
suatu disorientasi spasial, dimana ia tidak tahu mengenai letak obyek tersebut atau
kemana harus mencari keberadaan obyek tersebut. (Moreaud O. 2003)
2. Disorientasi spasial
Holmes dan Horax mengatakan bahwa disorientasi spasial merupakan tanda
utama dari sindroma Balint. Mereka melukiskan, bahwa pada pemeriksaan terhadap
seorang pasien yang menderita sindroma Balint, bahwa pasien itu sedang berada
beberapa meter dari tempat tidurnya, begitu disuruh kembali untuk merubah arahnya
menuju tempat tidurnya ; si pasien berbalik, dengan kebingungan mencari dimana
tempat tidurnya ; begitu menemukan tempat tidurnya, dan pada saat ia mulai
melangkah ; isi pasien berkata ; bahwa ia harus mencari kembali dimana posisi
tempat tidurnya. (Shah PA. 1999)
Tidak pelak lagi, bahwa kedua gangguan ini (simultanagnosia dan disorientasi
spasial ) merupakan suatu masalah yang cukup serius bagi pasien dalam menjalani
kehidupannya sehari hari. ( Phan ML, dkk, 2000)
3. Pergerakan mata yang bermasalah
Pergerakan okulomotor yang bermasalah, juga kerapkali timbul dalam
sindroma Balint, seperti gangguan fiksasi, sakadik, pergerakan pursuit dan bola mata.
Dengan pasien yang tidak dapat mempertahankan fiksasi kedua bola matanya, maka
kemungkinan terjadinya sakadik cukup besar, sehingga akan membuat penghayatan
persepsi penglihatan yang kacau karena pergerakan bola mata yang kacau. (Al-
Khawaja. 2001)
Holmes dan Horax melukiskan, bahwa dalam pemeriksaan pasien mereka ; si
pasien dapat memfiksasi pandangannya terhadap satu obyek ; namun apabila tempat
dari obyek tersebut di gerakan / diubah / digeser dengan cepat ; maka si pasien akan
kehilangan pandangannya terhadap obyek yang bergerak itu, tidak masalah apakah
pergeseran itu hanya beberapa derajat. ( Phan ML, dkk, 2000)
4. Ataksia Optik
Pada penderita sindroma Balint, terdapat ketidakmampuan untuk menjangkau
obyek. Dalam salah satu tulisannya, Holmes dan Horax melukiskan, bahkan sesaat
setelah melihat sendok, pasien tidak dapat melihat lurus ke sendok tersebut, dan saat
mencoba menjangkaunya, gerakannya sangat tidak akurat, karena dilakukan dengan
cara tangannya meraba raba mencari sendok tersebut, hingga menyentuh sendok.
(Rizzao, 2002)
Atau contoh lainnya ; berikan pasien penderita sindroma ini sebuah pensil ;
lalu minta kepadanya untuk menggambarkan sebuah titik pada lingkaran yang sudah
tergambar diatas kertas. Pasien dengan sindroma Balint tidak akan bisa melakukan
hal tersebut, bukan karena ketidaktahuannya akan bentuk lingkaran atau fungsi dari
pensil, namun lebih karena ia tidak tahu atau tepatnya tidak dapat melihat bentuk
lingkaran. ( Liu, 2003)
5. Kelemahan persepsi
Holmes dan Horax menemukan kelainan ini bersama dengan disorientasi
spasial. Dikarenakan pasien pasien dengan sindroma ini, tidak dapat melihat dua
benda secara bersamaan, maka iapun tidak dapat memperkirakan benda mana yang
lebih besar dari lainnya, benda mana yang paling dekat dengannya ; namun tidak
demikian bila ada satu benda yang diperlihatkan kepadanya. Misalnya kita
memperlihatkan pensil, maka pasien akan tahu bagian mana yang diatas atau yang
dibawah. Ketidakmampuan persepsi tersebut juga berlaku pada bidang warna.
( Robertson L dkk,, 1997)
Kontribusi hemisfer kiri terhadap pergeseran atensi terhadap obyek yang
dilihat Egly dan kawan kawan melakukan penelitian ini terhadap pasien pasien
penderita sindroma Balint. Dari hasil eksperimen mereka didapat hasil bahwa
terdapat pergeseran atensi diantara obyek pada lesi lobus parietal khususnya sebelah
kiri. Pada pasien pasien denan lesi unilateral didapatkan pergeseran atensi, dimana
respon terhadap kontraletaral terhadap lesi lebih besar daripada ipsilateral. Dari hasil
penelitian lebih jauh didapatkan hasil bahwa lobus parietal kanan mengurusi
pergeseran atensi berdasarkan lokasi, sementara lobus parietal kiri mengurusi
pergeseran atensi berdasarkan obyek. Kinerja yang sinergis diantara kedua lobus
tersebut, disebabkan adanya jaras jaras neocorteks yang menghubungkannya. Pada
lapang pandang kanan dalam penelitian ini, tidak didapatkan suatu kelainan. ( Phan
ML, dkk, 2000

Terapi dan Prognosis
Terapi yang kita gunakan dalam penatalaksanaan sindroma ini adalah sangat
tidak spesifik, dan kesemuanya harus berawal dari penyakit yang mendasarinya.
Sehingga apabila underlying desease yang menyebabkannya sudah kita atasi,
diharapkan manifestasi klinis yang timbul dapat membaik. (Mendez, 2000)
Demikian pula dengan prognosis yang dimiliki, akan sangat tergantung dari
underlying desease yang menyebabkan sindroma ini terjadi, namun biasanya
dikarenakan pasien sudah dalam stadium lanjut waktu memeriksakan penyakitnya ke
dokter, prognosis yang biasanya terjadi adalah buruk. (Moreaud O. 2003)

Kesimpulan
1. Penderita syndrom balint mengalami penyempitan atensi visual terhadap satu
obyek dan Berkurangnya akses terhadap representasi topografik yang berasal dari
stimulus visual terhadap lapang pandang dunia luar maupun memori topografik
yang menyertainya.
2. Pasien yang menderita sindroma Balint ini akan memiliki keengganan untuk
mengenali obyek dan lokasinya, proses persepsia yang tidak layak dan tidak
berlakunya representasi spasial dan atensi guna mengenali lingkungan luar yang
berhubungan dengannya. Tidak ada suatu metode terapi yang khusus dapat
menyembuhkan sindroma ini kecuali memperbaiki penyakit yang mendasarinya,
dan prognosis yang dimiliki juga tergantung dari penyakit yang mendasarinya,
namun biasanya buruk










GERSTMANN'S SYNDROME

Pengertian
Gerstmann's syndrome adalah pelemahan yang dihasilkan dari kerusakan
area spesifik di otak sebelah kiri lobus parietal di dalam daerah gyrus angular.
Gerstmann's syndrome pertama kali ditemukan oleh Josef Gerstmann pada tahun
1924 yang memiliki seorang pasien stroke dengan gejala yang tidak biasa, dan
menyebabkan finger agnosia. Secara lebih lanjut, Gerstmann's syndrome ini
kemudian ditemukan pada orang-orang yang mengalami stroke yang
terasosiasikan dengan kerusakan terhadap lobus parietal.

Gerstmanns syndrome dikarakteristikan dengan empat gejala utama, yaitu:
1. Agraphia atau dysgraphia
Agraphia atau dysgraphia merupakan gangguan berupa ketidakmampuan
dalam menulis. Ketidakmampuan menulis ini dikarakteristikkan dengan
kesalahan dalam mengeja dan menulis indah. Kesalahan mengeja yang paling
umum ditemukan terkait dengan keurutan huruf, seperti penghilangan
kata,penggantian kata, dan kesalahan perpindahan. Isu tulisan indah
mendeskripsikan formasi huruf yang buruk, orientasi huruf dan orientasi
bagian huruf yang buruk. Menulis kurang selaras dan menunjukkan jarak yang
buruk.
2. Acalculia atau dyscalculia
Acalculia atau dyscalculia adalah kekurangpahaman dalam perhitungan atau
aritmatika. Berdasarkan penelitian, anak dengan gangguan ini memahami
konsep bentuk dasar perhitungan matematika, tetapi memiliki kemampuan
yang buruk dalam menulis dan keurutan angka. Gejala ini dapat diuji dengan
meminta pasien untuk melakukan pengurangan seri 7 mulai dari angka 100.
Hal ini berarti 100, 93, 86, 79, 72, dan seterusnya.
3. Finger agnosia (Finger aphasia)
Finger agnosia adalah hilangnya kemampuan untuk menyadari,
mengidentifikasi, menamai, memilih, mengidentifikasi, dan mengorientasikan jari
sendiri atau orang lain, membedakan kanan dan kiri, serta ketidakmampuan
untuk mengidentifikasi jari dirinya sendiri maupun orang lain. Hal ini dapat
diuji dengan suatu permintaan seperti sentuh jari telunjuk saya dengan jari
telunjuk anda dan sentuh hidung anda dengan jari tengah.
4. Left-right confussion
Merupakan ketidakmampuan untuk membedakan tangan kanan dan tangan
kiri diri sendiri atau tangan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa
terdapat deskripsi variasi pada area ini dari kelambatan atau keraguan
dalam berespon sampai ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk
instruksional selama aktivitas sehari-hari. Gejala ini dapat diuji dengan
permintaan seperti Tunjukkan pada saya tangan kiri anda. Sentuh kaki kanan
anda dan Sentuh telinga kiri anda dengan tangan kanan anda.

Banyak kasus teridentifikasi ketika anak mencapai usia sekolah, yaitu
waktu dimana mereka berkesempatan untuk latihan menulis dan belajar
matematika. Pada umumnya, anak dengan gangguan ini menunjukkan tulisan
tangan dan mengeja yang buruk, dan kesulitan dengan fungsi-fungsi matematika,
termasuk menjumlah, mengurangi, mengkali, dan membagi. Ketidakmampuan
untuk membedakan kanan dengan kiri dan untuk membedakan beberapa jari
individu juga dapat terlihat. Selain empat gejala utama, banyak anak juga
menderita dari constructional apraxia, yaitu ketidak mampuan untuk meniru
gambar sederhana. yang juga seringkali ditandai dengan kelemahan anak dalam
membaca.

Terapi
Tidak ada penyembuhan untuk Gerstmanns syndrome. Perawatannya
bersifat ymptomatic dan suportif. Symptomatic berarti bahwa perawatan yang
dilakukan disesuaikan dengan symptom yang muncul pada pasien tersebut.
Contohnya terapi pekerjaan dan bicara dapat membantu mengurangi dysgraphia
dan apraxia, dan juga penggunaan kalkulator dan word processor untuk
membantu anak sekolah mengatasi dengan gejala gangguan Gertsmanns
syndrome. Sementara suportif dapat dilakukan oleh keluarga terdekat dengan
memberikan dukungan agar pasien dapat terus melakukan aktivitasnya dengan
baik, membantu memfasilitasi kebutuhan pasien, dan menunjang pasien untuk
melakukan functioning (sebagai contoh: dengan memberikan marka jalan/sign).

Prognosis
Pada orang dewasa, muncul banyak gejala yang berbeda setiap waktunya.
Begitu juga pada anak-anak. Namun biasanya banyak anak mungkin tidak dapat
mengatasi kekurangan mereka tersebut namun belajar untuk menyesuaikannya.
Diagnosis differensial untuk penyakit ini pada orang dewasa adalah
erebrovascular events dan dementia. Sementara pada anak-anak, hal ini terdapat pada
kerusakan otak global dan kesulitan belajar secara umum.
Gerstmanns syndrome tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi terdapat
beberapa hipotesis untuk menjelaskan timbulnya penyakit ini. Ada yang
mengatakan bahwa terdapat area spesifik di otak yang telah diimplikasikan, yaitu
lobus parietal dan luka pada subangular. Luka selanjutnya adalah luka pada focal
ischemic, disituasikan subkortikal dalam bagian inferior kiri gyrus angular dan
mencapai daerah superior posterior.
Sedangkan teori lain bahwa terdapat implikasi lobus parietal yang terluka di
sisi lain, gyrus angular hemisphere kiri dan gyrus supra-marginal kanan
bertanggung jawab pada gangguan ini. Proses perkembangan yang abnormal
menyebabkan abnormalitas keahlian neuro-cognitive yang telah dipertimbangkan
sebagai penyebab potensial dari Developmental Gerstmanns Syndrome dan
belum mengembangkan falisitas syaraf atau trauma prenatal disebabkan
manifestasi halus dari cerebral palsy.
Peneliti tidak melokasikan area di otak yang bertanggung jawab untuk
gejala-gejala yang terlihat pada Developmental Gerstmanns Syndrome. Penelitian
untuk area spesifik sulit untuk dibuktikan, karena multiple skills deficits terlihat
dalam Developmental Gerstmanns Syndrome dikontrol dan dipengaruhi oleh
multiple brain loci. Penyakit Gerstmanns syndrome ini dapat dideteksi dengan
melakukan MRI scan. MRI scan biasanya akan dapat menemukan kerusakan pada
sudut gyrus di lobus parietal kiri.

Kaitan dengan Psikologi
Gerstmanns syndrome memiliki peranan tersendiri dalam bidang kajian
psikologi. Jika dilihat dari penjelasan sebelumnya, bahwa tidak ada penyembuhan
untuk penyakit ini, maka secara psikologis yang dapat dilakukan ialah melalui
support dari keluarga dan lingkungan sekitar. Psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari proses mental dan tingkah laku manusia tentunya dapat
memperoleh banyak informasi baru mengenai gerstmanns syndrome sehingga
dengan mempelajari materi ini, psikolog dapat merancang terapi suportif dimana
cara ini merupakan salah satu bentuk perawatan yang dapat dilakukan kepada
pasien. Hal inilah yang dapat membantu pasien untuk dapat tetap menjalani
kehidupannya dengan baik walaupun tidak dapat berlangsung seperti orang normal
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Khawaja. Neurovisual rehabilitation in Balint's syndrome. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2001;70:416
Bird P Thomas, memory loss and Dementia. In Harissons's. Principles of Internal
Medicene. 14th Ed, McGraw-Hill, New York, 1998 ; 142 -149.
http://www.aktivasiotak.com/fungsi otak.htm. Diakses pada 1 Maret 2013.
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1469-8749.2003.tb00407.x/pdf. Diakses
pada 1 Maret 2013.
http://www.ninds.nih.gov/disorders/gerstmanns/gerstmanns.htm diakses pada 1 Maret
2013
http://www.rightdiagnosis.com/g/gerstmanns_syndrome/symptoms.htm diakses pada
1 Maret 2013
http://www.patient.co.uk/doctor/Gerstmann's-Syndrome.htm diakses pada 1 Maret
2013
Linsday W Kenneth et al. Neurology and Neurosurgery Ilustrated. 3rd Ed. Churchill
Livingstone, New York, 1997 ; 105 -120.
Liu GT, Newman NJ. Cranial nerve II and afferent visual pathway in Goetz CG (
editors ) Textbook of clinical Neurology 2nd ed. Elsevier Philadelphia, 2003,
pg 128
Mendez MF. Corticobasal Ganglionic Degeneration With Balint's Syndrome. J
Neuropsychiatry Clin Neurosci 12:273-275, May 2000
Moreaud O. Balint Syndrome. Arch Neurol. 2003;60:1329-1331
National Institutes of Neurological Disorders and Stroke. (July 02, 2008). NINDS
Gerstmann's Syndrome Information Page. Bethesda: Office of
Communications and Public Liaison National Institute of Neurological
Disorders and Stroke National Institutes of Health.
Netter H Frank. The CIBA Collection of Medical Illustrations. Vol I Nervous
System, 1986 : 147.
Phan ML,Schendel KL,Recanzone GH,Robertson LC. Auditory and Visual Spatial
Localization Deficits Following Bilateral Parietal Lobe Lesions in a Patient
with Balint's Syndrome. Journal of Cognitive Neuroscience. Vol. 12, Issue 4 -
July 2000
Rizzao M, Veccera SP. Psychoanatomical substrates of Balint's syndrome. J
Neurol Neurosurg Psychiatry. 2002 Feb;72(2):162-78
Robertson L,Treissman A, Friedman-Hill S,Grabowecky M. The Interaction of
Spatial and Object Pathways: Evidence from Balint's Syndrome. Journal of
Cognitive Neuroscience. Vol. 9, Issue 3 - May 1997
Shah PA. Migraine aura masquerading as Balint's syndrome. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 1999;67:554-555
Taub, Marc B. (2008). Developmental Gerstmanns Syndrome, A Case Report &
Literature Review. Journal of Behavior Optometry. Retrieved from
http://www.oepf.org/jbo/journals/19-4%20Taub.pdf

You might also like