Penatalaksanaan pada Laserasi dan Perforasi Kornea
Gargi K. Vora, MD, Ramez Haddadin, MD, James Chodosh, MD, MPH
Abstrak dan Pendahuluan Pendahuluan Trauma kornea dapat menyebabkan cacat mata yang signifikan dan kesulitan dalam melihat. Diagnosis dan penanganan yang tepat diperlukan untuk mencegah komplikasi akibat trauma ini. Meskipun trauma terbuka pada bola mata jarang terjadi, laserasi kornea dan perforasi kornea mewakili 6,8% hingga 14,7% dari cedera traumatis okular dimana keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat yang perlu segera ditangani. Pada laserasi kornea dapat terjadi penebalan pada kornea baik dalam bentuk komplit maupun parsial. Dalam laporan ini, perforasi kornea, yang berbeda dari perforasi bola mata, dimana terdapat luka tembus sehingga memperlihatkan adanya kehilangan jaringan akibat luka tersebut.
Beberapa penelitian retrospektif melaporkan adanya karakteristik umum dan demografi pasien dengan cedera tersebut. Sebuah studi di China dengan 715 pasien perforasi kornea traumatis melaporkan trauma yang paling sering terjadi yaitu luka tembus diikuti oleh cedera ledakan (explosion injuries). Para pasien kebanyakan berasal dari petani dan buruh. Sebagian besar dari studi darurat okular melaporkan trauma ini dominan pada laki-laki, dengan kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 15 dan 30 tahun.
Cedera kornea pada pasien anak merupakan tantangan yang signifikan dalam diagnosis dan manajemen dan umumnya sebagai kasus emergensi pada anak. Dalam sebuah studi di Taiwan, yang meninjau selama 18 tahun dari 156 cedera mata pediatrik, 40,4% didiagnosis dengan laserasi kornea. Studi lain melaporkan bahwa laserasi kornea adalah truma perforasi mata yang paling sering pada anak. Komplikasi jangka panjang yang paling sering adalah leukoma kornea dan sinekia anterior pada pasien tersebut.
2
Mekanisme Cedera Cedera klasik Laserasi kornea klasik ini terkait dengan proyektil berkecepatan tinggi atau benda tajam, tetapi trauma tumpul juga dapat mengakibatkan perforasi kornea. Sebuah studi dari 36 anak-anak dengan trauma kornea melaporkan trauma terjadi terutama oleh akibat batu dan ketapel. Dalam studi lain, penyebab paling sering pada perforasi mata disebabkan oleh kaca atau pisau. Cedera yang berhubungan dengan olahraga adalah mekanisme umum terjadinya laserasi kornea. The United States Eye Injury Registry mempunyai 9293 laporan kasus pada trauma mata, laporan cedera akibat bisbol merupakan kasus cedera mata tersering berhubungan dengan olahraga, diikuti oleh fishing-related sebagai kasus kedua terbanyak. Dari 143 kasus fishing-related, terdapat 45 (27,6%) pasien dengan laserasi kornea atau ruptur kornea.
Cedera Iatrogenik Cedera kornea akibat dari iatrogenik sering dilaporkan pada kasus pembedahan refraktif, dimana sering akibat dari prosedur LASIK (laser-assisted in situ keratomileusis). Perforasi kornea dapat terjadi akibat dari lamanya durasi operasi sehingga menyebabkan stroma kornea mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan akibat dari paparan terus menerus dengan mikroskop. Bekas operasi LASIK sebelumnya juga dapat menyebabkan ablasi dari bekas luka tersebut. Kasus yang jarang seperti mesin yang malfungsi dapat menyebabkan ablasi sehingga menyebabkan perforasi kornea.
Penyebab iatrogenik lain dari perforasi kornea adalah dari injeksi anastesi kelopak mata untuk prosedur oculoplastics. Dalam satu kasus, pasien mengalami toksisitas endotel dan glaukoma sudut tertutup sekunder dari campuran anestesi intraocular tersebut.
3
Penatalaksanaan Tujuan pengelolaan cedera kornea terbuka yaitu untuk memastikan luka terbuka tersebut tidak berhubungan dengan dunia luar agar mencegah terjadiny hypotony dan infeksi, lalu untuk mempertahankan anatomi bola mata sebaik mungkin , dan terakhir, untuk mengembalikan fungsi visual atau penglihatan.
Manajemen Medis Luka yang kecil dapat diobati dengan antibiotik topikal saja, sedangkan luka sedikit lebih besar dapat menggunakan bandage contact lens (BCL). Kombinasi ini, bersama dengan patching and aqueous suppressants, umumnya digunakan untuk mengatasi luka dan perforasi yang berukuran kecil.
Perekatan Kornea dengan berbagai bahan biokompatibel dapat berhasil digunakan untuk menutup luka kornea. Lem fibrin (Tisseel, Baxter Healthcare, Deerfield, IL), seringkali dalam hubungannya dengan BCL, bisa digunakan untuk menutup sebagian laserasi kornea yang menebal. Lem dapat mencegah invasi pada epitel yang rusak. Studi lain melaporkan bahwa perforasi kornea dengan diameter <2 mm lebih berhasil diobati dengan Tisseel fibrin sealant daripada luka yang lebih besar. Isobutyl cyanoacrylate adalah perekat jaringan lain yang sering digunakan untuk memperbaiki laserasi kecil pada kornea dan perforasinya. Dalam sebuah penelitian retrospektif perforasi kornea dengan diameter <3 mm, 40,9% disembuhkan dengan penerapan cyanoacrylate saja, dengan waktu penyembuhan rata-rata 33,4 hari.
Mengingat bahwa kedua fibrin dan lem cyanoacrylate cepat kering dan membutuhkan kemahiran dalam penerapan sejumlah kecil perekat, berbagai teknik aplikasi lem telah dijelaskan. Surgical sterile plastic drape dapat digunakan sebagai patch tektonik dan melekat di atas permukaan perforasi kornea. Meskipun bukan solusi permanen, metode ini dapat menjaga integritas anatomi sampai penetrating keratoplasty dapat dilakukan.
4
Bahan sintetis yang lebih baru juga sedang diuji pada cedera kornea. Sebuah photo-cross-linkable tissue adhesive yang terbuat dari asam hyaluronic telah digunakan untuk memperbaiki luka linear dan stellata kornea. Perekat disinari dengan sinar laser argon membuat patch polisakarida hidrogel yang jelas. Dalam studi lain, ion argon laser diaktifkan oleh biodendrimer yang digunakan untuk memperbaiki laserasi kornea pada mata manusia yang telah dienukleasi untuk menahan peningkatan tekanan intraokular dan menjaga integritas luka.
Manjemen Pembedahan Penanganan tertunda trauma kornea atau luka parah dapat menyebabkan perforasi kornea dan hilangnya jaringan kornea. Cedera ini sulit untuk dilakukan penutupan dengan penjahitan dan pencangkokan kornea mungkin diperlukan tapi opsi terakhir ini harus ditunda sampai integritas kornea yang baik telah dicapai dan peradangan telah membaik untuk dapat memastikan cangkok dapat berhasil dilakukan nantinya. Berbagai teknik penutupan telah dilaporkan selama beberapa tahun terakhir.
Amniotic Membrane Transplantation Membran amnion, yang digunakan secara luas dalam penyakit di permukaan mata, memberikan perlindungan mekanik, membantu reepitelisasi, dan mengurangi peradangan. Jaringan biologis ini telah digunakan untuk menutupi perforasi kornea, biasanya dalam kasus nontraumatik. Membran dapat dijahit di tempat dan ditutupi dengan BCL untuk membantu melindungi daerah yang rawan. Transplantasi membrane amnion juga telah digunakan dengan kombinasi lem fibrin pada daerah perforasi tersebut. Hyperdried cross-linked amniotic membrane mungkin lebih tahan lama dan memungkinkan penyembuhan luka yang lebih baik. Baru-baru ini, TachoSil (Takeda, Zurich, Swiss), suatu patch fibrin sealant yang dapat diserap, diletakkan diantara 2 lapisan membran amnion lalu dijahit, telah berhasil digunakan untuk menutup perforasi kornea dengan diameter > 2 mm.
5
Other Biologic Membrane Substitutes Pengganti membran biologis lainnya juga telah dijelaskan. Sebuah penggunaan kombinasi Tutopatch (iradiasi pericardium sapi (irradiated bovine pericardium); Med & Care, Gdynia, Polandia) dengan clot of autologous eye platelet-rich plasma telah digunakan untuk menutupi lubang perforasi. Autologous eye platelet-rich plasma, yang mengandung beberapa zat aktif biologis yang dapat berefek menyembuhan kornea, bersama dengan pericardium sapi telah terbukti untuk menyembuhkan perforasi kornea yang non-infeksius. Bahan lain yang berhasil digunakan untuk menutupi perforasi kornea adalah Neuro-Patch (B. Braun, Melsungen, Jerman), yang merupakan bahan polyurethane dimurnikan digunakan terutama sebagai pengganti dural dalam bedah saraf.
Conventional Suture Memperbaiki laserasi dengan jahitan nilon 10-0 merupakan cara konvensional dalam mengatasi laserasi kornea. Tujuan dari penjahitan tersebut yaitu untuk menyatukan bagian anterior maupun posterior tanpa adanya tumpang tindih. Penjahitan yang ideal yaitu penjahitan full-thickness or near full-thickness. Untuk menghindari adanya astigmatisma akibat penjahitan ini maka pada daerah perifer dari luka laserasi penjahitan tersebut harus diketatkan sedangkan pada daerah sentral penjahitan tersebut tidak boleh terlalu ketat. Perlu diberikan injeksi udara (air injected) pada camera oculi anterior untuk mencegah perembesan cairan aquous pada daerah laserasi yang dijahit tersebut. Gas C3F8 telah dilaporkan dapat mencegah terjadinya perembesan cairan aquous dan efektif terhadap tepi luka.
Lamellar Transplantation Dalam kasus perforasi kornea yang non-infeksius, digunakan metode deep lamellar keratoplasty karena metode ini tidak hanya dapat membentuk integritas bola mata namun juga dapat menurunkan resiko terjadinya infeksi serta dapat membentuk aksis visual yang baik, dengan resiko yang lebih aman dibanding dengan metode penetrating keratoplasty. Tectonic deep anterior lamellar keratoplasty dapat dilakukan dengan menggunakan donor lamellar jaringan dijahit 6
dengan cara melekatkannya untuk menutup perforasi kornea. Patch grafting digunakan dalam kombinasi dengan amniotic membrane transplantation, dengan tujuan membran tersebut dapat mengurangi peradangan.
Autografts Ketika jaringan donor tidak tersedia, autografting dapat digunakan untuk menutup perforasi kornea. Sebuah metode unik reposisi lamellar cornea-sclera rotational autograft telah dilaporkan berhasil menutup <2,0 mm cacat kornea. Teknik elegan lain dijelaskan menggunakan freehand-dissected dengan melipat penutup autointralamellar sentral di atas perforasi paracentral dan kemudian suatu lamellar graft ditempatkan di atas seluruh diseksi dangkal yang dibuat sebelumnya. Teknik ini memungkinkan untuk menjaga sumbu aksial visual tetap pada tempatnya.
Autoplasty scleral juga telah dilaporkan berhasil mengobati perforasi kornea. Autologous scleral lamellar patch graft dapat dilekatkan di kornea di mana batas perforasi sebelumnya diperbaiki dan keratectomy superfisial dilakukan. Patch scleral autologous tidak memiliki risiko penolakan.
Jaringan kornea yang diawetkan juga dapat digunakan untuk menutup perforasi kornea ketika jaringan donor tidak tersedia. Kornea dapat dipertahankan dengan berbagai teknik. Jaringan donor cryopreserved disimpan beku pada -70 C dan jaringan yang diawetkan dalam gliserin telah digunakan dengan sukses dalam memperbaiki cacat kornea. Gamma-iradiasi kornea steril juga telah digunakan sebagai corneal patch grafts dengan hasil intraoperatif dan pasca operasi yang menguntungkan sehingga memungkinkan untuk digunakan tanpa resiko perforasi.
Visual Rehabilitation Pemeriksaan histopatologi kornea terhadap cedera sebelumnya dapat diketahui apakah terjadi perubahan yang bersifat akut, subakut, atau perubahan inflamasi kronis dan membran fibrosa pada luka kornea yang tertutup. Sebuah kasus telah digambarkan dimana seorang pasien yang mengalami trauma kornea akibat trauma dari kuku dan kemudian secara perlahan timbul selaput putih yang 7
meninggi di atas permukaan kornea. Pada histopatologi, lesi itu terbuat dari serat kolagen yang berorientasi secara acak, fibroblas, dan miofibroblas, mirip dengan keloid kulit.
Jahitan pada kornea dan jaringan parut akibat laserasi tersebut sering menyebabkan silindris tinggi. Computerized videokeratography menunjukkan penurunan yang signifikan dalam distorsi topografi setelah pengangkatan jahitan tersebut. Tidak ada hubungan antara konfigurasi laserasi dengan topografi akhir, namun pada daerah sentral aksis mengalami Astigmatisma dengan nilai >2.00 D.
Contact lenses Sebuah pendekatan yang lebih konservatif untuk rehabilitasi visual yang melibatkan penggunaan lensa kontak rigid gas-permeable (RGP) untuk mengatasi astigmatisma yang ditimbulkan akibat jahitan kornea. Sebuah studi tentang bekas luka pasca trauma kornea dari 33 pasien menunjukkan bahwa lensa kontak RGP berhasil pada sebagian besar pasien (82%) dan dapat menunda operasi kornea. Peningkatan visual sering terjadi pada pasien dengan lesi yang lebih kecil, lesi perifer dan pasien berusia muda. Bagi pasien yang menjadi tidak toleran terhadap lensa kontak RGP, lensa PROSE (Prosthetic Replacement of the Ocular Surface Ecosystem) telah terbukti secara signifikan meningkatkan ketajaman visual dan fungsi visual pada pasien dengan astigmatisma yang telah gagal dengan pengobatan konvensional. Pilihan lain untuk rehabilitasi visual setelah perbaikan luka kornea adalah bedah refraktif laser. LASIK telah digunakan dalam kasus- kasus yang jarang untuk rehabilitasi visual setelah perbaikan laserasi kornea.
Corneal Grafting Tujuan dari corneal grafting adalah membentuk aksis visual yang normal setelah terjadinya trauma atau laserasi kornea tersebut. Conventional penetrating keratoplasty harus ditunda setidaknya untuk waktu 3 bulan setelah dilakukan corneal grafting untuk mendapatkan hasil yang signifikan. Penggunaan Femtosecond laser-assisted keratoplasty setelah timbul jaringan parut akibat trauma kornea dilaporkan memiliki hasil yang menjanjikan. 8
Penanaman IOL Setelah laserasi kornea diatasi, penanaman IOL dapat menyebabkan hasil perbaikan refraktif yang tidak terduga bila dilakukan pengukuran mata yang tidak mengalami laserasi (contralateral eye). Agar pengukuran keratrometri akurat, maka pengukuran dilakukan setelah laserasi kornea tersebut sembuh.
Pediatric Visual Rehabilitation Kasus-kasus pediatrik merupakan masalah manajemen yang kompleks dalam penangananya karena pasien-pasien pediatrika memiliki resiko terjadinya amblyopia. Dalam mencegah terjadinya amblyopia maka harus digunakan dan diperiksa media yang bersih, koreksi kesalahan refraktif dan memastikan mata yang terkena trauma masih dapat berfungsi. Untuk mencegah amblyopia, penulis menggunakan koreksi lensa kontak dan memulai terapi oklusi sesegera mungkin setelah perbaikan dari cedera. Penambalan dianjurkan segera setelah operasi perbaikan. Penelitian lain melaporkan bahwa keberhasilan pembedahan pada pasien anak yang mengalami laserasi kornea dengan kombinasi pembedahan ( penanaman IOL dan transplantasi kornea) disertai terapi agresif pada amblyopia.
Kesimpulan Laserasi kornea dan perforasi adalah cedera penting yang mewakili persentase yang signifikan dari kasus trauma okular. Manajemen cedera ini membutuhkan diagnosis yang cepat dan tergantung pada ukuran luka, baik medis atau pengobatan bedah. Penutupan luka secara tepat waktu dengan pemulihan hubungan anatomi asli memberikan pasien kesempatan terbaik untuk mendapatkan kembali fungsi visual yang optimal.