You are on page 1of 47

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Bencana
2.1.1. Definisi Bencana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu
yang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan.
Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam
(Purwadarminta, 2006)
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana merupakan
pertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan, dan kemampuan yang
dipicu oleh suatu kejadian.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat
mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia
(Kamadhis UGM, 2007).



Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Jenis-Jenis Bencana Alam
J enis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror (UU RI, 2007).
Bencana alam dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan penyebabnya yaitu
bencana geologis, klimatologis dan ekstra-terestrial seperti terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis Bencana Alam Berdasarkan Penyebabnya
Jenis Penyebab Bencana
Alam
Beberapa contoh kejadiannya
Bencana alam geologis Gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
longsor/gerakan tanah, amblesan atau abrasi
Bencana alam klimatologis Banjir, banjir bandang, angin puting beliung,
kekeringan, hutan (bukan oleh manusia)
Bencana alam ekstra-terestrial Impact atau hantaman atau benda dari angkasa
luar
Sumber : Kamadhis UGM, 2007

Bencana alam geologis adalah bencana alam yang disebabkan oleh gaya-gaya
dari dalam bumi. Sedangkan bencana alam klimatologis adalah bencana alam yang
Universitas Sumatera Utara
disebabkan oleh perubahan iklim, suhu atau cuaca. Lain halnya dengan bencana alam
ekstra-terestrial, yaitu bencana alam yang disebabkan oleh gaya atau energi dari luar
bumi, bencana alam geologis dan klimatologis lebih sering berdampak terhadap
manusia.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010), jenis-jenis
bencana antara lain:
1. Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi
(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan
terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di
permukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya
bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga dapat
memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah lainnya
yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan bencana
ikutan berupa , kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat runtuhnya
bendungan maupun tanggul penahan lainnya.
2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut
bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan
tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam
dan ketinggian air.
3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang
dikenal dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan
Universitas Sumatera Utara
dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada
batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi
sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui
rekahan-rekahan mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki
karakteristik tersendiri jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang
dihasilkannya. Akan tetapi apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung
api tetap membawa bencana bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki
resiko merusak dan mematikan.
4. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan,
ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah
longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun
lereng.
5. Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air dalam jumlah yang
begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun karena pengundulan
hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah penduduk maupun
menimbulkan korban jiwa.
6. Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh dibawah
kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan
lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
7. Angin Topan
8.
adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120 km/jam
atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan
selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa.
Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu sistem cuaca. Angin
paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya berpusar dengan radius
ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan rendah yang ekstrem dengan
kecepatan sekitar 20 Km/jam. Di Indonesia dikenal dengan sebutan angin badai.
Gelombang Pasang
9.
adalah gelombang air laut yang melebihi batas normal dan
dapat menimbulkan bahaya baik di lautan, maupun di darat terutama daerah
pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya angin kencang
atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada pengaruh dari
gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang sekitar 10-100
Km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang sedang
berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal tersebut.
J ika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya daerah
pinggir pantai atau disebut dengan abrasi.
Kegagalan Teknologi
10. Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau bangunan dilanda
api serta hasilnya menimbulkan kerugian. Sedangkan lahan dan hutan adalah
adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh
kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam
penggunaan teknologi atau industri.
Universitas Sumatera Utara
keadaan dimana lahan dan hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan
lahan dan hutan serta hasil-hasilnya dan menimbulkan kerugian.
11. Aksi Teror atau Sabotase
12.
adalah semua tindakan yang menyebabkan keresahan
masyarakat, kerusakan bangunan, dan mengancam atau membahayakan jiwa
seseorang atau banyak orang oleh seseorang atau golongan tertentu yang tidak
bertanggung jawab. Aksi teror atau sabotase biasanya dilakukan dengan berbagai
alasan dan berbagai jenis tindakan seperti pemboman suatu bangunan/tempat
tertentu, penyerbuan tiba-tiba suatu wilayah, tempat, dan sebagainya. Aksi teror
atau sabotase sangat sulit dideteksi atau diselidiki oleh pihak berwenang karena
direncanakan seseorang atau golongan secara diam-diam dan rahasia.
Kerusuhan atau Konflik Sosial
13. Epidemi, Wabah dan Kejadian Luar Biasa merupakan ancaman yang diakibatkan
oleh menyebarnya penyakit menular yang berjangkit di suatu daerah tertentu.
Pada skala besar, epidemi atau wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dapat
mengakibatkan meningkatnya jumlah penderita penyakit dan korban jiwa.
Beberapa wabah penyakit yang pernah terjadi di Indonesia dan sampai sekarang
masih harus terus diwaspadai antara lain demam berdarah, malaria, flu burung,
anthraks, busung lapar dan HIV/AIDS. Wabah penyakit pada umumnya sangat
sulit dibatasi penyebarannya, sehingga kejadian yang pada awalnya merupakan
kejadian lokal dalam waktu singkat bisa menjadi bencana nasional yang banyak
adalah suatu kondisi dimana terjadi huru-hara atau
kerusuhan atau perang atau keadaan yang tidak aman di suatu daerah tertentu
yang melibatkan lapisan masyarakat, golongan, suku, ataupun organisasi tertentu.
Universitas Sumatera Utara
menimbulkan korban jiwa. Kondisi lingkungan yang buruk, perubahan iklim,
makanan dan pola hidup masyarakat yang salah merupakan beberapa faktor yang
dapat memicu terjadinya bencana ini.
2.1.3. Bencana di Kabupaten Aceh Tengah
Kondisi topografi Kabupaten Aceh Tengah dinilai sangat rentan dengan
bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Tidak hanya bencana alam, Aceh
Tengah juga rentan terhadap bencana non-alam, seperti hutan dan lahan yang
disebabkan manusia. Koordinasi pencegahan dan kesiapsiagaan penanggulangan
bencana sangat diperlukan dalam upaya mengelola tahapan bencana meliputi pra
bencana saat tanggap darurat dan pasca bencana.
Potensi bencana gas beracun diindikasikan pada kawasan yang berdekatan
dengan gunung berapi aktif. Dengan demikian kawasan dengan potensi rawan bahaya
gas beracun adalah relatif sama dengan kawasan rawan letusan gunung berapi.
Kawasan potensi rawan bahaya gas beracun tersebut adalah di Bener Meriah (G.
Geureudong dan Bur Ni Telong), Pidie dan Pidie J aya (G. Peut Sagoe), Aceh Besar
(G. Seulawah Agam), dan Sabang (Cot. Simeuregun J aboi).
Potensi bencana tanah longsor biasa terjadi di sekitar kawasan pegunungan
atau bukit dimana dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang curam pada tanah yang
basah dan bebatuan yang lapuk, curah hujan yang tinggi, gempa bumi atau letusan
gunung berapi yang menyebabkan lapisan bumi paling atas dan bebatuan berlapis
terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Tanda tanda terjadinya longsor dapat
ditandai dengan beberapa parameter antara lain keretakan pada tanah, runtuhnya
Universitas Sumatera Utara
bagian bagian tanah dalam jumlah besar, perubahan cuaca secara ekstrim dan adanya
penurunan kualitas landskap dan ekosistem.
Tanah longsor yang terjadi selama kurun waktu 2007-2009 di Aceh sebanyak
26 kali. Dampak kerusakan harta benda yang ditimbulkan diperkirakan mencapai 50-
100 Miliar rupiah, kerusakan sarana dan prasarana 2040 persen, sedangkan cakupan
wilayah yang terkena longsor sangat luas 2040 persen, serta berpengaruh terhadap
kondisi sosial ekonomi masyarakat (terganggunya mata pencarian) sebesar 510
persen. Bencana tanah longsor yang berdampak pada masyarakat secara langsung
adalah pada jalur jalan lintas tengah, yaitu yang terdapat di Kabupaten Aceh
Tenggara, Kabupaten Gayo Lues, sekitar Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, dan
di sekitar Tangse Geumpang Kabupaten Pidie.
Aceh memiliki tingkat kompleksitas hidro-meteorologis yang cukup tinggi.
Dimensi alam menyebabkan Aceh mengalami hampir semua jenis bencana hidro-
meteorologis seperti puting beliung, banjir, abrasi dan sedimentasi, badai siklon tropis
serta kekeringan. Puting beliung terjadi di Aceh hampir merata di berbagai daerah
terutama terjadi di pesisir yang berhadapan dengan perairan laut yang mengalami
angin badai. Berdasarkan kejadian yang pernah terjadi sebelumnya adalah di Aceh
Timur, Aceh Utara di pesisir timur dan Aceh Barat di pesisir barat. Namun, dari data
kejadian 3 tahun terakhir (2006-2009) terjadi 30 kali bencana puting beliung di 14
kabupaten/kota. Kabupaten Aceh Utara terdata mengalami kejadian tertinggi
dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Sumber kerentanan bencana banjir ini berasal dari pembalakan liar (illegal
logging) di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), pendangkalan sungai, rusak atau
tersumbatnya saluran drainase, dan terjadinya perubahan fungsi lahan tanpa sistem
tatakelola yang baik yang memperhatikan kapasitas DAS dalam menampung air.
Kabupaten Aceh Utara mencatat kejadian tertinggi dibandingkan Kabupaten Kota
lainnya.
Selain bencana yang disebabkan oleh fenomena alam, bencana juga dapat
disebabkan oleh perilaku manusia antara lain karena kelalaian, ketidaktahuan,
maupun sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat atau disebut bencana
sosial. Bencana sosial dapat terjadi dalam bentuk , pencemaran lingkungan (polusi
udara dan limbah industri) dan kerusuhan atau konflik sosial. Potensi rawan seperti
hutan terjadi pada hutan-hutan yang dilalui jaringan jalan utama sebagai akibat
perilaku manusia, terutama pada kawasan hutan pinus dan lahan gambut yang
cenderung mudah mengalami pada musim kemarau. Indikasi potensi rawan hutan
tersebut adalah di Aceh Besar, Pidie, Aceh J aya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh
Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Tengah.
Bencana sosial dapat juga muncul sebagai akibat bencana alam, baik yang
disebabkan oleh faktor alam maupun faktor manusia dalam memandang dan
memanfaatkan sumberdaya alam (faktor antropogenik). Kejadian bencana sosial yang
menonjol di Aceh adalah konflik yang berlatar belakang ideologi dan ekonomi, serta
Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti penyakit menular dan atau tidak menular yang
dipicu oleh perilaku manusia itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Isu bencana yang diuraikan di atas masih belum diantisipasi secara baik.
Lokasi-lokasi rawan bencana yang disajikan dalam bentuk peta risiko bencana
provinsi Aceh seperti peta risiko gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, angin
puting beliung dan kekeringan dengan skala 1:50.000 masih dalam tahap proses
penyelesaian yang diharapkan dapat selesai pada tahun 2011. Peta risiko bencana
tersebut dibuat dengan skala 1:50.000 sehingga masih perlu didetilkan lagi dengan
skala 1: 5000 dan disosialisasikan ke masyarakat, khususnya yang berdomisili pada
daerah risiko bencana. Sementara itu, beberapa peta risiko bencana lainnya seperti
peta risiko banjir, longsor, cuaca ekstrim dan hutan masih belum ada. Demikian juga
dengan building code untuk daerah risiko gempa masih belum sempurna sehingga
belum dapat disosialisasikan ke seluruh kabupaten/kota.

2.2. Penanggulangan Bencana Alam
2.2.1. Strategi Penanggulangan Bencana
1. Mengintegrasikan mitigasi bencana dalam program pembangunan yang lebih
besar.
2. Pemilihan upaya mitigasi harus didasarkan atas biaya dan manfaat.
3. Agar diterima masyarakat, mitigasi harus menunjukkan hasil yang segera tampak.
4. Upaya mitigasi harus dimulai dari yang mudah dilaksanakan segera setelah
bencana terjadi.
5. Mitigasi dilakukan dengan cara meningkatkan kemampuan lokal dalam
manajemen dan perencanaan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Langkah-langkah Mitigasi Bencana
Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya
harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana alam.
Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu:
1. Cepat dan Tepat
Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada
tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
2. Prioritas
Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung.
Yang dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada
kerja sama yang baik dan saling mendukung.

Universitas Sumatera Utara
4. Berdaya Guna dan Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya
yang berlebihan.
Yang dimaksud dengan prinsip berhasil guna adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang
berlebihan.
5. Transparansi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.
Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik
dan hukum.
6. Kemitraan
Penanggulangan tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah. Kemitraan dalam
penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah dengan masyarakat luas
termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) maupun dengan organisasi-
organisasi kemasyarakatan lainnya. Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan
organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk dengan pemerintahannya.


Universitas Sumatera Utara
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengetahui, memahami dan melakukan langkah-langkah antisipasi, penyelamatan
dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk memberdayakan
masyarakat agar mengurangi dampak dari bencana.
8. Non Diskriminatif
Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminatif adalah bahwa negara dalam
penanggulangan bencana tidak memberi perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras dan aliran politik apapun.
9. Non Proletisi
Yang dimaksud dengan prinsip proletisi adalah bahwa dilarang menyebarkan
agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui
pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
2.2.3. Tahap Penanggulangan Bencana
Badan Penanggulangan Bencana dan Daerah yang selanjutnya disebut BPBD
adalah merupakan unsur pendukung dan pelaksana tugas dalam penyelenggaraan
pemerintahan di bidang penanggulangan bencana dan perlindungan masyarakat
terhadap bencana alam, non alam dan sosial.
Penanggulangan bencana adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan
meliputi kegiatan pencegahan, penjinakan (mitigasi), penyelamatan, rehabilitasi dan
rekonstruksi, baik sebelum bencana, pada saat terjadinya bencana maupun setelah
bencana dan menghindarkan dari bencana yang terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Upaya penanggulangan dampak bencana dilakukan melalui pelaksanaan
tanggap darurat dan pemulihan kondisi masyarakat di wilayah bencana. Upaya
penanggulangan dampak bencana tersebut dilakukan secara sistematis, menyeluruh,
efisien dalam penggunaan sumberdaya dan efektif dalam memberikan bantuan
kepada kelompok korban. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan
dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap
darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi dalam pelaksanaan penanggulangan dampak
bencana, yaitu:
1. Tahap Tanggap Darurat
Tahap ini telah selesai dilaksanakan oleh Pemerintah melalui BNPB, BPBD
serta LSM dan masyarakat baik lokal maupun internasional juga beberapa instansi
terkait di pusat. Tahap ini bertujuan membantu masyarakat yang terkena bencana
langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal. Sasaran
utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan pertolongan
kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan pula penyelesaian tempat
penampungan sementara yang layak, serta pengaturan dan pembagian logistik yang
cepat dan tepat sasaran kepada seluruh korban bencana.
Pada tahap ini berbagai upaya dilakukan untuk meminimalkan dampak buruk
dari bencana. Contoh-contoh kegiatan pada tahap ini adalah:
a. Pembuatan waduk untuk mencegah terjadinya banjir dan kekeringan
b. Penanaman pohon bakau atau mangrove di sepanjang pantai untuk menghambat
gelombang tsunami
Universitas Sumatera Utara
c. Pembuatan tanggul untuk menghindari banjir
d. Pembuatan tanggul untuk menahan lahar agar tidak masuk ke wilayah
e. Reboisasi untuk mencegah terjadinya kekeringan dan banjir
2. Tahap Tanggap Darurat
Pada tahap tanggap darurat, hal yang paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapan tanggap
darurat. Selain itu, tanggap darurat bertujuan membantu masyarakat yang terkena
bencana langsung untuk segera dipenuhi kebutuhan dasarnya yang paling minimal.
Para korban juga perlu dibawa ke tempat sementara yang dianggap aman dan
ditampung di tempat penampungan sementara yang layak. Pada tahap ini dilakukan
pula pengaturan dan pembagian logistik atau bahan makanan yang cepat dan tepat
sasaran kepada seluruh korban bencana. Secara operasional, pada tahap tanggap
darurat ini diarahkan pada kegiatan:
a. Penanganan korban bencana termasuk mengubur korban meninggal dan
menangani korban yang luka-luka
b. Penanganan pengungsi
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan fasilitas umum sementara serta memperbaiki
sarana dan prasarana dasar agar mampu memberikan pelayanan yang memadai
untuk para korban
Universitas Sumatera Utara
3. Tahap Rehabilitasi
Tahap ini bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat,
seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sosial dasar,
serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama dari
tahap rehabilitasi ini adalah untuk memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat
yang memadai. Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai
permasalahan yang terkait dengan aspek psikologis melalui penanganan trauma
korban bencana.
4. Tahap Rekonstruksi
Tahap ini bertujuan membangun kembali daerah bencana dengan melibatkan
semua masyarakat, perwakilan lembaga swadaya masyarakat, dan dunia usaha.
Pembangunan prasarana dan sarana haruslah dimulai dari sejak selesainya
penyesuaian tata ruang (apabila diperlukan) di tingkat kabupaten terutama di wilayah
rawan gempa (daerah patahan aktif). Sasaran utama dari tahap ini adalah
terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan wilayah bencana
Selain upaya yang bersifat preventif, perlu juga ada upaya-upaya yang
sifatnya represif. Tentunya upaya-upaya tersebut harus dikoordinasikan secara baik
dengan pemerintah. Beberapa contoh upaya-upaya tersebut adalah:
1. Melaksanakan tindakan darurat dengan mengutamakan keselamatan manusia dan
harta bendanya
Universitas Sumatera Utara
2. Segera membentuk posko-posko penanggulangan bencana, regu penyelamat,
dapur umum, dan lain-lain
3. Melakukan pendataan terhadap faktor penyebab timbulnya bencana alam maupun
besarnya kemungkinan korban yang diderita untuk bahan tindakan selanjutnya
serta berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.
4. Sesuai dengan situasi dan perkembangan bencana alam serta kemajuan yang
dicapai dari upaya-upaya penanggulangan darurat, segera menetapkan program
rehabilitasi baik bidang fisik, sosial, dan ekonomi.
5. Perlunya melaksanakan sebuah program pemantapan terhadap semua faktor
kehidupan yang realisasinya dikaitkan dengan pelaksanaan pembangunan demi
terwujudnya konsolidasi dan normalisasi secara penuh.

2.3. Kesiapsiagaan
2.3.1. Definisi Kesiapsiagaan
Menurut Undang-Undang RI No.24 Tahun 2007, kesiapsiagaan adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna
(Presiden Republik Indonesia, 2007). Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum
adalah : (1) kemampuan menilai resiko; (2) perencanaan siaga; (3) mobilisasi
sumberdaya; (4) pendidikan dan pelatihan; (5) koordinasi; (6) mekanisme respon; (7)
manajemen informasi; (8) gladi atau simulasi.
Universitas Sumatera Utara
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian
harta benda, dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Sebaiknya suatu kabupaten
kota melakukan kesiapsiagaan. Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu
kondisi suatu masyarakat yang baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki
kemampuan secara fisik dan psikis dalam menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen
bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat terjadi
bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik adalah
menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan
banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang
bertujuan untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon
yang efektif ketika suatu bencana terjadi.
Perubahan paradigma penanggulangan bencana yaitu tidak lagi memandang
penanggulangan bencana merupakan aksi pada saat situasi tanggap darurat tetapi
penanggulangan bencana lebih diprioritaskan pada fase pra bencana yang bertujuan
untuk mengurangi resiko bencana sehingga semua kegiatan yang berada dalam
lingkup pra bencana lebih diutamakan.
Sesuai dengan yang disampaikan oleh Priyanto (2006) bahwa pada
masyarakat yang berpendidikan tinggi lebih mampu dalam mengurangi risiko,
meningkatkan kemampuan dan menurunkan dampak terhadap kesehatan sehingga
akan berpartisipasi baik sebagai individu atau masyarakat dalam menyiapkan diri
Universitas Sumatera Utara
untuk bereaksi terhadap bencana. Aktifitas pendidikan disamping untuk penyediaan
informasi adalah mempelajari keterampilan dan pemberdayaan diri sedemikian rupa
sehingga mampu melakukan tindakan yang memungkinkan untuk mengurangi resiko
bahaya bencana.
Perkembangan baru kebijakan penanggulangan bencana dalam dekade
terakhir adalah memberikan prioritas utama pada upaya pengurangan resiko bencana
seperti kegiatan pencegahan, kegiatan mengurangi dampak bencana (mitigasi) dan
kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana (Bappenas, 2006).
Kesiapsiagaan menghadapi bencana adalah suatu kondisi suatu masyarakat yang
baik secara invidu maupun kelompok yang memiliki kemampuan secara fisik dan psikis
dalam menghadapi bencana. Kesiapsiagaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
manajemen bencana secara terpadu. Kesiapsiagaan adalah bentuk apabila suatu saat
terjadi bencana dan apabila bencana masih lama akan terjadi, maka cara yang terbaik
adalah menghindari resiko yang akan terjadi, tempat tinggal, seperti jauh dari jangkauan
banjir. Kesiapsiagaan adalah setiap aktivitas sebelum terjadinya bencana yang bertujuan
untuk mengembangkan kapasitas operasional dan memfasilitasi respon yang efektif
ketika suatu bencana terjadi.
Pada tingkat pengembangan dan pemeliharaan kesiapsiagaan, berbagai usaha
perlu dilakukan untuk mengadakan elemen-elemen penting seperti:
a. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi)
b. Fasilitas dan sistim operasional
c. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau supply
Universitas Sumatera Utara
d. Pelatihan
e. Kesadaran masyarakat dan pendidikan
f. Informasi
g. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat atau
krisis.
2.3.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir akan maksimal untuk itu
pengetahuan, sikap, pendidikan dan pendidikan petugas merupakan faktor yang
menjadi perhatian dalam menghasilkan kesiapsiagaan yang baik dalam menghadapi
bencana banjir.
2.3.2.1.Pengetahuan Petugas
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan
dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthetis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
Universitas Sumatera Utara
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Ma`mun (2007) pengetahuan lingkungan hidup perlu diberikan
kepada anak-anak dan keluarga sehingga dapat belajar mencintai alam, contohnya
menanam pohon, tidak membuang sampah ke sungai, tidak tinggal di bantaran sungai
karena dapat menimbulkan permasalahan banjir dan lain-lain.
2.3.2.2. Sikap Petugas
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan sebagaimana disampaikan oleh
Notoatmodjo (2007) yaitu :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus
yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan
dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.
Universitas Sumatera Utara
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau
objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif
terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan
bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain.
d. Bertanggung J awab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tindakannya adalah bertanggung jawab terhadap apa
yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Sikap pada fase preparedness, berbentuk adanya perilaku yang berlebih pada
masyarakat karena minimnya informasi mengenai cara mencegah dan memodifikasi
bahaya akibat bencana jika terjadi. Berita yang berisi hebatnya akibat bencana tanpa
materi pendidikan seringkali membuat masyarakat menjadi gelisah dan memunculkan
tindakan yang tidak realistis terhadap suatu isu. Menumbuhkan sikap dan
pengetahuan dalam menghadapi bencana ini semakin menjadi bagian penting
khususnya di negara yang seringkali dilanda bencana seperti Indonesia (Priyanto,
2006).


Universitas Sumatera Utara
2.3.2.3.Pendidikan Petugas
Cumming dalam Azhari (2002), mengemukakan bahwa pendidikan sebagai
suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan
watak yaitu nilai dan sikap disertai dengan kemampuan dalam bentuk kecerdasan,
pengetahuan dan keterampilan.
Pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar,
sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah lanjutan tingkat atas dan tingkat akademi
atau perguruan tinggi. Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang,
yang lebih baik sehingga memungkinkan untuk menyerap informasi-informasi juga
dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang
dihadapi (Syahrial, 2005).
Darnelawati (1994) berpendapat bahwa pendidikan formal adalah pendidikan
di sekolah yang berlangsung secara teratur dan bertingkat mengikuti syarat-syarat
yang jelas dan ketat. Tujuan pendidik adalah untuk memperkaya budi pekerti,
pengetahuan dan untuk menyiapkan seseorang agar mampu dan terampil dalam suatu
bidang pekerjaan tertentu.
Menurut Ma`mun (2007) aspek sosial merupakan aspek penting dalam
pengelolaan bencana terpadu. Oleh karena itu perlu adanya pendidikan bagi individu.
Pendidikan dapat diperoleh melalui jalur formal dan non formal.
1. Pendidikan formal
Universitas Sumatera Utara
Terdapat banyak cara dimana pengelolaaan bencana diperkenalkan ke dalam
kurikulum umum baik di dalam maupun di luar kelas, misalnya:
a. Peningkatan dan pemakaian buku-buku mengenai bencana air dan
lingkungan di sekolah-sekolah.
b. Pemanfaatan internet untuk menggali informasi bencana
c. Pengembangan model pengalaman tentang bencana untuk menambah
pengetahuan tentang IPA, Geografi dan Sejarah.
d. Kunjungan ke infrastruktur bencana dan infrastruktur keairan yang terkait
dengan bencana untuk menambah pengetahuan anak didik baik tingkat TK,
SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Sosialisasi panduan bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) dan para pendidik dapat bekerja sama dalam berbagai hal, misalnya:
a. Memikirkan bersama-sama bagaimana aset bangunan untuk pengendalian
bencana dapat dipakai sebagai sumber pembelajaran untuk masyarakat dan
sekolah.
b. Seminar, diskusi, pelatihan desiminasi mengenai persoalan bencana
2. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya
pelatihan untuk para profesional dan pelatih. Pelatihan untuk para profesional
bertujuan untuk reorientasi pola pikir. Karena reorientasi ini khususnya dalam
profesi pengelolaan bencana atau profesi yang terkait dengan kebencanaan
adalah cukup penting dengan melihat perkembangan yang cepat dari
Universitas Sumatera Utara
pengelolaan bencana terpadu dalam dekade terakhir. Caranya adalah dengan
penawaran khusus atau lokakarya spesifik yang dimodifikasi dari kuliah-
kuliah di universitas. Stimulasi pola pikir dapat dilakukan dengan peningkatan
wawasan lingkup tradisional bencana yang sebelumnya terfokus hanya pada
aspek rekayasa (engineering) dengan memasukkan topik-topik antara lain
tentang lingkungan, sosial, ekonomi, institusi, kebijakan politik, hukum,
penilaian kebutuhan dan solusi konflik dalam pengelolaan bencana.
Cara-cara khusus yang dilakukan, antara lain:
a. Penyediaan kursus dalam rangka pendekatan keikutsertaan dan kesetaraan
gender
b. Peningkatan pelatihan yang mengikutsertakan para praktisi termasuk pakar
lingkungan, ekonomi, teknik, sosial, ilmu pengetahuan dan bisnis
c. Pengembangan modul untuk pelatihan kerja untuk mengejar ketinggalan
dalam teknologi
d. Pengembangan pelatihan dengan modul pendekatan botttom-up dan teknik
baru (teknologi tepat guna)
e. Tindakan-tindakan untuk memastikan bahwa pengelolaan bencana
termasuk dalam program gelar fakultas teknik dan fakultas-fakultas lainnya
seperti ekonomi, sosial, lingkungan, biologi dan lain-lain.
2.3.2.4.Tindakan Petugas
Rangsangan akan direspon oleh seseorang sesuai dengan arti rangsangan
tersebut bagi orang yang bersangkutan. Respon atau reaksi inilah yang disebut
Universitas Sumatera Utara
dengan perilaku, bentuk-bentuk perilaku itu sendiri dapat bersifat sederhana dan
kompleks. Peraturan teoritis, tingkah laku dibedakan atas sikap, dimana sikap
diartikan sebagai suatu kecenderungan potensi untuk mengadakan reaksi (tingkah
laku). Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya
sikap agar menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu
kondisi yang memungkinkan atau suatu fasilitas (Notoatmodjo, 2007).
Menurut Notoatmodjo (1993), tindakan adalah gerakan atau perbuatan dari
tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh
suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak
ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Secara logis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan namun tidak pula
dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.
Tindakan terdiri dari beberapa tingkatan,yaitu :
a. Persepsi, mengenal dan memilih suatu objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil.
b. Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar.
c. Mekanisme, apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan.
d. Adopsi, suatu tindakan yang sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran
tindakan tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yaitu dengan
wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau
Universitas Sumatera Utara
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.4. Koordinasi
Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi
merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Di samping
itu unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat
tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan
perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas
yang diperintahkan oleh komando atasan.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin
terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam
penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan
berbagai sektor yang multi kompleks.
Koordinasi (coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan
dalam manajemen bencana yang dikenal dengan empat C yaitu Command
(komando), Control (Pengendalian); Coordination (Koordinasi) dan Communication
(Komunikasi). Keempat hal ini kerap dilakukan karena melibatkan multi sektor yang
Universitas Sumatera Utara
terkait dalam penanganan bencana. Komando adalah fungsi perintah didasarkan atas
sistem hirarki suatu organisasi yang dilakukan secara vertikal. Pengendalian adalah
fungsi mengarahkan dan dilakukan pada suatu situasi yang menyangkut lintas
organisasi. Koordinasi adalah fungsi keduanya yang diarahkan pada penggunaan
sumber daya secara sistematis dan efektif (Rowland, 1984).
Dalam melaksanakan tugas penanganan bencana terutama pada saat tanggap
darurat harus ada satu kesatuan perintah (unity of command) dari seseorang kepada
orang lain yang bertanggung jawab kepadanya, sehingga apa yang mesti dilaksanakan
jelas dan tidak membingungkan (Rowland, 1984).
2.4.1. Pengertian Koordinasi
Dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 131
Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
di Daerah menyebutkan bahwa koordinasi meliputi perencanaan, pelaksanaan dan
koordinasi penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dilakukan di tingkat
Kabupaten/Kota oleh Bupati/Walikota selaku Ketua Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Satlak PBP).
Menurut Brech (2010) dalam bukunya The Principle and Practice of
Management, koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan
memberikan lokasi, kegiatan pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan
menjaga agar kegiatan itu, dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di
antara para anggota itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat rumusan yang berbeda-beda tentang koordinasi dan
pengkoordinasian sebagai salah satu fungsi manajemen sebagaimana dikemukakan
oleh Terry (1986) yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan pengkoordinasian
adalah tindakan mengusahakan hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang
sehingga dapat bekerja sama secara efisien untuk memperoleh kepuasan dalam hal
melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai
tujuan atau sasaran tertentu.
Pakar lainnya, Yodev (1962) mengemukakan bahwa pengkoordinasian adalah
memelihara hubungan-hubungan yang efektif di antara sumbangan-sumbangan para
peserta menurut penentuan waktu dan imbangan dalam operasi secara keseluruhan.
Sedangkan Abdurachman (1979) menyebutkan bahwa pengkoordinasian adalah
kegiatan atau untuk menertibkan sehingga segenap kegiatan satu sama lain tidak
simpang siur, tidak berlawanan dapat ditujukan kepada titik arah pencapaian tujuan
dengan efisien. Demikian pula The Liang Gie dan Sutarto (1978) menyebutkan
bahwa pengkoordinasian adalah kegiatan menghubung-hubungkan orang-orang dan
tugas-tugas sehingga terjamin adanya kesatuan atau keselarasan keputusan,
kebijaksanaan, tindakan, langkah, sikap serta tercegah timbulnya pertentangan,
kekacauan, kekembaran atau kekosongan tindakan.
Rumusan-rumusan di atas menunjukkan bahwa pengkoordinasian merupakan
kegiatan menertibkan jalinan hubungan kerja antar unit kerja dalam suatu organisasi
agar dapat berjalan serempak, integratif dan sinkron dalam usaha mencapai tujuan
organisasi lebih efisien dan efektif, dengan demikian pengkoordinasian dilakukan
Universitas Sumatera Utara
melalui proses koordinasi. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh
Ramipandojo bahwa pengkoordinasian dilakukan melalui proses koordinasi, oleh
karena itu koordinasi juga dipahami sebagai proses mempersatukan berbagai kegiatan
akibat adanya spesialisasi dan menyeimbangkan pemakaian sumber-sumber serta
aktifitas sehingga dicapai keharmonisan pada setiap langkah dan tindakan yang
dilakukan (Raminpandojo, 1996).
Selain rumusan pengkoordinasian terdapat juga rumusan koordinasi yang
berasal dari kata coordination (bahasa Inggris) yang menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia karangan Purwadarminta (2006) diartikan sebagai penyesuaian dan
pengaturan yang baik.
Koordinasi adalah suatu usaha kerja sama antara badan, instansi, unit dalam
pelaksanaan tugas-tugas tertentu, sehingga terdapat saling mengisi, saling membantu
dan saling melengkapi. Orang yang menggerakkan atau mengkoordinasi unsur-unsur
manajemen untuk mencapai tujuan disebut koordinator.
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Pengertian lain tentang koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim
dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing
dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di
antara para anggota itu sendiri (Hasibuan, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Koordinasi adalah proses perpaduan kegiatan lintas sektoral baik dalam
pemerintahan maupun stake holders lainnya dalam upaya penanganan bencana agar
dapat mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Fungsi koordinasi
dilakukan secara terintegrasi dengan sektor terkait pada (1) tahap pra dan (2) pasca
bencana sedangkan pada tanggap darurat fungsi yang dilaksanakan adalah dominan
fungsi komando karena fungsi koordinasi telah lebih dahulu dilaksanakan pada tahap
pra bencana (Depkes RI, 2002).
Koordinasi (coordination) sebagai proses pengintegrasian sasaran-sasaran dan
aktivitas dari unit kerja yang terpisah (departemen atau area fungsional) agar dapat
merealisasikan sasaran organisasi secara effektif. Kebutuhan akan koordinasi
tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi dalam pelaksanaan tugas dan derajat
saling ketergantungan bermacam-macam satuan pelaksananya (Tunggal, 2002),.
Definisi lain koodinasi yaitu suatu proses menghubungkan (linking) semua
kegiatan dari berbagai-bagai bagian kerja (departement) pada lingkup organisasi.
Linking diperlukan karena bermakna mengaitkan semua departemen untuk selalu
saling membantu dalam koordinasi yang efektif (Griffin, 1998),.
Terdapat 3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan
organisasi seperti diungkapkan oleh Thompson (Handoko, 2003), yaitu:
a. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila satuan-
satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam
melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap
satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.
Universitas Sumatera Utara
b. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), di mana
suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum
satuan yang lain dapat bekerja.
c. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan
hubungan memberi dan menerima antar satuan organisasi.
Lebih lanjut Handoko (2003), menyebutkan bahwa derajat koordinasi yang
tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat
diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling
ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi organisasi-
organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.
Koordinasi merupakan suatu nomenklatur yang biasa digunakan dalam setiap
kegiatan organisasi dan koordinasi dikatakan baik apabila berjalan secara efektif
sehingga sering disebut pula koordinasi yang efektif. Maksud efektif adalah sesuatu
akibat dari yang dikehendaki (Ali, 1997). Kata efektif digandengkan dengan efisien
yaitu perbandingan terbaik antara hasil yang dicapai dengan biaya yang dikorbankan.
Efektifitas koordinasi adalah koordinasi yang efektif yaitu menghasilkan kerjasama
untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditentukan terlebih dahulu.
Sebagaimana pengkoordinasian, terdapat beberapa rumusan tentang
pengertian koordinasi adalah sebagai pencapaian usaha kelompok secara teratur dan
kesatuan tindakan di dalam pencapaian tujuan bersama. Sedangkan Mc Farland
mengemukakan bahwa koordinasi adalah suatu proses dimana pemimpin
mengembangkan pola usaha kelompok secara teratur di antara bawahannya dan
Universitas Sumatera Utara
menjamin kesatuan tindakan di dalam pencapaian tujuan bersama (Mooney dan
Riley, 1998).
Hakekat daripada koordinasi adalah upaya memadukan, mengintegrasikan,
menyerasikan dan menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling
berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka menciptakan
tujuan dan sasaran bersama (Sepandji, 1998).
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan
(Terry, 2008).
Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry meliputi :
1. J umlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif
2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut
3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut
Sedangkan sifat-sifat koordinasi antara lain:
1. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer dalam
kerangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Koordinasi sebagai proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-
kegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen atau bidang-bidang
fungsional) suatu organsiasi untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Tanpa
Universitas Sumatera Utara
koordinasi, individu-individu dan departemen-departemen akan kehilangan pegangan
atas peranan individu dalam organisasi. Individu akan mulai mengejar kepentingan
sendiri yang sering merugikan pencapaian tujuan organisasi (Winardi, 1993).
Pakar lainnya mengemukakan rumusan koordinasi adalah pengembangan dan
pemeliharaan hubungan-hubungan secara terpadu di antara kegiatan-kegiatan dalam
suatu organisasi (Tosi dan Caroll, 1986).
Dari beberapa definisi itu, dapat diambil kesimpulan bahwa koordinasi
merupakan salah satu alat utama bagi organisasi untuk mempercepat proses
pencapaian tujuan. Koordinasi diperlukan pada semua tingkat kegiatan organisasi
baik pada tingkat perencanaan, pelaksanaan, evaluasi maupun pengawasan.
Koordinasi memiliki beberapa prinsip sebagaimana dikemukakan oleh
Handayaningrat (1984) bahwa sebagai azas organisasi, koordinasi adalah adanya
kesatuan gerak dan keterpaduan kegiatan di antara unit-unit organisasi yang telah
terbagi sesuai dengan pembagian tugasnya. Sedangkan sebagai fungsi manajemen,
koordinasi merupakan tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh pimpinan suatu
organisasi karena bertindak sebagai unit yang dipimpinnya.
Pamudji (1994) mengemukakan hal dilakukan dalam suatu koordinasi antara
lain: (1) koordinasi harus dimulai dari permulaan; (2) koordinasi adalah tahap yang
kontinu; (3) sepanjang kemungkinan koordinasi harus merupakan pertemuan-
pertemuan bersama; (4) perbedaan-perbedaan pandangan harus dikemukakan secara
terbuka dan diselidiki dalam hubungan dengan situasi seluruhnya.

Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Masalah-masalah dalam Koordinasi
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi
semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda.
Lawrence dan Lorch (Handoko, 2003) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan
dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
a. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota dari departemen
yang berbeda mengembangkan pandangannya sendiri tentang bagaimana cara
mencapai kepentingan organisasi yang baik. Bagian penjualan misalnya
menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan daripada kualitas
produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya sebagai faktor paling
penting sukses organisasi.
b. Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih memperhatikan
masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam periode waktu
pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih terlibat dengan
masalah-masalah jangka panjang.
c. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi. Kegiatan produksi memerlukan
komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar, sedang
bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan setiap orang
dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang lain.
Universitas Sumatera Utara
d. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi mungkin
mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk mengevaluasi
program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.
2.4.3. Tipe-tipe Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:
1. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang
ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya.
2. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-
kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
J enis koordinasi menurut Handayaningrat (1984) membedakan koordinasi
menjadi koordinasi intern dan koordinasi ekstern. Koordinasi ekstern adalah
koordinasi antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan berkedudukan
di dalam organisasi yang berbeda.
Menurut arahnya, koordinasi dibedakan menjadi tiga macam yaitu koordinasi
vertikal, koordinasi horizontal dan koordinasi diagonal (Soekarno K, 1975).
Koordinasi vertikal adalah tindakan atau kegiatan penyatuan/pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan-kegiatan dan tanggungjawabnya. Koordinasi
vertikal atau struktural adalah dimana antara yang mengkoordinasikan dan yang
dikoordinasikan secara struktural terdapat hubungan hirarki. Hal ini juga dapat
Universitas Sumatera Utara
dikatakan koordinasi yang bersifat hirarkis karena satu dengan yang lainnya berada
dalam satu garis komando (line of command).
Koordinasi horizontal yaitu koordinasi fungsional dimana kedudukan antara
yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinaiskan mempunyai level yang sama.
Menurut tugas dan fungsinya keduanya mempunyai kaitan yang satu dengan yang
lain sehingga perlu dilakukan koordinasi. Misalnya koordinasi yang dilakukan oleh
kepala biro perencanaan departemen terhadap kepala direktorat bina program pada
tiap-tiap direktorat jenderal suatu departemen.
Koordinasi horizontal dibedakan menjadi dua yaitu interdisplinary dan
interelated. Koordinasi interdiplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka
mengarahkan atau menyatukan tindakan untuk mewujudkan disiplin antara unit yang
satu dengan unit yang lain baik secara internal maupun secara eksternal pada unit-unit
yang mempunyai tugas yang sama. Koordinasi interelated adalah koordinasi antar
badan, instansi atau lembaga yang fungsinya satu sama lain saling bergantung atau
mempunyai kaitan secara internal maupun secara eksternal (Wursanto, 2002).
Koordinasi diagonal yaitu koordinasi fungsional dimana yang
mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
yang dikoordinasikan tetapi yang satu dengan yang lain tidak berada dalam satu garis
komando (line of command)
Dari jenis dan arah koordinasi yang telah diuraikan di atas, maka koordinasi
dari badan terkait penanggulangan yang dibahas dalam penelitian ini adalah
koordinasi horizontal interelated.
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Sifat-sifat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu:
a. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
(manajer) dalam rangka mencapai sasaran.
c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan. Asas koordinasi
adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu dilakukan menurut jenjang-
jenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang
yang berbeda-beda satu sama lain. Tegasnya, asas hirarki ini bahwa setiap atasan
(koordinator) harus mengkoordinasikan bawahan langsungnya.
2.4.5. Syarat-Syarat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu:
a. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari sudut
bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.
b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan antara
bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk mencapai kemajuan.
c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling menghargai.
d. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
2.4.6. Ciri-Ciri Koordinasi
Menurut Handayaningrat (1984), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh karena itu,
koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi sering dicampur-
adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya mempunyai arti yang berbeda.
Sekalipun demikian pimpinan tidak mungkin mengadakan koordinasi apabila
tidak melakukan kerjasama. Oleh kaerna itu, maka kerjasama merupakan suatu
syarat yang sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi.
b. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan pimpinan
yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan sehingga tujuan dapat
tercapai dengan baik.
c. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah konsep
yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu, maka
sejumlah individu yang bekerjasama, di mana dengan koordinasi menghasilkan
suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk mencapai efisiensi dalam
melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya tumpang tindih, kekaburan dalam
tugas-tugas pekerjaan merupakan pertanda kurang sempurnanya koordinasi.
d. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi.
Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha tiap
kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil.
e. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama, kesatuan dari usaha meminta suatu
pengertian kepada semua individu, agar ikut serta melaksanakan tujuan sebagai
kelompok di mana bekerja
Universitas Sumatera Utara
Dalam operasionalnya koordinasi adalah proses pengintegrasian
(penggabungan yang padu) dari semua tujuan dan kegiatan anggota satuan-satuan
yang letaknya boleh terpisah berjauhan di lingkup organisasi masing-masing, supaya
dapat menghasilkan suatu hasil optimal yang disetujui bersama (Rowland, 1984).
Kutipan yang dapat disarikan sebagai berikut :
1) Koordinasi dari usaha meliputi penyesuaian dari kegiatan-kegiatan untuk
memperoleh suatu atau sekelompok tujuan. Bila semua pekerja diberikan
kebebasan melakukan pekerjaan menurut cara sendiri-sendiri, masing-masing
akan dipandu oleh ide masing-masing tentang apa yang harus dilakukan.
Walaupun semua memiliki keinginan untuk kooperatif, hasil akhir dapat
menghasilkan pemborosan waktu, daya upaya, dan sumber daya uang karena
tidak ada petunjuk yang jelas memandu usaha tersebut. Secara konsekuen
koordinasi dibutuhkan dan menjadi suatu tanggung jawab utama dari pemimpin-
pemimpin (manejer-manejer).
2) Koordinasi adalah berbeda sikap kooperatif. Kooperatif boleh terjadi secara
spontan di lingkungan kelompok pekerja namun koordinasi terjadi hanya bila di
sana ada kepemimpinan yang efektif (effective leadership). Di dalam arti praktis
koordinasi berarti konsentrasi dan penggunaan usaha yang kooperatif diseluruh
anggota tim untuk menyelesaikan suatu tugas secara ekonomis dan efektif.
3) Untuk dapat memperoleh kualitas koordinasi yang ideal seharusnya manajemen
telah memulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dn pengendalian
yang baik.
Universitas Sumatera Utara
2.4.7. Tujuan Koordinasi
Koordinasi adalah upaya menyatu padukan berbagai sumber daya dan
kegiatan organisasi menjadi suatu kekuatan sinergis, agar dapat melakukan
penanggulangan masalah kesehatan masyarakat akibat kedaruratan dan bencana
secara menyeluruh dan terpadu sehingga dapat tercapai sasaran yang direncanakan
secara efektif serta harmonis (Depkes RI, 2002).
Koordinasi yang baik akan menghasilkan upaya yang terpadu dan terarah
dalam memberdayakan semua potensi yang ada, dengan tujuan :
a. Mencegah duplikasi program. Masing-masing unit pelaksana terkait memiliki
program penanggulangan bencana sesuai dengan tugas dan fungsi dan
kemampuan yang sebelumnya telah dinventarisasi dan dilaporkan pada bagian
pengurusan database di dinas kesehatan.
b. Menjawab pertanyaan siapa mengerjakan? Apa? Bagaimana? dan di mana?
Dalam situasi darurat bencana selalu terjadi kebingungan dalam siapa yang
mengerjakan, apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.
c. J aminan skala prioritas. Dengan koordinasi yang baik akan diperoleh skala
prioritas tindakan yang dijamin dapat dilaksanakan oleh semua pihak.
d. Adanya pelayanan sesuai standar. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan
standar minimal pelayanan kesehatan. Untuk kepastian standar diperlukan SOP
(Standard Operating Procedure)
e. Tingkat Efektivitas yang tinggi. Tingkat efektivitas adalah terutama dalam
kegiatan penanggulangan bencana. Aspek efisiensi adalah aspek yang berikutnya
Universitas Sumatera Utara
karena dalam kasus bencana selalu harus ditanggulangi dengan biaya tak terduga.
Namun demikian setiap pelaksana penanggulangan bencana, perlu mengurangi
pemborosan tenaga dan waktu dalam melaksanakan kegiatan.
2.4.8. Standard Operating Procedure (SOP) dalam Koordinasi
Ada beberapa pendapat tentang Prosedur Operasi Standar dalam
melaksanakan koordinasi antara lain : Menurut Pusat Penanggulangan masalah
kesehatan Depkes RI (2002), Prosedur Operasi Standar dalam melaksanakan
koordinasi adalah : (1) adanya media untuk berkoordinasi, (2) adanya tempat dan
waktu untuk melaksanakan koordinasi, (3) adanya unit atau pihak yang
dikoordinasikan. Unit yang dimasud di sini adalah organisasi kesehatan baik instansi
maupun tim kesehatan lapangan, (4) pertemuan reguler. Pertemuan reguler dapat
dilaksanakan secara periodik dalam waktu perbulan, pertriwulan, persemester atau
bersifat insidentil apabila diperlukan, (5) tugas pokok dan tanggung jawab organisasi
sektor kesehatan yang jelas, (6) informasi dan laporan, (7) kerjasama pelayanan dan
sarana, dan (8) aturan (Code of conduct) organisasi kesehatan yang jelas
Menurut Rapat koordinasi Satkorlak PB, Prosedur Operasi Standar dalam
melaksanakan koordinasi adalah sebagai berikut : (1) Tentukan pola koordinasinya
(berbagi informasi, kegiatan bersama, program terpadu), (2) Tunjuk
penanggungjawabnya, (3) J adwalkan titik pertemuan koordinasi dan (4) Tentukan
mekanisme pertanggungjawaban.


Universitas Sumatera Utara
2.4.9. Cara Koordinasi
Koordinasi dapat dijalankan dengan berbagai cara seperti berikut ini:
a. Dengan memanfaatkan saluran atau media komunikasi, misalnya:
1) Media elektronik seperti interphone, telepon, teleks, undangan, faksimil
apabila jarak saling berjauhan
2) Media cetak atau tertulis seperti surat edaran, memo atau nota dalam buku
pedoman organisasi, buku pedoman tata kerja, buku pedoman peraturan
3) Media tatap muka yaitu dengan mengadakan pertemuan baik secara formal
maupun pertemuan informal.
b. Dengan mengangkat koordinator.
c. Membuat simbol-simbol, tanda-tanda atau kode-kode tertentu misalnya dengan
menggunakan bel atau sirene, gong, sinar, ucapan dengan jawaban tertentu.
d. Dengan aba-aba tertentu misalnya untuk menarik atau mendorong barang yang
berat yang dilakukan oleh beberapa orang supaya tarikan atau dorongan dapat
dilakukan dengan serentak.
e. Dengan menyanyi bersama, selain untuk mendapatkan koordinasi juga dapat
membangkitkan semangat kerja.

2.5. Dinas Terkait Penanggulangan Bencana di Kabupaten Aceh Tengah
Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah yang disingkat BPBD adalah
badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana
Universitas Sumatera Utara
di daerah. BPBD sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan dan
evaluasi terhadap pelaksanaan analisis risiko bencana.
Kegiatan kesiapsiagaan dilakukan oleh instansi atau lembaga yang
berwenang, baik secara teknis maupun administratif yang dikoordinasikan oleh
BNPB atau BPBD dalam bentuk:
b) penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana;
c) pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini
d) Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar;
e) Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap
darurat;
f) Penyiapan lokasi evakuasi;
g) Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap
darurat bencana; dan
h) Penyediaan dan penyiapan bahan, barang dan peralatan untuk pemenuhan
pemulihan prasarana dan sarana.
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
131 Tahun 2003 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana dan Penanganan
Pengungsi di Daerah untuk penanggulangan bencana di tingkat kabupaten dan kota
disebutkan bahwa Bupati/Walikota mengkoordinasikan organisasi struktural dan non
struktural di Kabupaten/Kota dalam kegiatan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi kegiatan dimulai dari tahap sebelum, pada saat dan sesudah
terjadi bencana.
Universitas Sumatera Utara
Untuk membantu Bupati/Walikota dalam mengkoordinasikan kegiatan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dibentuk Satuan Pelaksana
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Satlak PBP) dengan susunan
keanggotaan Unsur Dinas/Kantor terkait, Unsur TNI/POLRI, Palang Merah
Indonesia, Kantor SAR Daerah, Unsur Organisasi Profesi, Unsur Dunia Usaha,
Tokoh Masyarakat dan Pakar serta Unsur Masyarakat lainnya/LSM.
Namun dalam pelaksanaan penanggulangan bencana daerah, BPBD juga
berkoordinasi dan bekerja sama dengan dinas terkait lainnya sebagaimana digariskan
dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri seperti terlihat pada Gambar 2.1.

















Gambar 2.1. Struktur Organisasi Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana
dan Penanganan Pengungsi Kabupaten/Kota

KETUA
KETUA I
KETUA II
PELAKSANA HARIAN
SEKRETARIS
SEKRETARIS
PELAKSANA
HARIAN
UNSUR
DINAS/
KANTOR
TERKAIT
UNSUR
TNI/POL
RI
KANTOR
SAR
DAERAH
P M I UNSUR
ORGANISASI
PROFESI
UNSUR
DUNIA
USAHA
TOKOH
MASY DAN
PAKAR
UNSUR
MASYARAKAT
LAINNYA/LSM
Universitas Sumatera Utara
Namun dari unsur-unsur terkait tersebut, penulis dalam penelitian ini
membatasi unsur terkait penanggulangan bencana daerah di Kabupaten Aceh Tengah
pada 5 (lima) dinas terkait meliputi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD),
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Palang Merah Indonesia dan POLRI Kabupaten Aceh
Tengah Propinsi Aceh.

2.6. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya maka yang
menjadi kerangka konseptual penelitian ini yang diambil dari Bloom (1998)
digambarkan seperti telihat pada Gambar 2.2.
Variabel Independen Variabel Dependen






Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Pada penelitian ini, yang menjadi variabel independennya adalah fungsi
koordinasi petugas dinas terkait penanggulangan bencana daerah meliputi
pendelegasian wewenang, pembagian kerja, koordinasi secara terencana, pengaturan
penggunaan teknologi dan koordinasi dalam rincian tugas pokok sedangkan variabel
dependennya adalah kesiapsiagaan penanggulangan bencana di Kabupaten Aceh
Tengah Propinsi Aceh.
Kesiapsiagaan
Penanggulangan Bencana
di Kab. Aceh Tengah
Propinsi Aceh
Fungsi Koordinasi
- Pendelegasian Wewenang
- Pembagian Kerja
- Koordinasi secara Terencana
- Pengaturan Penggunaan Teknologi
- Koordinasi Rincian Tugas Pokok
Universitas Sumatera Utara

You might also like