You are on page 1of 92

PANDUAN

MEMBANGUN SISTEM
PERINGATAN DINI
DI MASYARAKAT
PANDUAN MEMBANGUN
SISTEM PERINGATAN
DINI DI MASYARAKAT
Tim Penyusun
1. Abidin (PMI Kab. Bogor) 14. Dwi Handoko (PMI Provinsi Jawa Tengah)
2. Achmad Djaelani (PMI Pusat) 15. Irvan Perdana (PMI Provinsi Lampung)
3. Akbar Eka Putra (PMI Pusat) 16. Lala Jalaluddin (PMI Kab. Bandung)
4. Ari Andriyanto (PMI Provinsi DKI Jakarta) 17. Lukman Dahlan (PMI Provinsi Sulawesi Barat)
5. Arifn Muh. Hadi (PMI Pusat) 18. Marbon Sani (PMI Kota Jakarta Barat)
6. Bevita Dwi M. (PMI Pusat) 19. Nuzlan Huda (PMI Provinsi Sumatera Barat)
7. Budi Suharjo (PMI Provinsi Bali) 20. Rano Sumarno (PMI Kota Jakarta Barat)
8. Deasy Sujatiningrani (PMI Pusat) 21. Ridha Warsa (PMI Kab. Pasaman Barat)
9. Deni Kurnia Rahman (PMI Kab. Sarolangun) 22. Ridwan (PMI Pusat)
10. Dewa Ayu Sri Cahyaningsih (PMI Kab. Gianyar) 23. Sumiyanto (PMI Provinsi Lampung)
11. Dewa Gede Rika Priantana (PMI Provinsi Bali) 24. Teguh Wibowo (PMI Pusat)
12. Dr. Jumatil Fajar (PMI Kab. Kapuas) 25. Thamalia Haristiani (PMI Kab. Tegal)
13. Drs. Imam Santoso (PMI Kab. Kudus)
Design Sampul, Illustrasi & Tata Letak
eLBe Creative (khonkkhonk@gmail.com)
Penyusunan Didukung oleh:
Palang Merah Amerika
Palang Merah Denmark
Palang Merah Kanada
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC)
Penerbit:
Dicetak atas dukungan:
Copyright @2013
Cetakan Pertama, Oktober 2013
ISBN : XXXXXX
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENGETAHUAN
TENTANG
RISIKO
8
Panduan Membangun SIstem Peringatan Dini di Masyarakat
PENGETAHUAN TENTANG RISIKO
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di dunia. Wilayah
Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fre) yakni pertemuan tiga lempeng
tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan Pasifc. Tabrakan antar lempeng tektonik
tersebut membentuk jalur gempa dengan ribuan titik pusat gempa yang menjadikan
Indonesia sangat rawan gempa bumi. Wilayah Indonesia memiliki sabuk vulkanik
sepanjang 7.000 km dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTB, serta NTT. Terdiri dari 129
gunung berapi aktif (70 di antaranya sangat aktif) serta 500 gunung tidak aktif. Gunung
berapi aktif di Indonesia merupakan 13 % dari seluruh gunung berapi aktif di dunia.
Selain itu, wilayah pantai Indonesia sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat
merupakan wilayah dengan kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan
gelombang pasang.
Masyarakat yang hidup disekitar ancaman bencana terkadang tidak menyadari
bahwa ancaman dan tingkat risiko bencana dapat terjadi kapan saja. Di samping itu,
kerugian apapun yang ditimbulkan oleh bencana alam selalu mengakibatkan dampak
yang berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup manusia, khususnya
masyarakat yang paling rentan. Realita ini mendorong perlu adanya sistem peringatan dini
yang terpadu dengan upaya kesiapsiagaan bencana dan tanggap darurat bencana
di masyarakat.
Dengan adanya peringatan dini dan prakiraan bencana pada masa pra bencana,
masyarakat dapat melakukan aksi dini untuk mendukung upaya-upaya kesiapsiagaan
dan mitigasi bencana. Agar sistem peringatan dini dapat berjalan secara efektif
dibutuhkan partisipasi aktif masyarakat yang berada di daerah berisiko dalam
penyampaian peringatan dini bencana dari sumber informasi terpercaya kepada anggota
masyarakat lainnya. Di samping melakukan identifkasi, analisis, menyusun perencanaan
dan melaksanakan kegiatan-kegiatan penyadaran masyarakat, kesiapsiagaan tanggap
darurat bencana masyarakat, mitigasi struktural maupun non struktural yang sesuai dengan
peringatan dini yang diterimanya.
Peringatan dini sebagai salah satu bagian dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam situasi terdapat potensi bencana, dilakukan untuk mempersiapkan
tindakan tanggap darurat dan melakukan penyelamatan serta menghindari korban jiwa.
Agar dapat berjalan efektif sistem peringatan dini harus dikelola secara terpadu dan
menyeluruh, serta melibatkan masyarakat secara aktif dan para pemangku kepentingan
9
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENGETAHUAN TENTANG RISIKO
terkait, terutama dalam hal pengambilan keputusan dalam melakukan respon awal pada
kondisi emergency bencana.
Upaya pengurangan risiko dan kesiapsiagaan bencana akan dapat terlaksana dengan
efektif apabila didasarkan pada data yang akurat, tepat waktu dan memiliki derajat
ketajaman yang tinggi, baik untuk maksud perkiraan maupun untuk menghitung risiko dan
sebagainya. Melalui pendekatan people centered early warning, diharapkan masyarakat
terlibat aktif dalam melakukan analisis risiko bencana, memantau tingkat ancaman
bencana dan layanan peringatan dini, menyebar luaskan serta mengkomunikasikan
peringatan dini, serta membangun kapasitasnya dalam melakukan aksi dini. Melalui
pendekatan ini diharapkan sistem peringatan dini dapat dibuat lebih feksibel dan
adaptasi sesuai dengan kapasitas lokal dan berkelanjutan di masyarakat.
2. Tujuan.
Panduan ini bertujuan untuk:
a. Memberikan panduan yang dapat digunakan PMI dalam membangun sistem peringatan
dini di masyarakat.
b. Mengaplikasikan peringatan dini yang terpadu dengan sistem kesiapsiagaan dan
tanggap darurat bencana.
c. Sebagai panduan bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem peringatan dini di
masyarakat.
3. Dasar Pelaksanaan.
a. Undang Undang No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana.
c. Peraturan Presiden Nomor. 8 Tahun 2008 tentang BNPB.
d. KEPPRES Nomor 25/1950 tentang Pengesahan dan Pengakuan PMI.
e. KEPPRES Nomor 246/1963 tentang Tugas Pokok dan Kegiatan PMI.
f. Pedoman Organisasi Pelayanan PMI tahun 2011.
g. Juklak Penanggulangan Bencana PMI tahun 2011.
h. Juknis Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana PMI tahun 2011.
4. Pengertian.
Ancaman Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana.
10
Panduan Membangun SIstem Peringatan Dini di Masyarakat
PENGETAHUAN TENTANG RISIKO
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan serta penghidupan masyarakat yang disebabkan; baik oleh faktor alam dan/
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Kerentanan adalah karakteristik dan keadaan dari sistem, komunitas atau aset yang
membuatnya rentan terhadap dampak yang merusak dari ancaman bencana.
Kapasitas adalah sumber daya atau ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat untuk
mampu menghadapi dampak yang merusak dari ancaman bencana.
Risiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan
gangguan kegiatan masyarakat.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdayaguna.
Tanggap Darurat Bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera
pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, meliputi
kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan
sarana.
Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fsik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana.
Pengurangan Risiko Bencana adalah serangkaian upaya pengembangan dan penerapan
secara luas kebijakan, strategi dan praktek-praktek untuk mengurangi kerentanan, risiko
dan potensi dampak bencana di masyarakat melalui pendekatan yang sistematis untuk
mengidentifkasi, mengkaji, dan mengurangi risiko bencana dalam berbagai aspek.
Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada waktu dan tempat
tertentu oleh lembaga yang berwenang. Peringatan dini ini dilakukan untuk pengambilan
tindakan yang cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena dampak bencana
serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
11
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENGETAHUAN TENTANG RISIKO
Sistem Peringatan Dini adalah serangkaian kapasitas yang diperlukan untuk menghasil-
kan dan menyebarkan peringatan secara cepat dan tepat serta memungkinkan individu,
komunitas dan organisasi yang terancam oleh bencana untuk merespon bencana serta
melakukan upaya pengurangan risiko atau dampak bencana.
BAB II
PEMANTAUAN
DAN LAYANAN
PERINGATAN
14
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
BENCANA DAN SISTEM PERINGATAN DINI
1. Bencana.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/
atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Karakteristik dari keadaan masyarakat ataupun aset yang ada di lingkungan masyarakat
dapat memicu terjadinya bencana, terlebih ketika keadaan masyarakat tersebut tidak
didukung oleh sumber daya yang mampu meminimalisir dampak dari bencana tersebut.
Bencana sangat berpotensi menimbulkan kerugian, dapat berupa luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
gangguan kegiatan masyarakat dan bahkan dapat menimbulkan kematian. Potensi ini akan
semakin besar jika masyarakat yang terancam atau yang terkena dampak tidak memiliki
ketahanan dalam menghadapi ancaman ataupun bencana yang ada. Potensi kerugian
15
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
akibat bencana tersebut pada dasarnya dapat dimininalisir melalui peningkatkan
kesiapsiagaan dalam mengantisipasi bencana dengan mekanisme yang tepat, seperti
penguatan kapasitas masyarakat dalam menganalisis ancaman, risiko, kerentanan dan
kapasitas di lingkungan mereka, serta mengaktifkan sistem peringatan dini.
Dalam penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana diartikan sebagai
upaya dalam mengurangi risiko bencana dalam konteks yang luas, dimana seluruh
elemen akan terlibat baik dari tingkat pengambil kebijakan hingga pada tingkat yang
paling berpotensi mengalami risiko bencana tersebut.
Pada tingkat pengambil kebijakan akan mengeluarkan dan menerapkan kebijakan-kebijakan
dalam upaya pengurangan risiko bencana, selain mengeluarkan kebijakan juga menentukan
strategi-strategi untuk mengurangi kerentanan, risiko dan potensi dampak bencana yang
ada di masyarakat melalui kajian dan pendekatan yang sistematis.
Di sisi lain, pada tingkat masyarakat yang paling berpotensi mengalami risiko bencana
tersebut akan melakukan aksi dini untuk meningkatkan perilaku aman serta menghindari
kerusakan dan kehilangan harta benda. Peringatan dini memegang peranan penting dalam
mengaktifkan kebijakan-kebijakan kesiapsiagaan bencana dan tanggap darurat bencana.
2. Sistem Peringatan Dini.
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin
kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada waktu dan tempat
tertentu oleh lembaga yang berwenang. Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan
tindakan yang cepat dan tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena dampak bencana
serta mempersiapkan tindakan tanggap darurat.
Tujuan dari pengembangan sistem peringatan dini di masyarakat adalah memberdayakan
individu dan masyarakat serta elemen-elemen masyarakat yang terancam bencana untuk
bertindak dalam waktu yang cukup dan dengan cara-cara yang tepat untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya korban luka, hilangnya jiwa, serta rusaknya harta benda dan
lingkungan.
Sistem peringatan dini harus dilihat sebagai sebuah sistem bukan hanya sebagai
kegiatan-kegiatan untuk mengumpulkan informasi. Sistem peringatan dini harus
dilihat sebagai bagian dari pengurangan risiko bencana serta meningkatkan upaya-upaya
kesiapsiagaan dalam merespon bencana.
16
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
Sistem peringatan dini yang efektif terdiri dari 4 elemen dasar:
a. Pengetahuan tentang risiko.
b. Pemantauan dan layanan peringatan.
c. Penyebarluasan dan komunikasi.
d. Kemampuan merespon bencana.
Tanggap
Darurat
Bencana
Kesiapsiagaan
Bencana
Gambar 1. Elemen-Elemen Sistem Peringatan Dini
17
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
Elemen-elemen tersebut saling berhubungan, apabila salah satu elemen tidak
berfungsi akan dapat mempengaruhi keseluruhan sistem. Masing-masing masyarakat,
pemerintah maupun para pemangku kepentingan dapat memiliki peran dan tanggung
jawab di elemen-elemen yang berbeda. Oleh karena itu sistem peringatan dini harus
dilakukan secara terkoordinasi dan setiap elemen dari sistem peringatan dini
membutuhkan informasi yang akurat, komprehensif, terkoordinasi, tepat waktu dan
jelas.
1) Tingkat Pengetahuan Tentang Risiko dan Kerentanan dari Para Pemangku Kepentingan
dan Masyarakat.
Sistem peringatan dini memfokuskan pada aksi dini sesuai dengan risiko bencana yang
akan terjadi, maka perlu adanya kajian terhadap risiko bencana. Memperhatikan
sifat ancaman dan kerentanan yang mengalami perubahan dari waktu ke waktu
terutama yang dipengaruhi oleh perubahan iklim dan lingkungan, perpindahan
dan pertumbuhanpenduduk. Maka diperlukan pengumpulan dan analisis data yang
sistematis. Informasi yang dibutuhkan meliputi; kondisi-kondisi yang mempengaruhi
tingkat risiko bencana, termasuk perubahan penggunaan lahan dan sumber daya,
iklim infrastruktur yang dibangun dan tingkat urbanisasi, indikasi peningkatan jumlah
dan kepadatanvektor penular penyakit, terjadinya kerusakan hutan secara terus menerus,
pemantauan kondisi kualitas lingkungan tertentu yang menurun, dan sebagainya.
Kegiatan sistem peringatan dini dimulai dengan identifkasi pengetahuan masyarakat
mengenai risiko bencana, dapat diperoleh melalui asesmen kerentanan dan kapasitas
(Vulnerability and Capacity Assessment). Sebagai contoh dengan menggunakan peta risiko
bencana, sehingga masyarakat dapat menvisualisasikan; (1) area-area yang terpapar ter-
hadap ancaman bencana; (2) elemen-elemen yang berisiko terkena dampak bencana;
(3) sumberdaya-sumberdaya yang dapat digunakan untuk mengurangi risiko bencana.
Pengetahuan yang baik mengenai risiko bencana akan menjadi dasar bagi pengembangan
elemen-elemen lainnya dalam sistem peringatan dini yang efektif.
2) Pemantauan dan Layanan Peringatan.

Kegiatan pemantauan dan layanan peringatan sering dianggap inti dari sistem
peringatan dini. Elemen ini melibatkan deteksi risiko serta membutuhkan
pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap indikator risiko bencana serta
perubahan kondisi rentan. Pemantauan ini dapat diperoleh melalui metode ilmiah seperti
pemantauan dan prediksi cuaca, permodelan sungai dan estimasi produksi pertanian.
Dapat pula berdasarkan pada pengetahuan lokal dan pengukuran sederhana seperti
tingkah laku binatang, pemantauan ketinggian air sungai, penyadaran strategi
kearifan lokal.
18
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
Jangka waktu pemantauan tergantung pada ancaman bencana yang bersangkutan.
Sebagai contoh, sudden hazard (bencana yang datang tiba-tiba) memerlukan
pemantauan 24-jam, sebaliknya slow-onset hazard (bencana yang datangnya secara
perlahan) dapat dideteksi sejak awal. Sebagai elemen inti dari sistem peringatan dini,
pemantauan dan layanan peringatan dini harus melibatkan semua aktor (individu,
organisasi, lembaga) di berbagai tingkatan dan membutuhkan komitmen yang tinggi
dari semua pihak. Pemantauan dan layanan peringatan dini sebaiknya dikembangkan
secara terkoordinasi untuk ancaman bencana yang berbeda dalam mobilisasi
sumberdaya yang efektif.
3) Penyebarluasan Komunikasi Informasi Risiko dan Peringatan Dini.
Peringatan dini harus dapat menjangkau semua orang yang terancam bencana. Dalam
peringatan dini, pesan yang disebarluaskan harus jelas dan berisikan empat elemen dari
sistem peringatan dini di masyarakat. Informasi yang sederhana namun berguna sangat-
lah penting untuk mendorong melakukan tindakan dini yang tepat, dan akan membantu
menyelamatkan jiwa dan kehidupan.
Dalam prakteknya penggunaan berbagai saluran komunikasi dalam diseminasi
peringatan dini sangat diperlukan untuk memastikan agar dapat menjangkau sebanyak
mungkin pihak yang diberi peringatan, memperkuat pesan peringatan dan menghindari
terjadinya kegagalan. Komunikasi pesan yang disebarluaskan harus memperhitung-
kan bagaimana pihak-pihak dapat mengakses informasi di tempat yang berbeda dan
bagaimana mereka dapat memahami dan menterjemahkan isi pesan.
4) Kemampuan Masyarakat dalam Merespon Bencana.
Elemen-elemen dari kemampuan tanggap darurat sangat dinamik, membutuhkan
informasi bagaimana mempersiapkan masyarakat untuk melakukan aksi dini, baik dalam
hal tanggap darurat bencana maupun mengurangi risiko dan dampak bencananya.
Pelibatan aktif komponen masyarakat dapat ditingkatkan melalui aksi dini dalam
merespon bencana yang dihadapi dengan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Melaksanakan pemetaan ancaman bencana, mengidentifkasi kelompok masyarakat
rentan serta kapasitas yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka kesiapsiagaan
bencana.
b. Meningkatkan kapasitas merespon bencana seperti asesmen tanggap darurat,
penyelamatan dan evakuasi korban bencana, distribusi bantuan, dan lain lain.
c. Membuat rencana evakuasi serta peta evakuasi dengan melibatkan seluruh unsur
masyarakat untuk mendorong anggota masyarakat bertanggung jawab demi kesela-
matannya sendiri.
19
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
d. Masyarakat juga berperan dalam komunikasi perubahan perilaku untuk meningkat-
kan pemahaman mengenai risiko bencana serta perubahan perilaku kesiapsiagaan
bencana sesuai dengan peringatan dini yang diterimanya, melalui kegiatan penyuluhan,
kampanye serta kunjungan relawan desa/ Kelurahan dari rumah ke rumah.
e. Masyarakat dapat memobilisasi sumberdaya yang dimilikinya untuk melaksanakan
mitigasi struktural dan non struktural dalam skala kecil yang meliputi bidang mata
pencaharian, air dan sanitasi, lingkungan, kesehatan, dan lain lain, sehingga ter-
bangun ketangguhannya dalam menghadapi risiko dan dampak bencana.
f. Menyusun rencana kontijensi tanggap darurat dengan perlibatan seluruh unsur dari
masyarakat dalam menentukan sistem tanggap darurat bencana dan pengerahan
potensi bersama untuk mencegah, atau menanggulangi dalam situasi tanggap darurat
bencana.
Masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk
perilaku yang aman, ketersediaan jalur evakuasi, dan cara terbaik untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda. Sangat penting bagi masyarakat
untuk memahami ancaman bencana yang dihadapinya dan mematuhi layanan peringatan
dini, serta masyarakat harus mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan
untuk perilaku yang aman, ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk
menghindari kerusakan dan kehilangan harta benda.
3. Pentingnya Peringatan Dini dalam Bencana.
Sistem peringatan dini menjadi bagian penting dari mekanisme kesiapsiagaan
bencana, karena peringatan dini dapat menjadi faktor kunci yang menghubungkan antara
tahap kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Secara teoritis bila peringatan dini
disampaikan tepat waktu, maka suatu peristiwa yang dapat menimbulkan bencana dapat
diperkecil dampak negatifnya.
Peringatan dini tidak akan ada artinya jika tidak disertai dengan aksi dini. Aksi dini
yang terdiri dari upaya-upaya kesiapsiagaan bencana dan pengurangan risiko bencana
merupakan bagian paling penting dari sistem peringatan dini. Jika sebuah peringatan
dini diinformasikan dan tidak ada aksi yang dilakukan sesuai dengan peringatan dini yang
diberikan, maka sistem peringatan dini belum berjalan secara optimal.
Peringatan dini dapat mengurangi dampak bencana dan sangat bergantung pada
beberapa faktor, antara lain:
a. Ketepatan peringatan.
20
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
b. Jarak waktu yang tersedia antara informasi peringatan hingga datangnya peristiwa
yang dapat menimbulkan bencana.
c. Kesiapan perencanaan pra bencana dan kesiapsiagaan masyarakat, termasuk
kemampuan masyarakat untuk menanggapi peringatan tersebut dan melakukan
tindakan antisipasi/aksi dini secara tepat.
Dalam bencana tertentu, seperti banjir, tanah longsor, abrasi serta kekeringan, peringatan
dini disampaikan dalam bentuk informasi tahunan, bulanan, mingguan maupun harian
serta jam.
Peringatan dini yang disertai oleh aksi dini sangatlah sesuai jika diterapkan pada berbagai
kerangka waktu (tahun, bulan, minggu, hari dan jam) untuk menghasilkan upaya-upaya
pengurangan risiko bencana yang strategis.
Sebagai contoh, pada situasi dimana informasi peringatan dini diperoleh dalam bentuk
informasi tahun maupun bulan, maka aksi dini dapat diarahkan pada pengembangan
kapasitas masyarakat, pengembangan rencana kontijensi tanggap darurat Bencana,
penyusunan rencana pengurangan risiko bencana. Demikian pula halnya pada situasi
dimana informasi peringatan dini diperoleh dalam bentuk informasi hari dan jam, maka
aksi dini akan lebih mengarah pada aksi koordinasi antar pelaku penggulangan bencana
baik internal maupun eksternal di masyarakat dengan melakukan identifkasi sumber-
daya dan mempersiapkan diri untuk melaksanakan tanggap darurat bencana seperti yang
tergambar di bawah ini:
Gambar 2. Peringatan Dini dan Aksi Dini
Semakin banyak waktu
untuk mengurangi risiko
bencana melalui aksi dini
(kesiapsiagaan dan mitigasi).
21
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PEMANTAUAN DAN LAYANAN PERINGATAN
Pada kondisi tanggap darurat bencana, peringatan dini yang diterima akan menstimulasi
pengaktifan rencana kontinjensi melalui pelaksanaan SOP.
Pada jam pertama saat bencana terjadi, kegiatan tanggap darurat dilaksanakan dengan
mengacu pada SOP ataupun aturan lain yang telah disiapkan sebelumnya. Pada masa
ini sudah jelas siapa berbuat apa dan sumber daya apa yang harus diberdayakan saat
tanggap darurat.
Setelah kejadian bencana, sistem peringatan dini masih tetap berjalan di
masyarakat yang berupa memberikan informasi-informasi kepada masyarakat untuk
melakukan evakuasi diri dan mengarahkan masyarakat untuk melakukan tindakan-
tindakan penyelamatan diri. Rencana Operasi sudah dapat disusun dengan asumsi
telah dilakukan asesmen dan adanya data-data kebutuhan berdasarkan hasil asesmen.
Ini dilakukan pada bencana yang bersifat slow-onset, dimana bencana sudah bisa
diprediksi sebelumnya, seperti banjir, tanah longsor, abrasi, tsunami dan lain-lain.
Sedangkan untuk bencana yang bentuknya sudden-onset, SOP bisa berjalan setelah
bencana tersebut terjadi seperti bencana gempa bumi. SOP akan terus berjalan
di setiap tahapan-tahapan untuk mengevaluasi renops yang telah ada dan menyusun
renops selanjutnya selain sebagai dasar untuk penyusunan tanggap darurat bencana
selanjutnya.
Gambar 3. Hubungan antara Rencana Kontijensi, SOP dan
Rencana Operasi Tanggap Darurat Bencana dalam Sistem Peringatan Dini
BAB III
PENYEBARLUASAN
DAN KOMUNIKASI
24
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
SISTEM PERINGATAN DINI DI MASYARAKAT
Sistem peringatan dini merupakan elemen yang tidak terpisahkan dan harus
dijalankan agar upaya pengurangan risiko bencana dapat tercapai. Dengan adanya
sistem peringatan dini, masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat, sebelum, saat
maupun sesudah bencana terjadi. Pada bencana yang bersifat slow-onset (bencana yang
datangnya secara perlahan), sistem peringatan dini akan sangat dibutuhkan untuk
memperkecil dampak bencana dengan menyusun rencana tindakan-tindakan yang
akan dilakukan dalam menghadapi bencana. Sedangkan untuk bencana yang bersifat
sudden-onset (bencana yang datang tiba-tiba), sistem peringatan dini dapat diaktifkan
segera setelah bencana tersebut terjadi.
Ketika bencana terjadi sistem yang ada di masayarakat akan terganggu dan terdapat
kerusakan serta korban jiwa sehingga membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
Dengan mengelola sistem peringatan dini kapasitas masyarakat dapat diperdayakan
untuk meminimalkan gangguan sistem yang ada di masyarakat, sehingga setelah bencana
terjadi masyarakat dapat segera pulih.
25
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
1. Masyarakat yang Aman dan Tangguh.
Masyarakat yang hidup di sekitar ancaman bencana dan kesehatan terkadang tidak
menyadari bahwa ancaman dan tingkat risiko bencana serta kesehatan dapat
terjadi kapan saja. Kegiatan pembangunan dan aktivitas kehidupan masyarakat yang
tidak memperdulikan lingkungan dapat memicu timbulnya ancaman bencana dan
kesehatan, risiko serta kerentanan masyarakat.
Bencana apapun yang terjadi pasti akan berakibat buruk dan menimbulkan penurunan
kualitas hidup masyarakat yang terdampak. Idealnya masyarakat memiliki kemampuan
yang kuat untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, sehingga risiko-risiko yang
diakibatkan oleh bencana dapat ditekan seminimal mungkin. Situasi ini memaksa perlu
terbentuknya masyarakat yang aman dan tangguh dalam pengurangan risiko bencana.
a. Masyarakat aman dan tangguh memegang teguh adat istiadat dan mempunyai
aturan-aturan tidak tertulis dalam pemeliharaan lingkungan, misalnya kebiasaan
gotong royong bersih lingkungan, larangan menebang hutan desa dan lain-lain,
masyarakat pun memahami dan patuh terhadap aturan tersebut. Tidak
hanya itu, masyarakat juga mempunyai sanksi yang disepakati bersama apabila
terjadi pelanggaran atas aturan yang tidak tertulis tadi. Aturan-aturan ini
secara turun temurun disampaikan melalui forum-forum adat dan berlaku
menyeluruh baik terhadap penduduk asli maupun pendatang. Untuk terlaksananya
aturan tersebut, masyarakat membentuk perangkat-perangkat yang menjamin
aturan tadi dapat dilaksanakan, terdapat pembagian peran gender dalam
penerapan aturan tersebut dan juga memilik tokoh kunci yang berperan dalam
penegakan aturan misalnya; tetua adat, kepala dusun atau tokoh masyarakat.
b. Masyarakat aman dan tangguh memiliki pengetahuan dan keterampilan, tercermin
dengan senantiasa berinisiatif untuk menambah pengetahuan dari berbagai sumber.
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan diperoleh antara lain melaluipelatihan
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana. Pengetahuan dan ketrampilan yang
terus terasah menghadirkan budaya baru dan melahirkan norma atau peraturan baru.
Mereka memiliki pemahaman yang baik tentang daerah rawan dan kelompok paling
rentan terkena risiko bencana di lingkungannya, dan mampu melaksanakan upaya
pengurangan risiko bencana. Pengelolaan sumber daya di lingkungannya
dilakukan dengan baik sehingga akses pelayanan kesehatan, transportasi,
air bersih, pengelolaan sampah yang telah ada dapat terjaga dengan baik, mereka
juga menyelenggarakan sistem peringatan dini dengan melibatkan masyarakat serta
pemangku kepentingan di lingkungannya.
c. Masyarakat aman dan tangguh dalam organisasi dapat dilihat dari adanya sistem
pemerintahan yang baik, terstruktur, pembagian peran dan tugas yang jelas, serta
adanya pemimpin yang mengatur sistem tersebut. Masyarakat ini pun mempunyai
SDM yang memadai, kebijakan/ peraturan yang mendukung pelayanan serta standar
pelayanan yang baik. Memiliki program kerja yang mendukung pengurangan risiko
bencana dan kesehatan yang diimplementasikan melalui pertemuan rutin antar
26
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
elemen masyarakat. Program kerja yang ada didukung pula oleh kemampuan
menggalang dana swadaya dan menggali dana dukungan Pemerintah Daerah.
Serta memiliki kemampuan melakukan jejaring dengan mitra terkait turut mendukung
pengurangan risiko bencana dan kesehatan yang direncanakan oleh masyarakat.
d. Kepemimpinan dalam masyarakat aman dan tangguh ditandai dengan adanya
tokoh-tokoh masyarakat yang memimpin secara formal maupun non formal dan
dipercaya oleh masyarakat, memiliki ketrampilan secara teknis dan non teknis, serta
terjaganya mekanisme pengambilan keputusannya yang telah terbagi dengan baik.
Para tokoh masyarakat ini juga mampu mengatur dan memobilisasi masyarakat dengan
melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan melalui mekanisme yang jelas.
e. Masyarakat yang aman dan tangguh mampu mengidentifkasi sumberdaya yang
ada di lingkungannya, baik itu sumber daya manusia, alam, organisasi, ekonomi, fsik
dan lain-lain. Masyarakatnya juga mampu menentukan sumber daya potensial untuk
pengurangan risiko bencana dan mampu mengelola sumberdaya dengan baik.
Tindakan yang dilakukan oleh masyarakat tangguh dalam sumberdaya antara lain
adalah pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki untuk upaya pengurangan risiko
bencana secara terorganisir dengan baik dan dapat bertanggung jawab atas
pemanfaatan sumberdaya tersebut.
f. Masyarakat aman dan tangguh memiliki kesadaran tentang pengetahuan
berkaitan dengan komposisi penduduk, seperti jumlah penduduk, jumlah penduduk
yang tinggal di daerah berisiko, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan
usia, tingkat pendidikan penduduk dan mengetahui jumlah penduduk difable.
Dengan pengetahuan tentang komposisi penduduk tersebut, masyarakat dapat
melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan komposisi penduduknya.
g. Masyarakat yang aman dan tangguh memiliki sistem hukum dan aturan
yang menjamin kehidupan mereka, perangkat yang ada di masyarakat
mensosialisasikan sistem hukum dan aturan yang berlaku serta sanksi yang diterapkan
kepada masyarakat.
h. Masyarakat aman dan tangguh secara ekonomi telah memiliki kesadaran akan
perlunya sumber mata pencaharian yang jelas dan tetap, kesadaran perlunya
lembaga keuangan di masyarakat dan menjadi anggota lembaga keuangan tersebut, dan
memiliki kesadaran dalam mendahulukan kebutuhan dengan menunda keinginan.
Dengan demikian untuk menghadapi situasi di masa datang masyarakat memiliki
kebiasaan menabung dan asuransi jiwa maupun harta, sehingga ketika terjadi bencana
atau situasi darurat masyarakat sudah memiliki persiapan yang baik.
27
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
i. Masyarakat yang aman dan tangguh memiliki sistem sosial yang terlihat dari
solidaritas tinggi di lingkungan sosial kemasyarakatannya dengan memelihara
sistem kegotongroyongan, dan saling membutuhkan atau interaksi antar sesama,
sehingga menjadikan mereka lebih aman dan tangguh dalam menghadapi
bencana. Dengan adanya sistem sosial tersebut, masyarakat secara otomatis akan
memberikan bantuan baik berupa tenaga, waktu, pikiran, tempat, materi dan
bentuk lainnya kepada masyarakat lain yang terdampak bencana. Selain itu, mereka
akan membentuk sistem jaminan sosial di masyarakat serta membentuk kelompok-
kelompok sosial di lingkungan masyarakat tersebut.
Untuk mendukung pencapaian masyarakat yang aman dan tangguh, intervensi apapun
yang dilakukan harus memperhatikan sistem-sistem yang ada dan berlaku di masyarakat.
Hal ini juga dilakukan untuk menjamin keberlanjutan kegiatan di masyarakat. Di sisi
lain terjadinya bencana dapat mempengaruhi terganggunya sistem-sistem yang ada di
masyarakat sehingga mempengaruhi keamanan dan ketanggungannya. Bencana yang
terjadi dapat dikelompokkan dengan memperhatikan dampak bencana yang
terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan terganggunya sistem-sistem yang ada
di masyarakat. Skala bencana tersebut adalah sebagai berikut:
a. Bencana Skala Kecil.
Bencana yang terjadi di suatu wilayah dapat dinyatakan sebagai bencana berskala
kecil dengan melihat dari beberapa aspek yang terkena dampak, yaitu:
(1) Organisasi.
Daerah yang terkena bencana akan dapat dinyatakan bencana skala kecil
pada saat seluruh organisasi yang ada di tingkat Desa/ Kelurahan, RW, RT dan
organisasi pendukung lainnya masih dapat menjalankan tugas dan fungsinya,
sehingga kordinasi terhadap penanggulangan bencana yang ada di wilayah
tersebut berjalan sebagaimana mestinya.
(2) Kepemimpinan.
Pelayanan umum yang dilaksanakan oleh pemerintahan dari tingkat Desa/
Kelurahan hingga ke tingkat RT masih berfungsi dengan baik. Pada saat bencana
datang, pelayanan terhadap masyarakat tidak terganggu dan bahkan bertambah
dengan menjalankan fungsi-fungsi penanggulangan bencana. Pada situasi bencana
kepemimpinan masih berfungsi, masyarakat yang terkena dampak bencana tidak
akan terlalu merasakan adanya bencana yang terjadi, karena fungsi pemerintah
yang ada di lingkungannya masih berjalan dengan baik.
28
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
(3) Sumber Daya.
Melihat dampak bencana dari sumber daya, pada bencana berskala kecil
peranan sumber daya lokal sangat terlihat. Dampak yang ditimbulkan dari bencana
akan ditangani langsung oleh sumber daya lokal, sehingga tidak banyak pihak-
pihak/ sumberdaya eksternal yang memberikan perannya dalam penanggulangan
bencana tersebut.
(4) Infrastruktur.
Infrastruktur tidak mengalami kerusakan yang berarti akibat suatu bencana. Sistem
pendidikan, ekonomi, akses transportasi dan kesehatan tetap berjalan dengan
normal. Dengan demikian aktivitas belajar mengajar, perdagangan dan pelayanan
kesehatan yang menjadi aktivitas rutin tetap berjalan seperti biasa.
b. Bencana Skala Sedang.
Bencana skala sedang juga dilihat dari beberapa aspek yang terkena dampak, yaitu:

(1) Organisasi.
Secara organisasi bencana dikelompokkan pada skala sedang apabila saat
bencana terjadi organisasi yang ada tidak berfungsi secara keseluruhan, sehingga
koordinasi antar lembaga/ organisasi yang ada di masyarakat tidak dapat dilakukan.
Akibatnya adalah, tidak ada tindakan-tindakan yang dapat dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang ada tersebut untuk melakukan tindakan penanggulangan
bencana.
(2) Kepemimpinan.
Di tingkat Kabupaten/ Kota pelayanan pada saat bencana masih dapat dilakukan,
namun di tingkat Kecamatan hingga Desa sudah tidak berfungsi. Pada situasi ini
kepemimpinan akan dipandu ataupun akan diambil alih oleh tingkat Kabupaten/
Kota.
(3) Sumber daya.
Pada kondisi bencana berskala sedang, sumber daya lokal yang ada tidak bisa di-
fungsikan secara maksimal, karena beberapa sumber daya yang ada di tingkatan
lokal tersebut juga terkena dampak bencana. Pada kondisi ini, sumber daya ter-
dekat akan berperan untuk memberikan upaya penanggulangan bencana di daerah
yang terkena dampak.
(4) Infrastruktur.
Infrastruktur yang ada di masyarakat tidak mengalami kerusakan secara
keseluruhan, akan tetapi sistem pendidikan, ekonomi, akses transportasi dan
29
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
kesehatan tetap mengalami gangguan. Adanya gangguan pada infrastruktur yang
ada tersebut berdampak pada aktivitas masyarakat, baik aktivitas pendidikan,
ekonomi maupun pelayanan transportasi dan kesehatan.
c. Bencana Skala Besar.
Bencana skala besar biasanya identik dengan rusaknya infrastruktur, timbulnya korban
jiwa, dan dilihat dari beberapa aspek sebagai berikut:
(1) Organisasi.
Pada kondisi bencana skala besar, organisasi yang ada di daerah setempat tidak
berfungsi untuk melakukan tindakan-tindakan penanggulangan bencana. Tidak ada
fungsi koordinasi yang berjalan pada kondisi ini, sehingga organisasi yang ada itu
pun membutuhkan dukungan atau bahkan pertolongan untuk melakukan upaya
penanggulangan bencana.
(2) Kepemimpinan.
Sistem kepemimpinan yang ada di daerah terkena bencana ini tidak berfungsi sama
sekali, situasi ini biasanya memperparah kondisi wilayah yang terkena dampak
bencana dikarenakan tidak ada kebijakan ataupun arahan dari yang berwenang
untuk melakukan tindakan respon dan lain-lain.
(3) Sumber daya.
Sumber daya yang ada di daerah terkena dampak tidak berfungsi dan tidak mampu
melakukan tindakan. Keterbatasan sumber daya yang ada memicu dikelompok-
kannya bencana pada skala bencana besar, karena sumber daya tidak berimbang
dengan bencana yang terjadi dalam penanganannya sehingga dapat menimbulkan
dampak yang lebih parah.
(4) Infrastruktur.
Seluruh sistem yang ada di masyarakat tidak akan berjalan dikarenakan
infrastruktur yang ada tidak berfungsi. Sistem pendidikan, ekonomi dan
akses transportasi serta kesehatan tidak berfungsi, sehingga masyarakat
yang terkena dampak bencana tidak mendapatkan pelayanan dan tidak bisa
beraktivitas sebagaimana mestinya.
2. Sistem Peringatan Dini di Tingkat Nasional.
Peringatan dini di masyarakat dapat dikembangkan dengan mengacu pada skema
peringatan yang ada pada tingkat nasional, dimana sumber peringatan resmi berasal dari
lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan peringatan.
30
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
Pada beberapa wilayah yang tidak dapat menerima peringatan dini bencana dari
lembaga nasional, gejala alam tanda akan terjadinya bencana menjadi salah satu hal
yang harus diperhatikan sebagai indikasi akan terjadinya bencana, sehingga hal tersebut
dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan bentuk peringatan dini yang akan
dikeluarkan.
Tabel 1. Mekanisme Dukungan Informasi Peringatan Dini Bencana.
Sumber Jenis Informasi
BNPB Informasi kebencanaan.
BMKG Peringatan dini cuaca, gempa bumi dan tsunami.
Kemenkes Informasi kesehatan.
Kementrian PU Info ketinggian air, peringatan dini banjir dan kekeringan.
PVMBG Gunung berapi.
BPPTK Penelitian gunung berapi.
Kemenhut Peringatan dini bencana kebakaran hutan.
PMI Laporan berkaitan kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
Kearifan lokal Informasi awal per ancaman yang ada.
Jika mekanisme dukungan informasi dapat dipahami oleh semua pihak, sistem
peringatan dini yang dibangun dapat membantu pengambil keputusan di tingkat lokal
dan masyarakat berisiko dalam membuat keputusan yang lebih tepat. Untuk menunjang
mekanisme dukungan informasi, perlu adanya sumber-sumber informasi untuk selanjutnya
didistribusikan kepada penerima informasi. Setiap sumber informasi akan memberikan
informasi-informasi yang berbeda dan spesifk, sesuai dengan lingkup tugasnya.
Sumber informasi dapat berasal dari pemerintah dan lembaga lain yang memiliki
kredibilitas di bidangnya. Di luar pemerintah, sumber-sumber informasi haruslah yang
telah diakui secara kelembagaan maupun yang diakui secara budaya setempat.
3. Dukungan Kebijakan Daerah Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat.
Sistem peringatan dini dibangun melalui pendekatan partisipatif masyarakat, karena
itu memerlukan dukungan dalam langkah dan prosedur yang mudah dan aplikatif yang
dapat dilakukan oleh masyarakat. Dengan perspektif ini, dukungan kebijakan, pedoman,
standarisasi maupun hal lainnya yang bersifat teknis sangat membantu pelaku-pelaku
dalam mengembangkan sistem peringatan dini secara optimal.
31
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
Jika kebijakan pendukung tidak dikeluarkan oleh pengambil kebijakan/pemerintah,
dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih peran dan tanggung jawab pada saat
melaksanakan tugas dan fungsi masing-masing elemen yang ada. Agar adanya peran
dan tanggung jawab yang merata serta sesuai dengan kapasitas masing-masing elemen,
pemerintah daerah harus mengidentifkasi stakeholder dan jaringan pendukung lainnya
yang ada. Secara umum, pelaku pendukung memiliki tugas dan fungsi masing-masing
dari masa kesiapsiagaan hingga masa tanggap darurat.
Tabel 2. Sumber Kebijakan dan Pedoman.
Sumber Kebijakan dan Prosedur
BPBD PP, SK, PERKA Desa tangguh
BMKG Sistem peringatan dini
PVMBG Penentuan status gunung api
Kemenkes Desa siaga
PU Pengairan Kali bersih
PMI
Pedoman organisasi, Juklak PB, Juknis PB, Juknis TDB, Juknis
Kesiapsiagaan dan PRB
4. Peran PMI dalam Sistem Peringatan Dini

Untuk memenuhi tanggung jawab dan memberikan pelayanan terbaiknya kepada
masyarakat yang paling rentan pada sebelum, saat, dan sesudah bencana, PMI berupaya
agar dapat merespon bencana yang terjadi dengan pelayanan yang efektif, efsien dan
tepat waktu. Upaya yang dilakukan adalah membantu pemerintah dalam hal memberikan
informasi bencana dan peringatan dini kepada masyarakat dan membantu memobilisasi
masyarakat agar setelah menerima informasi bencana segera melakukan upaya-upaya
kesiapsiagaan tanggap darurat maupun upaya-upaya penyelamatan.
Dalam pengelolaan sistem peringatan dini di masyarakat, peran dan tugas PMI adalah
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan informasi situasi aktual dan potensi risiko yang mengikuti ancaman
bencana dari berbagai institusi pemerintah maupun organisasi yang terpercaya.
b. Melakukan analisis dan kajian informasi bencana tersebut secara akurat, cepat
dan tepat serta menterjemahkannya ke dalam bahasa yang mudah diterima oleh
masyarakat.
c. Segera menyebarluaskan pesan dan informasi bencana kepada pihak terkait,
khususnya kepada masyarakat yang paling rentan dan diprediksikan terkena dampak,
sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat.
32
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
d. Membantu masyarakat dalam mempersiapkan diri mengantisipasi risiko bencana dan
melakukan upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan dan penyelamatan.
PMI Pusat berkewajiban menyusun kebijakan dan pengembangan sistem peringatan dini
serta pola pembinaan informasi bencana yang berlaku untuk seluruh PMI di wilayah
Indonesia serta dukungan fasilitasi hardware dan software. PMI Provinsi menyiapkan
wahana dan sarana pokok untuk pengumpulan dan pengolahan informasi dan diseminasi
informasi tersebut di Provinsi.
Sedangkan PMI Kecamatan serta PMI Kabupaten/ Kota melakukan dan menjalankan sistem
tersebut untuk mendukung sistem-sistem yang ada di masyarakat dengan peran sebagai
berikut:
a. PMI Kecamatan.
Dalam penanggulangan bencana di masyarakat, PMI Kecamatan sebagai pihak
eksternal memiliki peranan penting dalam penguatan elemen-elemen masyarakat dan
relawan desa di wilayahnya. Dalam sistem peringatan dini tugasnya adalah memberikan
dukungan kepada komite penaggulangan bencana dan relawan desa dalam bentuk
pelatihan, pendampingan, bantuan mitigasi serta bantuan relief dan advokasi.
b. PMI Kabupaten.
PMI Kabupaten/ Kota sebagai lembaga eksternal 1 (satu) tingkat di atas PMI
Kecamatan sangat berperan dalam kegiatan penaggulangan bencana yang dilakukan
oleh PMI Kecamatan dan sebagai penyedia atau perantara atau penyambung
Gambar 4. Peran PMI dalam Sistem Peringatan Dini
33
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
informasi-informasi dari sektor-sektor pemerintah terkait dengan sistem peringatan
dini. PMI Kabupaten/ Kota secara tingkatan akan memperoleh akses lebih cepat ke
BNPB/ BPBD, BMKG, PVMBG, Kemenkes dan PU Pengairan terkait informasi-informasi
awal terkait dengan kebencanaan. Informasi inilah yang akan diteruskan kepada PMI
Kecamatan untuk selanjutnya didistribusikan kepada komite penaggulangan bencana
serta relawan desa untuk diambil tindakan lanjutan. Selain penyambung informasi,
PMI Kabupaten/ Kota juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang mengacu pada
pedoman organisasi, Juklak penanggulangan bencana, Juknis tanggap darurat bencana
dan Juknis kesiapsiagaan dalam pengurangan risiko bencana.
5. Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Sistem Peringatan
Dini di Masyarakat.
Sistem peringatan dini akan berjalan dengan baik jika didukung oleh elemen-elemen
masyarakat yang memiliki peranan penting dalam penguatan sistem peringatan dini.
Elemen-elemen masyarakat tersebut nantinya akan menjadi pelaku sistem
peringatan dini. Para pelaku ini akan menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing
terkait dengan sistem peringatan dini, baik dari segi kebijakan, sumber informasi maupun
hal-hal pendukung lainnya untuk penguatan sistem peringatan dini.
Selain itu, dalam mengembangkan sistem peringatan dini yang berakar dari masyarakat
membutuhkan dukungan kebijakan dari pelaku-pelaku lainnya dalam penangulangan
bencana, seperti Pemerintah Lokal, BPBD, PMI Kecamatan/ Kabupaten dan stakeholder
penanggulangan bencana lainnya.
Tabel 3. Tugas dan Fungsi Pemangku Kepentingan.
Pelaku
Tugas dan Fungsi
Pemerintah lokal (Kepala Desa/Lurah)
Sebagai penanggung jawab dan pembimbing sistem peringatan
dini.
Komite Penanggulangan Bencana (Komite
PB) Beranggotakan:
Perwakilan pemerintah atau perangkat
yang bertanggung jawab dalam
penanggulangan bencana.
Perwakilan tokoh masyarakat/ tokoh
agama/ tokoh adat di Desa/ Kelurahan.
Perwakilan elemen/ organisasi
masyarakat yang ada di masyarakat
Desa/ Kelurahan.
Dengan susunan kepengurusan:
Ketua, Sekretaris, Bendahara, dan Anggota).
Sebagai penyelenggara dan kordinator pelaksanaan sistem
peringatan dini di tingkat Desa/ Kelurahan yang berfungsi
sebagai perumus, perencana, penganggaran dan pemantauan
pelaksanaan sistem peringatan dini di masyarakat Desa/
Kelurahan.
34
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
Relawan Desa/ Kelurahan
Sebagai motivator, inisiator, fasilitator bagi masyarakat dalam
pelaksanaan sistem peringatan dini di Desa/ Kelurahan.
PKK
Sebagai organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk
peningkatan kesejahteraan dan kesehatan keluarga yang
memiliki akses langsung ke masyarakat.
Karang Taruna
Sebagai organisasi sosial kemasyarakatan di bidang
pembinaan generasi muda dan kesejahteraan sosial sebagai
mitra pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesejahteraan sosial.
Kader Posyandu
Sebagai motivator, inisiator, fasilitator bagi masyarakat dalam
pelaksanaan sistem peringatan dini di Desa/ Kelurahan.
Linmas
Lembaga yang dibentuk oleh pemerintah dalam menangani
masalah perlindungan dan keamanan di masyarakat.
6. Langkah-langkah Mengembangkan Sistem Peringatan Dini di Masyarakat.
Dalam pengembangan sistem peringatan dini perlu langkah-langkah yang harus
dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan agar proses pengembangan sistem
peringatan dini tersebut benar-benar terlaksana dan dipahami oleh masyarakat. Pada
proses pengembangan sistem peringatan dini peran elemen masyarakat seperti Komite
PB dan relawan desa sangat besar, karena sistem peringatan dini yang dibangun
tersebut disusun berdasarkan mekanisme partisipatif dan melalui langkah-langkah
yang sistematis.
Gambar 5. Langkah-langkah Pengembangan Sistem Peringatan Dini.
35
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
PENYEBARLUASAN DAN KOMUNIKASI
Tabel 4. Langkah-langkah Pengembangan Sistem Peringatan Dini.
Langkah Deskripsi Kegiatan Pelaku Sasaran
Sosialisasi dan advokasi.
Sebuah proses memberikan informasi
yang bertujuan untuk mengubah
perilaku, tindakan, dan kebijakan dari
elemen pemerintah di masyarkat.
Lurah, BPBD, PMI
Kecamatan.
Elemen
masyarakat.
Sosialisasi di masyarakat.
Sebuah proses memberikan informasi
yang bertujuan untuk mengubah
perilaku, tindakan masyarakat.
Lurah, BPBD, PMI
Kecamatan.
Masyarakat
Desa.
Pembentukan Komite PB.
Menggabungkan elemen-elemen
masyarakat yang ada di Desa/
Kelurahan, tergabung dalam suatu
wadah yang disebut dengan Komite
Penanggulangan Bencana, dipimpin
oleh Kepala Desa/ Lurah.
Lurah, BPBD, PMI
Kecamatan.
Elemen
masyarakat.
Orientasi.
Memberikan pemahaman kepada
masyarakat desa tentang pentingnya
sistem peringatan dini di masyarakat.
Komite PB.
Masyarakat
Desa.
Rekruitmen relawan
desa/ Kelurahan.
Setelah melaksanakan orientasi,
Komite PB mulai dapat merekrut
Relawan Desa. Dengan menentukan
kriteria, syarat dan mekanisme
perekrutan.
Komite PB.
Masyarakat
Desa.
Orientasi sistem
peringatan dini.
Orientasi sistem peringatan dini
bertujuan memberikan pemahaman
kepada masyarakat desa tentang
pentingnya sistem peringatan dini
di lingkungan masyarakat.
Komite PB
Relawan Desa.
Masyarakat
Desa.
Pembentukan sistem
peringatan dini.
Masyarakat melakukan analisis
lingkungan mereka terhadap
ancaman, risiko dan kapasitas.
Dari hasil analisis tersebut
masyarakat menyusun sistem
peringatan dini untuk lingkungan
Desa/ Kelurahan mereka
Komite PB
Relawan Desa.
Masyarakat
Desa.
Simulasi.
Sebagai upaya untuk memastikan
apakah sebuah sistem peringatan dini
yang disusun sudah dapat berjalan
dengan baik sesuai prosedur yang
telah ditetapkan.
Komite PB,
Relawan Desa,
Masyarakat Desa.
Masyarakat
Desa.
Evaluasi
Melakukan penilaian terhadap sistem
yang dibuat dengan aplikasi yang
diterapkan, guna melakukan perbaikan
ataupun penguatan sistem peringatan
dini yang dibentuk.
Komite PB.
Langkah-langkah yang dilaksanakan tersebut menghasilkan dokumen sistem peringatan
dini yang mampu memberikan informasi kepada masyarakat untuk bertindak sebelum
bencana terjadi ataupun melakukan tindakan lanjutan setelah terjadinya bencana.
BAB IV
KEMAMPUAN
MERESPON
BENCANA
38
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
PENGELOLAAN SISTEM PERINGATAN DINI

Dalam membangun sistem peringatan dini di masyarakat, diperlukan pendekatan
People Centered Early Warning System. Melalui pendekatan ini diharapkan
masyarakat yang rentan dapat membangun kapasitasnya untuk melindungi dirinya
sendiri serta meningkatkan ketangguhannya dalam mengurangi kerentanan-
kerentanannya terhadap bencana. Terdapat tiga persyaratan dasar dalam pendekatan
People Centered Early Warning System, yaitu:
1. Masyarakat memiliki pengetahuan tentang ancaman bencana yang dihadapinya.
2. Masyarakat mampu mengkomunikasikan kepada anggota masyarakat lainnya mengenai
perubahan-perubahan yang terjadi pada ancaman bencana serta potensi dampak yang
ditimbulkannya.
3. Masyarakat mampu melakukan aksi/ tindakan untuk merespon bencana.
Dalam praktiknya, pendekatan yang berpusat pada manusia untuk peringatan dini
ini memerlukan dukungan dari lembaga-lembaga ilmiah atau lembaga-lembaga
perantara lainnya dalam memfasilitasi pengelolaan sistem peringatan dini
di masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan sistem peringatan dini di masyarakat dapat
dilakukan dengan melalui proses di bawah ini:
Gambar 6. Proses Pengelolaan Sistem Peringatan Dini di Masyarakat.
39
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
PERSIAPAN
Asesmen merupakan langkah awal dalam proses pengelolaan sistem peringatan dini
di masyarakat serta membangun ketangguhannya dalam menghadapi risiko bencana.
Melalui asesmen yang partisipatif diharapkan dapat meningkatkan penerimaan dan
keterlibatan masyarakat di samping membangun kesadarannya akan ancaman bencana,
risiko, kerentanan dan kapasitas yang dimilikinya serta potensi dampak atau
risikonya terhadap kesejateraan hidupnya. Dengan menggunakan asesmen kerentanan
dan kapasitas (Vulnerability and Capacity Assessment), diharapkan kapasitas masyarakat
dapat dibangun untuk mengelola sistem peringatan dini dengan pelibatan seluruh
komponen masyarakat.
Penggunaan tools VCA dengan pertanyaan kunci yang tepat dalam rangkaian
membentuk sistem peringatan dini akan mempermudah masyarakat dalam memahami,
mengembangkan dan mengimplementasikan sistem peringatan dini yang akan diterapkan
di lingkungannya. Dengan merujuk terhadap 4 elemen sistem peringatan dini, maka
di dalam tahap persiapan, penting untuk mengkaji kembali: (1) Pengetahuan tentang
risiko; (2) Pemantauan dan pelayanan peringatan; (3) Penyebarluasan dan komunikasi;
(4) Kemampuan untuk merespon bencana sebagaimana tertuang dalam tabel di bawah
ini:
Elemen
Pengkajian
Pertanyaan Kunci Tool VCA yang digunakan
1. Pengetahuan
tentang Risiko.
Apakah masyarakat mengetahui daerah yang rentan
dan berisiko?
Apakah masyarakat memahami dampak dari
ancaman yang terjadi?
Apa saja jenis-jenis kerentanan yang ada di wilayah
tersebut?
Berapa banyak jumlah penduduk yang terkena
dampak dari masing-masing ancaman?
Apakah masyarakat mengetahui gejala-gejala atau
tanda-tanda dari ancaman yang terjadi?
Peta kerentanan dan
kapasitas.
Riwayat kejadian bencana.
Analisa kecenderungan dan
perubahan.
Kalendar musim dan
kegiatan.
1. Pemantauan
dan pelayanan
peringatan.
Apakah ada institusi yang menyediakan informasi
peringatan dini?
Apakah ada mekanisme peringatan dini berdasarkan
kearifan lokal yang ada di masyarakat?
Siapa yang berperan dalam mekanisme peringatan
dini? (institusi dan masyarakat)
Bagaimana mekanisme pemantauan peringatan
dini? (institusi dan masyarakat)
Siapakah yang bertugas melakukan pemantauan
peringatan dini? (institusi dan masyarakat)
Diagram kelembagaan.
Kajian analisa berbasis
gender.
40
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
1. Penyebarluasan
dan komunikasi.
Apakah ada analisa informasi peringatan dini?
Siapa yang bertanggungjawab melakukan analisa
informasi peringatan dini?
Sejauh mana informasi peringatan dini dapat
menjangkau masyarakat yang terancam?
Apakah informasi peringatan yang diberikan jelas
dan berguna?
Siapa yang memiliki wewenang menyebarluaskan
informasi peringatan dini?
Media apa saja yang dapat digunakan untuk
menyebarluaskan informasi peringatan dini?
Bagaimana peran PMI dalam menyebarluaskan
informasi peringatan dini? (4M-SPD)
Diagram kelembagaan.
1. Kemampuan
merespon
bencana.
Bagaimana tanggapan dari masyarakat setelah
menerima informasi peringatan dini?
Apakah tindakan yang dilakukan masyarakat setelah
menerima informasi?
Bagaimana peran PMI dalam membantu Pemerintah
memobilisasi masyarakat?
Penguatan kearifan lokal di masyarakat terkait
dengan informasi peringatan dini?
Apakah ada peta dan jalur evakuasi?
Apakah ada mekanisme tanggap darurat di setiap
wilayah berdasarkan jenis ancaman yang telah
disetujui oleh Pemerintah setempat?
Apakah ada rencana aksi kesiapsiagaan dan
pengurangan risiko bencana di masyarakat?
Bagaimana akses transportasi pada saat tanggap
darurat bencana?
Apakah masyarakat pernah menerima pelatihan
terkait dengan pengurangan risiko bencana? Jika
iya, apa saja jenis pelatihan yang pernah diikuti?
Apakah ada sarana dan prasarana kesiapsiagaan,
pencegahan dan pelayanan kesehatan? Jika ada,
sebutkan?
Bagaimana akses pelayanan kesehatan? (jarak,
transportasi, alat, tenaga kesehatan, frekuensi,
dan lain lain)
Bagaimana akses mendapatkan air bersih? (kualitas,
jarak, sumber air, dan lain lain)
Riwayat kejadian bencana.
Kajian penangangan bencana
berbasis gender.
Peta kerentanan dan
kapasitas.
Diagram kelembagaan.
ANALISA
1. Penentuan Tingkat Risiko.
Penentuan tingkat risiko didasarkan pada pemantauan gejala-gejala atau tanda-
tanda, dampak dan frekuensi dari terjadinya ancaman, setiap ancaman mempunyai
tingkat risiko yang berbeda-beda. Penentuan tingkat risiko akan dikeluarkan oleh
institusi yang mempunyai wewenang seperti BMKG (Badan Meterologi, Klimatologi
dan Geofsika), PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), Kementrian
Kesehatan, dan lain sebagainya.
41
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
a. Gunung Api.
Pemetaan Kawasan Rawan Bencana (KRB) gunung api berisi informasi mengenai wilayah
yang berpotensi terlanda bahaya erupsi gunung api yang terbagi dalam 3 (tiga) kelompok
yaitu:
1) KRB I, wilayah yang terletak 11-15 Km dari puncak gunung dan berpotensi terlanda
aliran lahar dan hujan abu.
2) KRB II, wilayah yang terletak 6-10 Km dari puncak gunung dan berpotensi terlanda
awan panas dan lontaran material vulkanik dan hujan abu.
3) KRB III, wilayah yang terletak 0-5 Km dari puncak gunung dan berpotensi terlanda
awan panas lontaran batu lava atau batuan pijar dan hujan abu.
Tabel 4. Tingkat Status Gunung Berapi di Indonesia.
Tingkat Status Gunung Berapi di Indonesia
Status Makna Tindakan
NORMAL
Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma.
Tingkat aktivitas dasar
Aktivitas masyarakat normal.
WASPADA
Getaran gempa vulkanik.
Tampak semburan kecil (asap disertai
material di sekitar puncak).
Suara gemuruh di gunung
Turunnya binatang dari gunung.
Aktivitas masyarakat dibatasi di KRB II dan
KRB III.
Larangan mendaki.
Kewaspadaan terhadap debu asap/
material bagi masyarakat dan penerbangan.
42
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
SIAGA
Intensitas letusan makin tinggi.
Daerah semburan material makin luas.
Terjadinya hujan debu.
Getaran gempa bumi vulkanik meningkat.
Air sungai mengering.
Masyarakat dilarang melakukan aktivitas di
dalam radius 4 Km dari kawah gunung api.
Tidak mendekati daerah bahaya seperti
sumber air, lembah, lereng bukit, dan
sebagainya.
Waspada awan panas.
Pengamanan harta benda, ternak dan
barang-barang berharga.
Keluar dari radius 4 Km menuju daerah
aman.
AWAS
Diperkirakan dalam waktu 1x24 jam
terjadi erupsi lahar.
Awan panas, debu dan material lainnya
menuju ke pemukiman.
Intensitas letusan semakin tinggi.
Tidak ada aktivitas masyarakat di KRB II
dan KRB III.
Menempati daerah aman (pengungsian).
Menunggu arahan berikutnya dari Pemerintah
Setempat.
b. Banjir.
Ancaman banjir dapat diprediksi dengan melihat tanda-tanda, diantaranya sebagai berikut:
1) Intensitas curah hujan yang cukup tinggi.
Untuk intensitas hujan, mengacu pada Standar Internasional (WMO/World Metrological
Organization) adalah sebagai berikut:
Kriteria Hujan Intensitas per Jam Intensitas per hari
Sangat Ringan
Ringan
Sedang / Normal
Lebat
Sangat Lebat
< 0.1 mm
5.0 mm
5.0 10 mm
10 20 mm
> 20 mm
< 5.0 mm
5.0 20 mm
20 50 mm
50 100 mm
> 100 mm
43
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Keterangan:
Curah hujan 1 milimeter artinya dalam luasan 1 meter persegi tertampung air hujan
setinggi 1 milimeter atau 1 liter.
2) Debit air sungai yang sudah melebihi ambang batas.
3) Terjadinya hujan lebat dan terus menerus di hulu sungai.
Untuk memahami kondisi atau fenomena terjadinya hujan lebat dan atau sangat lebat
yang disertai kilat atau petir dan angin kencang atau puting beliung ialah sebagai berikut:
Musim apa yang sedang berlangsung saat ini (apakah musim hujan, transisi atau
pancaroba dan kemarau). Apabila musim yang sedang berlangsung saat ini adalah
musim hujan atau transisi dan atau pancaroba maka langkah selanjutnya ialah ke poin 2).
Amati dan cermati kondisi cuaca pada pagi hingga siang hari. Bila cuacanya cerah atau
cerah berawan dengan kondisi udara yang terik dan atau sangat terik pada siang harinya
sehingga terasa sangat kepanasan atau kegerahan. Artinya radiasi matahari dan proses
penguapan yang terjadi cukup bahkan sangat besar dan optimal.
Amati dan cermati keadaan dan kondisi awan-awan yang terjadi saat diamati, terutama
awan yang terlihat gelap (warna hitam pekat dan bergumpal berbentuk bunga kol).
Amati dan cermati keadaan dan kondisi hembusan angin, apakah termasuk dalam kategori
kriteria teduh atau lebih besar. Jika kondisinya masuk dalam kategori atau kriteria
tersebut maka kemungkinan ada awan yang terlihat gelap (warna hitam pekat dan
bergumpal berbentuk bunga kol).
Cermati dan rasakan apakah terjadi perubahan cuaca baik suhu udara, angin dan
pertumbuhan awannya yang cukup drastis pada siang menjelang sore hari.
Jika semua hasil pengamatan sesuai dengan poin-poin diatas, maka ada peluang terjadinya
hujan dengan intensitas sedang sampai sangat lebat yang disertai kilat atau petir dan
angin kencang atau puting beliung yang berdurasi singkat (pendek).
44
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
c. Gempa Bumi.
Penentuan tingkat risiko berdasarkan getaran dari gempa yang disebut dengan skala MMI
(Modifed Mercally Intensity) dengan penjelasan sebagai berikut:
Skala Makna
I
Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa
oleh beberapa orang.
II
Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan
yang digantung bergoyang.
III
Getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran
seakan-akan ada truk lewat.
IV
Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak didalam rumah,
diluar getaran dirasakan oleh beberapa orang, gerabah
pecah, jendela dan pintu bergetar serta dinding berbunyi.
V
Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang
banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dan sejenisnya
pecah, barang-barang terlempar, tiang-tiang dan barang
besar dapat bergoyang, bandul atau lonceng dapat berhenti.
VI
Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan semua
terkejut dan berlari keluar, plester dinding jatuh dan
cerobong asap pada pabrik rusak ringan.
VII
Setiap orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-
rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik sedangkan
pada bangunan dengan konstruksi yang kurang baik terjadi
retak-retak bahkan hancur, cerobong asap pecah. Terasa
oleh orang yang naik kendaraan.
VIII
Kerusakan ringan pada bangunan dengan kontruksi yang
kuat. Retak-retak pada bangunan dengan kontruksi yang
kurang baik, dinding dapat lepas dari rangka rumah,
cerobong asap pabrik dan monumen-monumen roboh, air
menjadi keruh.
IX
Kerusakan pada bangunan yang kuat, rangka-rangka rumah
menjadi tidak lurus, banyak retak-retak. Rumah tampak
berpindah dari pondasinya. Pipa-pipa di dalam rumah putus.
X
Bangunan dari kayu yang kuat rusak, rangka rumah lepas
dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah
longsor di tiap-tiap sungai dan di tanah-tanah yang curam.
XI
Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri.
Jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa di dalam tanah
tidak bisa dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel
melengkung sekali.
XII
Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan
tanah. Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar
ke udara.

45
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
d. Tsunami.
Ancaman tsunami dapat diprediksi dengan melihat tanda-tanda diantaranya sebagai berikut:
1) Terjadi gempa bumi berkekuatan 7 SR di kedalaman 10 Km dengan pusat gempa di
tengah laut.
2) Gelombang air laut bergerak dengan cepat.
3) Jika air surut lebih cepat dan lebih jauh dari pasang surut normal.
4) Angin kencang atau terdengar suara menggelegar.
5) Bau asin yang sangat menyengat.
6) Dari kejauhan tampak gelombang putih dan terlihat sangat keras.
46
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
e. Gerakan Tanah.
Gerakan tanah dikenal juga dengan istilah tanah longsor. Tingkatan status gerakan
tanah ialah sebagai berikut:
Status Makna Tindakan
Sangat rendah
Sangat jarang
terjadi gerakan
tanah.
Penempatan lokasi
bangunan vital dan
strategis.
Rendah
Gerakan tanah
bisa terjadi jika
ada gangguan
lereng.
Tidak tinggal di
daerah bantaran
sungai.
Menengah
Gerakan tanah
berpotensi terjadi
jika curah hujan
tinggi dan ada
gangguan lereng.
Tidak melaku-
kan pemotongan
lereng.
Waspada jika
curah hujan tinggi.
Jangan tinggal di
lereng terjal.
Tinggi
Sering terjadi
gerakan tanah
jika musim
hujan.
Gerakan tanah
lama bisa aktif
kembali.
Tidak membangun
pemukiman di
daerah lereng.
Konservasi lahan.
Waspada jika
curah hujan tinggi.
Mengungsi jika
curah hujan tinggi.
2. Analisis Peran dan Mekanisme Koordinasi Stakeholders.
Analisis peran dan mekanisme koordinasi stakeholders perlu dilakukan untuk
mengembangkan dan menerapkan sistem peringatan dini yang efektif serta memerlukan
kontribusi dan koordinasi dari berbagai individu dan kelompok yang berbeda.
Dalam hal ini, sistem peringatan dini dapat mengaplikasikan dua pendekatan; top down
dan bottom up. Dengan pendekatan top down, maka informasi peringatan dini dapat
disalurkan dari lembaga penyedia informasi peringatan dini yang credible sampai
ke tingkat masyarakat. Di sisi lain, dengan pendekatan bottom up, masyarakat
berkontribusi penting untuk mengidentifkasi kebutuhan, pola kerentanan dan
mengembangkan legitimasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa peringatan
ditindaklanjuti.
47
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Gambar 7. Mekanisme Kelembagaan Informasi Peringatan Dini Sebelum Bencana.
Gambar 8. Mekanisme Kelembagaan Informasi Peringatan Dini Saat dan Setelah Bencana.
48
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Tabel 5. Peran Pelaku Kunci Informasi Peringatan Dini.
No Pelaku Kunci Sebelum Saat Bencana Sesudah Bencana
A. Informasi Peringatan Dini (Top Down)
1.
BNPB/ BPBD,
BMKG, VSI,
Kementrian
Kesehatan,
dan Penyedia
Informasi
Eksternal.
Memberikan informasi
peringatan dini pada
PMI/Lembaga Perantara.
Mengumumkan informasi
peringatan melalui
saluran komunikasi seperti
televisi, radio dan lain
sebagainya.
Memberikan informasi
kejadian bencana
kepada lembaga
perantara dan institusi
terkait lainnya.
Melakukan
pemantauan terhadap
parameter dan
gejala-gejala terjadinya
suatu ancaman.
Melakukan pemantauan
terhadap parameter dan
gejala-gejala terjadinya
suatu ancaman dan
kemungkinan terjadinya
ancaman susulan.
2.
PMI/ Lembaga
Perantara.
Mengumpulkan informasi
peringatan dini.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Melakukan analisa
informasi peringatan dini
yang diterima.
Menterjemahkan
informasi peringatan dini
yang diterima dengan
menggunakan bahasa
sederhana.
Menyusun rencana
kesiapsiagaan.
Menyampaikan informasi
peringatan dini kepada
SIBAT dan Relawan Desa.
Melakukan update
informasi di DMIS
(Disaster Management
Information System).
Berkoordinasi dengan
stakeholders terkait.
Menyusun rencana
operasional tanggap
darurat.
Melakukan kegiatan
tanggap darurat
bencana berkoordinasi
dengan BNPB/BPBD
dan stakeholders
terkait.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Menyusun rencana
pemulihan dini.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Melakukan kegiatan
pemulihan dini seperti
promosi kesehatan,
air sanitasi,
penampungan darurat,
dan lain sebagainya
berkoordinasi dengan
BNPB/BPBD dan
stakeholders terkait.
3.
Pemerintah
Daerah.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Mengumpulkan informasi
terkait dengan peringatan
dini yang diterima.
Menyampaikan informasi
peringatan dini pada
masyarakat.
Menginformasikan
pesan-pesan kesiapsiagaan
kepada masyarakat.
Menginformasikan tindakan
yang sudah dilakukan
kepada PMI/Lembaga
Perantara sebagai umpan
balik informasi peringatan
dini.
Kepala Desa memberi-
kan perintah evakuasi
kepada masyarakat.
Melakukan pertemuan
koordinasi dengan
stakeholders terkait
Melakukan kegiatan
tanggap darurat
bencana.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Pengaktifan
surveilans1 terhadap
angka kesakitan
di masyarakat.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Melakukan kegiatan
pemulihan dini.
Pengaktifan surveilans.
49
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Kepala Desa memberikan
perintah evakuasi kepada
masyarakat.
4.
Relawan Desa,
Komite PB,
Kader Posyandu,
Linmas, Karang
Taruna, PKK.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Mengumpulkan informasi
terkait dengan peringatan
dini yang diterima.
Menyampaikan informasi
peringatan dini pada
masyarakat.
Menginformasikan
pesan-pesan kesiapsiagaan
kepada masyarakat.
Menginformasikan tindakan
yang sudah dilakukan
kepada PMI/ Lembaga
Perantara sebagai umpan
balik informasi peringatan
dini.
Penguatan peran dan fungsi
posko di masyarakat.
Membantu
Pemerintah
memobilisasi
masyarakat.
Memberikan informasi
tindakan yang sudah
dilakukan di lapangan
sebagai umpan balik
dari informasi yang
diterima.
Mendukung kegiatan
tanggap darurat
bencana yang
dilakukan oleh
Pemerintah dan
stakeholders terkait.
Melakukan
pemantauan informasi
peringatan dini.
Penguatan peran
dan fungsi posko di
masyarakat.
Mendukung kegiatan
pemulihan dini yang
dilakukan oleh
Pemerintah dan
stakeholders terkait.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Penguatan peran
dan fungsi posko
di masyarakat.
5. Masyarakat.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Tetap waspada dan siaga.
Meneruskan informasi
peringatan dini kepada
masyarakat sekitar.
Melakukan tindakan
awal sebagai upaya
kesiapsiagaan seperti
evakuasi mandiri,
merujuk penderita ke
unit layanan kesehatan
dan petugas kesehatan.
Evakuasi berdasarkan
instruksi dari Kepala
Desa.
Merujuk penderita
ke unit layanan
kesehatan dan
petugas kesehatan.
Melaporkan kasus
penyakit kepada
petugas kesehatan.
Menjaga kebersihan
lingkungan dan diri
sendiri.
Merujuk penderita ke
unit layanan kesehatan
dan petugas kesehatan.
Melaporkan kasus
penyakit kepada petugas
kesehatan.
B. Informasi Peringatan Dini (Bottom-Up)
1. Masyarakat.
Menyampaikan tanda-
tanda informasi
peringatan dini pada
relawan desa, petugas
kesehatan dan aparatur
desa.
Tetap waspada dan siaga.
Melakukan tindakan
awal sebagai upaya
kesiapsiagaan seperti
evakuasi mandiri,
merujuk penderita ke
unit layanan kesehatan
dan petugas kesehatan.
Menyampaikan
tanda-tanda informasi
peringatan dini pada
relawan desa,
petugas kesehatan
dan aparatur desa.
Melakukan evakuasi
mandiri.
Merujuk penderita
ke unit layanan
kesehatan dan
petugas kesehatan
Melaporkan kasus
penyakit kepada
petugas kesehatan.
Menyampaikan
tanda-tanda informasi
peringatan dini pada
relawan desa, petugas
kesehatan dan aparatur
desa.
Menjaga kebersihan
lingkungan dan diri
sendiri.
Merujuk penderita ke
unit layanan kesehatan
dan petugas kesehatan.
Melaporkan kasus
penyakit kepada petugas
kesehatan.
50
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
2.
Relawan Desa,
Komite PB,
Kader Posyandu,
Linmas, Karang
Taruna, PKK.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Mengumpulkan informasi
terkait dengan peringatan
dini yang diterima.
Menyampaikan informasi
peringatan dini kepada
Pemerintah dan PMI
atau lembaga perantara
lainnya.
Penguatan peran
dan fungsi posko di
masyarakat.
Melakukan cek ulang
informasi yang di
terima.
Mengumpulkan
informasi terkait
dengan peringatan
dini yang diterima.
Menyampaikan
informasi peringatan
dini kepada
Pemerintah dan PMI
atau lembaga
perantara lainnya.
Penguatan peran dan
fungsi posko di
masyarakat.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Melakukan kegiatan
pemulihan dini
berkoordinasi dengan
BNPB/BPBD dan
stakeholders terkait.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Penguatan peran
dan fungsi posko di
masyarakat.
3.
Pemerintah
Daerah.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Mengumpulkan informasi
terkait dengan peringatan
dini yang diterima.
Menginformasikan
pesan-pesan
kesiapsiagaan kepada
masyarakat.
Melakukan pertemuan
koordinasi dengan
stakeholders terkait.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Pengaktifan
surveillance terhadap
angka kesakitan di
masyarakat.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Pengaktifan surveillance.
4.
PMI/Lembaga
Perantara.
Mengumpulkan informasi
peringatan dini.
Melakukan cek ulang
informasi yang di terima.
Melakukan analisa
informasi peringatan dini
yang diterima.
Menterjemahkan
informasi peringatan.
Melakukan update
informasi di DMIS
(Disaster Management
Information System).
Berkoordinasi dengan
stakeholders terkait.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
Melakukan pemantauan
informasi peringatan
dini.
5. BNPB/BPBD,
BMKG, VSI,
Kementrian
Kesehatan,
dan Penyedia
Informasi
Eksternal.
Melakukan pengecekan
lebih lanjut.
Menginformasikan hasil
pengecekan lebih lanjut
kepada lembaga
perantara dan media.
Menyusun rencana
kesiapsiagaan.
Menyusun rencana
operasional tanggap
darurat berkoordinasi
dengan stakeholders
terkait.
Melakukan pengkajian
singkat terkait kondisi
di lapangan.
Menginformasikan
hasil pengkajian
kepada lembaga
perantara dan media.
Pengkajian lebih lanjut
mengenai kemungkinan
terjadinya ancaman
susulan.
Menyusun rencana
pemulihan dini.
51
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
3. Analisis Pengetahuan Tentang Risiko.
Risiko akan muncul dari kombinasi adanya ancaman dan kerentanan di wilayah ter-
tentu. Kajian terhadap risiko bencana memerlukan pengumpulan dan analisis data yang
sistematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis dari ancaman dan kerentanan
yang muncul dari berbagai proses, seperti; urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan,
penurunan kualitas lingkungan, dan perubahan iklim.
Kajian dan peta risiko bencana akan membantu memotivasi seluruh stakeholders
dan masyarakat, sehingga mereka akan memprioritaskan pada kebutuhan informasi
peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan mengurangi risiko bencana.
Untuk melakukan analisis tingkat pengetahuan ini, perlu dilakukan pengumpulan data
yang sistematis dan melaksanakan penilaian risiko untuk mengetahui:
a. Apakah ancaman dan kerentanan sudah dikenal dengan baik oleh masyarakat?
b. Apakah masyarakat mengetahui gejala-gejala atau tanda-tanda dari ancaman yang
terjadi?
c. Apakah risiko yang mungkin terjadi sudah dipahami oleh masayarakat?
d. Bagaimana pola dan perubahan dari faktor-faktor yang mempengaruhi ancaman dan
kerentanan tersebut?
e. Apakah data-data dan peta risiko tersedia secara luas?
4. Analisis Pemantauan dan Layanan Peringatan.
Pemantauan dan layanan peringatan merupakan inti dari informasi peringatan dini.
Oleh karena itu, diperlukan adanya dasar-dasar ilmiah yang kuat untuk dapat
memprediksi dan memprakirakan terjadinya ancaman. Pemantauan yang terus-
menerus terhadap parameter dan gejala-gejala terjadinya ancaman sangat penting
untuk membuat informasi peringatan dini yang akurat secara tepat waktu.
Layanan peringatan untuk bahaya atau ancaman yang berbeda-beda sedapat mungkin
harus dikoordinasikan dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan
komunikasi yang ada di semua tingkatan, termasuk kelompok masyarakat yang paling
rentan dan paling terancam terkena risiko atau dampak bencana.
Pemantauan dan layanan peringatan dapat dilakukan dengan membuat mekanisme
pemantauan tingkat ancaman bencana dan layanan peringatan dini, yang didasarkan
atas:
52
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
a. Apakah parameter yang dipantau sudah benar?
b. Apakah ada landasan ilmiah yang kuat untuk membuat informasi peringatan dini?
c. Apakah data-data dan peta risiko tersedia secara luas?
d. Apakah ada institusi yang menyediakan informasi peringatan dini?
e. Apakah ada mekanisme peringatan dini berdasarkan kearifan lokal yang ada di
masyarakat?
f. Siapa yang berperan dalam mekanisme peringatan dini? (institusi dan masyarakat)
g. Apakah sudah ada mekanisme pemantauan peringatan dini? (institusi dan masyarakat)
h. Siapakah yang bertugas melakukan pemantauan peringatan dini? (institusi dan
masyarakat)
5. Analisis Penyebarluasan dan Komunikasi.
Informasi yang sederhana dan jelas sangat penting sehingga masyarakat dapat waspada,
siap siaga dan menentukan tindakan awal yang akan dilakukan berdasarkan informasi
peringatan dini yang didapat. Hal ini akan membantu mengurangi dampak atau risiko
bencana yang terjadi.
Dalam penyebarluasan dan komunikasi informasi peringatan dini diperlukan suatu
strategi komunikasi sehingga ada persamaan persepsi dan langkah dalam melakukan
upaya pengurangan risiko bencana. Penggunaan strategi komunikasi disesuaikan dengan
kondisi masyarakat setempat. Beberapa strategi komunikasi yang dapat digunakan untuk
penyebarluasan dan komunikasi informasi peringatan dini sebagai berikut:
a. Sosialisasi.
b. Advokasi.
c. Partisipasi.
6. Analisis Kemampuan Merespon Bencana.
Informasi peringatan dini yang dikeluarkan dapat meningkatkan kemampuan
tanggap darurat individu dan kelembagaan. Dimana dengan adanya informasi tersebut,
dapat diidentifkasi tindakan atau aksi awal yang dilakukan sehingga dapat mengurangi
kerentanan dan risiko ancaman yang terjadi.
Dengan adanya kajian ini, individu dan kelembagaan dapat mengidentifkasi kemampuan
tanggap darurat berdasarkan atas:
53
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
a. Bagaimana tanggapan dari masyarakat setelah menerima informasi peringatan dini?
b. Apa tindakan yang dilakukan masyarakat setelah menerima informasi?
c. Bagaimana peran PMI dalam membantu Pemerintah memobilisasi masyarakat?
d. Penguatan kearifan lokal di masyarakat terkait dengan informasi peringatan dini?
e. Apakah ada peta dan jalur evakuasi?
f. Apakah ada mekanisme tanggap darurat di setiap wilayah berdasarkan jenis ancaman
yang telah disetujui oleh Pemerintah setempat?
g. Apakah ada rencana aksi kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana di masyarakat?
h. Apakah masyarakat pernah menerima pelatihan terkait dengan pengurangan risiko
bencana? Jika pernah, apa saja jenis pelatihan yang pernah diikuti?
i. Apakah ada sarana dan prasarana kesiapsiagaan, pencegahan dan pelayanan
kesehatan? Jika ada, sebutkan!
PENGEMBANGAN DAN PELAKSANAAN
1. Pembagian Peran dan Tanggung Jawab dalam Kesiapsiagaan Tanggap
Darurat Bencana.
Dalam menghadapi ancaman bencana, seluruh elemen-elemen masyarakat perlu
diberdayakan untuk mempersiapkan sektor-sektor kehidupan masyarakat yang
mungkin terkena dampak pada saat bencana terjadi. Setelah asesmen dan analisis
ancaman, risiko, kerentanan dan kapasitas dilakukan, sangat penting untuk menyusun
pembagian tugas dan tanggung jawab seluruh elemen-elemen masyarakat, untuk
memastikan mobilisasi sumberdaya secara efektif dan efsien jika Bencana terjadi.
54
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Oleh karena itu dalam rangka memperkuat kesiapsiagaan tanggap darurat bencana, maka
pembagian tugas dan tanggung jawab masing-masing elemen-elemen masyarakat dapat
dijabarkan sebagaimana contoh di di bawah ini:
Tabel 6. Tugas dan Tanggung Jawab dalam Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana.
Sektor Tugas dan Tanggung Jawab
Elemen
Masyarakat
Komunikasi dan
Diseminasi.
Penyediaan dan pemeliharaan perangkat serta sistem
peringatan dini sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menyediakan data terkini perihal ancaman dan risiko
bencana yang berasal dari lembaga penyedia informasi
yang terpercaya.
Mendiseminasikan informasi peringatan dini kepada
masyarakat dengan menggunakan saluran komunikasi
yang sudah disepakati bersama.
Komite PB
Relawan Desa/
Kelurahan.
Pencarian dan
Penyelamatan.
Penyediaan dan pemeliharaan perlengkapan pencarian
dan penyelamatan sesuai dengan kebutuhan kelompok
masyarakat yang berbeda.
Memobilisasi elemen-elemen masyarakat dalam upaya
pencarian dan penyelamatan korban pada saat terjadi
bencana.
Relawan Desa/
Kelurahan Linmas.
Evakuasi.
Identifkasi rute evakuasi dan ditandai dengan jalur
evakuasi.
Penyediaan dan pemeliharaan perlengkapan evakuasi
sesuai dengan kebutuhan kelompok masyarakat yang
berbeda.
Mengidentifkasi tempat-tempat evakuasi sesuai dengan
kebutuhan kelompok masyarakat yang berbeda.
Perekrutan dan Pelatihan bagi elemen-elemen
masyarakat yang bertanggung jawab untuk mengelola
evakuasi.
Memobilisasi elemen-elemen masyarakat dalam upaya
evakuasi korban bencana.
Relawan Desa/
Kelurahan Linmas.
Pertolongan Pertama.
Pembentukan pos-pos kesehatan Desa/ Kelurahan dan
penyediaan pelayanan pertolongan pertama.
Perekrutan dan pelatihan kepada Tim Pertolongan
Pertama.
Penyediaan dan pemeliharaan kotak pertolongan
pertama.
Membangun sistem rujukan dengan pusat pelayanan
kesehatan terdekat.
PKK
Kader Posyandu
Karang Taruna.
Dapur Umum.
Perekrutan dan Pelatihan kepada tim dapur umum.
Mengidentifkasi lokasi-lokasi strategis untuk pendirian
dapur umum.
Penyediaan dan pemeliharaan peralatan dapur umum.
Mengidentifkasi menu serta kebutuhan gizinya untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam masa tanggap
darurat bencana.
PKK
Kader Posyandu
Karang Taruna.
55
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Air dan Sanitasi.
Mengidentifkasi sumber-sumber air yang aman untuk
dikonsumsi pada saat kejadian bencana.
Melakukan perlindungan terhadap sumber-sumber air
supaya layak dikonsumsi pada saat bencana.
Melakukan pembersihan saluran air sebagai tindakan
pengurangan risiko bencana.
Pengaturan pengelolaaan air pada saat bencana.
PKK
Kader Posyandu
Karang Taruna.
Transportasi.
Mengidentifkasi tipe-tipe kendaraan yang dapat
digunakan untuk keperluan tanggap darurat bencana.
Memobilidasi kendaraan yang dibutuhkan pada saat
tanggap darurat bencana.
Linmas
Karang Taruna.
Shelter.
Mengidentifkasi daerah penampungan darurat yang aman.
Penyediaan dan pemeliharaan perlengkapan yang
dibutuhkan untuk penampungan darurat.
Persiapan pengelolaan penampungan darurat.
Linmas
Karang Taruna.
Logistik.
Mengidentifkasi dan menyediakan kebutuhan (barang dan
jasa) yang diperlukan dalam kesiapsiagaan menghadapi
bencana.
Pengelolaan dan penyimpanan bahan pangan dan non
pangan untuk kebutuhan tanggap darurat bencana.
Linmas
Karang Taruna.
Asesmen. Pengembangan prosedur pengumpulan data serta pelaporan.
Relawan Desa/
Kelurahan.
Dengan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab tersebut, maka akan mempermudah
penyusunan rencana kontijensi tanggap darurat bencana, dimana masing-masing pihak/
pelaku dapat berperan aktif sesuai dengan kemampuan, keahlian dan kompetensinya
serta menyumbangkan/ menggunakan sumberdaya yang ada dalam lingkup
kewenangannya pada saat kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana. Di samping itu,
akan mempertegas SOP atau alur tugas dan wewenang dari masing-masing elemen
masyarakat tersebut.
2. Penguatan Peran dan Fungsi Posko Kesiapsiagaan di Tingkat Desa/
Kelurahan.
a. Pengertian Umum Posko di Masyarakat.
Ruang atau tempat yang mempunyai fungsi/difungsikan sebagai tempat untuk
mengatur informasi komunikasi dan kerjasama antara masyarakat dan pihak luar
terkait dengan kebencanaan dan kesehatan yang terjadi di masyarakat.
b. Tugas dan Fungsi.
1. Menerima dan mengumpulkan informasi, situasi aktual dan potensi risiko yang
mengikuti ancaman bencana maupun terkait dengan masalah kesehatan dari
berbagai institusi pemerintah maupun organisasi yang dapat dipercaya.
2. Segera menyebarluaskan pesan-pesan dan informasi bencana dan wabah/ KLB
penyakit kepada berbagai pihak terkait:
56
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Secara vertikal: apabila informasi didapat dari masyarakat maka peran posko
meneruskan informasi ke pihak terkait.
Secara horizontal: menyebarluaskan informasi yang didapat dari institusi (sumber
yang dapat dipercaya) ke masayarakat.
3. Membantu masyarakat dalam mempersiapkan diri dalam mengantisipasi risiko
bencana dan melakukan upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan dan penyelamatan
setelah mendapatkan instruksi dari Kepala Desa/ Kepala Kelurahan.
3. Rencana dan Peta Evakuasi.
Mengacu pada hasil pemetaan ancaman, kerentanan, risiko dan kapasitas serta dapat
ditambahkan komponen lain berupa pemetaan pada saluran-saluran komunikasi yang
tersedia. Sebagai pelengkap dalam peta evakuasi disusun juga tata aturan penggunaan
jalur evakuasi dengan mengacu pada pembagian wilayah kependudukan. Komponen
pokok dalam pembuatan rencana dan peta evakuasi:
a. Menentukan daerah berisiko dan daerah aman.
b. Mengidentifkasi kelompok masyarakat rentan.
c. Mengidentifkasi akses masyarakat terhadap jalur evakuasi.
d. Mengidentifkasi ketersediaan sarana dan prasarana evakuasi.
e. Menyusun rencana standar operasi.
f. Pembangunan jalur evakuasi.
g.Pemasangan rambu evakuasi.
4. Uji Coba dan Simulasi.
Sistem peringatan dini akan lebih efektif jika masing-masing elemen masyarakat
mengetahui apa yang harus dilakukannya setelah menerima informasi peringatan dini.
Oleh karena itu, untuk menguji apakah sistem peringatan dini yang telah dibangun dapat
bekerja secara efektif, maka dapat dilakukan simulasi sistem peringatan dini.
Simulasi dilaksanakan untuk menguji sistem peringatan dini yang telah dikembangkan.
Sebuah simulasi diselenggarakan setidaknya sekali dalam setahun dengan melibatkan
seluruh elemen masyarakat sebagai bagian dari kesiapsiagaan tanggap darurat bencana.
Dengan dilaksanakannya simulasi, sistem peringatan dini yang sudah dibangun dapat
diujicobakan untuk menguji reaksi dan tanggapan dari masyarakat terhadap
peringatan dini yang diterimanya. Di samping itu, simulasi dilakukan untuk menguji
57
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
rencana kontijensi tanggap darurat Bencana dan SOP tanggap darurat bencana yang telah
disusun untuk mendukung operasionalisasi sistem peringatan dini tersebut.
Setelah simulasi selesai dilaksanakan, perlu dilakukan evaluasi yang dihadiri oleh
seluruh elemen masyarakat untuk meninjau kembali proses simulasi secara keseluruhan
termasuk peringatan dini, diseminasi informasi peringatan dini, aksi dini dan respon
tanggap darurat yang dilaksanakan serta mekanisme koordinasi dan komunikasi antar
elemen masyarakat. Berdasarkan simulasi yang telah dilaksanakan, seluruh elemen
masyarakat dapat memberikan penilaian terhadap sistem yang dibuat dengan aplikasi
yang diterapkan, guna melakukan perbaikan ataupun penguatan sistem peringatan dini
yang dibentuk.
5. Strategi Komunikasi Informasi Peringatan Dini.
Sistem peringatan dini harus menjangkau ke seluruh anggota masyarakat. Oleh karena
sistem peringatan dini dapat menggunakan alternatif metode ataupun media untuk dapat
memastikan penyebarluasan informasi peringatan dini ini.
Pada dasarnya strategi komunikasi informasi peringatan dini yang berbeda dapat
diterapkan untuk mendiseminasikan informasi peringatan dini dari lembaga penyedia
informasi peringatan dini kepada Komite PB; elemen-elemen masyarakat serta anggota
masyarakat.
Adapun komponen dalam penyusunan strategi komunikasi informasi peringatan dini
adalah sebagai:
a. Bersifat partisipasi.
b. Adanya dialog.
c. Berbagi informasi.
d. Merangsang adanya perubahan perilaku.
Elemen kunci penyusunan strategi komunikasi antara lain ialah:
a. Target sasaran (umur, gender, etnis, Pendidikan dan geografs).
b. Pesan yang disampaikan (jelas, singkat, informatif dan sopan).
c. Siapa yg menyampaikan (narasumber yang dipercaya).
d. Media (bersifat umum).
e. Efek yang diharapkan (evaluasi secara rutin).
58
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Tabel 7. Strategi Komunikasi.
No Ancaman
Tingkat
Resiko
Pesan Media Aksi
1. Gunung Api.
Normal.
Apa itu gunung api?
Apa bahaya gunung api?
Poster, buku,
flm, leafet.
Sosialisasi dan
diseminasi.
Waspada.
Saat ini ada peningkatan
keaktivan gunung api,
diharapkan agar meningkatkan
kewaspadaan hendaknya jangan
mendekati gunung tersebut.
Media masa,
Radio,
SMS.
Peningkatan
Kesiagaan di
masyarakat.
Siaga.
Gunung api semakin aktif,
diharapkan masyarakat untuk
melakukan kesiap siagaan dan
tidak mendekati areal dekat
gunung.
SMS,
Pengeras suara,
Radio.
Masyarakat
melakukan
persiapan
evakuasi.
Awas.
Masyarakat di sekitar KRB II dan
III diharapkan segera evakuasi.
Pengeras
Suara Radio
Komunikasi.
EVAKUASI
(merujuk pada
peta BKRK).
2. Banjir.
Hujan
sangat
ringan.
Diharapkan masyarakat untuk
tetap menjaga saluran air/got
tetap berfungsi, tidak mem-
buang sampah sembarangan.
Poster, Leafet.
Sosialisasi, dan
diseminasi.
Intensitas
curah hujan
cukup tinggi.
Diharapkan masyarakat
agar waspada terhadap
banjir dengan melihat debit
air disungai.
Pengeras
Suara Radio,
Radio
Komunikasi.
Peningkatan
kewasapadaan
di Masyarakat.
Debit air
sungai sudah
melebihi
ambang
batas.
Diharapkan masyarakat
mengevakuasi barang-barang
berharga ke tempat yang aman.
Pengeras
suaraRadio,
Radio
Komunikasi.
Masyarakat
mengevakuasi
barang berharga
ke tempat yang
aman.
Terjadi hujan
lebat dan
terus
menerus di
hulu sungai.
Diharapkan masyarakat
mewaspadai datangnya banjir
kiriman yang berasal dari hulu
sungai.
Pengeras
suara Radio,
Radio
Komunikasi.
Peningkatan
kewasapadaan
di Masyarakat.
3. Gempa Bumi.
1 - 3 MMI. Peningkatan kewaspadaan.
Poster, buku,
flm, leafet
Diseminasi dan
sosialisasi
4 6 MMI.
Telah terjadi gempa dengan
intensitas ringan diharapkan
masyarakat tenang dan bersiaga
menghadapi kemungkinan
gempa susulan.
Media Masa,
Radio,
SMS.
Peningkatan
kesiapsiagaan.
7 - 12 MMI.
Lindungi badan dan kepala
Anda dari reruntuhan bangunan
dengan bersembunyi di bawah
meja, dan lain lain.
Jangan panik dan jangan lupa
selalu berdoa.
Pengeras suara,
SMS.
Evakuasi ke
tempat yg
aman.
59
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
4.
Gerakan
Tanah.
Sangat
rendah.
Informasi lokasi aman untuk
pemukiman.
Poster, buku,
flm, leafet.
Penempatan
lokasi bangu-
nan vital dan
strategis
Rendah.
Sosialisasi peraturan pelarangan
utk bertempat tinggal di daerah
yang rentan.
Poster, buku,
radio, televisi,
flm, leafet
Pembuatan
peraturan
pemanfaatan
lahan
Menengah.
Tidak melakukan
pemotongan lereng,
waspada jika curah
hujan tinggi,
jangan tinggal di
lereng terjal.
Rambu-rambu
Informasi,
Poster,
Radio,
Televisi,
Leafet.
Penerapan
peraturan
tata ruang,
tidak mendekati
daerah lereng.
Tinggi.
Pelarangan Pendirian bangunan
vital, penghijauan kembali,
peningkatan kewaspadaan ter-
utama saat curah hujan tinggi,
segera evakuasi jika keadaan
menunjukkan kearah berbahaya,
pemasangan rambu bahaya.
Rambu-rambu
Informasi,
Poster,
Radio,
Televisi,
Leafet.
Tidak dibangun
permukiman,
bangunan vital
strategis,
konservasi
lahan,
pelarangan
memasuki areal
berbahaya.
5. Tsunami.
Saat Tidak
ada gempa
atau gempa
di rasa kecil.
Membangun penahan/ pelemah
tsunami, menanam pohon pena-
han/ peredam tsunami,
membuat bangunan tahan
tsunami, membangun sistem
pengamatan tsunami,
membangun sistem peringatan
dini tsunami.
Sosialisasi pengetahuan tentang
tsunami dan cara-cara menye-
lamatkan diri, keluarga dan
lingkungannya.
Membangun prasarana dan
sarana evakuasi.
Poster,
Radio,
Televisi,
Leafet.
Upaya
pengurangan
resiko ancaman
tsunami.
Saat adanya
gempa yang
berpotensi
Tsunami.
Segera tinggalkan daerah pantai
menuju wilayah evakuasi,
perhatikan dan dengarkan
informasi dari pemerintah.
Pengeras suara,
Serine,
Kentongan.
Evakuasi dan
mobilisasi.
6. Rencana Lembaga Perantara dalam Mendukung Sistem Peringatan Dini
di Masyarakat.
Mengembangkan dan menerapkan sistem peringatan dini yang efektif memerlukan
kontribusi dan koordinasi dari berbagai individu dan kelompok yang berbeda.
Perencanaan yang dapat disusun lembaga perantara dalam mendukung sistem peringatan
dini di Masyarakat adalah sebagai berikut:
60
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
a. Mengidentifkasi dan memperkuat pengetahuan lokal mengenai peringatan dini melalui
pelatihan di masyarakat.
b. Membangun sistem informasi dari penyedia informasi di masyarakat.
c. Mengidentifkasi alat komunikasi yang sesuai dengan kondisi geografs.
d. Membangun kerjasama dengan lembaga pemerintah atau pemangku kepentingan lain
yang memiliki perhatian dalam sistem peringatan dini.
e. Mengintegrasikan peralatan dan sistem komunikasi di lembaga perantara dengan
pemerintah setempat dan masyarakat.
f. Menerjemahkan pesan peringatan dini dalam aksi, termasuk pelatihan dan simulasi.
g. Mengidentifikasi hambatan dalam penyampaian pesan peringatan dini kepada
masyarakat yang membutuhkan.
h. Meningkatkan kapasitas staf dan relawan dalam menyusun pesan kunci yang sederhana
kepada masyarakat untuk dapat merespon terhadap pesan peringatan dini (Media KIE).
i. Bekerjasama dengan instasi pemberi informasi (provider) dalam peningkatan
kemampuan relawan desa dalam peningkatan pengetahuan mengenai sistem
peringatan dini dan adaptasi perubahan iklim sehingga dapat bertindak proaktif pada
potensi terjadinya bencana.
j. Melibatkan masyarakat dalam pembuatan peta rawan bencana yang ter-update
berdasarkan dari peta yang telah ada sekaligus dengan pembuatan rencana kontijensi
desa.
k. Mengadakan sosialisasi dan advokasi di masyarakat melalui kegiatan yang ada di
masyarakat.
l. Melibatkan masyarakat dalam membangun sistem informasi potensi bencana.
m. Membangun kesiapsiagaan di tingkat rumah tangga dan masyarakat.
7. Rencana Aksi Masyarakat.
Dengan memperhatikan peringatan dini, maka aksi dini di masyarakat harus direncanakan
sesuai dengan ancaman bencana, serta upaya-upaya kesiapsiagaan dan mitigasi yang
dapat dilakukan pada berbagai kerangka waktu (tahun, bulan, minggu, hari dan jam)
dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat, dengan contoh sebagai berikut:
Tabel 8. Rencana Aksi masyarakat menghadapi Ancaman Bencana Banjir.
Hujan
Contoh
Peringatan Dini
Contoh Aksi Dini
Kegiatan Pelaksana
Tahun
Meningkatnya curah
hujan,
Secara berkala meng-update
peta risiko, mengidentifkasi
perubahan kelompok
masyarakat rentan,
Komite PB,
Relawan Desa/Kelurahan,
Linmas,
61
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Peningkatan penebangan
hutan yang
meningkatkan risiko
banjir, Meningkatnya
populasi di daerah
kumuh yang berisiko
tinggi terhadap banjir.
kegiatan di tingkat
masyarakat untuk mengurangi
risiko banjir seperti
penanaman kembali,
penguatan konstruksi rumah.
Karang Taruna,
Kader Posyandu,
PKK.
Bulan.
Prakiraan curah hujan
di atas rata-rata untuk
musim mendatang.
Meninjau kembali rencana
kontijensi, memeriksa
ketersediaan logistik,
memberikan informasi
kepada masyarakat tentang
peningkatan risiko dan apa
yang harus dilakukan, contoh;
pembersihan saluran air.
Komite PB,
Relawan Desa/Kelurahan,
Linmas,
Karang Taruna,
Kader Posyandu,
PKK.
Minggu
Berkurangnya tingkat
penyerapan tanah yang
dapat mengakibatkan
tinggi kemungkinan
banjir bandang pada
masa penghujan yang
akan datang.
Menyiagakan relawan dan
masyarakat, kordinasi dengan
lembaga-lembaga terkait,
monitor curah hujan dengan
rutin.
Komite PB,
Relawan Desa/Kelurahan,
Linmas.
Hari
Prakiraan hujan lebat
akan mengakibatkan
banjir bandang.
Persiapan untuk evakuasi,
mobilisasi relawan,
memberikan instruksi/
peringatan kepada
masyarakat yang berisiko.
Komite PB,
Relawan Desa/Kelurahan,
Linmas.
Jam
Curah hujan sangat
lebat yang sudah pasti
mengarah pada banjir.
Melakukan evakuasi.
Komite PB,
Relawan Desa/Kelurahan,
Linmas.
MEKANISME REVIEW DAN UPDATE
Melakukan tahapan-tahapan dalam review terhadap sistim peringatan dini yang ada
serta melakukan pembaharuan yang diperlukan. Beberapa hal penting terkait review dan
update:
a. Review dilakukan untuk meninjau validitas dan pemanfaatan sistem peringatan
setelah situasi nyata, ketika bencana terjadi. Dengan adanya review, akan membantu
mengidentifkasi kelemahan dalam sistem peringatan dini serta menjaga agar sistem
peringatan dini aktual dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Berikut ini adalah
elemen serta kajian yang perlu di-review dalam pengelolaan sistem peringatan dini.
62
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
KEMAMPUAN MERESPON BENCANA
Elemen Review
Pengetahuan
Mengenai Risiko.
Peta risiko bencana.
Riwayat kejadian bencana.
Diagram kelembagaan/analisis stakeholder.
Pemantauan dan
Pelayanan Peringatan.
Pemantauan ancaman bencana.
Operasionalisasi dan pemeliharaan alat dan
perangkat untuk pemantauan dan monitoring
peringatan dini.
Penyebarluasan dan
Komunikasi.
Komunikasi efektif.
Operasionalidasi dan pemeliharaan alat dan
perangkat untuk komunikasi dan diseminasi
informasi peringatan dini.
Penggunaan media KIE secara efektif.
Kemampuan
Merespon Bencana.
Simulasi secara berkala.
Rencana kontijensi tanggap darurat bencana.
SOP Tanggap Darurat Bencana.
Peta dan jalur evakuasi.
Peraturan desa tentang penanggulangan bencana.
Pertemuan koordinasi antara elemen-elemen
masyarakat.
Peran dan tanggung jawab komite PB serta
elemen-elemen masyarakat (contoh: pertolongan
pertama, pencarian dan penyelamatan, evakuasi,
dan lain lain).
Dan lain lain.
b. Update dimaksudkan untuk mengkaji sejauh mana perkembangan kemajuan dari
kegiatan kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana yang dilaksanakan, seperti:
1) Untuk mengetahui perkembangan secara berkala.
2) Untuk mengetahui tingkat keakuratan sistim peringatan dini yang sudah disusun.
3) Lebih menyempurnakan sistim dengan pendekatan-pendekatan yg baru (jika ada).
c. Monitoring dan evaluasi pengelolaan sistem peringatan dini dilaksanakan pada
masing-masing tahapan persiapan, analisis, penyusunan hingga pelaksanaan sistem
peringatan dini.
LAMPIRAN
64
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 1
RENCANA KONTIJENSI DI MASYARAKAT
(DESA/ KELURAHAN)
1. Pengertian.
Rencana Kontijensi adalah suatu proses perencanaan ke depan dalam keadaan yang
tidak menentu dimana skenario dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan manajerial
ditetapkan, serta sistem tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama
untuk mencegah atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi darurat atau
kritis. Melalui perencanaan kontijensi, akibat dari ketidak-pastian dapat diminimalisir
melalui pengembangan skenario dan asumsi proyeksi kebutuhan untuk tanggap darurat.
2. Tujuan.
Untuk dijadikan acuan bagi semua pihak dalam penyelenggaraan penanggulangan
bencana dalam membangun kesiapsiagaan terhadap ancaman bencana (sesuai hazard).
Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan tanggap darurat bencana dapat dilaksanakan
secara efektif, efsien, dan terkordinasi dengan baik.
Komponen Rencana Kontinjensi:
a. Sekenario (Apa yang akan terjadi).
b. Strategi dan tujuan (Apa yang perlu kita lakukan).
c. Rencana operasi (Bagaimana seharusnya kita melakukannya).
d. Sumber daya (Apa yang diperlukan).
e. Rencana kesiapsiagaan (Apa yang dapat kita persiapkan).
f. RAB/ budget (Berapa biayanya).
3. Unsur yang Terlibat dalam Penyusunan.
Rencana kontijensi disusun bersama dengan berbagai pihak/ unsur/ komponen
masyarakat. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya kesiapsiagaan semua pihak,
mengingat penanggulangan bencana merupakan urusan bersama antara pemerintah,
lembaga usaha, dan masyarakat. Dimana pemerintah sebagai penanggung-jawab
utamanya. Masing-masing pihak/ pelaku dapat berperan aktif sesuai dengan
kemampuan, keahlian, kompetensi dan kewenangannya serta menyumbangkan/
menggunakan sumberdaya yang ada dalam lingkup kekuasaan/kewenangannya.
65
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Unsur/ pelaku penyusunan rencana kontinjensi antara lain:
a. Instansi/ lembaga pemerintah.
b. TNI/ POLRI.
c. Lembaga usaha/ swasta.
d. Organisasi kemasyarakatan.
e. Palang Merah Indonesia (PMI).
f. Relawan penanggulangan bencana.
g. ORARI/RAPI.
h. Tokoh masyarakat/Agama.
f. PKK.
g. LINMAS.
h. Organisasi pemuda/ Karang Taruna.
i. Pihak-pihak/ para pelaku lainnya yang berkaitan dengan jenis ancamannya.
4. Kriteria Pelaku.
Para pelaku penyusunan rencana kontinjensi adalah mereka yang memiliki kemauan dan
kemampuan/ kompetensi dan otoritas dalam pengambilan keputusan untuk mewakili
instansi/ lembaga/ organisasinya. Dalam hal penentuan pelaku tidak ada diskriminasi dan
perlu memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
FORMAT RENKON
Kerangka Renkon Elaborasi/Pengembangan/Review
1. Pendahuluan.
Konteks Desa/ Kelurahan (ancaman, kerentanan
dan kapasitas).
Tujuan (umum/khusus).
Apakah sudah ada update data ancaman, risiko,
kerentanan dan kapasitas?
2. Skenario.
Apa yang akan terjadi.
Asumsi (mengapa dibutuhkan pelayanan).
Faktor pemicu (apa yang mendorong/
menghambat aktivasi skenario).
Apakah sudah dikoordinasikan, disosialisasikan
dengan pihak-pihak terkait?
Apabila ada perubahan dalam sistim peringatan
dini apakah sudah dievaluasi?
3. Rencana Tanggap Darurat.
Strategi, tujuan.
Rencana kegiatan tanggap darurat.
Dukungan sumber daya (yang diperlukan untuk
melaksanakan rencana kegiatan tanggap darurat).
Apakah pelayanan Masyarakat tidak tumpang
tindih dengan yang lain?
Spesialisasi relawan desa.
Target keluarga sasaran.
Simulasi, sudah/ belum dilakukan.
66
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
4. Mekanisme Koordinasi (internal/ eksternal).
Adakah perbaikan kerjasama, jejaring antara
elemen masyarakat setempat?
Adakah peraturan desa tentang penanggulangan
bencana?
5. Kapasitas yang Tersedia di Masyarakat.
Adakah perubahan dalam peningkatan sumber
daya masyarakat dalam Penagulagan Bencana?
6. Rencana Kesiapsiagaan.
Sudah dilaksanakan/ belum?
Evaluasi?, revisi rencana?
7. Anggaran. Alokasi anggaran, sudah/ belum?
8. Lampiran.
Struktur organisasi Komite PB dan otoritas saat
bencana.
SOP.
Peta, analisa ancaman dan resiko, VCA, rencana
evakuasi.
Daftar kontak.
Dokumen referensi yang relevan (MoU, dan lain
lain).
Rencana Aksi Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Bencana di Dalam Keluarga.
Renkon
Anggota Keluarga
Ayah Ibu
Anak
Laki-Laki
Anak
Perempuan
Sebelum Bencana
Saat Terjadinya Bencana
Saat Terjadinya Bencana
Saat Terjadinya Bencana
67
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Contoh Rencana Kontingensi Sederhana di Tingkat Masyarakat (Desa/ Kelurahan).
Skenario.
300 orang / 85 KK warga terkena dampak akibat banjir dan
tidak bisa mendapatkan akses bahan pokok seperti beras dan
lauk-pauk.
Strategi Respon. Menyediakan kebutuhan natura untuk 300 orang/ 85 KK.
Kebutuhan Respon.
Distribusi natura untuk masyarakat terkena dampak selama
1 minggu.
Membentuk tim distribusi dari Relawan Desa, mendistribusikan
natura ke rumah - rumah warga yang terkena dampak banjir.
Dukungan
Operasional.
Menugaskan 15 orang Relawan Desa untuk menjalankan
pelayanan tersebut.
Mendirikan posko lapangan dekat area banjir.
Tahapan Dalam
Rencana
Kesiapsiagaan.
Kordinasi dengan Kecamatan, BPBD atau Stakeholder terkait
tentang ketersediaan natura yang akan didistribusikan.
Membuat kesepakan dengan Kecamatan, BPBD atau
Stakeholder terkait.
Persiapan peralatan.
Budget. Rp. 500.000.
68
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 2
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
KESIAPSIAGAAN DI DESA/ KELURAHAN
1. Pengertian.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Kesiapsiagaan merupakan suatu standar/ pedoman
tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk
membangun sistem peringatan dini dan menjadi bagian dari rencana kontijensi.
2. Tujuan.
Adapun tujuan dibentuknya SOP Kesiapsiagaan adalah sebagai berikut:
a. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi setiap elemen yang ada di masyarakat
dalam kesiapsiagaan dan tanggap darurat.
b. Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggungjawab dari masing-masing elemen
masyarakat pada saat kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana.
c. Untuk menghindari kesalahan, keraguan, pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing.
3. Proses Penyusunan SOP.
Tahapan penyusunan SOP di desa/ Kelurahan secara garis besar adalah sebagai berikut:
NO KEGIATAN KETERANGAN
1.
Mengumpulkan perangkat desa dan
elemen-elemen yang ada di masyarakat
untuk pembuatan SOP (RT, RW, SIBAT,
Karang Taruna, PKK, dan lain lain).
2.
Membuat sebuah panduan (rencana
kontijensi) sebelum menyusun SOP.
Membuat daftar topik
yang harus dibicarakan,
kemudian dikelompokan.
3. Merumuskan tugas.
Membagi tugas pokok
dan fungsi dari
masing masing elemen
masyarakat untuk
berjalannya tanggap
darurat bencana
tersebut.
69
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
4.
Identifkasi
a. Bencana yang terjadi di wilayah
tersebut.
b. Masalah ancaman (Hazard).
c. Data.
d. Kapasitas.
e. Kebutuhan.
5.
Pembuatan Juklak dan Juknis kelompok
tugas
a. Menampung usulan.
b. Menindak lanjuti usulan.
c. Selalu bayangkan siapa pengguna SOP.
d. Menggunakan prinsip cerita untuk
pembuatan SOP di masyarakat.
e. Review anggota.
6. Membuat SOP.
4. Contoh SOP.
Berikut ini salah satu contoh dari SOP di Desa/ Kelurahan dalam bentuk tabel.
70
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)/ PROSEDUR TETAP (PROTAP)
SIAPA MELAKUKAN APA, KAPAN, DI MANA, MENGAPA DAN BAGAIMANA
DESA : Sigedong.
KECAMATAN : Bumijaya.
KABUPATEN : Tegal.
NO
WHO WHAT WHEN WHERE WHY HOW
KET
SIAPA APA KAPAN DIMANA MENGAPA BAGAIMANA
1.
Kepala
Desa/
Sek-
retaris
Desa.
- Menyalakan early
warning system/ tanda
peringatan dini.
Paska
bencana
(Angin
puting
beliung)
Kantor/
wilayah
Desa
- Tanda evakuasi komuni-
tas ke titik kumpul.
- Mengantisipasi kepan-
ikan
komunitas.
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi
kemungkinan
terjadinya angin
puting beliung susulan.
Bel/
kentongan
- Mengarahkan komunitas
Desa tetap tenang,
jangan panik dan keluar
dari rumah.
- Mengarahkan komunitas
menuju titik kumpul
sesuai wilayah Dusun/
RT/ RWdengan tertib,
jangan berdesakan
dan saling mendahului
serta lindungi kepala.
Paska an-
gin puting
beliung
Wilayah
Desa
- Biasanya dalam situasi
darurat terjadinya
kepanikan.
- Titik kumpul adalah
zona evakuasi/ zona
aman yang memenuhi
kreiteria tertentu yang
disepakati komunitas
Desa sebagai lokasi titik
kumpul.
- Melindungi kepala ada-
lah tindakan pencega-
han dari kemungkinan
adanya reruntuhan
bagian bagunan pada
saat komunitas menuju
titik kumpul.
Megaphone
- Mengarahkan Kepala
Dusun/ Ketua RW/
RT untuk memeriksa
kelengkapan warga.
- Mengarahkan Kepala
Dusun/ Ketua RW/ RT
tetap mendampingi
warga hingga titik
aman.
Paska
Bencana
Wilayah
Desa
- Untuk mengetahui jum-
lah warga desa sebelum
dan setelah bencana.
- Menjaga situasi dan
kondisi warga desa
tetap kondusif, aman
dan terkendali.
Megaphone
- Mengarahkan Kepala
Dusun/ Ketua RW/ RT
tetap mendampingi
warganya masing-
masing.
- Mengarahkan komunitas
desa tidak memasuki
rumah sebelum adanya
tanda aman.
Paska
Bencana
Wilayah
Desa
- Menjaga situasi dan
kondisi warga desa
tetap kondusif, aman
dan terkendali.
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi
kemungkinan
terjadinya angin
puting beliung susulan.
Megaphone
71
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
- Mengarahkan Sekretaris
Desa sebagai Koordina-
tor tim tanggap darurat
untuk mengumpul-
kan anggota tim dan
melakukan tindakan
tanggap darurat.
Pasca
Bencana
Wilayah
Desa
- Mengantisipasi adanya
anggota komunitas Desa
yang mengalami cidera
dan atau gangguan
medis.
- Mengantisipasi adanya
Anggota komunitas Desa
yang masih tertinggal di
rumah, ruangan Desa/
bangunan kompleks
Desa/ tidak diketahui
keberadaannya.
Megaphone
- Mengambil kebijakan
Untuk menghubungi
pihak terkait
sehubungan dengan
perkembangan kegiatan
tanggap darurat.
- Mengambil kebijakan
untuk menghentikan
kegiatan tanggap
darurat apabila
situasi dan kondisi
aman terkendali
(tanggap darurat
dinyatakan berakhir).
- Mengambil kebijakan
apakah tanggap darurat
masih tetap dilanjutkan
atau dihentikan.Dan
apakah komunitas Desa
diperkenankan untuk
pulang atau membubar-
kan diri.
2.
Kepala
Desa,
Sek-
retaris
Desa,
BPD.
- Melakukan monitoring
dan evaluasi kegiatan
tanggap darurat.
Tanggap
darurat
Kompleks
Desa
- Untuk mengetahui
jalannya kegiatan
dan mengambil
kebijakan diperlukan
atau tidak-nya meng-
hubungi pihak terkait
sehubungan dengan
perkembangan yang
terjadi dari situasi dan
kondisi emergency/
darurat yang terjadi.
3.
Sek-
retaris
Desa
Sebagai
kordi-
nator
lapan-
gan
tanggap
darurat
ben-
cana.
- Mengarahkan tim
tanggap darurat Desa:
1. Keamanan desa
2. PKK
3. Karang Taruna
4. Relawan Desa
Tanggap
darurat
Zona
aman
- Mengkoordinasikan
kegiatan tanggap
darurat sesuai dengan
job discribtion dari
kapasitas masing-masing
anggota tim.
- Mengantisipasi
kemungkinan terjadinya
angin puting beliung
susulan.
- Mengantisipasi adanya
warga komunitas Desa
yang masih tertinggal
di rumah/ bangunan
sekitar Desa.
- Tandu
- Tas PP dAN
Peralatan
PP
- Megaphone
- Alat
pelindung
diri
72
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
- Mengantisipasi adanya
anggota komunitas Desa
yang mengalami cidera/
trauma dan atau
gangguan medis baik
di jalur keselamatan
maupun di dalam
ruangan Desa/ bangunan
kompleks termasuk yang
tidak dapat berjalan
sendiri.
- Mengarahkan komunitas
tetap tenang dan
jangan panik.
- Mengarahkan komunitas
menuju zona aman
dengan tertib, jangan
berdesakan dan saling
mendahului serta
lindungi kepala.
Tanggap
darurat
Kompleks
Desa
- Biasanya dalam situasi
emergency/ darurat
terjadi kepanikan.
- Titik kumpul adalah
zona evakuasi/ zona
aman yang memenuhi
kriteria tertentu yang
disepakati komunitas
Desa sebagai lokasi
berkumpul.
- Melindungi kepala
adalah tindakan
pencegahan dari
kemungkinan adanya
reruntuhan bagian
bangunan pada saat
komunitas menuju titik
kumpul.
Megaphone
- Mengarahkan Kepala
Dusun/ RW/ RT segera
setelah melakukan
pengecekan warga Desa
melakukan koordinasi
dengan tim tanggap
darurat.
- Mengarahkan Kepala
Dusun/ Ketua Suku/
RW/ Rt tetap men-
dampingi warga Desa
sampai situasi dan
kondisi aman dan ter-
kendali sampai tanggap
darurat dinyatakan
berakhir.
Tanggap
darurat
Kompleks
Desa
- Untuk mengetahui
Jumlah kehadiran
warga Desa Sebelum
dan sesudah angin
puting beliung. Dan
mengetahui apakah Ada
anggota warga Desa
yang masih tertinggal di
ruangan Desa/ bangunan
kompleks dan atau tidak
diketahui keberadaannya.
- Menjaga situasi dan
kondisi warga Desa
tetap kondusif, aman
dan terkendali.
Megaphone
- Mengarahkan komunitas
Desa tidak memasuki
ruangan Desa/ bangunan
di wilayah Desa hingga
keadaan dinyatakan
aman.
Tanggap
darurat
Wilayah
Desa
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi kemun-
gkinan rerjadinya angin
puting beliung susulan.
Megaphone
- Mengumpulkan anggota
tim tanggap darurat
dan membuat laporan
kegiatan masing-
masing.
Pasca
tanggap
darurat
Posko
tanggap
darurat
- Mendata hasil kegiatan
untuk dilaporkan kepada
Kepala Desa sebagai
bahan kajian/ evaluasi.
73
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
- Membuat laporan
tertulis hasil kegiatan
tanggap darurat kepada
Kepala Desa:
1. Analisa kerusakan
bangunan.
2. Jumlah anggota
komunitas Desa yang
mengalami cidera/
trauma dan atau
gangguan medis.
3. Jumlah anggota
komunitas Desa yang
dirujuk ke pelayanan
kesehatan terdekat.
4. Dan lain lain.
Wilayah
Desa
Untuk dikaji/
dievaluasi.
4.
Koman-
dan
SIBAT
sebagai
leader
team
evakua-
si.
- Mengarahkan tim
evakuasi menuju
sumber suara
kentongan/EWS.
Tanggap
darurat
Lokasi
korban
ke zona
aman
- Melakukan tindakan
Rescue dan evakuasi.
Tandu
5.
Tim
Evakua-
si:
1. SIBAT
PMI
2. Ka
rang
Taru-
na
- Mendekati anggota
komunitas Desa,
melakukan pertolongan
pertama cepat/ triage
dan mengevakuasi ke
zona aman.
Tanggap
darurat
Wilayah
Desa
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi kemun-
gkinan terjadinya angin
susulan.
- Untuk segera diberikan
perawatan pertolongan
pertama yang lebih baik
di zona aman.
Tandu, tas
PP dan pera-
latan PP
- Melakukan koordinasi
dengan Kepala Desa
melalui kordinator
lapangan bila lokasi
anggota komunitas
Desa tidak memungk-
inkan untuk dievakuasi
oleh tim.
Tanggap
darurat
Wilayah
Desa
- Lokasi anggota komuni-
tas desa tidak diketahui
secara pasti/ diperlu-
kannya pihak terkait
yang memiliki keter-
ampilan dan peralatan
yang lebih lengkap.
Telephone /
HT/ Emer-
gency
Kepala
Desa
meng
hub
ungi
pihak
terkait.
6.
SIBAT
PMI
- Menyiapkan Tas per-
tolongan pertama dan
peralatan PP
- Menyiapkan lokasi zona
pertolongan pertama/
zona aman.
Pasca
bancana
Wilayah
Desa
- Zona aman/ zona Perto-
longan Pertama didiri-
kan di tengah lapangan
untuk mengantisipasi:
1. Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
2. Mengantisipasi kemu-
ngkinan terjadinya
angin susulan.
- Mengantisipasi adanya
anggota komunitas Desa
yang mengalami:
1. Cidera/ trauma
2. Gangguan medis
Terpal
Tas PP dan
peralatan PP
pendukung
74
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
- Leader zona triage
Mengarahkan tim
evakuasi dari tanda
kasus/ Triage yang
diberikan pelaku
Triage yang bergabung
dalam tim evakuasi di
lapangan.
- Leader Zona Triage
Mengarahkan Pelaku
PPUntuk Memberikan
Perawatan PPPp Sesuai
Tanda Kasus/Triage.
Tanggap
darurat
Zona
triage
- Zona Triage terbagi
menjadi dua:
1. Zona merah
2. Zona kuning
- Pelaku PP terbagi dalam
3 tim:
1. Team patah tulang.
2. Team luka dan
perdarahan.
3. Team gangguan
medis.
Tas PP dan
peralatan PP
pendukung
- Leader zona perto-
longan melakukan
koordinasi dengan
tim evakuasi melalui
kordinator lapangan
untuk kasus-kasus yang
harus mendapatkan
pelayanan kesehatan/
kedaruratan lebih lan-
jut di sarana kesehatan
terdekat.
Tanggap
darurat
Zona per-
tolongan
- Anggota komunitas Desa
yang mengalami cidera/
trauma dan atau ganggu-
an medis mendapatkan
pelayanan kesehatan/
kedaruratan medis den-
gan penanganan tenaga
medis/ paramedis yang
lebih terampil dan pera-
latan lebih lengkap.
Tandu,
kendaraan
bermotor
roda empat/
ambulance
7.
Kepala
Dusun/
Kepala
Suku/
RT/ RW
- Mengarahkan evakuasi
warga berjalan tertib
dan teratur.
- Menyakinkan tidak
ada warga Desa yang
tertinggal.
- Menyakinkan tidak ada
peralatan listrik meny-
ala sebelum meninggal-
kan rumah.
- Kepala dusun/ Ketua
RW/ RT adalah warga
Desa yang memimpin
warga ke zona Aman
Pasca
angin
puting
beliung
Rumah
warga/
bangunan
Desa
- Mengantisipasi
kepanikan warga Desa.
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi
kemungkinan terjadinya
puting beliung susulan.
- Mengantisipasi
terjadinya hubungan
arus pendek/ korsleting.
8.
Kepala
Urusan
Desa
Staf
Desa
- Merujuk korban ke
fasilitas kesehatan
terdekat.
Pasca
angin
puting
beliung
Zona
evakua-
si ke
fasilitas
kesehatan
- Cukup Jelas
9.
Bidan
Desa
- Memberikan pertolongan
kepada para korban
- Merujuk korban apabila
membutuhkan penanga-
nan yang lebih lanjut.
Pasca
angin
puting
beliung
Pusk-
esmas
Pembantu
(Pustu)/
zona
aman
- Mengantisipasi korban
agar tidak bertambah
parah/ hal yang akan
membahayakan korban
lebih lanjut.
Obat-
obatan dan
peralatan
medis yang
ada
Babin-
sa/
Babin-
mas/
Linmas
- Mengamankan akses
keluar masuk ke
komplek Desa.
Pasca
angin
puting
beliung
Wilayah
Desa
- Mengantisipasi adanya
kemungkinan pihak
yang tidak bertanggung
jawab atau berkepent-
ingan dengan komunitas
Desa.
- Biasanya dalam situasi
emergency/ darurat ter-
jadi Kepanikan sehingga
penggunaan akses kelu-
ar masuk harus dipantau
keamanannya.
Bel/
kentongan/
pentungan/
senjata pi-
hak berwajib
75
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
10
Komu-
nitas
Desa
- Menuju titik kumpul
dengan tertib dan
teratur, tidak
berdesakan dan
saling mendahului.
- Mengikuti jalur
evakuasi dan
mentaati rambu-rambu
keselamatan.
- Menjauhi bangunan
yang mengalami
kerusakan.
- Komunitas Desa tidak
memasuki ruangan
Desa/ bangunan di
kompleks Desa.
Pasca
angin
puting
beliung
Dari
rumah,
bangu-
nan dan
menuju
zona
aman
- Menjaga situasi dan
kondisi warga desa tetap
kondusif, aman dan
terkendali.
- Kemungkinan adanya
kerusakan ruangan/
bangunan.
- Mengantisipasi kemun-
gkinan terjadinya angin
puting beliung susulan.
Melindungi
kepala
Tandu
- Membubarkan diri
dengan tertib.
Pasca
tanggap
darurat
Titik
kumpul
- Situasi dan kondisi
dinilai kondusif, aman,
terkendali dan tanggap
darurat dinyatakan
berakhir.
Ditetapkan di : DESA SIGEDONG
Tangal : 14 DESEMBER 2012
KOMUNITAS DESA
KETUA BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
KEPALA DESA KOMANDAN Relawan Desa
H.MF. IMAM ARIFIN SUWONDO SURONO
76
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 3
RENCANA EVAKUASI
1. Pengertian.
Rancangan atau konsep pengungsian atau pemindahan penduduk dari daerah-daerah
yang terkena dampak ancaman bencana.
2. Tujuan.
Melibatkan masyarakat serta semua pemangku kepentingan dari awal proses hingga
pelaksanaan evakuasi untuk memperkecil risiko yang ditimbulkan dari dampak terjadin-
ya bencana.

3. Alur Proses Penyusunan Rencana Evakuasi:
77
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
4. Contoh Produk Rencana Evakuasi (hazard Tsunami):
Peta evakuasi adalah peta yang dibuat guna menunjukkan arah atau rute yang harus dilalui apabila terjadi
keadaan darurat bencana.
78
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 4
POSKO KESIAPSIAGAAN
TINGKAT DESA/ KELURAHAN
1. Pengertian.
Pos Komando (POSKO) kesiapsiagaan di tingkat desa/ kelurahan adalah ruang atau
tempat yang mempunyai fungsi/ difungsikan sebagai tempat untuk mengatur informasi
komunikasi dan kerjasama antara masyarakat dan pihak luar terkait dengan kebencanaan
dan kesehatan yang terjadi di masyarakat.

2. Tujuan.
Meningkatkan kesiapsiagaan, memberikan komando, memobilisasi sumberdaya dan
melaksanakan aksi pada saat kesiapsiagaan maupun tanggap darurat bencana.
3. Tugas dan Fungsi.
a. Memantau keadaan maupun kondisi perkembangan ancaman bencana.
b. Berperan aktif dalam persiapan kemungkinan terjadinya bencana.
c. Melakukan kordinasi dengan stakeholder/ pihak terkait tentang informasi ter-update
berkaitan dengan keadaan di wilayah tersebut.
d. Sebagai pusat informasi dan kordinasi.
4. Contoh Struktur Posko Kesiapsiagaan Bencana.
79
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 5
PETUNJUK SIMULASI BENCANA
1. Pengertian.
Simulasi bencana merupakan satu rangkaian aksi kegiatan untuk memberikan
gambaran secara komprehensif mendekati kondisi sesungguhnya pada saat bencana
terjadi, dengan melibatkan seluruh komponen yang akan berperan dalam tanggap
darurat bencana.
2. Tujuan.
a. Menambah pengetahuan dan ketrampilan tentang penanggulangan bencana.
b. Memberikan pemahaman tahapan penanggulangan bencana.
c. Memberikan pemahaman teknikteknik pelaksanaan penanggulangan bencana.
d. Sebagai sarana evaluasi rencana kontijensi, rencana evakuasi dan SOP tanggap
darurat.
3. Langkah Langkah Pelaksanaan Simulasi.
a. Persiapan Simulasi.
1) Sosialisasi Kegiatan Simulasi.
Meliputi kegiatan penyebarluasan informasi kepada masyarakat di tempat simulasi
akan dilaksanakan agar masyarakat mengetahui tujuan dan fungsi simulasi, serta
untuk mengindari salah paham dan kepanikan pada saat simulasi dilaksanakan.
2) Koordinasi Pihak Terkait.
Melakukan koordinasi dengan seluruh pihak yang akan terlibat dalam kegiatan
simulasi.
3) Peta Kapasitas dan Kerentanan Desa.
Membuat peta lokasi rawan, lokasi aman, infrastruktur serta sarana prasarana dan
fasilitas umum bersama dengan masyarakat dan Komite PB.
4) Membuat Skenario.
Skenario simulasi meliputi jenis bencana yang akan disimulasikan, tanda pemicu
simulasi, peserta, lokasi dan waktu.
5) Membentuk Tim Pelaksana Teknis.
Tim/ Regu yang akan berperan dalam simulasi dibentuk sesuai dengan kebutuhan
skenario yang akan disimulasikan.
6) Peralatan Pendukung.
Menyiapkan peralatan yang akan digunakan dalam simulasi, sedapat mungkin
80
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
menggunakan atau memaksimalkan peralatan yang tersedia di lingkungan sekitar
agar simulasi menggambarkan situasi sesungguhnya di lapangan.
7) Gladi Bersih.
Gladi bersih merupakan persiapan akhir sebelum pelaksanaan simulasi. Gladi
Bersih penting untuk memeriksa kesiapan alat dan tim yang akan terlibat dalam
pelaksanaan simulasi.
b. Pelaksanan Simulasi.
Melaksanakan seluruh rangkaian skenario yang telah dibentuk, sebagai bentuk
pembelajaran dengan praktek langsung bagaimana proses penanggulangan bencana
dilakukan.
c. Evaluasi Simulasi.
Setelah simulasi selesai dilaksanakan, tahap selanjutnya adalah melakukan evaluasi
terhadap seluruh rangkaian simulasi. Evaluasi dapat dilaksanakan dalam forum diskusi
kelompok atau dengan lembar isian yang akan diisi oleh peserta simulasi.
d. Contoh Skenario Simulasi.
1) Kasus : Peringatan Dini Banjir
2) Waktu Pelaksanaan : Minggu, 05 Mei 2013
3) Tempat Pelaksanaan : Desa Monang-Maning, Denpasar Timur
4) Aktor yang terlibat :
Kepala Desa/Kelurahan 1orang
Ketua RW 1 orang
Ketua RT 5 orang
PMI Kabupaten 1 orang
PMI Kecamatan 1 orang
LINMAS 2 orang
BINMAS 2 orang
BABINSA 2 orang
Tokoh Masyarakat 5 orang
Tokoh Agama 2 orang
Relawan Desa 10 orang
PKK 2 orang
Karang Taruna 2 orang
Kelompok Pendatang 10 orang
Yayasan 3 orang
Masyarakat 24 orang
5) Alur Skenario adalah sebagai berikut:
Kepada Desa mendapatkan informasi bulanan dari BMKG tentang perubahan iklim
di daerah Denpasar. Tercatat di daerah Denpasar Timur terjadi peningkatan curah
hujan pada bulan Mei.
Kepala Desa dan perangkat desa yang lain mengadakan rapat terkait informasi
81
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
yang diterima dari BMKG, mengingat daerah Denpasar Timur berpotensi terjadinya
banjir apabila curah hujan cukup tinggi. Pada rapat tersebut juga dihadiri oleh
Ketua RW, LINMAS, BABINSA, BINMAS, Relawan Desa, PKK, dan Tokoh Masyarakat.
Dalam rapat tersebut dibahas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi apa-
bila informasi curah hujan yang disampaikan oleh BMKG benar terjadi. Selain itu
juga dibahas beberapa hal yang harus dipersiapkan apabila bencana tersebut
benar akan datang.
Setelah rapat dengan Kepala Desa, Ketua RW akan mengadakan rapat bersama
Ketua RT di wilayahnya. Ketua RW meneruskan hasil rapat kepada Kepala Desa.
SIBAT meneruskan hasil rapat dengan Kepala Desa kepada PMI Kecamatan atau
Kabupaten.
Kepala Desa kembali mendapatkan informasi harian dari BMKG tetang peningkatan
curah hujan pada hari Minggu, 05 Mei 2013. Kepala desa kembali mengadakan
rapat untuk menginformasikan hal tersebut. Informasi tersebut diteruskan ke
RT dan PMI Kecamatan/ Kabupaten. Dalam rapat ini juga ditentukan tugas-tugas
yang harus dilakukan oleh masing-masing elemen, dan juga dilakukan beberapa
persiapan terkait isu tersebut.
Kemudian mengumpulkan RT, mengumpukan semua warganya, tokoh agama
dan kelompok pendatang untuk meneruskan informasi tersebut kepada mereka.
Mereka dianjurkan untuk melakukan persiapan terkait bencana yang
mungkin akan terjadi akibat curah hujan yang cukup tinggi. Serta disampaikan
juga rencana evakuasi apabila bencana banjir itu terjadi.
Mendengar informasi tersebut, beberapa yayasan menghubungi Kepala Desa untuk
memberikan bantuan apabila benar terjadi banjir.
Kepala Desa berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk bersiap-siap meng-
hadapi banjir yang akan terjadi, baik secara langsung maupun melalui media
komunikasi lainnya. Ketua RT dan RW menghimbau warganya untuk selalu siaga
menghadapi banjir.
Apabila terjadi tanggap darurat maka jalankan SOP tanggap darurat yang telah
dibuat dan disepakati bersama.
Simulasi peringatan dini banjir selesai.
82
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 6
LOGISTIK KESIAPSIAGAAN BENCANA
1. Pengertian.
Mengidentifkasi dan menyediakan kebutuhan (barang dan jasa) yang diperlukan dalam
kesiapsiagaan menghadapi bencana. Kebutuhan logistik keluarga dan masyarakat untuk
menghadapi bencana, persiapan barang/ kebutuhan yang dilakukan oleh keluarga dan
masyarakat merupakan salah satu bentuk kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
2. Tujuan.
Terpenuhinya kebutuhan dasar di tingkat keluarga dan masyarakat pada saat bencama
dapat terpenuhi dengan cepat.
3. Contoh.
a. Kebutuhan logistik keluarga dalam kesiapsiagaan bencana:
1)Tas Siaga Bencana.
2) Makanan tinggi kalori (misalnya cokelat).
3) Beras.
4) Makanan siap saji (misalnya; mie
instan, sarden, kornet).
5) Air Mineral.
6) Obat-obatan ringan.
7) Uang/ tabungan siaga bencana.
8) Senter dan baterai cadangan.
9) Pakaian secukupnya.
10) Alas tidur.
11) Alat komunikasi .
12) Alat memasak.
b. Kebutuhan logistik Masyarakat Dalam Rangka Kesiapsiagaan Bencana
1) Stok beras (lumbung beras).
2) Stok Obat-obatan dalam jumlah besar.
3) Stok air bersih dalam jumlah besar.
4) Peralatan memasak/ dapur umum.
5) Sarana Transportasi untuk evakuasi.
6) Pengeras suara.
7) Penerangan (senter/ lampu minyak
tanah).
8) Tarpauline.
9) Alat Komunikasi.
10) Radio/ Televisi (sumber informasi).
83
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 7
AKSI DINI MITIGASI BENCANA
1. Pengertian.
Mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan pada semua tindakan untuk
mengurangi dampak dari satu bencana yang dapat dilakukan sebelum bencana itu
terjadi, termasuk kesiapsiagaan dan tindakantindakan pengurangan risiko jangka
panjang. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan
pengurangan risiko, baik secara fsik maupun penyadaran dan proses perencanaan untuk
respon yang efektif terhadap bencana.
2. Tujuan.
a. Mempersiapkan respon terhadap ancaman bencana yang mungkin terjadi.
b. Mengurangi resiko atau dampak yang ditimbulkan oleh bencana khususnya bagi
penduduk. Seperti korban jiwa, kerugian ekonomi dan kerusakaan sumber daya alam.
c. Meningkatkan pengetahuan masyarakat atau public awarenes dalam menghadapi serta
mengurangi dampak resiko bencana, sehingga masyarakat dapat hidup dan bekerja
dengan aman.
3. Contoh Mitigasi Bencana.
Pembuatan Jalan Tembus Sebagai Jalur Evakuasi Tsunami
Desa Rantau Panjang terletak di pesisir timur Pulau Sumatera-Provinsi Sumatera Barat,
posisi pesisir timur Sumatera yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia ber-
potensi tsunami bila terjadi gempa di laut. Desa Rantau Panjang terletak pada belokan
Sungai Batang Pasaman yang membentang lurus sejauh 800 meter dan bermuara di laut.
Bentuk Sungai Batang Pasaman yang lurus menuju laut dengan lebar sungai 30 50 m bila
terjadi tsunami akan menyebabkan gelombang air akan langsung menuju Desa Rantau
Panjang yang berada di ujung kelokan sungai.
Desa Rantau Panjang dikelilingi oleh perkebunan sawit dengan kontur tanah rawa yang
landai tanpa ada daerah perbukitan yang dapat dijadikan tempat evakuasi bila terjadi
tsunami. Akses jalan yang dapat dilalui untuk akses keluar masuk desa terletak dalam
posisi sejajar dengan garis pantai dan hanya berjarak sekitar 600 meter dari pantai.
Letak jalan yang demikian tentu saja tidak dapat digunakan untuk jalur evakuasi karena
posisinya dekat garis pantai.
84
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Proses evakuasi yang dapat dilakukan oleh warga Desa Rantau Panjang bila terjadi tsunami
adalah pergi sejauh mungkin dari garis pantai ke arah Barat. Sekitar 500 meter arah barat
Desa Rantau Panjang terdapat jalan komplek perkebunan yang dapat di gunakan untuk
jalur evakuasi menjauh dari garis pantai.
Komite PB Desa Rantau Panjang melalui rapat Komite PB yang ditindak lanjuti dengan
musyawarah warga menyepakati untuk membuat jalur evakuasi tsunami, jalur evakua-
si yang akan dibuat berupa jalan tembus yang menghubungkan Desa Rantau Panjang den-
gan jalan komplek Perkebunan di sebelah barat. Rencananya jalur evakuasi akan berupa
jalan setapak dengan lebar 2 meter sepanjang 500 m kearah barat hingga terhubung
dengan jalan kompleks perkebunan. Pihak Desa akan berperan dalam perijinan alokasi
tanah yang akan digunakan untuk jalan tembus, warga Desa akan berpartisipasi untuk
mengadakan gotong royong membuat jalan tembus tersebut setiap hari sabtu dan
minggu, diperkirakan jalan tembus tersebut akan selesai dalam waktu dua bulan dan
akan digunakan sebagai jalur alternatif keluar masuk desa agar tidak kembali tertutup
ilalang.
85
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 8
AKSI DINI MITIGASI LINGKUNGAN
1. Pengertian.
Mitigasi lingkungan adalah upayaupaya untuk mencegah atau menanggulangi dampak
negatif perubahan lingkungan yang disebabkan kerusakan lingkungan oleh manusia atau
bencana, yang dilakukan dengan cara peningkatan kesadaran masyarakat, pembangunan
fsik, maupun rehabilitasi lingkungan.
2. Tujuan.
a. Mencegah kerusakan ataupun penurunan kualitas lingkungan.
b. Mengurangi dampak negatif bagi masyarakat akibat kerusakan lingkungan.
c. Mempertahankan daya dukung lingkungan terhadap masyarakat yang ada diwilayah
tersebut.
3. Contoh Aksi Dini Mitigasi Lingkungan:
Rehabilitasi Hutan Mangrove
Kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir Bondi luas tutupannya sudah berkurang
sekitar 70 % akibat masyarakat menggunakan kayu hutan mangrove untuk kebutuhan
memasak. Awalnya masyarakat kembali menggunakan kayu untuk memasak karena
kesulitan mendapatkan minyak tanah akibat konversi minyak tanah ke LPG. Tetapi
setelah beberapa waktu masyarakat tetap menggunakan kayu bakar meskipun
pendistribusian kompor gas sudah dilakukan, masyarakat beralasan takut untuk
menggunakan kompor gas karena banyak berita mengenai ledakan tabung gas sehingga
tetap memilih menggunakan kayu bakar dari hutan mangrove.
Akibat berkurangnya luas hutan mangrove di Desa Bondi mulai muncul sejumlah
masalah, gelombang laut pada waktuwaktu tertentu mulai mencapai pemukiman warga
dan mengakibatkan rumah warga tertimbun pasir setinggi 20 -30 cm. Kondisi air di
sumur warga juga mulai menurun kualitasnya, air mulai menjadi payau akibat tercampur
air laut saat gelombang mencapai pemukiman, jumlah ikan di sekitar pantai juga mulai
berkurang sehingga nelayan harus melaut lebih jauh yang berdampak pada biaya melaut
yang lebih besar karena harus membeli solar lebih banyak untuk mesin perahu.
86
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Menghadapi situasi seperti ini, Komite PB di Desa Bondi mengadakan pertemuan
untuk membahas situasi di Desa Bondi. Setelah mengidentifkasi permasalahan yang
dihadapi, Komite PB telah memiliki sejumlah opsi untuk ditawarkan kepada warga
dalam musyawarah warga yang akan diadakan di Balai Desa Bondi. Dari musyawarah
warga dihasilkan kesepakatan untuk mengadakan kembali sosialisasi dan pelatihan bagi
warga untuk menggunakan kompor gas dan mengatasi bahaya kebakaran di rumah yang
akan didukung oleh pihak Kecamatan yang akan meyediakan tenaga penyuluh. Haji Hasan
sebagai pemilik toko kelontong terbesar di Desa akan menambah jumlah stok gas LPG
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar masyarakat tidak kesulitan mendapatkan
gas LPG untuk memasak.
Untuk mengatasi gelombang laut yang mencapai pemukiman warga pihak Desa
Bondi bersama masyarakat membuat rencana jangka pendek dan jangka panjang.
Untuk jangka pendek pihak desa akan menyediakan karung dan bronjong, masyarakat
bertugas untuk mengisi karung pasir dan batu ke bronjong untuk membuat tanggul
sementara pada saat musim gelombang tinggi. Untuk rencana jangka panjang akan
dilakukan rehabilitasi hutan mangrove melaui penanaman bakau. Pihak desa akan
menyediakan polybag kecil untuk menyemai bibit bakau, masyarakat bertugas untuk
mengumpulkan bibit bakau, melakukan penyemaian dan penanaman bakau.
87
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 9
MITIGASI KESEHATAN MASYARAKAT
1. Pengertian.
Mitigasi kesehatan masyarakat adalah kegiatan pelayanan kesehatan dasar seperti
pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi, kegiatan surveilans
epidemiologi, promosi kesehatan, penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi
dasar.
2. Tujuan.
a. Meningkatkan kesadaran kesehatan masyarakat.
b. Penyadaran masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan di pemukiman.
c. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengawasan dan pencegahan penyakit di
lingkungannya.
d. Mencegah wabah penyakit yang disebarkan oleh vektor.
e. Mengurangi jumlah penderita penyakit di masyarakat.
3. Contoh Mitigasi Kesehatan Masyarakat.
Pencegahan Wabah Demam Berdarah Dengue dengan pembentukan Kader JUMANTIK
Demam berdarah adalah penyakit yang disebarkan oleh vektor serangga nyamuk,
jumlah kejadian demam berdarah dengue biasanya meningkat pada saat musim
pancaroba. Penyakit demam berdarah dengue dapat dicegah dengan memutus siklus
perkembang biakan vektor serangga nyamuk.
Untuk menyebarluaskan pengetahuan dan pemahaman tentang demam Berdarah Dengue
dan cara pencegahannya, dibentuklah kader JUMANTIK. Kader JUMANTIK diberi pelatihan
dan pembekalan mengenai halhal yang terkait dengan demam berdarah dengue, kader
JUMANTIK memiliki tugas sebagai tenaga penyuluh dan surveilans epidemiologi.
JUMANTIK menyuluh masyarakat tentang kegiatan 3M+ yaitu; menutup tempat
penampungan air, menguras bak penampungan air terbuka, mengubur barang
barang bekas yang dapat menampung air hujan, ditambah menaburkan bubuk abate pada
tempat penampungan air. JUMANTIK berperan aktif dalam pengawasan epidemiologi
dengan cara mengunjungi rumahrumah yang ada di lingkungannya untuk memeriksa
apakah pada tempattempat potensial nyamuk berkembang biak ditemukan adanya
jentikjentik nyamuk dengue. Kader JUMANTIK juga berperan aktif untuk melaporkan
kejadian demam berdarah dengue di Puskesmas kelurahannya, yang dapat ditindak
lanjuti dengan kegiatan foging lingkungan.
88
Panduan Membangun Sistem Peringatan Dini di Masyarakat
LAMPIRAN
Lampiran 10
AKSI DINI TABUNGAN SIAGA BENCANA
1. Pengertian.
Tabungan siaga bencana adalah tabungan yang dipersiapkan sebagai sumber keuangan
cadangan yang dapat digunakan sewaktuwaktu apabila diperlukannya dana tambahan
yang diakibatkan oleh kejadian bencana.
2. Tujuan.
a. Menyediakan dana yang mudah digunakan dalam keadaan darurat.
b. Meringankan beban keuangan bila terjadi bencana.
c. Mendisiplinkan diri untuk menyisihkan penghasilan untuk kesiapsiagaan bencana.
d. Menghindari dari terlibat hutang akibat bencana.
e. Melatih diri untuk siap siaga.
3. Contoh Aksi Dini Tabungan Siaga Bencana.
Membuka Tabungan Siaga Bencana
Ibu Marbun membuka tabungan siaga bencana di Koperasi Simpan Pinjam Melati di
wilayahnya. Untuk membuka tabungan siaga bencana di Koperasi Melati, Ibu Marbun
menjadi anggota Koperasi Melati dengan membayar setoran wajib anggota, untuk tabungan
siaga bencana Ibu Marbun diwajibkan untuk menyetorkan tabungan minimal Rp. 20.000,-
setiap bulannnya.
Tabungan siaga bencana dapat dicairkan apabila memenuhi syarat penarikan tabungan
siaga bencana yang telah ditentukan pada saat membuka tabungan, yaitu tabungan dapat
ditarik untuk memenuhi kebutuhan darurat yang disebabkan oleh kejadian bencana.
Persyaratan seperti itu dibuat agar nasabah hanya menarik tabungannya untuk keperluan
yang mendesak terkait bencana.
Tabungan siaga bencana dapat juga menggunakan tabungan biasa di Bank yang
tidak dikhususkan untuk bencana dengan cara mendisiplinkan diri untuk menabung
dengan jumlah tertentu setiap bulan dan berkomitmen untuk tidak menarik tabungan
tersebut bila tidak ada kebutuhan terkait bencana. Yang perlu diperhatikan bila
menggunakan tabungan biasa adalah besaran biaya administrasi yang dipotong dari
tabungan kita setiap bulannya oleh pihak Bank, agar dana minimal yang kita tabungkan
setiap bulannya memperhitungkan besaran biaya administrasi tabungan.
Daftar Istilah
BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofsika
BNPB : Badan Nasional Penanggulangan Bencana
BPBD : Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPPTK : Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian
Kemen PU : Kementrian Pekerjaan Umum
Kemen Hut : Kementrian Kehutanan
Kemen Kes : Kementrian Kesehatan
KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
KLB : Kejadian Luar Biasa
KRB : Kawasan Rawan Bencana
Linmas : Perlindungan Massa
MMI : Modifed Mercally Intensity
PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PB : Penanggulangan Bencana
PMI : Palang Merah Indonesia
Posko : Pos Komando
Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu
PP : Peraturan Pemerintah
PVMBG : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
SK : Surat Keputusan
SMS : Short Messaging System
SOP : Standard Operating Procedure
VCA : Vulnerability and Capacity Assessment (Asesmen Kerentanan dan
Kapasitas)
VSI : Volcanology Survey Indonesia
Daftar Pustaka
IFRC. 2013. Community Early Warning Systems : Guiding Principles. Geneva: International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
IFRC. 2012. Contingency Planning Guide. Geneva: International Federation of Red Cross
and Red Crescent Societies.
IFRC. 2012. Key determinants of a successful CBDRR programme. Geneva: International
Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
IFRC. 2009. World Disaster Report 2009 : Focus on Early Warning Early Action. Geneva:
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies.
Mercy Corps and Practical Action. 2010. Establishing Community Based Early Warning
System : Practitioners Handbook. Kathmandu : Mercycorps and Practical Action
Palang Merah Indonesia. Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan Bencana, Pengurangan Risiko
Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim. 2012. Jakarta : Palang Merah Indonesia
Palang Merah Indonesia. Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Bencana. 2012. Jakarta : Palang
Merah Indonesia
Palang Merah Indonesia. Petunjuk Pelaksanaan Sistem Peringatan Dini dan Pola
Komunikasi Informasi Darurat Bencana Palang Merah Indonesia. 2009. Jakarta : Palang
Merah Indonesia
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Pedoman Sistem Peringatan Dini Berbasis Mas-
yarakat. 2012. Jakarta : Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
1. KEMANUSIAAN
Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit
Merah (Gerakan) lahir dari keinginan
untuk memberikan pertolongan kepada
korban yang terluka dalam pertempuran
tanpa membeda-bedakan mereka
dan untuk mencegah serta mengatasi
penderitaan sesama manusia yang
terjadi di mana pun. Tujuannya ialah
melindungi jiwa dan kesehatan serta
menjamin penghormatan terhadap umat
manusia. Gerakan menumbuhkan saling
pengertian, kerjasama dan perdamaian
abadi antar sesama manusia.
2. KESAMAAN
Gerakan memberikan bantuan kepada
orang yang menderita tanpa membeda
bedakan mereka berdasarkan kebangsaan,
ras, agama, tingkat sosial atau
pandangan politik. Tujuannya semata-
mata ialah mengurangi penderitaan orang
per orang sesuai dengan kebutuhannya
dengan mendahulukan keadaan yang
paling parah.
3. KENETRALAN
Gerakan tidak memihak atau melibatkan
diri dalam pertentangan politik, ras,
agama, atau ideologi.
4. KEMANDIRIAN
Gerakan bersifat mandiri.
Setiap Perhimpunan Nasional sekalipun
merupakan pendukung bagi pemerintah di
bidang kemanusiaan dan harus mentaati
peraturan hukum yang berlaku di negara
masing-masing, namun Gerakan bersifat
otonom dan harus menjaga tindakannya
agar sejalan dengan Prinsip Dasar
Gerakan.
5. KESUKARELAAN
Gerakan memberi bantuan atas dasar
sukarela tanpa unsur keinginan untuk
mencari keuntungan apapun.
6. KESATUAN
Didalam satu negara hanya boleh ada satu
Perhimpunan Nasional dan hanya boleh
memilih salah satu lambang yang
digunakan: Palang Merah atau Bulan Sabit
Merah. Gerakan bersifat terbuka dan
melaksanakan tugas kemanusiaan
di seluruh wilayah negara yang
bersangkutan.
7. KESEMESTAAN
Gerakan bersifat semesta. Artinya,
Gerakan hadir di seluruh dunia. Setiap
Perhimpunan Nasional mempunyai status
yang sederajat, serta memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama dalam
membantu satu sama lain. Serta memiliki
hak dan tanggung jawab yang sama dalam
membantu satu sama lain.
7 PRINSIP GERAKAN
Dalam melakukan kegiatan dan pelayanan, PMI berpegang pada Prinsip-prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, yaitu:

You might also like