Pada saat seseorang melepaskan tembakan dan kebetulan mengenai sasaran yaitu tubuh korban, maka pada tubuh korban tersebut akan didapatkan perubahan yang diakibatkan oleh berbagai unsur atau komponen yang keluar dari laras senjata api tersebut. Adapun komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap penembakan adalah: anak peluru butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar asap atau jelaga api partikel logam Bila senjata yang dipergunakan sering diberi minyak pelumas, maka minyak yang melekat pada anak peluru dapat terbawa dan melekat pada luka. Bila penembakan dilakukan dengan posisi moncong senjata menempel dengan erat pada tubuh korban, maka akan terdapat jejas laras. Selain itu bila senjata yang dipakai termasuk senjata yang tidak beralur (smooth bore), maka komponen yang keluar adalah anak peluru dalam satu kesatuan atau tersebar dalam bentuk pellet. Komponen atau unsur-unsur yang keluar pada setiap peristiwa penembakan akan menimbulkan kelainan pada tubuh korban sebagai berikut: 1. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka. Luka terbuka yang terjadi dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu: Kecepatan Posisi peluru pada saat masuk ke dalam tubuh Bentuk dan ukuran peluru Densitas jaringan tubuh di mana peluru masuk Peluru yang mempunyai kecepatan tinggi (high velocity), akan menimbulkan luka yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan peluru yang kecepatannya lebih rendah (low velocity). Kerusakan jaringan tubuh akan lebih berat bila peluru mengenai bagian tubuh yang densitasnya lebih besar. 2 Pada organ tubuh yang berongga seperti jantung dan kandung kencing, bila terkena tembakan dan kedua organ tersebut sedang terisi penuh (jantung dalam fase diastole), maka kerusakan yang terjadi akan lebih hebat bila dibandingkan dengan jantung dalam fase sistole dan kandung kencing yang kosong; hal tersebut disebabkan karena adanya penyebaran tekanan hidrostatik ke seluruh bagian. Mekanisme terbentuknya luka dan kelim lecet akibat anak peluru: a. Pada saat peluru mengenai kulit, kulit akan teregang b. Bila kekuatan anak peluru lebih besar dari kulit maka akan terjadi robekan c. Oleh karena terjadi gerakan rotasi dari peluru (pada senjata yang beralur atau rifle bore), terjadi gesekan antara badan peluru dengan tepi robekan sehingga terjad kelim lecet (abrasion ring) d. Oleh karena tenaga penetrasi peluru dan gerakan rotasi akan diteruskan ke segala arah, maka sewaktu anak peluru berada dan melintas dalam tubuh akan terbentuk lubang yang lebih besar dari diameter peluru e. Bila peluru telah meninggalkan tubuh atau keluar, lubang atau robekan yang terjadi akan mengecil kembali, hal ini dimungkinkan oleh adanya elastisitas dari jaringan f. Bila peluru masuk ke dalam tubuh secara tegak lurus maka kelim lecet yang terbentuk akan sama lebarnya pada setiap arah g. Peluru yang masuk secara membentuk sudut atau serong akan dapat diketahui dari bentuk kelim lecet h. Kelim lecet paling lebar merupakan petunjuk bahwa peluru masuk dari arah tersebut i. Pada senjata yang dirawat baik, maka pada klim lecet akan dijumpai pewarnaan kehitaman akibat minyak pelumas, hal ini disebut kelim kesat atau kelim lemak (grease ring/ grease mark) j. Bila peluru masuk pada daerah di mana densitasnya rendah, maka bentuk luka yang terjadi adalah bentuk bundar, bila jaringan di bawahnya mempunyai densitas besar seperti tulang, maka sebagian tenaga dari 3 peluru disertai pula dengan gas yang terbentuk akan memantul dan mengangkat kulit di atasnya, sehingga robekan yang tejadi menjadi tidak beraturan atau berbentuk bintang k. Perkiraan diameter anak peluru merupakan penjumlahan antara diameter lubang luka ditambah dengan lebar kelim lecet yang tegak lurus dengan arah masuknya peluru l. Peluru yang hanya menyerempet tubuh korban akan menimbulkan robekan dangkal, disebut bullet slap atau bullet graze m. Bila peluru menyebabkan luka terbuka dimana luka tembak masuk bersatu dengan luka tembak keluar, luka yang terbentuk disebut gutter wound 2. Akibat butir-butir mesiu (gunpowder effect): tattoo, stipling a. Butir butir mesiu yang tidak terbakar atau sebagian terbakar akan masuk ke dalam kulit b. Daerah di mana butir-butir mesiu tersebut masuk akan tampak berbintik- bintik hitam dan bercampur dengan perdarahan c. Oleh karena penetrasi butir mesiu tadi cukup dalam, maka bintik-bintik hitam tersebut tidak dapat dihapus dengan kain dari luar d. Jangkauan butir-butir mesiu untuk senjata genggam berkisar sekitar 60 cm e. Black powder adalah butir mesiu yang komposisinya terdiri dari nitrit, tiosianat, tiosulfat, kalium karbonat, kalium sulfat, kalium sulfida, sedangkan smoke less powder terdiri dari nitrit dan selulosa nitrat yang dicampur dengan karbon dan gravid 3. Akibat asap (smoke effect): jelaga a. Oleh karena setiap proses pembakaran itu tidak sempurna, maka terbentuk asap atau jelaga b. Jelaga yang berasal dari black powder komposisinya CO2 (50%) nitrogen 35%, CO 10%, hydrogen sulfide 3%, hydrogen 2 % serta sedikit oksigen dan methane c. Smoke less powder akan menghasilkan asap yang jauh lebih sedikit 4 d. Jangkauan jelaga untuk senjata genggam berkisar sekitar 30 cm e. Oleh karena jelaga itu ringan, jelaga hanya menempel pada permukaan kulit, sehingga bila dihapus akan menghilang. 4. Akibat api (flame effect): luka bakar a. Terbakarnya butir-butir mesiu akan menghasilkan api serta gas panas yang akan mengakibatkan kulit akan tampak hangus terbakar (scorching, charring) b. Jika tembakan terjadi pada daerah yang berambut, maka rambut akan terbakar c. Jarak tempuh api serta gas panas untuk senjata genggam sekitar 15 cm, sedangkan untuk senjata yang kalibernya lebih kecil, jaraknya sekitar 7,5 cm 5. Akibat partikel logam (metal effect): fouling a. Oleh karena diameter peluru lebih besar dari diameter laras, maka sewaktu peluru bergulir pada laras yang beralur akan terjadi pelepasan partikel logam sebagai akibat pergesekan tersebut b. Partikel atau fragmen logam tersebut akan menimbulkan luka lecet atau luka terbuka dangkal yang kecil-kecil pada tubuh korban c. Partikel tersebut dapat masuk ke dalam kulit atau tertahan pada pakaian korban. 6. Akibat moncong senjata (muzzle effect): jejas laras a. Jejas laras dapat terjadi pada luka tembak tempel, baik luka tembak tempel yang erat (hard contact) maupun yang hanya sebagian menempel (soft contact) b. Jejas laras dapat terjadi bila moncong senjata ditempelkan pada bagian tubuh, dimana di bawahnya ada bagian yang keras (tulang) c. Jejas laras terjadi oleh karena adanya tenaga yang terpantul oleh tulang dan mengangkat kulit sehingga terjadi benturan yang cukup kuat antara kulit dan moncong senjata 5 d. Jejas laras dapat pula terjadi jika si penembak memukulkan moncong senjatanya dengan cukup keras pada tubuh korban, akan tetapi hal ini jarang terjadi e. Pada hard contact, jejas laras tampak jelas mengelilingi lubang luka, sedangkan pada soft contact, jejas laras sebetulnya luka lecet tekan tersebut akan tampak sebagian sebagai garis lengkung f. Bila pada hard contact tidak akan dijumpai kelim jelaga atau kelim tato, oleh karena tertutup rapat oleh laras senjata, maka pada soft contact jelaga dan butir mesiu ada yang keluar melalui celah antara moncong senjata dan kulit, sehingga terdapat adanya kelim jelaga dan kelim tato. 7. Pengaruh pakaian pada luka tembak masuk Jika tembakan mengenai tubuh korban yang ditutup pakaian, dan pakaiannya cukup tebal, maka dapat terjadi: Asap, butir-butir mesiu dan api dapat tertahan pakaian Fragmen atau partikel logam dapat tertahan oleh pakaian Serat-serat pakaian dapat terbawa oleh peluru dan masuk ke dalam lubang luka tembak.
2.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. X-ray
X-ray penting dilakukan pada pemeriksaan luka tembak. Semua luka tembak harus dilakukan pemeriksaan rontgen, terutama pada luka tembak keluar.
Kegunaan x-ray antara lain: 1. Untuk melihat apakah peluru atau bagian-bagian dari peliru masih ada didalam tubuh 2. Untuk mementukan letak peluru 3. Untuk menentukan letak dari fragmen-fragmen kecil dari peluru yang ditinggalkan didalam tubuh sehingga dapat dikeluarkan 4. Untuk mengidentifikasi jenis amunisi dan senjata yang digunakan 5. Untuk mendokumentasikan arah peluru 6 Untuk menggunakan X-ray dalam menentukan letak peluru akan menyingkat waktu otopsi. X-ray harus dilakukan tanpa seluruh luka tembak keluar, karena walaupun ada luka keluar bukan berati kalau perulu memang keluar. Mungkin saja peluru tersebut mempunyai cukup energi untuk menimbulkan defek di kulit tetapi memantul kembali ke dalam tubuh. Luka keluar tersebut juga mungkin disebabkan oleh fragmen tulang yang didorong keluar oleh peluru. X-ray juga berguna pada kasus dimana selubung peluru dan inti terpisah pada saat memasuki tubuh, inti bisa saja keluar namun selubungnya terperangkap didalam. Pada otopsi jika tidak disadari maka pemeriksa akan menarik kesimpulan yang salah bahwa seluruh peluru telah keluar. Ataupun sebaliknya dimana selubung keluar namun inti terperangkap. Kesalahan-kesalahan tersebut dapan dihindari dengan x-ray yang akan menunjukan apakah terjadi pemisahan inti dan selubung. Pada luka tembus, pecahan-pecahan kecil dari peluru dapat tertinggal disepanjang luka atau pada tulang yang terperforasi oleh peluru. Pecahan tersebut biasanya terlewatkan pada otopsi, maka dengan itu perlu dilakukan X-ray sehingga dapat diampbil untuk pemeriksaan scanning electron microscope. Pemeriksaan ini gunanya adalah untuk mengetahui asal metal. X-ray juga bisa memperlihatkan luka dari luka tembak lama atau pecahan-pecahan peluru yang tidak berhubungan dengan kematian. Pada luka lama sudah terjadi fibrosis dan peluru sudah berwarna hitam karena terjadi oksidasi. Pada gambaran radiologi juga bisa dilihat apakah terjadi pemantulan dalam. Terdapat gambaran jejak pecahan-pecahan yang terlihat bolak-balik. Namun X-ray juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain kaliber dari peluru tidsak dapat ditentukan dengan tepat. Ini karena pembesaran dari gambaran peluru yang tergantung dari jarak dengan sinar X-ray. Peluru yang dekat dengan sinar terlihat lebih besar dan batas terlihat kabur daripada gambaran yang lebih dekat ke film. Namun estimasi kaliber bisa didapatkan. X-ray sebaiknya diambil pada saat jenazah masih berpakaian agar dapat mendeteksi peluru yang keluar dari tubuh dan tetinggal di pakaian. CT-scan adalah alat yang lebih akurat untuk mengevaluasi letak peluru dan pecahan pecahan tulang. Dapat diketahui sejauh mana peluru menemus organ atau 7 jaringan. Pada luka tembak kepala, dapat dilihat apa terjadi perdarahan otak, fraktur tulang vertebrae dan lain lain.
- Tes paraffin merupakan tes yang tak spesifik, sebab hanya dapat mendeteksi adanya nitrate dan nitrite saja. Sehingga tes ini juga dapat memberikan hasil positif jik tangan tercemar tembakau, kacang-kacangan, pupuk atau obat-obatan. - Tes Harrison dan Gilroy, menggunakan kassa yang telah dibasahi dengan asam klorida. Bedanya dengan tes paraffin adalah bahwa tes yang terakhir ini untuk mendeteksi adanya unsur logam, merkuri, antimony, barium, atau timah hitam. Tentu harus diperhitugkan apakah pekerjaannya berkaitan dengan logam-logam tersebut. - Tes berikutnya adalah metode Neutron Activation Analysis (NAA), tes ini lebih sensitif sebab masih dapat mendeteksi antimony, barium, dan copper walaupun tangan yang digunakan untuk menembak sudah dibersihkan. Dan tes lain yang juga sensitif adalah tes yang - menggunakan metode Atomic Absorbtion Spectroscopy (AAS) atau Flameless Atomic Absorbtion Spectroscopy (FAAS).
TAMBAHAN BISI PERLU A. Luka Tembak Masuk Luka tembak senjata api masuk secara tipikal berbentuk bulat sampai oval, dengan permukaan yang halus dan daerah kelim lecet (abrassion ring) yang mengelilingi pinggiran luka. Abrasion ring ini disebabkan oleh gesekan dari permukaan kulit disekeliling luka dengan peluru disaat peluru membentuk cekungan masuk (indentasi) sebelum menembus kulit. Jika peluru mengenai secara tegak lurus, abrasion ring yang mucul akan bersifat seragam disekitar luka. [3,9]
8
Gambar 1. Sebuah peluru mengindentasi kulit, membuat lubang, dan mengabrasi tepi luka tembak masuk pada kulit [3]
Gambar 2. A. Luka tembak masuk dari pistol berkaliber besar .45. B. Luka tembak masuk dari pistol berkaliber sedang 9 mm. Keduanya menunjukkan luka tembak masuk tipikal dengan defek bulat pada kulit dan tepi kelim lecet (abrasion ring) [9]
Jika peluru yang masuk mengenai kulit dengan sudut selain tegak lurus, abrasion ring yang muncul akan melebar sepanjang tepi dimana peluru berasal (terhadap arah moncong senjata api) [3]
Perlu diingat bahwa membedakan luka masuk dan luka keluar bukanlah hal yang mudah. Dengan pengecualian luka jarak kontak dan jarak menengah, tidak ada ciri luka tembak masuk senjata api (misal: bentuk, abrasion ring, ukuran) yang penting untuk diagnostik luka tembak masuk. Tetapi keseluruhan ciri luka perlu dipertimbangkan untuk membedakan antara luka tembak masuk dan luka tembak keluar.Perlu juga dicatat 9 bahwa kaliber dari proyektil tidak bisa ditentukan hanya dengan mengandalkan bentuk ukuran luka tembak masuk pada kulit. [3]
1. Luka Tembak Jarak Jauh/I ndeterminate Jika moncong senjata api lebih dari beberapa kaki dari kulit, tidak akan nampak residu dari deposit apapun pada tubuh disekitar luka tembak. Luka jenis ini diklasifikasikan sebagai luka tembak jarak jauh. Beberapa praktisi menyebutnya sebagai luka tembak jarak menengah, berdasarkan konsep bahwa seseorang tidak dapat sepenuhnya menyingkirkan kemungkinan bahwa luka tembak yang dihasilkan ditembakkan dari jarak dekat melalui target perantara yang menyaring residu senjata api dari kulit. Hal ini juga perlu dipertimbangkan sebagai sebuah kemungkinan selama pemeriksaan tempat kejadian perkara dan pemeriksaan badan senjata api yang menyebabkan luka pada korban. [3]
Luka tembak jarak jauh adalah luka tembak dimana jarak antara moncong senjata dengan korban diatas 70 cm, atau diluar jarak tempuh atau jangkauan butir-butir mesiu.Luka ini terjadi bila jarak antara moncong senjata dengan tubuh korban di luar jangkauan atau jarak tempuh butir-butir mesiu yang tidak terbakar atau terbakar sebagian.Luka berbentuk bundar atau oval dengan disertai adanya kelim lecet.Bila senjata sering dirawat (diberi minyak) maka pada kelim lecet dapat dilihat pengotoran bewarna hitam berminyak, jadi ada kelim kesat atau kelim lemak. [2]
Gambar 3. Luka Tembak Jarak Jauh [2]
2. Luka Tembak Kontak Terjadi bila moncong senjata ditekan pada tubuh korban dan ditembakkan.Bila tekanan pada tubuh erat disebut hard contact, sedangkan yang tidak erat disebut soft contact. [3,6,10]
10 Keluarnya berbagai gas panas, abu, partikel bubuk yang tidak terbakar atau setengah terbakar, pecahan metalik, atau debris lain dari moncong senjata api, bersamaan dengan anak peluru menghasilkan ciri khas pada kulit atau pakaian korban penebakan. Ketika moncong senjata api diletakkan dekat dengan kulit korban ketika ditembakkan, dihasilkan luka tembak kontak keras. Pada jenis luka ini, terdapat daerah gelap deposisi abu (karbon) di sekitar tepi luka tembak masuk. Abu ini mengering pada kulit akibat gas panas yang keluar dari moncong senjata api dan tidak dapat sepenuhnya hilang dari luka. Ada kemungkinan untuk munculnya warna merah ceri (cherry red) pada jaringan lunak dibawahnya akibat terbentuknya carboxyhemoglobin ketika karbon monoksida terbetuk dari hentakan bubuk yang terbakar ke dalam jaringan bersamaan dengan ledakan pada moncong senjata api. [3,6,10]
Bentuk luka tembak kontak sangat dipengaruhi oleh densitas jaringan yang berada di bawahnya.Jika moncong senjata api diletakkan dekat dengan kulit yang terletak diatas permukaan tulang yang rata, misal: tengkorak, terbentuklah luka tembak stellata. Luka ireguler ini dapat berukuran cukup besar dan dihasilkan dari gas yang keluar dari senjata api yang memisahkan bagian dasar dai luka, dengan hasil ruptur eksplosif pada kulit ketika gas meluas. Walaupun seringkali luka yang berukuran besar dan ireguler seringkali disalahartikan oleh orang yang tidak terlatih sebagai luka tembak keluar, banyaknya jumlah abi seringkali tampak pada luka dan tulang dibawahnya memberikan petunjuk atas keadaan sebenarnya. [3,6,10]
Proses yang sama dari ekspansi gas dibawah kulit dapat menghasilkan cetakan moncong senjata api. Pada luka tembak kontak, gas dapat memisahkan dasar kulit dan menyebabkan dasar kulit mengalami ekspansi atau Baloon keluar, yang secara paksa memberikan tekanan moncong senjata api. Hal ini memberikan hasil abrasi imak yang dapat mereplikasi secara parsial atau sepenuhnya konfigurasi moncong senjata api. Defek luka sebenarnya juga dapat berbentuk stellata jika terjadi pada tengkorak. [3]
11
Gambar 4. Luka tembak kontak [2]
Fenomena luka tembak tempel lainnya mengasilkan abu berbentuk radial dan tercetak pada kulit yang meluas dari tepi luka tembak. Terdapat berbagai penjelasan atas terjadinya fenomena ini, tetapi luka ini dihasilkan ketika setelah peluru menembus tubuh, moncong peluru tergelincir atau berpindah posisi secara sesaat dimana gas panas dan abu tetap keluar dari moncong senjata api. Hal tersebut mengasilkan gambaran abu yang meluas secara radial dari luka tembak. [3]
Penjelasan lain dari fenomena ini adalah fenomena ini mewakili luka kontak inkomplit, mengasilkan jeda kontak parsial antara moncong senjata api dan kulit, menyebabkan adanya aliran gas panas yang meluar keluar dari luka. Walaupun pada sebagian besar luka, daerah deposisi abu dan terbakar dapat diharapkan berbentuk baling-baling atau sebaliknya berbentuk pita. Proses ini tampak lebih umum dijumpai pada rifle rimfire kaliber .22, tetapi juga nampak muncul pada pistol dengan kaliber besar. [3]
12
Gambar 5. Luka tembak masuk tempel. Luka tembak tempel dapat hard atau loose, tetapi pada keduanya, moncong senjata api menyentuh kulit ketika senjata api ditembakkan. Dimana luka tembak tempe hard moncong senjata api didorong ke arah kulit, mendesak ke dalam, dan seluruh material yang keluar dari moncong senjata api memasuki tubuh. A. Luka tembak masuk tempel hard pada dada. Gas memasuko kavitas thorax menyebabkan dinding dada menyembul keluar, menghasilkan tanda moncong senjata api. B. Luka tembak masuk tempel keras pada kepala. Luka tembak tempel pada kepala dapat bulat dengan tepi kehitaman. Seperti tampak pada gamber diatas, dapat juga berbentuk stellata dimana gas dari senjata api memasuki ruang antara kulit kepala dan tulang dibawahnya, merobek kulit dan menyebabkan laserasi radiasi. Tampak sedikit gambaran cherry red dari kulit disekeliling luka akibat efek lokal karbon monoksida. Cetakan moncong senjata api juga terjadi pada luka tembak tempel di kepala. C. Luka tembak masuk tempel loose di kepala. Pada luka tembak loose ada sedikit celah yang terbentuk antara moncong senjata api dan kulit sehingga muncul deposit abu disekeliling luka. D. Abu dari luka tembak tempel loose mudah tercuci.
[11]
Kompensator moncong senjata api atau rem moncong senjata api juga dapat memberikan penemuan khas pada kulit disekitar luka. Bagian ini merupakan alat pada moncong senjata api yang memungkinkan gas langsung menuju ke atas dan secara tegak lurus dari barrel senjata api yang membentu membatasi peninggian moncong senjata api dan menurunkan recoil. Kompensator biasanya terdiri dari 2 slot yang dihaluskan pada barrel dan/atau slide pada pistol atau senjata api lain. Hal ini menghasilkan tanda (dengan cetakan dan/atau deposisi abu) pada kulit disekitar luka dalam bentuk V. Tanda yang sama juga ditemukan pada flash supressor pada barrel 13 pistol dan rifle, Pada kasus flash suppressor, luka bakar radial dapat meluas dari segala daerah luka, tergantung dari tipe supressor yang terpasang. [3]
Gambar 6. Pola telinga kelinci (V) pada pakaian korban oleh abu yang dihasilkan oleh pistol kaliber .22 dengan rem moncong di akhir. [3]
3. Luka Tembak Masuk Jarak Dekat Luka tembak masuk jarak sangat dekat (close wound) sering disebabkan pembunuhan. Dengan jarak sangat dekat (15 cm), maka akan didapati cincin memar, tanda-tanda luka bakar, jelaga dan tattoo disekitar lubang luka masuk. [2] Pada daerah sasaran tembak didapati luka bakar karena semburan api dan gas panas, kelim jelaga (arang), kelim tattoo akibat mesiu yang tidak terbakar dan luka tembus dengan cincin memar di pinggir luka masuk. [2,6,10]
Gambar 7. Luka Tembak jarak dekat [2]
Ketika barrel senjata api diletakkan dekat dengan kulit sampai jarak beberapa sentimeter, abu dapat saja tidak menempel sepenuhnya pada kulit. Abu dari jenis luka ini tidak tertempel seperti pada luka tembak kontak, dan dapat dihilangkan hampir selutuhnya selama membersihkan darah dari luka.Sehingga dokumentasi pemerikaan dan fotografik sebaiknya dilakukan sebelum pembersihkan.Ketika hal tersebut dilakukan, pembersihan luka secara lembut degan air hangat dan sedikit penggosokan 14 ringan dapat menghilangkan darah yang membeku dan tetap meninggalkan sebagian besar abu pada kulit. Dalam kasus lain, keseluruhan pola distribusi abu dan daerahnya sebaiknya didokumentasikan. Perlu diingat bahwa beberapa amunisi modern cukup bersih dengan lebih sedikit deposisi abu dan bubuk dari yang diharapkan. [3]
4. Luka Tembak Masuk Jarak Menengah Bersamaan dengan moncong senjata api menjauh dari kulit korban, dibelakang jarak kontak atau jarak kontak longgar, dapat terjadi fenomena gunpowder stippling atau tattoo [3,8] . Hal ini disebabkan oleh impaksi dari partikel mesiu yang tidak terbakar sempurna atau tidak terbakar seluruhnya pada kulit korban, menyebabkan abrasi-abrasi kecil. Adanya stippling/tattoo mengndikasikan dan menjelaskan luka tembak jarak menegah. Pada beberapa kasus, partikel mesiu dapat tertinggal pada abrasi. Beberapa area dapat diperiksa menggunakan kaca pembesar untuk menentukan bentuk dan ukuran dari tanda abrasi serta keberadaan bubuk mesiu. [3]
Karena berbagai jenis mesiu memiiliki bentuk yang bebeda (contoh: bola, bola datar, berlapis, silinder), tanda mesiu juga memiliki bentuk yang berbeda. Dalam kasus pistol, stippling/tattoo biasanya terlihat pada jarak moncong dengan target antara 1 cm atau kurang. Dengan mengukur dimensi area stippling pada kulit korban dan membandingkan dengan yang terdapat pada uji tembak senjata api yang diduga pada berbagai jarak, perkiraan jarak antara moncong dengan jorban dapat ditentukan. [3]
Ketika mengukur luas stippling, seseorang sebaiknya mengukur diameter daerah tanda stippling primer, tanpa mengikutsertakan daerah luar. Distribusi stippling disekitar luka juga perlu diperhatikan (misal, terbagi sama pada semua kuadran yang mengelilingi luka atau lebih prominen pada beberapa kuadran) [3]
Jika moncong senjata api cukup dekat dengan korban, deposisi abu dan stippling dapat muncul. Hal ini secara umum mengindikasikan jarak penembakan yang dekat dengan jarak antara moncong senjata api dengan target hanya beberapa sentimeter. [3,8]
15
Gambar 8. Luka Tembak jarak menegah. Stippling [8]
Beberapa fenomena dapat menyerupai stippling atau tattoo mesiu yang sebanrnya (pseudostippling), antara lain abrasi tekan dengan tanah atau kerikil, tanpa digigit serangga, hamburan peluru (disebabkan oleh senjata yang mengenai permukaan yang keras dekat tubuh dan secara ekstensif terpecah-pecah), tanda jahitan, dan abrasi kecil yang disebabkan oleh pencukuran postmortem. Tetapi tanda stippling mesiu yang sebenarnya biasanya memiliki bentuk yang terdistribusi seimbang. Pseudostippling seringkali memiliki bentuk dan konfigurasi yang bervariasi. [3]
Jika moncong senjata api berada dekat dengan kulit dengan sudut tertentu dengan tubuh, dapat terlihat luka tembak masuk bersudut. Pada kasus ini, deposisi abu atau mesiu pada titik yang berbeda di sekitar kulit akan memberikan bentuk asimetris tergantung dari sudut lintasan dan jarak moncong senjata api dengan target. Tetapi daerah dari deposisi abu atau stippling mesiu secara umum akan lebih pada pada sisi yang dekat dengan moncong senjata api, tetapi akan lebih meluas dan kurang padat pada sisi berlawanan dengan moncong senjata api. Pakaian atau penutup lain dapat menahan abu atau stippling mesiu dari tubuh sebagian atau seluruhnya. Sehingga, pakaian diatas luka tembak sebaiknya selalu dievaluasi secara langsung oleh pathologis forensik dan diserahkan untuk pengujian kriminalistik lebih lanjut untuk residu senjata api jika jarak penembakan merupakan pokok persoalan yang penting. [3]
16 5. Sapuan Peluru Perlu diketahui untuk tidak bingung dalam membedakan abu yang berada disekitar luka tembak kontak atau jarak menengah dengan sapuan peluru. Jika peluru melewati barrel senjata api, peluru akan menyelimuti dirinya dengan bubuk, abu, timbal, tanah, minyak dan material lain yang menyelimuti bagian bore pistol. Hal tersebut dapat di transfer dengan atau tersapu pada defek tepi peluru pada kulit atau pakian korban, memberikan diskolorasi berwarna abu-abu dengan tepi tipis pada tepi luka. Hal ini dapat terlihat pada jarak kontak atau jauh, dan tidak berhubungan dengan jarak penembakan. [3]
6. Luka Gores Senjata Api Lintasan proyektil dapat tangensial terhadap perukaan kulit. Pada kasus ini, peluru menepis kulit, merusak lapisan superfisial dari kulit dan subkutis, menghasilkan jenis luka gores. Luka jenis ini seringkali sulit ditentukan arah luka goresnya, tetapi biasanya abrasi dengan bentuk yang jelas tampak pada ujung luka gores, mengindikasikan lokasi kontak pertama oleh peluru. Kadang, robekan kulit oleh lewatnya peluru menghasilkan penonjolan kulit ke arah luka. Secara umum, penonjolan kulit ini menunjukkan arah dimana peluru datang. Jika penemuan tersebut tampak dan konsisten, pendapat tentang arah peluru dapat ditentukan. [3]
Gambar 9. Luka gores [1]
17 7. Luka Masuk Atipikal, Efek Target Intermediate, Luka Re-Entrant Luka masuk senjata api yang berbentuk bulat/oval tipikal dihasilkan dari peluru yang stabil dan terus menerus berputar menekan dan menembus kulit. Jika peluru telah mengalami demofrmasi dan tidak tabil, dihasilkan luka masuk yang atipikal. Luka atipikal memiliki bentuk irreguler dengan abrasi irreguler pada tepi nya. [3]
Sebuah peluru dapat menjadi tidak stabil ketika mengenai target intermediate atau disebut juga sebagai target interposed. Target tersebut bisa saja merupakan struktur apapun yang ditembus peluru sebelum mengenai korban. Target intermediate yang umum antara lain pintu atau kaca mobil, pintu atau jendela rumah, dan bantal. Ketika hal ini terjadi, peluru dapat oleng dibandingkan menghasilkan lintasan yang stabil dan lurus. Hal ini dapat menyebabkan peluru mengenai korban pada sisi atau dasarnya terlebih dahulu. Paluru juga dapat mengalami deformasi dan kecacatan, bahkan rusak, dengan bagian dari peluru atau target intermediate mengenai tubuh. Hal ini menghasilkan luka yang besar dan irreguler, luka satelit yang lebih kecil juga dihasilkan dari pecahan peluru yang seringkali terlihat mengelilingi kulit. Ketika peluru richochets mengenai permukaan yang keras sebelum mengenai tubuh, biasanya akan mengalami deformasi, sehingga luka atipikal yang mirip juga dapat muncul. [3,9]
Sebuah peluru juga dapat melewatu satu bagian tubuh, biasanya lengan atau tungkai, sebelum memasuki bagian tubuh lain, misalnya dada. Luka pada dada disebut juga sebagai luka re-entrant atau luka re-entrance, dan dapat irreguler, dengan karakteistik luka senjata api atipikal. Jika dua bagian tubuh berdekatan secara berlawanan ketika luka diterima, baik luka keluar dan luka re-entrant akan menunjukkan kontusio dan/atau abrasi. [3]
Gambar 8. Luka tembak keluar dan re-entrant (ditunjuk panah) pada axilla [3]
18 B. Luka Tembak Keluar Jika peluru yang ditembakan dari senjata api mengenai tubuh korban dan kekuatannya masih cukup untuk menembus dan keluar pada bagian tubuh lainnya, maka luka tembak dimana peluru meninggalkan tubuh itu disebut luka tembak keluar. Bilamana peluru yang masuk ke dalam tubuh korban tidak terbentur pada tulang, maka saluran luka yang terbentuk yang menghubungkan luka tembak masuk dan luka tembak keluar dapat menunjukkan arah datangnya peluru yang dapat disesuaikan dengan arah tembakan. [2]
Luka tembak keluar biasanya irreguler, tidak memiliki cincin abrasi, dan tidak menampakkan deposisi abu atau stippling. Luka tembak keluar biasanya memiliki konfigurasi stellata, atau pada kejadian luka tembak keluar kecepatan rendah memiliki konfigurasi seperti sayatan (slitlike). Hal tersebut dapat menipu penampakan tajam dan meniru luka tusuk. [2,3,8]
Gambar 10. Luka tembak keluar [7]
Kesalahpahaman umum diantara orang yang belum terlatih adalah luka keluar selalu lebih besar daripada luka masuk. Tetapi hal ini seringkali salah, terutama pada kasus luka kontak pada kepala. Seperti telah diberitahukan sebelumnya, luka tembak masuk biasanya besar dan stellata, dibandingkan dengan luka tembak keluar yang cukup kecil. Keluarnya lemak atau viscera melalui luka juga seringkali disalahartikan bahwa luka tersebut merupakan luka keluar. Faktanya, lemak atau viscera dapat mengalami herniasi dari luka akibat efek gravitasi atau tekanan, dan penemuan ini tidak dapat 19 digunakan untuk menentukan apakah luka tersebut merupakan luka keluar atau luka masuk. [3,9]
Adapun faktor faktor yang menyebabkan luka tembak keluar lebih besar dari luka tembak masuk adalah: [2]
1. Perubahan luas peluru, oleh karena terjadi deformitas sewaktu peluru berada dalam tubuh dan membentur tulang. 2. Peluru sewaktu berada dalam tubuh mengalami perubahan gerak, misalnya karena terbentur bagian tubuh yang keras, peluru bergerak berputar dari ujung ke ujung (end to end), keadaan ini disebut tumbling. 3. Pergerakan peluru yang lurus menjadi tidak beraturan, disebut yawing. 4. Peluru pecah menjadi beberapa fragmen. Fragmen-fragmen ini menyebabkan luka tembak keluar menjadi lebih besar. 5. Bila peluru mengenai tulang dan fragmen tulang tersebut turut terbawa keluar, maka fragmen tulang tersebut akan membuat robekan tambahan sehingga akan memperbesar luka tembak keluarnya. Pada beberapa keadaan luka tembak keluar lebih kecil dari luka tembak masuk, hal ini disebabkan: [2]
1. Kecepatan atau velocity peluru sewaktu akan menembus keluar berkurang, sehingga kerusakannya (lubang luka tembak keluar) akan lebih kecil, perlu diketahui bahwa kemampuan peluru untuk dapat menimbulkan kerusakan berhubungan langsung dengan ukuran peluru dan velocity. 2. Adanya benda menahan atau menekan kulit pada daerah dimana peluru akan keluar yang berarti menghambat kecepatan peluru, luka tembak keluar akan lebih kecil bila dibandingkan dengan luka tembak masuk. 20
Gambar 9. Menunjukka sebuah proyektil kecepatan rendah. Proyektil tidak memiliki energi untuk membuat laserasi pada kulit. [1]
Luka tembak keluar yang ditopang dihasilkan ketika kulit pada titik keluarnya peluru ditopang oleh beberapa objek yang menyebabkan abrasi disekitar luka keluar. Objek tersebut dapat merupakan pakaian yang ketat atau berat, lantai dibawah korban, sandaran kursi, atau benda lain yang menekan daerah luka keluar. Pada kasus ini, kulit pada titik luka keluar membentuk tenda keluar oleh peluru yang keluar dan didoring melalui material penopang, menyebabkan abrasi, kontusio, dan/atau laserasi pada kulit disekitar luka keluar. Abrasi dapat saja berpola, menyerupai bentuk dan karakteris dari merial yang menopang. Pada beberapa kasus, peluru gagal untuk keluar dari kulit dan daat ditemukan pada subkutis atau demis, ketika menyebabkan abrasi atau kontusio dari kulit dibawahnya. [3]
1. Beberapa Variasi Luka Tembak Keluar Luka tembak keluar sebagian (partial exit wound), hal ini dimungkinkan oleh karena tenaga peluru tersebut hampir habis atau ada penghalang yang menekan pada tempat dimana peluru akan keluar, dengan demikian luka dapat hanya berbentuk celah dan tidak jarang peluru tampak menonjol sedikit pada celah tersebut. [3,6]
Jumlah luka tembak keluar lebih banyak dari jumlah peluru yang ditembakkan, ini dimungkinkan karena : [3,6]
1. Peluru pecah dan masing-masing pecahan membuat sendiri luka tembak keluar. 21 2. Peluru menyebabkan ada tulang yang patah dan tulang tersebut terdorong keluar pada tempat yang berbeda dengan tempat keluarnya peluru. 3. Dua peluru masuk ke dalam tubuh melalui satu luka tembak masuk (tandem bullet injury), dan di dalam tubuh ke dua peluru tersebut berpisah dan keluar melalui tempat yang berbeda.
Daftar Pustaka 1. Lew E, Dolinak D, Matshes E. Firearm Injuries. In Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. California: Elsevier Academic Press; 2005. p. 164-200. 2. Payne JJ, Crane J, Hinchliffe JA. Injury Assessment, documentation and Interpretation. In Stark MM. Clinical Forensic Medicine - A Physicians Guide. 2nd ed. Humana Press; 2005. p. 141-50. 3. DiMaio VJM. An Introduction to Classification of Gunshot Wound. In DiMaio VJM. Gunshot Wounds: Practical Aspect of Firearms, Ballistics and Forensic Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press; 1999. p. 83-140. 4. Mun'im AI. Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: FKUI; 1997. p. 131-67. 5. Fackler ML. Ballistic Injury. Ann Emerg Med. 1986 December; 15(12): p. 1451-5. 6. Knight B. Firearm and Explosive Injuries. In Simpson's Forensic Medicine. 11th ed. New York: Oxford University Press Inc.; 1997. p. 65-71. 7. Lew E, Dolinak D, Matshes E. Firearm Injuries. In Forensic Pathology - Principles and Practice.: Elsevier Academic Press; 2005. p. 163-200. 8. Shkrum MJ, Ramsay DA. Penetrating Trauma: Close-Range Firearm Wounds. In Forensic Pathology of Trauma: Common Problems for Pathologist. 1st ed. New Jersey: Humana Press; 2006. p. 295-356. 9. Denton JS, Segovia A, Filkins JA. Practical Pathology of Gunshot Wounds. Arch Pathol Lab Med. 2006 September; 130: p. 1283-9. 10. Dodd MJ. Pathological Range of Fire. In Terminal Ballistics: A Text and Atlas of Gunshot Wounds. Boca Raton: CRC Press; 2006. p. 3577. 11. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. In Autopsy Pathology: A Manual and Atlas. 2nd ed. Philadelphia: Elseveir; 2009. p. 272.
Korelasi Antara Trombositopenia Dengan Hemokonsentrasi Sebagai Faktor Predisposisi Terjadinya Syok Pada Pasien Demam Berdarah Dengue Dewasa Di RSUP Dr. Kariadi Semarang