You are on page 1of 14

BAB I

Pendahuluan


Laringitis adalah peradangan yang terjadi pada pita suara karena terlalu banyak
digunakan, karena iritasi atau karena adanya infeksi.
(1)

Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot dan membran
mukosa yang membentuk pintu masuk dari batang tenggorok (trachea). Di dalam kotak suara
terdapat pita suara dua buah membran mukosa yang terlipat dua membungkus otot dan tulang
rawan.
(1)

Biasanya pita suara akan membuka dan menutup dengan lancar, membentuk suara
melalui pergerakan dan getaran yang terbentuk. Tapi bila terjadi laringitis, pita suara akan
meradang atau terjadi iritasi pada pita suara. Pita suara tersebut akan membengkak,
menyebabkan terjadinya perubahan suara yang diproduksi oleh udara yang lewat melalui
celah diantara keduanya. Akibatnya, suara akan terdengar serak. Pada beberapa kasus
laringitis, suara akan menjadi sangat lemah sehingga tidak terdengar.
(1)

Laringitis dapat berlangsung dalam waktu singkat (akut) atau berlansung lama
(kronis). Meskipun laringitis akut biasanya hanya karena terjadinya iritasi dan peradangan
akibat virus, suara serak yang sering terjadi dapat menjadi tanda adanya masalah yang lebih
serius.
(1)








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
A. ANATOMI LARING
(2)

Laring berada di depan dan sejajar dengan vetebre cervical 4 sampai 6, bagian
atasnya yang aka melanjutkan ke faring berbentuk seperti bentuk limas segitiga dan
bagian bawahnya yg akan melanjutkan ke trakea berbentuk seperti sirkular.
Laring dibentuk oleh sebuah tulang yaitu tulang hioid di bagian atas dan
beberapa tulang rawan. Tulang hioid berbentuk seperti huruf U, yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak oleh tendon dan otot-
otot. Saat menelan, konstraksi otot-otot (M.sternohioid dan M.Tirohioid) ini akan
menyebabkan laring tertarik ke atas, sedangkan bila laring diam, maka otot-otot ini
bekerja untuk membantu menggerakan lidah.
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago tiroid, krikoid, aritenoid,
kornikulata, kuneiform, dan epiglotis. Kartilago tiroid, merupakan tulang rawan laring
yang terbesar, terdiri dari dua lamina yang bersatu di bagian depan dan mengembang
ke arah belakang. Tulang rawan ini berbentuk seperti kapal, bagian depannya
mengalami penonjolan membentuk adams apple dan di dalam tulang rawan ini
terdapat pita suara, dihubungkan dengan kartilago krikoid oleh ligamentum
krikotiroid.
Kartilago krikoid terbentuk dari kartilago hialin yang berada tepat dibawah
kartilago tiroid berbentuk seperti cincin signet, pada orang dewasa kartilago krikoid
terletak setinggi dengan vetebra C6 sampai C7 dan pada anak-anak setinggi vetebra
C3 sampai C4. Kartilago aritenoid mempunyai ukuran yang lebih kecil, bertanggung
jawab untuk membuka dan menutup laring, berbentuk seperti piramid, terdapat 2 buah
(sepasang) yang terletak dekat permukaan belakang laring dan membentuk sendi
dengan kartilago krikoid, sendi ini disebut artikulasi krikoaritenoid
Sepasang kartilago kornikulata atau bisa disebut kartilago santorini melekat
pada kartilago aritenoid di daerah apeks dan berada di dalam lipatan ariepiglotik.
Sepasang kartilago kuneiformis atau bisa disebut kartilago wrisberg terdapat di dalam
lipatan ariepiglotik , kartilago kornikulata dan kuneiformis berperan dalam rigiditas
dari lipatan ariepiglotik. Sedangkan kartilago tritisea terletak di dalam ligamentum
hiotiroid lateral.

Gambar anatomi laring
Epiglotis merupakan Cartilago yang berbentuk daun dan menonjol keatas
dibelakang dasar lidah. Epiglottis ini melekat pada bagian belakang kartilago
thyroidea. Plica aryepiglottica, berjalan kebelakang dari bagian samping epiglottis
menuju cartilago arytenoidea, membentuk batas jalan masuk laring.
Membrana mukosa di Laring sebagian besar dilapisi oleh epitel respiratorius,
terdiridari sel-sel silinder yang bersilia. Plica vocalis dilapisi oleh epitel skuamosa.
Plica vocalis adalah dua lembar membrana mukosa tipis yang terletak di atas
ligamenturn vocale, dua pita fibrosa yang teregang di antara bagian dalam kartilago
thyroidea di bagian depan dan cartilago arytenoidea di bagian belakang. Plica vocalis
palsu adalah dua lipatan membrana mukosa tepat di atas plica vocalis sejati. Bagian ini
tidak terlibat dalarn produksi suara.


Gambar pita suara
Pada laring terdapat 2 buah sendi, yaitu artikulasi krikotiroid dan artikulasi
krikoaritenoid. Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum
seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior ), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotoroid lateral, ligamentum hiotiroid media, ligamentum hioepiglotica, ligamentum
ventricularis , ligamentum vocale yang menghubungkan kartilago aritenoid dengan
kartilago tiroid dan ligamentum tiroepiglotica.
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
instrinsik, otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan ,
sedangkan otot-otot instrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring sendiri.
Otot-otot ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hyoid (suprahioid), dan ada
yang terletak dibawah tulang hyoid (infrahioid). Otot ekstrinsik yang supra hyoid ialah
M. Digastricus, M.Geniohioid, M.Stylohioid, dan M.Milohioid. Otot yang infrahioid
ialah M.sternohioid dan M.Tirohioid. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid
berfungsi menarik laring kebawah, sedangkan yang infrahioid menarik laring keatas.
Otot-otot intrinsik laring ialah M. Krikoaritenoid lateral. M.Tiroepiglotica,
M.vocalis,M. Tiroaritenoid, M.Ariepiglotica, dan M.Krikotiroid. Otot-otot ini terletak
di bagian lateral laring.Otot-otot intrinsik laring yang terletak di bagian posterior, ialah
M.aritenoid transversum, M.Ariteniod obliq dan M.Krioaritenoid posterior.

Gambar otot pada laring
1. Rongga laring.
(2)

Batas atas rongga laring (cavum laryngis) ialah aditus laring, batas bawahnya
ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depannya ialah
permukaan belakang epiglottis, tuberkulum epiglotic, ligamentum tiroepiglotic, sudut
antara kedua belah lamina kartilago tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateralnya
ialah membran kuadranagularis, kartilago aritenoid, konus elasticus, dan arkus
kartilago krikoid, sedangkan batas belakangnya ialah M.aritenoid transverses dan
lamina kartilago krikoid.
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vocale dan ligamentum
ventrikulare, maka terbentuklah plika vocalis (pita suara asli) dan plica ventrikularis
(pita suara palsu). Bidang antara plica vocalis kiri dan kanan, disebut rima glottis,
sedangkan antara kedua plica ventrikularis disebut rima vestibuli. Plica vocalis dan
plica ventrikularis membagi rongga laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring ,
glotic dan subglotic.
Vestibulum laring ialah rongga laring yang terdapat diatas plica ventrikularis.
Daerah ini disebut supraglotic. Antara plica vocalis dan pita ventrikularis, pada tiap
sisinya disebut ventriculus laring morgagni. Rima glottis terdiri dari dua bagian, yaitu
bagian intermembran dan bagian interkartilago. Bagian intermembran ialah ruang
antara kedua plica vocalis, dan terletak dibagian anterior, sedangkan bagian
interkartilago terletak antara kedua puncak kartilago aritenoid, dan terletak di bagian
posterioir. Daerah subglotic adalah rongga laring yang terletak di bawah pita suara
(plicavocalis).
2. Persyarafan
(2)

Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus, yaitu n.laringeus superior
dan laringeus inferior (recurrent). Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik
dan sensorik. Nervus laryngeus superior mempersarafi m.krikotiroid, sehingga
memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara. Saraf ini mula-mula
terletak diatas m.konstriktor faring medial, disebelah medial a.karotis interna,
kemudian menuju ke kornu mayor tulang hyoid dan setelah menerima hubungan
dengan ganglion servikal superior, membagi diri dalam 2 cabang, yaitu ramus
eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior
dan menuju ke m.krikotiroid, sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid
terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid, dan
bersama-sama dengan a.laringeus superior menuju ke mukosa laring.
Nervus laringeus inferior merupakan lanjutan dari n.rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren merupakan
lanjutan dari n.vagus.
Nervus rekuren kanan akan menyilang a.subklavia kanan dibawahnya,
sedangkan n.rekuren kiri akan menyilang aorta. Nervus laringis inferior berjalan
diantara cabang-cabang arteri tiroid inferior, dan melalui permukaan mediodorsal
kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan medial m.krikofaring. Disebelah posterior
dari sendi krikoaritenoid, saraf ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus
posterior, Ramus anterior akan mempersarafi otot-otot intrinsik laring bagian lateral,
sedangkan ramus posterior mempersyarafi otot-otot intrinsik laring superior dan
mengadakan anstomosis dengan n.laringitis superior ramus internus.

Gambar persarafan laring
3. Pendarahan
(2)

Pendarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang yaitu a.laringitis superior dan
a.laringitis inferior.
Arteri laryngeus superior merupakan cabang dari a.tiroid superior. Arteri
laryngitis superior berjalan agak mendatar melewati bagian belakang membran
tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari n.laringis superior kemudian
menembus membran ini untuk berjalan kebawah di submokosa dari dinding lateral dan
lantai dari sinus piriformis, untuk memperdarahi mukosa dan otot-otot laring.
Arteri laringeus interior merupakan cabang dari a.tiriod inferior dan bersama-
sama dengan n.laringis inferior berjalan ke belakang sendi krikotiroid, masuk laring
melalui daerah pinggir bawah dari m.konstriktor faring inferior. Di dalam arteri itu
bercabang-cabang memperdarahi mukosa dan otot serta beranastomosis dengan
a.laringis superior.
Pada daerah setinggi membran krikotiroid a.tiroid superior juga memberikan
cabang yang berjalan mendatar sepanjang membrane itu sampai mendekati tiroid.
Kadang-kadang arteri ini mengirimkan cabang yang kecil melalui membran
krikotiroid untuk mengadakan anastomosis dengan a.laringeus superior.
Vena laringeus superior dan vena laringeus inferior letaknya sejajar dengan
a.laringis superior dan inferior dan kemudian bergabung dengan vena tiroid superior
dan inferior.
4. Pembuluh Limfe
(2,3)

Pembuluh limfa untuk laring banyak, kecuali di daerah lipatan vocal. Disini
mukosanya tipis dan melekat erat dengan ligamentum vokale. Di daerah lipatan vocal
pembuluh limfa dibagi dalam golongan superior dan inferior.
Pembuluh eferen dari golongan superior berjalan lewat lantai sinus piriformis
dan a.laringeus superior, kemudian ke atas, dan bergabung dengan kelenjar dari bagian
superior rantai servikal dalam. Pembuluh eferen dari golongan inferior berjalan
kebawah dengan a.laringeus inferior dan bergabung dengan kelenjar servikal dalam,
dan beberapa dintaranya menjalar sampai sejauh kelenjar supraklavikular.

B. FISIOLOGI
(2)

Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi
serta fonasi.
Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk mencegah makanan dan benda asing
masuk kedalam trakea, dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara
bersamaan. Terjadi penutupan aditus laring ialah akibat karena pengangkatan laring ke
atas akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring. Dalam hal ini kartilogo aritenoid
bergerak ke depan akibat kontraksi m.tiro-aritenoid dan m.aritenoid. Selanjutnya
m.ariepiglotika berfungsi sebagai sfingter. Penutupan rima glotis terjadi karena
adduksi plika vokalis. Kartilago arritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi
otot-otot intrinsik. Selain itu dengan reflex batuk, benda asing yang telah masuk ke
dalam trakea dapat dibatukkan ke luar. Demikian juga dengan bantuan batuk, sekret
yang berasal dari paru dapat dikeluarkan.
Fungsi respirasi dan laring ialah dengan mengatur besar kecilnya rima glottis.
Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis
kartilago aritenoid bergerak ke lateral, sehingga rima glottis terbuka. Dengan
terjadinya perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi sirkulasi darah
tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3 mekanisme,
yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup aditus laring dan mendorong
bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring.
Laring juga mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak,
mengeluh, menangis dan lain-lain. Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan
membuat suara serta menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada
diatur oleh peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka
m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi
kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan
menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam
keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya nada.
II. DEFINISI
Suatu pradangan kronik pada laring yang menyebabkan mukosa laring
hiperemis dan edema.
(3)

III. ETIOLOGI

Laryngitis kronis sering disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang
berat, polip hidung atau bronchitis kronik. Mungkin juga disebabkan oleh
penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan menebal dan kadang-
kadang pada pemeriksaan patologik terdapat metaplasia skuamosa.
(3)

IV. KLASIFIKASI
Laringitis kronis terbagi menjadi non-spesifik dan spesifik.
(4)

A. Non-Spesifik laringitis kronis
Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada saluran
pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat paparan zat-zat
yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang berlebihan, asam lambung atau
zat-zat kimia yang terdapat pada tempat kerja.Terlalu banyak menggunakan suara,
dengan terlalu banyak bicara, berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse).
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan
menebal.
(3,4)

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan
tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat berfariasi
tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak hingga suara yang
hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit tenggorokan, tenggorokan
kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala berlangsung beberapa minggu
sampai bulan.
(3,4)
Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya tidak rata
dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor, maka perlu
dilakukan biopsi.
(3,4)

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya laryngitis dan
simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan oleh sebab-sebab
yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan suara sebanyak mungkin
dan tidak membersihkan tenggorokan dengan berdehem. Bila penyebabnya adalah zat
yang dihirup, maka hindari zat penyebab iritasi tersebut. Dengan menghirup uap
hangat dari baskom yang diisi air panas mungkin bisa membantu. Bila anak yang
masih berusia batita atau balita mengalami langiritis yang berindikasi karahcroup, bisa
digunakan kortikosteroid seperti dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga
berhubungan dengan kondisi lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok atau
alkoholik, harus dihentikan.
(5)

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara :
(4,6,7)

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak
langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi
pada pita suara.
2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering . Bila
mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.
4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan
berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal
peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan. Berdehem juga akan
menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan merasa lebih
iritasi , membuat ingin berdehem lagi.
Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset bertahap
dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya akumulasi mukus
berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa dijumpai sekresi mukus
endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang, eritema dan edema lipatan pita
suara serta inkompetensi glotis episodik selama fase fonasi.
(4)

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada pasien
untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau fexofenadine
dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi mukus yang tebal dan
lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin.
(6,7)

B. Laringitis kronis spesifik
1. Laringitis Tuberkulosa
Penyakit ini hampir selalu sebagai akibat dari tuberkulosis paru. Sering kali
setelah diberikan pengobatan, tuberkulosisnya sembuh tetapi laringitis
tuberkulosanya menetap. Hal ini terjadi karena struktur mukosa laring yang sangat
lekat pada kartilago serta vaskularisasi yang tidak sebaik paru, sehingga bila
infeksi sudah mengenai kartilago, pengobatannya lebih lama. Infeksi kuman ke
laring dapat terjadi melalui udara pernafasan, sputum yang mengandung kuman,
atau penyebaran melalui aliran darah atau limfe. Tuberkulosis dapat menimbulkan
gangguan sirkulasi. Edema dapat timbul di fossa inter aritenoid, kemudian ke
aritenoid, plika vokalis, plika ventrikularis, epiglotis, serta subglotik. Secara
klinis, laringitis tuberkulosis terbagi menjadi 4 stadium yaitu :
(8,9)
a. Stadium infiltrasi.
Mukosa laring posterior mengalami pembengkakan dan hiperemis, kadang pita
suara terkena juga, pada stadium ini mukosa laring tampak pucat. Kemudian di
daerah sub mukosa terbentuk tuberkel, sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik-
bintik yang berwarna kebiruan. Tuberkel itu makin besar, serta beberapa tuberkel
yang berdekatan bersatu, sehingga mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat,
karena sangat meregang, maka akan pecah dan timbul ulkus. Pada stadium ini
pasien dapat merasakan adanya rasa kering ditenggorokan, panas dan tertekan di
daerah laring, selain itu juga terdapat suara parau.
b. Stadium ulcesari.
Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus ini dangkal,
dasarnya ditutupi oleh perkejuan, serta dirasakan nyeri waktu menelan yang hebat
bila dibandingkan dengan nyeri karena radang (khas), dapat juga terjadi
hemoptisis.
c. Stadium perikondritis.
Ulkus makin dalam, sehingga mengenai kartilago laring, dan yang paling
sering terkena ialah kartilago aritenoid dan epiglotis. Dengan demikian terjadi
kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini akan
melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien dapat terjadi afoni dan
keadaan umum sangat buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat
bertahan maka proses penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium
fibrotuberkulosis.
d. Stadium fibrotuberkulosa.
Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara
dan subglotik.
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan THT termasuk
pemeriksaan laring tak langsung untuk melihat laring melalui kaca laring, maupun
pemeriksaan laring langsung dengan laringoskopi. Pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium dapat di temukannya tes BTA positif, dan patologi anatomi.
(8,9)

Penatalaksanaannya berupa pembeian obat antituberkulosis primer dan sekunder.
Selain itu pasien juga harus mengistirahatkan suaranya. Beberapa macam dan cara
pemberian obat antituberkulosa :
(10)

Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,
sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini. Obat sekunder :
Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.
(10)

2. LARINGITIS LUETIKA
(4,8,9)

Disebabkan oleh kuman treponema palidum, sudah sangat jarang dijumpai
pada bayi ataupun orang dewasa. laring tidak pernah terinfeksi pada stadium pertama
sifilis. Pada stadium kedua, laring terinfeksi dengan tanda-tanda adanya edema yang
hebat dan lesi mukosa berwarna keabu-abuan. Sumbatan jalan nafas dapat terjadi
karena adanya pembengkakan mukosa. Pada stadium ketiga, terbentuknya guma yang
nanti akan pecah dan menimbulkan ulcerasi, perikondritis dan fibrosis.
Gejala klinis yang ditemukan adalah suara parau dan batuk yang kronis.
Disfagia timbul bila gumma terdapat dekat introitus esofagus. Pada penyakit ini,
pasien tidak merasakan nyeri, mengingat kuman ini juga menyerang saraf-saraf di
perifer.
Pada pemeriksaan, bila guma pecah, maka ditemukan ulkus yang sangat dalam,
bertepi dengan dasar yang keras, berwarna merah tua serta mengeluarkan eksudat
yang berwarna kekuningan. Ulkus ini tidak menyebabkan nyeri dan menjalar sagat
cepat, sehingga bila tidak terbentuk proses ini akan menjadi perikondritis. Diagnosis
dapat ditegakkan dengan tes serologi (RPR,VDRL, dan FTA-ABS) dan biopsi.
Penatalaksanaan dengen pemberian antibiotika golongan penicilin dosis tinggi,
pengengkatan sekuester, bila terdapat sumbatan laring karena stenosis dapat dilakukan
trakeostomi dan operasi rekonstruksi.
Prognosis pada penyakit ini kurang bagus pada gumma yang sudah pecah,
karena menyebabkan destruksi pada kartilago dan bersifat permanen.



DAFTAR PUSTAKA

1. Azzilah Y. Laringitis tuberculosis. Fakultas Kedokteran UNSRI. Palembang .2012.
2. Cohen James . Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi
ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 369-376
3. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher.Dalam:Soepardi EA. Buku Ajar llmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI .
2007. h. 174-177.
4. Berlliti S, Omidi M. Chronic Laryngitis, Infectious or Allergic.
http://www.emedicine.com/ent/topics354.htm.
5. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology Head & Neck
Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.
6. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran.EGC. 1997. h. 378-396.
7. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring.Dalam: Soepardi
EA. Buku Ajar llmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.Edisi ke-
6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI . 2007.h. 237-242
8. Dhillon, R.S. ,East C.A.. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd
Edition. Churcill Livingstone. 2000. Hal. 56-68
9. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery, 6th ed. Appleton & Lange
Stamfort,Connecticut P.
10. Brandwein-Gensler, Majorie. Laryngeal Pathology. In:Van De Water Thomas R.
Staecker H. Otolaryngology Clinical review. New York:Thieme. 2008. Hal. 574-591.

You might also like