Anestesi epidural merupakan salah satu anestesi neuroaksial yang relatif
sering digunakan pada anestesi obstetri selain anestesi spinal. Penggunaaan blok tersebut memungkinkan ibu melahirkan dengan rasa sakit seminimal mungkin tetapi tetap dalam keadaan sadar pada saat kelahiran dan dapat mendengar suara tangisan bayinya. Sectio caesaria merupakan salah satu pilihan bagi ibu-ibu muda untuk melahirkan dengan nyaman sehingga akhir-akhir ini terlihat kenaikan prosentase sectio caesaria. Blok neuroaksial dapat menekan respon stres dengan mengurangi pelepasan katekolamin dan meminimalkan respon stres neuroendokrin sebelum insisi sampai periode post operasi. Trauma operasi menghasilkan respon neuroendokrin melalui respon lokal inflamasi dan aktifitas somatik dan nervus afferent visceral. Akibat dari respon stres akan dilepaskan hormon-hormon yang dikenal sebagai neuroendocrine hormone, dimana akan berpengaruh terhadap beberapa reaksi tubuh yang penting dan merupakan suatu mekanisme kompensasi untuk melindungi fungsi fisiologik tubuh. Respon stres sendiri adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahanperubahan fisiologis tubuh sebagai reaksi terhadap kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh keadaan keadaan seperti syok, trauma, operasi, anestesi, gangguan fungsi paru, infeksi dan gagal fungsi organ yang multipel. Oleh karena itu, respon stres perioperatif dengan segala akibatnya harus diwaspadai sehingga dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas perioperatif serta post operatif. Anatomi epidural Fisiologi epidural 1.Blokade neural 2. Kardiovaskuler. 3.epidural mengurangi terjadinya thrombosis vena dan embolisme pulmoner pada pembedahan ortopedi. 4. Perubahan fisiologis lain serupa dengan yang dihasilkan oleh anestesi spinal INDIKASI a.Pembedahan sendi panggul dan lutut. b. Revaskularisasi ektremitas bawah c. Persalinan. d. Penanganan nyeri post operasi. KONTRA INDIKASI
Absolut : 1.Pasien tidak setuju 2. Infeksi local pada daerah kulit yang akan ditusuk. 3.Sepsis generalisata (seperti septicemia, bacteremia). 4.Koagulopathi. 5.Alergi terhadap suatu jenis anestetik local. 6.Peningkatan tekanan intracranial. Relatif : 1.Hipovolemia 2.Penyakit SSP 3.Nyeri punggung kronik. 4.Pasien yang mendapat obat penghambat platelet, termasuk aspirin,dripiridamol, dan NSAID 2.1.1 Anestesi Epidural Anestesi epidural merupakan teknik anestesi neuroaksial yang menawarkan suatu penerapan lebih luas daripada teknik anestesi spinal. Blok epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural (peridural, ekstradural). Ruang ini berada di ligamentum flavum dan duramater bagian atas berbatasan dengan foramen magnum di dasar tengkorak dan di bawah selaput sacrococcigeal. Kedalaman ruang ini rata-rata 5 mm di bagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal. Anestesi epidural dapat dilakukan pada level lumbal, torakal, dan servikal. Teknik epidural digunakan secara luas pada anestesi, analgesi persalinan, pengelolaan nyeri paska operasi dan pengelolaan nyeri kronis.1,11,12,13 Obat anestetik lokal di ruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang terletak di bagian lateral. Awal kerja analgesi epidural lebih lambat dibanding analgesi spinal, sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.11 Blok epidural memiliki beberapa keuntungan, yaitu : 1) Penghindaran obat narkotik sehingga mengurangi kemungkinan penekanan pernapasan yang lama dan penekanan saraf pusat pada bayi, serta muntah pada ibu. 2) Kesadaran ibu tetap tidak berkabut selama pembiusan. 3) Blok dapat disesuaikan guna memberikan analgesi yang cukup pada persalinan operatif pasca sectio caesaria. Anestesi epidural pada sectio caesaria secara umum paling memuaskan jika menggunakan kateter epidural. Kateter memfasilitasi pencapaian level sensorik T4, memungkinkan suplementasi jika diperlukan, dan memberikan jalur yang sangat baik untuk pemberian opioid pasca operasi setelah tes dosis didapatkan negative anestetik local sebanyak 15-25 mL diinjeksikan perlahan dengan peningkatan 5 mL. Penambahan fentanyl, 50-100 g, atau sufentanil, 10-20 g dapat memperkuat intensitas blok dan memperpanjang durasi tanpa mempengaruhi keluaran neonatus. Jika nyeri terasa saat level sensorik menurun, anestesi lokal tambahan dapat diberikan dengan 5 ml untuk menjaga level sensorik T4. Setelah kelahiran, penambahan opioid intravena dapat diberikan, hindari sedasi berlebihan dan kehilangan kesadaran. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemasangan kateter epidural maupun penambahan obat lain.
2.1.3 Teknik Anestesi Epidural Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subaraknoid. Prosedur pelaksanaan anestesi epidural adalah sebagai berikut : 1) Posisi pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal yaitu dengan menidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal pada kepala, selain nyaman untuk pasien juga supaya tulang belakang lebih stabil. Pasien diposisikan membungkuk maksimal agar procesus spinosus mudah teraba. Posisi lain ialah dengan duduk. 2) Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena jarak antara ligamentum flavum-duramater pada ketinggian ini adalah yang terlebar. 3) Jarum epidural yang digunakan ada dua macam. Yaitu jarum ujung tajam (Crawford) untuk dosis tunggal, dan jarum ujung khusus (Tuohy) untuk memasukkan kateter ke ruang epidural. Jarum ini biasanya ditandai setiap cm.
Untuk membantu mengidentifikasi rongga epidural, dapat digunakan teknik hilangnya resistensi loss of resistance ataupun teknik tetes tergantung hanging drop. Pada penelitian ini dilakukan teknik hilangnya resistensi loss of resistance yaitu dengan cara jarum dimasukkan melalui jaringan subkutan dengan stilet tetap ditempatnya sampai masuk ligamentum interspinosus yang ditandai dengan peningkatan tahanan jaringan. Stilet atau introduser diambil dan spuit diisi dengan kurang lebih 2 ml larutan atau udara pada pangkal jarum. Jika ujung jarum dalam ligamentum, usaha injeksi secara lembut akan mendapatkan tahanan dan injeksi tidak memungkinkan. Jarum kemudian secara perlahan dimasukkan millimeter demi millimeter dengan diulang secara terus menerus dan cepat pada saat suntikan. Pada saat ujung jarum masuk ke dalam ruang epidural, maka akan terasa mendadak kehilangan tahanan dan injeksi menjadi mudah. Sekali masuk dalam ligamentum interspinosum dan stilet telah dicabut.
Identifikasi ruang epidural.
Ruang epidural teridentifikasi setelah ujung jarum melewati ligamentum flavum dan menimbulkan tekanan negatif pada ruang epidural. Metode untuk identifikasi ini dibagi dalam dua kategori 1. Loss of resistance tehnik dan 2.Hanging drop tehnik. a.Loss of resistence tehnik
b. Hanging Drop tehnik
Pilihan Tingkat Block 1. Lumbar epidural anesthesia. a. Midline approach. Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutup kain steril dan diidentifikasi interspace L4-5 sejajar Krista iliaka. Interspace dipilih dengan palpasi apakah level L3-4 atau L4-5. Jarum ukuran 25 digunakan untuk anestesi local dengan infiltrasi dari suferfisial sampai kedalam ligamentum interspinosa dan supraspinosa. Jarum ukuran 18 G dibuat tusukan kulit untuk dapat dilalui jarum epidural.
Paramedian approach Biasanya dipilih pada kasus dimana operasi atau penyakit sendi degeratif sebelumnya ada kontra indikasi dengan median approach. Pasien diposisikan, dipersiapkan dan ditutupi kain streril seperti pada mid line approach. Jarum ditusukkan kira-kira 2-4 cm kelateral garis tengah pada bagian bawah processus spinosus superior. Tusukan kulit dibuat dan jarum epidura langsung diarahkan kecephalad seperti pada median approach dan kemudian jarum dilanjutkan kearah midline.
2. Thoracic epidural anesthesia adalah tehnik yang lebih sulit dari pada lumbar epidural anesthesia , dan kemungkinan untuk trauma pada medulla spinalis adalah besar a. Midline approach Interspase lebih sering diidentifikasi dengan pasien pada posisi duduk. Pada segmen atas thoracic, sudut processus spinosus lebih miring dan curam kearah kepala. Jarum dimasukkan melewati jarak yang relatif pendek mencapai ligamentum supraspinous dan interspinous, dan ligamentum flavum diidentifikasi biasanya tidak lebih dari 3-4 cm dibawah kulit.
b. Paramedian approach Pada pendekatan paramedian , interspase diidentifikasi dan jarum ditusukkan kira-kira 2 cm kelateral garis tengah pada pinggir kaudal prosesus spinosus superior. Pada tehnik ini jarum ditempatkan hampir tegak lurus pada kulit dengan sudut minimal 10-15 derajat kearah midline dan dilanjutkan sampai lamina atau pedikle dari tulang belakang disentuh. Jarum ditarik kebelakang dan ditujukan kembali agak kecephalad.
3. Cervical epidural anesthesia Tehnik ini khusus dilakukan dengan pasien pada posisi duduk dan leher difleksikan. Jarum epidural dimasukkan pada midline khususnya pada interspase C5-C6 atau C6-C7 dan ditusukkan secara relatif datar kedalam ruang epidural dengan memakai tehinik loss of resistence dan lebih sering dengan hanging drop.
Penempatan kateter Kateter epidural digunakan untuk injeksi ulang anestesi local pada operasi yang lama dan pemberian analgesia post operasi. 1). Kateter radiopaq ukuran 20 disusupkan melalui jarum epidural, ketika bevel diposisikan kearah cephalad. Jika kateter berisi stylet kawat, harus ditarik kembali1-2 cm untuk menurunkan insiden parestesia dan pungsi dural atau vena. 2). Kateter dimasukkan 2-5 cm ke dalam ruang epidural. Pasien dapat mengalami parasthesia yang tiba-tiba dan biasanya terjadi dalam waktu yang singkat. Jika kateter tertahan, kateter harus direposisikan. Jika kateter harus ditarik kembali, maka kateter dan jarum dikeluarkan bersama-sama. 3). Jarak dari permukaan belakang pasien diberi tanda pada pengukuran kateter. 4). Jarum ditarik kembali secara hati-hati melalui kateter dan jarak dari bagian belakang pasien yang diberi tanda pada kateter diukur lagi. Jika kateter telah masuk, kateter ditarik kembali 2-3 cm dari ruang epidural. 5). Bila kateter sudah sesuai kemudian dihubungkan dengan spuit. Aspirasi dapat dilakukan untuk mengecek adanya darah atau cairan serebrospinal, dan kemudian kateter diplester dengan kuat pada bagian belakang pasien dengan ukuran yang besar, bersih dan diperkuat dengan pembalutan.
2.1.4 Faktor Yang Mempengaruhi Level Blok Pada dewasa, 1-2 ml obat anestesi untuk setiap segmen yang terblok. Sebagai contoh, untuk mencapai level T4 dari injeksi setinggi level L4-5 dibutuhkan 12-24 ml. untuk blok segmental atau analgesik, diperlukan volume yang lebih sedikit. Dosis yang diperlukan untuk mencapai level anestesi yang sama, berkurang sesuai meningkatnya umur. Hal ini mungkin sebagai akibat umur yang berhubungan dengan penurunan dalam ukuran atau compliance ruang epidural. Meskipun terdapat sedikit korelasi antara berat badan dengan dosis obat anestesi lokal yang diperlukan, tinggi badan pasien mempengaruhi luasnya penyebaran. Pasien yang lebih pendek hanya membutuhkan 1 ml anestesi lokal untuk memblok 1 segmen, sedangkan pada pasien yang lebih tinggi memerlukan 2 ml per segmen. Penyebaran anestesi lokal epidural sebagian cenderung dipengaruhi oleh gravitasi.1,12,15,16 2.1.5 Obat Anestesi Epidural Dalam penggunaan obat anestesi epidural dipilih berdasarkan keinginan efek klinis, baik yang digunakan sebagai anestesi primer maupun untuk tambahan pada anestesi umum atau analgesi. Umumnya digunakan agen anestesi lokal untuk pembedahan yang bekerja pendek sampai sedang termasuk lidokain, kloroprokain, dan mepivakain. Sedangkan yang termasuk agen anestesi lokal dengan kerja lama adalah bupivakain, levobupivakain, dan ropivakain. Pada penelitian ini obat anestesi epidural yang digunakan adalah markain atau bupivakain merupakan zat anestesi lokal yang mempunyai lama kerja panjang. Mula kerja anestesi lokal kadang dapat dipercepat dengan menggunakan larutan jenuh CO2. Kadar CO2 jaringan yang tinggi menyebabkan asidosis intraseluler sehingga CO2 mudah melintasi membran, yang kemudian menimbulkan tumpukan bentuk kation anestesi lokal. a. Anestetik local Pilihan obat anestetik local untuk anesthesia epidural ditentukan oleh lamanya prosedur operasi dan intensitas blok motoris yang dikehendaki. kloroprokain adalah kerja singkat, mevipakain adalah kerja sedang, buvipakain dan etidokain adalah kerja lama. Buvipakain konsentrasi rendah tidak cocok digunakan pada prosedur yang membutuhkan blok motoris untuk setiap blok sensorik dibandingkan dengan obat lainnya. b. Epinefrin Penambahan epinefrin (5 mg/ml) kedalam anestesi local yang disuntikkan kedalam ruang epidural tidak hanya memperpanjang efeknya dengan cara menekan absorbsi, menurunkan konsentrasi obat dalam darah dan juga mengurangi keracunan sitemik c. Tes dosis Karena anestesi epidural termasuk meninjeksikan sejumlah besar obat anestesi local, pemasangan kateter mesti berada pada tempat yang benar.Aspirasi pluger dari spoit dapat menarik darah atau CSS. Kateter epidural ditarik kembali dan ditempatkan pada tempat lain apabila terdapat darah atau CSS dalam kateter. Tes dosis selalu diperlukan, hal ini terdiri dari 3 ml anestesi local dari konsentrasi yang sama untuk anestesi spinal dan mengandung 5 mg epinefrin (lidokain 1,5 % dan epinefrin 1 : 200.000 yang sering digunakan). Bila jarum atau kateter masuk kedalam vena epidural mengakibatkan peningkatan denyut jantung 20 denyut permenit atau lebih besar dalam dua menit. Jika jarum atau kateter terletak diruang epidural , hal tersebut tidak terjadi dan tidak ada perubahan tekanan darah atau denyut jantung d. Dosis anestesi. Penyebaran obat anestetik local dalam ruang epidural hanya tergantung pada volume yang dinjeksikan. sedang konsentrasi anestetik local dalam larutan hanya berpengaruh pada derajat dan densitas dari blok. onset anestesi epidural labih lambat walaupun ditambahkan sodium bikarbonat kedalam anestesi local untuk mempercepat onsetnya. Volume larutan anestetik yang tepat untuk anesthesia epidural lumbal berkisar dari 15 25 ml Adapun efek yang dapat di timbulkan oleh bupivakain pada sistem saraf pusat adalah mengantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual, gangguan pendengaran, dan kecemasan. Reaksi toksik yang paling serius yaitu timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Sedangkan pada sistem kardiovaskuler, efek samping yang dapat ditimbulkan adalah hipotensi sebagai akibat dari penekanan kekuatan kontraksi jantung sehingga terjadi dilatasi arteriol. KOMPLIKASI
1. Intra operatif a. Pungsi dural b. Komplikasi kateter c. Injeksi subarachnoid yang tidak disengaja . d.Injeksi intravaskuler e. Overdosis anestesi local. f. Kerusakan spinal cord. g. Perdarahan 2. Post Operasi a. Sakit kepala post pungsi dural b. Infeksi. c. Hematoma epidural a. Keuntungan penggunaan epidural: 1.Delapan puluh persen ibu berhasil mengatasi rasa sakit. 2.Tidak mengacaukan pikiran. 3.Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi. 4.Mengembalikan kemampuan ibu mengontrol persalinan sehingga mengembalikan rasa percaya diri. 5. Kini epidural lebih canggih. Penggunaannya tidak memberi efek kebas pada kaki, tangan b. Efek samping penggunaan epidural Obat yang digunakan dalam persalinan dengan epidural yang cukup kuat membuat mati rasa, dan biasanya melumpuhkan, dan dapat mempengaruhi tekanan darah