You are on page 1of 10

Tugas Teknik Demografi 2

Disusun oleh :

1. Diyang Gita Cendekia (06.5029)


2. Edvin Nur Febrianto (06.5035)
3. Erya Indy Primatasari(06.5043)
4. Hardi Saputra(06.5073)
5. Mulatsih mahambari(06.5144)
6. Rika Yuristika(06.5189)

1. CEBCS

Seperti telah kita ketahui bahwa terdapat 4 model life table yang biasa
digunakan yaitu:

1. The united nation model life tables


2. Coale and demeny’s regional life tables
3. Lenders mans system of model life tables
4. Logit system of models life tables

Program ini digunakan untuk mengestimasi umur kematian berdasarkan data anak
lahir hidup dan rata-rata anak masih hidup menurut kelompok umur ibu atau menurut
usia perkawinan. Output yang dihasilkan adalah the united nation model life tables
dan coale and demeny’s model life tables.

a. Perkotaan NTB
• Berdasarkan data SP 1990 dan SUPAS 2005 untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat
di daerah perkotaan, secara umum didapatkan proporsi kematian anak menurut
kelompok umur ibu yang awalnya masih besar pada kelompok umur 15-20. Hal ini
dikarenakan bahwa ibu yang berusia terlalu muda akan memiliki risiko melahirkan
yang tinggi. Kemudian proporsi cenderung menurun sampai kelompok umur 30-35
tahun dan pada kelompok umur 40-45 tahun proporsi kematian mulai naik. Hal ini
dimungkinkan karena wanita pada usia 30-40 tahun sudah mulai matang dalam hal
mengatur jarak kelahiran sehingga dapat menekan proporsi kematian anak.
Selain itu tingginya tingkat pengetahuan di daerah perkotaan juga turut menekan
proporsi kematian anak.
• Dari Data SP 1990, Peluang kematian sebelum umur ke x yang digunakan
berdasarkan United Nation models adalah yang general, sedangkan berdasarkan
Coale Demeny Model yang digunakan adalah yang west. Secara umum peluang
kematian sebelum umur x=1,2 tahun tinggi, kemudian menurun pada usia sebelum
ke x=3 dan kemudian semakin bertambahnya umur anak, peluang kematian
sebelum umur x=5,10,15 semakin besar pula. Hal ini disebabkan penanganan
kesehatan untuk anak sebelum umur 1 atau 2 tahun masih sangat rendah, padahal
di usia tersebut anak sangat peka terhadap lingkungan. Semakin rendah peluang
kematian bayi mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan di daerah tersebut
sudah cukup baik. Penurunan peluang kematian sebelum usia x=3 terjadi karena
pada usia ini ketahanan tubuh sudah tidak terlalu rentan dan masih dalam
penjagaan ibu. Sedangkan peluang kematian sebelum usia 5,10, 15, 20 kembali
meningkat. Hal ini dimungkinkan adanya factor eksternal seperti mulai mencoba
hal-hal yang beresiko (merokok, pergaulan bebas dll). Selain itu kurangnya
kontrol dan perhatian orang tua juga dapat menyebabkan resiko kematian
semakin besar. Pola fluktuasi yang sama terjadi bedasarkan data SUPAS 2005.
Namun secara umum general United Nation Models dan West Coale Demeny
models menunjukan angka yang lebih kecil. Sehingga dapat kita ambil informasi
bahwa selama kurun waktu 1990-2005 di daerah perkotaan terjadi penurunan
peluang kematian sebelum umur ke-X. Hal ini tentunya menunjukan bahwa di
daerah perkotaan memiliki fasilitas yang lebih memadai, baik dalam hal
pendidikan maupun kesehatan.
• Dari Data SP 1990 dan SUPAS 2005, Infant Mortality Rate didapatkan dengan
pendekatan United Nation models (general) dan pendekatan Coale Demeny
Models (west). Secara umum IMR menurut kelompok umur ibu dari kelompok 15-
25 meningkat cukup tinggi, kemudian menurun pada kelompok umur 25-30 dan
selanjutnya secara bertahap meningkat hingga kelompok umur ibu 45-50 tahun.
Sebagaimana kita ketahui pada wanita kelompok umur 25-30 tahun umumnya
lebih mementingkan karir untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya.
• Infant Mortality Rate yang didapatkan dengan pendekatan United Nation
models(general) dan pendekatan Coale Demeny Model(west) selama kurun waktu
1990 dari Sensus Penduduk sampai SUPAS 2005 mengalami penurunan. Hal ini
jelas disebabkan perkembangan dan peningkatan kesejahteraan yang terjadi
selama kurun waktu tersebut.
• Dari Data SP 1990 dan SUPAS 2005, peluang kematian seorang anak berumur
antara 1-5 tahun menurut kelompok umur ibu yang didapatkan dengan pendekatan
United Nation models(general) dan pendekatan Coale Demeny Model(west).
Secara umum dari ibu kelompok umur 15-20 cukup tinggi, kemudian menurun
secara bertahap sampai kelompok umur ibu 30-35 dan mulai naik lagi dari
kelompok umur ibu 35-40 sampai kelompok umur 45-50. Tingkat kematian bayi
yang cukup tinggi jelas terlihat pada ibu usia muda. Hal ini disebabkan belum
terampilnya wanita usia tersebut dalam mengurus anak. Namun peningkatan
peluang kematian anak pada ibu kelompok umur 35-50 tahun dikarenakan
perhatian mereka terhadap anaknya sudah berkurang dibanding saat anak
pertama.
• Seperti halnya Infant Mortality Rate, peluang kematian anak usia antara 1-5 yang
didapatkan dengan pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan
Coale Demeny Model(west). Selama kurun waktu 1990 dari Sensus Penduduk
sampai SUPAS 2005 angka kematian bayi juga mengalami penurunan. Hal ini
mengindikasikan bahwa taraf kesehatan di daerah perkotaan sudah semakin
meningkat seiring dengan semakin lengkap dan semakin baiknya pelayanan
kesehatan yang tersedia.
• Pola harapan hidup saat lahir berdasarkan data SP 1990 dan SUPAS 2005 dengan
menggunakan pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan Coale
Demeny Model(west). Secara umum angka harapan hidup bayi oleh ibu kelompok
umur 15-35 cukup tinggi, hal ini dimugkinkan karena kondisi fisik bayi saat
dilahirkan sudah cukup baik. Sebaliknya angka harapan hidup bayi oleh ibu
kelompok umur 35-50 cukup rendah.
• Angka harapan hidup anak menurut kelompok umur ibu didapatkan dengan
pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan Coale Demeny
Model(west). Selama kurun waktu 1990 dari Sensus Penduduk sampai SUPAS
2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukan bahwa
semakin mudahnya ditemukan fasilitas kesehatan serta semakin baiknya
pelayanan kesehatan, kesejahteraan di daerah perkotaan propinsi NTB.
Dimungkinkan pula kondisi perekonomian serta tingkat pengetahuan wanita
semakin baik dalam perawatan bayi sehingga angka harapan hidup saat lahir
semakin tinggi.

a. Perdesaan NTB
• Berdasarkan data SP 1990 dan SUPAS 2005 untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat
di daerah perdesaan, secara umum didapatkan proporsi kematian anak menurut
kelompok umur ibu yang awalnya masih besar pada kelompok umur 15-20. Hal ini
dikarenakan bahwa ibu yang berusia terlalu muda akan memiliki risiko melahirkan
yang tinggi. Kemudian proporsi cenderung menurun sampai kelompok umur 25-30
tahun dan pada kelompok umur 30-35 proporsi kematian mulai naik kembali. Hal
ini mengindikasikan bahwa pada usia ibu yang masih muda masih rawan untuk
melahirkan karena ketidaksiapan secara fisik, psikologis, dan dimungkinkan
adanya ketidaksiapan kondisi ekonomi pada usia yang masih sangat dini. Pada
kelompok umur berikutnya proporsi kematian menurun, hal ini dianggap wajar
terjadi karena pada usia 20-30 wanita telah siap untuk melahirkan dengan asumsi
pada usia ini wanita telah siap secara fisik, psikologis, dan materi. Sedangkan
pada kelompok umur 30-50 tahun proporsi kematian anak semakin besar karena
jika dilihat dari segi kesehatan, risiko melahirkan juga meningkat seiring usia ibu
yang semakin tua.
• Dari Data SP 1990, Peluang kematian sebelum umur ke x yang digunakan
berdasarkan United Nation models adalah yang general, sedangkan berdasarkan
Coale Demeny Model yang digunakan adalah yang west. Secara umum peluang
kematian sebelum umur 1 tahun tinggi, kemudian menurun pada usia sebelum ke
x=2,3 dan kemudian semakin bertambahnya umur anak, peluang kematian sebelum
umur x=5,10,15 semakin besar pula. Hal ini disebabkan penanganan kesehatan
untuk anak sebelum umur 1 tahun masih sangat rendah padahal di usia sebelum 1
tahun merupakan usia yang sangat rentan. Penurunan peluang kematian sebelum
usia x=2,3 terjadi karena pada usia ini ketahanan tubuh sudah tidak terlalu
rentan dan masih dalam penjagaan ibu. Sedangkan peluang kematian sebelum usia
5,10, 15, 20 kembali meningkat. Hal ini dimungkinkan adanya factor eksternal
(beban hidup, kegiatan yang dijalani/pekerjaan) yang menyebabkan resiko
kematian semakin besar. Pola fluktuasi yang sama terjadi bedasarkan data
SUPAS 2005. Namun secara umum general United Nation Models dan West Coale
Demeny models pada data SUPAS 2005 menunjukkan angka yang lebih kecil.
Sehingga dapat kita ambil informasi bahwa selama kurun waktu 1990-2005
terjadi penurunan peluang kematian sebelum umur ke-X. Hal ini mengindikasikan
bahwa secara umum pelayanan kesehatan, kesejahteraan, bahkan mungkin kondisi
perekonomian semakin baik sehingga peluang kematian semakin turun. Selain itu
tingkat pendidikan yang semakin meningkat dimungkinkan memperngaruhi
menurunnya peluang kematian sebelum umur ke-X. Mereka mulai mengerti cara
dalam meningkatkan kualitas diri sehingga dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas.
• Dari Data SP 1990 dan SUPAS 2005, Infant Mortality Rate yang didapatkan
dengan pendekatan United Nation models (general) dan pendekatan Coale
Demeny Models (west). Secara umum menurut kelompok umur ibu dari kelompok
15-20 cukup tinggi, kemudian menurun secara bertahap sampai kelompok umur ibu
30-35 dan mulai naik lagi dari kelompok umur ibu 35-40 sampai kelompok umur
45-50. Dengan usia ibu yang masih muda, tidak aneh bila tingkat kematian bayi
cukup tinggi. Hal ini bisa disebabkan kondisi fisik, ekonomi, dan terutama
pengetahuan untuk menjadi seorang ibu yang masih sangat dangkal. Kemudian
tingkat kematian bayi pada kelompok umur ibu berikutnya yang menurun
disebabkan telah siapnya seorang wanita untuk menjadi seorang ibu baik dari segi
pengetahuan, kesehatan maupun financial. Namun saat usia ibu menginjak tua
yaitu 35-40, tingkat kematian bayi yang dilahirkan mulai naik lagi. Dalam hal ini
factor yang lebih mempengaruhi adalah kondisi kesehatan fisik, karena semakin
tua usia wanita untuk melahirkan semakin besar pula risiko kematian baik untuk
bayi maupun ibu.
• Infant Mortality Rate yang didapatkan dengan pendekatan United Nation
models(general) dan pendekatan Coale Demeny Model(west) selama kurun waktu
1990 dari Sensus Penduduk sampai SUPAS 2005 mengalami penurunan. Hal ini
dimungkinkan semakin baiknya pelayanan kesehatan, kesejahteraan, bahkan
dimungkinkan kondisi perekonomian serta tingkat pengetahuan wanita semakin
baik sehingga tingkat kematian bayi semakin kecil.
• Dari Data SP 1990 dan SUPAS 2005, peluang kematian seorang anak berumur
antara 1-5 tahun menurut kelompok umur ibu yang didapatkan dengan pendekatan
United Nation models(general) dan pendekatan Coale Demeny Model(west).
Secara umum dari ibu kelompok umur 15-20 cukup tinggi, kemudian menurun
secara bertahap sampai kelompok umur ibu 30-35 dan mulai naik lagi dari
kelompok umur ibu 35-40 sampai kelompok umur 45-50. Dengan usia ibu yang
masih muda, tidak aneh bila tingkat kematian bayi cukup tinggi. Hal ini bisa
disebabkan kondisi fisik, ekonomi, dan terutama pengetahuan untuk menjadi
seorang ibu yang masih sangat rendah. Kemudian tingkat kematian bayi pada
kelompok umur ibu berikutnya yang menurun disebabkan telah siapnya seorang
wanita untuk menjadi seorang ibu baik dari segi kesehatan maupun financial dan
pengetahuan. Namun saat usia ibu menginjak tua yaitu 35-40, tingkat kematian
bayi yang dilahirkan mulai naik lagi. Dalam hal ini factor yang lebih mempengaruhi
adalah kondisi kesehatan fisik dan beban hidup yang harus ditanggung
menyebabkan peluang kematian anak antara usia 1-5 tahun semakin tinggi.
• Seperti halnya Infant Mortality Rate, peluang kematian anak usia antara 1-5 yang
didapatkan dengan pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan
Coale Demeny Model(west). Selama kurun waktu 1990 dari Sensus Penduduk
sampai SUPAS 2005 angka kematian bayi juga mengalami penurunan. Hal ini
dimungkinkan semakin mudahnya fasilitas keseetan yang diiringi dengan semakin
baiknya pelayanan kesehatan, kesejahteraan. Bahkan keberhasilan dalam
meningkatkan kondisi perekonomian serta pengetahuan wanita turut
menyebabkan tingkat kematian bayi semakin kecil.
• Pola harapan hidup saat lahir berdasarkan data SP 1990 dan SUPAS 2005
menggunakan pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan Coale
Demeny Model(west). Secara umum, angka harapan hidup pada kelompok umur
ibu 15-20 masih rendah , kemudian meningkat pada kelompok umur berikutnya
sampai kelompok umur 30-35, dan pada kelompok umur ibu 35-45 mulai menurun
lagi.
• Angka harapan hidup anak menurut kelompok umur ibu didapatkan dengan
pendekatan United Nation models(general) dan pendekatan Coale Demeny
Model(west). Selama kurun waktu 1990 dari Sensus Penduduk sampai SUPAS
2005 mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukan bahwa
semakin mudahnya ditemukan fasilitas kesehatan serta semakin baiknya
pelayanan kesehatan, kesejahteraan di daerah pedesaan propinsi NTB.
Dimungkinkan pula kondisi perekonomian serta tingkat pengetahuan wanita
semakin baik dalam perawatan bayi sehingga angka harapan hidup saat lahir
semakin tinggi.

a. CEBCS Daerah Perdesaan dan perkotaan menurut pendekatan United Nation


models (general) dan pendekatan Coale Demeny Model (west)
• Secara umum angka kematian di daerah pedesaan lebih tinggi dibanding daerah
perkotaan. Hal ini dapat dikarenakan tingkat kesehatan dan tingkat pendidikan di
daerah pedesaan lebih rendah di banding daerah perkotaan sehingga kemungkinan
mereka kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan dan pendidikan. Minimnya
pengetahuan tentang hidup sehat dan kesulitan pada akses kesehatan inilah yang
mendongkrak angka kematian. Demikian juga yang dapat dilihat dari pendekatan
Coale Demeny Model (west).
• Infant mortality rate baik di daerah perkotaan ataupun daerah perdesaan
mengalami penurunan sejak tahun 1990 hingga tahun 2005. Hal ini tentunya
menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan provinsi NTB semakin meningkat dari
tahun ke tahun.
• Pola harapan hidup saat lahir berdasarkan data SP 1990 dan SUPAS 2005 di
daerah perdesaan lebih rendah dibanding daerah perkotaan. Hal ini dimungkinkan
karena taraf kehidupan di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding daerah
perdesaan. Fasilitas kesehatan lebih mudah dijumpai di daerah perkotaan
sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin.
2. FERTCB
Program ini digunakan untuk mendapatkan angka mean age of childbearing(rata-
rata umur wanita saat melairkan), TFR, dan ASFR dengan menggunakan data anak
lahir hidup (ALH) berdasarkan umur ibu pada satu atau dua kurun waktu tertentu.

a. Perkotaan NTB
• Secara umum berdasarkan data dari SP 1990 dan SUPAS 2005 dapat dilihat
bahwa pola fertilitas perkotaan menurut umur wanita dari kelompok umur 15-20
tahun cenderung meningkat dan mulai menurun pada wanita kelompok umur 30-35
tahun. Hal ini disebabkan karena wanita pada kelompok umur 30-35 sudah mulai
menyadari resiko melahirkan di usia tua.
• Berdasarkan data dari SP 1990 dapat diketahui rata-rata umur wanita saat
melahirkan adalah 26,6547 atau berada diantara 26-27 tahun. Sedangkan Pada
SUPAS 2005 dapat diketahui umur wanita saat melahirkan adalah 27,9149 atau
berada diantara 27-28 tahun. Peningkatan tersebut dikarenakan tingkat
pengetahuan wanita semakin baik dan keinginan meniti karir semakin besar.
• Berdasarkan data dari SP 1990 dapat diketahui secara umum jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita hingga akhir masa suburnya sebanyak 3.6061 atau
cenderung 4 anak. Sedangkan Pada SUPAS 2005 dapat diketahui jumlah anak
yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga akhir masa suburnya sebanyak 2.3654
atau cenderung 2 anak. Hal ini disebabkan kesadaran akan pentingya KB.

a. Perdesaan NTB
• Secara umum berdasarkan data dari SP 1990 dan SUPAS 2005 di NTB dapat
dilihat bahwa pola fertilitas perdesaan menurut umur wanita dari kelompok umur
15-20 tahun cenderung meningkat. Pada tahun 1990 pola fertilitas mulai menurun
pada wanita kelompok umur 25-30 tahun. Sedangkan pada tahun 2005 terjadi
fluktuasi pola fertilitas di daerah pedesaan.
• Berdasarkan data dari SP 1990 dapat diketahui rata-rata umur wanita saat
melahirkan adalah 26.5704 atau berada diantara 26-27 tahun. Sedangkan Pada
SUPAS 2005 dapat diketahui umur wanita saat melahirkan adalah 26.2576 atau
berada diantara 26-27 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa pola pikir wanita di
perdesaan akan resiko melahirkan di usia muda tidak mengalami perubahan.
• Berdasarkan data dari SP 1990 dapat diketahui secara umum jumlah anak yang
dilahirkan oleh seorang wanita hingga akhir masa suburnya sebanyak 3.9849 atau
cenderung 4 anak. Sedangkan Pada SUPAS 2005 dapat diketahui jumlah anak
yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga akhir masa suburnya sebanyak 2.1082
atau cenderung 2 anak. Hal ini mungkin mengindikasikan bahwa cukup berhasilnya
program KB didaerah perdesaan tersebut.

a. Perdesaan dan Perkotaan NTB


• Berdasarkan data SP 1990 dapat diketahui bahwa pola fertilitas di daerah
perkotaan cenderung lebih rendah dibanding perdesaan. Hal ini sesuai dengan
pembahasan sebelumnya bahwa wanita di daerah perkotaan lebih mengutamakan
karir.
• Berdasarkan SUPAS 2005 dapat dilihat bahwa pola fertilitas di daerah
perdesaan dan perkotaan cenderung berfluktuasi.

3. FERTPF

Program ini digunakan untuk mengestimas ASFR dengan menggunakan data anak
lahir hidup (ALH) berdasarkan umur ibu pada satu atau dua kurun waktu tertentu
dan ASFP.

a. Perkotaan
• Berdasarkan data SP1990 dihasilkan rata-rata umur wanita melahirkan
berdasarkan fertility consisitent with CEB (ASFR) sebesar 26,65 dan
berdasarkan fertility pattern by age at birth of child sebesar 26,16 atau berada
diantara 26-27 tahun. Secara umum, jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita
pernah kawin berdasarkan fertility consisitent with CEB (ASFR) dan fertility
pattern by age at birth of child adalah sama yaitu 3,61 atau cenderung 4 anak.
Sedangkan berdasarkan age specific fertility rates based on adjustment factor
for the age group berdasarkan kelompok umur 20-25 sebesar 3,28 atau
cenderung 3 anak, berdasarkan kelompok umur 25-30 tahun sebesar 3,45 atau
cenderung 3 anak dan berdasarkan kelompok umur 30-35 tahun sebesar 3,36
atau cenderung 4 anak. Secara umum jumlah anak yang dilahirkan berdasarkan
metode di atas sama atau dapat dikatakan tidak berbeda secara signifikan.
• Berdasarkan data SUPAS2005 dihasilkan rata-rata umur wanita melahirkan
berdasarkan fertility consisitent with CEB (ASFR) sebesar 27,91 atau wanita
cenderung melahirkan pada usia antara 27-28 tahun. Jika dilihat berdasarkan
fertility pattern by age at birth of child , rata-rata umur wanita melahirkan
sebesar 27,45 atau cenderung melahirkan pada usian antara 27-28 tahun. Secara
umum, jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita pernah kawin berdasarkan
fertility consisitent with CEB (ASFR) dan fertility pattern by age at birth of
child adalah sama yaitu 2,37 anak. Sedangkan berdasarkan age specific fertility
rates based on adjustment factor for the age group berdasarkan kelompok umur
20-25 sebesar 2,17 anak, berdasarkan kelompok umur 25-30 tahun sebesar 2,3
dan berdasarkan kelompok umur 30-35 tahun sebesar 2,24. Secara umum jumlah
anak yang dilahirkan berdasarkan metode di atas sama yaitu cenderung 2 anak
dan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kesadaran
masyarakat tentang keluarga berencana sudah cukup baik.
• Secara umum, terjadi penurunan jumlah kelahiran dari tahun 1990 ke tahun
2005. Jika dilihat berdasarkan nilai ASFR-nya, pada wanita pernah kawin
kelompok umur 15-35 tahun terjadi penurunan jumlah kelahiran. Sedangkan dari
wanita pernah kawin kelompok umur 35-50 tahun terjadi peningkatan jumlah
kelahiran yang cukup signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya
usia kawin pertama yang tentunya juga akan berimbas kepada usia wanita pada
saat melahirkan untuk pertama kalinya. Selain itu, fenomena tersebut juga
mengindikasikan cukup berhasilnya program KB, khususnya pada wanita pernah
kawin pada kelompok umur 15-35 tahun. Sedangkan wanita pernah kawin pada
kelompok umur 25-30 tahun terjadi penurunan jumlah kelahiran yang
dimungkinkan dapat disebabkan oleh pola pikir wanita pada kelompok umur ini
yang cenderung mengutamakan pendidikan dan karir.

a. Perdesaan
• Berdasarkan data SUPAS 2005 dihasilkan rata-rata umur wanita melahirkan
berdasarkan fertility consisitent with CEB (ASFR) sebesar 26,26 atau berada
antara umur 26-27tahun dan berdasarkan fertility pattern by age at birth of
child sebesar 25,78 atau antara umur 25-26 tahun. Rata-rata banyak anak yang
dilahirkan oleh wanita pernah kawin berdasarkan fertility consisitent with CEB
(ASFR) dan fertility pattern by age at birth of child adalah sama yaitu 2,11.
Sedangkan berdasarkan age specific fertility rates based on adjustment factor
for the age group berdasarkan kelompok umur 20-25 sebesar 1,98, berdasarkan
kelompok umur 25-30 tahun sebesar 2,03 dan berdasarkan kelompok umur 30-35
tahun sebesar 2,01. Secara umum rata-rata anak yang dilahirkan berdasarkan
metode di atas sama atau dapat dikatakan tidak berbeda secara signifikan.
• Berdasarkan data SP 1990 dihasilkan rata-rata umur wanita melahirkan
berdasarkan fertility consisitent with CEB (ASFR) sebesar 26,57 atau wanita
cenderung melahirkan pada usia antara 26-27 tahun. Jika dilihat berdasarkan
fertility pattern by age at birth of child , rata-rata umur wanita melahirkan
sebesar 26,09 atau cenderung melahirkan pada usian antara 26-27 tahun. Secara
umum, jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita pernah kawin berdasarkan
fertility consisitent with CEB (ASFR) dan fertility pattern by age at birth of
child adalah sama yaitu 3,98 anak.. Sedangkan berdasarkan age specific fertility
rates based on adjustment factor for the age group berdasarkan kelompok umur
20-25 sebesar 3,71 anak, berdasarkan kelompok umur 25-30 tahun sebesar 3,84
dan berdasarkan kelompok umur 30-35 tahun sebesar 3,77. Secara umum rata-
rata anak yang dilahirkan berdasarkan metode di atas sama yaitu cenderung 2
anak dan dapat dikatakan tidak berbeda secara signifikan. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat tentang keluarga berencana sudah
cukup baik.
• Jika kita bandingkan, rata-rata umur wanita saat melahirkan pada Supas tahun
2005 lebih rendah daripada pada Sensus Penduduk tahun 1990. Hal ini sangat
berkaitan dengan suksesnya program KB pada waktu tahun 1990, yaitu pada SP
1990. Dengan suksesnya program KB tersebut sangat mempengaruhi usia
perkawinan pertama sehingga berimbas pula pada rata-rata umur saat
melahirkan. Sedangkan kondisi pada saat Supas 2005, program KB tidak lagi
terdengar gaungnya dari pemerintah, selain itu juga berkaitan dengan adanya
otonomi daerah yang memberlakukan Dana Alokasi Umum berdasarkan jumlah
penduduk yang ada di daerah tersebut sehingga menimbulkan kurangnya dukungan
pemerintah daerah terhadap program KB, dan juga adanya banyak pihak-pihak
yang mendukung fertilitas. Seharusnya berdasarkan uraian tadi, nilai TFR atau
jumlah anak yang dilahirkan wanita sampai akhir masa reproduksinya secara umum
akan lebih tinggi di tahun 2005, namun pada kenyataannya ternyata nilainya lebih
tinggi pada tahun 1990. Hal ini dimungkinkan walaupun KB di tahun 1990 telah
berhasil dan di tahun 2005 tidak berhasil, hal ini tidak berpengaruh pada jumlah
anak yang dilahirkan karena adanya pengaruh faktor social budaya, yaitu pola
pikir masyarakat yang lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas anak serta
mulai memudarnya pemikiran ‘banyak anak banyak rejeki’. Selain itu juga
dikarenakan adanya pengaruh dari faktor ekonomi yang memaksa masyarakat
untuk kembali berpikir ketika ingin mempunyai anak lebih banyak.
• Secara umum, terjadi penurunan jumlah kelahiran dari tahun 1990 ke tahun
2005. Jika dilihat berdasarkan nilai ASFR-nya, pada wanita pernah kawin
kelompok umur 15-35 tahun terjadi penurunan jumlah kelahiran. Sedangkan dari
wanita pernah kawin kelompok umur 35-50 tahun terjadi peningkatan jumlah
kelahiran yang cukup signifikan. Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya
usia kawin pertama yang tentunya juga akan berimbas kepada usia wanita pada
saat melahirkan untuk pertama kalinya. Selain itu, fenomena tersebut juga
mengindikasikan cukup berhasilnya program KB, khususnya pada wanita pernah
kawin pada kelompok umur 15-35 tahun. Sedangkan wanita pernah kawin pada
kelompok umur 25-30 tahun terjadi penurunan jumlah kelahiran yang
dimungkinkan dapat disebabkan oleh pola pikir wanita pada kelompok umur ini
yang cenderung mengutamakan pendidikan dan karir.

a. Perkotaan dan perdesaan


• Berdasarkan data SP 1990 dapat dilihat perbandingan FERTPF antara kota dan
desa yang menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu melahirkan (mean age of
childbearing) di perkotaan sebesar 26,67 lebih tinggi daripada rata-rata umur
ibu melahirkan di daerah perdesaan yaitu sebesar 26,57.
• Berdasarkan data SUPAS 2005 dapat dilihat perbandingan FERTPF antara kota
dan desa yang menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu melahirkan (mean age of
childbearing) di perkotaan sebesar 27,92. Sedangkan di daerah pedesaan, rata-
rata umur ibu melahirkan yaitu sebesar 26,26.
• Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor-faktor diantaranya:
✔ umumnya wanita di daerah perkotaan lebih mementingkan karir atau
pendidikan daripada wanita yang tinggal di daerah perdesaan. Hal ini
mengakibatkan wanita kawin yang tinggal di daerah perkotaan sering
menunda kehamilannya dengan anggapan bagi mereka kehamilan itu dapat
menghambat jalannya karir.
✔ Tingkat pengetahuan wanita perkotaan lebih tinggi daripada wanita
perdesaan sehingga mereka cenderung melakukan pengaturan jarak
kelahiran. Selain itu dapat dilihat pula dari penggunaan alat kontrasepsi
dan program KB lainnya yang lebih efektif.
✔ Berdasarkan data SP 1990 dapat pula dilihat perbandingan nilai TFRnya.
Dengan rendahnya rata-rata umur ibu melahirkan yang terjadi di daerah
perkotaan maka hal ini mengindikasikan bahwa TFR di kota lebih kecil
sebesar 3,61 daripada TFR di perdesaan sebesar 3,98. Yang dapat
diartikan bahwa secara umum jumlah anak yang dilahirkan di daerah
perkotaan oleh seorang wanita selama masa usia reproduksinya sebesar
3,61 atau cenderung melahirkan sebanyak 4 anak. Seperti uraian di atas
hal ini terjadi dimungkinkan karena wanita di daerah perkotaan lebih
memahami akan pentingnya perandalam melaksanakan program KB sehingga
mereka mengetahui cara untuk mendapatkan hidup yang lebih sejahtera
dengan 2 anak.
• Jika dibandingkan mean of childbearing dari data SUPAS 2005 dan SP 1990
menunjukkan bahwa terjadi kenaikan rata-rata umur ibu melahirkan di daerah
perkotaan yaitu dari 26,65 menjadi 27,92. Hal ini terjadi dikarenakan selama
kurun waktu 1990 sampai 2005 terjadi perubahan pola pikir wanita terhadap
tingkat kesehatan reproduksi sehingga mereka menyadari kerawanan melahirkan
pada usia muda. Akan tetapi terjadi penurunan rata-rata umur ibu melahirkan di
daerah perdesaan dari 26,57 menjadi 26,26. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengetahuan wanita di perdesaan masih sangat rendah dan program KB tidak
telaksana secara efektif.
• Berdasarkan data SUPAS 2005, umumnya jumlah anak yang dilahirkan oleh
wanita hingga akhir masa reproduksinya di daerah pekotaan lebih besar daripada
daerah perdesaan yaitu 2.37 dan 2,12 atau cenderung 2 anak. Hal ini dapat
mengindikasikan keberhasilan pemerintah dalam program keluarga berencana di
propinsi NTB. Sehingga nantinya akan menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas dan dapat menekan lajunya pertumbuhan penduduk.

You might also like