You are on page 1of 9

1

PEMERIKSAAN USG OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


Perkembangan Ultrasonografi (USG) sudah dimulai sejak kira-kira tahun
1960, dirintis oleh Profesor Ian Donald. Sejak itu, sejalan dengan kemajuan
teknologi bidang komputer, maka perkembangan ultrasonografi juga maju dengan
sangat pesat, sehingga saat ini sudah dihasilkan USG 3 Dimensi dan Live 3D (ada
yang menyebut sebagai USG 4D).
a. Indikasi Pemeriksaan USG
Indikasi merupakan salah satu prasyarat penting yang harus dipenuhi sebelum
pemeriksaan USG dilakukan. Pemeriksaan USG janganlah dilakukan secara rutin
atau setiap melakukan pemeriksaan pasien, terutama bila pasien hamil. Banyak
panduan yang telah diterbitkan, misalnya dari AIUM (American Institute of
Ultrasound in Medicine). Indikasi pemeriksaan dapat berupa indikasi obstetri,
ginekologi onkologi, endokrinologi reproduksi, dan indikasi non obstetri
ginekologi.
Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan pemeriksaan
USG begitu diketahui hamil, penapisan USG pada trimester pertama (kehamilan
10 14 minggu), penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 20
minggu) dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk memantau tumbuh
kembang janin. Dalam bidang ginekologi onkologi pemeriksaannya diindikasikan
bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai ada kelainan tetapi pada
pemeriksaan fisik tidak jelas adanya kelainan tersebut.
Dalam bidang endokrinologi reproduksi pemeriksaan USG diperlukan untuk
mencari kausa gangguan hormon, pemantauan folikel dan terapi infertilitas, dan
pemeriksaan pada pasien dengan gangguan haid. Sedangkan indikasi non
obstetrik bila kelainan yang dicurigai berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari
bagian pediatri, rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ
ginekologi dll. Berikut ini diberikan contoh indikasi yang dikeluarkan oleh NIH-1
National Institute of Health (NIH), USA (1983 1984) menentukan indikasi
untuk dilakukannya pemeriksaan USG sebagai berikut :
1. Menentukan usia gestasi secara lebih tepat pada kasus yang akan
menjalani seksio sesarea berencana, induksi persalinan atau pengakhiran
kehamilan secara elektif.
2

2. Evaluasi pertumbuhan janin, pada pasien yang telah diketahui menderita
insufisiensi uteroplasenter, misalnya preeklampsia berat, hipertensi kronik,
penyakit ginjal kronik, atau diabetes mellitus berat; atau menderita
gangguan nutrisi sehingga dicurigai terjadi pertumbuhan janin terhambat,
atau makrosomia.
3. Perdarahan per vaginam pada kehamilan yang penyebabnya belum
diketahui.
4. Menentukan bagian terendah janin bila pada saat persalinan bagian
terendahnya sulit ditentukan atau letak janin masih berubah-ubah pada
trimester ketiga akhir.
5. Kecurigaan adanya kehamilan ganda berdasarkan ditemukannya dua DJJ
yang berbeda frekuensinya atau tinggi fundus uteri tidak sesuai dengan
usia gestasi, dan atau ada riwayat pemakaian obat-obat pemicu ovulasi.
6. Membantu tindakan amniosentesis atau biopsi villi koriales.
7. Perbedaan bermakna antara besar uterus dengan usia gestasi berdasarkan
tanggal hari pertama haid terakhir.
8. Teraba masa pada daerah pelvik.
9. Kecurigaan adanya mola hidatidosa.
10. Evaluasi tindakan pengikatan serviks uteri (cervical cerclage).
11. Suspek kehamilan ektopik.
12. Pengamatan lanjut letak plasenta pada kasus plasenta praevia.
13. Alat bantu dalam tindakan khusus, misalnya fetoskopi, transfusi intra
uterin, tindakan shunting, fertilisasi in vivo, transfer embrio, dan
chorionic villi sampling (CVS).
14. Kecurigaan adanya kematian mudigah / janin.
15. Kecurigaan adanya abnormalitas uterus.
16. Lokalisasi alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR).
17. Pemantauan perkembangan folikel.
18. Penilaian profil biofisik janin pada kehamilan diatas 28 minggu.
19. Observasi pada tindakan intra partum, misalnya versi atau ekstraksi pada
janin kedua gemelli, plasenta manual, dll.
20. Kecurigaan adanya hidramnion atau oligohidramnion.
3

21. Kecurigaan terjadinya solusio plasentae.
22. Alat bantu dalam tindakan versi luar pada presentasi bokong.
23. Menentukan taksiran berat janin dan atau presentasi janin pada kasus
ketuban pecah preterm dan atau persalinan preterm.
24. Kadar serum alfa feto protein abnormal.
25. Pengamatan lanjut pada kasus yang dicurigai menderita cacat bawaan.
26. Riwayat cacat bawaan pada kehamilan sebelumnya.
27. Pengamatan serial pertumbuhan janin pada kehamilan ganda.
28. Pemeriksaan janin pada wanita usia lanjut (di atas 35 tahun) yang hamil.

b. Persiapan dan Teknik Pemeriksaan
1. Persiapan Pemeriksaan
Cuci tangan sebelum dan setelah kontak langsung dengan pasien, setelah
kontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya, dan setelah melepas sarung
tangan, telah terbukti dapat mencegah penyebaran infeksi. Epidemi HIV telah
menjadikan pencegahan infeksi kembali menjadi perhatian utama, termasuk
dalam kegiatan pemeriksaan USG dimana infeksi silang dapat saja terjadi.
Kemungkinan penularan infeksi lebih besar pada waktu pemeriksaan USG
transvaginal karena terjadi kontak dengan cairan tubuh dan mukosa vagina.
Risiko penularan dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu tinggi, sedang, dan
ringan. Risiko penularan tinggi terjadi pada pemeriksaan USG intervensi
(misalnya punksi menembus kulit, membran mukosa atau jaringan lainnya);
peralatan yang dipakai memerlukan sterilisasi (misalnya dengan autoklaf atau
etilen oksida) dan dipergunakan sekali pakai dibuang.
Risiko penularan sedang terjadi pada pemeriksaan USG yang mengadakan
kontak dengan mukosa yang intak, misalnya USG transvaginal; peralatan yang
dipakai minimal memerlukan sterilisasi tingkat tinggi (lebih baik bila
dilakukan sterilisasi).
Risiko penularan ringan terjadi pada pemeriksaan kontak langsung dengan
kulit intak, misalnya USG transabdominal; peralatan yang dipakai cukup
dibersihkan dengan alkohol 70% (sudah dapat membunuh bakteri vegetatif,
4

virus mengandung lemak, fungisidal, dan tuberkulosidal) atau dicuci dengan
sabun dan air.
Panduan di bawah ini dapat membantu mencegah penyebaran infeksi:
(1) Semua jeli yang terdapat pada transduser harus selalu dibersihkan, bisa
memakai kain halus atau kertas tissue halus.
(2) Semua peralatan yang terkontaminasi atau mengandung kotoran harus
dibersihkan dengan sabun dan air. Perhatikan petunjuk pabrik tentang tatacara
membersihkan peralatan USG.
(3) Transduser kemudian dibersihkan dengan alkohol 70% atau direndam
selama dua menit dalam larutan yang mengandung sodium hypochlorite
(kadar 500 ppm10 dan diganti setiap hari), kemudian dicuci dengan air
mengalir dan selanjutnya dikeringkan.
(4) Transduser harus diberi pelapis sebelum dipakai untuk pemeriksaan USG
transvaginal, bisa memakai sarung tangan karet, atau kondom.
(5) Pemeriksa harus memakai sarung tangan sekali pakai (tidak steril) pada
tangan yang akan membuka labia sebelum transduser vagina dimasukkan.
Perhatikan jangan sampai sarung tangan tersebut mengotori peralatan USG
dan tempat pemeriksaan.
(6) Setelah melakukan pemeriksaan, sarung tangan harus dimasukkan pada
tempat khusus untuk mencegah penyebaran infeksi, dan pemeriksa mencuci
tangan.
(7) Pada pemeriksaan USG invasif, persiapan yang dilakukan sama seperti
akan melakukan tindakan operasi, misalnya peralatan yang dipakai harus
steril, operator mencuci tangan dengan larutan mengandung khlorheksidine
3%, memakai sarung tangan dan masker, serta memakai kacamata. Kulit
dibersihkan dengan memakai etil alkohol 70%, isopropil alkohol 60%,
khlorheksidin alkohol, atau povidone iodine. Transduser dibersihkan dan
dilakukan desinfeksi, kemudian dibungkus dengan plastik khusus yang steril.
Membran mukosa vagina dibersihkan dengan larutan yang mengandung
khlorheksidin 0,015% ditambah larutan cetrimide 0,15%.


5

2. Persiapan Alat
Perawatan peralatan yang baik akan membuat hasil pemeriksaan juga tetap
baik. Hidupkan peralatan USG sesuai dengan tatacara yang dianjurkan oleh
pabrik pembuat peralatan tersebut. Panduan pengoperasian peralatan USG
sebaiknya diletakkan di dekat mesin USG, hal ini sangat penting untuk
mencegah kerusakan alat akibat ketidaktahuan operator USG.
Perhatikan tegangan listrik pada kamar USG, karena tegangan yang terlalu
naik-turun akan membuat peralatan elektronik mudah rusak. Bila perlu pasang
stabilisator tegangan listrik dan UPS.
Setiap kali selesai melakukan pemeriksaan USG, bersihkan semua
peralatan dengan hati-hati, terutama pada transduser (penjejak) yang mudah
rusak. Bersihkan transduser dengan memakai kain yang lembut dan cuci
dengan larutan anti kuman yang tidak merusak transduser (informasi ini dapat
diperoleh dari setiap pabrik pembuat mesin USG).
Selanjutnya taruh kembali transduser pada tempatnya, rapikan dan
bersihkan kabel-kabelnya, jangan sampai terinjak atau terjepit. Setelah semua
rapih, tutuplah mesin USG dengan plastik penutupnya. Hal ini penting untuk
mencegah mesin USG dari siraman air atau zat kimia lainnya.
Agar alat ini tidak mudah rusak, tentukan seseorang sebagai penanggung
jawab pemeliharaan alat tersebut.
3. Persiapan Pasien
Sebelum pasien menjalani pemeriksaan USG, ia sudah harus memperoleh
informasi yang cukup mengenai pemeriksaan USG yang akan dijalaninya.
Informasi penting yang harus diketahui pasien adalah harapan dari hasil
pemeriksaan, cara pemeriksaan (termasuk posisi pasien) dan berapa biaya
pemeriksaan.
Caranya dapat dengan memberikan brosur atau leaflet atau bisa juga
melalui penjelasan secara langsung oleh dokter sonografer atau sonologist.
Sebelum melakukan pemeriksaan USG, pastikan bahwa pasien benar-benar
telah mengerti dan memberikan persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan
USG atas dirinya.
6

Bila akan melakukan pemeriksaan USG transvaginal, tanyakan kembali
apakah ia seorang nona atau nyonya? Jelaskan dan perlihatkan tentang
pemakaian kondom yang baru pada setiap pemeriksaan (kondom penting
untuk mencegah penularan infeksi).
Pada pemeriksaan USG transrektal, kondom yang dipasang sebanyak dua
buah, hal ini penting untuk mencegah penyebaran infeksi.
Terangkan secara benar dan penuh pengertian bahwa USG bukanlah suatu
alat yang dapat melihat seluruh tubuh janin atau organ kandungan, hal ini
untuk menghindarkan kesalahan harapan dari pasien. USG hanyalah salah
satu dari alat bantu diagnostik didalam bidang kedokteran. Mungkin saja
masih diperlukan pemeriksaan lainnya agar diagnosis kelainan dapat diketahui
lebih tepat dan cepat.
4. Persiapan Pemeriksa
Pemeriksa diharapkan memeriksa dengan teliti surat pengajuan
pemeriksaan USG, apa indikasinya dan apakah perlu didahulukan karena
bersifat darurat gawat, misalnya pasien dengan kecurigaan kehamilan
ektopik. Tanyakan apakah ia seorang nyonya atau nona, terutama bila akan
melakukan pemeriksaan USG transvaginal.
Selanjutnya cocokkan identitas pasien, keluhan klinis dan pemeriksaan
fisik yang ada; kemudian berikan penjelasan dan ajukan persetujuan lisan
terhadap tindak medik yang akan dilakukan.
Persetujuan tindak medik yang kebanyakan berlaku di Indonesia saat ini
hanyalah bersifat persetujuan lisan, kecuali untuk tindakan yang bersifat
invasif misalnya kordosintesis atau amniosintesis.
Di masa mendatang tampaknya pemeriksaan USG memerlukan
persetujuan tertulis dari pasien. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk
mencegah penularan penyakit berbahaya seperti HIV/AIDS dan penyakit
menular seksual akibat semakin banyaknya seks bebas dan pemakaian
NARKOBA.
Pemeriksa diharapkan juga agar selalu meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya dengan cara membaca kembali buku teks atau literatur-
literatur mengenai USG, mengikuti pelatihan secara berkala dan mengikuti
7

seminar-seminar atau pertemuan ilmiah lainnya mengenai kemajuan USG
mutakhir. Kemampuan diagnostik seorang sonologist sangat ditentukan oleh
pengetahuan, pengalaman dan latihan yang dilakukannya.
Teknik Pemeriksaan
1. Pemeriksaan USG Transabdominal
Setelah pasien tidur terlentang, perut bagian bawah ditampakkan dengan
batas bawah setinggi tepi atas rambut pubis, batas atas setinggi sternum, dan
batas lateral sampai tepi abdomen.
Letakkan kertas tissue besar pada perut bagian bawah dan bagian atas
untuk melindungi pakaian wanita tersebut dari jelly yang kita pakai. Taruh
jelly secukupnya pada kulit perut, lakukan pemeriksaan secara sistematis.
Pertama-tama gerakkan transduser secara longitudinal ke atas dan ke
bawah, selanjutnya horizontal ke kiri dan ke kanan. Penjejak digerakkan dari
bawah ke atas, dimulai dari garis sisi kanan perut, kemudian setelah sampai
daerah perut atas transduser digerakkan ke bawah, selanjutnya transduser
digerakkan kembali ke arah atas.
Selanjutnya gerakan transduser dilakukan kearah lateral perut (horizontal),
juga secara sistematis, dimulai dari sisi kanan ke arah kiri, kemudian dari kiri
ke arah kanan dan terakhir dari kanan atas ke kiri (lihat gambar dan arah
panah beserta nomor garisnya).
2. Pemeriksaan USG Transvaginal
Pemeriksaan USG transvaginal berbeda dengan transabdominal, perlu
penyesuaian mesin dan operator, terutama pengenalan organ genitalia interna
dan kehamilan trimester pertama, serta terbatasnya ruang untuk melakukan
manipulasi / gerak probe.
Sebelum melakukan pemeriksaan, tanyakan apakah ia seorang nona atau
nyonya. Bila statusnya masih nona tetapi sudah tidak gadis lagi, dan memang
perlu dilakukan pemeriksaan transvaginal, mintakan ijin tertulis dari pasien
tersebut dan sebaiknya disertai seorang saksi (dapat seorang paramedis).
Perhatikan apakah tombol pemindah jenis transduser sudah menunjukkan
bahwa penjejak yang dipakai adalah penjejak vaginal serta apakah pasien
sudah mengosongkan kandung kencingnya. Posisi pasien dapat lithotomi atau
8

tidur dengan kaki ditekuk dan pada bagian pantat ditaruh bantal agar mudah
untuk memasukkan dan memanipulasi posisi transduser.
Taruh sedikit jelly pada permukaan penjejak. Pasangkan kondom baru
pada transduser, kemudian beri jelly secukupnya pada permukaan kondom
dan selanjutnya masukkan transduser ke dalam vagina secara perlahan-lahan
dan gentle sesuai dengan sumbu vagina. Jangan melakukan penekanan tiba-
tiba dan keras karena dapat membuat pasien kesakitan atau merasa tidak
nyaman.
Cari uterus sebagai petunjuk, kemudian cari kandung kemih. Uterus akan
tampak di garis tengah (median) seperti gambaran buah alpukat yang
memanjang dengan endometrium dibagian tengahnya. Bila fundus uteri
mendekati kandung kemih, maka uterus tersebut dalam posisi antefleksi, bila
menjauhi, maka posisi uterus adalah retrofleksi (lihat gambar). Sangat
penting menilai kembali apakah arah gelombang suara sudah sesuai dengan
tampilan yang ada dalam layar monitor.
Setelah pemeriksaan selesai, lepaskan kondom secara hati-hati dengan
memakai sarung tangan tidak sterill atau kertas tissue, kemudian lakukan
dekontaminasi kondom tersebut dengan larutan klorin 0,5%.
3. Pemeriksaan USG Transperineal atau Translabial
Pemeriksaan ini hanya dilakukan pada keadaan tertentu, misalnya seorang
nona atau seorang wanita yang tidak mungkin dilakukan pemeriksaan
transvaginal atau transrektal. Dianjurkan kandung kencing pasien cukup
terisi, hal ini untuk memudahkan pemeriksaan dan sebagai petujuk anatomis.
Penjejak dilapisi kondom dan diberi jeli, kemudian diletakkan di daerah
perineum, penjejak digerakkan ke atas dan ke bawah untuk mencari gambaran
organ genitalia. Cara ini memang tidak dapat memberikan gambaran organ
genitalia sebaik pada pemeriksaan USG transvaginal atau transrektal.
4. Pemeriksaan USG Transrektal
Pemeriksaan USG transrektal hampir sama dengan pemeriksaan
transvaginal. Perbedaannya terletak pada bantuk dan ukuran diameter
penjejak dan posisi pemeriksaan yang kurang lazim bagi wanita Indonesia.
Setelah pasien dalam posisi lithotomi atau posisi tidur dengan kaki ditekuk
9

dan bagian pantat diganjal dengan bantal khusus, transduser yang telah
dibungkus dua lapis kondom dan dibubuhi jelly dimasukkan secara perlahan-
lahan ke dalam rektum.
Lakukan identifikasi uterus sebagai petunjuk organ genitalia interna,
setelah itu identifikasi vesika urinaria kemudian evaluasi seluruh organ
genitalia interna dan rongga pelvik. Manipulasi atau pergerakan transduser
per rektal sangat terbatas dan sering menimbulkan rasa tidak nyaman.
Jelaskan secara seksama sebelum melakukan pemeriksaan USG transrektal.
Setelah selesai pemeriksaan, lepaskan kondom secara hati-hati, kemudian
lakukan dekontaminasi kondom dengan larutan klorin 0,5%.
5. Pemeriksaan USG Invasif
USG dapat dipakai untuk menegakkan diagnosa dan atau untuk tindakan
terapeutik, misalnya biopsi villi koriales, amniosintesis, kordosintesis, ovum
pick-up (OPU), atau transfusi intra uterin. Setelah dilakukan penjelasan dan
pasien memberikan persetujuan tertulis, dokter akan melakukan pemeriksaan
USG untuk menilai kondisi kehamilan atau genitalia interna. Pada umumnya
hanya diperlukan anestesi lokal untuk memasukkan jarum punksi, tetapi dapat
juga dengan anestesi umum pada tindakan OPU. Teknik yang dipakai bisa
secara free-hand atau dipandu USG melalui marker pungsi yang ada pada
transduser.

You might also like