You are on page 1of 36

1

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan modul sadar sistem muskuloskeletal ini tanpa menemui halangan suatu apapun. Dan tidak
lupa pula Shalawat dan salam kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW karena beliau telah membawa
kita dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan
Kami ucapkan terima kasih kepada para pengajar, fasilitator dannarasumber atas bimbingan dan ilmu
yang telah diberikan sehingga kami dapat menyelesaikantugas ini dengan baik. Laporan ini merupakan hasil
diskusi PBL Modul Dasar Sistem Muskuloskeletal. Pembahasan di dalamnya kami dapatkan dari buku-buku text
book, diskusi kelompok, journal ilmiah, dan diskusi dengan beberapa narasumber, dan lainnya dengan
pemahaman berdasarkan pokok bahasan.
Kami sadari laporan hasil dari Modul 2 ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran
yangmembangun dari semua pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaannya dan untuk perbaikan lapoaran
kedepannya.Demikian yang dapat kami sampaikan, Insya Allah laporan ini dapat bermanfaatkhususnya bagi
kami yang sedang menempuh pendidikan dan dapat dijadikan pelajaran bagiadik-adik kami selanjutnya.

Waalaikumsalam Wr. Wb.

Jakarta, 18 Maret 2014



Tim Penyusun


2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar1
BAB 1 ISI...3
1.1 Skenario 3.3
1.2 Pertanyaan.3
BAB 2 PEMBAHASAN4
2.1 a) Definisi dari nyeri.4
b) Definisi dari Osteoartritis, Gout, dan Artritis Reumatoid....................................................4
2.2 Penyebab dari nyeri sendi.4
2.3 Mekanisme nyeri akibat inflamasi6
2.4 Mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik.8
2.5 a) Sendi-sendi yang mengenai OA, RA, dan Gout..12
b) Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat inflamasi dan...12
gangguan kronik
2.6 Komplikasi penyakit yang timbul dari penyakit nyeri sendi dalam skenario .13
2.7 a) Diagnosa banding antara OA, RA, dan Gout...15
b) Prognosis dari penyakit nyeri sendi dalam skenario?..........................................................32
2.8 Tindakan promotif, rehabilitatif, preventif, dan kuratif pada penyakit dengan nyeri sendi33
BAB 3 PENUTUP.35
3.1 Kesimpulan..35
3.2 Saran35
Daftar Pustaka36




3
BAB I
ISI

1.1 SKENARIO 3
Ny. Mirna (39 tahun) penjaga kantin di asrama datang berobat ke dokter dengan keluhan nyeri
pada jari-jari tangannya kanan dan kiri, nyeri dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul
terutama bila cuaca dingin dan pagi hari. Pagi hari jari-jari tangan juga sering terasa kaku. Ny.
Mirna juga juga mengeluh kesulitan bila ingin mencuci baju dan berpakaian

1.2 PERTANYAAN
1. a) Apa definisi dari nyeri?
b) Jelaskan definisi dari Osteoartritis, Gout, dan Artritis Reumatoid
2. Jelaskan penyebab dari nyeri sendi
3. Bagaimana mekanisme nyeri akibat inflamasi?
4. Bagaimana mekanisme nyeri akibat gangguan
mekanik?
5. a) Apa saja sendi-sendi yang mengenai OA, RA, dan Gout?
b)Menggambarkan kelainan-kelainan sendi akibat inflamasi dan gangguan kronik
6. Jelaskan komplikasi penyakit yang timbul dari penyakit nyeri sendi sesuai skenario
7. a) Jelaskan diagnosa banding antara OA, RA, dan Gout
b) Bagaimana prognosis dari penyakit nyeri sendi dalam skenario?
8. Sebutkan tindakan promotif, rehabilitatif, preventif, dan kuratif
pada penyakit dengan nyeri sendi




4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1
Nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan
berdasarkan kerusakan tersebut. Definisi ini menghindari pengkorelasan nyeri dengan suatu
rangsangan (stimulus); definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan
merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan
progresif, dimana sendi merupakan sasaran utama. Penyakit ini adalah salah satu dari
sekelompok penyakit jaringan ikat difus yang diperantarai oleh imunitas dan tidak diketahui
penyebabnya. Artritis rheumatoid kira-kira 2 kali lebih sering menyerang perempuan daripada
laki-laki. Insidens meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada perempuan.
Artritis Gout merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal
monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraseluler.
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik, sekurang-
kurangnya terdapat Sembilan gangguan, yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia).
Osteoarthritis merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago
sendi. Osteoarthritis merupakan bentuk artritis yang paling lazim terjadi, jumlahnya melebihi
separuh dari semua kasus artritis. Osteoarthritis lebih lazim terjadi pada perempuan daripada
laki-laki dan ditemukan pada orang yang berusia 45 tahun dan disebut sebagai sendi yang rusak
karena dipakai. Berdasarkan pemikiran bahwa sendi akan aus sejalan dengan bertambahnya
usia.

2.2
Penyebab Umum Nyeri Sendi:
Obesitas dan kelebihan berat badan
Kondisi di usia sebelumnya

5
Faktor keturunan
Perubahan hormonal
Perubahan cuaca
Asam yang berlebihan di dalam tubuh
Kekurangan zat gizi tertentu
Aktivitas fisik yang berlebihan
Osteoarthritis
Disebabkan oleh hilangnya jaringan tulang rawan dari sendi dan dikenal juga sebagai arthritis
degeneratif. Hal ini kebanyakan terjadi pada usia 40-60 tahun.
Rheumatoid Arthritis
Radang sendi jenis ini banyak mempengaruhi orang-orang di atas usia 40 tahun. Ini lebih
berbahaya daripada osteoarthritis karena mempengaruhi ligamen dan tendon yang bergabung
dengan tulang dan otot. Disebabkan oleh destruksi jaringan sendi.
Gout
Disebabkan oleh kelebihan penumpukan asam urat dalam ruang antar sendi yang menyebabkan
rasa sakit dan radang sendi.


6
2.3

Nyeri akibat adanya inflamasi diawali dengan adanya antigen yang berupa mikroba, dan agen-
agen lain yang dapat menimbulkan inflamasi. Kemudian terjadilah aktivasi sel T helper yang
selanjutnya memberi respon terhadap antigen tersebut dan akan mengaktifkan sel T CD4+.
Dari hasil aktivasi sel T CD4+ ini kemudian terbentuklah sitokinin. Sitokinin tersebut, kemudian
akan mengaktifkan sel B, anti makrofag, dan aktifasi sel endotel. Dari ketiga proses aktifasi
tersebut, proses aktivasi selanjutnya yang menimbulkan nyeri adalah proses aktivasi makrofag
yang kemudian mengaktifkan lagi sitokin, dari hasil aktivasi sitokin ini kemudian terbentuk
fibroblas, kondrosit, dan sel sinovial yang selanjutnya merangsang pelepasan kolagenase,
stromelisin, elastase, PGE2( yang merupakan salah satu mediator nyeri yang dibentuk melalui
jalur metabolit asam arakidonat), dan enzim lain. Jalur lain yang menimbulkan nyeri adalah
proses dari aktivasi sel endotel yang kemudian memicu pengeluaran molekul adhesi dan
selanjutnya mengakumulasi sel radang yang kembali merangsang terbentuknya prostaglandin.

7
Dari proses di ataslah yang kemudian terbentuk rasa nyeri pada inflamasi sendi.



8
AA (Asam Arakidonat) merupakan suatu asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty
acid) yang dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase sel. Proses metabolitnya melalui salah
satu dari dua jalur utama, yaitu jalur siklooksigenase yang menyintesis prostaglansin (sebagai
mediator dari nyeri yang akan terjadi) dan juga menyintesis tromboksan, jalur lain dinamakan
jalur lipoksigenase yang menyintesis leukotrien dan lipoksin.
Melalui dua jalur dari proses metabolit asam arakidonat inilah mediator-mediator nyeri sendi
akibat adanya inflamasi terbentuk, contohnya prostaglandin.

2.4
Mekanisme nyeri akibat gangguan mekanik pada dasarnya sama seperti mekanisme nyeri
akibat inflamasi. Perbedaannya hanya penyebab stimulus atau rangsangannya saja. Nyeri akibat
gangguan mekanik disebabkan oleh adanya stimulus atau rangsangan akibat penuaan atau efek
mekanik, misalnya: pengapuran, kekurangan atau kelebihan cairan sinovial, dll. Proses
mekanisme nyeri terdiri dari: transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
Transduksi Proses rangsangan yang menggangu sehingga menimbulkan aktivitas listrik
(potensial aksi) di reseptor nyeri (nosiseptor). Saraf perifer merupakan reseptor pertama yang
menangkap satu rangsangan. Saraf perifer terdiri dari tiga tipe neuron yang berbeda: neuron
aferen (sensorik), neuron motorik, dan neuron pascaganglion simpatik. Nosiseptor merupakan
saraf aferen primer untuk menerima dan menyalurkan rangsangan nyeri. Saraf aferen primer
terdiri dari serat-serat yang diklasifikasikan berdasarkan ukuran, kecepatan hantaran, dan
karakternya. Berikut ini tabel serat-serat aferen primer.
Tipe Serat Kecepatan konduksi
(m/s)
Diameter (m) Karakteristik
A 60-120 12-22 Bermielin, sensasi kinestetik
A 50-70 4-12 Bermielin, sensasi sentuhan,
tekanan
A 12-30 2-5 Bermielin, nosiseptor, sensasi
nyeri yang cepat (first pain),
tajam, terlokalisasi
C 0,5-2 0,4-1,2 Tidak bermielin, nosiseptor,
sensasi nyeri yang lambat
(second pain), nyeri tumpul,
intens, dan menyebar


9


Salah satu kemungkinan proses transduksi adalah pengaktifan nosiseptor oleh zat-zat
kimia penghasil nyeri yang dibebaskan di tempat cedera jaringan. Ada dua pengaktivan yaitu:
aktivasi primer dan aktivasi sekunder. Aktivasi primer merupakan aktivasi langsung dengan
tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel menyebabkan dibebaskannya
kalium (

) intrasel dan sintesis prostaglandin (PG) dan bradikinin (BK). Prostaglandin


meningkatkan sensivitas reseptor nyeri terhadap bradikinin, yaitu zat kimia penghasil nyeri yang
paling kuat. Sedangkan pada aktivasi sekunder, impuls yang dihasilkan reseptor nyeri disalurkan
tidak saja ke medula spinalis tetapi juga ke cabang-cabang terminal lain. Tempat impuls tersebut
menyebabkan pelepasan substansi P (SP) dan peptida lain. SP menyebabkan vasodilatasi dan
edema neurogenik disertai pelepasan lebih lanjut bradikinin. Selain itu SP juga menyebabkan
pelepasan histamin (H) dari sel mas dan serotonin (5-HT) dari trombosit.
Berikut ini gambaran aktivasi primer dan sekunder.








10

Proses selanjutnya transmisi. Transmisi adalah proses penyaluran implus nyeri dari
tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis dan jaringan
neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke otak. Proses ini berlangsung di SSP
jalur asendens. Transmisi impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontralateral (berlawanan)
terhadap sisi tubuh tempat impuls tersebut berasal. Sama halnya seperti nosiseptor yang memiliki
dua tipe serat yang berbeda, maka terdapat pula dua jalur spinotalamikus yang menyalurkan
impuls-impuls ke otak:
Traktus neospinotalamikus, merupakan satu sistem langsung yang membawa informasi
diskriminatif sensorik serat A atau nyeri cepat ke daerah Talaud. Setelah itu diteruskan
ke korteks somatosensorik. Sistem ini untuk mengetahui nyeri akut yang dirasakan
seperti, lokasi, sifat, dan intensitas nyeri.
Traktus paleospinotalamikus, merupakan satu jalur Multisinaps difusi yang membawa
impuls serat C atau nyeri lambat ke formasi retikularis batang otak sebelum berakhir di
nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di Talaud, hipotalamus, nukleus
sistem limbik, dan korteks otak depan. Sistem ini mempengaruhi ekspresi nyeri dalam hal
toleransi, perilaku dan respons otonom simpatis.



11
Modulasi adalah aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf desendens dari otak yang dapat
mempengaruhi transmisi nyeri setinggi medula spinalis. Modulasi-nyeri atau analgesik adalah
jalur yang mencakup tiga komponen berikut (Payne, Gonzales, 1999; Guyton dan Hall, 2000):
1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel (PVG) menekan proses nyeri hasil input dari cortex frontalis dan
hipotalamus.
2. Neuron-neuron daerah 1 mengirim implus ke nukleus rafe magnus (NRM) di pons bagian
bawah dan medula bagian atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di
medula lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus di 2 kebawah ke kolumnis dorsalis medula spinalis ke
suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.
Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau meningkatkan
aktivitas di reseptor nyeri aferen primer. Zat-zat kimia, yang disebut neueroregulator, juga
mungkin memengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini dikenal sebagai
neurotransmitter atau neuromodulator. Neurotransmitter adalah neurokimia yang menghambat
atau merangsang aktivitas di membran pascasinaps. Ada dua neurotransmitter, serotonin (5-HT)
dan norepinefrin, diketahui terlibat dalam inhibisi terhadap sinyal nyeri yang datang (Dbuner,
Ren, 1999).

Dan proses terakhir adalah persepsi. Persepsi nyeri adalah pengalaman subjektif nyeri
yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktivitas transmisi nyeri oleh saraf.
Kelainan-Kelainan Sendi Akibat Inflamasi dan Gangguan Mekanik

12
Kelainan sendi akibat inflamasi misalnya adalah reumatoid artritis (RA) dan Artritis Gout.
Sedangkan kelainan sendi akibat gangguan inflamasi misalnya adalah Osteoartritis

2.5
Sendi yang terserang pada penyakit Osteoarthritis :

Carpometacarpal 1
Metatarsophalangeal 1
Sendi Apofiseal Tulang Belakang
Sendi Lutut & Paha
Sendi yang terserang pada penyakit Reumatoid Artritis :
Metacarpophalangeal
Pergelangan Tangan
Proximal Interphalangeal
Lutut
Metatarsophalangeal
Pergelangan Kaki
Bahu
Midfoot (tarsus)
Pinggul (hip)
Siku
Acromioclavicular
Vertebra Servikal
Temporamandibular
Sternoclavic
Sendi yang terserang pada penyakit Gout :
Sendi Ibu Jari Kaki
Metatarsophalangea


Kelainan sendi yang diakibatkan gangguan mekanik :
Fraktur

13
Fisura
Cedera
Dislokasi
Memar Sendi
Kaku sendi (bukan di pagi hari)

2.6
1. Anemia
Artritis Reumatoid dapat menyebabkan anemia normositik normokrom melalui
pengaruhnya pada sumsum tulang. Anemia berhubungan dengan LED (Laju Endap
Darah) yang dapat dipakai untuk memantau aktivitas penyakit dan untuk mengukur
kecepatan endap eritrosit.
Jaringan yang meradang mensekresi protein kecil yang mempengaruhi metabolism zat
besi, sumsum tulang dan produksi erythropoietin oleh ginjal (yang mengontrol produksi
sel darah merah). Hemoglobin dibawa oleh sel darah merah, tetapi ketika tidak cukup
adanya sel darah merah, organ tubuh tidak dapat cukup oksigen. Selain itu, banyak
penderita AR tidak punya cukup zat besi yang ada masuk kedalam sel darah merah.

2. Kanker
Ditimbulkan akibat sekunder dari terapi AR yang diberikan
-Kanker paru: penderita AR yang merokok berisiko lebih tinggi menderita kanker paru.
Tetapi tetap ada resiko yang lebih tinggi karena peradangan dan jaringan parut di paru
yang disebabkan oleh AR
-Kanker kulit: yaitu melanoma, akibat penggunaan inhibitor TNF
-Limfoma: kanker sel darah putih. 2-3x lebih sering pada penderita AR
-Leukemia: disebabkan akibat dari terapi pengobatan AR
-Kanker payudara, dll

3. Komplikasi Kardiak (Jantung)
-1/3 penderita AR dapat mengalami efusi perikardial asimptomatik saat diagnosis
ditegakkan. Efusi pericardial: penimbunan cairan abnormal dalam rongga perikardium
-Miokarditis dapat terjadi, baik/tanpa gejala

4. Penyakit Tulang Belakang Leher
Tenosivitis pada ligamentum transversum dapat menyebabkan instabilitas sumbu atlas,
hati-hati bila melakukan intubasi endotrakeal; mungkin ditemukan hilangnya lordosis
servikal dan berkurangnya lingkup gerak leher, subluksasi C4-C5 dan C5-C6,
penyempitan celah sendi pada foto servikal lateral

14

5. Gangguan Mata
-Episkleritis: peradangan lokal sklera mata



6. Pembentukan Fistula
Terbentuknya sinus kutaneus di dekat sendi yang terkena, terhubungnya bursa dengan
kulit

7. Peningkatan Infeksi
Efek dari terapi pengobatan AR

8. Deformitas Sendi Tangan
-Deviasi ulnar pada sendi metakarpophalangeal
-Deformitas boutonniere: menyerang empat jari kiri
-Deformitas leher angsa: jari ke-3 dan ke-4 kanan
-Hiperekstensi ibu jari

9. Deformitas Sendi Lain
-Frozen shoulder: kekakuan dan nyeri pada bahu
-Kista Popliteal
-Sindrom terowongan karpal dan tarsal

10. Komplikasi Pernapasan
Nodul paru dapat bersama-sama dengan kanker dan pembentukan lesi kavitas
-Fibrosis paru akibat radang sendi
-Pleuritis

11. Nodul Reumatoid
Ditemukan pada 20-35% penderita AR, biasanya benjolan di permukan ekstensor,
ekstremitas/daerah penekanan lain, bisa juga di sklera, pita suara, sacrum

12. Vaskulitis
Terjadi kerusakan pada pembuluh darah.
-Kelainan: Artritis distal, pericarditis, neuropati perifer, dll
-Gejala: bintik merah, ada lepuhan yang berisi cairan, ruam merah keunguan



15
2.7
Pengaruh suhu terhadap nyeri sendi
Adanya gangguan fungsiolaesa, yaitu karena faktor suhu sehingga proses pembentukan energy
jadi terganggu prosesnya. Adanya gangguan energy sehingga energy tidak ada. Akibat cuaca
dingin, tubuh tidak dapat memproses energinya dengan baik seperti pembentukan enzim dan
pembakaran energy (ATP) sehingga gerakan menjadi terganggu.

ARTRITIS REUMATOID
DEFENISI
Artritis rheumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan
progresif, dimana sendi merupakan target utama. Artritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan
sistemik kronik yang dapat melibatkan banyak jaringan dan organ-kulit, pembuluh darah, paru, jantung,
dan otot, tetapi terutama mengenai sendi, menyebabkan sinovitis proliferative dan inflamatorik
nonsupuratif yang sering menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi dan ankilosis sendi
EPIDEMIOLOGI
Pada kebanyakan populasi di dunia , prevalensi AR relative konstan berkisar antara 0,5-1%. Prevalensi
yang tinggi didapatkan di Pima India dan Chippewa Indian masing-masing sebesar 5,3% dan 6,8%.
Prevalensi AR di India dan di Negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75%. Sedangkan di China,
Indonesia, dan Philipina prevalensinya kurang dari 0,4%, baik didaerah urban maupun rural. Hasil survey
yang dilakukan di jawa tengah mendapatkan prevalensi AR sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di
daerah urban. Prevalensi AR lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki
dengan rasio 3 : 1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan angka kejadian tertinggi
didapatkan pada decade keempat dan kelima.
ETIOLOGI
Faktor Genetik
Etiologi dari AR tidak diketahui secara pasti. Terdapat interaksi yang kompleks antara faktor genetic dan
lingkungan. Faktor genetic berperan penting terhadap kejadian AR, dengan angka kepekaan dan ekspresi
penyakit sebesar 60%. Hubungan gen HLA-DRB1 dengan kejadian AR telah diketahui dengan baik,
walaupun beberapa lokus non-HLA juga berhubungan dengan AR seperti daerah 18q21 dari gen
TNFRSR11A yang mengkode activator reseptor I nuclear factor kappa B (NF-kB). Gen ini berperan
penting dalam terapi AR karena aktivitas enzim sepertimethyltransferase reductase dan thiopurine
methyltransferase untuk metabolism methotrexate dan azathioprine ditentukan oleh faktor genetic.pada
kembar monosigot mempunyai angka kesesuaian untuk berkembangnya AR lebih dari 30% dan pada
orang kulit putih dengan AR yang mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 mempunyai angka
kesesuaian sebesar 80%.

16
Hormone Sex
Prevalensi AR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, sehingga diduga hormone sex
berperan dalam pekembangan penyakit ini. Pada observasi didapatkan bahwa terjadi perbaikan gejala AR
selama kehamilan. Perbaikan ini diduga karena : 1. Adanya aloantibodi dalam sirkulasi maternal yang
menyerang HLA-DR sehingga terjadi hambatan fungsi epitop HLA-DR yang mengakibatkan perbaikan
penyakit. 2. Adanya perubahan profil hormone.Placental corticotropinreleasing hormone secara langsung
menstimulasi sekresi dehidroepiandrosteron (DHEA), yang merupakan androgen utama pada perempuan
yang dikeluarkan oleh sel-sel adrenal fetus. Androgen bersifat imunosupresi terhadap respon imun selular
dan humoral. DHEA merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Estrogen dan
progesterone menstimulasi respon imun humoral. (Th2) dan menghambat respon imun selular (Th1). Oleh
karena pada AR respon Th1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesterone mempunyai efek yang
berlawanan terhadap perkembangan AR. Pemberian kontasepsi oral dilaporkan mencegah perkembangan
AR atau berhubungan dengan penurunan insiden AR yang lebih berat.
PATOGENESIS
Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial setelah adanya faktor
pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi
sel-sel endotel, yang selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular
pada jaringan synovial yang mengalami inflamsi sehingga membentuk jaringan pannus (suatu massa
sinovium dan stroma sinovium yang terdiri dari sel radang, jaringan granulasi, dan fibroblast, yang
tumbuh menutupi tulang rawan sendi dan menyebabkan erosi). Pannus menginvasi dan merusak rawan
sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase, dan fakrot pertumbuhan dilepaskan,
sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.
Peran sel T
Induksi respon sel T pada arthritis rheumatoid di awali oleh interaksi antara sel T dengan share
epitope dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptide pada antigen-presenting
cell (APC) sinovium atau sistemik. Molekul tambahan (accessory) yang diekspresikan oleh APC antara
lain ICAM-1 (intracellular adhesion molucle-1) (CD54), OX40L (CD252), inducible costimulator
(ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80) dan B7-2 (CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui
ikatan dengan lymphocyte function-associated antigen (LFA)-1 (CD11a/CD18), OX40( CD134), ICOS
(CD278), dan CD28. Fibroblast-like synoviocutes(FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam
presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated
leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2
dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta (TGF-) kebanyakan berasal dari APC
aktif, signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran Il-17.
IL-17 mempunyai efek indepeden dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF- dan IL- )
pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase, ekspresi ligan RANK/
RANK (CD265/ CD254) dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L (CD154) dengan CD40 juga
mengakibatkan aktivasi monosit/makrofag (Mo/Mac) synovial, FLS, dan sel B. walaupun pada
kebanyakan penderita AR didapatkan adanya sel T regulator CD4+CD25hi pada sinovium, tetapi tidak

17
efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin di non-aktifkan oleh TNF- synovial IL-10 banyak
didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya oada regulasi Th17 belum diketahui. Ga
Peran sel B
Peran sel B dalam immunopatogenesis AR belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah peneliti
menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B. keterlibatan sel B dalam
pathogenesis AR diduga melalaui mekanisme sebagai berikut:
1. Sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal konstimulator yang penting untukclonal
expansion dan fungsi efektor dari sel T CD4
+
.
2. Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF- dan
kemokin.
3. Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi faktor rheumatoid (RF) AR
dengan RF positif (seropositif) berhubungan dengan penyakit artikular yang lebih agresif, mempunyai
prevalensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih
tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan
presentasi antigen kepada sel Th, yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF. Selain itu
kompleks imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung
dengan reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.
4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis AR. Bukti terbaru
menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung kepada adanya sel B. berdasarkan mekanisme diatas,
mengindiaksikan bahwa sel B berperanan penting dalam penyakit AR, sehingga layak dihjadikan target
dalam terapi AR.
Sel B mature yang terpapar oleh antigen dan stimulasi TLR (Toll-like receptor ligand) akan
berdiferensiasi menjadi short-lived plasma cells atau masuk kedalam reaksi GC (germinal centre)
sehingga berubah menjadi sel B memori dan long-lived plasma cells yang dapat memproduksi
autoantibody. Autoantibodi membentuk kompleks imun yang selanjutnya akan mengaktivasi system imun
melalui reseptor Fc dan reseptor komplemen yang terdapat pada sel target. Antigen yang diproses oleh sel
B mature selanjutnya disajikan kepada sel T sehingga menginduksi diferensiasi sel T efektor utnuk
memproduksi sitokin proinflamasi, dimana sitokin ini diketahui secara langsung maupun tidak langsung
terlibat dalam destruksi tulang dan tulang rawan. Sel B mature juga dapat berdiferensiasi menjadi sel B
yang memproduksi IL-1ng0 yang dapat menginduksi respon autoreaktif sel T.
MANIFESTASI KLINIS
Awitan (onset)
Penyakit timbul secara perlahan dan samar pada lebih dan separuh pasien. Awalnya terdapat malaise,
lesu, dan nyeri muskuloskletal menyeluruh, kemudian sendi mulai jelas memperlihatkan gejala-gejala.
Kurang lebih 2/3 penderita AR, awitan terjadi secara perlahan, arthritis simetris terjadi dalam beberapa
minggu sampai beberapa bulan dari perjalanan penyakit. Kurang lebih 15% dari penderita mengalami
gejala awal yang lebih cepat yaitu antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Sebanyak 10-15%

18
penderita mempunyai awitan fulminant berupa arthritis poliartikular, sehingga diagnosis AR lebih mudah
ditegakkan. Pada 8-15% penderita, gejala muncul beberapa hari setelah kejadian tertentu (infeksi).
Arthritis sering kali diikuti oleh kekakuan sendi pada pagi hari yang berlangsung selama satu jam atau
lebih.
Manifestasi artikular
Penderita AR pada umumnya datang dengan keluhan nyeri dan kaku banyak sendi, walaupun ada
sepertiga penderita mengalami gejala awal pada satu atau beberapa sendi saja. Walaupun tanda cardinal
inflamasi (nyeri, bengkak, kemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada AR yang
kronik).
Penyebab arthritis pada AR adalah sinovitis, yaitu adanya inflamasi pada membrane synovial yang
membungkus sendi. Pada umunya sendi yang terkena adalah persendian tangan, kaki dan vertebra
servikal, tetapi persendian besar seperti bahu dan lutut juga bisa terkena. Sendi yang terlibat pada
umumnya simetris, meskipun pada presentasi awal bisa tidak simetris. Sinovitis akan menyebabkan erosi
permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi. Ankilosis tulang (destruksi sendi
disertai kolaps dan pertumbuhan tulang yang berlebihan) bisa terjadi pada beberapa sendi khususnya pada
pergelangan tangan dan kaki. Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat, demikian juga sendi
interfalang proksimal dan metakarpofalangeal. Sendi interfalang distal dan sakroiliaka tidak pernah
terlibat.
Manisfestasi Ekstraartikular
Manifestasi ekstraartikular pada umunya didapatkan pada penderita yang mepunyai titer faktor
rheumatoid (RF) serum tinggi. Nodul rheumatoid merupakan manifestasi kulit yang paling sering
dijumpai, tetapi biasanya tidak memerlukan intervensi khusus. Nodul rheumatoid umumnya ditemukan
didaerah ulna, olekranon, jari tangan, tendon Achilles atau bursa olekranon. Nodul rheumatoid hanya
ditemukan pada penderita AR dengan faktor rheumatoid positif (sering titernya tinggi) dan mungkin
dikelirukan dengan tofus gout, kista ganglion, tendon xathoma atau nodul yang berhubungan dengan
demam reumatik, lepra, MCTD, atau multicentric reticulohistiocytosis.Manifestasi paru juga bisa
didapatkan, tetapi beberapa perubahan patologik hanya ditemukan saat otopsi. Beberapa manifestasi
ekstraartikuler seperti vaskulitis dan felty syndrome jarang dijumpai, tetapi sering memerlukan terapi
spesifik.
PENATALAKSANAAN
TERAPI NON FARAMAKOLOGIK
Beberapa terapi non farmakologik telah dicoba pada penderita AR. Terapi puasa, suplementasi asam
lemak esensial, terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak ikan
(cod liver oil) bisa digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi
dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek.
Penggunaan terapi herbal, acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang meyakinkan.

19
Pembedahan harus dipertimbangkan bila : 1. Terdapat nyeri berat yang berhubungan dengan kerusakan
sendi yang ekstensif, 2. Keterbatasan gerak yang bermakna atau keterbatasan fungsi yang berat, 3. Ada
rupture tendon.
TERAPI FARMAKOLOGIK
OAINS
OAINS digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Oleh karena obat-
obat ini tidak merubah perjalanan penyakit maka tidak boleh digunakan secara tunggal. Penderita AR
mempunyai risiko dua kali lebih sering mengalami komplikasi serius akibat penggunaan OAINS
dibandingkan dengan penderita osteoarthritis. Oleh karena itu, perlu pemantauan secara ketat terhadap
gejala efek samping gastrointestinal.
Glukortikoid
Steroid dengan dosis ekuivalen dengan prednisone kurang dari 10 mg/hari cukup efektif untuk meredakan
gejala dan dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus diberikan dalam dosis minimal
karena risiko tinggi mengalami efek samping seperti osteoporosis, katarak, gejalaCushingoid, dan
gangguan kadar gula darah. ACR merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi
glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500mg dan vitamin D 400-800 IU per hari. Bila
arthritis hanya mengenai satu sendi dan mengakibatkan disabilitas yang bermakna, maka injeksi steroid
cukup aman dan efektif, walaupun efeknya bersifat sementara. Adanya artritis infeksi harus disingkirkan
sebulum dilakukan injeksi. Gejala mungkin akan kambuh kembali bila steroid dihentikan, terutama bila
diguankan steroid dosis tinggi, sehingga kebanyakanRheumatologist menghentikan steroid secara
perlahan dalam satu bulan atau lebih, untuk menghindari rebound effect. Steroid sistemik sering
digunakan sebagai bridging therapy selama periode inisiasi DMARD tersebut, tetapi DMARD terbaru
saat ini mempunyai mula keja relative.
DMARD
Pemberian DMARD haarus dipertimbangkan untuk semua penderita AR. Pemilihan jenis DMARD harus
mempertimbangkan kepatuhan, beratnya penyakit, pengalaman dokter dan adanya penyakit penyerta.
DMARD yang paling umum digunakan adalah MTX, hidroksisiklorokuin atau klorokuin fosfat,
sulfasalazin, leflunomide, infliximad dan etanercept. Sulfasalazin, hidroksisiklorokuin atau klorokuin
fosfat sering digunakan sebagai terapi awal, tetapi pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi
terapi mungkin digunakan sebagai terapi lini pertama. Banyak bukti menunjukkan bahwa kombinasi
DMARD lebih efektif dibandingkan dengan terapi tunggal.
Leflunomide bekerja secara kompetitif inhibitor terhadap enzim intraselular yang diperlukan untuk
sintesis pirimidin dalam limfosit yang teraktivasi. Leflunomide memperlambat perburukan kerusakan
sendi yang diukur secara radiologis dan juga mencegah erosi sendi yang baru 80% penderita dalam
periode 2 tahun. Antagonis TNF menurunkan kosentrasi TNF-, yang kisentrasinya ditemukan meningkat
pada cairan sendi penderita AR. Entanercept adalah suatu soluble TNF-receptor fusion protein, dimana
efek jangka panjangnya sebanding dengan MTX, tetapi lebih cepat dalam meperbaiki gejala, sering dalam
2 minggu terapi. Antagonis TNF yang lain adalah infliximad, yang merupakan chimeric IgG1 anti TNF-

20
antibody. Penderita AR dengan respon buruk terhadap MTX, mempunyai respon lebih baik dengan
pemberian infliximad dibandingkan placebo. Adalimumabuga merupakan rekombinan human IgG1
antibody, yang mempunyai efek aditif bila dikombinasi dengan MTX. Pemberian antagonis TNF
berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi, khususnya reaktivasi tuberculosis.
Anakinra adalah rekombinan antagonis reseptor IL-1. Beberapa uji klinis tersamar ganda mendapatkan
bahwa anakinra lebih efektif dibandingkan dengan placebo, baik diberikan secara tunggal maupun
dikombinasi dengan MTX. Efek sampingnya antara lain iritasi kulit pada tempat suntikan, peningkatan
risiko infeksi dan leucopenia. Ritusimab merupakan antibody terhadap reseptor permukaan sel B (anti-
CD20) menunjukkan efek cukup baik. Antibody terhadap reseptor IL-6 juga sedang dalam evaluasi.
Osteoartritis
a. Definisi osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang karakteristik dengan menipisnya rawan sendi secara
progresif, disertai dengan pembentukan tulang baru pada trabekula subkondral dan terbentuknya rawan
sendi dan tulang baru pada tepi sendi (osteofit).
b. Etiologi
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang disebut dengan osteoartritis idiopatik. Pada
kasus yang lebih jarang, osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi herediter,
perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset
usia pada osteoartritis sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini dapat
berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti halnya pada orang tua. Sebaliknya,
terdapat hubungan yang kuat antara osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki
osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi meningkat dari dibawah 5% dari orang-orang dengan usia antara
15-44 tahun menjadi 25%-30% pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia
diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas bahwa osteoartritis terjadi akibat
proses wear & tear yang normal dan kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun,
hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi,
penggunaan sendi selama hidup tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan
merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi. Meskipun akhiran itis menunjukkan bahwa
osteoartritis merupakan suatu penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti sering terjadi sinovitis, inflamasi
bukan merupakan komponen utama dari kelainan yang terjadi pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi
yang disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis merupakan sekuen retrogresif dari perubahan sel
dan matrik yang berakibat kerusakan struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi
perbaikan dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang ini, degenerasi
permukaan artikuler 2 pada osteoartritis tidak bersifat progresif, dan kecepatan degenerasi sendi
bervariasi pada tiap individu dan sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus
osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun dapat menjadi stabil atau bahkan
membaik dengan spontan dengan restorasi parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan
gejala. Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk sendi sinovial, termasuk rawan
sendi, tulang subchondral, tulang metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot otot yang bekerja

21
melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan rawan sendi, remodeling tulang subchondral,
dan pembentukan osteofit. Perubahan struktur tulang rawan sendiyang paling dini terlihat pada
osteoartritis adalah kerusakan atau fibrilasi zona superfisial sampai ke zona transisional dan violasi oleh
pembuluh darah tulang subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan bahwa kekakuan tulang
subchondral menyebabkan dan mempercepat degenerasi rawan sendi, dan progresi degenerasi kartilago
mengakibatkan kekakuan tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan bahwa kerusakan
tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang subchondral yang menyebabkan remodeling tulang.
Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral muncul pada pasien yang mengeluhkan
gejala, dan kerusakan rawan sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi sendi. Walaupun insidens
OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata proses OA bukan sekedar suatu proses wear and tear
yang terjadi pada sendi di sepanjang kehidupan.
Menurut penyebabnya dibagi atas :
1) Osteoartritis Primer jika penyebabnya tidak diketahui
2) Osteoartritis Sekunder, dapat disebabkan karena kelainan kongenital, penyakit metabolik, trauma,
inflamasi, penyakit endokrin dan degenerasi.
Menurut distribusinya dibagi atas :
1) Osteoartritis Perifer, dapat terjadi bilateral (85%) atau monoartikuler (10%). Biasanya mengenai sendi
lutut (75%), tangan dan jari-jari (60%), kaki (40%), panggul (25%), bahu (15%).
2) Osteoartritis Spinal : Biasanya mengenai daerah lumbal (30%) dan cervical (20%).
Dikatakan demikian karena beberapa hal.
1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler yang terjadi akibat proses menua berbeda
dengan yang terjadi pada rawan sendi akibat OA.
2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi percobaan berusia muda yang dirangsang
dengan berbagai trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.
c. Penyebab
Bukan tunggal, OA merupakan gangguan yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia, mekanik,
genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak dan terbelahnya
permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak
pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan
itu adalah penebalan tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan
perubahan komposisi molekular dan struktur tulang.
d. Patogenesis
1. Tulang rawan sendi.

22
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan dengan peningkatan konsentrasi air
yang mungkin disebabkan gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan
metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak berubah, tapi jaring-jaring kolagen
dapat rusak dan konsentrasi aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan matriks. Ketika kondrosit mendeteksi
gangguan atau perubahan matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan degradasi
matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan jaringan yang rusak, mempertahankan
jaringan, atau meningkatkan volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit untuk menggantikan atau
mempertahankan jaringan mengakibatkan kerusakan tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh
penurunan respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui, namun diperkirakan akibat
kerusakan mekanis pada jaringan, dengan kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit
terhadap sitokin anabolik.
2. Perubahan Tulang.
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang rawan sendi meliputi peningkatan
densitas tulang subchondral, pembentukan rongga- rongga yang menyerupai kista yang mengandung
jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling sering pada tepi sendi tempat
pertemuan tulang dan tulang rawan yang berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan densitas tulang
merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula biasanya merupakan tanda awal
dari penyakit degenerasi sendi pada tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga rongga
terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan. Pada stadium akhir dari penyakit,
tulang rawan sendi telah rusak seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini
berartikulasi dengan permukaan tulang "denuded" dari sendi lawan. Remodeling tulang disertai dengan
kerusakan tulang sendi rawan mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan
ketidakstabilan tungkai yang terlibat. Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti
dengan perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan metafiseal. Permukaan yang keras,
fibrous, dan kartilaginis ini biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul pada
permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler).
Tonjolan tulang intraartikuler yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami degenerasi disebut
osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang
rawan sendi yang normal dan dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi. Pada sendi
superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan, membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi
digerakkan. Tiap sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di sendi panggul,
osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan
osteofit sepanjang tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada pasien dengan
penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit merupakan respon terhadap proses degerasi tulang
rawan sendi dan remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik yang menstimulasi
proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik kartilageneus.
3. Jaringan Periartikuler.

23
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder dari synovium, ligamen, kapsul,
serta otot yang menggerakan sendi yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi
ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang rawan sendi.Semakin lama ligamen,
kapsul dan otot menjadi contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM mengakibatkan
atropi otot. Perubahan sekunder ini sering mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.

e. Faktor resiko
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor resiko osteoartritis sedangkan usia
merupakan faktor resiko yang paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi kemampuan sendi
memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas,
atau alignment dan displasia sendi dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak permukaan sendi
tulang rawan.
1. Usia Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini mensintesis aggrecans yang
lebih kecil dan protein penghubung yang kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan
agregat proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan sintesis menurun dengan
bertambahnya usia, dan mereka kurang responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang mekanik.
2. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang. Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovial
yang normal dilakukan melalui penggunaan sendi yanng teratur dalam aktivitas sehari-hari. Namun,
beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan
degeneratif pada sendi.
3. Riwayat Penyakit Penelitian longitudinal menunjukkan bahwa selama beberapa puluh tahun,
pemeriksaan radiologi pasien dengan osteoartritis sendi panggul dan lutut, tidak berkembang pada 1/3
sampai 2/3 pasien. Tidak terdapat hubungan kuat antara perubahan radiografik dan klinis. Faktor lain
yang sukar dinilai adalah hubungan antara derajat degenerasi sendi dengan gejala yang ditimbulkannya.
Meskipun gejala osteoartritis utama yaitu nyeri dan kekakuan sendi, muncul dari degenerasi sendi, tingkat
keparahan kerusakan tulang rawan tidak memiliki korelasi kuat dengan tingkat keparahan gejala. Pasien
dengan degenerasi sendi yang berat dapat merasakan nyeri yang minimal dan ruang gerak yang luas, dan
sebaliknya. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk membedakan riwayat klinis dan riwayat penyakit.
Tabel 1.2. Faktor resiko dari penyakit nyeri sendi
Factor Resiko OA RA GOUT
Umur (+) (-) (+)
Jenis kelamin
Wanita : Pria
W>P 3:1 W<P

24
Kegemukan dan
Penyakit metabolik
(+) (-) (+)
Cedera sendi (+) (-) (-)
Factor-faktor lain

Faktor resiko lainnya yang dapat meneybabkan nyeri pada sendi
a. Umur. Osteoartritis biasanya terjadi pada manusia usia lanjut, jarang dijumpai penderita
osteoartritis yang berusai di bawah 40 tahun.
b. Kelamin. Wanita memiliki kecenderungan menderita osteoartritis lebih besar. Belum diketahui
mengapa.
c. Cacat tulang. Beberapa kasus orang lahir dengan kelainan engsel tulang akan lebih besar
kemungkinan mengalami osteoartritis
d. Cidera engsel. Cedera yang terjadi karena aktifitas seperti olah raga atau kegiatan lain juga
meningkatkan resiko terkena osteoartritis ini.
e. Obesitas. Membawa beban lebih berat akan membuat engsel sambungan tulang bekerja lebih berat,
ditengarai memberi andil terjadinya osteoartritis.
f. Penyakit lain. Encok dan rematik juga dianggap memberi kontribusi pada timbulnya osteoartritis.
4. Jenis pemeriksaan yang dilakukan pada penderita osteoartritis
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini berupa Krepitasi, perubahan bentuk (deformitas ) sendi yang permanen, serta
perubahan gaya berjalan.
b. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik (radiographis) diharapkan didapatkan ciri-ciri :
1. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris.
2. Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subchondral.
3. Kista tulang
4. Osteofit pada pinggir sendi
5. Perubahan struktur anatomi sendi
c. Pemeriksaan laboratorium

25
Pada Osteoartritis yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas,
plesmolisis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000) dan peningkatan
protein. Jadi dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan suatu diagnosis yang benar.
d. Pemantauan progresivitas
Terdapat 3 cara utama untuk memantau progresivitas dan outcome Osteoartritis :
1. Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien.
2. Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi terserang.
3. Pengukuran proses penyakit yang dinyatakan dengan perubahan metabolism atau perubahan
kemampuan fungsional dari rawn sendi artikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya.
e. Medikamentosa
a. Lini Pertama
Pengobatan OA yang ada saat ini barulah bersifat simptomatik dengan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dikombinasi dengan program rehabilitasi dan proteksi sendi. Pada stadium lanjut dapat
dipikirkan berbagai tindakan operatif. Pengetahuan tentang patogenesis OA mendorong para peneliti
untuk mengembangkan obat-obatan yang dapat menghambat perjalanan/progresivitas penyakit yang
disebut sebagai Disease-Modifying Osteoarthritis Drugs (DMOA), sayang hingga saat ini obat tersebut
masih dalam taraf penelitian. Tabel . Obat-obatan pada Penatalaksanaan OA Pengobatan simptomatik (*
dalam penelitian) Short acting Obat antiinflamasi non steroid Analgetik non-antiinflamasi (opioid, non-
opioid) Antispasmodik Long acting Depokortikosteroid infra-artikuler Asam hialuronat infra-artikuler*S-
adenosilmetionin (SAM)* Kondroitin-sulfat oral* Glukosamin-sulfat (Dona)* Orgotein intra-artikuler*
Diacerhein* Avocado/soy nonsaponifiables* Disease Modifying Osteoarthritis Drugs (* dalam penelitian)
Tetrasiklin* Glycosaminoglycan polysulfuric acid (GAPS)* Glycosaminoglycan peptide complexes*
Pentosan polysulfate* Growth factors dan sitokin (TGF-()* Tetapi genetik* Transplantasi stem cell den
Osteochondral Graft*
b. Lini Kedua
Penggunaan nutrisi seperti glukosamin dan chondroitin sulfat msih controversial, pada penelitian masih
belum menunjukkan hasil yang bagus. Injesi articular : - Dengan kortikosteroid, dapat menurunkan rasa
sakit pada jangka waktu yang pendek - Dengan asam hialuronat dapat menurunkan sedikit rasa sakit
Pemberian opioid dapat digunakan pada pasien dengan rasa sakit yang sangat berat dan pasien yang tidak
kooperatif. 10
Pembedahan :
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint :
1. Realignment osteotomi Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat
tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair

26
2. Arthroplasty Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.
Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density polyethylene. Macam-
macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis : a) Partial replacement/unicompartemental b) High tibial
osteotmy : orang muda c) Patella &condyle resurfacing d) Minimally constrained total replacement :
stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan. e) Cinstrained joint
: fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability.
Indikasi total knee replacement
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Instability
4. Akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis Kontraindikasi :
1. Non fungsi otot ektensor
2. Neuromuscular dysfunction
3. Infection
4. Neuropathic Joint
5. Prior Surgical fusion Komplikasi :
a. Deep vein thrombosis
b. Infeksi
c. Loosening
d. Problem patella ; rekuren sublukssasi/dislokasi, loosening prostetic component, fraktur, catching
soft tissue
e. Tibial tray wear.
f. Peroneal palsy .
Gout
Gout merupakan sekelompok penyakit yang gejala utamanya disebabkan oleh penimbunan
Kristal urat didalam jaringan ikat atau nefrolitiasis asam urat. Penimbunan asam urat sering terjadi pada
penyakit-penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal yang menyebabkan peningkatan asam urat
plasma (hiperurisemia).
Gout terbagi atas 2 yaitu :

27
1. Gout primer, dimana menyerang laki-laki usia degenerative, dimana meningkatnya produksi asam
urat akibat pecahan purin yang disintesis dalam jumlah yang berlebihan didalam hati. Mengapa disintesis
dalam jumlah yang berlebihan? Karena kurangnya pengaturan 5-fosforibosil-1-pirofosfat (PRPP)
aminotransferase, yang dimana fungsinya mengkatalisis langkah pertama sintesis purin.
2. Gout sekunder, terjadi pada penyakit yang mengalami kelebihan pemecahan purin menyebabkan
meningkatnya sintesis asam urat. Contohnya pada pasien leukemia.

Efek penimbunan asam urat
Ada dua bentuk Kristal Na+ urat yang dapat ditimbun :
1. Arthritis gout akut disebabkan oleh Na+ urat didalam membrane synovial sendi. Sendi
metatarsophalangeal (ibu jari) terkena pada 85% kasus. Mikrokristal urat mengaktivasi kinin, bersifat
kemotaktik untuk neutrofil dan menghasilkan peradangan yang sangat akut. Mikrokristal ditandai dengan
bentuk yang menyerupai jarum.
2. Arthritis gout kronik, merupakan akibat penimbunan Na+ urat sebagai massa amorf besar yang
diketahui sebagai tofi. Tofi sering terjadi pada kartilago, telingan dan sekitar sendi.
Pada keadaan normal kadar urat serum pada laki-laki mulai meningkat setelah pubertas. Pada perempuan
kadar asam urat tidak meningkat sampai setelah menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam
urat melalui ginjal. Setelah menopause, kadar urat serum meningkat seperti pria.
Gout jarang ditemukan pada perempuan.sekitar 95% kasus adalah pada laki-laki. Gout dapat
ditemukan diseluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada prevalensi familial dalam penyakit gout yang
mengesankan suatu dasar genetic dari penyakit ini. Namun, sejumlah factor yang agak mempengaruhi
timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan dan gaya hidup.
Pembagian stadium pada penyakit Gout.

1. Stadium hiperurisemia asimtomatik
Nilai normal asam urat serum pada laki-laki adalah 5,1 kurang kebih 1,0 mg/ dl, dan pada perempuan
adalah 4,0 kurang 1,0 mg/dl. Nilai-nilai ini meningkat sampai sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan
gout. Dalam tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan asam urat serum.
Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlajut menjadi serangan gout akut.
2. Stadium artritis Gout Akut
Pada tahap ini terjadinya awitan mendadak pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada ibu
jari kaki dan sendi metatarsalfalangeal. Arthritis bersifat monoartikular dan menunjukkan tanda-tanda
peradangan local. Mungkin terdapat demam dan penigkatan jumlah leukosit. Serangan dapat dipicu oleh
pembedahan, trauma, obat-obatan, alcohol, atau stress emosional. Tahap ini biasanya mendorong pasien

28
untuk mencari pengobatan segera. Sendi-sendi lain dapat terserang, termasuk sendi jari-jari tangan dan
lutut, mata kaki, pergelangan tangan, dan siku. Serangan gout akut biasanya pulih tanpa pengobatan,
tetapi dapat memakan waktu 10 sampai 14 hari. Perkembangan dari serangan gout akut umumnya
mengikuti serangkaian peristiwa sebagai berikut. Mula-mula terjadi hipersaturasi dari urat plasma dan
cairan tubuh. Selanjutnya diikuti oleh penimbunan didalam sekeliling sendi-sendi. Mekanisme terjadinya
kristalisasi urat setelah keluar dari serum masih belum jelas dimengerti. Serangan gout seringkali terjadi
sebuah trauma local atau rupture toffi( timbunan natrium urat), yang mengakibatkan peningkatan cepat
konsentrasi asam urat local. Tubuh mungkin tidak dapt mengatasi peningkatan ini dengan baik, sehingga
terjadi pengendapan asam urat diluar serum. Kristalisasi dan penimbunan asam urat akan memicu
serangan gout. Kristal-kristal asam urat memicu respon fagositik oleh leukosit, sehingga leukosit
memakan Kristal-kristal urat dan memicu mekanisme respon peradangan lainnya. Respon peradangan ini
dapat dipengaruhi oleh lokasi dan banyaknya timbunan Kristal asam urat. Reaksi peradangan dapat
meluas dan bertambah sendiri, akibat dari penambahan timbunan Kristal serum.

3. Stadium interkritik
Tidak terdapat gejala-gejala pada masa ini, yang dapat belangsung dari beberapa bulan sampai tahun.
Kebanyakan orang mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari satu tahun jika diobati.
4. Stadium gout kronik
Timbunan asam urat yang bertambah dalam beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan
kronik akibat Kristal-kristal asam urat mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku juga pembesaran dan
penonjolan sendi yang bengkak. Serangan akut atritis gout dapat terjadi dalam tahap ini tofi terbentuk
pada masa kronik akibat insolubilitas relative asam urat. Awitan dan ukuran tofi secara proporsional
mungkin berkaitan dengan kadar asam urat serum. Bursa olekranon tendo Achilles permukaan extensor
lengan bawah bursa infrapatellar dan heliks telinga adalah tempat-tempat yag sering dihinggapi
tofi.secara klinis ini mungkin sulit dibedakan dengan nodul reumatik. Pada masa kini tofi jarang terlihat
dan akan menghilang dengan terapi yang tepat.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga ekskresi asam urat bertambah buruk. Kristal-kristal asam urat dapat
terbentuk DDALAM interstitum medulla papilla dan pyramid, sehingga ginjal asam urat juga dapat
terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout. Batu biasanya berukuran kecil bulat dan tidak terlihat pada
pemerikasaan radiografi.
Berikut tanda-tanda ditegakkanya diagnosis pada penyakit gout :
- Peradangan memuncak dalam sehari
- Serangan artritis akut lebih dari satu kali
- Atritis pada satu sendi
- Kemerahan pada satu sendi
- Nyeri atau pembengkakan pada nyeri kaki

29
- Serangan ibu jari kaki pada satu sisi
- Serangan sendi kaki satu sisi
- Dugaan adanya toffi
- Hiperurisemia
Patofisiologi dan patomekanisme dari penyakit tersebut:
Pengobatan Gout bergantung pada tahao penyakitnya. Hiperurisemia asimtomatik biasanya tidak
membutuhkan pengobatan. Serangan akut arthritis gout diobati dengan obat-obatan anti inflamasi
nonsteroid atau kolkisin. Obat-obat ini diberikan dalam dosis tinggi atau dosis penuh untuk mengurangi
paradangan pada sendi. Kemudian dosis ini diturunkan secara bertahap dalam beberapa hari.
Pengobatan gout kronik adalah berdasarkan usaha untuk menurunkan produksi asam urat atau
meningkatkan ekskresi asam urat. Obat alopurinol menghambat pembentukan asam urat dari
prekursornya ( xantin dan hipoxantin ) dengan menghabat enzim xantin oksidase. Obat ini dapat diberikan
dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali sehari.
Obat obatan urikosurik dapat meningkatkan ekskresi asam uarat dengan menghambat reabsorpsi tubulus
ginjal. Supya agen-agen urikosurik ini dapat bekerja dengan efektif dibutuhkan fungsi ginjal yang
memadai. Kreatinin klirens perlu diperiksa untuk menentukan ginjal (normal adalah 115 sampai 120
ml/menit). Probenesid dan sulfinpirazon adalah dua jenis agen urikosurik yang banyak dipakai. Jika
seorang pasien menggunakan agen urikosurik yang banyak dipakai. Jika seorang pasien menggunakan
agen urikosurik ia memerlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500ml/hari agar dapat menigkatkan
ekskresi asam urat. Semua produk aspirin harus dihindari, Karena menghambat kerja urikosurik obat-
obat itu. Perubahan diet yang ketat biasanya tidak diperlukan dalma pengobatan Gout.
Menghindari makanan tertentu yang dapat memicu serangan mungkin dapat membantu seorang pasien,
tetapi biasanya diketahui dengan mencoba-coba sendiri, yang berbeda-beda bagi tiap-tiap orang. Yang
pasti, makanan yang mengandung purin yang tinggi dapat menimbulkan persoalan. Makanan ini termasuk
daging dari alat-alat dalaman seperti hepar, ginjal, pangkreas dan otak, dan demikian pula beberapa
macam daging olahan. Minum alcohol berlebihan juga dapat memicu serangan.
- Patomekanisme penyakit Gout
Banyak factor yang berperan pada mekanisme serangan arthritis pirai akut. Beberapa di antaranya yang
sudah diketahui peranannya adalah konsentrasi asam urat darah, pH,suhu dan susunan protein pada
tempat terjadinya presipitasi. Sudah diketahui pula bahwa stu fraksi proteoglikan tulang rawan dapat
menaikkan kelarutan asam urat jaringan, tetapi sebaliknya bila tidak terdapat factor tersebut akan
mempermudah timbulnya kristalisasi.
Mekanisme serangan Gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara berurutan :
1. Presipitasi Kristal monosodium urat

30
Paendapat bahwa presipitasi Kristal monosodium urat merupakan proses awal serangan arthritis pirai akut
sudah diterima secara umum. Presipitasi Kristal monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila
konsentrasi dalam plasma lebih dari 9mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan sinovium,jaringan para-
artikular misalnya bursa,tendon dan selaputnya. Kristal urat yang bermuatan negative akan dibungkus
(coated) oleh berbagai macam protein. Pembungkusan dengan IgG akan merangsang neutrofil untuk
berespons terhadap pembentukan Kristal.
2. Respons leukosit polimorfonukler (PMN)
Pembentukan Kristal menghasilkan factor kemotaksis yang menimbulkan respons leukosit PMN dan
selanjutnya akan terjadi fagositosis Kristal oleh leukosit.
3. Fagositosis
Kristal difagositosis oleh leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya, membrane vakuol disekeliling
Kristal bersatu dengan membrane leukosit lisosom.
4. Kerusakan lisosom
Mekanisme selanjutnya terjadi kerusakan lisosom.sesudah selaput Kristal protein dirusak, terjadi ikatan
hydrogen antara permukaan Kristal membrane lisosom. Peristiwa ini menimbulkan robekan membrane
lisosom dan pengelepasan enzim-enzim dan oksida radikal kedalam sitoplasma
5. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan synovial yang
mengakibatkan kenaikan intensitas respon inflamasi dan kerusakan jaringan.
6. Komplikasi yang timbul dari penyakit Gout

Pada radang sendi asam urat a/ gout atritis, diakibatkan karena sifat kimia asam urat cenderung
berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat longgar.
Hiperurisemia pada ginjal ada 3 komplikasi:
1.Berupa batu ginjal sekitar 10-25% dengan gout primer.
2.Gangguan ginjal akut dan kronis dan penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal dapat
menyebabkan gangguan ginjal kronik.
7. Pengobatan yang boleh dilakukan dengan penyaki Gout.
- Serangan akut atritis
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan nyeri dan keredangan secepatnya dan obat-obatan yang
mengatasi episode gout akut bekerja untuk menekan peradangan akut, berbeda dengan stadium interkritik

31
dan kronik(Antiinflamasi non steroid, dan kolkisin) dengan dosis tinggi mengurangi peradangan akut
sendi. Kemudian diturunkan secara berlahan.
- Serangan kronik (obat alpurinol); menghambat pemb. AU tepatnya pada enzim xantin oksidase.
- Jenis urikosurik (probenesid dan sulfinpirazon) meningkatkan eksresi asam urat
Dan juga pengobatan tergantung stadium :
Stadium akut (HU)
- OAINS (indometasin)
- Kolkisin
- Kortikosteroid lokal
Belum diberi obat penurun asam urat
Stadium interkritik :
Obat penurunan asam urat:
- Alopurinol
- Obat urikosurik
- Kolkhisin untuk pencegahan
Diet rendah purin
Stadium kronik :
Sama dengan stadium interkritik
Operasi terbatas
- Pengobatan non-medicine
Edukasi yaitu penerangan pada pasien untuk mengindari pekerjaan yang membebani sendi.
Latihan atau fisioterapi yaitu dengan melatih otot penopang tubuh untuk mengambil alih sendi.
Medicinal yaitu dengan penghilangan peradangan dan penurunan asam urat.
Diet
8. Pencegahan Nyeri Sendi
1. Mempelajari cara-cara praktis relaksasi
2. Menjaga keseimbangan antara istirahat dan aktivitas

32
3. Berolahraga secara teratur
4. Biasakan sikap tubuh yang baik
5. Melindungi persendian
6. Mengurangi berat badan (BB)
7. Hindari kursi dan kasur yang terlalu empuk
8. Tidak mengusung beban dengan cara digendong dan dipanggul
Pemeriksaan yang mendukung diagnosis :
1. Darah perifer lengkap : hemoglobin, meningkatnya leukosit, dan meningkatnya trombosit
Factor Reumatoid (RF) : Positif
Laju endap darah (LED) : Positif dan meningkat >30mm/jam
C-reactive protein (CRP) : Positif dan umumnya menigkat sampai >0,7 picogram/ml

2. Fungsi hati dan ginjal
Pemeriksaan ini direkomedasikan tapi pemeriksaan ini hanya membantu dalam pemilihan terapi.

3. Anti RA33
Ini merupakan pemeriksaan lanjutan apabila RF dan anti CCP menunjukan hasil negative (-).
Untuk membedakan penderita AR yang mempunyai prognosis buruk.

4. Pemeriksaan pencitraan (imaging) untuk menilai AR
Foto polos : membantu dalam mennetukan prgonisis, menilai kerusakan sendi dan bila diperlukan
pembedahan
MRI : mendeteksi adanya erosi lebih awal

5. Anti CCP
Berkolerasi dengan perburukan penyakit, sensitiftasnya menigkat bila dikombinasi dengan
pemeriksaan RF.

Prognosis
Buruk, dikarenakan AR yang menyerangnya dibiarkan 1tahun dengan waktu yang lama tersebut maka
kerusakan sendi dan deformitas semakin parah. Predictor lainnya meliputi : skor funsional yang rendah,
melibatkan banyak sendi, nilai CRP dan LED tinggi, RF dan anti CCP positif, serta perubahan radiologis
pada awal penyakit.




33
2.8
Tindakan promotif pada penyakit nyeri sendi:
-Memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada pasien, keluarganya, dan siapa saja
yang berhubungan dengan pasien.
-Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi, penyebab dan prognosis
pada penyakit ini.
-Bantuan dapat diperoleh dari klub penderita, badan-badan kemasyarakatan, dan dari orang-orang
lain yang juga menderita penyakit ini.
Tindakan preventif pada penyakit nyeri sendi:
-Mengkonsumsi makanan yang bergizi. Beberapa suplemen makanan juga dapat digunakan untuk
mencegah penyakit ini.
-Rutin Olahraga. Karena dengan berolahraga dengan rutin, ini akan membuat sendi dan otot
selalu bergerak dan menjadi lebih lentur. Olahraga yang cocok untuk melatih sendi adalah dengan
berlari, namun usahakan untuk dilakukan secara bertahap.
-Banyak konsumsi asam lemak Omega 3. Ini lebih kepada penderita nyeri sendi, karena
kandungan Omega 3 tersebut dapat mengurangi pembengkakan dan juga rasa kaku yang dialami
oleh sendi. Untuk mendapatkan zat Omega 3 ini bisa diperoleh dari ikan-ikan segar khusus nya
ikan salmon, sarden, dan juga makarel. Selain ikan, Omega 3 bisa didapat dari kacang kenari dan
juga minyak ikan.
-Hindari Merokok. Merokok di sini merupakan hal utama yang menyebabkan terjadi nya sakit
nyeri sendi.
-Perbanyak makan sayur dan buah. Seperti yang sudah di informasikan di atas, bahwa konsumsi
buah dan sayuran sangat bagus baik untuk mencegah dan juga sebagai obat nyeri sendi. Selain
nyeri sendi, konsumsi buah dan sayur itu dapat mengurangi resiko terkena osteoporosis pada
tulang dan sendi.
-Konsumsi jahe. Di dalam jahe terdapat kandungan yang bagus untuk sendi dan tulang.
Kandungan tersebut berupa bahan kimia yang mirip dengan obat anti inflamasi yang berguna
untuk mengobati dan mencegah penyakit nyeri sendi. Baiknya menggunakan jahe ini dalam
sebuah makanan dan juga minuman untuk mencegah datangnya penyakit nyeri sendi.
-Konsumsi dengan cukup vitamin C. Ini juga ditujukan kepada penderita nyeri sendi, karena
vitamin C memiliki kandungan yang sangat bagus untuk tulang dan sendi. Vitamin C ini dapat
diperoleh dengan banyak mengkonsumsi buah-buahan seperti jeruk, nanas, stroberi, dan
sebagainya. Sayuran juga banyak yang mengandung vitamin C diantara nya kembang kol,
brokoli, kacang merah, dan kubis.

34
Tindakan kuratif pada penyakit nyeri sendi:
-Istirahat di tempat tidur pada pemasangan gips. Pemasangan gips dilakukan agar sendi tidak
berubah bentuk dan posisi.
-Fisioterapi untuk menghilangkan nyeri, menjaga sendi masih digerakkan dan mempertahankan
kekuatan otot disekitar sendi.
-Mengkonsumsi obat obat-obat anti-inflamasi non-steroid sering dipakai untuk menghilangkan
nyeri dan mengontrol sinovitis.
-Mengkonsumsi obat-obat analgetik seperti Aspirin, asetaminofen, ibuprofen biasanya cukup
untuk menghilangkan nyeri.
-Latihan-latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
-Kompres panas pada sendi-sendi yang sakit dan bengkak dapat mengurangi nyeri.
Tindakan rehabilitatif pada penyakit nyeri sendi:
-Evaluasi pola bekerja dan aktivitas sehari-hari membantu untuk menghilangkan segala kegiatan
yang meningkatkan tegangan berat badan pada sendi yang sakit.
-Pemakaian tongkat atau alat pembantu berjalan dapat mengurangi berat badan yang harus
ditanggung oleh sendi lutut dan panggul secara cukup.













35
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan kelompok kami mengenai scenario 3 ini, telah kami simpulkan bahwa
penyakit yang diderita oleh Ny. Mirna yang berusia 39 tahun, yaitu Artritis Reumatoid. Karena
berdasarkan gejala-gejalanya seperti keluhan nyeri pada jari-jari tangan kanan dan kiri, nyeri
sudah dirasakan sejak 1 tahun yang lalu hilang timbul terutama bila cuaca dingin dan pagi hari.
Pagi hari jari-jari tangan juga sering terasa kaku. Selain itu, juga berdasarkan pembahasan
mengenai Artritis Reumatoid yang telah kami bahas di laporan ini gejalanya sama dengan
penyakit yang diderita oleh Ny. Mirna.

3.2 SARAN
Untuk mengurangi penyakit Artritis Reumatoid yang diderita oleh Ny. Mirna, Ny. Mirna dapat
melakukan terapi non-farmakologik. Diantaranya yaitu, terapi puasa, suplementasi asam lemak esensial,
terapi spa dan latihan, menunjukkan hasil yang baik. Pemberian suplemen minyak ikan (cod liver oil) bisa
digunakan sebagai NSAID-sparing agents pada penderita AR. Memberikan edukasi dan pendekatan
multidisiplin dalam perawatan penderita, bisa memberikan manfaat jangka pendek. Penggunaan terapi
herbal, acupuncture dan splinting belum didapatkan bukti yang meyakinkan.
Yang kedua terapi farmakologik, yaitu berupa OAINS, Glukortikoid, DMARD.









36
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hal, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Ganong, W.F., 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses proses penyakit. EGC.Jakarta
T. Edward Stephanus.Dr.DR,DKk,2009 Ilmu Penyakit Dalam Jilid III balai penerbit FKUI : Jakarta.
Hal 2556-2560

You might also like