Professional Documents
Culture Documents
1
= 1-
........................................ (2.1)
dimana :
I
e
=
e
. VOD = impedansi bahan peledak
11
I
r
=
r
. C = impedansi batuan
r
= density batuan
VOD = kecepatan detonasi bahan peledak
C = kecepatan rambat suara
Jika impedansi batuan mendekati impedansi bahan peledak, maka faktor
impedansi akan mendekati harga 1, akan tetapi pada umumnya selalu lebih
kecil dari 1. Ini artinya bahwa tidak semua energi yang dihasilkan akan
diteruskan ke batuan.
b. Faktor coupling (
2
)
Faktor coupling dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:
2
=
--
.............................................. (2.2)
dimana e diambil sebesar 2,72 yaitu lim
n
(
n
)
n
Berdasarkan persamaan di atas, maka secara matematis
2
akan mendekati
haga jika
c
mndkti haga
f
.
Dari uraian diatas, maka hubungan di antara keduanya secara matematis dapat
dinyatakan dengan:
.............................................. (2.3)
dimana:
*
= energi yang diteruskan ke batuan
1
= faktor impedansi
2
= faktor coupling
= energi peledakan
12
2.4.2 Rock Fracture Insitu
Rock fracture insitu adalah idealisasi model batuan yang terpisahkan dari massa
induknya akan tetapi tetap berada pada kondisi awalnya. Energi elastic potensial
yang terkandung dalam 1 m
3
batuan dengan modulus elastisitas E dan kuat Tarik
adalah:
p
=
............................................. (2.4)
dimana:
p
= energi elastik potensial
E = modulus elastisitas batuan
tr
= kuat tarik batuan
2.5. USAHA
Usaha adalah besarnya gaya yang bekerja pada suatu benda sehingga benda
tersebut mengalami perpindahan. Jika gaya dilambangkan dengan F dan perpindahan
dengan s maka secara matematika usaha dapat dituliskan menjadi :
W = F.s .................................................. (2.5)
dimana :
W = Usaha (Joule)
F = Gaya (N)
s = Perpindahan (m)
Selain pengertian di atas jika dihubungkan dengan energi maka usaha dapat
didefinisikan sebagai besarnya perubahan energi yang digunakan, sehingga selain
persamaan diatas, usaha juga dapat dirumuskan :
13
W = ................................................. (2.6)
dimana:
W = Usaha (Joule)
E = Energi
2.6. KEGIATAN PEMBORAN
Kegiatan pemboran merupakan tahapan yang dilakukan sebelum melakukan
kegiatan peledakan. Hal yang penting untuk diketahui pada pemboran adalah geometri
pemboran. Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang ledak,
kemiringan lubang ledak, dan pola pemboran.
a. Diameter Lubang Bor
Penentuan diameter lubang bor memperhatikan volume massa batuan yang
akan dibongkar, tinggi jenjang, konfigurasi isian, tingkat fragmentasi yang
diinginkan, alat bor yang digunakan dan kapasitas alat muat yang digunakan
untuk kegiatan pemuatan material hasil bongkaran. Untuk diameter lubang bor
yang terlalu kecil, faktor energi yang dihasilkan akan berkurang dan tidak cukup
kuat untuk proses pembongkaran. Untuk lubang bor yang terlalu besar,
fragmentasi yang dihasilkan akan buruk.
b. Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang. Untuk
mendapatkan lantai jenjang yang rata maka kedalaman lubang ledak harus
lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan dari kedalaman ini disebut
subdrilling.
c. Kemiringan Lubang Ledak
Kemiringan pemboran ada dua, yaitu pemboran tegak dan pemboran miring
(Gambar 2.2).
14
Gambar 2.2 Perbandingan Antara Lubang Ledak Miring dan Tegak (Tamrock,
1988)
Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin
keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri
peledakan. Lubang ledak yang dibuat tegak, bagian lantai jenjang akan
menerima gelombang tekan yang lebih besar, sehingga cenderung
menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang. Hal ini dikarenakan gelombang
tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pada lantai jenjang. Sedangkan lubang ledak yang dibuat miring,
akan membentuk bidang bebas yang lebih luas sehingga akan mempermudah
proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar
dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil.
d. Pola Pemboran
Pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya mengunakan
tigaa macam pola pemboran (Gambar 2.3), yaitu pola pemboran segi empat
(square pattern), pola pemboran persegi panjang (rectangular pattern) dan
pola pemboran selangseling (staggered pattern).
15
Pola pemboran segi empat atau peregi panjang adalah pola pemboran yang
penempatan lubang ledak antara baris satu dan baris berikutnya sejajar dan
membentuk segi empat atau persegi panjang, sedangkan pola pemboran
selang-seling (staggered pattern) adalah pemboran yang penempatan lubang
ledak pada baris pertama yang berurutan tidak saling sejajar.
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang paling umum,
karena paling mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus dalam
meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan, maka menggunakan pola
pemboran selang seling lebih efektif.
Gambar 2.3 Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pemboran (Orica,1998)
Penggunaan pola pemboran sejajar masih terdapat area yang tidak terkena
efek peledakan, sehingga akan berdampak banyaknya boulder yang dihasilkan.
Sebaliknya, pola selang seling area peledakan ter-cover secara menyeluruh.
2.7. GEOMETRI PELEDAKAN
Geometri peledakan berguna untuk mengontrol hasil peledakan dan efek
peledakan. Jika geometri peledakannya baik maka akan menimbulkan efek yang baik
16
pula, fragmentasi batuan yang sesuai dengan ukuran alat peremuk dan jumlah
bongkah yang minimum. Dengan geometri yang baik maka akan mengurangi adanya
boulder dan batu terbang (fly rock) sehingga para pekerja dan peralatan mekanis yang
berada di lokasi peledakan akan lebih aman.
Parameter geometri peledakan dalam operasi peledakan adalah burden, spasi,
subdrilling, stemming, kedalaman lubang ledak dan panjang kolom bahan peledak
(Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Geomerti Peledakan (Dyno Nobel, 2011)
1. Burden
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas
terdekat. Burden yang terlalu kecil menyebabkan terjadi flyrock, airblast dan
fragmentasi batuan yang dihasilkan relatif tidak seragam, sedangkan burden
yang terlalu besar akan menyebabkan terjadi backbreak dan kerusakan pada
dinding jenjang (Gambar 2.5).
17
Gambar 2.5 Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan (Suseno, 2004)
2. Spasi
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di
dalam satu baris (row).
3. Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah rencana
lantai jenjang.
4. Stemming
Stemming adalah bagian penutup lubang tembak yang diisi dengan
material. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan
mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan
energi yang maksimal.
5. Charge Length
Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak.
2.8. POWDER FACTOR
Powder factor (PF) adalah bilangan yang menyatakan jumlah bahan peledak
yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Ada 4 cara untuk menyatakan PF
18
dari suatu peledakan:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3)
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton)
c. Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg)
d. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg)
Angka PF dapat diketahui jumlah konsumsi bahan peledak yang digunakan
untuk memecahkan sejumlah batuan. Untuk menghitung powder factor harus diketahui
beberapa parameter berikut :
W = A.L.dr (ton) ............................................ (2.7)
E = de.PC. N (kg) ......................................... (2.8)
PF = W/E ( ton/kg) ......................................... (2.9)
Keterangan :
dr = Density rock (t/m
3
)
W = Batuan atau material yang diledakkan (ton)
A = Luas daerah yang diledakkan (m
2
)
L = Tinggi jenjang (m)
N = Jumlah lubang bor
de = Loading density (kg/m)
PC = Panjang kolom isian (m)
Tabel 2.2 Powder Factor Peledakan Untuk Beberapa Tipe Batuan (Dyno Nobel,2010)
Rock Type Powder Factor (kg/m
3
)
Hard 0.7-0.8
Medium 0.4-0.5
Soft 0.25-0.35
Very Soft 0.15-0.25
19
2.9. ANALISIS KUZ-RAM
Model Kuz Ram merupakan gabungan dari persamaan Kuznetsov (1971) dan
persamaan Rossin Rammler (1933). Persamaan Kuznetsov memberikan ukuran
fragmen batuan rata rata dan persamaan Rossin Ramler menentukan presentase
material yang tertampung di ayakan dengan ukuran tertentu. Persamaan Kuznetsov
(1971) yang digunakan adalah persamaan yang telah dimodifikasi oleh Cunningham
(1983). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut (Mathis, J.I., 2001):
X = RF
o
-
.......................... (2.10)
dimana :
RF = Rock Factor
Vo = Volume Batuan (B x H x S) m
3
Qe = Massa bahan peledak per lubang tembak (kg)
E = RWS bahan peledak
Untuk menentukan distribusi fragmen batuan hasil peledakan, digunakan
persamaan Rossin Rammler (1933).
Y = 100(1
-
n
......................................... (2.11)
dimana:
Y = Presentase massa batuan yang lolos dengan ukuran X (cm)
Xc = Karakteristik ukuran (cm)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = Indeks keseragaman
Xc dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
20
Xc =
n
............................................ (2.12)
Indeks n adalah indeks keseragaman yang dikembangkan oleh Cunningham
(1978) dengan menggunakan parameter dari desain peledakan. Indeks keseragaman
(n) ditentukan dengan persamaan:
n = [2,2 14
] [1 -
W
] [1 + (
-
)] [
] ............................. (2.13)
dimana:
B = Burden
D = Diameter lubang (mm)
W = Standar deviasi dari kekuatan pengeboran (m)
A = Ratio spasi / burden
L = Panjang muatan (m)
H = Tinggi jenjang