You are on page 1of 15

6

PELEDAKAN DAN ENERGINYA




2.1. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BATUAN

Peledakan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberaikan atau
menghancurkan batuan sehingga sifat fisik dan mekanik batuan akan sangat
berpengaruh pada proses pemberaian batuan. Salah satu indikator keberhasilan
kegiatan peledakan adalah tingkat keseragaman fragmentasi batuan yang dihasilkan
(Bozik,1998). Faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi peledakan yaitu
karakteristik batuan (batuan utuh dan massa batuan), geometri peledakan, pola
pemboran, metode peledakan, dan bahan peledak yang digunakan (Dessureault,
2004).

2.1.1 Sifat Fisik Batuan

Pemberaian batuan oleh peledakan akan dipengaruhi oleh beberapa sifat fisik
batuan yaitu:
a. Densitas batuan, merupakan berat batuan per volume. Semakin besar densitas
maka semakin berat batuan tersebut dibandingkan densitas yang kecil untuk
volume yang sama. Densitas yang kecil mudah untuk dideformasi dan memerlukan
energi yang rendah untuk pemecahannya (Sudarmono, 2009).
b. Porositas, merupakan sifat fisik batuan yang menyatakan jumlah pori. Batuan
dengan porositas yang tinggi akan meningkatkan jumlah retakan pada batuan dan
mengurangi tekanan gas dalam retakan itu.

7

c. Kandungan air dalam rongga batuan akan menyerap energi yang digunakan untuk
menghancurkan batuan sehingga energinya berkurang.

2.1.2 Sifat Mekanik Batuan

Sifat mekanik batuan yang mempengaruhi hasil peledakan diperoleh dari hasil
uji laboratorium yaitu berupa kuat tekan, kuat tarik dan modulus elastis. Pada proses
pemecahan batuan, kuat tarik sangat berpengaruh dibanding dengan kuat geser
ataupun kuat tekan yang terjadi dalam massa batuan (Hudson,1997). Ukuran
kemampuan suatu batuan untuk tetap pada bentuknya disebut dengan Modulus
Young. Menurut Protodyakonov (1988), klasifikasi kekerasan suatu batuan
dideskripsikan berdasarkan nilai kuat tekannya. Klasifikasi tersebut dapat dilihat dalam
tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi kuat tekan batuan Protodyakonov (Rock Excavation Handbook)
Klasifikasi Scala Mosh Kuat Tekan (MPa)
Very strong > 7 > 200
Strong 6 - 7 120 200
Moderatly strong 4,5 - 6 60 120
Moderatly weak 3 4,5 30 60
Weak 2 3 10 30
Very weak 1 - 3 < 10

2.2. BAHAN PELEDAK

Bahan peledak adalah senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang
apabila dikenakan panas, benturan, gesekan atau kejutan (shock) secara cepat dengan
sendirinya akan bereksi dan terurai (exothermic decompostion). Penguraian ini
menghasilkan produk yang lebih stabil, umumnya berupa gas-gas bertekanan tinggi,
karena gas-gas tersebut mengembang pada suhu tinggi akibat panas yang dihasilkan
dari reaksi eksotermis. Besarnya tenaga yang dihasilkan suatu bahan peledak

8

tergantung pada jumlah panas yang dihasilkan selama peledakan. Bahan peledak
mempunyai berbagai macam sifat. Sifat-sifat yang dimaksud disini adalah sifat-sifat
yang berguna sebagai petunjuk untuk memilih bahan peledak. Sifat-sifat tersebut
adalah mencakup kekuatan, kecepatan detonasi, kepekaan, ketahanan terhadap air
dan karakteristik gas beracun (Sang Ho Cho, 2003).

2.3. MEKANISME PEMECAHAN BATUAN OLEH PELEDAKAN

Peledakan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberaikan atau
menghancurkan batuan sehingga mudah untuk digali dan dimuat ke dalam alat
angkut (Suseno, 2004). Proses pemecahan batuan terjadi karena energi yang
ditimbulkan akibat peledakan. Energi yang berlebihan akan menimbulkan kerusakan
pada batuan (Sudarmono, 2009). Mekanisme pecahnya batuan terdiri dari tiga tahapan
seperti yang terlihat pada gambar 2.1 yaitu:
a. Proses Pemecahan Tahap I
Ketika bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan akan
menghancurkan batuan di sekitar lubang tembak. Gelombang kejut yang
dihasilkan dari peledakan tersebut menimbulkan rekahan radial yang merambat di
sekitar lubang tembak.
b. Proses Pemecahan Tahap II
Tekanan yang dihasilkan dari proses pemecahan tahap I akan menimbulkan
gelombang kejut dan bernilai positif. Bila gelombang kejut tersebut mencapai
bidang bebas, maka akan dipantulkan kembali sehingga tekanan menjadi turun
dan bernilai negatif kemudian menimbulkan gelombang tarik. Gelombang tarik
yang terjadi iniakan merambat kembali ke dalam batuan sehingga dari gelombang
tarik tersebut akan menimbulkan suatu rekahan-rekahan di dalam batuan.


9

c. Proses Pemecahan Tahap III
Rekahan yang terbentuk akibat proses pemecahan tahap II akan menyebabkan
rekahan semakin memanjang, membentuk rekahan yang baru dan melempar
batuan pada jarak tertentu.
























Gambar 2.1 Mekanisme Pecahnya Batuan
Tahap pertama
terjadi penghancuran batuan disekitar
lubang tembak dan diteruskannya
energi ledakan kesegala arah.
B
i
d
a
n
g

B
e
b
a
s
Energi ledakan menghancurkan batuan
disekitar lubang tembak
Energi ledakan diteruskan ke segala arah
Retakan disekitar lubang tembak
Tahap kedua
energi ledakan bergerak sampai
bidang bebas dan menghancurkan
batuan pada dinding jenjang
tersebut
P
e
c
a
h
n
y
a

b
a
t
u
a
n

p
a
d
Bidang Bebas
Lubang tembak
Batas bidang bebas
Tahap ketiga
Energi ledakan oleh bidang
bebas pada tahap sebelumnya
akan dipantulkan menyebabkan
batuan hancur lebih sempurna

10

2.4. NERACA ENERGI

Keberadaan bahan peledak dalam kegiatan ekskavasi (penggalian) adalah
sehubungan dengan kegunaannya untuk membantu melepaskan sejumlah batuan yang
telah ditetapkan dari massa batuan induknya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Menentukan jumlah energi yang diperlukan untuk merobek, memecah, dan
mendorong batuan yang diledakkan.
b. Memastikan distribusi bahan peledak dalam batuan agar diperoleh sejumlah
energi yang diperlukan.
Untuk menjawab persoalan di atas, minimal perlu ditentukan ukuran isian
bahan peledak (charge) dan diameter lubang tembak berikut rangkaian peledakannya,
serta pengenalan atas sejumlah besar energi dalam bentuk gelombang kejut (shock
wave) dan gas bertekanan sangat tinggi (yang berlangsung dalam waktu yang sangat
singkat) yang dihasilkan pada proses detonasi.

2.4.1 Energi yang Diteruskan pada Batuan

Untuk memperhitungkan energi ini, semua besaran reaksi termodinamik pada
proses peledakan diasumsikan hanya tergantung pada komposisinya, dan produk
reaksi tersebut serta panas yang ditimbulkan dinyatakan dalam besaran (MJ/kg).
Besaran energi yang diteruskan pada batuan tergantung pada dua hal, yaitu:
a. Faktor impedansi (
1
)
Faktor impedansi didefinisikan sebagai berikut:

1
= 1-

........................................ (2.1)
dimana :
I
e
=
e
. VOD = impedansi bahan peledak

11

I
r
=
r
. C = impedansi batuan

r
= density batuan
VOD = kecepatan detonasi bahan peledak
C = kecepatan rambat suara
Jika impedansi batuan mendekati impedansi bahan peledak, maka faktor
impedansi akan mendekati harga 1, akan tetapi pada umumnya selalu lebih
kecil dari 1. Ini artinya bahwa tidak semua energi yang dihasilkan akan
diteruskan ke batuan.
b. Faktor coupling (
2
)
Faktor coupling dinyatakan oleh persamaan sebagai berikut:

2
=

--
.............................................. (2.2)
dimana e diambil sebesar 2,72 yaitu lim
n
(

n
)
n

Berdasarkan persamaan di atas, maka secara matematis
2
akan mendekati
haga jika
c
mndkti haga
f
.
Dari uraian diatas, maka hubungan di antara keduanya secara matematis dapat
dinyatakan dengan:

.............................................. (2.3)
dimana:

*
= energi yang diteruskan ke batuan

1
= faktor impedansi

2
= faktor coupling
= energi peledakan



12

2.4.2 Rock Fracture Insitu

Rock fracture insitu adalah idealisasi model batuan yang terpisahkan dari massa
induknya akan tetapi tetap berada pada kondisi awalnya. Energi elastic potensial


yang terkandung dalam 1 m
3
batuan dengan modulus elastisitas E dan kuat Tarik


adalah:

p
=


............................................. (2.4)

dimana:

p
= energi elastik potensial
E = modulus elastisitas batuan

tr
= kuat tarik batuan

2.5. USAHA

Usaha adalah besarnya gaya yang bekerja pada suatu benda sehingga benda
tersebut mengalami perpindahan. Jika gaya dilambangkan dengan F dan perpindahan
dengan s maka secara matematika usaha dapat dituliskan menjadi :

W = F.s .................................................. (2.5)
dimana :
W = Usaha (Joule)
F = Gaya (N)
s = Perpindahan (m)
Selain pengertian di atas jika dihubungkan dengan energi maka usaha dapat
didefinisikan sebagai besarnya perubahan energi yang digunakan, sehingga selain
persamaan diatas, usaha juga dapat dirumuskan :

13

W = ................................................. (2.6)
dimana:
W = Usaha (Joule)
E = Energi

2.6. KEGIATAN PEMBORAN

Kegiatan pemboran merupakan tahapan yang dilakukan sebelum melakukan
kegiatan peledakan. Hal yang penting untuk diketahui pada pemboran adalah geometri
pemboran. Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang ledak,
kemiringan lubang ledak, dan pola pemboran.
a. Diameter Lubang Bor
Penentuan diameter lubang bor memperhatikan volume massa batuan yang
akan dibongkar, tinggi jenjang, konfigurasi isian, tingkat fragmentasi yang
diinginkan, alat bor yang digunakan dan kapasitas alat muat yang digunakan
untuk kegiatan pemuatan material hasil bongkaran. Untuk diameter lubang bor
yang terlalu kecil, faktor energi yang dihasilkan akan berkurang dan tidak cukup
kuat untuk proses pembongkaran. Untuk lubang bor yang terlalu besar,
fragmentasi yang dihasilkan akan buruk.
b. Kedalaman Lubang Ledak
Kedalaman lubang ledak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang. Untuk
mendapatkan lantai jenjang yang rata maka kedalaman lubang ledak harus
lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana kelebihan dari kedalaman ini disebut
subdrilling.
c. Kemiringan Lubang Ledak
Kemiringan pemboran ada dua, yaitu pemboran tegak dan pemboran miring
(Gambar 2.2).

14










Gambar 2.2 Perbandingan Antara Lubang Ledak Miring dan Tegak (Tamrock,
1988)

Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin
keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri
peledakan. Lubang ledak yang dibuat tegak, bagian lantai jenjang akan
menerima gelombang tekan yang lebih besar, sehingga cenderung
menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang. Hal ini dikarenakan gelombang
tekan sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan
diteruskan pada lantai jenjang. Sedangkan lubang ledak yang dibuat miring,
akan membentuk bidang bebas yang lebih luas sehingga akan mempermudah
proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar
dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil.
d. Pola Pemboran
Pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya mengunakan
tigaa macam pola pemboran (Gambar 2.3), yaitu pola pemboran segi empat
(square pattern), pola pemboran persegi panjang (rectangular pattern) dan
pola pemboran selangseling (staggered pattern).

15

Pola pemboran segi empat atau peregi panjang adalah pola pemboran yang
penempatan lubang ledak antara baris satu dan baris berikutnya sejajar dan
membentuk segi empat atau persegi panjang, sedangkan pola pemboran
selang-seling (staggered pattern) adalah pemboran yang penempatan lubang
ledak pada baris pertama yang berurutan tidak saling sejajar.
Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang paling umum,
karena paling mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus dalam
meningkatkan mutu fragmentasi yang diinginkan, maka menggunakan pola
pemboran selang seling lebih efektif.








Gambar 2.3 Pengaruh Energi Ledakan Pada Pola Pemboran (Orica,1998)

Penggunaan pola pemboran sejajar masih terdapat area yang tidak terkena
efek peledakan, sehingga akan berdampak banyaknya boulder yang dihasilkan.
Sebaliknya, pola selang seling area peledakan ter-cover secara menyeluruh.

2.7. GEOMETRI PELEDAKAN

Geometri peledakan berguna untuk mengontrol hasil peledakan dan efek
peledakan. Jika geometri peledakannya baik maka akan menimbulkan efek yang baik

16

pula, fragmentasi batuan yang sesuai dengan ukuran alat peremuk dan jumlah
bongkah yang minimum. Dengan geometri yang baik maka akan mengurangi adanya
boulder dan batu terbang (fly rock) sehingga para pekerja dan peralatan mekanis yang
berada di lokasi peledakan akan lebih aman.
Parameter geometri peledakan dalam operasi peledakan adalah burden, spasi,
subdrilling, stemming, kedalaman lubang ledak dan panjang kolom bahan peledak
(Gambar 2.4).










Gambar 2.4 Geomerti Peledakan (Dyno Nobel, 2011)
1. Burden
Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas
terdekat. Burden yang terlalu kecil menyebabkan terjadi flyrock, airblast dan
fragmentasi batuan yang dihasilkan relatif tidak seragam, sedangkan burden
yang terlalu besar akan menyebabkan terjadi backbreak dan kerusakan pada
dinding jenjang (Gambar 2.5).



17









Gambar 2.5 Pengaruh Burden Terhadap Hasil Peledakan (Suseno, 2004)
2. Spasi
Spasi adalah jarak terdekat antara dua lubang ledak yang berdekatan di
dalam satu baris (row).
3. Subdrilling
Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah rencana
lantai jenjang.
4. Stemming
Stemming adalah bagian penutup lubang tembak yang diisi dengan
material. Fungsi stemming adalah agar terjadi keseimbangan tekanan dan
mengurung gas-gas hasil ledakan sehingga dapat menekan batuan dengan
energi yang maksimal.
5. Charge Length
Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak.

2.8. POWDER FACTOR

Powder factor (PF) adalah bilangan yang menyatakan jumlah bahan peledak
yang digunakan untuk meledakkan sejumlah batuan. Ada 4 cara untuk menyatakan PF

18

dari suatu peledakan:
a. Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3)
b. Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakkan (kg/ton)
c. Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg)
d. Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg)
Angka PF dapat diketahui jumlah konsumsi bahan peledak yang digunakan
untuk memecahkan sejumlah batuan. Untuk menghitung powder factor harus diketahui
beberapa parameter berikut :
W = A.L.dr (ton) ............................................ (2.7)
E = de.PC. N (kg) ......................................... (2.8)
PF = W/E ( ton/kg) ......................................... (2.9)
Keterangan :
dr = Density rock (t/m
3
)
W = Batuan atau material yang diledakkan (ton)
A = Luas daerah yang diledakkan (m
2
)
L = Tinggi jenjang (m)
N = Jumlah lubang bor
de = Loading density (kg/m)
PC = Panjang kolom isian (m)
Tabel 2.2 Powder Factor Peledakan Untuk Beberapa Tipe Batuan (Dyno Nobel,2010)
Rock Type Powder Factor (kg/m
3
)
Hard 0.7-0.8
Medium 0.4-0.5
Soft 0.25-0.35
Very Soft 0.15-0.25



19

2.9. ANALISIS KUZ-RAM

Model Kuz Ram merupakan gabungan dari persamaan Kuznetsov (1971) dan
persamaan Rossin Rammler (1933). Persamaan Kuznetsov memberikan ukuran
fragmen batuan rata rata dan persamaan Rossin Ramler menentukan presentase
material yang tertampung di ayakan dengan ukuran tertentu. Persamaan Kuznetsov
(1971) yang digunakan adalah persamaan yang telah dimodifikasi oleh Cunningham
(1983). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut (Mathis, J.I., 2001):

X = RF
o

-
.......................... (2.10)

dimana :
RF = Rock Factor
Vo = Volume Batuan (B x H x S) m
3

Qe = Massa bahan peledak per lubang tembak (kg)
E = RWS bahan peledak
Untuk menentukan distribusi fragmen batuan hasil peledakan, digunakan
persamaan Rossin Rammler (1933).
Y = 100(1
-

n
......................................... (2.11)
dimana:
Y = Presentase massa batuan yang lolos dengan ukuran X (cm)
Xc = Karakteristik ukuran (cm)
X = Ukuran ayakan (cm)
n = Indeks keseragaman
Xc dihitung dengan menggunakan persamaan dibawah ini:

20

Xc =

n
............................................ (2.12)

Indeks n adalah indeks keseragaman yang dikembangkan oleh Cunningham
(1978) dengan menggunakan parameter dari desain peledakan. Indeks keseragaman
(n) ditentukan dengan persamaan:
n = [2,2 14

] [1 -
W

] [1 + (
-

)] [

] ............................. (2.13)

dimana:
B = Burden
D = Diameter lubang (mm)
W = Standar deviasi dari kekuatan pengeboran (m)
A = Ratio spasi / burden
L = Panjang muatan (m)
H = Tinggi jenjang

You might also like