You are on page 1of 19

Hemoroid

Definisi
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada mukosa rektum
bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi ketika plexus vaskular ini
membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari hemoroid adalah dilatasi varikosus
vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan superior (Dorland, 2002). Hemoroid adalah
kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena hemoroidalis di daerah anorektal.
Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena hemoroidalis, tetapi bersifat lebih kompleks yakni
melibatkan beberapa unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot di sekitar
anorektal (Felix, 2006).
Etiologi Hemoroid
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat ini belum diketahui
secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat diantaranya adalah:
a. Penuaan
b. Kehamilan
c. Hereditas
d. Konstipasi atau diare kronik
e. Penggunaan toilet yang berlama-lama
f. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama
g. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus mukosa. Selain itu
dikatakan ada hubungan antara hemoroid dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol.

Anatomi Anal Canal
Anal canal adalah akhir dari usus besar dengan panjang 4 cm dari rektum hingga orifisium
anal. Setengah bagian ke bawah dari anal canal dilapisi oleh epitel skuamosa dan setengah
bagian ke atas oleh epitel kolumnar. Pada bagian yang dilapisi oleh epitel kolumnar tersebut
membentuk lajur mukosa (lajur morgagni). Suplai darah bagian atas anal canal berasal dari
pembuluh rektal superior sedangkan bagian bawahnya berasal dari pembuluh rektal inferior.
Kedua pembuluh tersebut merupakan percabangan pembuluh darah rektal yang berasal dari
arteri pudendal interna. Arteri ini adalah salah satu cabang arteri iliaka interna. Arteri-arteri
tersebut akan membentuk pleksus disekitar orifisium anal.

Gambar 2.1.
Anatomi anal canal yang memperlihatkan pleksus hemoroid internal dan eksternal (
Penninger dan Zainea, 2001).
Hemoroid adalah bantalan vaskular yang terdapat di anal canal yang biasanya ditemukan di
tiga daerah utama yaitu kiri samping, kanan depan, dan bagian kanan belakang. Hemoroid
berada dibawah lapisan epitel anal canal dan terdiri dari plexus arteriovenosus terutama
antara cabang terminal arteri rektal superior dan arteri hemoroid superior. Selain itu hemoroid
juga menghubungkan antara arteri hemoroid dengan jaringan sekitar. Persarafan pada bagian
atas anal canal disuplai oleh plexus otonom, bagian bawah dipersarafi oleh saraf somatik
rektal inferior yang merupakan akhir percabangan saraf pudendal.

Patogenesis Hemoroid
Anal canal memiliki lumen triradiate yang dilapisi bantalan (cushion) atau alas dari jaringan
mukosa. Bantalan ini tergantung di anal canal oleh jaringan ikat yang berasal dari sfingter
anal internal dan otot longitudinal. Di dalam tiap bantalan terdapat plexus vena yang
diperdarahi oleh arteriovenosus. Struktur vaskular tersebut membuat tiap bantalan membesar
untuk mencegah terjadinya inkontinensia (Nisar dan Scholefield, 2003).
Efek degenerasi akibat penuaan dapat memperlemah jaringan penyokong dan bersamaan
dengan usaha pengeluaran feses yang keras secara berulang serta mengedan akan
meningkatkan tekanan terhadap bantalan tersebut yang akan mengakibatkan prolapsus.
Bantalan yang mengalami prolapsus akan terganggu aliran balik venanya. Bantalan menjadi
semakin membesar dikarenakan mengedan, konsumsi serat yang tidak adekuat, berlama-lama
ketika buang air besar, serta kondisi seperti kehamilan yang meningkatkan tekanan intra
abdominal. Perdarahan yang timbul dari pembesaran hemoroid disebabkan oleh trauma
mukosa lokal atau inflamasi yang merusak pembuluh darah di bawahnya.
Taweevisit dkk (2008) menyimpulkan bahwa sel mast memiliki peran multidimensional
terhadap patogenesis hemoroid, melalui mediator dan sitokin yang dikeluarkan oleh granul
sel mast. Pada tahap awal vasokonstriksi terjadi bersamaan dengan peningkatan
vasopermeabilitas dan kontraksi otot polos yang diinduksi oleh histamin dan leukotrin.
Ketika vena submukosal meregang akibat dinding pembuluh darah pada hemoroid melemah,
akan terjadi ekstravasasi sel darah merah dan perdarahan. Sel mast juga melepaskan platelet-
activating factor sehingga terjadi agregasi dan trombosis yang merupakan komplikasi akut
hemoroid.
Pada tahap selanjutnya hemoroid yang mengalami trombosis akan mengalami rekanalisasi
dan resolusi. Proses ini dipengaruhi oleh kandungan granul sel mast. Termasuk diantaranya
tryptase dan chymase untuk degradasi jaringan stroma, heparin untuk migrasi sel endotel dan
sitokin sebagai TNF- serta interleukin 4 untuk pertumbuhan fibroblas dan proliferasi.
Selanjutnya pembentukan jaringan parut akan dibantu oleh basic fibroblast growth factor dari
sel mast.
Klasifikasi Hemoroid
Hemoroid diklasifikasikan berdasarkan asalnya, dimana dentate line menjadi batas histologis.
Klasifikasi hemoroid yaitu:
a. Hemoroid eksternal, berasal dari dari bagian distal dentate line dan dilapisi oleh epitel
skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan serabut saraf nyeri somatik
b. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan dilapisi mukosa.
c. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa di bagian superior dan kulit pada bagian
inferior serta memiliki serabut saraf nyeri (Corman, 2004)

Derajat Hemoroid Internal
Menurut Person (2007), hemoroid internal diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan yakni:
a. Derajat I, hemoroid mencapai lumen anal canal.
b. Derajat II, hemoroid mencapai sfingter eksternal dan tampak pada saat pemeriksaan tetapi
dapat masuk kembali secara spontan.
c. Derajat III, hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk kembali secara
manual oleh pasien.
d. Derajat IV, hemoroid selalu keluar dan tidak dapat masuk ke anal canal meski dimasukkan
secara manual.

Gejala klinis Hemoroid
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba dan Abbas, 2007)
yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus.
2. Perdarahan.
3. Rasa tak nyaman.
4. Gatal.
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar.
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis).
3. Gatal.





Diagnosis Hemoroid
Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan:
a. Anamnesis.
b. Pemeriksaan fisik.
c. Pemeriksaan penunjang.

Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah segar pada saat
buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya gatal-gatal pada daerah
anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan merasakan adanya masa pada anus dan
hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV
yang telah mengalami trombosis (Canan, 2002).
Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya trombosis hemoroid
eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid internal biasanya timbul gejala
hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi ulserasi, perdarahan, atau trombosis.
Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri
akut, atau perdarahan akibat ulserasi dan trombosis,
Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang mengindikasikan
hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami prolaps. Hemoroid internal
derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar dan cukup sulit membedakannya dengan
lipatan mukosa melalui pemeriksaan rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami
trombosis (Canan, 2002).
Daerah perianal juga diinspeksi untuk melihat ada atau tidaknya fisura, fistula, polip, atau
tumor. Selain itu ukuran, perdarahan, dan tingkat keparahan inflamasi juga harus dinilai
(Nisar dan Scholefield, 2003).

Gambar 2.2. menunjukkan hemoroid yang mengalami trombosis (Schubert, Schade, dan
wexner, 2009).
Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan sigmoidoskopi.
Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran
hemoroid (Halverson, 2007). Side-viewing pada anoskopi merupakan instrumen yang optimal
dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid. Allonso-Coello dan Castillejo (2003) dalam Kaidar-
Person, Person, dan Wexner (2007) menyatakan bahwa ketika dibandingkan dengan
sigmodoskopi fleksibel, anoskopi mendeteksi dengan presentasi lebih tinggi terhadap lesi di
daerah anorektal.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan derajat
berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat dievaluasi untuk
kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan rasa tak nyaman seperti
pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker. Pemeriksaan dengan
menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus dilakukan pada pasien dengan
umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan perdarahan menetap setelah dilakukan
pengobatan terhadap hemoroid (Canan, 2002).
Diagnosa Banding hemoroid
Menurut Kaidar-Person dkk (2007) selama evaluasi awal pasien, kemungkinan penyebab lain
dari gejala-gejala seperti perdarahan rektal, gatal pada anus, rasa tak nyaman, massa serta
nyeri dapat disingkirkan. Kanker kolorektal dan anal, dan melanoma anorektal merupakan
contoh penyebab gejala tersebut. Dibawah ini adalah diagnosa banding untuk gejala-gejala
diatas:
a. Nyeri
1. Fisura anal
2. Herpes anal
3. Proktitis ulseratif
4. Proctalgia fugax
b. Massa
1. Karsinoma anal
2. Perianal warts
3. Skin tags
c. Nyeri dan massa
1. Hematom perianal
2. Abses
3. Pilonidal sinus
d. Nyeri dan perdarahan
1. Fisura anal
2. proktitis
e. Nyeri, massa, dan perdarahan
Hematom perianal ulseratif
f. Massa dan perdarahan
Karsinoma anal
g. Perdarahan
1. Polips kolorektal
2. Karsinoma kolorektal
3. Karsinoma anal


Penatalaksanaan Hemoroid
Menurut Acheson dan Scholefield (2006), penatalaksanaan hemoroid dapat dilakukan dengan
beberapa cara sesuai dengan jenis dan derajat daripada hemoroid.
Penatalaksanaan Konservatif
Sebagian besar kasus hemoroid derajat I dapat ditatalaksana dengan pengobatan konservatif.
Tatalaksana tersebut antara lain koreksi konstipasi jika ada, meningkatkan konsumsi serat,
laksatif, dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi seperti kodein
(Daniel, 2010). Penelitian meta-analisis akhir-akhir ini membuktikan bahwa suplemen serat
dapat memperbaiki gejala dan perdarahan serta dapat direkomendasikan pada derajat awal
hemoroid (Zhou dkk, 2006). Perubahan gaya hidup lainnya seperti meningkatkan konsumsi
cairan, menghindari konstipasi dan mengurangi mengejan saat buang air besar dilakukan
pada penatalaksanaan awal dan dapat membantu pengobatan serta pencegahan hemoroid,
meski belum banyak penelitian yang mendukung hal tersebut.
Kombinasi antara anestesi lokal, kortikosteroid, dan antiseptik dapat mengurangi gejala gatal-
gatal dan rasa tak nyaman pada hemoroid. Penggunaan steroid yang berlama-lama harus
dihindari untuk mengurangi efek samping. Selain itu suplemen flavonoid dapat membantu
mengurangi tonus vena, mengurangi hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi meskipun
belum diketahui bagaimana mekanismenya (Acheson dan Scholrfield, 2008).

Pembedahan
Acheson dan Scholfield (2008) menyatakan apabila hemoroid internal derajat I yang tidak
membaik dengan penatalaksanaan konservatif maka dapat dilakukan tindakan pembedahan.
HIST (Hemorrhoid Institute of South Texas) menetapkan indikasi tatalaksana pembedahan
hemoroid antara lain:
a. Hemoroid internal derajat II berulang.
b. Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala.
c. Mukosa rektum menonjol keluar anus.
d. Hemoroid derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti fisura.
e. Kegagalan penatalaksanaan konservatif.
f. Permintaan pasien.

Pembedahan yang sering dilakukan yaitu:
1. Skleroterapi. Teknik ini dilakukan menginjeksikan 5 mL oil phenol 5 %, vegetable oil,
quinine, dan urea hydrochlorate atau hypertonic salt solution. Lokasi injeksi adalah
submukosa hemoroid. Efek injeksi sklerosan tersebut adalah edema, reaksi inflamasi dengan
proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan
fibrosis pada sumukosa hemoroid. Hal ini akan mencegah atau mengurangi prolapsus
jaringan hemoroid (Kaidar-Person dkk, 2007). Senapati (1988) dalam Acheson dan
Scholfield (2009) menyatakan teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang
dilaksanakan karena tingkat kegagalan yang tinggi.
2. Rubber band ligation. Ligasi jaringan hemoroid dengan rubber band menyebabkan
nekrosis iskemia, ulserasi dan scarring yang akan menghsilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi prosedur ini adalah nyeri dan perdarahan.
3. Infrared thermocoagulation. Sinar infra merah masuk ke jaringan dan berubah menjadi
panas. Manipulasi instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengatur banyaknya jumlah
kerusakan jaringan. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan
hemoroid. Teknik ini singkat dan dengan komplikasi yang minimal.
4. Bipolar Diathermy. Menggunakan energi listrik untuk mengkoagulasi jaringan hemoroid
dan pembuluh darah yang memperdarahinya. Biasanya digunakan pada hemoroid internal
derajat rendah.
5. Laser haemorrhoidectomy.
6. Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Teknik ini dilakukan dengan
menggunakan proktoskop yang dilengkapi dengan doppler probe yang dapat melokalisasi
arteri. Kemudian arteri yang memperdarahi jaringan hemoroid tersebut diligasi menggunakan
absorbable suture. Pemotongan aliran darah ini diperkirakan akan mengurangi ukuran
hemoroid.
7. Cryotherapy. Teknik ini dilakukan dengan menggunakan temperatur yang sangat rendah
untuk merusak jaringan. Kerusakan ini disebabkan kristal yang terbentuk di dalam sel,
menghancurkan membran sel dan jaringan. Namun prosedur ini menghabiskan banyak waktu
dan hasil yang cukup mengecewakan. Cryotherapy adalah teknik yang paling jarang
dilakukan untuk hemoroid (American Gastroenterological Association, 2004).

8. Stappled Hemorrhoidopexy. Teknik dilakukan dengan mengeksisi jaringan hemoroid pada
bagian proksimal dentate line. Keuntungan pada stappled hemorrhoidopexy adalah
berkurangnya rasa nyeri paska operasi selain itu teknik ini juga aman dan efektif sebagai
standar hemorrhoidectomy (Halverson, 2007).
Menurut Nagie (2007), pencegahan hemoroid dapat dilakukan dengan:
1. Konsumsi serat 25-30 gram sehari. Makanan tinggi serat seperti buah-buahan, sayur-
mayur, dan kacang-kacangan menyebabkan feses menyerap air di kolon. Hal ini membuat
feses lebih lembek dan besar, sehingga mengurangi proses mengedan dan tekanan pada vena
anus.
2. Minum air sebanyak 6-8 gelas sehari
3. Mengubah kebiasaan buang air besar. Segera ke kamar mandi saat merasa akan buang air
besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses. Hindari mengedan.















Appendicitis
Appendicitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh fekalith (batu
feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab
utama appendicitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti
Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis.


Gambar 2.1. Appendiks pada saluran pencernaan

Klasifikasi Appendicitis
Appendicitis Akut

a. Appendicitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi
mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen
yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan.
Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan
demam ringan. Pada appendicitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal,
hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.
b. Appendicitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya
aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat
iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke
dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena
dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan
di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum
lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada
gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai
dengan tanda-tanda peritonitis umum.

c. Appendicitis Akut Gangrenosa

Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga
terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami
gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman. Pada appendicitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan
peritoneal yang purulen.

Appendicitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh
omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa
flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.

Appendicitis Abses
Appendicitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic.

Appendicitis Perforasi
Appendicitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan
pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks
tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik.

Appendicitis Kronis
Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang
yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi
parsial terhadap lumen. Diagnosa appendicitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat
serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik
appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara histologis, dinding appendiks
menebal, sub mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel
radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh
darah serosa tampak dilatasi.
Gejala Appendicitis
Beberapa gejala yang sering terjadi yaitu:
- Rasa sakit di daerah epigastrum, daerah periumbilikus, di seluruh abdomen atau di
kuadran kanan bawah merupakan gejala-gejala pertama. Rasa sakit ini samar-samar,
ringan sampai moderat, dan kadang-kadang berupa kejang. Sesudah empat jam
biasanya rasa nyeri itu sedikit demi sedikit menghilang kemudian beralih ke kuadran
bawah kanan. Rasa nyeri menetap dan secara progesif bertambah hebat apabila pasien
bergerak.
- Anoreksia, mual, dan muntah yang timbul selang beberapa jam dan merupakan
kelanjutan dari rasa sakit yang timbul permulaan.
- Demam tidak tinggi (kurang dari 380C), kekakuan otot, dan konstipasi.
- Appendicitis pada bayi ditandai dengan rasa gelisah, mengantuk, dan terdapat nyeri
lokal. Pada usia lanjut, rasa nyeri tidak nyata. Pada wanita hamil rasa nyeri terasa
lebih tinggi di daerah abdomen dibandingkan dengan biasanya.
- Nyeri tekan didaerah kuadran kanan bawah. Nyeri tekan mungkin ditemukan juga di
daerah panggul sebelah kanan jika appendiks terletak retrocaecal. Rasa nyeri
ditemukan di daerah rektum pada pemeriksaan rektum apabila posisi appendiks di
pelvic. Letak appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri.









Diagnosa Banding Appendicitis

Banyak masalah yang dihadapi saat menegakkan diagnosis appendicitis karena penyakit lain yang
memberikan gambaran klinis yang hampir sama dengan appendicitis, diantaranya:

- Gastroenteritis ditandai dengan terjadi mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan, hiperperistaltis sering ditemukan, panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan appendicitis akut.
- Limfadenitis Mesenterika, biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai
dengan nyeri perut kanan disertai dengan perasaan mual dan nyeri tekan perut.
- Demam dengue, dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis dan diperoleh hasil positif
untuk Rumple Leed, trombositopeni, dan hematokrit yang meningkat.
- Infeksi Panggul, salpingitis akut kanan sulit dibedakan dengan appendicitis akut. Suhu
biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus.
Infeksi panggul pada wanita biasanya disertai keputihan dan infeksi urin.
- Gangguan alat reproduksi perempuan, folikel ovarium yang pecah dapat memberikan
nyeri perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Tidak ada tanda radang dan
nyeri biasa hilang dalam waktu 24 jam.
- Kehamilan ektopik, hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak
jelas seperti ruptur tuba dan abortus. Kehamilan di luar rahim disertai pendarahan
menimbulkan nyeri mendadak difus di pelvic dan bisa terjadi syok hipovolemik.
- Divertikulosis Meckel, gambaran klinisnya hampir sama dengan appendicitis akut dan
sering dihubungkan dengan komplikasi yang mirip pada appendicitis akut sehingga
diperlukan pengobatan serta tindakan bedah yang sama.
- Ulkus peptikum perforasi, sangat mirip dengan appendicitis jika isi gastroduodenum
mengendap turun ke daerah usus bagian kanan sekum.
- Batu ureter, jika diperkirakan mengendap dekat appendiks dan menyerupai appendicitis
retrocaecal. Nyeri menjalar ke labia, skrotum, penis, hematuria, dan terjadi demam atau
leukositosis.




Hernia inguinalis


anatomi
Lapisan dinding kulit abdomen terdiri dari, lemak subkutan, scarpas fascia, peritoneum
hesselbachs triangle, external oblique, internal oblique, transversus abdominis, transversalis
fascia. Dan di batasi oleh artery epigastrika inferior, ligamentum inguinal dan lateralnya di batasi
oleh rectus sheath.
Canalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian bawah dinding anterior
abomen dan terdapat pada kedua jenis kelamin. Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas
ligamentum inguinale. Dining canalis inguinalis di bentuk oleh muskulus obliquus externus
abdominis dan di bentuk oleh facsia abdominalis.


Pengertian Hernia
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong
dan isi hernia (karnadihardja, 2005)
Hernia (Latin) merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lobang abnormal.
(Dorland,1998). Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau
bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui
defek atau bagian lemah dari lapisan muskolo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas
cincin, kantong, dan isi hernia. (Jong, 2004).
Hernia iguinalis lateralis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk melalui sebuah
lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis inguinalis adalah saluran
berbentuk tabung, yang merupakan jalan tempat turunnya testis (buah zakar) dari perut ke
dalam skrotum (kantung zakar) sesaat sebelum bayi dilahirkan

Etiologi Hernia inguinalis
Biasanya tidak ditemukan sebab yang pasti, meskipun kadang sering di hubungkan dengan
angkat berat. Hernia inguinalis lateralis dapat terjadi karena anomaly congenital atau sebab
yang didapat, hernia inguinalis lateralis dapat di jumpai pada semua usia, lebih banyak pada pria
dari pada wanita. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk pada
annulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Disamping
itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia untuk melewati pintu yang cukup
lebar tersebut. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah, adanya prosesus vaginalis yang
terbuka, peninggian tekanan dalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia
(karnadihardja, 2005)
Proses turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis, pada neonatus kurang lebih 90% prosesus
vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi umur satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis
belum tertutup. Tapi kejadian hernia inguinalis lateralis pada anak usia ini hanya beberapa
persen. Umumnya disimpulkan bahwa adanya prosesus vaginalis yang patent bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia inguinalis lateralis, tetapi diperlukan faktor lain, seperti
anulus inguinalis yang cukup besar
Sebagian besar tipe hernia inguinalis adalah hernia inguinalis lateralis, dan laki-laki lebih sering
terkena dari pada perempuan (9:1), hernia dapat terjadi pada waktu lahir dan dapat terlihat
pada usia berapa pun. Insidensi pada bayi populasi umum 1% dan pada bayi-bayi prematur
dapat mendekati 5 %, hernia inguinal dilaporkan kurang lebih 30% kasus terjadi pada bayi laki-
laki dengan berat badan 1000 gr atau kurang.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia inguinalis,
yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur muskulus oblikus internus
abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan adanya fasia
transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya hampir tidak berotot.
Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis lateralis.
Klasifikasi Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis, karena keluar dari rongga
peritoneum melalui annulus inguinalis internus yang terletak lateral dari pembuluh epigastrika
inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis, dan jika cukup panjang, menonjol
keluar dari annulus inguinalis ekternus. Apabial hernia inguinalis lateralis berlanjut, tonjolan akan
sampai ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada dalam muskulus kremaster
terlatak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur lain dalam funikulus spermatikus. Pada
anak hernia inguinalis lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak menutupnya
prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses penurunan testis ke skrotum (karnadihardja,
2005)
Hernia inguinalis indirek (lateralis) merupakan bentuk hernia yang paling sering ditemukan dan
diduga mempunyai penyebab kongenital. (Snell, 2006).
Hernia inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus yang terletak di
sebelah lateral vasa epigastric inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar dari rongga perut
melalui anulus inguinalis eksternus. (Mansjoer, 2000).
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi
desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke
daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut prosesus vaginalis peritonei.
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini sudah mengalami obliterasi sehingga isi
rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis
ini tidak menutup. Karena testis kiri turun lebih dahulu maka kanalis kanan lebih sering terbuka.
Dalam keadaan normal kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. (Mansjoer,
2000).
Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia inguinalis
kongenital. Pada orang tua, kanalis tersebut telah menutup namun karena lokus minoris
resistensie maka pada keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan intra abdominal
meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuisita.
(Mansjoer, 2000).
Manifestasi Klinis
Hernia inguinalis lateralis biasanya terlihat sebagai benjolan pada daerah inguinal dan meluas ke
depan atau ke dalam skrotum. Kadang-kadang, anak akan datang dengan bengkak skrotum tanpa
benjolan sebelumnya pada daerah inguinal. Orang tuanya biasanya sebagai orang pertama yang
melihat benjolan ini, yang mungkin muncul hanya saat menangis atau mengejan. Selama tidur
atau apabila pada keadaan istirahat atau santai, hernia menghilang spontan tanpa adanya benjolan
atau pembesaran skrotum. Riwayat bengkak pada pangkal paha, labia, atau skrotum berulang-
ulang yang hilang secara spontan adalah tanda klasik untuk hernia inguinalis lateralis (shochat,
2000)
Pemeriksaan fisik akan menunjukkan benjolan inguinal pada setinggi cincin interna atau
eksterna atau pembengkakan skrotum yang ukurannya dapat berkurang atau berfluktuasi. Cara
klasik memeriksa hernia inguinalis orang dewasa dengan menempatkan jari telunjuk pada
kanalis inguinalis, yang sebenarnya pada bayi tidak perlu dilakukan, dan ternyata bisa
menyebabkan perasaan tidak enak. Hal ini karena cincin interna dan eksterna pada dan anak
paralel. Hernia inguinalis lateralis dapat diketahui dengan meletakkan bayi tidur telentang
dengan kaki lurus dan tangan diatas kepala. Posisi. Posisi ini dapat menyebabkan bayi menangis
menangis, dan dapat meningkatkan tekanan intra abdomen dan akan memperlihatkan benjolan
di tuberkulum pubis (cincin eksterna) atau pembengkakan di dalam skrotum. Anak yang lebih
tua dapat diperiksa dengan berdiri, yang juga akan meningkatkan tekanan intra abdomen dan
memperlihatkan hernia tersebut. Testis yang retraksi sering terjadi pada bayi dan anak-anak
daan bisa menyerupai hernia inguinalis dengan benjolan di atas cincin eksterna. Karena itu
sangat penting meraba testis sebelum meraba benjolan inguinal. Hal ini akan memungkinkan
diferensiasi antara keduanya dan menghindari tindakan bedah yang tidak perlu

Tatalaksana
Terapi pililihan untuk hernia inguinalis lateralis adalah operasi, karena hernia inguinalis lateralis
tidak bisa sembuh secara spontan. Operasi ini harus segera dilakukan secera elektif setelah
diagnosis di tentukan, karena akan beresiko tinggi terjadinya inkarserata di kemudian hari setelah
terutama selama tahun pertama kehidupan. Perbaikan elektif hernia inguinalis lateralis dapat
dilakukan pada penderita rawat jalan (shochat, 2000).
Ada kontroversi tentang kapan dilakukan eksplorasi pangkal paha kontralateral pada bayi dan
anak dengan hernia inguinalis lateralis unilateral. Insiden prosesus vaginalis yang terbuka sekitar
60% pada bayi 2 bulan dan sekitar 40% pada umur 2 tahun. Prosesus vaginalis yang terbuka di
temukan pada 30% populasi umum. Setelah perbaikan hernia unilateral pada anak, hernia
kontralateral menjadi 30% kasus. Jika perbaikan unilateral pada sisi kiri, peluang terjadinya
hernia sisi kanan 40%, kemungkinan karena penurunan testis pada sisi kanan lebih lambat.
Resiko terjadinya inkarserata lebih tinggi pada anak umur 1 tahun tahun, biasanya terjadi pada
umur 6 bulan (shochat, 2000).
Berdasarkan data ini, kebanyakan ahli bedah anak menganjurkan eksplorasi inguinal bilateral
pada semua anak laki-laki kurang dari 1 tahun, anak wanita dengan umur kurang dari 2 tahun.
Anak laki-laki dan wanita yang datang dengan hernia inguinalis sisi kiri beresiko terjadi hernia
kontralateral dan harus dilakukan eksplorasi sisi kanan, (shochat, 2000).
Manual reduction hernia inguinalis lateralis yang terinkarserasi dapat dilakukan setelah bayi
tenang, bayi dalam posisi trendelenburg, dengan menggunakan kantong es diletakkan pada posisi
yang terserang. Ini di kontraindikasikan pada inkarserasi yang lebih dari 12 jam atau adanya
buang air besar bercanpur darah (stool), (shocat, 2000).
Pembedahan efektif untuk hernia inguinalis lateralis di anjurkan pada saat kondisi anak dalam
keadaan baik, dan koreksi pada sisi asimptomatis sering dilakukan pada anak berusia kurang dari
2 tahun, terutama pada perempuan.
Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan
isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan kemudian direposisi. Kantong diajahit-ikat setinggi
mungkin lalu dipotong (karnadihardja, 2005).
Pada herniaplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis (karnadihardja, 2005).
Strangulasi di tangani dengan nasogastric suction, rehisdrasi, perbaikan defisiensi elektrolit, dan
operasi dapat di lakukan setelah kondisi pasien stabil.
komplikasi
Komplikasi hernia inguinalis lateralis bergantung pada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi
hernia dapat tertahan dalam kantong hernia inguinalis lateralis, pada hernia ireponibel: ini dapat
terjadi kalau isi hernia terlalu besar, misalnya terdiri atas omentum, organ ekstraperitoneal atau
merupakan hernia akreta. Di sini tidak timbul gejala klinis kecuali benjolan. Dapat pula terjadi isi
hernia tercekik oleh cincin hernia sehingga terjadi hernia strangulata/ inkarserasi yang
menimbulkan gejala obstruksi usus yang sederhana. Bila cincin hernia sempit, kurang elastis, atau
lebih kaku seperti pada hernia hernia femoralis dan hernia obturatoria, lebih sering terjadi jepitan
parsial. (Jong, 2004 ; Girl dan Mantu, 1992).
Jepitan cincin hernia inguinalis lateralis akan menyebabkan gangguan perfusi jaringan isi hernia.
Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga terjadi udem organ atau struktur di dalam
hernia dan transudasi ke dalam kantong hernia. Timbulnya udem menyebabkan jepitan pada
cincin hernia makin bertambah sehingga akhirnya peredaran darah jaringan terganggu. Isi hernia
menjadi nekrosis dan kantong hernia akan berisi transudant berupa cairan serosanguinus. Kalau
isi hernia terdiri usus, dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat menimbulkan abses lokal, fistel,
atau peritonitis jika terjadi hubungan dengan rongga perut. (Wim de Jong, 2004). Akibat
penyumbatan usus terjadi aliran balik berupa muntah-muntah sampai dehidrasi dan shock dengan
berbagai macam akibat lain. (Girl dan Mantu, 1992).
Hernia inkarserata inai dapat terjadi apabila isi kantong hernia tidak dapat kembali lagi ke
rongga abdomen. Organ yang terinkarserasi biasanya usus, yang ditandai dengan gejala
obstruksi usus, yang disertai muntah, perut kembung, konstipasi, dan terlihat adanya batas
udara-air pada saat foto polos abdomen. Setiap anak dengan gejala obstruksi usus yang tidak
jelas sebabnya harus dicurigai hernia inkarseta. Pada anak wanita organ yang sering
terinkarserasi adalah ovarium. Apabila aliran darah ke dalam organ berkurang, terjadilah hernia
strangulasi, yang menjadi indikasi pasti untuk operasi (shochat, 2000)
prognosis
Prognosis hernia inguinalis lateralis pada bayi dan anak sangat baik. Insiden terjadinya
komplikasi pada anak hanya sekitar 2%. Insiden infeksi pascah bedah mendekati 1%, dan
recurent kurang dari 1%. Meningkatnya insiden recurrent ditemukan bila ada riwayat inkarserata
atau strangulasi (shochat, 2000)

You might also like