Bagian Farmakologi dan Toksikologi Departemen Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi FakultasKedokteranHewan InstitutPertanian Bogor 2014
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Analgesik adalah suatu senyawa yang dapat menghilangkan rasa nyeri. Pembebasan mediator kimia pada waktu terjadinya stimulus nyeri seperti bradikinin dapat merangsang ujung- ujung syaraf nyeri mnimbulkan rasa nyeri. Respon terhadap nyeri dan kesadaran akan nyeri dapat dipengaruhi oleh komponen psikologik. Dalam hal ini meskipun nilai ambang nyeri reltif konstan pada orang normal tetapi sensasi nyeri sendiri sebagai respon terhadap stimulan nyeri dapat bervariasi. Berdasarkan tempat kerjanya analgesik yang bekerja perifer yang dapat melibatkan komponen sental pula. Prinsip pengujian efek analgesik secara eksperimental adalah mengukur kemampuan obat untuk menghilangkan atau mencegah kesadaran sensai nyeri dengan cara fisik atau kimiawi. Tujuan Untuk mengetahui kerja obat analgesik pada mencit yang uji.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau kejang otot (Tjay, 2007). Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot, tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003). Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung- ujung saraf bebasdi kulit, mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP. Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007). Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007). Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu : a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics) Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal, diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaansediaan golongan non salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010). b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan. Ada 3 golongan obat ini yaitu(Medicastore,2006) : 1) Obat yang berasal dari opium-morfin 2) Senyawa semisintetik morfin 3) Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin. Mekanisme Kerja Obat Analgesik a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics) Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar (Anchy, 2011). b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010). Mekanisme kerja antalgin : Antalgin termasuk derivat metasulfonat dari amidopiryn yang mudah larut dalam air dan cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral pada otak untuk menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin merupakan inhibitor selektif dari prostaglandin F2 yaitu: suatu mediator inflamasi yang menyebabkan reaksi radang seperti panas, merah, nyeri, bengkak, dan gangguan fungsi yang biasa terlihat pada penderita demam rheumatik dan rheumatik arthritis. Antalgin mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensifitas reseptor rasa sakit dan thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986). MONOGRAFI Pemerian :Serbuk hablur putih atau putih kekuningan Kelarutan : Larut dalam air dan HCl 0,02 N Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ( Anonim, 1995 ) Khasiat : Analgetik Dosis : 500 mg ( Anonim, 1979 )
Mekanisme kerja ibuprofen : Ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada system saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin seperti siklooksigenase sehingga mencegah sensitasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit seperti bradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, B., 2000). MONOGRAFI Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih; berbau khas lemah. Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam etanol. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (anonim, 1995). Khasiat : Analgetik Dosis : 400 mg tiap 4-6 jam (Charles,2009) Mekanisme kerja asam mefenamat : Asam mefenamat merupakan kelompok anti inflamasi non steroid, bekerja dengan menghambat sintesa prostaglandin dalam jaringan tubuh dengan menghambat enzim siklooksigenase, sehingga mempunyai efek analgesik, anti inflamasi dan antipiretik. Cara Kerja Asam mefenamat adalah seperti OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid atau NSAID) lain yaitu menghambat sintesa prostaglandin dengan menghambat kerja enzim cyclooxygenase (COX-1 & COX- 2). Asam mefenamat mempunyai efek antiinflamasi, analgetik (antinyeri) dan antipiretik. Asam mefenamat mempunyai khasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi. Asam mefenamat merupakan satu-satunya fenamat yang menunjukan kerja pusat dan juga kerja perifer. Dengan mekanisme menghambat kerja enziim sikloogsigenase ( Goodman, 2007 ). MONOGRAFI Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; melebur pada suhu 2300 C disertai peruraian. Kelarutan : Larut dalam alkali hidroksida, agak sukar larut dalam kloroform, sukar larut dalam etanol dan metanol, praktis tidak larut dalam air. Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya (Anonim,1995). Khasiat : Analgetik (Anonim, 1979) Dosis : 500 mg (Anonim, 2000) Mekanisme kerja Paracetamol : Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda (Wilmana, 1995). Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer (Dipalma, 1986). Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995). MONOGRAFI Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit Kelarutan : larut dalam air mendidih , mudah larut dalam etanol. Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya (Anonim,1995). Khasiat : Analgetik, antipiretik Dosis : 500 2000 mg per hari (Anonim, 1979). BAB III METODOLOGI KERJA
2.1 Bahan dan Alat Tikus putih jantan, larutan antalgin 10%, Ketoprofen, penangas air suhu 50 o C, stopwatch, alat penahan tikus, alat suntik 1 mL.
2.1 Cara Kerja 1. Ekor tikus dimasukkan ke dalam penangas air, lamanya respon yang muncul dicatat dengan cara mengamati waktu dari mulai ekor tikus dimasukkan ke dalam penangas sampai dengan munculnya jentikan ekor tikus dari penangas air. 2. Prosedur diatas diulangi 3 kali dengan selang waktu 2 menit untuk memperoleh respon normal dari tikus. 3. Data kedua dan ketiga diratakan dan dicatat sebagi respon normal masing- masing tikus terhadap stimulus nyeri (normal antara 3-5 detik). 4. Tikus disuntikan obat Antalgin dosis 300 mg/kg bb dan Ketoprofene 5 mg/kg bb secara intraperitoneum. 5. Didiamkan 10 menit. 6. Ekor tikus di masukkan ke dalam penangas air dan dicatat waktu respon yang muncul. Ekor tikus tidak boleh dibiarkan berada dalam air lebih dari 10 detik. Bila hal ini terjadi harus diangkat dan dinyatakan sebagai kehilangan rasa nyeri atau analgesia. 7. Pengamatan dilakukan pada selang waktu 20, 30, 60, 90, dan 120 menit. 8. Gambaran stimulus nyeri dan respon dibuat tabel dan kurva.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan Data 1 : 13 detik Data 2 : 4 detik Data 3 : 2 detik Respon normal katak = (data 2 + data 3) : 2 = (4 + 2) : 2 = 3 detik Berat tikus : 160 gram Menghitung dosis Ketoprofene = (BB: 1000) x 5 = (160 : 1000) x 5 = 0.8 Dosis yang harus diberikan pada mencit = (0.8 : 100) x 1 mL = 0.008 (dibulatkan: 0.01 mL) Tabel stimulus nyeri dan respon tikus Respon Normal Sesudah Pemberian Ketoprofene (menit ke- ) 0 10 30 50 70 90 3s 12.5s 7.5s 6s 4s 3.5s
Kurva stimulus nyeri dan respon tikus
Pembahasan Ketoprofen adalah salah satu jenis nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) yang digunakan untuk mengobati berbagai jenis nyeri ringan hingga sedang, membantu meredakan gejala arthritis (osteoarthritis dan rheumatoid arthritis) seperti peradangan, pembengkakan, kaku dan nyeri sendi. Ketoprofen dapat menghambat sintesa prostaglandin pada jaringan tubuh dengan cara menghambat siklooksigenase, yaitu suatu enzim yang mengkatalisa pembentukan prostaglandin (endoperoksid) dari asam arakhidonat.
Daftar Pustaka Anonim, 1979, Farmakope Indonesia edisi 3, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Charles,dkk.2009.Drug Information Handbook. Apha.Ohio.Lexi-Com inc. 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9 9.5 10 10.5 11 11.5 12 12.5 13 10" 30" 50" 70" 90" Ketoprofen Ketoprofen Diphalma, J. R., Digregorio, G. J. 1986. Basic Pharmacology in Medicine. 3th ed. New York: Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20 Widjajakusumah: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC. Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, diterjemahkan oleh Amalia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Lukmanto, H., 1986, Informasi Akurat Produk Farmasi di Indonesia, Edisi II, Jakarta. Siswandono dan Soekardjo, B., (2000). Kimia Medisinal. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press. Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta. Sunaryo, Wilmana. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI: 224-33