You are on page 1of 19

0

CLINICAL SIENCE SESSION


SABTU, 06 SEPTEMBER 2014

PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA








OLEH :
MUHAMMAD SULISTIO
G1A107072


PEMBIMBING:
DR. M. IKHSAN, Sp.M


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR
SMF/BAGIAN MATA RSUD RADEN MATTAHER/FKIK UNJA
TAHUN 2014
1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul
Perdarahan Subkonjungtiva. Penulisan referat ini dalam rangka memenuhi salah
satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik senior di bagian Mata di RSUD
RadenMattaher Jambi. Kami mengucapkan terimakasih kepada dr. M. Ikhsan, SpM,
dr. H. Djarizal, SpM, M.PH, dr. H. Kuswaya, SpM, dr. Hj. Zaimah Hilal, Sp.M, dan
dr.Amelia Novita Sari; yang telah membantu dan membimbing dalam penyelesaian
referat ini.
Sepenuhnya saya menyadari referat ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki dan menyempurnakan referat ini.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, referat ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Jambi, September 2014




Penyusun






2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar . i
Daftar Isi .. ii
Bab I Pendahuluan .. 3
Bab II Tinjauan Pustaka .. 4
a. Anatomi Mata ................................................................. 4
b. Fisiologi ................................................................. 6
c. Perdarahan Subkonjungtiva .............................................................. 7
Daftar Pustaka 18

3

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata
merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata
sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian
akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar
kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindungan
terhadap faktor faktor luar yang berbahaya.
1

Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata
merah. Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan
tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan
penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah
akibat perdarahan subkonjungtiva dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan
diabsorpsi oleh tubuh.
Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa
karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini
sebagia faktor resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada
keadaan tertentu seperti perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan
visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan ke
dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup untuk
mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan
penanganannya.

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata dan Konjungtiva
Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu
sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa
sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :
1. Anatomi kelopak mata
Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing
yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi
melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang
membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian
bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar
Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator
palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.
2. Anatomi sistem lakrimal
Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :
Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau
lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.
Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus
lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.
3. Anatomi konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva
ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet.
Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
5

Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar
digerakkan dari tarsus.
Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat
peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan
jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.
4. Anatomi bola mata
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus
oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata.
Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).
Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak.
5. Anatomi rongga orbita
Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang
membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar
6

orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama sama tulang
palatinum dan zigomatikus.
Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam) :
Kornea
Kamera okuli anterior
Iris
Lensa
Kamera okuli posterior (vitreus body)
Retina
Nervus optikus












Gambar 1. Anatomi mata
2


2.2 Fisiologi Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di
permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini
memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus
7

dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen
penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi.
Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang
berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.
Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :
Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi
kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.
3
Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di
tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan
menjadi konjungtiva bulbaris.
4

Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra
dan bulbi
Konjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan
epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk
palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus
dimana dua lapisan menyatu.
3
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke
septum orbitale di forniks dan melipat berkali kali. Pelipatan ini
memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerak
dan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk
kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulit
dan membran mukosa.
4




8










Gambar 2. Anatomi Konjungtiva
5

Pasokan darah, limfe dan persarafan
Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri
palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena
konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring jaring
vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.
Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan
profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk
pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan
(oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri.
4

Histologi konjungtiva :
Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya
sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar
sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di
dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal
dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 10% jumlah
sel basal.
3
Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan
sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
9

konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat
persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel
epitel skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel
sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.
4

Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak
kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu
lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus).
Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi
berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis
inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa
kemudian menjadi folikuler.

2.3 Perdarahan Subkonjungtiva
A. Definisi
Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh
darah konjungtiva.
3
Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga
mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien.
4


Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva
6

10

B. Sinonim
6

Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:
1. bleeding in the eye
2. eye injury
3. ruptured blood vessels
4. blood in the eye
5. bleeding under the conjunctiva
6. bloodshot eye
7. pinkeye

C. Epidemiologi
Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua
kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan
pertambahan umur.
6
Penelitian epidemiologi di Kongo rata rata usia yang
mengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.
7
Perdarahan
subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).
Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan
yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi
memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan
subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin,
malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.
Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk
pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa
kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan
subkonjungtiva.
8


D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva
Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan
perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.
11

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva
pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak
nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata.
Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)
atau merah tua (tebal).
Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang
ringan.
Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu
kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.
9


E. Patofisiologi
Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari
bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan
pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan
sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya
tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh-
pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga
mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva
tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.
Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara
difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya
memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva
yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang
secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak
berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak
berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasa
sakit.
6

12

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang
datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga
menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak
mata.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma,
ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau
episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
.Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,
yaitu :
1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan
Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba
tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi
endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang
dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur,
hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian
antikoagulan dan batuk rejan.
3

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral.
Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh
kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan
hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu.
4

2. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma
di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita.
Perdarahan yang terjadi kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola
mata yang terjadi.

F. Etiologi
1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali
mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan
13

terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot
maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari
perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik
sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang
sering mengalami kekambuhan.
10
Mutasi pada faktor XIII Val34Leu
mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode
perdarahan subkonjungtiva.
11

2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)
3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau
ruptur bola mata)
4. Hipertensi
12

5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa
adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik,
diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.
6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D
yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva, penggunaan warfarin.
13

7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada
konjungtiva.
8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan
subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam
tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles,
yellow fever, sandfly fever).
9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari
patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah
jantung.
10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva
yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan
pinguecula.
14

14

11. Konjungtivokhalasis merupakan salah satu faktor resiko yang memainkan
peranan penting pada patomekanisme terjadinya perdarahan subkonjungtiva.

G. Diagnosis dan pemeriksaan
Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu
penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma
dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva
idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut
biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan
kelainan koagulasi harus disingkirkan.
Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine
(topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga
etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia.
16

Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan
subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva
traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di
rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah
pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada
konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain
konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib
pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpa
ada trauma organ mata lainnya.
6

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil,
bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika
perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat
perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu
pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkap
dengan jumlah trombosit.
16

15

H. Diagnosis banding
6

1. Konjungtivitis.
2. Konjungtivitis hemoragik akut
3. Sarcoma kaposi

I. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin.
Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa
diobati.
3

Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat
dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air
mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai
dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas
beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata
buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko
perdarahan berulang.
17

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika
ditemukan kondisi berikut ini :
1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.
2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan
untuk melihat)
3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan
4. Riwayat hipertensi
5. Riwayat trauma pada mata.


J. Komplikasi
16

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1
2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya
perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui
berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas.
3

Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang
(kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain. Penelitian yang dilakukan oleh Hicks D
dan Mick A mengenai perdarahan subkonjungtiva yang menetap atau mengalami
kekambuhan didapatkan kesimpulan bahwa perdarahan subkonjungtiva yang menetap
merupakan gejala awal dari limfoma adneksa okuler.
6


K. Prognosis
Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena
sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu
seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan
maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.
3,6














17

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta
2. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology 2006 Thieme
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. 2008. FK UI. Jakarta
4. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta
5. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart.
New York;
6. Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1
st
Edition. 2009. Medscapes
Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 8 Februari 2012,
dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview
7. Kaimbo D, Kaimbo Wa. Epidemiology of traumatic and spontaneous
subconjunctival haemorrhages in Congo. Congo. 2008. Diakses pada tanggal
8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ Epidemiology of traumatic and
spontaneous subconjunctival haemorrhages in Congo/943iure
8. Stolp W, Kamin W, Liedtke M, Borgmann H. [Eye diseases and control of
labor. Studies of changes in the eye in labor exemplified by subconjunctival
hemorrhage (hyposphagmas)] . Johanniter-Krankenhauses Bonn. Jerman.
Diakses pada tanggal 8 Februari 2012
9. American Academy. 2009. Subconjunctival Haemorrhages. Amerika
10. Parmeggiani F et all. Prevalence of factor XIII Val34Leu polymorphism in
patients affected by spontaneous subconjunctival hemorrhage. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/Prevalence of
factor XIII Val34Leu polymorphism in patients affected by spontaneous
subconjunctival hemorrhage/42u3-upr2
11. Incorvaia C et all. Recurrent episodes of spontaneous subconjunctival
hemorrhage in patients with factor XIII Val34Leu mutation. Ferrara, Itali.
Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/ac12/ Recurrent
episodes of spontaneous subconjunctival hemorrhage in patients with factor
XIII Val34Leu mutation/9372
12. Pitts JF, Jardine AG, Murray SB, Barker NH. Spontaneous subconjunctival
haemorrhage--a sign of hypertension?. Western Infirmary, Glasgow. Diakses
pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/aihds. Spontaneous
subconjunctival haemorrhage--a sign of hypertension?.id
13. Leiker LL, Mehta BH, Pruchnicki MC, Rodis JL. Risk factors and
complications of subconjunctival hemorrhages in patients taking warfarin.
Kansan. USA. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari http//pubmed.com/
Risk factors and complications of subconjunctival hemorrhages in patients
taking warfarin/3i2r43
14. Mimura T, Yamagami S et all. Contanc lens-Induced Subconjuntival
Hemorrhage. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8 Februari 2012, dari
http//pubmed.com

18

15. Mimura T, Yamagami S et all. Subconjuntival Hemorrhage and
Conjuntivochalasis. 2010. Tokyo, japan. Diakses pada tanggal 8 Februari
2012, dari http//pubmed.com/jornal: Subconjuntival Hemorrhage and
Conjuntivochalasis/as23u
16. Chern, K. C. Emergency Ophthalmology: A Rapid Treatment Guide. 1st ed.
2002. McGraw-Hill, Massachusetts.
17. Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 8
Februari 2012/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

You might also like