You are on page 1of 12

Pelayanan sedasi

Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan


depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan
menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal.
The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut untuk sedasi :
1.Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon
normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi
fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.
2.Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi obat
di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah diikuti
oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten
dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
3.Sedasi dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah
terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan berulang
atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu
dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi
kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam di mana kontak verbal dan
refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan
anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian
yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas
paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar, tetapi pada
tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih baik. Beberapa obat
anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek sedasi. Obat-obat
sedative dapat menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.



INDIKASI PENGGUNAAN OBAT-OBAT SEDATIF
1.Premedikasi
Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi kecemasan
sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat digunakan pada anak-anak kecil,
pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan
untuk menambah aksi agen-agen anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien,
pembedahan yang akan dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien
dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan pembedahan terencana
atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang
paling banyak digunakan untuk premedikasi.
2.Sedo-analgesia
Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan anestesi lokal,
misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan yang menggunakan blok
regional. Perkembangan pembedahan invasif minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas
digunakan.
3.Prosedur radiologik
Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu mentoleransi prosedur
radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi. Perkembangan penggunaan radiologi
intervensi selanjutnya meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.
4.Endoskopi
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan memberi efek
sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada endoskopi gastrointestinal (GI),
analgesik lokal biasanya tidak tepat digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan
opioid sistemik. Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan
resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi.
5.Terapi intensif
Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi penggunaan
ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan
meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi
analgesia yang adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada
keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat harus
dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk waktu yang lama pada
pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan metabolisme dan ekskresi obnat yang
terganggu. Beberapa obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek
dan jangka panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol, opioid,
dan agoni 2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah dibuat sejak
bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-akhir ini pada pentingnya sedasi harian
holds; strategi interupsi harian dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya
kebutuhan untuk sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi
terkait penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk mengurangi lama
perawatan.
6.Suplementasi terhadap anestesi umum
Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi intravena dengan
teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah dapat menghasilkan reduksi
signifikan dari dosis agen induksi yang dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi
frekuensi dan beratnya efek samping.
TEKNIK PENGGUNAAN
Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting karena bisa
terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-obat
sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari
respon individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana
praktisi medis tanpa pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam
pompa infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan
sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram untuk patient-controlled sedation,
biasanya untuk mempertahankan sedasi setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter.
Setelah sistem tersebut sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif
menurun sementara jarak pemberian meningkat.
Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model farmakokinetik
obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma target yang diinginkan secepat
mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di
mana semakin tua usia pasien, semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap
SSP. Karena terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah
level target.
1.Pemakaian sedasi yang aman
Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman dan
meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar lingkungan operasi,
perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat, peralatan, dan orang yang berkompeten.
Beberapa panduan pemakaian telah diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait
penggunaan sedasi untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan
gigi, dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat. Kelayakan pasien
untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi: misalnya pasien dengan masalah
jalan napas tidak boleh menggunakan prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor
kondisi fisiologis seperti saturasi oksigen arterial, dan individu yang melakukan prosedur
tidak bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang personel
harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk menangani komplikasi
kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap dan tersedia secepatnya.
OBAT-OBATAN SEDATIF
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama, yaitu:
Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih sering di
klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan ketamin, juga
digunakan sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik; farmakologi obat ini telah
dijelaskan pada bab 3. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar
subanestetik.
1.BENZODIAZEPIN
Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan hypnotik dan
pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar sediaan parenteral tersedia,
mereka terus mengembangkan di anestesi dan perawatan intensif. Semua benzodiazepin
mempunyai efek farmakologi yang sama, efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan
ketersediaan obat-obatan. Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu
sebagai lama kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama kerja pendek
(midazolam).

a.FARMAKOLOGI
Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor benzodiazepin, yang
mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g aminobutirik (GABA). GABA
merupakan inhibitor utama neurotransmiter di susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-
neuron modulasi GABA ergik. Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe
GABAA. Berikatan dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel,
yang menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat membuat
neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian obat ini memfasilitasi efek
inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat ditemukan di otak dan medula spinalis,
dengan densitas tinggi pada korteks serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah
pada medula spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem
kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.
Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan kemampuan reseptor.
Dosis midazolam

Efek

Kemampuan reseptor
(%)

Dosis flumazenil
untuk membalikan

Dosis rendah


Sedasi ringan

Sedasi kuat
Antiepilepsi
Anxiolisis

Penurunnan perhatian
Amnesia
Relaksasi otot


20-25
20-30

25-50
60-90
Dosis rendah

Dosis tinggi

Anestes Dosis tinggi


Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai ikatan yang
terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol. Ikatan dengan komponen
yang lain pada reseptor benzodiazepin menunjukan efek sinergis dengan beberapa obat lain.
Efek sinergis ini menunjukan bahaya depresi SSP jika obat digunakan secara bersamaan dan
juga menyebabkan efek farmakologi toleransi silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini
juga konsisten dengan penggunaan benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal balik akut
atau detoksifikasi alkohol atau obat-obatan lain.
Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi tidak dapat
menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan pada reseptor ligand tapi
menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis, akibatnya terjadi rangsangan pada otak.
Senyawa ini juga merupakan antagonis dari flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi
berlawanan pada benzodiazepin yang sebelumnya adalah cadangan yang lama dari flumazenil
dan merupakan akibat dari eksaserbasi pada penambahan dosis obat murni. Lebih dari itu
dapat menyebabkan kegelisahan seperti pada hipoksemia dan toksisitas anestasi lokal, yang
seharusnya hal ini diperhatikan terkebih dahulu.
Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari reseptor dan
juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada akhirnya menunjukan peningkatan
toleransi. Penggunaan yang lama juga dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik
maupun mental, yang walaupun obat ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan
barbiturat. Hubungan timbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala klinik yang sama
seperti pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis benzodiazepin diturunkan secara
teratur setelah penggunaan yang lama.
Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek dari
benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur.
Efek pada SSP
Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas antiepileptik.
Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan apabila obat ini
digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang akut maupun kronik. Efek yang
panjang dari obat oral seperti diazepam dan chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal
balik dari alkohol akut. Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada
prosedur yang salah.
Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi aktivitas serebral,
dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor yang rendah yang sama dengan pada
anestesi umum jika ruang reseptor terisi. Midazolam terbukti benar aman sebagai obat sedatif
intravena. Benzodiazepin mempunyai efek terapi yang tinggi (berbanding efektif dengan
dosis letal) karena pada dosis yang berlebihan, perbedaan pada densitas reseptor
menyebabkan terjadi reaksi sensitivitas yang berlebihan pada korteks dan depresi medula.
Bagaimanapun hal ini dapat menyebabkan obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan
refleks protektif yang terjadi sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu
efek sedasi yang berlebihan atau terjadi self poisoning.
Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara intravena dan yang
digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan atau penggunaan pada prosedur yang
berulang. Anterograd amnesia mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak
ditemukan pada penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi
pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada kasus ini.
Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal. Obat intravena
lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk menghentikan seizure dan clonazepam
digunakan untuk membantu terapi pada terapi epilepsi kronik. Benzodiazepin dapat
meningkatkan ambang aktivitas seizure pada toksisitas anestesi lokal, tapi dapat terlihat
sebagai gejala awal.
Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan untuk insomnia dan
lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun pengobatan yang lama tidak dianjurkan
karena dapat memberikan masalah seperti efek toleransi dan ketergantungan dan yang
terpenting yaitu kesulitan dalam efek timbal balik pada pengobatan. Penggunaan
benzodiazepin sebagai hipnotik sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang
baru sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada reseptor
benzodiazepin.
Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah otak, dan juga
respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh sebab itu mereka
menyesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien dengan kelaianan intrakranial.
Bagaimanapun harus diketahui bahwa midazolam tidak dapat mencegah peningkatan tekanan
intrakranial bersama dengan pemasangan intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi
ventliasi disebabkan oleh benzodiazepin pada pernapasan spontan yang dari pasien
menunjukan peningkatan PCO2 arteri, yang tidak diinginkan jika pemenuhan tekanan
intrakranial menurun.
Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan mengantuk dan terjadi
kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek residu sedatif minimal tapi dapat
mempengaruhi fungsi kognitif dan koordinasi motorik, yang seharusnya dapat diperkirakan
kapan pengobatan ini dihentikan pada pasien.
Relaksasi Otot
Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa menguntungkan misalnya pada
penggunaan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif, yang mengurangi resiko dari
dislokasi artikular atau saat pemasangan endoskopi. Bagaimanapun juga relaksasi otot
berperan secara responsif pad obstruksi jalan napas pada penggunaan obat sedatif intravena.
Relaksasi otot tidak berhubungan dengan efek pada neuromuskular junction, tapi
menyebabkan peningkatan pada penghantaran impuls neuron pada medula spinalis dan
penurunan transmisi polisinaptik pada otak.
Efek pada Respirasi
Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi . respon ventilasi
terhadap CO2 dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang kurang ditandai dengan adanya
depresi. Hal ini diikuti juga dengan adanya sindrom hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang
peka terhadap depresi pernapasan akibat efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi
merupakan efek eksaserbasi dari obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari
yang sebelumnya. Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-sama akan
terjadi efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan bersama-sama secara intravena,
obat opiod harus diberikan terlebih dahulu dan efeknya dapat diperkirakan. Penurunan dosis
benzodiazepin yang diperlukan sampai 75% harus diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar
praktek untuk menyediakan oksigen tambahan dan monitor saturasi oksigen dengan oximetri
selama pemberian obat sedatif secara intravena.

Efek Kardiovaskuler
Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar dimana mekanisme-
mekanisme refleks hemostatik masih tetap terpelihara dan lebih aman dari agen anastesi
intravena. Suatu penekanan pada resistensi vaskuler perifer menghasilkan sedikit penekanan
pada tekanan arteri. Hipotensi yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang mengalami
hipovolemia atau vasokonstriksi.
Farmakokinetik
Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap diabsorbsi secara
oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus melewati hepar dulu sehingga hanya
sekitar 50% dari dosis oral yang sampai ke sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus
intravena, penghentian aksi obat terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi.
Dibandingkan dengan obat-obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang
lebih lambat untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ. Hal ini
menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek klinis sebelum
memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat pengikatan protein secara luas.
Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan
utama dari metabolisme meliputi oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase.
Makna dari hal ini adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit
hepar, interaksi obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom P450.
Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki metabolic aktif yang
secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi renal terlihat dari akumulasi dari
metabolit-metabolit dan ini merupakan satu faktor penting penundaan pemulihan dari
pemanjangan sedasi dari ITU.
DIAZEPAM
Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk penggunaan
parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya diformulasikan dalam propylene glikol,
yang sangat iritan untuk vena dan dihubungkan dengan peningkatan insidens dari
tromboflebitis. Suatu emulsi lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua
formasi tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5 mg/ml. Diazepam juga
tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100% bioavibilitas dan larutan rectal dan
supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50 jam, tetapi metabolit-metabolit aktif diproduksi
termasuk desmetil diazepam dengan waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada
disfungsi hepar.
Dosis
Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi
Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg.
Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis
maksimal 20 mg.
Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam.
MIDAZOLAM
Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol yang mencapai
kelarutan air pada pH <>
Dosis
Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 g/kg
Sedasi : 2-7 mg IV (lebih tua : <>
Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/j
TEMAZEPAM
Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan lebih luas sebagai
suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya. Pemberian secara oral absorpsinya
sempurna tapi membutuhkan waktu sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi puncak
di plasma. Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan glukoronidase dan
tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki eliminasi waktu paru relatif lama 8-15
jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar 2 jam, dengan gejala siksa
mengantuk. Toleransi dan ketergantungan jarang terjadi pada pemakaian lama dari
temazepam, ditujukan secara luas sebagai suatu hipnotik.
LORAZEPAM
Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak digunakan secara rutin
sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset yang pelan. Metabolisme oleh
glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15 jam dan durasi yang lebih panjang
dibandingkan temazepam. Jika digunakan untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam
sebelumnya atau pada permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang
menyertai pemberian obat ini.
Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status epileptikus, karena
memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi dibanding diazepam. Juga bisa
digunakan untuk penanganan serangan akut panik yang berat, baik secara IM/IV dengan
dosis 25-30 g/kg (dosis biasa 1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain
yang tersedia.
EFEK SAMPING
Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari efek
farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan hemodinamik dan
obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis yang tidak diperhatikan dan lebih
sering terjadi pada orang tua atau pasien dengan kondisi yang lemah.
FLUMAZENIL
Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua ligand reseptor
benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek benzodiazepin di CNS dan juga
efek berbahaya yang berpotensi muncul melawan efek fisiologis termasu depresi respirasi
dan kardiovaskuler dan obstruksi jalan napas.
Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan ditoleransi
dengan baik dengan efek samping minimal.
Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati. Flumazenil
memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang dari 1 jam. Lama kerja
tergantung pada dosis yang diberikan dan identitas dan dosis agonis. Berkisar antara 20 menit
sampai 2 jam untuk potensi resedasi jika agonis memiliki waktu paruh yang lebih panjang,
yang mengharuskan suatu periode observasi tertutup.


Dosis dan pemberian
Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100 g/ml. Dosis
efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam bentuk 0,1-0,2 mg bolus dan
diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien koma tidak boleh lebih dari 2 mg.
Indikasi
Pemulihan sedasi. Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasien yang lemah.
Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin.
Pada keracunan. Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat menyebabkan tidak sadar
dan depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus terus dibutuhkan sampai konsentrasi dalam
plasma agonis menurun. Pada keadaan koma yang tidak diketahui penyebabnya, flumazenil
dapat menjadi suatu alat diagnostik.
Pada ITU. Perpanjangan sedasi, sering dihasilkan dari akumulasi midazolam pada pasien
dengan gagal ginjal. Dapat diterapi dengan suatu infus dari flumazenil. Sebagai tambahan
bolus obat ini mengurangi efek sedasi dan bolehmenilai keadaan neurogikal.
Pencegahan
Pasien epilepsi. Pasien epilepsi memiliki resiko kejang khususnya jika suatu benzodiazepin
diresepkan sebagai terapi antiepilepsi.
Ketergantungan benzodiazepin. Gejala putus obat dapat terjadi.
Reaksi cemas. Dapat terjadi pada pemberian secara cepat pada sedasi yang lama.
Pasien dengan trauma kepala yang berat. Flumazenil dapat mepercepat suatu peningkatan
tiba-tiba dari tekanan intrakranial.

You might also like