You are on page 1of 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Episiotomy adalah suatu tindakan bantuan persalinan berupa insisi pada perineum
yang menyebabkan terpotongnya lapisan selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan
pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum, serta kulit sebelah depan perineum.
Operasi ini meliputi incisi dari perineum untuk memudahkan kelahiran dan mencegah ruptur
perinii totalis.
Tindakan operasi ini bertujuan untuk memperlebar jalan keluarnya fetus dan
mengurangi terjadinya robekan alami yang akan menimbulkan rasa sakit yang lebih
dibandingan dengan luka robekan akibat operasi episiotomy.
Operasi episiotomi dilakukan dengan adanya pendekatan dua indikasi, yaitu indikasi
pada fetus dan indikasi pada induk. Operasi pembedahan ini dilakukan berdasarkan dua tknik
sayatan, yaitu teknik medial dan mediolateral. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan
kekurang tersendiri.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini antara lain :
a. Mengetahui secara mendetail tentang episiotomy pada hewan.
b. Mengetahui indikasi, teknik pembedahan dan perawatan pasca bedah episiotomy.
c. Melatih mahasiswa dalam penyusunan karya ilmiah.

1.3 Manfaat
Manfaat dari tulisan ini :
a. Memberi manfaat bagi pembaca tentang pengetahuan episiotomy pada hewan.
b. Dapat melakukan pembedahan episiotomy.



2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Episiotomy adalah suatu tindakan bantuan persalinan berupa insisi pada perineum
yang menyebabkan terpotongnya lapisan selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan
pada septum rektovaginal, otot-otot dan fascia perineum, serta kulit sebelah depan perineum.
Operasi ini meliputi incisi dari perineum untuk memudahkan kelahiran dan mencegah ruptur
perinii totalis.
Berdasarkan lokasi sayatan maka dikenal 2 jenis episiotomi yaitu:
Episiotomi medialis.
Sayatan dimulai pada garis tengah komissura posterior lurus ke bawah tetapi tidak
sampai mengenai serabut sfingter ani. Keuntungan dari episiotomi medialis ini adalah
perdarahan yang timbul dari luka episiotomi lebih sedikit oleh karena merupakan
daerah yang relatif sedikit mengandung pembuluh darah.sayatan bersifat simetris dan
anatomis sehingga penjahitan kembali lebih mudah dan penyembuhan lebih
memuaskan. Kerugiannya adalah dapat terjadi ruptur perinei tingkat III inkomplet
(laserasi m.sfingter ani) atau komplet (laserasi dinding rektum).
Episiotomi mediolateralis
Sayatan disini dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah belakang
dan samping. Arah sayatan dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri, tergantung
pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang sayatan kira-kira 4 cm. Sayatan
disini sengaja dilakukan menjauhi otot sfingter ani untuk mencegah ruptura perinei
tingkat III. Perdarahan luka lebih banyak oleh karena melibatkan daerah yang banyak
pembuluh darahnya. Otot-otot perineum terpotong sehingga penjahitan luka lebih
sukar. Penjahitan dilakukan sedemikian rupa sehingga setelah penjahitan selesai
hasilnya harus simetris.
3


Gambar 2.1.1 lokasi sayatan episiotomy
2.2 Indikasi Episiotomy
1. Pertama kali melahirkan
2. Perineum kaku dan pendek serta ada riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu.
3. Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan.
4. Adanya rupture yang membakat pada perineum.
5. Jaringan parut pada perineum maupun pada vagina
6. Arkus pubis yang sempit
7. Sewaktu melahirkan fetus prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang
berlebihan pada kepala fetus.
8. Sewaktu melahirkan fetus letaknya sungsangi, distokia, dan fetus terlalu besar.

Gambar 2.2.1 Indikasi Episiotomy
4

2.3 Obat dan anastesi
Obatan-obatan yang diperlukan antara lain : premedikasi, anestesi, antibiotika,
hemostatika, anti radang, analgesic, dan cairan infus ( LR, dextrose 5 % ) dan Anastesi yang
biasa yang digunakan untuk pembedahan episiotomy adalah anestesi epidural atau anestesi
umum, sedangkan premedikasi yang digunakan adalah atropin sulfat.
2.4 Persiapan Operasi
Sebelum dilakukan operasi, hewan perlu dilakukan anamnesa yamg cermat.
Pemeriksaan secara menyeluruh yang meliputi pulsus, frekuensi nafas, temperatur, dan
pemeriksaan seluruh sistema. Selain pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Pada kasus-kasus yamg memerlukan konfirmasi rontgen bisa dilakukan
rotngen. Pelaksanaan operasi dilakukan jika hewan stabil tetapi jika hewan tidak stabil maka
distabilkan terlebih dahulu. Sebelum prosedur pembedahan dilakukan hewan dipuasakan 12
jam, ditimbang berat badannya untuk menentukan dosis obat.
2.5 Tehnik Operasi
1. Gunakan gunting tajam disinfeksi
tingkat tinggi atau steril. Tempatkan
gunting ditengah fourchette posterior
dan gunting mengarah kesudut yang
diinginkan. Pastikan untuk melakukan
palpasi/ mengidentifikasi sfingter ani
eksternal dan mengarahkan gunting
cukup jaauh kearah samping untuk
menghindari sfingter.
Gambar 2.5.1 Pembedahan Episiotomy
2. Gunting perineum sekitar 3-4 cm dengan arah yang diinginkan menggunakan satu
atau dua arah gunting yang mantap. Hindari menggunting sedikit demi sedikit karena
akan menimbulkan tepi luka yang tidak rata sehingga akan menyulitkan penjahitan
atau penyembuhan yang lebih lama.
3. Gunakan gunting untuk memotong sekitar 2-3 cm kedalam vagina.
5

4. Jika kepala fetus belum juga lahir, lakukan tekanan pada luka episotomi dengan
dilapisi kain atau kasa disinfeksi tingkat tinggi atau steril diantara kontraksi untuk
membantu mengurangi perdarahan.
5. Kendalikan kelahiran kepala dan badan fetus untuk mencegah perluasan episotomi.
6. Setelah fetus dan plasenta lahir, periksa dengan hati-hati perineum, vagina dan
apakah mengalami perluasan episiotomi, lakukan penjahitan jika terjadi perluasan
episotomi.
7. Dilakukan penutupan dengan tiga lapis jahitan. Mukosa vagina dijahit dengan
chromic catgut dengan jahitan simple continuous atau interrupted. Jaringan sub kutan
dan muskulus dijahit serupa dan kulit dijahit dengan benang non absorrable. Jahitan
dibuka setelah 7-10 hari.

Gambar 2.5.2 proses pembedahan episiotomy
2.6 Perawatan Pasca Operasite
Tergantung pada kondisi pasien, dapat diindikasikan pemberian infus larutan
Dextrose 5% dalam Saline atau larutan Laktat Ringers dan penicillin atau antibiotika
lainnya. Bila kondisi pasien jelek dapat diperlukan tranfusi darah atau pemberian preparat
kortikosteroid. Hewan ditempatkan dalam kandang yang bersih, diberikan makanan 3 X
sehari dan vitamin. Antibiotik diberikan selama 5 hari dan diatas luka operasi dioleskan
bioplasenton salep.
Untuk mencegah terjadinya pembengkakan, daerah operasi segera dikompres dan
setiap hari dikompres hangat dan untuk mencegah terjadinya infeksi dapat dilakukan dengan
menjaga perineumnya selalu bersih dan kering .
6

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan
fascia perineum dan kulit depan perineum. Jenis-jenis episiotomi adalah : Episiotomi
medialis dan Episiotomi mediolateralis.
Indikasi Episiotomy adalah Pertama kali melahirkan, Perineum kaku dan pendek serta
ada riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu, Apabila terjadi peregangan
perineum yang berlebihan, Adanya rupture yang membakat pada perineum, Jaringan parut
pada perineum maupun pada vagina, Arkus pubis yang sempit, Sewaktu melahirkan fetus
prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya trauma yang berlebihan pada kepala fetus,
Sewaktu melahirkan fetus letaknya sungsangi, distokia, dan fetus terlalu besar.
3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini kami berharap agar pembaca lebih memahami tentang
episiotomi sehingga dapat menambah wawasan bagi pembaca dan pembaca dapat mengetahui
bagaimana cara melakukan penaganan episiotomi serta indikasinya.








7

DAFTAR PUSTAKA

T P Hill , R G Lobetti and M L Schulman, 2000. Vulvovaginectomy and neo-urethrostomy
for treatment of haemangiosarcoma of the vulva and vagina (online) diakses tanggal 10
oktober 2014 http://jsava.co.za/index.php/jsava/article/viewFile/728/702
M. N. H. Chowdhury, S. K. Desilva.1986. Episiotomy wound infection due to Gardnerella
vaginalis. (online) diakses tanggal 14 Oktober 2014
http://link.springer.com/article/10.1007/BF02013975

You might also like