You are on page 1of 52

1

AGGRESSIVE PERIODONTITIS
Aggressive Periodontitis umumnya menyerang secara sistemik pada individu sehat yang
berumur kurang dari 30 tahun, meskipun kadang menyerang pasien yang lebih muda.
Periodontitis agresif secara umum dibedakan dengan periodontitis kronis oleh usia onset, laju
kecepatan progresi penyakit, sifat dan komposisi kumpulan microflora gingiva, perubahan
respon imun host dan agregasi famili dari penyakit individu. Selain itu, pengaruh ras yang kuat
juga diobservasi di United States, penyakit ini lebih umum ditemukan pada orang Afrika-
Amerika.
Periodontitis agresif menggambarkan tiga penyakit yang dulunya diklasifikasikan sebagai early
onset periodontitis. Localized aggressive periodontitis dulunya diklasifikasikan sebagai
localized juvenile periodontitis (LJP). Generalized aggressive priodontitis mencakup penyakit
yang sebelumnya diklasifikasikan sebagai generalized juvenile periodontitis (GJP) dan rapidly
progressive periodontitis (RPP).
LOCALI ZED AGGRESSI VE PERI ODONTI TI S
Istilah Juvenile periodontitis telah diperkenalkan oleh Chaput dan para kolega di tahun 1967
dan oleh Butler pada tahun 1969. Pada tahun 1971, Baer mendefinisikan ini sebagai suatu
penyakit pada periodontium yang terjadi pada remaja sehat dengan karakteristik kehilangan
tulang alveolar yang sangat cepat sekitar lebih dari satu gigi pada susunan gigi permanen.
Jumlah manifestasi kerusakan tidak seimbang dengan jumlah iritasi lokal. Pada tahun 1989, word
workshop clinical periodontics mengkategorikan penyakit ini sebagai localized juvenile
periodontitis (LPJ), termasuk sub dari klasifikasi besar dari early-onset periodontitis (EOP).
2

Pada sistem klasifikasi ini, usia onset dan distribusi lesi merupakan sesuatu yang penting dan
pokok dalam mendiagnosis localized juvenile periodontitis. Sekarang, penyakit penyakit dengan
karakteristik LPJ berubah nama menjadi Localized aggressive periodontitis.
Tanda-tanda Klinis
Localized aggresive periodontitis (LPJ) biasanya mempunyai onset pada usia masa pubertas atau
remaja. Tanda-tanda klinisnya yaitu terlokalisasi pada gigi molar pertama atau incisivus dan
hilangnya attachment interproksimal paling sedikit pada dua gigi permanen, satu pada gigi molar
pertama dan satunya pada gigi selain molar pertama dan incisivus. Lesi yang terdistribusi secara
lokal merupakan suatu karakteristik dari Localized aggressive periodontitis namun masih
menjadi misteri atau belum dapat dijelaskan. Alasan yang dapat mendukung pembatasan
kerusakan jaringan periodontal dan gigi yaitu :
1. Setelah kolonisasi pertama pada gigi permanen yang pertama erupsi (gigi molar pertama
dan incisivus), Actinobacillus actinomycetemcomitans menghindari pertahanan host
dengan mekanisme yang berbeda, meliputi produksi polimorphonuclear leukocyte
(PMN), faktor penghambat-chemotaxis, endotoxin, kolagen, leukotoxin, dan faktor lain
yang dapat membuat bakteri berkolonisasi pada pocket dan memulai perusakan jaringan
periodontal. Setelah penyerangan pertama ini, pertahanan imune adekuat host distimulasi
dengan memproduksi antibody untuk menaikan jarak dan fagositosis serangan bakteri
dan menetralisir aktifitas leukotoxin. Dengan cara ini, kolonisasi bakteri pada tempat lain
dapat dicegah. Respon antibody yang kuat pada agen infeksi adalah karakteristik dari
localized aggressife periodontitis.
3

2. Bakteri antagonis A. Actinomycetemcomitans dapat berkolonisasi pada jaringan
periodontal dan menghambat kolonisasi yang lebih lanjut dari A.
Actinomycetemcomitans. Ini akan melokalisasi infeksi A. Actinomycetemcomitans dan
mencegah perusakan jaringan.
3. A. Actinomycetemcomitans dapat kehilangan kemampuan memproduksi leukotoxin tanpa
alasan yang jelas. Jika hal ini terjadi, progresi penyakit dapat dicegah atau dilemahkan,
dan kolonisasi pada daerah periodontal yang baru dapat dihindari.
4. Kerusakan pada susunan sementum dapat disebabkan oleh lesi yang terlokalisasi.
Permukaan akar dari gigi yang dicabut pada pasien localized aggressive periodontitis
ditemukan adanya cementum yang hypoplastic atau aplastic. Hal ini tidak hanya
ditemukan pada permukaan akar yang terpapar langsung pada pocket periodontal tetapi
juga pada akar gigi yang masih mengelilingi periodontium.
Karakteristik yang mencolok dari LAP adalah tidak adanya inflamasi klinis meskipun
terdapat pocket periodontal yang dalam dan adanya kehilangan tulang yang cepat. Disamping
itu, pada beberapa kasus jumlah plak pada gigi yang terserang minim, yang terlihat tidak
konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Plak yang ada membentuk biofilm yang tipis
pada gigi dan jarang bermineralisasi membentuk kalkulus. Meskipun jumlah plak terbatas,
ini kerap kali mengandung tingkatan yang tinggi dari A. Actinomycetemcomitans dan pada
beberapa pasien Porphyromonas gingivalis.
Localized Aggressife Periodontitis (LAP) mempunyai progres yang cepat. Bukti yang telah
dilaporkan bahwa laju hilangnya tulang sekitar 3-4 kali lebih cepat daripada periodontitis
kronik. Karakteristik klinis lain dari LAP meliputi :
4

1. Adanya perpindahan distolabial pada incisivus rahang atas, bersamaan dengan
pembentukan diastema.
2. Peningkatan pergerakan pada incisivus dan molar rahang atas dan rahang bawah.
3. Sensitivitas pada permukaan akar yang denudasi terhadap temperatur (thermal) dan
stimulus sentuhan (tactile).
4. Rasa sakit yang dalam, dangkal dan radiating selama matikasi, kemungkinan besar
disebabkan oleh iritasi struktur pendukung oleh gigi yang bergerak dan impaksi makanan.
Abses periodontal dibentuk pada tahap ini dan perluasan lymp node regional dapat
terjadi.
Tidak semua kasus LAP berprogresi pada tingkatan yang dapat diuraikan dengan tepat. Pada
beberapa pasien dengan progresi kehilangan attachment dan kehilangan tulang dapat sembuh
dengan sendirinya.


Gbr.LAP
Gambaran Radiografik
5

Hilangnya tulang alveolar secara vertikal disekeliling gigi molar pertama dan incisivus, pada
permulaan masa pubertas pada remaja sehat, merupakan tanda diagnosis klasik dari LAP.
Gambaran radiografik meliputi hilangnya bentuk lengkung tulang alveolar yang meluas dari
permukaan distal pada gigi premolar kedua sampai permukaan mesial gigi molar kedua.
Kerusakan tulang biasanya lebih luas daripada periodontitis kronik.

Gbr.juvenille
Prevalensi dan Distribusi berdasarkan umur dan jenis kelamin
Prevalensi dari Localized aggressive periodontitis (LAP) pada populasi usia remaja pada
keadaan geografis yang berbeda yaitu kurang dari 1 %. Sebagian besar melaporkan
prevalensi yang rendah sekitar 0,2 %. Dua penelitian radiografik yang independen terhadap
remaja usia 16 tahun, satu di Finlandia dan satu di Switzerland, mengikuti kriteria diagnosis
yang ketat yang dikemukakan oleh Baer dan melaporkan laju prevalensi adalah 0,1 %.
Sebuah penelitian klinis dan radiografi terhadap 7266 remaja berusia antara 15-19 tahun di
Inggris juga menunjukan laju prevalensi sebesar 0,1 %. Sebuah survey nasional di United
States terhadap remaja berusia 14-17 tahun melaporkan bahwa 0,53 % terserang LAP. Ras
kulit hitam mempunyai resiko tinggi terkena LAP, laki-laki kulit hitam berusia remaja
6

mempunyai resiko 2,9 kali terkena penyakit ini dibandingkan perempuan kulit hitam berusia
remaja. Beberapa penelitian lain menemukan bahwa prevalensi tertinggi LAP pada laki-laki
kulit hitam, diikuti menurun sesuai urutan yaitu perempuan kulit hitam, perempuan kulit
putih dan laki-laki kulit putih. Localized aggressive periodontitis (LAP) dapat menyerang
baik laki-laki maupun perempuan, dan terlihat frekuensi paling banyak pada periode pubertas
dan pada usia 20 tahun.

GENERALIZED AGGRESSIVE PERIODONTITIS
Tanda-tanda klinis
Generalized Aggressive Periodontitis (GAP) biasanya menyerang individu dibawah umur 30
tahun, namun pasien yang lebih tua juga dapat terserang. Berbeda dengan LAP, pada GAP
terbukti bahwa individu yang terserang GAP menghasilkan respon antibody yang rendah
terhadap adanya organisme pathogen. Secara klinis, GAP mempunyai karakteristik yaitu
hilangnya perlekatan interproksimal secara mnyeluruh, sedikitnya pada tiga gigi permanen
selain molar pertama dan incisivus. Kerusakan yang timbul terjadi secara bertahap, dengan
periode kerusakan lanjut diikuti tahap quiescence (diam) pada variabel panjang (minggu, ke
bulan atau tahun). Radiografi sering menunjukan kehilangan tulang yang mempunyai progresi
sejak pemeriksaan radiografik.
Seperti pada LAP, pasien GAP kerap kali mempunyai sejumlah kecil bakteri plak yang
berasosiasi dengan gigi yang terserang. Secara kuantitatif, jumlah plak nampak tidak konsisten
dengan jumlah kerusakan periodontal. Secara kualitas bakteri ini sering kali ditemukan dalam
7

plak, meliputi P. gingivalis, A. actinomycetemcomitans dan Tannerella forsythia (dulunya
Bacteroides forsythus).
Respon dua jaringan gingiva dapat ditemukan pada kasus GAP. Salah satu yang paling dahsyat
adalah jaringan yang terinflamasi akut, sering terproliferasi, terulserasi dan berwarna merah
terang. Pendarahan dapat terjadi secara spontan atau dengan stimulasi ringan. Supurasi dapat
menjadi suatu karakteristik penting. Respon jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif
dimana perlekatan tulang hilang dengan aktif. Pada beberapa kasus, jaringan gingiva dapat
terlihat berwarna pink, bebas inflamasi. Namun, walaupun begitu terlihat tanda-tanda klinis
yang ringan yaitu poket yang dalam dapat terlihat dengan pemeriksaan. Page dan Svhroeder
berkeyakinan bahwa respon jaringan bersamaan waktunya dengan periode quiescence dimana
permukaan tulang masih tetap. Beberapa pasien GAP dapat memiliki manifestasi sistemik seperti
penurunan berat badan, depresi mental dan malaise umum
Pasien dengan dugaan diagnosis GAP harus mengupdate dan memeriksa kembali catatan medis
mereka. Mereka harus menerima evaluasi medis untuk menghindari adanya kemungkinan
menjadi sistemik. Sama seperti LAP, kasus GAP dapat ditangani secara langsung atau setelah
terapi, padahal yang lainnya dapat melanjutkan progres terus menerus sampai kehilangan gigi,
meskipun dengan pengobatan konvensional.
Gambaran Radiografik
Gambaran radiografik secara umum pada generalized aggressive periodontitis yaitu hilangnya
tulang yang berhubungan dengan gigi secara drastis, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
untuk mempercepat hilangnya tulang maka menyerang sebagian besar gigi geligi. Suatu
8

perbandingan radiografi yang diambil pada waktu yang berbeda menunjukan sifat menyerang
secara alami pada penyakit ini. Page et al menjelaskan suatu tempat pada pasien GAP yang
menunjukan adanya kerusakan sekitar 25%-60% selama periode 9 minggu. Meskipun ini
menunjukan kehilangan tulang yang ekstrim tapi di lain tempat pada pasien yang sama,
menunjukan tidak adanya kehilangan tulang.

Gmb. Radiografik GAP
Prevalensi dan Distribusi Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin
Pada suatu penelitian bukan perawatan periodontal yang dipimpin oleh Loe et al di Sri Lanka,
8% dari populasi mempunyai penyakit periodontal rapid progression, dengan karakteristik
hilangnya perlekatan sekitar 0,1-1 mm per tahun. Survey nasional AU.S terhadap remaja usia 14-
17 tahun melaporkan bahwa 0,13% terserang GAP. Selain itu juga, orang kulit hitam mempunyai
resiko terjangkit lebih tinggi dibandingkan orang kulit putih untuk semua bentuk periodontitis
agresif, dan remaja laki-laki juga mempunyai resiko lebih tinggi dari pada remaja perempuan.

FAKTOR RESIKO TERJADINYA PENYAKIT PERIODONTITIS AGRESIF
9

FAKTOR MIKROBIOLOGI
Meskipun beberapa mikroorganisme spesifik seringkali terdeteksi pada pasien Localized
aggressive periodontitis (A. actinomycetemcomitand, Capnocytophaga spp., Eikenella
corrodens, Prevotella intermedia dan Campylobacter rectus. A.actinomycetemcomitans
disebutkan sebagai patogen primer yang berhubungan dengan LAP. Seperti yang disimpulkan
oleh Tonetti dan Mombelli, berdasarkan bukti berikut ini :
1. A.actinomycetemcomitans ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada karakteristik lesi
dari LAP (kira-kira 90%).
2. Tempat dengan bukti adanya progresi lesi seringnya menunjukan peningkatan level
A.actinomycetemcomitans.
3. Beberapa pasien dengan manifestasi klinis LAP mempunyai serum antibody yang
meningkat secara signifikan terhadap A.actinomycetemcomitans.
4. Penelitian klinis menunjukan adanya hubungan antara pengurangan beban di subgingival
oleh A.actinomycetemcomitans selama pengobatan dan kesuksesan respon klinis.
5. A.actinomycetemcomitans menghasilkan sejumlah faktor virulen yang dapat memberikan
pengaruh terhadap proses penyakit.
Tidak semua laporan mendukung adanya hubungan antara A.actinomycetemcomitans dengan
localized aggressive periodontitis. Pada beberapa penelitian, salah satu diantaranya tidak
terdeteksi adanya A.actinomycetemcomitans pada pasien dengan bentuk penyakit ini. Penelitian
lain menemukan adanya peningkatan level P. Gingivalis, P. Intermedia, Fusobacterium
nucleatum, C. Rectus, dan Treponema denticola pada pasien penyakit localized atau generalized
aggressive, tetapi tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penyakit aggressive dengan
10

A.actinomycetemcomitan. Selain itu, A.actinomycetemcomitans sering terdeteksi pada
periodontal yang sehat, memungkinkan mikroorganisme ini menjadi bagian flora normal pada
sejumlah individu. Penelitian mikroskopi elektron terhadap LAP menjelaskan adanya invasi
bakteri pada jaringan ikat sampai kepermukaan tulang. Flora yang menyerang secara morfologi
campuran namun sebagian besar oleh bakteri gram negatif, meliputi coccus, batang, filamen, dan
spirochetes. Menggunakan metode yang berbeda, meliputi immunocytochemistry, beberapa
jaringan terserang mikroorganisme yang telah diidentifikasi sebagai A.actinomycetemcomitans,
Capnocytophaga sputigena, Mycoplasma sp., dan spirochtes.
FAKTOR IMMUNOLOGI
Beberapa kerusakan immune mempunyai hubungan dengan patogenesis penyakit periodontitis.
Human leukocyte antigens (HLAs), yang mengatur respon imun, telah dipertimbangkan sebagai
tanda untuk periodontis agresif.
Beberapa investigasi, menunjukan bahwa pasien dengan periodontitis agresif menggambarkan
kerusakan fungsional polymorphonuclear leukocytes (PMNs), monocyt, atau keduanya.
Kerusakan ini dapat dilemahkan dengan aktifitas chemotactis dari PMNs pada tempat yang
terinfeksi atau dengan kemampuan fagositosit dan membunuh organisme.
Sistem imun mempunyai peranan penting dalam periodontitis agresif sistemik, menurut
Anusaksathien dan Dolby, orang yang menemukan antibodi pada host; kolagen, deoxiribonucleic
acid (DNA) dan IgG. Mekanisme imun meliputi peningkatan aktifitas major histocompaibility
complex (MHC) molekul kelas II, HLA, DR4, suppresor fungsi sel T, aktifasi polyclonal sel B
oleh mikroba plak dan predisposisi genetik.
11

FAKTOR GENETIK
Hasil dari beberapa penelitian mendukung konsep bahwa semua individu rata-rata tidak mudah
terjangkit periodontitis agresif. Secara spesifik, beberapa penulis menggambarkan adanya suatu
pola kekeluargaan pada hilangnya tulang alveolar dan menunjukan adanya hubungan faktor
genetik dengan periodontitis agresif. Saat ini, gen spesifik yang merespon penyakit ini belum
dapat diidentifikasikan. Walaupun demikian, analisis segregasi dan sambungan dari keluarga
dengan predisposisi genetik pada Localized aggressive periodontitis (LAP) menyebutkan bahwa
gen mayor memegang suatu peran pada LAP, yang ditransmisikan melalui autosomal dominan
dengan cara diwariskan di penduduk U.S. Sebagai catatan bahwa penelitian mengenai segregasi
paling banyak dilakukan di penduduk Afrika Amerika, oleh karena itu cara pewarisan mungkin
ada di populasi yang berbeda.
Terbukti bahwa beberapa kerusakan immunologi yang berhubungan dengan periodontitis agresif
dapat diturunkan. Sebagai contoh, Van Dyke et al melaporkan suatu kumpulan keluarga terlihat
adanya abnormalitas neutrofil pada localized aggressive periodontitis. Perkumpulan ini
membuktikan bahwa kerusakan mungkin dapat diwariskan. Penelitian juga telah memperlihatkan
bahwa respon antibodi terhadap patogen periodontal, khususnya A. actinomycetemcomitans
dibawah kontrol genetik. Proteksi antibody (khususnya IgG2) terhadap A.
actinomycetemcomitans mungkin bergantung ras.
Ringkasnya, data yang mendukung konsep ini bahwa sebuah gen mayor mempengaruhi penyakit
periodontitis agresif. Data yang juga mendukung bahwa dasar genetik untuk beberapa kerusakan
genetik terlihat pada pasien dengan periodontitis agresif. Namun, tidak mungkin semua pasien
yang terjangkit periodontitis agresif mempunyai kerusakan genetik yang sama. Seperti yang
12

disimpulkan oleh Tonetti dan Mombelli, Nampak bahwa gen spesifik mungkin berbeda pada
beragam populasi dan / atau suku bangsa dan oleh karena itu keanekaragaman sejati pada
penyakit mungkin ada. Peran dari gen spesifik tetap dijelaskan.
FAKTOR LINGKUNGAN
Jumlah dan lamanya merokok merupakan variabel yang penting yang berpengaruh terhadap
kerusakan pada dewasa muda. Pasien penyakit generalized aggressive periodontitis yang
mempunyai kebiasaan merokok memiliki lebih banyak gigi yang terserang dan hilangnya
perlekatan klinis yang lebih besar dibandingkan pasien GAP yang tidak merokok. Namun
kebiasaan merokok tidak selalu mempunyai dampak tingkat perlekatan yang sama pada pasien
Localized aggressive periodontitis yang lebih muda.
Necrotizing ulcerative periodontitis
NUP merupakan perpanjangan dari NUG ke struktur periodontal, mengarah ke periodontal
attachment dan hilangnya tulang. NUP dan NUG merupakan penyakit yang berbeda. Sampai
sekarang tidak ada bukti yang mendukung progres NUG menjadi NUP atau untuk menyatakan
adanya hubungan antara kedua kondisi tersebut sebagai suatu penyakit yang sama, sekalipun
hasil dari NUP yang dilaporkan secara jelas menunjukan banyaknya kemiripan klinis pada kedua
kondisi tersebut.
NUG dan NUP diklasifikasikan bersama dibawah kategori necrotizing periodontal disease
walaupun dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda.
13


Gbr. NUP
KARAKTERISTIK NUP
Klasifikasi Necrotizing Ulcerative Periodontitis pertama kali diadopsi pada saat 1989 world
workshop on clinical periodontics yang sebelumnya merupakan perubahan dari 1986
classification of Nerotizing ulcerative gingival-periodontitis yang menampilkan kondisi
perkembangan berulang NUG menjadi kronis periodontitis pada attachment dan bone loss.
Klasifikasi NUP sebagai suatu penyakit Nampak ketika terjadi kekhawatiran yang tinggi dan
meningkatnya jumlah kasus NUP yang ter-diagnosa dan dijelaskan pada literature. Secara
spesifik banyak kasus NUP disebutkan pada pasien immuno-compromised, khususnya pada
mereka yang mengidap HIV positif atau yang memiliki AIDS. Klasifikasi kembali NUP dan
NUG pada tahun 1999 termasuk pemisahan diagnose dibawah klasifikasi Necrotizing Ulcerative
Periodontal disease. Perbedaan antara kedua kondisi tersebut sebagai penyakit yang berbeda
belum diklasifikasi. Namun mereka dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya attachment dan
bone loss.
Manifestasi Klinis
14

Hampir serupa dengan NUG, kasus klinis NUP ditunjukan oleh nekrosis dan ulserasi pada
bagian koronal dari interdental papillae dan margin gingival dengan rasa nyeri, berwarna merah
terang dan mudah berdarah. Ciri khas yang membedakan NUP yaitu perkembangan penyakit
yang merusak periodontal attachment dan bone loss. Akan tetapi, poket periodontial
conventional dengan deep probing depth tidak ditemukan dikarenakan ulseratif dan nekrosis
pada lesi gingival menghancurkan epithelium marginal dan jaringan ikat, yang menghasilkan
resesi gingival. Lesi NUP pada perkembangan yang lebih lanjut mengakibatkan hilangnya
tulang yang parah, mobilitas gigi, dan akhirnya kehilangan gigi. Tambahan lagi untuk
manifestasi intraoral pada kasus ini, seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, pasien NUP
dapat diikuti dengan demam,oral malodor,malaise,atau lymphadenopathy.

Gbr. Ulcerative NUP
Microscopic Findings
Dalam rangka studi electron mikroskopi mikroba plak pada nekrosis gingival papillae, cob et al.
Menunjukan kemiripan histology yang mencolok antara NUP pada pasien HIV positif dan
penjelasan sebelumnya mengenai lesi NUG pada pasien non-HIV. Biopsi pada yang posterior
15

papillae pada 10 pasien laki-laki dan 6 wanita pasien HIV positif dengan NUP dievalusi.
Pemeriksaan mikroskopik mengungkapkan permukaan biofilm terdiri dari flora mikroba
campuran dengan tipe morpho-type yang berbeda dan kumpulan spirochetes yang padat. Di
bawah lapisan bakteri dimana kumpulan PMN (neutrofil rich-zone) yang padat dan sel nekrotik
(necrotic zone). Teknik biopsy yang digunakan pada studi kasus ini tidak diijinkan untuk
melakukan peninjauan pada lapisan terdalam dan dengan demikian tidak dapat mengidentifikasi
zona infiltrasi spirochetes, yang mana biasanya terlihat pada lesi NUG. Selain itu ciri
mikroskopik untuk NUP yang seperti NUG dijelaskan pada penelitian ini, tingkat tertinggi
jamur dan virus seperti herpes diamati. Baru-baru ini ditemukan bahwa kemungkinan besar
menunjukkan kondisi yang dihasilkan bakteri oportunistik pada immunocompromised host
(pasien HIV positif)

HIV/AIDS Patient
Lesi gingival dan periodontal dengan ciri yang khas sering ditemukan pada pasien dengan
infeksi HIV dan AIDS. Banyak dari lesi ini yang memiliki manifestasi inflamasi periodontal
yang tidak biasa dan mengarah ke infeksi HIV dan pasien yang seiring dinyatakan
immunocompromised. Berdasarkan literatur, Linear gingival erythema (LGE), NUG, dan NUP
adalah kondisi yang paling sering dialami oleh pasien-pasien yang mengidap HIV .
Lesi NUP yang ditemukan pada pasien HIV positif menunjukan ciri-ciri khas yang mirip dengan
yang Nampak pada pasien HIV negatif. Di sisi lain, lesi NUP pada pasien HIV-positif dapat
lebih membahayakan dan lebih banyak komplikasi dibanding dengan pasien HIV negative.
16

Bentuk nekrosis periodontitis tampak lebih menonjol dan lebih parah pada pasien dengan
immunosupression. Laporan kasus menggambarkan NUP sebagai perpanjangan yang progresif
untuk HIV periodontitis. Glick et al, menemukan hubungan korelasi yang tinggi antara diagnose
NUP dan immunosupression pada pasien HIV positif. Pasien tersebut menunjukan NUP yang
20.8 kali yang lebih mungkin memiliki CD4+ dibawah 200 cells/mm dibandingkan dengan
pasien HIV positif tanpa NUP.
Penulis menyadari bahwa diagnosa NUP menjadi penanda kemunduran imun dan prediksi untuk
diagnosa AIDS . NUP disarankan untuk menjadi indikator infeksi HIV pada pasien yang belum
terdiagnosa. Shangase et all, melaporkan bahwa diagnosis NUG dan NUP pada pasien afrika
selatan yang secara sistemiknya sehat ternyata banyak ditemukan infeksi HIV.
ETIOLOGI NECROTIZING ULCERATIVE PERIODONTITIS
Etiologi dari NUP ini belum ditentukan, meskipun gabungan antara bakteri fusiform-spirochete
muncul sebagai peran kunci. Karena tidak hanya bakteri pathogen yang bertanggung jawab
dalam penyebab penyakit, beberapa predisposing host factor mungkin diperlukan. Banyak factor
predisposisi yang menyebabkan NUG, termasuk kebersihan oral yang rendah, pre-existing
periodontal disease, merokok, infeksi virus, status immunocompromised, stress psikososial, dan
malnutrisi.
MICROBIAL FLORA
Penilaian terhadap flora mikroba lesi NUP hampir secara eksklusif terbatas pada penelitian yang
melibatkan HIV-positif dan pasien AIDS, dengan beberapa bukti yang saling bertentangan.
Murray et al melaporkan bahwa kasus NUP pada pasien HIV-positif menunjukkan angka
17

signifikan lebih besar dari jamur Candida albicans oportunistik dan prevalensi yang lebih tinggi
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotella intermedia, Porphyromonas gingivalis,
Fusobacterium nucleatum, dan Campylobacter spesies HIV dibandingkan dengan kontrol
negatif. Lebih lanjut, mereka melaporkan variabel yang rendah atau tingkat spirochetes, yang
tidak konsisten dengan flora ssociated dengan NUG. Mengutip perbedaan flora mikroba, mereka
membantah anggapan bahwa lesi destruktif terlihat pada pasien HIV-positif yang berkaitan
dengan NUG lesi; mereka berpendapat bahwa lesi NUP flora HIV-positif sebanding dengan lesi
periodontitis kronis, sehingga mendukung konsep mereka bahwa necrotizing periodontitis pada
pasien HIV-positif adalah manifestasi agresif periodontitis kronis pada immunocompromised
host.
Berbeda dengan temuan ini, Cobb et al melaporkan bahwa komposisi mikroba lesi NUP pada
pasien HIV-positif sangat mirip dengan lesi NUG, seperti yang dibahas sebelumnya. Mereka
menggambarkan gabungan mikroba flora dengan berbagai morphotypes di 81,3% dari spesimen.
Flora mikroba bawah permukaan padat menampilkan sekumpulan spirochetes di 87,5% dari
spesimen. Mereka juga melaporkan jamur oportunistik dan virus herpeslike masing-masing
65,6% dan 56,5% dari lesi NUP.
Perbedaan antara laporan-laporan ini dapat dijelaskan oleh keterbatasan dalam kultur untuk
memperoleh spirochetes dibandingkan dengan elektron yang lebih jelas pada pengamatan
spirochetes secara mikroskopis.

IMMUNOCOMPROMISED STATUS
18

NUG dan NUP adalah lesi yang paling umum terjadi pada pasien dengan immunocompromised.
Sejumlah penelitian, terutama yang mengevaluasi HIV-positif dan pasien AIDS, mendukung
konsep bahwa respon host berkurang ditunjukan pada orang-orang yang didiagnosa memiliki
penyakit necrotizing ulcerative periodontal disease. Dimana immunocompromised pada pasien
yang infeksi HIV positif ini didorong oleh fungsi sel T-cell yang buruk dan rasio T-cell yang
berubah, bukti-bukti menunjukkan bahwa bentuk-bentuk lain dari immunocompromised
merupakan indikasi yang berpengaruh pada NUG dan NUP.
Cutler et al dijelaskan aktivitas bakterisida yang dilemahkan dari PMN pada dua anak yang
mengidap NUP. Pada perbandingan pengujian pada PMN terhadap patogen periodontal, pada
dua anak laki-laki (9 tahun dan 14 tahun) menunjukan penurunan PMN fagositosis yang
signifikan dan fungsi yang memastikan cocok dengan jenis kelamin dan umur. Lebih lanjut
Batista et al melaporkan temuan dan NUP periodontal pada seorang remaja dengan penyakit
genetik yang langka (multifaktor bawaan immunodeficiency, atau CVID) yang menyebabkan
gangguan sekresi imunoglobulin; lesi oral diatasi dengan pemberian intravena imunoglobulin
(IVIG).
PSYCHOLOGIC STRESS
Sebagian besar studi klinis dan hewan mengevaluasi peran stres pada penyakit nekrosis
periodontal subjek telah dievaluasi dengan NUG dan dengan demikian belum secara spesifik
ditujukan pada peran stress pada NUP. Meskipun demikian banyak artikel yang mendukung
petunjuk dimana emosi stress mendukung perkembangan NUG. Salah satu istilah awal yang
digunakan untuk menamai penyakit ini yaitu trench mouth yang maksudnya adalah kondisi
tentara di dalam perang dibawah stress.
19

Dalam sebuah studi dari 35 pasien yang terkena NUG dan 35 pasien yang tidak memiliki tanda-
tanda NUG, Cohen-cole et al menemukan bahwa mereka yang memiliki NUG memiliki tingkat
kemarahan dan skor depresi yang lebih tinggi, tingkat stress pada peristiwa yang baru dialami
lebih besar, secara keseluruhan lebih tertekan pada penyesuaian yang berkaitan dengan peristiwa
ini, dan peristiwa hidup yang lebih negatif. Dalam sebuah studi tentang personil militer, shields
menemukan bahwa sejumlah besar orang dengan NUG melaporkan perasaan "run down" dan di
bawah tekanan lebih emosional daripada kontrol sehat. Walaupun peran stres dalam
pengembangan NUP tidak dilaporkan secara khusus banyak kesamaan antara NUG dan NUP
akan menunjukkan bahwa hubungan serupa dengan stres mungkin ada.
Mekanisme yang mempengaruhi seorang individu dengan stres untuk necrotizing ulcerative
penyakit periodontal belum ditetapkan. Namun, diketahui bahwa stres meningkatkan tingkat
kortisol sistemik, dan berkesinambungan peningkatan penekanan cotisone memiliki efek pada
respon kekebalan. Dalam sebuah penyelidikan militer 474 personil, Shannon et al menemukan
bahwa tingkat kemih 17-hydroxycorticosteroid yang lebih tinggi pada subyek NUG dibanding
subjek lain, didiagnosis dari kesehatan periodontal, gingivitis, atau periodontitis. Eksperimen,
noma-seperti lesi telah diproduksi pada tikus dengan pemberian kortison dan mekanis
menyebabkan cedera pada gingiva dan dalam tubuh hamster dengan total iradiasi. Jadi,
imunosupresi stres dapat menjadi salah satu mekanisme yang merusak respon host dan
menyebabkan penyakit nekrosis periodontal.
Bukti ilmiah yang mendukung peran suatu etiologi stres dalam periodontitis kronis masih belum
begitu jelas.
MALNUTRITION
20

Bukti langsung hubungan antara malnutrisi dan penyakit necrotizing periodontal dibatasi oleh
ciri-ciri dari infeksi nekrosis pada beberapa anak yang mengalami malnutrisi. Lesi yang
mempengaruhi NUG tetapi dengan progresi menjadi gangreous stomatitis atau noma, telah
tergambarkan pada anak-anak yang menderita malnutrisi pada negara terbelakang. Jimenaz dan
Baer melaporkan kasus dari NUG pada anak-anak dan remaja berumur 2-14 tahun dengan
malnutrisi di kolombia. Pada tahap lebih lanjut, lesi NUG memanjang dari gingiva ke beberapa
area lain dari kavitas oral, menjadi gangrenous stomatitis (noma) dan menyebabkan exposure,
nekrosis, dan sequestration dari tulang alveolar,
Penjelasan yang masuk akal yaitu malnutrisi, khususnya ketika extreme menyebabkan hilangnya
host resistance terhadap infeksi dan penyakit necrotizing. Telah diketahui, bahwa pertahanan
tubuh sangat rentan pada individu yang menderita malnutrisi, termasuk proses fagositosis, cell-
mediated immunity, complement, antibodi, dan produksi dan fungsi cytokine. Kekurangan
nutrisi pada sel dan jaringan berakibat immunosupresan dan mudahnya terkena penyakit. Jadi,
sangat beralasan untuk menyimpulkan bahwa malnutrisi dapat menjadi predisposisi bagi seorang
yang terkena infeksi oportunistik atau menderita infeksi oral.





21






2.6. PATOLOGI DAN PENATALAKSANAAN PERIODONTAL PADA PASIEN
TERINFEKSI HIV
2.6.1. Patogenesis
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) ditandai oleh penurunan yang jelas dari
sistem imun. Keadaan ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1981, dan suatu virus patogen,
yakni human immunodefiency virus (HIV), diidentifikasi pada tahun 1984. Kondisi ini awalnya
dipercaya hanya terbatas di kalangan pria homoseksual. Lebih lanjut, juga diidentifikasi pada
pria dan wanita heteroseksual dan biseksual yang terlibat dalam aktivitas seksual tak terlindungi
atau pemakaian obat-obatan suntik. Saat ini, aktivitas seksual dan penggunan obat-obatan
merupakan cara penyebaran yang utama.
HIV mempunyai afinitas yang kuat untuk sel pada sistem imun, lebih spesifik kepada
yang membawa molekul reseptor permukaan sel CD4. Kemudian, yang membantu limfosit T (sel
T4) cukup jelas terpengaruh, namun monosit, makrofag, sel Langerhans, dan beberapa sel otak
neuronal dan glial juga terlibat. Replikasi virus terjadi secara berkelanjutan di jaringan
limforetikular dari lymph nodes, spleen, gut-associated lymphoid cells, dan makrofag.
22

Limfosit B tidak terinfeksi, tapi fungsi pengganti dari limfosit T4 yang terinfeksi
menyebabkan disregulasi sel B dan penggantian fungsi neutrofil. Ini dapat menempatkan
individu HIV positif pada resiko infeksi ganas dan disseminasi dengan mikroorganisme seperti
virus, mycobacterioses, dan mycoses. Individu HIV positif juga beresiko terhadap reaksi
berlawanan obat karena perubahan regulasi antigenik.
Sel epitel mukosa dapat terinfeksi dan mempermudah akses virus ke aliran darah. Banyak
kejadian, mengindikasikan jika penyebaran virus oral transmucosal terjadi setelah trauma dari
membran mukosa. Ini membuat infeksi sirkulasi pertahanan sel inang seperti limfosit, makrofag,
dan sel dendrit.
HIV dideteksi hampir di seluruh cairan tubuh, meskipun ditemukan dalam jumlah besar
hanya dalam darah, semen, dan cairan serebrospinal. Penyebarannya terjadi di hampir secara
eksklusif oleh kontak seksual, penggunaan obat suntik terlarang, atau paparan pada darah atau
produk darah. Penyebaran dengan gigitan manusia sempat dilaporkan meskipun resikonya sangat
rendah.
Populasi yang beresiko tinggi termasuk pria homoseksual dan biseksual, pengguna obat-
obatan suntik ilegal, orang dengan hemofilia atau kelainan koagulasi lainnya, penerima transfusi
darah sebelum April 1985; bayi dari ibu yang terinfeksi HIV (yang transmisinya terjasi karena
transmisi fetal, saat melahirkan, atau ketika menyusui); hubungan heteroseksual bebas; dan
individu yang melakukan hubungan seks dengan orang yang HIV positif. Penyebaran
heteroseksual merupakan sebab AIDS yang paling umum dalam populasi dunia dan ini
bertambah secara signifikan di Amerika Serikat. Penyebaran lebih sering terjadi melalui kontak
23

dengan individu yang terinfeksi HIV dengan plasma bioload tinggi dari virus. Penyebaran HIV
juga dilaporkan terjadi melalui transplantasi organ dan inseminasi artifisal.


2.6.2. Epidemiologi dan Demografik
Pada 31 Desember 2002, 886.575 kasus AIDS telah dilaporkan di Amerika Serikat, dan
501.69 kematian dihubungkan dengan sindrom ini. Peningkatan jumlah pasien dengan AIDS di
Amerika Serikat dan negara berkembang lainnya mengakibatkan bagian dari perpanjangan usaha
pertahanan hidup sejak adanya terapi multi obat anti-HIV. WHO memperkirakan bahwa
sebanyak 38 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi oleh satu dari sepuluh subtipe HIV yang
telah diketahui. Meskipun angka peningkatan infeksi sedikit menurun di negara berkembang,
angka ini sudah merupakan penambahan sebanyak 40 juta orang di abad 21. Sehingga AIDS
dianggap sebagai krisis medis paling serius dalam sejarah dunia.
AIDS mempengaruhi individu di segala usia, namun lebih dari 98% kasus terjadi pada
orang dewasa dan remaja diatas 12 tahun. Penderita paling utama di Amerika Serikat adalah pria,
yang 54% diantaranya adalah homoseksual maupun biseksual. Sekitar 12% dari kelompok ini
merupakan pengguna obat-obatan suntik terlarang. Penambahan 27% dari infeksi secara
eksklusif melalui penggunaan obat suntik, dan 15% dari keseluruhan pasien dengan AIDS di
Amerika Serikat terjangkit infeksi karena kontak seksual. Lebih dari 19% penderita AIDS adalah
wanita, yang umumnya berhubungan seks dengan pengguna obat-obatan intravena atau pria
biseksual. Wanita lainnya dengan AIDS merupakan kelahiran negara seperti Haiti atau negara
24

Afrika lainnya yang memiliki insidensi tinggi di mana penyebaran utamanya melalui kontak
heteroseksual. Hanya 1% individu yang terjangkit AIDS dari produk darah atau transfusi darah
di Amerika Serikat.
Penyebaran melalui pekerja kesehatan ke pasien telah dilaporkan pada 3 kasus, salah
satunya adalah dokter gigi yang menginfeksi 6 pasien secara sengaja maupun tidak. Secara
berlawanan, serokonversi telah dilaporkan dalam 103 pekerja kesehatan diikuti dengan
perawatan, yang umumnya berhubungan dengan manajemen pasien dengan jumlah plasma viral
yang tinggi. Infeksi seperti ini umumnya melibatkan perawat, dan tidak ada laporan serokonversi
pada pekerja kesehatan gigi.

2.6.3. Klasifikasi dan Tahap
Pada tahun 1982 Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengembangkan
definisi kasus untuk AIDS berdasarkan adanya penyakit oportunistik atau keganasan sekunder
yang mengakibatkan ketahanan mediasi sel pada individu HIV positif. Pada 1993 revisi
ditambahkan dengan kanker serviks pada wanita, bacillary tuberculosis, dan pneumonia
berulang pada pembentukan AIDS.
Perubahan paling signifikan dalam definisi kasus CDC yang paling umum adalah inklusi
beberapa imunodefisiensi (T4 limfosit dihitung <200/mm3 atau persentase T4 limfosit <14%
dari total limfosit) merupakan definitif terhadap AIDS. Banyak pasien HIV positif dikaitkan
dengan AIDS hanya karena angka sel T4 nya rendah. Kemudian HIV plasma bioload
diidentifikasikan sebagai faktor signifikan yang berhubungan dengan penyebaran penyakit ini.
25

Angka individu yang hidup dengan AIDS di Amerika Serikat bertambah pesat beberapa
tahun terkhir karena besarnya perkembangan dari highly active antiretroviral therapy (HAART),
yang mengkombinasikan beragam obat antiretroviral, protease inhibitor, dan fusion inhibitor.
Individu yang dirawat dengan HAART akan mengalami peningkatan level sel T4 dan
peningkatan muatan plasma viral. Di samping penemuan ini, individu tersebut masih
dipertimbangkan mengidap AIDS karena masih terdapat virus di dalam tubuhnya.
Beberapa minggu setelah exposure awal, beberapa pasien dapat mengalami beberapa
gejala akut seperti onset tiba-tiba dari penyakit mononucleus-like akut yang ditandai dengan
malaise, kelelahan, demam, myalgia, erupsi erythematous cutaneous, oral candidiasis, oral
ulceration, dan trombositopenia.
Klasifikasi Kasus Pengawasan CDC:
Pasien AIDS dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kasus pengawasan CDC (1993):
Kategori A: termasuk pasien dengan gejala akut atau penyakit simptomatik, bersamaan
dengan individu dengan generalized limfadenopati persisten, dengan atau tanpa malaise,
kelelahan, atau demam tingkat rendah.
Kategori B: pasien yang memiliki kondisi simptomatik seperti oropharyngeal atau
vulvovaginal candidiasis, oral hairy leukoplakia, trombositopenia idiopatik, atau gejala
konstitusional dari demam, diare, dan berkurangnya berat badan.
Kategori C: pasien dengan AIDS, yang bermanifestasi oleh kondisi life-threatening atau
diidentifikasikan melalui level CD4+ limfosit T dibawah 200 sel/mm
3
.
26

Kategori tahapan CDC menunjukkan disfungsi imunologik yang progresif, namun pasien
tidak mengalami progres secara urut terhadap ketiga tahapan tersebut, dan perkiraan jumlah
kategori ini tidak diketahui. Meskipun HAART memberikan berbagai efek samping, banyak
pusat perawatan AIDS tetap menggunakannya dengan memulai atau melanjutkannya dengan
terapi multi obat.

2.6.4. Manifestasi Oral dan Periodontal pada Infeksi HIV
Lesi oral sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV, walaupun faktor geografi
dan lingkungan juga mempengaruhi. Dari laporan yang ada mengindikasikan bahwa sebagian
besar pasien HIV memiliki lesi pada kepala dan leher, sedangkan lesi oral sangat umum terdapat
pada individu yang positif terinfeksi HIV tapi belum menderita AIDS. Beberapa laporan telah
mengidentifikasikan hubungan yang kuat antara infeksi HIV dengan oral candidiasis, oral hairy
leukoplakia, atypical periodontal disease, oral Kaposis Sarcoma, dan oral non-Hodgkin
lymphoma.
Lesi oral yang memiliki sedikit hubungan dengan infeksi HIV antara lain melanotic
hyperpigmentation, mycobacterial infection, necrotizing ulcerative stomatitis, miscellaneous oral
oral ulceration, dan infeksi viral (herpes simplex virus, herpes zoster, condyloma acuminatum).
Lesi yang terdapat pada pasien HIV tetapi seringkali tidak terdeteksi adalah infeksi viral (seperti
CMV, molluscum contangiosum), recurrent aphthous stomatitis, dan bacillary angiomatosis
(epitheloid angiomatosis).

27

ORAL CANDIDIASIS
Candida, jamur yang ditemukan sebagai flora normal ronnga mulut, berproliferasi pada
permukaan mukosa oral pada kondisi tertentu. Faktor utama yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang berlebih dari Candida adalah berkurangnya resistensi host, seperti yang
terlihat pada pasien yang lemah atau pasien yang menerima terapi imunosupresi. Insidensi dari
infeksi Candida akan meningkat secara progresif dalam hubungannya dengan menurunnya
kompetensi imun. Kebanyakan infeksi candida oral (85-95%) disebabkan oleh Candida albicans,
tetapi spesies lain dari Candida mungkin juga terlibat.

Candidiasis adalah lesi oral yang paling umum pada infeksi HIV dan ditemukan pada
sekitar 90% penderita AIDS. Biasanya terdapat satu dari empat presentasi klinis:
1. Pseudomembranus candidiasis (thrush), muncul sebagai lesi putih yang sedikit
sensitif dan tidak sakit yang dapat segera dikikis dan diangkat dari permukaan
mukosa oral. Tipe ini sering terdapat pada palatum keras dan lunak dan pada mukosa
labial dan bukal.
28

2. Erythematous candidiasis, dapat muncul sebagai komponen dari tipe
pseudomembranous. Tampak seperti potongan kecil (patches) berwarna merah pada
mukosa bukal dan palatal, atau dapat juga berhubungan dengan depapilasi lidah.

3. Hyperplastic candidiasis, bentuk yang paling jarang muncul dan dapat terlihat pada
mukosa bukal dan lidah. Tipe ini lebih sulit dihilangkan daripada yang lain.

4. Angular cheilitis, commissure yang tampak erythematous dengan permukaan
berkrusta dan bercelah (fissure).
Diagnosis dari candidiasis dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis dari sampel
jaringan atau smear dari material yang diambil dari lesi tersebut, yang menunjukkan bentuk hifa
dan yeast dari organisme tersebut. Ketika oral candidiasis muncul pada pasien tanpa sebab
predisposisi yang jelas, dokter harus waspada pada kemungkinan adanya infeksi HIV.
29

Kebanyakan pasien yang beresiko terinfeksi HIV dan terdapat oral candidiasis dan esophageal
candidiasis, yang merupakan tanda diagnostik untuk AIDS.
Walaupun candidiasis pada pasien terinfeksi HIV dapat merespon pemberian terapi
antifungal, biasanya sulit disembuhkan atau bersifat rekuren. Sebanyak 10 % organisme candida
menjadi resisten pada terapi jangka panjang dari flukonazole, dan cross-resistance pada agen
antifungal lainnya dapat terjadi termasuk itrakonazole, amfoterisin B, suspense oral, dan
amfoterisin B intravena. Candidiasis yang resisten lebih sering terdapat pada individu yang
memiliki jumlah CD4 dibawah garis dasar. Penggunaan jangka panjang ketokonazole dapat
menyebabkan kerusakan liver pada individu dengan pre-eksisten penyakit liver. Banyak dari
infeksi hepatitis B kronis pada individu terinfeksi HIV dapat membawa pasien pada resiko
kerusakan liver karena ketokonazole.
Laporan yang baru-baru ini mengindikasikan bahwa pemberian kombinasi obat
antiretroviral dan protease inhibitor pada infeksi HIV menghasilkan penurunan yang signifikan
dari insidensi orofaringeal candidiasis dan oral candidal carriage dan telah menurunkan angka
resistensi terhadap flukonazole.



ORAL HAIRY LEUKOPLAKIA (OHL)
30

Oral hairy leukoplakia (OHL) terutama terjadi pada individu yang terinfeksi HIV.
Ditemukan pada batas lateral lidah, dan biasanya tersebar bilateral dan dapat meluas sampai
ventrum. Lesi bersifat asimptomatik dan memiliki area keratotik yang batasnya kurang jelas
dengan rentang ukuran dari beberapa milimeter hingga sentimeter. Seringkali memiliki
karakteristik vertical striation, yang memberikan gambaran seperti ombak (corrugated), atau
permukaannya mungkin berbulu dan muncul hairy (rambut) ketika kering. Lesi tidak dapat
dihilangkan dan dapat menyerupai lesi oral keratotik lainnya.

Secara mikroskopis, lesi menunjukkan permukaan hiperparakeratotik dengan penonjolan-
penonjolan yang menyerupai rambut. Di bawah permukaan parakeratotik terdapat acanthosis
dan beberapa balloon cells yang menyerupai koilosit. Telah dibuktikan bahwa sel ini berisi
partikel-partikel virus dari grup human herpesvirus; partikel ini telah diinterpretasikan sebagai
Epstein-Barr virus (EBV). Tidak terdapat displasia epithelial, dan pada kebanyakan lesi terdapat
sedikit atau tidak ada infiltrasi inflamasi pada bagian dasar jaringan ikat.
OHL ditemukan hampir secara khusus pada batas lateral lidah, walaupun juga pernah
dilaporkan terdapat pada dorsum lidah, mukosa bukal, dasar mulut, area retromolar, dan palatum
lunak. Selain itu, kebanyakan dari lesi ini menunjukkan kolonisasi pada permukaannya oleh
31

organisme Candida, yang merupakan secondary invander dan bukan merupakan penyebab dari
lesi ini.
OHL awalnya dipercaya disebabkan oleh HIV, tetapi berdasarkan bukti-bukti yang
selanjutnya ditemukan, menunjukkan bahwa kondisi ini berhubungan dengan EBV. Pada akhir
tahun 1980-an pseudo-hairy leukoplakia ditemukan pada individu dengan HIV negatif dan EBV
negatif yang bermanifestasi dengan lesi yang secara klinis mirip dengan OHL. Sebagai
tambahan, beberapa kasus telah mendeskripsikan adanya OHL pada individu yang terinfeksi
EBV tetapi tidak terinfeksi HIV menunjukkan individu tersebut menderita berbagai macam
kondisi imunosupresi (seperti acute myelogenous leukimia) atau dikarenakan hasil transplantasi
organ atau terapi kortikosteroid sistemik berkepanjangan.
Diagnosis diferensial dari OHL harus mempertimbangkan adanya lesi putih pada
mukosa, termasuk dysplasia, carcinoma, keratosis idiopatik dan friksional, lichen planus,
tobacco-related leukoplakia, lesi psoriasiform (seperti geographic tongue), dan candidiasis
hiperplastik. Gambaran mikroskopik OHL yang terdapat pada lidah pada pasien yang beresiko
tinggi dipertimbangkan sebagai tanda awal yang spesifik dari infeksi HIV dan sebagai indikator
kuat bahwa pasien berpotensi menderita AIDS. Dari analisis menunjukkan bahwa 83% pasien
yang terinfeksi HIV dengan hairy leukoplakia akan berkembang menjadi AIDS dalam waktu 31
bulan dan jumlah pasien dengan hairy leukoplakia yang dengan cepat berkembang menjadi
AIDS mendekati 100%. Penggunaan HAART, bagaimanapun juga, telah menurunkan insidensi
OHL. Jika OHL tetap terjadi meskipun telah mengkonsumsi HAART, menunjukkan
meningkatnya imunodefisiensi yang disebabkan kegagalan terapeutik, kesalahan dalam
mengkonsumsi obat sesuai resep, atau mengurangi dosis obat untuk menurunkan efek samping
32

obat. Perawatan OHL yang terlalu berlebihan biasanya tidak diindikasikan. Bagaimanapun juga,
lesi biasanya merespon terapi obat HIV atau penggunaan obat antivirus seperti acyclovir atau
valacyclovir. Lesi dapat seluruhnya dihilangkan dengan menggunakan laser atau pembedahan
konvensional. Juga terdapat penggunaan obat-obatan topikal seperti podophylin, retinoid, atau
interferon, tetapi obat-obat ini dapat menginduksi efek samping lokal atau sistemik. Terlepas dari
pilihan pengobatan, lesi OHL cenderung muncul lagi jika pengobatan dihentikan.

KAPOSIS SARCOMA DAN KEGANASAN LAINNYA
Keganasan dalam rongga mulut lebih sering terjadi pada individu immunocompromized
dibandingkan pada populasi umum. Individu HIV positif dengan non-Hodgkins lymphoma
(NHL) atau Kaposis sarcoma (KS) dikategorikan mengidap AIDS. Insidensi dari squamous cell
carcinoma juga meningkat pada individu yang terinfeksi HIV.
Bagaimanapun juga, KS adalah keganasan dalam rongga mulut paling sering yang
terdapat pada AIDS. Kaposis sarcoma (KS) jarang terjadi, multifokal, neoplasma vaskular.
Baru-baru ini, strain baru dari herpes virus telah diidentifikasi sangat berhubungan dengan
terjadinya KS. Virus ini awalnya dinamakan KS-herpes virus tetapi sekarang lebih dikenal
dengan human herpes virus-8 (HHV-8). HHV-8 telah dihubungkan dengan AIDS-related dengan
AIDS-non related KS. Walaupun begitu, individu yang terinfeksi HIV memiliki resiko 7000 kali
lebih besar terkena KS. Walaupun virus ini dapat ditransmisikan secara seksual, virus ini juga
dapat ditransmisikan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya.
33

Walaupun KS termasuk tumor ganas, dalam bentuk utamanya tumor ini bersifat lokal dan
berupa lesi yang pertumbuhannya lambat. KS yang terdapat pada pasien terinfeksi HIV muncul
dalam gambaran klinis yang berbeda-beda. Pada individu ini KS menjadi lesi yang lebih agresif
dan mayoritas (71%) berkembang menjadi lesi pada mukosa oral, terutama pada palatum dan
gingival. Ronnga mulut biasanya menjadi tempat lesi yang pertama atau satu-satunya.
Pada stadium awal, lesi oral tidak sakit, makula berwarna ungu kemerahan. Selama lesi
berkembang, lesi ini sering menjadi nodular dan menjadi sulit dibedakan dengan kesatuan
vaskular oral lainnya seperti hemangioma, hematoma, varicosity, atau pyogenic ganuloma
(ketika terjadi di gingival).
Lesi-lesinya bermanifestasi sebagai nodul, papula, atau makula nonelevated, biasanya
berwarna cokelat, ungu, atau biru. Kadang lesi ini dapat terlihat dalam pigmentasi normal.
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan histologis.
Secara mikroskopis KS terdiri dari empat komponen; (1)proliferasi sel endothelial
dengan formasi dari saluran vaskular atipikal; (2)ekstravaskular hemorrhage dengan deposisi
hemosiderin; (3)proliferasi sel spindle dalam hubungannya dengan pembuluh atipikal; (4)infiltrat
inflamasi mononuklear yang terutama terdiri dari sel-sel plasma.
34


Perbedaan regional dan jenis kelamin juga menentukan; oral KS lebih sering terjadi di
Amerika Serikat daripada Eropa, dan perbandingan antara pria dan wanita adalah 20:1. Kondisi
ini juga ditemukan pada pasien lupus erythematosus yang menerima terapi imunosupresan, juga
pada pasien transplantasi ginjal dan individu lainnya yang menerima terapi kortikosteroid atau
cyclosporine. Dari kasus yang telah dilaporkan menunjukkan gingival KS pada pasien HIV
negatif terdapat pembesaran gingival yang diinduksi oleh cyclosporine. Pada individu HIV
positif, keberadaan KS menandakan transisi menuju AIDS. Sebelum memberikan kombinasi
obat untuk AIDS, waktu setelah onset dari KS menuju AIDS dari 7- 31 bulan.
Diagnosis diferensial dari oral KS termasuk granuloma pyogenicum, hemangioma,
hiperpigmentasi atipikal, sarcoidosis, bacillary angiomatosis, angiosarcoma, pigmented nevi, dan
cat-scratch disease (kulit).
Pemberian HAART telah menurunkan insidensi dari KS. Bagaimanapun juga, lesi masih
dapat ditemukan pada individu imunokompromis yang hebat atau mereka yang tidak mengetahui
status HIV positif mereka. HHV-8 dapat ditemukan lebih banyak pada saliva individu HIV
35

positif dengan jumlah sel CD4 yang lebih banyak, dapat menunjukkan penyebaran virus pada
tahap awal proses penyakit.
Penanganan oral KS antara lain agen antiretroviral, eksisi laser, cryotherapy, terapi
radiasi, dan injeksi intralesional dengan menggunakan vinblastine, interferon-, sclerosing
agents, atau obat-obat kemoterapi lainnya. Nichols dkk mengungkapkan keuntungan
menggunakan injeksi intralesi dengan menggunakan vinblastine dengan dosis 0.1 mg/cm2, 0.2
mg/ml solusi sulfate dalam saline. Perawatan diulang dalam interval 2 minggu sampai resolusi
atau lesi stabil. Efek sampingnya adalah beberapa nyeri setelah perawatan dan kadang-kadang
ulcerasi pada lesi. Tetapi secara umum, terapi sudah baik. Total resolusi yang didapat dalam 70%
dari 82 lesi intraoral KS dengan satu sampai enam kali perawatan. Lesi cenderung muncul
kembali, bagaimanapun juga, mengindikasikan bahwa perawatan harus tersedia untuk lesi oral
KS yang mudah traumatisasi atau mengganggu pengunyahan atau penelanan. Adakalanya,
perawatan diindikasikan ketika lesi KS tampak tak sedap dipandang seperti pada bibir atau
anterior kavitas oral.
Periodontitis destruktif juga telah dilaporkan terdapat bersamaan dengan gingival KS.
Pada beberapa pasien, scalling dan root planning dan terapi periodontal lainnya dapat
diindikasikan sebagai tambahan kemoterapi sistemik atau intralesi.


BACI LLARY (EPI THELOI D) ANGI OMATOSI S
36

Bacillary (epitheloid) angiomatosis (BA) adalah infeksi penyakit proliferasi vaskular
dengan gambaran klinis dan histologis sangat mirip dengan KS. BA disebabkan oleh organisme
mirip rickettsia. Bartonellaclae henselia, quintata, dan lainnya. Lesi kulit mirip dengan yang
terlihat pada KS atau cat-scratch disease. Manifestasi gingiva dari BA berupa lesi jaringan lunak
yang edematous berwarna merah, ungu, atau biru yang dapat menyebabkan kerusakan ligamen
periodontal dan tulang. Kondisi ini lebih sering terjadi pada individu HIV positif dengan level
CD4 rendah.

Diferensiasi BA dari KS berdasarkan biopsi, yang menunjukkan proliferasi epitheloid
dari sel angiogenik ditambah adanya infiltrat sel inflamasi akut. Organism penyebab pada
spesimen biopsy terkadang bereaksi dengan pewarna perak Warthen-Starry atau dengan
menggunakan mikroskop elektron.
37


Diagnosis perbandingan untuk BA termasuk KS, angiosarcoma, hemangioma, granuloma
pyogenicum, dan proliferasi vaskular nonspesifik. BA biasanya ditangani dengan menggunakan
antibiotik spektrum luas seperti erythromycin atau doxycycline. Lesi gingiva ditangani dengan
menggunakan antibiotik bersama dengan terapi periodontal konservatif dan mungkin eksisi lesi.

ORAL HYPERPI GMENTATI ON
Peningkatan insidensi oral hyperpigmentation telah dideskripsikan pada pasien yang
terinfeksi HIV. Area pigmentasi oral sering muncul sebagai bercak pada mukosa bukal, palatum,
gingival, atau lidah. Terkadang pigmentasi juga berhubungan dengan pemakaian obat-obatan
yang berkepanjangan seperti zidovudine, ketokonazole, atau clotazimine. Pigmentasi oral juga
sebagai hasil dari insufisiensi adrenocorticoid yang diinduksi oleh individu HIV-positif yang
38

menggunakan ketokonazole yang berkepanjangan atau karena infeksi Pneumocyystis carinii,
CMV atau infeksi virus lainnya.

ATYPI CAL ULCERS
Ulserasi pada rongga mulut pada orang yang terjangkit HIV dapat mempunyai
beragam etiologi termasuk neoplasma seperti lymphoma, KS dan squamous cell
carcinoma. Laporan kasus terbaru menyatakan bahwa HIV diasosiasikan dengan
neutropenia dapat juga menunjukan suatu ulser. Neutropenia telah berhasil dilakukan
dengan menggunakan rekombinan human granulocyte colony-stimulating factor (G-
CSF) dengan resolusi dihasilkan dari ulser. Keganasan ulser yang berkepanjangan telah
berhasil diatasi menggunakan prednisone dan thalidomide, obat yang menghambat
tissue necrosis factor alpha (TNF- ). Kekambuhan kemungkinan terjadi jika obatnya
dihentikan.
Pasien yang terjangkit HIV memiliki insidensi lebih tinggi kekambuhan luka
herpetic dan aphthous stomatitis. Diperkirakan 10% pasien yang terinfeksi HIV
memiliki luka herpes. Sistem klasifikasi CDC HIV mengindikasikan bahwa
mucotaneous herpes bertahan lama lebih dari 1 bulan adalah diagnostik AIDS dalam
individu yang terjangkit HIV.
Dalam pasien yang sehat, luka herpetic dan aphthous relatif mudah untuk
mendiagnosa ciri klinis karakteristiknya, yaitu herpes pada keratinisasi mucosa,
aphthase pada permukaan nonkeratinisasi. Pada pasien yang terjangkit HIV presentasi
39

klinis dan aliran dari luka ini dapat diganti. Herpes dapat melibatkan semua permukaan
mukosal dan berkembang ke kulit dapat nampak selama berbulan-bulan. Pembesaran
tidak teratur, persisten, nonspesifik, ulser yang menyakitkan terjadi pada seseorang
yang immunocompromised. Jika penyembuhan ditunda, luka ini dapat menjadi herpetic
yang menetap atau luka aphthous.
Sejumlah bakteri dan infeksi viral dapat menghasilkan ulser pada seseorang yang
terjangkit HIV. Pada dasarnya, seseorang yang immunocompromised beresiko dari
penularan agen endemik pada lokasi geografis pasien. Ulser tidak teratur atau tidak
sembuh dapat memerlukan biopsi, kultur mikrobial, atau keduanya untuk menentukan
etiologi. Ulser telah digambarkan dalam hubungannya dengan organisme
enterobacterial seperti Klebsiella pneumonia, Enterobacter cloacea dan Escherichia
coli. Infeksi tersebut langka dan biasanya diasosiasikan dengan pelibatan sistemik.
Terapi antibiotik khusus diindikasikan dan koordinasi dekat dari terapi mulut dengan
dokter pasien biasanya diperlukan.
Herpes simplex virus (HSV), Varicella-Zoster Virus (VZV), Epstein-Barr Virus
(EBV) dan Cytomegalovirus (CMV) biasanya didapat kembali dari atypical ulcer,
mengindikasikan kemungkinan peran etiologis. Baru-baru ini, atypical ulcer ditemukan
dengan infeksi HSV dan CMV atau dengan EBV dan CMV. Ulser ini dapat terjadi pada
seseorang yang neutropenik dalam hubungannya dengan infeksi HIV. Neutropenia
dapat juga disebabkan oleh obat seperti zidovudine, trimethoprim-sulfamethoxazoic,
dan gancyclovir. Ulser tidak teratur dapat menjadi lebih keras dan tahan lama pada
40

seseorang yang rendah perhitungan sel CD4 dan adanya CMV mulut, disebabkan ulser
dapat menjadi indikatif dari infeksi sistemik CMV.
Herpes labialis pada individual yang terjangkit HIV dapat menjadi responsif
pada terapi antiviral topikal (seperti acyclovir, pencyclovir, doconasol), untuk
mengurangi waktu penyembuhan atau luka dapat memerlukan penggunaan agen
sistemik antiviral (seperti acyclovir, valacyclovir, famciclovir).
Recurrent aphtous stomatitis (RAS) telah digambarkan pada pasien yang
terjangkit HIV. RAS dapat terjadi, akan tetapi sebagai komponen inisial penyakit akut
dari HIV serokonversi. Insidensi dari aphtase mayor dapat meningkat dan oropharynx
esophagus atau area lain dari saluran gastrointestinal dapat termasuk.
Metode untuk kekambuhan aphtous stomatitis termasuk kortikosteroid topikal
atau intralesional, chlorhexidine dari kumuran mulut antimicrobial, oral tetracycline
rinse atau topical ammlexanox. Terapi kortikosteroid sistemik dapat diperlukan dalam
beberapa kasus. Akibatnya, pada pasien dengan infeksi HIV dan kekambuhan aphtase,
sangat berhubungan medis dan terapi gigi dapat diperlukan. Bukti terbaru
mengindikasikan bahwa banyak ulser oral nonspesifik dapat menjadi asal viral, dengan
HSV, EBV dan CMV menjadi paling umum.
Infeksi viral oral pada pasien immunocompromised adalah dengan acyclovir
(200-800 mg lima kali sehari untuk setidaknya 10 hari). Terapi pemeliharaan harian
secara berurutan (200 mg 2-5 kali sehari) diperlukan untuk mencegah kekambuhan.
Resisten viral strain diperlakukan dengan foscarnet, ganciclovir atau valacyclovir.
41

Terapi kortikosteroid topikal (fluocinonide gel digunakan tiga hingga lima kali
sehari) aman untuk mencegah terjadinya kekambuhan ulcer aphthous atau luka mucosal
lain dalam immunocompromosed individual. Akan tetapi, kortikosteroid topikal dapat
mempengaruhi immunocompromised individual pada candidiasis. Akibatnya,
pengobatan profilaktik antifungal harus diresepkan.
Biasanya, aphtae besar dalam individual yang HIV positif dapat terbukti resisten
pada terapi topical konvensional. Pada pasien ini, konsultasi pengobatan
direkomendasikan dan pengadaan dari kortikosteroid sistemik (seperti prednisone, 40-
50 mg setiap hari) atau terapi alternatif (seperti thalidomide, levamisole, pentoxiifylline)
harus dipertimbangkan. Agen ini dapat mempunyai efek samping signifikan, akan
tetapi, dokter harus tetap waspada atas bukti lain dari reaksi obat yang merugikan.
Dalam interaksi dengan pengobatan yang baru saja diresepkan. Karena pada akhirnya
semua agen antiviral digunakan dalam perlakuan infeksi HIV mempunyai potensi efek
samping merugikan dari interaksi obat, dokter gigi harus mempertimbangkan terapi
topikal.

2.6.5. Komplikasi Perawatan Gigi
Komplikasi pascaoperatif meliputi pendarahan, infeksi, lama penyembuhan luka
pada pasien dengan HIV/AIDS. Dokter gigi harus hati-hati dalam menangani pasien
yang dicurigai terjangkit HIV/AIDS untuk menghindari komplikasi yang tidak
semestinya. Namun, tinjauan sistematis dari literatur mengindikasikan bahwa tindakan
42

pencegahan tidak diperlukan berdasarkan pada status HIV pasien ketika melakukan
prosedur perlakuan periodontal seperti dental profilaksis, scalling dan root planing,
operasi periodontal, ekstraksi, dan penempatan implan. Biasanya, bagaimanapun, status
kesehatan yang kurang baik dari pasien dengan AIDS dapat membatasi terapi
periodontal pada prosedur yang konservatif, minimalnya invasif dan terapi antibiotik
dapat diperlukan.

EFEK SAMPING
Sejumlah obat yang menyebabkan efek samping telah dilaporkan pada pasien
positif HIV dan dokter gigi dapat menjadi pertama untuk mengenali reaksi obat mulut.
Foscarnet, interferon dan 2-3 dideoxycytidine (DDC) biasanya menyebabkan ulcer dan
erythema multiforme telah dilaporkan dengan menggunakan didanosine (DDI).
Zidovudine dan ganciclovir dapat menyebabkan leukopenia, Xerostomia dan perubahan
sensasi rasa telah digambarkan dalam hubungannya dengan diethyldithiocarbamate
(Dithiocarb) pasien HIV positif dipercaya secara umum rentan pada obat, menyebabkan
mucositis dan reaksi obat lichenoid. Pada beberapa pasien, ulser dan mucositis diatasi
jika terapi obat dilanjutkan lebih dari 2-3 minggu, tetapi ketika efek obat keras atau
menetap, terapi alternatif dengan obat berbeda harus digunakan.
Obat HAART dapat menyebabkan efek samping merugikan bertingkat dari
kondisi menengah relatif seperti pusing hingga pengembangan batu ginjal. Individual
dengan hepatitis C dan bersama infeksi HIV adalah rentan pada liver cirrchosis. Efek
43

merugikan yang dikenali baru-baru ini adalah lipodystrophy, kondisi yang mencirikan
redistribusi dari lemak tubuh. Individu yang terinfeksi dapat mengembangkan ciri muka
kurus kering namun lemak perutnya berlebih atau bahkan terdapat lapisan lemak pada
bagian belakang bahu (buffalo hump/ponggol kerbau). Ini dapat diikuti dengan
kekerasan sistemik hyperlipide. Efek reaksi merugikan lain dari HAART termasuk
peningkatan resistensi insulin, gynecomastia, toxic epidermal necrolysis, dyscrasias
darah, dan kemungkinan peningkatan insidensi dari kutil mulut. Laporan mulut lainnya
atau efek merugikan perioral termasuk reaksi oral lichenoid, xerostomia, perubahan
sensasi darah, perioral paresthesia dan exfollative chellitis.

2.6.6. Penyakit Gingiva dan Periodontal pada Pasien HIV
Minat yang sangat besar telah ditujukan pada sifat dasar dan insidensi dari penyakit gigi
dan periodontal pada individu yang terinfeksi HIV. Bukti yang ada mengindikasikan bahwa
penyakit-penyakit tersebut lebih sering terjadi pada pasien yang terinfeksi HIV melalui
penggunaan obat-obatan intravena. Hal ini muncul untuk menghubungkan kurangnya oral
hygiene dan dental care dibandingkan penurunan jumlah sel CD4. Bagaimanapun juga, beberapa
tipe penyakit periodontal yang tidak biasa terlihat terjadi dengan frekuensi yang lebih besar pada
individu HIV positif.
Manifestasi gingival dan periodontal dapat ditemukan pada individu HIV positif.
Terdapat linear gingival erythema dan necrotizing ulcerative gingivitis, keduanya berkembang
44

secara cepat menjadi NUS atau NUP. Mengatur kondisi seperti ini harus melalui evaluasi medis,
termasuk penentuan status CD4.

LINEAR GINGIVAL ERYTHEMA
Linear erythematous gingivitis (LGE) mudah berdarah, linear, dan bersifat persisten telah
ditemukan pada pasien HIV-positif. LGE dapat atau tidak dapat berperan sebagai precursor
untuk necrotizing ulcerative periodontitis (NUP). Mikroflora dari LGE lebih mirip organisme
yang terdapat pada periodontitis dibandingkan gingivitis. Lesi linear gingivitis dapat bersifat
umum atau lokal. Erithematous gingivitis memiliki ciri:
a. Terbatas pada jaringan yang kecil
b. Meluas ke daerah attached gingiva dalam punctate atau diffuse erythema
c. Meluas ke mukosa alveolar
LGE biasanya tidak merespon terapi korektif, tetapi beberapa lesi dapat mengalami
remisi secara spontan. Lesi oral candidiasis dan LGE telah diidentifikasikan, menunjukkan peran
etiologis spesies candidiasis pada LGE. Baru-baru ini, kultur mikroskopik dari dari lesi LGE
menunjukkan adanya Candida dubliniensis pada empat pasien, semua pasien ini mendapatkan
remisi lengkap atau sebagian setelah terapi antifungal sistemik. Masih belum diketahui apakah
infeksi candida merupakan etiologi pada seluruh kasus LGE.
LGE dapat ditangani dengan menggunakan prinsip-prinsip terapi yang berhubungan
dengan marginal gingivitis. Daerah yang terinfeksi di scale dan polish. Irigasi subgingival
dengan chlorhexidine atau povidone-iodine 10%. Kondisi harus dievaluasi 2 sampai 3 minggu
45

setelah terapi awal. Jika pasien komplain mengenai prosedur perawatan di rumah dan lesi tetap
bertahan, ada kemungkinan terjadi infeksi candida. Diragukan bahwa antifungi topikal akan
mencapai dasar dari celah gingival. Sebagai konsekuensinya, perawatannya dengan pemberian
antifungi sistemik seperti fluconazole selama 7-10 hari.
Penting untuk diingat bahwa LGE mungkin sulit untuk ditangani. Jika demikian, pasien
harus dimonitor dengan cermat apakah terdapat tanda-tanda perkembangan kondisi periodontal
yang lebih berat (seperti NUG, NUP, NUS). Pasien harus ditemui kembali setelah 2-3 bulan dan
diberi perawatan kembali sesuai yang dibutuhkan. Seperti yang telah disebutkan, walaupun
terdapat resistensi LGE terhadap terapi periodontal konvensional, remisi spontan juga dapat
terjadi untuk alasan yang belum diketahui.

NECROTIZING ULCERATIVE GINGIVITIS
Beberapa laporan telah menunjukkan peningkatan insidensi dari NUG pada pasien
penderita AIDS. Belum terdapat kesepakatan apakah insidensi NUG meningkat pada pasien HIV
positif. Perawatan NUG pada pasien ini tidak berbeda pada individu HIV negatif.
46


Perawatan dasar terdiri dari pembersihan (cleaning) dan debridement dari area yang
terinfeksi dengan menggunakan cotton pellet yang direndam dalam peroksida setelah
pengaplikasian anestesi topikal. Bahan pembilas rongga mulut yang bersifat escharotic seperti
hydrogen peroksida harus dihindari, untuk pasien manapun terutama kontraindikasi untuk
individu imunokompromis. Pasien harus diperiksa setiap hari atau beberapa hari pada minggu
pertama; debridement dilakukan tiap kunjungan, dan metode plak kontrol secara perlahan-lahan
diperkenalkan. Ketelitian program plak kontrol harus dipakai dan dimulai saat sensitivitas dari
area yang terinfeksi sudah memungkinkan. Setelah penyembuhan awal terjadi, pasien harus bisa
menoleransi scalling dan root planning jika dibutuhkan.
Pasien harus menghindari tembakau, alcohol, rempah-rempah. Dan diberikan obat kumur
antimikroba seperti chlorhexidine gluconate 0,12%.
Antibiotik sistemik contohya metronidazole atau amoxicillin dapat diberikan pada pasien
dengan destruksi jaringan sedang sampai berat, localized lymphadenopathy atau sindrom
sistemik, atau keduanya. Pemberian obat antifungi sebagai prophylactic harus dipertimbangkan
jika pasien diberikan antibiotik.
47

Periodontium harus direevaluasi 1 bulan setelah resolusi dari gejala akut untuk menilai
hasil dari perawatan dan memutuskan apakah diperlukan perawatan lebih lanjut.

NECROTIZING ULCERATIVE PERIODONTITIS
Bentuk periodontitis yang berkembang dengan cepat (progresif), nekrosis, dan berulser
terjadi lebih sering pada individu HIV positif, walaupun beberapa lesi telah dideskripsikan
sebelum onset dari AIDS. NUP merupakan kelanjutan dari NUG dimana terjadi kehilangan
tulang dan perlekatan periodontal.
NUP memiliki karakteristik adanya nekrosis pada jaringan lunak, destruksi periodontal
yang berlangsung cepat, dan kehilangan tulang interproximal. Lesi dapat terjadi di mana saja
pada lengkung gigi dan biasanya berada pada beberapa gigi, walaupun NUP general kadang
muncul setelah terjadinya penipisan sel CD4. Pada onsetnya NUP menimbulkan rasa sakit yang
cukup kuat, dan pengobatan yang segera sangat dibutuhkan. Pada beberapa kejadian,
bagaimanapun juga, pasien mengalami resolusi spontan dari lesi nekrosis, meninggalkan rasa
sakit, lubang interproximal yang dalam yang sulit untuk dibersihkan dan cenderung menjadi
periodontitis konvensional.
Beberapa bukti menyatakan terdapat sedikit perbedaan antara mikroba yang ditemukan
pada lesi NUP dan yang terdapat pada periodontitis kronik, tetapi sebagian besar menyatakan
komponen mikroba pada kedua penyakit mirip. Dari penelitian yang telah dilakukan telah
diidentifikasikan keberadaan organisme candida dan human herpesvirus dari berbagai tipe pada
individu dengan penyakit NUP. Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, laporan mengenai
48

kesehatan periodontal pada individu terinfeksi HIV memiliki variasi yang luas. Riley dkk
memeriksa 200 pasien HIV-positif dan menemukan 85 orang memiliki periodontal yang sehat;
59 gingivitis; 54 memiliki periodontitis ringan, sedang, advanced; dan hanya dua orang yang
memiliki NUP.
Terapi untuk NUP antara lain local debridement, scaling dan root planning, in-office
irrigation dengan agen antimikroba yang efektif contohnya chlorhexidine gluconate atau
povidone-iodine (Betadine), dan meningkatkan oral hygiene termasuk penggunaan antimikroba
rinses di rumah.
Pendekatan terapetik ini berdasarkan laporan yang mengikutsertakan hanya sejumlah
kecil pasien. Pada NUP hebat, terapi antibiotik mungkin dibutuhkan tetapi harus digunakan
dengan perhatian pada pasien infeksi HIV untuk menghindari kemungkinan dan potensi serius
dari candidiasis atau candidal septicemia. Jika antibiotik dibutuhkan, yang menjadi obat pilihan
adalah metronidazole (250 mg, dengan dua tablet diminum langsung kemudian 1 tablet 4 kali
sehari selama 5-7 hari). Agen antifungi topikal atau sistemik untuk profilaktik juga diberikan jika
antibiotik digunakan.
Dari penyelidikan yang telah dilakukan disimpulkan bahwa penyakit periodontal dapat
terjadi pada individu yang terinfeksi HIV pada berbagai kategori, tetapi kerentanan terhadap
infeksi periodontal meningkat ketika sistem imun semakin kompromis. Lamster dkk
membandingkan frekuensi lesi oral dan penyakit periodontal antara individu HIV-positif dengan
HIV-negatif, beberapa diantaranya adalah pengguna obat suntik (IDUs). Mereka juga
menemukan lesi oral dengan hairy leukoplakia yang paling banyak terdapat pada pria
49

homoseksual seropositif, sedangkan oral candidiasis dan LGE paling banyak ditemukan pada
IDU.

NECROTIZING ULCERATIVE STOMATITIS
Necrotizing ulcerative stomatitis (NUS) dapat menyebabkan destruksi yang cukup kuat,
bersifat akut, dan sakit telah dilaporkan terdapat pada pasien HIV positif. NUS dikarakteristikkan
oleh nekrosis beberapa area yang signifikan pada jaringan lunak mulut dan dasar tulang. Dapat
terjadi secara terpisah atau sebagai lanjutan dari NUP dan biasanya berhubungan dengan depresi
sel imun CD4 yang cukup parah. Kondisi ini identik dengan cancrum oris (noma), proses
destruksi yang jarang terjadi seringkali ditemukan pada individu yang sangat kekurangan nutrisi,
terutama di Afrika. NUS mungkin berhubungan dengan imunodeffisiensi tanpa memperhatikan
penyebab dari onsetnya.
Perawatan untuk NUS termasuk antibiotik contohnya metronidazole dan penggunaan
obat kumur antimikroba seperti chlorhexidine gluconate. Jika terdapat nekrosis tulang, biasanya
dibutuhkan pengangkatan tulang tersebut untuk proses penyembuhan luka.

CHRONIC PERIODONTITIS
Banyak studi menyebutkan bahwa individu HIV positif memiliki pengalaman chronic
periodontitis dibandingkan populasi umum. Banyak studi tidak menghitung tingkat oral hygiene
atau derajat immunodefisiensi di dalam populasi yang dipelajari atau studi pada individu
50

pengguna jarum suntik. Membandingkan frekuensi lesi oral dan penyakit periodontal antara
individu HIV positif dan negatif, beberapa adalah IDU (injection drugs users). Mereka
menemukan lesi yang konsisten pada lidah dengan hairy leukoplakia yang umumnya terjadi pada
seropositif homosexual males, sedangkan candidiasis oral dan LGE umumnya pada IDU. Klein
at al mengevaluasi 181 heterosexual dengan AIDS dan menemukan persentase lebih besar pada
wanita (91%) dibandingkan pria (73%) denan gingivitis atau periodontitis. Secara keseluruhan,
beberapa heterosexual dengan AIDS hanya terkena gingivitis (70%). Sedangkan yang lain
periodontitis hebat (27%).
Studi yang terkontrol dengan baik mengindikasikan resesi gingival dan kehilangan
attachment sering terjadi pada grup HIV dibandikan grup yang lain dalam populasi umum. Ini
menegaskan bahwa individu immunocompromised sedikit banyak mendertita chronic
periodontitis dibandingkan dengan yang memiliki sistem imun kuat. Sebagian besar individu
HIV positif memiliki riwayat gingivitis dan chronic periodontitis dalam kebiasaan yang sama
dengan populasi secara umum. Periode median antara infeksi initial HIV dan AIDS kira-kira 15
tahun, dan harapan hidup seseorang yang mengidap AIDS lebih panjang dengan pemberian terus
menerus terapi obat anti-HIV. Ini menginidikasikan bahwa pasien infeksi HIV berpotensi
menjadi kandidat dalam prosedur perawatan periodontal termasuk periodontal surgery dan
penempatan implant.


2.6.7. Protokol Perawatan Periodontal pada Pasien HIV
51

AIDS adalah epidemi universal yang sangat berpengaruh pada praktek kedokteran gigi.
Rongga mulut sering menjadi tempat dari manifestasi klinik dari penyakit tersebut. Kemampuan
mengenali dan mengatur manifestasi oral penyakit ini sangat penting sebagai bagian dari praktek
kedokteran gigi. Dokter gigi harus siap membantu pasien terinfeksi HIV dalam pemeliharaan
kesehatan mulut dari penyakit tersebut.
STATUS KESEHATAN
Kesehatan pasien harus sesuai dengan riwayat kesehatan, evaluasi fisik, dan hasil
konsultasi dengan psikolog. Perawatan akan bergantung pada tingkat kesehatan pasien
contohnya, penundaan penyembuhan luka dan meningkatkan resiko infeksi setelah operasi
memungkinkan adanya faktor komplikasi pada pasien AIDS.

PENGUKURAN KONTROL INFEKSI
Manajemen klinis periodontal pasien infeksi HIV membutuhkan kedisiplinan dalam
perawatan untuk membentuk metode infection control, berdasarkan ADA dan CDC.
Terpenuhinya universal precaution akan mengeliminasi atau meminimalisir resiko pada pasien
dan dental staff. Pasien imunokompromis memiliki potensi yang besar mendapat transmisi
infeksi pada dental office atau fasilitas kesehatan lainnya.


TUJUAN TERAPI
52

Pemeriksaan oral yang seksama akan menentukan perawatan yang dibutuhkan pasien.
Tujuan utama dari terapi adalah perbaikan dan pemeliharaan kesehatan mulut, kenyamanan dan
fungsi. Minimal, tujuan periodontal treatment harus diarahkan langsung pada kontrol penyakit
yang berasosiasi dengan HIV (HIV-assosiated mucosal disease) seperti chronic candidiasis dan
recurrent oral ulcerations. Keputusan mengenai prosedur periodontal yang terpilih harus dibuat
dengan izin pasien (informed consent) dan setelah konsultasi medik jika memungkinkan.
PENGATURAN TERAPI
Sangat penting bahwa pasien harus menjaga oral hygiene. Sebagai tambahan, kontrol
untuk perawatan periodontal dilakukan dalam jangka waktu 2-3 bulan. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, terapi dengan antibiotik sistemik harus tetap dilakukan. Tes lab
dibutuhkan untuk melihat status kesehatan pasien, dan konsultasi dengan dokter sangat
diperlukan.
Faktor psikologis, infeksi HIV pada sel neural mempengaruhi fungsi otak dan
menimbulkan outright dementia. Hal ini sangat mempengaruhi responsive pasien pada dental
treatment. Bagaimanapun, faktor psikologis banyak ditemukan pada pasien yang terinfeksi HIV,
walaupun lesi neuronal tidak ditemukan. Dengan penyakit seumur hidup ini, pada beberapa
pasien dapat menimbulkan depresi, rasa gelisah, kemarahan, sehingga perawatan harus dilakukan
dalam suasana rileks, tenang dan tingkat stress dari pasien harus minimum. Diagnosis awal dan
treatment infeksi HIV dapat meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien.

You might also like