You are on page 1of 2

Tetapi, rilis suppressed behavior sebelumnya lebih berkaitan dengan efek disinhibitorik

perilaku dari obat-obat ini, termasuk euforia, gangguan pengambilan keputusan, dan
kehilangan pengendalian diri sendiri, yang dapat terjadi pada rentang dosis yang digunakan
untuk manajemen kecemasan. Hampir semua obat sedatif-hipnotik mempunyai kemampuan
merilis punishment-suppressed behavioral pada hewan coba, benzodiazepin mempunyai efek
tersebut pada dosis yang hanya sedikit sekali menyebabkan depresi sistem saraf. Meskipun
memiliki sifat sedatif, obat-obat antipsikosis dan antidepresan trisiklik tidak efektif dalam
model percobaan ini. Benzodiazepin juga mempunyai efek amnesia anterograd
( ketidakmampuan mengingat kejadian yang berlangsung selama obat bekerja) pada dosis
sedatif.
2. Hipnosis
Semua sedatif-hipnotik akan menyebabkan tidur jika diberikan pada dosis yang cukup
tinggi. Tidur normal terdiri dari beberapa tahapan yang berbeda, berdasarkan tiga pengukuran
fisiologis : pengukuran elektroensefalogram, elektromiogram dan elektronistagmogram
( suatu pergerakan lateral dari mata). Berdasarkan dua pengukuran terakhir tadi, dua kategori
utama dapat dibedakan : tidur dengan pergerakan mata yang tidak cepat (non-rapid eye
movement, NREM), yang mewakili sekitar 70-75% dari keseluruhan tidur, dan tidur dengan
pergerakan mata yang cepat (rapid eye movement, REM). Tidur REM dan NREM terjadi
menuruti siklus dengan selang waktu 90 menit. Tahap tidur REM adalah tidur saat terjadinya
mimpi yang sebagian besar dapat diingat kembali. Tidur NREM berlangsung dalam empat
tahap (1-4), dengan porsi tidur terbesar (50%) terjadi pada tahap 2. Ini diikuti oleh tidur delta
atau tidur gelombang lambat (tahap 3 dan 4), di mana terjadi somnambulisme dan mimpi
buruk. Selama tidur gelombang lambat, sekresi steroid adrenal berlangsung paling lambat dan
sekresi somatotropin paling cepat.
Efek sedatif-hipnotika terhadap tahapan tidur telah dipelajari secara ekstensif, meski
lebih sering dilakukan pada subjek relawan normal daripada pada pasien penderita gangguan
tidur. Efek yang dipelajari bergantung beberapa faktor, termasuk obat tertentu, dosis dan
frekuensi pemakaian. Meski ada pengecualian, pengaruh sedatif-hipnotika terhadap pola tidur
normal adalah sebagai berikut: (1) lamanya mula tidur berkurang (waktu yang diperlukan
untuk tidur); (2) lamanya tidur NREM tahap 2 berkurang; (3) lamanya tidur REM berkurang;
dan (4) lamanya tidur gelombang lambat berkurang.
3. Anestesi
Benzodiazepin tertentu,termasuk diazepam dan midazolam, digunakan secara
intravena dalam anestesi, tetapi belum terbukti sukses sepenuhnya sebagai senyawa yang
mampu menghasilkan anestesi untuk pembedahan. Benzodiazepin yang diberikan dalam
dosis bessar sebagai senyawa pembantu pada anestetika umum biasa dapat menyebabkan
depresi pernapasan pasca anestesi yang tetap. Hal ini mungkin disebabkan oleh waktu-paruh
relatif yang panjang dan pembentukan metabolit aktif.

4. Efek antikonvulsan
Semua sedatif-hipnotik dapat menghambat perkembangan dan oenyebaran aktivitas
epileptik di dalam sistem saraf pusat. Adanya selektivitas pada obat-obat tertentu, di mana
mempunyai efek antikonvulsan tanpa efek depresi sistem saraf pusat yang kuat, seingga
aktivitas mental dan aktivitas fisiologis relatif tidak dipengaruhi. Beberapa benzodiazepin,
termasuk klonazepam, nitrazepam, lorazepam dan diazepam, memiliki kerja selektif yang
secara klinis bermanfaat dalam penanganan kasus seizure.
5. Relaksasi otot
Sebagian sedatif-hipnotik, khususnya yang termasuk golongan carbamate dan
benzodiazepin, mempunyai efek inhibitorik pada refleks polisinaptik dan transmisi
internuncial, dan pada dosis tinggi juga mendepresi transmisi pada hubungan neuromuskuler
otot bergaris. Kerja yang agak selektif dari golonangan ini yang mengarah kepada relaksasi
otot dapat dengan mudah dapat ditunjukkan pada hewan dan telah diyakini sangat berguna
untuk melemaskan otot pada penyakit persendian atau spasme otot.
6. Pengaruh terhadap fungsi pernapasan dan kardiovaskular
Pada dosis hipnotik yang diberikan kepada pasien sehat, efek sedatif-hipnotik pada
pernapasan adalah sebanding dengan perubahan selama tidur alamiah. Namun sedatifhipnotik, bahkan pada dosis terapeutik, dapat mengakibatkan depresi pernapasan yang berarti
pada pasien dengan penyakit paru. Efek terhadap pernapasan adalah berkaitan dengan dosis,
dan depresi dari pusat pernapasan medula adalah penyebab yang umum kematian yang
disebabkan kelebihan dosis sedatif-hipnotik.
Hingga pada dosis yang menyebabkan hipnosis, tidak ada efek yang berarti terhadap
sistem kardiovaskular yang diamati pasien sehat. Tetapi, dalam keadaan hipovolemik, gagal
jantung kongestif dan penyakit lain yang menggagalkan fungsi kardiovaskular, dosis normal
dari sedatif-hipnotik mungkin menyebabkan depresi kardiovaskular, kemungkinan besar ini
disebabkan akibat kerjanya terhadap pusat vasomotor medula. Pada dosis toksik,
kontraktilitas miokardium dan tonus vaskular mungkin keduanya mengalami depresi oleh
efek pusat dan periferal, yang selanjutnya mengarah pada kegagalan sirkulasi. Efek terhadap
pernapasan dan kardiovaskular leih tampak bila sedatif-hipnotik diberikan secara intravena.
Tolerans; ketergantungan psikologis dan fisiologis
Tolerans adalah menurunnya respons tubuh terhadap suatu obat akibat pemaparan
berulang kali adalah merupakan gambaran yang umum dari penggunaan sedatif-hipnotik. Ini
bisa menyebabkan meningkatnya dosis yang diperlukan untuk mempertahankan perbaikan
simtomatis atau untuk mempercepat tidur penting untuk diketahui bahwa toleransi silang
parsial dapat terjadi antar sedatif-hipnotik yang jelas disini dan juga dengan etanol

You might also like