Disfungsi ereksi merupakan ketidakmampuan untuk mencapai dan
mempertahankan ereksi yang cukup untuk senggama yang memuaskan. Disfungsi ereksi dapat disebabkan oleh faktor psikogenik, organik, maupun iatrogenik. Pada masa lalu, faktor psikogenik dipercaya sebagai penyebab utama terjadinya disfungsi ereksi, saat ini ternyata faktor organik lebih sering sebagai penyebab disfungsi ereksi terutama pada laki-laki usia pertengahan dan usia lanjut. Sedangkan disfungsi ereksi akibat psikogenik lebih sering dijumpai pada usia dibawah 40 tahun. Penyebab organik terletak pada kelainan neurogenik, vaskulogenik, dan endokrinologik. Umumnya laki-laki berumur lebih dari 40 tahun mengalami penurunan kadar testosteron secara bertahap. Saat mencapai usia 40 tahun, laki-laki akan mengalami penurunan kadar testosteron dalam darah sekitar 1,2 % per tahun. Bahkan di usia 70, penurunan kadar testosteron dapat mencapai 70% . Diperkirakan lebih dari 20 juta laki-laki diamerika serikat, dan sekitar 2-3 juta laki-laki diinggris mengalami disfungsi ereksi. Prevalensi disfungsi ereksi meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Massachussetts Male Aging Study (MMAS) melakukan penelitian terhadap laki-laki yang berumur 40-70 tahun ternyata 52% mengalami disfungsi ereksi dalam berbagai peningkatan, Insidensi terjadinya gangguan bervariasi dan meningkat seiring dengan usia. Pada usia 40 tahun, terdapat kurang lebih 5% laki-laki mengalami keadaan disfungsi ereksi, pada usia 65 tahun, terdapat kurang lebih 15-25% (Handriadi Winaga, 2006). Prevalensi disfungsi ereksi di Indonesia belum diketahui secara tepat, diperkirakan 16 % laki-laki usia 20 75 tahun di Indonesia mengalami disfungsi ereksi. Disfunsi ereksi (DE) merupakan masalah yang signifikan dan umum di bidang medis, merupakan kondisi medis yang tidak berhubungan dengan proses penuaan walaupun prevelensinya meningkat sejalan dengan bertambahnya usia.