Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas
bagian yang terkena. Kelemahan/kelumpuhan yang mengenai keempat anggota
gerak disebut dengan tetraparese. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak,
kerusakan tulang belakang pada tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra
cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan neuromuscular atau penyakit
otot. kerusakan diketahui karena adanya lesi yang menyebabkan hilangnya fungsi
motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai. Penyebab khas
pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau sport injury)
atau karena penyakit (seperti mielitis transversal, polio, atau spina bifida).
Tetraparese berdasarkan topisnya dibagi menjadi dua, yaitu : Tetrapares
spastik yang terjadi karena kerusakan yang mengenai upper motor neuron (UMN),
sehingga menyebabkan peningkatan tonus otot atau hipertoni dan tetraparese
flaksid yang terjadi karena kerusakan yang mengenai lower motor neuron (LMN),
sehingga menyebabkan penurunan tonus atot atau hipotoni. Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada susunan neuromuskular, yaitu adanya
lesi. Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik.
Pada beberapa keadaan dapat kita jumpai tetraparese misalnya pada penyakit
infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis), Sindrom Guillain Barre
(SGB), Polineuropati, Miastenia Grafis, atau Amyotrophic Lateral Sclerosis
(ALS).
1.2 Manfaat makalah
1) Mengetahui anatomi fisiologi jaras syaraf pada manusia
2) Mengetahui definisi parese
3) Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi,
diagnosis, penatalaksanaan, prognosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mempersarafi
kandung
kencing,
tungkai,
usus
dan
genitalia.
Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung
membentuk cauda equina 3,4.
2.3 Tetraparese
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadriparese, yang keduanya
merupakan parese dari keempat ekstremitas.Tetra dari bahasa yunani sedangkan
quadra dari bahasa latin. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang
disebabkan oleh penyakit atau trauma pada manusia
hilangnya sebagian
yang menyebabkan
Cord
contusion-central
cord
syndrome,
anterior
cord
syndrome
-
Poliomyelitis
2.3.2 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medula
spinalis. menurut Pusat Data Nasional Cedera Medula Spinalis (The National
Spinal Cord Injury Data Research Centre) memperkirakan ada 10.000 kasus baru
cedera medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat. Angka insidensi
paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 20 per 100.000 penduduk,
dengan angka tetraparese 200.000 per tahunnya. Kecelakaan kendaraan bermotor
merupakan penyebab utama cedera medula spinalis 9.
Cedera medula spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini
penting untuk meramalkan prognosis dan penanganan selanjutnya.. Data di
Amerika Serikat menunjukkan urutan frekuensi disabilitas neurologis karena
cedera medula spinalis traumatika sbb : (1) tetraparese inkomplet (29,5%), (2)
paraparese komplet (27,3%), (3) paraparese inkomplet (21,3%), dan (4)
tetraparese komplet (18,5%) 9.
.
Ada dua tipe lesi, yaitu lesi komplit dan inkomplit. Lesi komplit dapat
menyebabkan kehilangan kontrol otot dan sensorik secara total dari bagian
dibawah lesi, sedangkan lesi inkomplit mungkin hanya terjadi kelumpuhan otot
ringan (parese) dan atau mungkin kerusakan sensorik. Lesi pada UMN dapat
10
lintasan asendens dan desendens lain. Disamping itu kelompok motoneuron yang
berada didalam segmen C5 kebawah ikut rusak. Ini berarti bahwa pada tingkat lesi
kelumpuhan itu bersifat Lower Motor Neuron (LMN) dan dibawah tingkat lesi
bersifat Upper Motor Neuron (UMN). Dibawah ini kelumpuhan Lower Motor
Neuron (LMN) akan diuraikan menurut komponen-komponen Lower Motor
Neuron (LMN) 1.
Motoneuron-motoneuron berkelompok di kornu anterius dan dapat
mengalami gangguan secara selektif atau terlibat dalam satu lesi bersama dengan
bangunan disekitarnya, sehingga di dalam klinik dikenal sindrom lesi di kornu
anterius, sindrom lesi yang selektif merusak motoneuron dan jaras kortikospinal,
sindrom lesi yang merusak motoneuron dan funikulus anterolateralis dan sindrom
lesi di substantia grisea sentralis . Lesi ini biasanya disebabkan karena adanya
infeksi, misalnya poliomielitis. Pada umumnya motoneuron-motoneuron yang
rusak didaerah intumesensia servikal dan lumbalis sehingga kelumpuhan LMN
adalah anggota gerak 1.
Kerusakan pada radiks ventralis (dan dorsalis) yang reversibel dan
menyeluruh dapat terjadi. Kerusakan itu merupakan perwujudan reaksi
imunopatologik. walaupun segenap radiks (ventralis/dorsalis) terkena, namun
yang berada di intumesensia servikalis dan lumbosakralis paling berat mengalami
kerusakan. Karena daerah ini yang mengurus anggota gerak atas dan bawah. Pada
umumnya bermula dibagian distal tungkai kemudian bergerak ke bagian
proksimalnya. Kelumpuhannya meluas ke bagian tubuh atas, terutama otot-otot
kedua lengan. Kelainan fungsional sistem saraf tepi dapat disebabkan kelainan
pada saraf di sumsum tulang belakang atau kelainan sepanjang saraf tepi sendiri.
Salah satu penyakit dengan lesi utama pada neuron saraf perifer adalah
polineuropati 1.
Lesi di otot dapat berupa kerusakan struktural pada serabut otot atau
selnya yang disebabkan infeksi, intoksikasi eksogen/endogen, dan degenerasi
herediter. Karena serabut otot rusak, kontraktilitasnya hilang dan otot tidak dapat
11
melakukan tugasnya. Penyakit di otot bisa berupa miopati dan distrofi, dapat
menyebabkan kelemahan di keempat anggota gerak biasanya bagian proksimal
lebih lemah dibanding distalnya. Pada penderita distrofia musculorum enzim
kreatinin fosfokinase dalam jumlah yang besar, sebelum terdapat manifestasi dini
kadar enzim ini di dalam serum sudah jelas meningkat. akan tetapi mengapa
enzim ini dapat beredar didalam darah tepi masih belum diketahui 1.
Di samping kelainan pada sistem enzim, secara klinis juga dapat
ditentukan kelaian morfologik pda otot. jauh sebelum tenaga otot berkurang sudah
terlihat banyak sel lemak (liposit) menyusup diantara sel-sel serabut otot. Ketika
kelemahan otot menjadi nyata, terdapat pembengkakan dan nekrosis-nekrosis
serabut otot. Seluruh endoplasma serabut otot ternyata menjadi lemak. Otot-otot
yang terkena ada yang membesar dan sebagian mengecil. Pembesaran tersebut
bukan karena bertambahnya jumlah serabut otot melainkan karena degenerasi
lemak 1.
Kelemahan otot (atrofi otot) dapat kita jumpai pada beberapa penyakit.
kelemahan otot dapat kita kelompokkan dalam regio anggota gerak sebagai
berikut 14:
Tabel 2. Kategori kelompok otot per regio anggota gerak
Region
Muscle Groups
Myotomes
thumb,
adduction
of
thumb,
and
opposition of thumb
Upper
12
region
Lower
region
Central
cord
syndrome
(CCS)
biasanya
terjadi
setelah
trauma
13
Fungsi
brevis
(C6)
profunda (C8)
M. illiopsoas (L2)
Fleksi panggul
Ekstensi lutut
Dorsofleksi
kaki
M. gastrocnemius-soleus (S1)
Plantarfleksi kaki
14
arteri serebri
(anterior/media) atau di kapsula interna unilateral. Lama kelamaan lesi ini juga
dapat ditemukan pada arteri serebri (anterior/media) atau kapsula interna yang
lain, sehingga terjadi infark pada hemisfer serebral bilateral. Oklusi pada arteri
basilaris juga dapat menyebabkan hemiparese bilateral 16,17.
2.3.6 Tetraparese dapat dijumpai pada beberapa keadaan
a. Penyakit infeksi
- Mielitis transversa
Dapat menyebabkan satu sampai dua segmen medula
spinalis rusak sekaligus, infeksi dapat langsung terjadi melalui
emboli
septik,
luka
terbuka
ditulang
belakang,
penjalaran
15
mononeuropati
(lebih
jarang),
kanker
bisa
menyebabkan
bisa
menyebabkan
polineuropati.
16
untuk
merasakan
posisi
sendi
menyebabkan
17
ataupun trauma pada medula spinalis, dapat menimbulkan perlekatanperlekatan selaput araknoid. Di negara-negara tropik penyebabnya adalah
infeksi tuberkulosis. Pada tempat-tempat tertentu perlekatan pasca infeksi
itu dapat menjirat radiks ventralis (sekaligus radiks dorsalis). Karena tidak
segenap radiks ventralis terkena jiratan, namun kebanyakan pada yang
berkelompokan saja, maka radiks-radiks yang diinstrumensia servikalis
dan lumbosakralis saja yang paling umum dilanda proses perlekatan pasca
infeksi. Oleh karena itu kelumpuhan LMN paling sering dijumpai pada
otot-otot anggota gerak, kelompok otot-otot di sekitar persendian bahu dan
pinggul. Kelumpuhan tersebut bergandengan dengan adanya defisit
sensorik pada kedua tungkai atau otot-otot anggota gerak 19,20.
18
grafis
otot
adalah
skelet
penyakit
menjadi
neuromuskular
lemah
dan
lekas
yang
lelah.
19
e.
20
nutrisi
ke
otot-otot
tersebut
terlokalisir,
sehingga
21
g.
Spondilitis Tuberkulosa
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan
spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang
bersifat kronik destruktif yang disebabkan oleh mikobakterium
tuberkulosa. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit
Pott, paraplegi Pott. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2.(1,2,3,4).
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis
22
dan
eksudasi
yang
menyebabkan
osteoporosis
dan
vertebra
menghancurkan
yang
bersangkutan,
vertebra
tuberkulosis
di
akan
terus
dekatnya.
23
daerah
servikal,
eksudat
terkumpul
di
belakang
fasia
2.3.7
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Pemeriksaan penunjang :
Foto
vertebrae
trauma,
servikal/lumbaluntuk
penyempitan
maupun
mengetahui
pergeseran
susunan
adanya
tulang
belakang.
Fungsi
lumbaluntuk
menyingkirkan
beberapa
penyakit
MRI.7
24
2.3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan penyebabnya. Namun
dapat dilakukan terapi umum sebagai berikut:
1. Medikamentosa
Kortikosteroid untuk mengurangi nyeri, juga dipercaya dapat
menghasilkan perbaikan neurologis.
Antidiabetika pada kasus-kasus yang diperburuk oleh penyakit
diabetes mellitus.
2. Terapi konservatif
a.Tirah
baring
(bed
rest)
25
2.3.8
Prognosis
Prognosis penderita dipengaruhi oleh pengobatan terhadap
penyebab tetraparesis itu sendiri. Diagnosis sedini mungkin dan
dengan pengobatan yang tepat, prognosisnya baik meskipun tanpa
tindakan operatif. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak
teratur atau tidak dilanjutkan setelah beberapa saat.9
26
BAB III
PENUTUP
Parese merupakan kelemahan/kelumpuhan parsial yang ringan/tidak
lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau
gerakan terganggu. Tetraparese adalah kelumpuhan/kelemahan yang disebabkan
oleh penyakit atau trauma pada manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian
fungsi motorik pada keempat anggota gerak, dengan kelumpuhan/kelemahan
lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Tetraparese dapat
disebabkan karena adanya kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) atau
kerusakan pada Lower Motor Neuron (LMN) atau kerusakan di keduanya.
Kerusakan pada Upper motor neuron (UMN) dapat disebabkan adanya lesi
di medula spinalis setinggi servikal atas, kerusakan pada Lower motor neuron
(LMN ) bisa mengenai motorneuronya, radiks, maupun pada otot itu sendiri. Jika
kerusakan mengenai Upper motor neuron (UMN) dan Lower motor neuron (LMN)
maka lesinya pada Low cervical cord.
Tetraparese berbeda dengan hemiparese bilateral, walaupun keduanya
mempunyai arti kelemahan pada keempat angggota gerak. Namun, Tetraparese
disebabkan adanya lesi di medula spinalis sedangkan hemiparese bilateral
disebabkan karena lesi pada hemisfer serebral bilateral dan biasanya pada
serangan pertama baru terjadi hemiparese unilateral dan setelah serangan kedua
baru terjadi hemiparese bilateral. Tetraparese dapat ditemukan pada beberapa
keadaan seperti ; penyakit infeksi (misalnya mielitis transversa, poliomielitis),
polineuropati, sindrom Guillain Barre, Miastenia gravis, atau pada Amyotrophic
Lateral Sclerosis (ALS).
27
DAFTAR PUSTAKA
28
13. DeGroot J., Neuroanatomi Korelatif, Edisi ke -21, EGC, 1997: 47-52
14. Wagener L.M., Stewart A.J., Stenger M.K., Spinal Cord Injury a Guide for
Patients, University of Lowa Hospitals and Clinics, first edition, 2007.
15. Islam S.M., Terapi Stem Cell pada Cedera Medula Spinalis, Cermin Dunia
Kedokteran, SMF saraf Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, 2006.
16. Kim H. D.,Ludwig C.S., Vaccaro R.A., Chang J., Atlas Of Spine Trauma
Adult and Pediatric, Phyladelphia, 2008.
17. Japardi I., Cervical Injury, Fakultas Bagian Bedah USU digital Library, 2002
18. Snell S. R., Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, EGC, 2007:
154-59
19. Dawodu
T.
S.,
Spinal
Cord
Injury:
Definition,
Epidemiology,
29