Professional Documents
Culture Documents
HIPOSPADIA
Pembimbing :
dr. Tri Budiyanto, Sp.U
Disusun Oleh :
Herlinda Yudi Saputri G4A013087
SMF BEDAH
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
HIPOSPADIA
Oleh :
Herlinda Yudi Saputri
G4A013087
Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu tugas
kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah Urologi RS Margono Soekardjo Purwokerto
Purwokerto,
Mengetahui,
Pembimbing
2014
BAB I
PENDAHULUAN
dan
kemudian
dikonversi
dalam
kulit
kelamin
menjadi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipospadia sendiri berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di
bawah dan spadon yang berarti keratan yang panjang (Sastrasupena,
1995). Hipospadia adalah kelainan kongenital berupa muara uretra yang
terletak di sebelah ventral penis dan proksimal ujung penis. Letak meatus
uretra bisa terletak pada glandular hingga perineal (Purnomo, 2011).
Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara
1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan lubang
uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia
yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau
pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah
skrotum. Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu
jaringan fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke
bawah pada saat ereksi (Sjamsuhidajat, 2005).
B. Epidemiologi
Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi laki-laki hidup di Amerika
Serikat. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior. Pemberian estrogen dan
progestin selama kehamilan diduga meningkatkan insidensinya. Jika ada anak
yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20% anggota keluarga yang
lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat familial namun
tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik.
BDMP menyatakan bahwa insdensi hipospadia meningkat menjadi
20,2 per 10.000 kelahiran hidup pada 1.970-39,7 per 10 000 kelahiran hidup
pada tahun 1993. Kajian populasi yang dilakukan di empat kota Denmark
tahun 1989-2003 tercatat 65.383 angka kelahiran bayi laki-laki dengan
C. Etiologi
Hipospadia hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi
pada usia kehamilan pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual lakilaki pada umumnya tergantung pada hormon testosteron, dihydrotestosteron,
dan ekspresi reseptor androgen oleh sel target. Gangguan dalam
keseimbangan sistem endokrin baik faktor-faktor endogen atau eksogen dapat
menyebabkan hipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga
telah dilaporkan. Namun, etiologi hipospadia masih belum diketahui
(Brouwers, 2006).
a. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan
metabolismenya
bersamaan
dengan
kehadiran
reseptor
androgen
dari
penurunan
gen
autosomal
dominan
sedang
D. Klasifikasi Hipospadia
Berdasarkan letak muara uretra, Browne (1936) membagi hipospadia:
a. Hipospadia Anterior
Hipospadia anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal dan penis distal
b. Hipospadia Medius
Hipospedia medius terdiri atas midshaft dan penis proksimal
c. Hipospadia Posterior
Hipospadia posterior terdiri atas peoskrotal, skrotal dan perineal
(Purnomo, 2001)
BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat
menyebabkan kerusakkan jaringan. Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan 2
cara: sumber penyebab dan derajat atau kedalaman luka bakar. Berdasarkan
sumber di bedakan atas panas, bahan kimia, listrik, cahaya dan radiasi.
Berdasarkan derajat dibagi menjadi derajat satu, dua A, dua b, tiga dan empat.
Luas luka bakar dihitung berdasarkan rumus Rule Of Nine atau Rule of
Wallace. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah 9%,
tiap-tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%,
bagian belakang adalah 18 5, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan
leher 1%. Initial assessment pada penanganan luka bakar yaitu ada primery survey
dan secendary survey. Dimana pada primary survey terdapat monitoring airway,
breathing, circulation dan dissability. Penatalaksanaan paka luka bakar yaitu
sesuai dengan fase luka bakar dan resusitasi cairan.
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan.
Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita
juga turut menentukan kecepatan penyembuhan. Sistemic Inflammatory Response
Syndrome (SIRS), Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS),dan
Sepsis adalah komplikasi dari luka bakar.