Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Nosa Ika Cahyariza
NIM 20112041
: Analisa Sperma
Tujuan
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem reproduksi adalah suatu sistem organ di dalam tubuh organisme yang dapat
bekerja bersama untuk satu tujuan, yaitu reproduksi. Berbagai macam substansi seperti cairan,
hormon, dan feromon juga merupakan suatu pelengkap yang penting untuk sistem reproduksi.
Pada manusia dan mayoritas organisme eukariotik lainnya yang sudah mengalami diferensiasi,
alat kelamin dan sel kelamin seringkai mempunyai perbedaan yang signifikan. Perbedaan inilah
yang menjadikan adanya kombinasi materi genetik dari dua individu dan menyebabkan adanya
kemungkinan diversitas genetik. Organ yang ada pada makhluk hidup tingkat tinggi meliputi
genitalia eksterna (penis dan vulva) dan genitalia interna (testis dan ovarium). Jika terjadi suatu
kelainan dalam sistem reproduksi, maka akan sangat berpengaruh pula pada kemampuan gamet
untuk melakukan fungsinya. Kualitas sistem reproduksi dapat dilakukan pada level gamet,
misalnya dilakukan analisis terhadap sperma atau ovum. Analisis sperma adalah pemeriksaan
untuk menilai ciri dan mutu spermatozoa dalam air mani, agar dapat dinilai apakah terdapat
ketidaknormalan yang dapat mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan
(The Fertility Institute, 2009).
Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang berasal dari
seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan
spermatozoa. Pemeriksaan sperma merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian
fertilitas atau infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi maksroskopis (hal-hal yang terlihat
dengan mata telanjang), mikrospkopis, kimia dan imunologi. Namun, di sini yang akan kita
lakukan adalah hanya pemeriksaan sperma secara makroskopis dan mikroskopis saja.
Berdasarkan latar belakang di atas, praktikan melakukan analisa sperma.
Pemeriksaan yang dilakukan ada makroskopis dan mikroskopis. Dengan praktikum ini, praktikan
diharapkan mampu memahami, mengerti, dan bisa melakukan pemeriksaan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Mani atau semen (sperma) ialah ejakulat berasal dari seorang pria berupa cairan kental
dan keruh, berisi sekret dari kelenjar prostat, kelenjar-kelenjar lain dan spermatozoa. Pemeriksaan
sperma merupakan salah satu jalan yang termudah untuk mengetahui tingkat kesuburan/fertilitas
dan infertilitas seorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi kesan, akan kemampuan seorang pria
untuk memperoleh keturunan.
Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual
aktif sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis anterior dimulai rata-rata pada
usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup.
Struktur dari spermotozoa manusia terdiri dari kepala, leher, dan ekor. Kepala terdiri atas
sel berinti padat dan hanya sedikit sitoplasma dan lapisan membran sel di sekitar permukaannya. Di
bagian luar, dua pertiga anterior kepala terdapat selubung tebal yang disebut akrosom yang
mengandung enzim hialurodinase. Enzim ini mencerna filamen proteoglikan dari jaringan dan
enzim proteolitik yang sangat kuat untuk mencerna protein sehingga memainkan peranan penting
untuk membuahi ovum.
Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang
disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya beberapa parameter
ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku petunjuk WHO Manual for the examination
of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction (WHO, 1999).
Spermatogenesis
Peralihan dari bakal sel kelamin yang aktif membelah ke sperma yang masak serta
menyangkut
berbagai
macam
perubahan
struktur
yang
berlangsung
secara
berurutan.
Spermatogenesis berlangsung pada tubulus seminiferus dan diatur oleh hormone gonadtotropin dan
testosterone (Wildan yatim, 1990).
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1.Spermatocytogenesis
Kepala (caput), tidak hanya mengandung inti (nukleus) dengan kromosom dan bahan
genetiknya, tetapi juga ditutup oleh akrosom yang mengandung enzim hialuronidase
yang mempermudah fertilisasi ovum.
Ekor (cauda), berfungsi untuk mendorong spermatozoa masak ke dalam vas defern
dan ductus ejakulotorius.
Gerakan ekor mendekat dan menjauh mamberikan motilitas pada sperma. Sperma yang
normal bergerak dalam garis lurus dengan kecepatan 1 sampai 4 mm / menit. Kecepatan ini akan
memungkinkan sperma untuk bergerak melalui traktus genitalis wanita untuk mencapai ovum.
BAB III
PROSEDUR KERJA
A. PRA ANALITIK
1. ALAT
Alat yang digunakan dalam praktikum analisa sperma ini adalah beaker glass, gelas ukur,
obyek glass, cover glass, mikroskop.
2. REAGEN
Reagen yang digunakan dalam praktikum pemeriksaan LCS ini adalah
3. PROBANDUS
Nama
: Mr T (LCS B)
Umur
: Y Th
Jenis Kelamin
: XY
B. ANALITIK
1. PROSEDUR KERJA
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. KOAGULASI dan LIKUEFEKSI
Tujuan
Prinsip
Prosedur
2. VISKOSITAS
Prinsip
Ada 2 cara
a.
b.
Dengan Viskometer
Bentuk alat seperti pipet (semacam maat pipet) yang berdiamaeter tertentu. Salah
satu contoh yaitu pipet Ellison, bertanda 0,1. Cara penggunaannya dengan memipet
sperma sampai tanda 0,1, kemudian ujung atas ditutup dengan jari, kemudian
jari dilepas bersama dengan itu dijalankan stopwatch. Apabila sperma telah
menetes, stopwatch dimatikan. Waktu yang diperoleh dari stopwatch merupakan
waktu viskositasnya.
3. VOLUME
4. WARNA
Warna sperma diamati dengan latar belakang putih dengan penerangan yang cukup.
5. BAU
Bau sperma dianalisa dengan jalan mengkibas-kibaskan telapak tangan dari arah
lain ke hidung.
6. pH
pH dari sperma dilihat dari perubahan warna universal.
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Kepadatan dan Motilitas Sperma
Prinsip
Prosedur
motilitas sperma.
3. Menghitung Jumlah Spermatozoa
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Hitung Jumlah Leukosit
Tujuan
Prinsip
Bahan
: Cairan otak
Alat
Pipet Leukosit
Kamar Hitung
Selang
Mikroskop
Prosedur
Prinsip
: Dari tetesan cairan terletak di atas objek glass kemudian dibuat hapusan
seperti dalam hapusan darah kemudian dicat dengan cat giemsa atau
wright.
Bahan
: Cairan otak
Alat
: Bak pegecatan
Pipet
Larutan Giemsa
Centrifuge
Larutan Wright
Prosedur
b.
C. Kimiawi
1. Test Pandy
Reagent
Prosedur
1. 1 ml reagent pandy dalam tabung serologi yang kecil bergaris tengah 7 mm.
2. Ditambahkan 1 tetes cairan otak.
3. Segera dibaca hasil test tersebut dengan melihat kepada derajat kekeruhannya :
+1 Ada Opaescen (10 100 mg/dl)
+3 Sangat keruh (300 500 mg/dl)
+4 Kekeruhan seperti susu dan terjadi endapan (lebih dari 500 mg/dl)
Prinsip
: Protein dalam cairan otak akan membentuk presipitat dengan larutan jenuh
Ammonium sulfat yang dapat dinilai secara kualitatif.
Bahan
: cairan otak
Alat
: Tabung serulogi
Reagent
Prosedur
1. Ditaruh
1 ml
2. Dengan hati hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke dalam tabung tsb,
sehingga kedua macam cairan tinggi terpisah menyusun dua lapisan.
3. Ditenangkan selama menit kemudian diselidikilah perbatasan.
3. Pemeriksaan Glukosa (Metode GOD PAP)
Tujuan
Prinsip
Reaksi
: Glukose +
(GOD)
: Cairan otak
Alat
Reagent
: Larutan pereaksi
Prosedur
Tanpa deprot
Pipet kedalam tb spl
Tes
Blanko
LCS
10 l
Larutan Pereaksi
1000
1000
P = C/F
F : 405
Test masukkan tekan result dan kemudian keluar hasil yang dinyatakan dalam....mg/dl
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
A. POST ANALITIK
1. HARGA NORMAL
A. Pemeriksaan Makroskopis
1. Warna
: Jernih
2. Kekeruhan : Jernih
3. Bekuan
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Hitung Jumlah Leukosit
Nilai rujukan
: 0 50 sel
: 0 5 sel/ l
2. HASIL
A. Pemeriksaan Makroskopis :
1. Warna
: Kuning
2. Kekeruhan : Keruh
3. Sediment
4. Bekuan
B. Pemeriksaan Mikroskopis
1. Hitung Sel Leukosit
`P=(
N=
=
=
=0 sel/
DOKUMENTASI
Tess Pandy
Test glukosa
Test Kekeruhan
PEMBAHASAN
Pemeriksaan makroskopis meliputi warna, kekeruhan, pH, konsistensi (bekuan), dan berat
jenis :
1.
Warna
Normal warna LCS tampak jernih, ujud dan viskositasnya sebanding air.
Merah muda perdarahan trauma akibat pungsi.
Merah tua atau coklat perdarahan subarakhnoid akibat hemolisis dan akan terlihat
jelas sesudah disentrifuge.
Hijau atau keabu-abuan pus.
Coklat terbentuknya methemalbumin pada hematoma subdural kronik.
Xanthokromia mengacu pada warna kekuning-kuningan biasanya akibat pelepasan
hemoglobin dari eritrosit yang lisis (perdarahan intraserebral/subarachnoid); tetapi
mungkin juga disebabkan oleh kadar protein tinggi, khususnya jika melebihi 200
mg/dl.
2.
Kekeruhan
Normal tidak ada kekeruhan atau jernih. Walaupun demikian LCS yang jernih terdapat
juga pada meningitis luetika, tabes dorsalis, poliomyelitis, dan meningitis tuberkulosa.
Keruh ringan seperti kabut mulai tampak jika jumlah lekosit 200-500/ul3, eritrosit >
400/ml, mikroorganisme (bakteri, fungi, amoeba), aspirasi lemak epidural sewaktu
dilakukan pungsi, atau media kontras radiografi.
3.
Konsistensi bekuan
Terjadinya bekuan menandakan bahwa banyak darah masuk ke dalam cairan pungsi pada
waktu pungsi; darah dalam LCS yang disebabkan perdarahan subarachnoid tidak membeku.
Normal tidak terlihat bekuan
Bekuan banyaknya fibrinogen yang berubah menjadi fibrin. Disebabkan oleh trauma
pungsi, meningitis supurativa, atau meningitis tuberkulosa. Jendalan sangat halus dapat
terlihat setelah LCS didiamkan di dalam almari es selama 12-24 jam.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Eritrosit dan leukosit masuk ke dalam LCS jika ada kerusakan pada pembuluh darah atau
sebagai akibat reaksi terhadap iritasi. Bilirubin yang dalam keadaan normal tidak ada dalam LCS,
mungkin dapat ditemukan dalam LCS seorang yang tidak menderita ikterus setelah terjadi
perdarahan intrakranial. Bilirubin itu adalah bilirubin tidak dikonjugasi dan karena itu menandakan
adanya katabolisme hemoglobin setempat dalam SSP.
Perhitungan sel lekosit dan eritrosit harus segera dilakukan, hal ini dikarenakan 40% dari
lekosit dapat lisis setelah 2 jam, sedangkan eritrosit akan lisis setelah 1 jam pada suhu ruangan.
Perhitungan jumlah eritrosit LCS memiliki nilai diagnostik terbatas yaitu untuk differensial
diagnosis trama pungsi vs hemorhagi subarakhnoid dan koreksi jumlah lekosit LCS dan protein
untuk kontaminasi darah tepi yang ada kaitannya dengan trauma pungsi.
Nilai rujukan normal pada anak dan dewasa untuk jumlah lekosit (monosit dan limposit)
adalah 0 5 sel/ul, sedangkan untuk neonatus 0 30 sel/ul. Walaupun belum ada kesepakatan batas
tertinggi normal netropil dalam LCS sebagai patokan dapat dipergunakan sampai angka 7%, hal ini
dapat disebabkan adanya kontaminasi minimal dari darah tepi. Sedangkan monosit (14%) lebih
rendah dibandingkan limposit (86%), tingginya perbedaan ini dapat disebabkan karena monosit
sering diklasifikasikan sebagai limposit.
Pada tahap dini meningitis bakteria akut, netrofil biasanya lebih dari 60%. Peningkatan
monosit biasanya diikuti peningkatan limposit, netropil, dan sel plasma merupakan cirri khas
meningitis tuberkulosa, meningitis fungi, dan meningitis bakteria kronis. Sedangkan pada
meningoensepalitis virus pada awalnya terjadi netrofilia kemudian berubah ke respons limposit.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari pemeriksaan
makroskopis, LCS berwarna kuning, keruh, tidak terdapat bekuan, dan terdapat endapan(sediment).
Pemeriksaan mikroskopisnya didapatkan hasil 0 sel leukosit, sedangkan dari pemeriksaan kimiawi
didapatkan hasil test pandy +2 cairan keruh, test none apelt (+)terdapat cincin putih, dan kadar
glukosanya
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.(2012).Pengertian Cairan Otak.http://aceh-
laboratorium.blogspot.com/2012/01/pengertian-cairan-otak-lcs.html.Diakses pada 17
Maret 2014 pukul 17.48
Anonim.(2011).Cairan Otak Liquor Cerebro
Spinalis.http://meilindaadhasari.blogspot.com/2011/11/cairan-otak-liquor-