You are on page 1of 24

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM KIMIA KLINIK III

Oleh :
Nosa Ika Cahyariza
NIM 20112041

PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2014

PEMERIKSAAN REDUKSI URINE DAN GLUKOSA DARAH


Laporan Praktikum Ke 1
Judul

: Pemeriksaan Reduksi Urine dan Glukosa Darah

Tujuan

: Untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah probandus dan mengetahui glukosa
dalam urine.

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karbohidrat adalah suatu senyawa yang terdiri atas atomatom karbon, hidrogen, dan oksigen.
Karbohidrat memiliki rumus umum (CH2O)n. Sebagai contoh, molekul glukosa mempunyai rumus
kimia C6H12O6. Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan atau
metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan
glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel- sel pada jaringan otot
sebagai sumber energi (Poedjiadi, 2007).
Ekskresi adalah sistem saluran kemih yang terdiri dari enam organ, yaitu dua ginjal, dua ureter,
kandung kemih dan uretra. Glomerolus adalah salah satu bagian dari ginjal yang berfungsi menyaring
darah. Filtrate glomerolus yang normal tidak mengandung glukosa yang melebihi nilai ambang ginjal
terhadap glukosa. Adanya glukosa dalam urin disebabkan filtrate glomerolus mengandung glukosa
berlebih sehingga tidak dapat direabsorbsi secara keseluruhan dan keluar bersama dengan urin.
Pemeriksaan glukosa urin digunakan untuk mendukung bukti peningkatan glukosa dalam darah.
Dalam ilmu kedokteran, gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa di
dalam darah. Konsentrasi gula darah, atau tingkat glukosa serum, diatur dengan ketat di dalam tubuh.
Glukosa yang dialirkan melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya
tingkat gula darah bertahan pada batas-batas yang sempit sepanjang hari: 4-8 mmol/l (70-150 mg/dl).
Tingkat ini meningkat setelah makan dan biasanya berada pada level terendah pada pagi hari, sebelum
orang makan. (Anik Widjayanti, 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka akan dilakukan praktikum reduksi urine dan glukosa
darah. Pemeriksaan reduksi urine dilakukan dengan 2 metode yaitu metode fehling dan metode
benedict. Pada pemeriksaan glukosa darah metode yang digunakan meliputi metode reduksi, enzimatik,
dan lainya. Namun yang sering digunakan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase
peroksidase, 4-aminophenason dan phenol (GOD-PAP) karena mempunyai akurasi dan presisi yang
baik (Sri Jufari, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah untuk membuang
zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang
molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan
tubuh. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, dan akhirnya
dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin
berasal dari darah atau cairan interstisial (Chernecky and Berger, 2008).
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi
tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang
tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau
berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat
diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang
baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos Dari urin
kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. (Chernecky and Berger, 2008).
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita
diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat.
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan penyaring. Untuk
menyatakan keberadaan suatu glukosa, dapat dilakukan dengan cara yang berbeda- beda. Cara
yang tidak spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah
sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen fehling
yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung garam cupri. Sedangkan
pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan dengan menggunakan enzim glukosa
oxidase (Prasetya, 2011).
Tes glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan dengan
menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat digolongkan dalam jenis
pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan
metode carik celup yang tergolong dalam pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif
(Subawa.2010). Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B. Fehling A
adalah larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium
natrium tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga
diperoleh suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion Cu2+ terdapat sebagai
ion kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO (Anonim, 2010).

Pada orang normal tidak ditemukan adanya glukosa dalam urin. Glukosuria dapat terjadi
karena peningkatan kadar glukosa dalam darah yang melebihi kapasitas maksimum tubulus untuk
mereabsorpsi glukosa. Hal ini dapat ditemukan pada kondisi diabetes mellitus, tirotoksikosis,
sindroma Cushing, phaeochromocytoma, peningkatan tekanan intrakranial atau karena ambang
rangsang ginjal yang menurun seperti pada renal glukosuria, kehamilan dan sindroma Fanconi
(Wirawan dkk, tt).
Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat
menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa,
formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C. Oleh karena itu
perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam
sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan
penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi.
Cara enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara
reduksi hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah
160-180 mg % (Wirawan dkk, tt).
Kadar gula yang tinggi dibuang melalui air seni , dengan demikian air seni penderita
kencing manis yang mengandung glukosa sehingga sering dilebung atau dikerebuti semut ,
selanjutnya orang tersebut akan kekurangan energi / tenaga, muda lelah, emas, mudah haus , dan
lapar sering kesemutan, sering buang air kecil, gatal-gatal dan sebagainya.
Kurang dari 0,1% dari glukosa normal disaring oleh glomerulus muncul dalam urin (kurang
dari 130 mg/24 jam). Glukosuria (kelebihan gula dalam urin) terjadi karena nilai ambang ginjal
terlampaui atau daya reabsorbsi tubulus yang menurun. Glukosuria umumnya berarti diabetes
mellitus. Namun, glukosuria dapat terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam
darah, oleh karena itu glukosuria tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes
mellitus. Untuk pengukuran glukosa urine, reagen strip diberi enzim glukosa oksidase (GOD),
peroksidase (POD) dan zat warna.
Selain pemeriksaan reduksi urine, kadar gula dalam tubuh juga dapat diperiksa dengan
glukosa darah. Metode yang digunakan dalam pemeriksaan glukosa darah adalah GOD PAP.
Pemeriksaan Kadar Gula Darah bertujuan untuk mendiagnosis Penyakit Diabetes Melitus.
Penyakit Diabetes Melitus dapat diartikan individu yang volume urinenya mengandung Kadar
Gula Tinggi. Diabetes Melitus adalah Penyakit Hiperglikemia (Kadar Gula Darah yang Tinggi)
yang ditandai ketiadaan absolut insulin atau penurunan insensitivitas sel terhadapat insulin. Kadar
Gula darah diukur setelah puasa 12 jam (GDP) dan 2 jam setelah makan (PP) menggunakan serum
atau plasma darah.
Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis adalah penyakit metabolik yang ditandai
dengan tingginya kadar glukosa darah melebihi ukuran normal (Montgomery et al., 1993).

Penderita DM cenderung mengidap penyakit menahun seperti katarak, gagal ginjal dan penyakit
jantung koroner (Murray et al., 1999). Diabetes mellitus merupakan suatu masalah kesehatan di
Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 1995, terdapat 135 juta penderita DM dan
diperkirakan akan naik menjadi 300 juta penderita pada tahun 2025 di seluruh dunia. Hal ini berarti
akan terjadi kenaikan sebesar 122% (Liu et al., 2001). Penderita penyakit DM di Indonesia
terdapat minimal 2,5 juta orang pada tahun 1994, yang diperkirakan akan bertambah menjadi 4
Juta orang pada tahun 2000, dan pada tahun 2010 diprediksi akan berjumlah 5 Juta orang
(Askandar, 1995 dalam Budijanto et al., 1999).
Dalam ilmu kedokteran, glukosa darah adalah istilah yang mengacu kepada kadar glukosa
di dalam darah. Kadar glukosa darah, diatur dengan ketat di dalam tubuh. Glukosa yang dialirkan
melalui darah adalah sumber utama energi untuk sel-sel tubuh. Umumnya, kadarglukosa darah
berada pada rentang kadar (70-110 mg/dl). Kadar glukosa ini meningkat setelah makan dan
biasanya berada dikadar terendah pada pagi hari, sebelum orang makan.Bila kadar glukosa terlalu
terendah (<70 mg/dl), disebut hipoglikemia. Bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi (>110
mg/dl) disebut hiperglikemia ( Price, 2005).
Metabolisme glukosa yang tidak normal dapat menyebabkan :
a.

Hiperglikemia
Bila kadar gula darah berada pada kadar tinggi (>110 mg/dl) disebut
hiperglikemia (Price, 2005).

b. Hipoglikemia

Bila kadar glukosa terlalu terendah (<70 mg/dl), disebut hipoglikemia (Price,
2005).
Dahulu, pengukuran glukosa darah dilakukan terhadap darah lengkap, tetapi sekarang
sebagian besar laboratorium melakukan pengukuran kadar glukosa dalam serum. Karena eritrosit
memiliki kadar protein (hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum, serum memiliki kadar air
yang lebih tinggi. Sehingga bila dibandingkan dengan darah lengkap,serum melarutkan lebih
banyak glukosa. Untuk mengubah glukosa pada darah lengkap, kalikan kadar glukosa yang
diperoleh dengan 1,15 untuk menghasilkan kadar glukosa serum atau plasma. Pengukuran kadar
glukosa digunakan untuk melakukan diagnosa klinis terhadap kelainan metabolisme glukosa dalam
tubuh (Sacher, 2004).
Terdapat dua metode utama yang digunakan untuk mengukur glukosa. Metode yang
pertama adalah metode kimiawi yang memanfaatkan sifat mereduksi dari glukosa, dengan bahan
indikator yang akan berubah warna apabila tereduksi. Akan tetapi metode ini tidak spesifik karena
senyawa-senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi (misal :urea, yang dapat
meningkat cukup bermakna pada uremia) (Sacher, 2004). Contoh metode kimiawi yang masih
digunakan untuk pemeriksaan glukosa saat ini adalah metode toluidin, karena murah, cara kerja
sederhana, dan bahan mudah didapat (Departemen Kesehatan RI , 2005 ). Dengan metode
kimiawi, kadar glukosa dapat lebih tinggi 5 sampai 15 mg/dl dibandingkan dengan kadar glukosa

yang diperoleh dengan metode enzimatik (yang lebih spesifik untuk glukosa). Metode yang kedua
adalah enzimatik

yang

umumnya

menggunakan

kerja

enzim glukosa

oksidase atau heksokinase, yang bereaksi pada glukosa, tetapi tidak pada gula lain (misal :
fruktosa, galaktosa, dan lain-lain) dan pada bahan pereduksi. Contoh metode yang menggunakan
kerja enzim adalah GOD PAP dan cara strip (Sacher, 2004).
Pemeriksaan kadar glukosa sekarang sudah diisyaratkan dengan cara enzimatik, tidak lagi
dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-zat lain yang akan memberikan hasil
tinggi palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan dengan cara otomatis seperti dengan GOD- PAP dan
cara Strip (Suryaatmadja, 2003).
Pemeriksaan dengan metode GOD-PAP memiliki kelebihan, yaitu : presisi tinggi, akurasi
tinggi, spesifik, relatif bebas dari gangguan (kadar hematokrit, vitamin C, lipid, volume sampel,
dan suhu). Sedangkan kekurangannya adalah memiliki ketergantungan pada reagen, butuh sampel
darah yang banyak, pemeliharaan alat dan reagen memerlukan tempat yang khusus dan
membutuhkan biaya yang cukup mahal. Sedangkan pada cara strip memiliki kelebihan hasil
pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen
khusus, praktis dan mudah dipergunakan jadi dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian
khusus. Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang
dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, bilirubin dan hemoglobin),
suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan
hanya untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).

Metode Pengukuran Kadar Glukosa


a. Metode kimia
Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas kemampuan
reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi (Departemen
Kesehatan RI, 2005 ).
Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa dengan akromatik amin dan asam
asetat glasial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian diukur
secara fotometri (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
Beberapa kelemahan atau kekurangan dari metode kimia adalah memerlukan langkah
pemeriksaan yang panjang dengan pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan
besar bila dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu, reagen-reagen pada metode
kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium. Dan gula selain glukosa dapat terukur
kadarnya sehingga menyebabkan hasil tinggi palsu. Pada penderita gagal ginjal, kadar ureum
tinggi akan terjadi hasil pengukuran kadar glukosa yang lebih tinggi. Demikian juga pada bayi
yang baru lahir, akan tetapi penyebabnya kadar bilirubin yang tinggi. Peningkatan kadar
glukosa pada bayi yang baru lahir karena terbentuk biliverdin yang berwarna hijau dan pada

metode kimiawi ini hasil reaksi antara glukosa dan reagen adalah warna hijau (Departemen
Kesehatan RI, 2005 ).
b. Metode enzimatik
Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil dengan spesifitas
yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini adalah cara yang digunakan
untuk menentukan nilai batas. Ada 2 macam metode enzimatik yang digunakan yaitu glucose
oxidase dan metode hexokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005 ).
1) Metode glucose oxidase
Metode glucose oxidase merupakan metode yang paling banyak digunakan di
laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta Program Nasional
Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa serum
kontrol dengan metode ini (Departemen Kesehatan RI, 2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah enzim glucose oxidase mengkatalisis
reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida.
Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan phenol dan 4-amino phenazone
dengan bantuan enzim peroksidase menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah
muda dan dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas
warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam
sampel (Riyani, 2009).
Digunakannya enzim glucose oxidase pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi
pertama spesifik untuk glukosa (Departemen Kesehatan RI, 2005).
2) Metode hexokinase
Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa darah yang
dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Baru sekitar 10% laboratorium yang ikut PNPME-K
menggunakan metode ini untuk pemeriksaan glukosa darah (Departemen Kesehatan RI,
2005).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah hexokinase akan mengkatalis reaksi
fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Enzim kedua
yaitu glukosa-6-fosfat dehidrogenase akan mengkatalisis oksidasi glukosa-6-fosfat
dengan nicotinamide adenine dinocleotide phosphate (NADP+) (Departemen Kesehatan
RI, 2005).
Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua enzim ini
spesifik. Akan tetapi, metode ini membutuhkan biaya yang relatif mahal (Departemen
Kesehatan RI, 2005).

c. Cara Strip
Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk
penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip katalisator
spesifik untuk pengukuran glukosa dalam darah kapiler (Suryaatmadja, 2003).
Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakkan pada alat, ketika darah
diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah.
Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasiglukosa dalam
darah.
Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh
sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah dipergunakan, serta
dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus.
Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang
dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, dan hemoglobin), suhu,
volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan
hanya untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).
Macam-macam Serum dalam Tes Glukosa
a. Glukosa sewaktu
Glukosa sewaktu adalah serum yang diambil kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan
terakhir.
b. Glukosa puasa
Glukosa puasa adalah serum yang diambil ketika tidak ada asupan kalori selama paling sedikit
8 jam (puasa).
c. Glukosa 2 jam setelah makan
Glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan glukosa yang dilakukan setelah makan
(Sacher, 2004).
d. Oral glukosa
Oral glukosa toleransi test dilakukan dengan cara pemberian larutan glukosa pada
pasien yang dibuat 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam 150 ml air atau aquades. Sebelum
pemberian larutan glukosa pasien puasa 8- 10 jam, kemudian diambil darahnya. Pasien
kemudian diberi larutan glukosa sebanyak 75gram untuk orang dewasa ( atau 1,75
gram/KgBB untuk anak) dilarutkan dalam 250 mL air, dan harus diminum habis dalam waktu
5 menit. Tepat 1 jam serta 2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah diambil dan
diperiksa hasilnya, dapat pula hanya diwaktu 2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah
diambil dan diperiksa(Suryaatmadja, 2003).

Tabel 1. Tabel nilai normal kadar glukosa (DiaSys Glucose GOD FS, 2011)
Umur
Baru lahir :
Darah tali pusar
1 Hari
2 Hari
5-14 Hari
10-28 Hari
44-52 Hari
Anak- anak :
1-6 tahun
7-19 tahun
Dewasa :
Plasma vena

Kadar Glukosa (mg/dL)


63-158
36-99
36-89
34-77
46-81
48-79
74-127
70-106
70-115

Hormon-hormon yang Berperan dalam Menaikkan dan Menurunkan Glukosa Darah


a.

Insulin
Insulin adalah hormon yang terbentuk di sel beta pankreas, memiliki efek metabolik
meningkatkan masuknya glukosa ke dalam sel, meningkatkan penyimpanan glukosa sebagai
glikogen atau konversi menjadi asam lemak, meningkatkan sintesis protein dan asam lemak,
dan menekan perombakan protein menjadi asam amino, jaringan lemak menjadi asam lemak
bebas.

b. Somatostatin
Somatostatin adalah hormon yang terbentuk di sel D pankreas, memiliki efek metabolik
menekan pelepasan glukagon dari sel alfa (bekerja lokal), menekan pelepasan insulin, hormonhormon tropik gastrin dan sekretin.
c. Glukagon
Glukagon adalah hormon yang terbentuk dari sel alfa pankreas memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan sintesin glukosa dari asam amino
atau asam lemak.
d. Adrenalin
Adrenalin adalah hormon yang terbentuk di sel medulla adrenal memiliki efek metabolik
meningkatkan pelepasan glukosa dari glikogen, meningkatkan pelepasan asam lemak dari
jaringan lemak.
e. Cortisol
Cortisol adalah hormon yang terbentuk di sel cortex adrenal yang memiliki efek metabolik
meningkatkan sintesis glukosa dari asam amino atau asam lemak, dan melawan insulin.
f. ACTH

ACTH adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis yang memilki efek metabolik
meningkatkan pelepasan cortisol, meningkatkan pelepasan asam lemak dari jaringan lemak.

g. Growth hormone Tiroxine


Growth hormone Tiroxine adalah hormon yang terbentuk di sel pars anterior hipofisis kelenjar
tiroid memiliki efek metabolik melawan insulin, meningkatkan pelepasan glukosa dan glikogen,
meningkatkan absorbsi gula-gula dari usus (Sacher, 2004).

BAB III
PROSEDUR KERJA

A. PRA ANALITIK
1. ALAT
APD ( Alat Pelindung Diri )
Rak tabung
Tabung serologi
Tabung reaksi
Mikropipet 10 l ,1000 l
Yellow tip
Blue tip
Pipet ukur 5 ml
Pipet tetes
Lampu spirtus
Fotometer Sinnowa 300 M
Tissue
2. REAGEN
Semua reagen dikeluarkan dari kulkas dan dibiarkan hingga menyesuaikan dengan suhu
kamar dahulu sebelum digunakan.

Reagen Glukosa

Larutan Standart (100 mg/dl)

Reagen Benedict

Reagen Fehling

3. SAMPEL
Plasma atau Serum
Urine sewaktu
4. PROBANDUS
Berbagai persiapan penderita yang perlu diberitahukan secara baik dan mendetail pada
penderita antara lain :
a.

Persiapan pasien (untuk pemeriksaan tertentu pasien harus puasa selama 8-12 jam
sebelum diambil darah)

b.

Pengambilan spesimen sebaiknya pagi hari antara pukul 07.00 09.00

c.

Menghindari obat-obatan sebelum spesimen di ambil

d.

Menghindari aktifitasfisik/olahraga sebelum spesimen di ambil

e.

Dicatat identitas pasien dengan benar

Nama

:X

Umur

: Y thn

Jenis kelamin

:Z

Untuk sampel urine, yang digunakan adalah urine sewaktu dan langsung diperiksa.

B. ANALITIK
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
1. METODE : GOD-PAP
2. TUJUAN

Untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam darah


Untuk membantu diagnose penyakit Diabetes Mellitus
3. PRINSIP

: Glukose oxidase (GOD) mengkatalisa oksidasi glucose menurut persamaan

reaksi :
GOD

Glucose + O2 + H2O2

Gluconid acod + H2O2

2H2O + 4-Aminoantipyrine + phenol POD quinoneimine +

4H2O

Hydrogen peroxide yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4-aminoantipyrine dan
4- hydroxibenzoat acid dengan adanya peroxidase (POD) dan membentuk N-(4-antipyryl)-Pbenzoquinoneimine. Penambahan mutarotase akanmempercepat reaksi. Jumlah zat warna
yangterbentuk sebanding dengan konsentrasi glukosa.
4. PROSEDUR KERJA
a) Persiapan Sampel
1. Setelah dilakukan sampling vena sebanyak 5 ml, maka darah yang diperoleh dimasukkan
kedalam tabung centrifuge didiamkan sampai membeku selama 30 menit
2. Dicentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm Selama 15 menit
3. Kemudian setelah dicentrifuge akan terbentuk 2 lapisan :
Lapisan atas

: Serum

Lapisan bawah

: Sel Darah Merah

b. Pemeriksaan Glukosa
1. Disiapkan 3 tabung serologi
2. Dipipet masing-masing ke dalam tabung.
Blanko

Standar

Sampel

Serum

10 l

Standar

10 l

Aquadest

10 l

1000 l

1000

1000

Reagen Glukosa

3. Dihomogenkan, kemudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 37 o C


4. Dibaca hasilnya pada alat fotometer Sinnowa 300 M. Cara penggunaan alat :
Tekan tombol ON
Tunggu sampai muncul menu utama, pilih Escape
Pilih pemeriksaan yang dikehendaki

Siapkan blanko, standar serta sampel test pemeriksaan (blanko dan standar sudah
disesuaikan dengan alat)
Setelah pemeriksaan tekan tombol exit
Tekan tombol rinse
Siapkan aquadest pada jarum probe, tekan probe
Setelah selesai proses rinse tekan tombol OFF

PEMERIKSAAN REDUKSI URINE


1. TUJUAN

: Untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam urine

2. PRINSIP

: Zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam

larutan basa seperti :Cu,Bi,Hg,dan Fe.Dalam tes benedict dan

fehling glukosa dan bahan-

bahan pereduksi dalam urine akan mereduksi cupri sulfat yang berwarna biru menjadi endapan
cupri oksida yang berwarna merah dalam suasana alkali.
3. PROSEDUR KERJA
A. Percobaan Benedict
Dipipet 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi.
Ditambahkan 5 tetes urine dicampur sampai homogeny dengan pelan- pelan.
Kemudian dipanaskan diatas lampu spirtus Selama 2 menit.
Diangkat tabung reaksi dan kocoklah serta dinginkan dalam suhu kamar.
Kemudian baca hasilnya.

B. Percobaan Fehling
Dipipet 2 cc reagen fehling A dan 2 cc reagen fehling B kedlam tabung reaksi.
Ditambah 1cc urine dan campur baik- baik.
Campur baik baik dan panaskan sampai mendidih.
Angkatlah tabung dan amati adanya endapan cupri oxygen.

BAB IV
HASIL PRAKTIKUM

A. POST ANALITIK
1. HARGA NORMAL
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH
Gula darah puasa

: 70-110 mg/dl

Gula darah sewaktu : 110-140 mg/dl


Gula darah 2 jam PP : 200 mg/dl
PEMERIKSAAN REDUKSI URINE
Benedict

Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan dan


keruh tanpa endapan.

1+

Hijau kekuningan dan agak keruh (sesuai dengan


0,5-1% glukosa)

2+

Kuning keruh (1-1,5% glukosa)

3+

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

4+

Merah keruh (lebih dari 3,5% glukosa)

Fehling

Tetap biru

1+

Hijau dengan sedikit endapan kuning (kadar gula 1


00-500 mg/dl)

2+

Hijau dengan endapan kuning (kadar gula 500-1400


mg/dl)

3+

Jernih dengan endapan kuning kemerahan atau


orange (kadar gula 1400-2000 mg/dl)

4+

Jernih dengan endapan merah bata (kadar gula


>2000 mg/dl)

2. HASIL
Glukosa Darah
a.

Diketahui
1) Absorbansi test

: 0,5269

2) Absorbansi standart

: 0,4394

3) Consentrasi standart

: 100

b.

Ditanya

c.

Jawab

Kadar glukosa =

Berapa kadar glukosa darah?

consentrasi standart

100

119, 91 mg/dl

Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan

Benedict
1) -

dan keruh tanpa endapan


2) +

Hijau kekuningan dan agak keruh (sesuai


dengan 0,5-1% glukosa)

3) +

Hijau kekuningan dan agak keruh (sesuai


dengan 0,5-1% glukosa)

4) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan

Fehling
1)

dan keruh tanpa endapan


2) ++

Kuning keruh (1-1,5% glukosa)

3) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

4) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

B. PEMBAHASAN
Dalam ilmu kedokteran gula darah adalah istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
di dalam darah.Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh gagalnya pengaturan gula
darah. Pemeriksan kadar glukosa merupakan salah satu parameter penting dalam mendiagnosa suatu
penyakit serta mengevaluasi tindakan medik atau memantau perkembangan suatu penyakit termasuk
diabetes mellitus (DM).
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi dan enzimatik. Yang paling
sering digunakan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidasi (GOD) dan metode
heksokinase. Metode GOD dan heksokinase banyak digunakan karena mempunyai akurasi dan
presisi yang baik dan merupakan metode referensi, karena enzim yang digunakan spesifik untuk
glukosa.
1. Metode Glukosa Oksidasi
Metode glukosa oksidase merupakan metode yang paling banyak digunakan di
laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta program nasional pemantapan
mutu eksternal di bidang kimia klinik. Memeriksa glukosa serum kontrol dengan menggunakan
metode ini.
Prinsip pemeriksaan :
Glukosa ditentukan setelah oksidasi enzimatis dengan adanya oksidase. Hidrogen peroksida
yang terbentuk bereaksi dengan adanya peroksidase. Dengan phenol serta 4-amiophenazon
menjadi zat warna quinoneimine berwarna merah violet.
Digunakan enzim glukosa oksidasi pada reaksi pertama menyebabkan sifat Reaksi
pertama spesifik untuk glukosa khususnya P-D-glukosa. Sedangkan reaksi kedua tidak spesifik
karena zat yang bisa teroksidasi dapat menyebabkan hasil pemeriksaan lebih rendah. Asam
urat, asam askorbat, bilirubin, dan glutation menghambat reaksi karena zat-zat ini akan
berkompotesi dengan kromogen bereaksi dengan hydrogen peroksida sehingga hasil
pemeriksaan akan lebih rendah. Keunggulan dari metode GOD adalah karena murahnya reagen
dan hasil yang cukup memadai. Namun hasil pemeriksaan juga dapat dipengruhi oleh serum
yang lisis mutu reagen, alat yang tidak dan cara kerja analisis itu sendiri.

2. Metode Hexokinase
Metode hexokinase merupakan metode untuk pemeriksaan glukosa darah dianjurkan (reference
method) oleh WHO dan IFCC. Namun baru sekitar 10% laboratorium yang menggunakan
metode ini untuk pemeriksaan glukosa darah.
Prinsip pemeriksaan :
Hexokinase akan mengkatalisis reaksi fosforilasi glukosa dengan ATP membentuk glukosa 6fosfat dan ADP.Enzim kedua yaitu glukosa 6-fosfat dehidrogennase akan mengkatalisis
oksidasi glukosa-6-fosfat dan ADP dengan nicotinamid adeninedenucleotide phosphate
(NADP).

Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang spesifik sehingga hasil yang
diperoleh sangat baik. Belum ada laporan penelitian yang mengatakan adanya reaksi senyawa
lain. Kekurangan dari metode ini adalah biaya yang relativ mahal untuk pemeriksaan tersebut.

3. Pemeriksaan Reduksi Metode Benedict


Penyakit diabetes selain dapat dideteksi melalui pemeriksaan glukosa darah dapat juga
dideteksi pada urin sehinga dapat dilakukan pemeriksaan glukosa pada sampel urin yaitu
pemeriksaan reduksi metode benedict. Darah disaring oleh jutaan nefron sebuah unit
fungsional dalam ginjal. Hasil penyaringan (filtrat) berisi produk-produk limbah (misalnya
urea), elektrolit( misalnya natrium, kalium dan klorida), asam amino dan glukosa. Filtrate
kemudian dialirkan ke tubulus gijal untuk direabsorbsi dan diekskresikan zat-zat yang
diperlukan termasuk glukosa diserap kembali dan zat-zat yang tidak diperlukan diekskresikan
kedalam urin.
Kurang dari 0,1% glukosa yang disaring oleh glomerolus terdapat dalam urin yaitu
kurang dari 130 mg/24 jam. Kelebihan gula dalam urin atau disebut juga glukosuria karena
nilai ambang ginjal terlampau ( kadar gula darah melebihi 160-180 mg/dl) atau daya reabsorbsi
tubulus yang menurun.
Uji glukosa urin menggunakan reagen benedict atas dasar sifat glukosa sebagai
peruduksi. Cara ini tidak spesifik karena beberapa pereduksi lain dapat mengacaukan hasil uji.
Beberapa gula lain bisa menyebabkan hasil uji reduksi positif misalnya glukosa, sukrosa,
galaktosa, pentosa, laktosa dan beberapa zat bukan gula yang dapat mengadakan reduksi
seperti homogentisat alkapton, formalin, glukoronat. Metode benedict banyak digunakan di
laboratorium klinik karena hanya menggunakan satu jenis larutan saja untuk menafsirkan kadar
gula secara kasar dan pemakaian bahan urin yang sedikit sekali, dengan prinsip glukosa dalam
urin akan mereduksi garam kompleks dari reagen (ion cupri direduksi cupro ) dan mengendap
dalam bentuk CuO dan Cu2O berwarna kuning hingga merah bata.
4. Pemeriksaan Glukosa Metode Carik Celup
Metode carik celup (dipstick) dinilai lebih bagus karena lebih spesifik untuk glukosa dan
waktu pengujian yang amat singkat Reagen strip untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu
glukosa oksidase (GOD) dan peroksidase (POD) serta zat warna (kromogen) seperti ortotoluidin yang berubah warna biru jika teroksidasi. Zat warna lain yang digunakan ialah iodide
yang akan berubah warna coklat jika teroksidasi.
Prosedur uji yang akan dijelaskan disini adalah uji dipstick yaitu celupkan strip reagen
(dipstick) kedalam urin.Tunggu selama 60 detik, amati perubahan warna yang terjadi dan
cocokkan dengan bagan warna.

5. Pemeriksaan Glukosa Darah Dengan Alat Glukometer


Ada beberapa jenis alat yang digunakan dalam pemeriksaan glukosa darah salah satunya
adalah glukometer yang digunakan untuk mengukur kadar glukosa darah dengan mudah dan

cepat. Pada alat glukometer dilengkapi dengan suatu sensor tepatnya disebut biosensor sesuai
dengan komponen penyusunnya yang terdiri dari biological element sebagai pengenal molekul
atau senyawa yang hendak diukur (analit) dan trasducer yang menangkap sinyal dari biological
element itu. Biosensor sendiri bekerja berdasarkan reaksi enzymatic antara enzim glukose
oxidase (GOD) dengan glukosa dalam darah yang kemudian dirubah menjadi sinyal elektronik.
Glukosa dalam darah bereaksi dengan glukosa oxidase dan kalium ferrycianide didalam
strip memproduksi kalium ferrocyanide. Kalium ferrocyanide yang di produksi sebanding
dengan konsentrasi glukosa dalam darah. Oksidasi kalium ferrocyanida menghasilkan suatu
elektrik yang kemudian dikonversi oleh meter untuk menampakan konsentrasi glukosa pada
layar(anonym 2004, Arkray Factory).

Macam-macam serum dalam tes glukosa darah:


1.

Glukosa sewaktu
Merupakan serum yang diambil kapan saja, tanpa mempertimbangkan makan terakhir.

2.

Glukosa puasa
Merupakan serum yang diambil ketika tidak ada asupan kalori selama paling sedikit 8 jam
(puasa).

3.

Glukosa 2 jam setelah makan


Merupakan pemeriksaan glukosa yang sampel serumnya berasal dari darah yang diambil
setelah makan.

4.

Oral glukosa
Oral glukosa tes dilakukan dengan cara pemberian larutan glukosa pada pasien yang dibuat 75
gram glukosa yang dilarutkan dalam 150 ml air atau aquadest. Sebelum pemberian larutan
glukosa, pasien diwajibkan puasa 8-10 jam, kemudian diambil darahnya. Pasien kemudian
diberi larutan glukosa sebanyak 75 gram untuk orang dewasa (1,75 gram/BB untuk anak)
dilarutkan dalam 250 ml air dan harus diminum habis dalam waktu 5 menit. Tepat 1 jam serta
2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah diambil dan diperiksa hasilnya, dapat pula
hanya diwaktu 2 jam setelah pemberian larutan glukosa darah diambil dan diperiksa.

Rata rata kadar gula darah normal adalah sebagai berikut :


Gula darah 2 jam sebelum makan/setelah bangun pagi (70-110 mg/dl)
Gula darah 2 jam setelah makan (100-150mg/dl)
Gula darah sewaktu (200 mg/dl)

Gejala hipoglikemia :
Perasaan lelah
Fungsi mental menurun
Rasa mudah tersinggung
Kehilangan kesadaran

Hal hal yang dapat menyebabkan hasil gula darah meningkat pada saat pemeriksaan gula
darah :
Waktu inkubasi yang berlebih atau kurang..
Pada saat pemipetan tidak pas ukuranya dan juga bergelembung.
Pada saat penyedotan di alat kurang pas.

Pada pemeriksaan reduksi urine bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya glukosa
dalam urine, Namun reduksi positif tidak selalu berarti pasien menderita Diabetes Melitus. Hal ini
dikarenakan pada penggunaan cara reduksi dapat terjadi hasil positif palsu pada urin yang
disebabkan karena adanya kandungan bahan reduktor selain glukosa. Bahan reduktor yang dapat
menimbulkan reaksi positif palsu tersebut antara lain : galaktosa, fruktosa, laktosa, pentosa,
formalin, glukuronat dan obat-obatan seperti streptomycin, salisilat, dan vitamin C. Oleh karena, itu
perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk memastikan jenis gula pereduksi yang terkandung dalam
sampel urine. Hal ini dikarenakan hanya kandungan glukosa yang mengindikasikan keberadaan
penyakit diabetes. Penggunaan cara enzimatik lebih sensitif dibandingkan dengan cara reduksi. Cara
enzimatik dapat mendeteksi kadar glukosa urin sampai 100 mg/dl, sedangkan pada cara reduksi
hanya sampai 250 mg/dl. Nilai ambang ginjal untuk glukosa dalam keadaan normal adalah 160-180
mg %.Pemeriksaan reduksi urine ini termasuk pemeriksaan penyaringan dalam urinalisis.Sedangkan
pada pemeriksaan glukosa darah bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya glukosa dalam darah dan
untuk membantu diagnose penyakit Diabetes Melitus (DM).
Perbedaan metode Benedict dan Fehling adalah metode Benedict lebih banyak dipakai
dari pada metode Fehling, hal ini dikarenakan metode Benedict lebih sensitive sementara metode
benedict lebih spesifik. Reaksi benedict dapat dipakai untuk menafsirkan kadargula secara
kualitatif.Pereaksi fehling terdiri dari dua bagian, yaitu fehling A dan fehling B. Fehling A adalah
larutan CuSO4, sedangkan fehling B merupakan campuran larutan NaOH dan kalium natrium
tartrat. Pereaksi fehling dibuat dengan mencampurkan kedua larutan tersebut, sehingga diperoleh
suatu larutan yang berwarna biru tua. Dalam pereaksi fehling, ion Cu2+terdapat sebagai ion
kompleks. Pereaksi fehling dapat dianggap sebagai larutan CuO. Sedangkan untuk pereaksi
benedict hanya terdiri dari 1 bagian larutan saja (natrium sitrat, kupri sulfat, natrium karbonat).Di
samping itu pereaksi Benedict lebih peka daripada pereaksi Fehling.
Glikosuria Renalis (Glukosuria) adalah suatu keadaan dimana gula (glukosa) dibuang ke
dalam air kemih, meskipun kadar gula di dalam darah adalah normal atau rendah. Glukosuria
adalah penyakit yang ditandai adanya glukosa dalam urine. Penyakit tersebut sering juga disebut
penyakit gula atau kencing manis (diabetes mellitus). Kadar glukosa dalam darah meningkat

karena kekurangan hormon insulin. Nefron tidak mampu menyerap kembali kelebihan glukosa,
sehingga kelebihan glukosa dibuang bersama urine.
Dua factor yang dapat menimbulkan glukosa dalam urine :
Bila kadar glukosa dalam plasma >160-180 mg/dl
Bila kemampuan reabsorbsi ginjal menurun
Zat zat bukan gula dalam urine yang dapat menimbulkan redusksi dalah :
1.Acidum
2.Creatinine
3.Salisyl-salicyl
4.Amidopirine
5.Formalin
6.Glukoronat glukoronat
7.Clorolhydrat
8.PABA
Pada pemeriksaan menggunakan dipstick yang dapat menyebabkan negatif palsu karena
menghambat chromogen yang diletakkan pada dipstick.Chromogen ada 2:Glukosa oksidasi dan
Glukosa peroxide

BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dari pemeriksaan Reduksi Urine dan Glukosa Darah, dimana pada pemeriksaan Reduksi
Urine menggunakan sampel urine dan pemeriksaan Glukosa Darah menggunakan sampel serum
dengan menggunakan metode GOD-PAP, diperoleh hasil:
Pemeriksaan Reduksi Urine
Benedict
1)

Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan


dan keruh tanpa endapan

2)

Hijau kekuningan dan agak keruh (sesuai


dengan 0,5-1% glukosa)

3) +

Hijau kekuningan dan agak keruh (sesuai


dengan 0,5-1% glukosa)

4) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan

Fehling
1)

dan keruh tanpa endapan


2) ++

Kuning keruh (1-1,5% glukosa)

3) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

4) +++

Jingga atau warna lumpur keruh (2-3,5% glukosa)

Pemeriksaan Glukosa Darah


Kadar glukosa darah :

119, 91 mg/dl

DAFTAR PUSTAKA
A.Price, Sylvia; M.Wilson, Lorraine, 2005, Patofisiologi, EGC, Jakarta.

A.Sacher, Ronald; A. Mcpherson , Richard, 2004, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium,
EGC, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penyakit Diabetes
Melitus, Jakarta.
Djaeni Sediaoetama, Achmad, 1989, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta.
DiaSys Diagnostic System GmbH, 2011, Jerman.
MD150 Biochemistry Analyzer, 2009, Jakarta.
Gandasoebrata. R, 2007, Penuntun Laboratorium Klinik, Dian Rakyat, Jakarta.
Musyafallab. Ripani, 2010, http://ripanimusyaffalab.blogspot.com/2010/12/biosensor-glukosadarah.html,musyaffalb.rifani,2010 Diakses pada 08 Oktober 2014 pukul 20.56
Notoatmodjo. Soekidjo, 2010, Metode Penelitian Kesehatan, PT RIENEKA CIPTA, Jakarta.

Poedjiadi, Anna; Titin Supriyanti, F.M, 2007, Dasar Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.
Riyani, Ani, 2009, Penuntun Praktikum Kimia Klinik II, Analis Kesehatan Bandung, Bandung.
Rodwell, Peter A, 2003, Biokimia Harper, Edisi 25, EGC, Jakarta.
Schum, Dorothy E, 1993, Intisari Biokimia, Bina Putra Aksara, Jakarta.
Suryaatmadja, Marzuki, 2003, Pendidikan Berkesinambungan Patolohi Klinik 2003, Bagian Patologi Klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Sutadipura, Nugraha, 1978, penuntun praktikum biokimia, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung.
Tjokronegoro, Arjatmo, 1981, Dasar Dasar Metodologi Riset Ilmu Kedokteran, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Konsorsium Ilmu Kedokteran, Jakarta.
Wirahadikusuma, Muhamad, 1985, Biokimia Mutu Energi, Karbohidrat, Lipid, ITB, Bandung.

You might also like