You are on page 1of 9

1

LEGAL OPINION
(PENDAPAT HUKUM)

Kasus Posisi
PT. Mediavision Indonesia (PT.MI) adalah sebuah Lembaga
Penyiaran Swasta yang bergerak dalam jasa penyiaran televisi (tv). PT. MI
akan melakukan perubahan pada kepemilikan saham dan perubahan
nama badan hukum tersebut menjadi PT. Indivision Indonesia (PT. II).

Kwalifikasi Perundang-Undangan
Berdasarkan kasus posisi yang telah dijabarkan di atas, pendapat
hukum ini saya berikan berdasarkan seluruh peraturan perundangundangan yang saya anggap perlu dan relevan, yaitu sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
5. Peraturan

Pemerintah

Nomor

50

Tahun

2005

tentang

Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.

Pertanyaan Hukum
1. Apakah yang dilakukan PT. MI diperbolehkan perundang-undangan
penyiaran?

2. Apa mekanisme yang harus dilakukan agar tindakan yang akan


dilakukan PT.MI sesuai dengan peraturan perundang-undangan
dalam arti kepemilikannya pada izin penyelenggaraan penyiaran?
3. Instansi manakah yang berwenang menerima, meneliti, dan memberi
keputusan?

Analisa Hukum
Atas pertanyaan hukum yang telah diajukan tersebut diatas, maka
berikut pendapat saya:
1. Analisa tindakan hukum yang dilakukan PT. MI berdasarkan
perundang-undangan penyiaran.
Tindakan hukum yang akan dilakukan oleh PT. MI adalah
perubahan kepemilikan saham dan perubahan nama badan
hukum. PT. MI adalah sebuah Lembaga Penyiaran Swasta, maka
dari itu PT. MI tunduk pada peraturan perundang-undangan
penyiaran. Peraturan perundang-undangan penyiaran yang terkait
dengan masalah ini adalah UU No. 32 Tahun 2002 tentang
Penyiaran dan PP No. 50 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta.
Menurut UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, pasal yang
terkait dengan kepemilikan saham Lembaga Penyiaran Swasta
adalah Pasal 17 dan Pasal 18.
Pasal 17
(1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) didirikan dengan modal awal yang
seluruhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia.
(2) Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan penambahan
dan pengembangan dalam rangka pemenuhan modal yang
berasal dari modal asing, yang jumlahnya tidak lebih dari
20% (dua puluh per seratus) dari seluruh modal dan
minimum dimiliki oleh 2 (dua) pemegang saham.

(3) Lembaga Penyiaran Swasta wajib memberikan kesempatan


kepada karyawan untuk memiliki saham perusahaan dan
memberikan bagian laba perusahaan.
Pasal 18
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum,
baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah
siaran, dibatasi.
(2) Kepemilikan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta yang
menyelenggarakan jasa penyiaran radio dan Lembaga
Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan jasa penyiaran
televisi, antara Lembaga Penyiaran Swasta dan perusahaan
media cetak, serta antara Lembaga Penyiaran Swasta dan
lembaga penyiaran swasta jasa penyiaran lainnya, baik
langsung maupun tidak langsung, dibatasi.
(3) Pengaturan jumlah dan cakupan wilayah siaran lokal,
regional, dan nasional, baik untuk jasa penyiaran radio
maupun jasa penyiaran televisi, disusun oleh KPI bersama
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembatasan kepemilikan
dan penguasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
pembatasan kepemilikan silang sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
UU No. 32 Tahun 2002 tidak memuat aturan mengenai perubahan
kepemilikan saham (baik ketentuan maupun prosedurnya) dan
perubahan nama badan hukum Lembaga Penyiaran Swasta.
Pengaturan mengenai Lembaga Penyiaran Swasta telah diatur
secara

khusus

dalam

PP

No.

50

Tahun

2005

tentang

Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta. Pasal


yang mengatur tentang perubahan kepemilikan saham adalah
Pasal 28 khususnya pada ayat (1).
Pasal 28
(1) Setiap perubahan kepemilikan saham Lembaga Penyiaran
Swasta yang dilakukan melalui investasi secara langsung
dan menyebabkan perubahan kepemilikan saham mayoritas
atau paling sedikit 5% (lima perseratus) dari total modal yang
ditempatkan dan disetor penuh wajib dilaporkan oleh
Lembaga Penyiaran Swasta kepada Menteri paling lambat 7
(tujuh) hari sejak terjadinya perubahan.

(2) Dalam hal warga negara asing dan/atau badan hukum asing
melakukan transaksi saham Lembaga Penyiaran Swasta
melalui bursa efek, kewajiban pelaporan pemodal kepada
otoritas pasar modal dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan di bidang pasar modal dan tembusannya
disampaikan kepada Menteri.
Pasal yang mengatur tentang perubahan nama badan hukum
adalah Pasal 11, terutama pada ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 11
(1) Setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus,
dan/atau anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus
terlebih dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum
mendapat pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).
(2) Setiap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus mendapatkan persetujuan dari pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
Berdasarkan uraian diatas, tindakan yang akan dilakukan oleh PT.
MI diperbolehkan oleh perundang-undangan penyiaran.

2. Mekanisme yang harus dilakukan agar tindakan hukum yang akan


dilakukan PT MI sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
a. Perubahan kepemilikan saham
Pertama, yang akan dibahas adalah mekanisme perubahan
kepemilikan saham dalam suatu Lembaga Penyiaran Swasta.
Pasal 28 ayat (1) PP No. 50 Tahun 2005 seperti yang telah
disebutkan di atas,

secara jelas menyebutkan bahwa setiap

perubahan kepemilikan saham wajib dilaporkan oleh Lembaga


Penyiaran Swasta kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) hari
sejak terjadinya perubahan (Menteri yang dimaksud adalah
Menkominfo).
PT. MI adalah Lembaga Penyiaran Swasta yang berbentuk
perseroan terbatas, maka merujuk pada UU No. 40 Tahun 2007,

Pasal 50 ayat (3), setiap perubahan kepemilkan saham dicatat


dalam daftar pemegang saham oleh Direksi.
(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicatat juga
setiap perubahan kepemilikan saham.
Perlu diperhatikan bahwa berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UU 32
Tahun

2002,

secara

jelas

disebutkan

bahwa

Pemusatan

kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh


satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran
maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi. Karena PT. MI
bergerak dalam jasa penyiaran televisi, maka berlaku Pasal 32
terutama pada ayat (1) PP No. 50 Tahun 2005.
(1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang
atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran
maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah
Indonesia dibatasi sebagai berikut:
a. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2
(dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa
penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi
yang berbeda;
b. paling banyak memiliki saham sebesar 100%
(seratus perseratus) pada badan hukum ke-1
(kesatu);
c. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat
puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2
(kedua);
d. paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua
puluh perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga);
e. paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima
perseratus) pada badan hukum ke-4 (keempat) dan
seterusnya;
f. badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b,
huruf c, huruf d,dan huruf e, berlokasi di beberapa
wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia.
Pasal 28 ayat (2) PP No. 50 Tahun 2005 menyinggung mengenai
kepemilikan saham oleh warga negara asing dan/atau badan
hukum asing (modal asing) melakukan transaksi saham Lembaga
Penyiaran Swasta melalui bursa efek, maka menurut pendapat

saya dapat digunakan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar


Modal, khususnya pada Pasal 85 dan Pasal 87.
Pasal 85
Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek,
Penasihat Investasi, Biro Administrasi Efek, Bank Kustodian, Wali
Amanat, dan Pihak lainnya yang telah memperoleh izin,
persetujuan, atau pendaftaran dari Bapepam wajib menyampaikan
laporan kepada Bapepam.
Pasal 87
1) Direktur atau komisaris Emiten atau Perusahaan Publik wajib
melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap
perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.
(2) Setiap Pihak yang memiliki sekurang-kurangnya 5% (lima
perseratus) saham Emiten atau Perusahaan Publik wajib
melaporkan kepada Bapepam atas kepemilikan dan setiap
perubahan kepemilikannya atas saham perusahaan tersebut.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
wajib disampaikan selambatlambatnya 10 (sepuluh) hari
sejak terjadinya kepemilikan atau perubahan kepemilikan
atas saham Emiten atau Perusahaan Publik tersebut.
Berdasarkan berbagai peraturan perundang-undangan terkait
perubahan kepemilikan saham diatas, maka menurut pendapat
saya mekanisme yang harus dilakukan agar tindakan PT. MI
tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah
pertama-tama perubahan kepemilikan saham tersebut dilaporkan
pada Perseroan untuk selanjutnya dicatat dalam daftar pemegang
saham. Setelah itu, perubahan kepemilikan saham tersebut
dilaporkan oleh PT. MI selaku Lembaga Penyiaran Swasta kepada
Menkominfo paling lambat 7 (tujuh) hari sejak terjadinya
perubahan. Apabila perubahan kepemilikan saham tersebut terjadi
melalui transaksi di bursa efek yang dilakukan oleh warga negara
asing dan/ atau badan hukum, maka prosedur perubahan
kepemilikan

saham

dilaporkan

tembusan kepada Menteri terkait.

b. Perubahan nama badan hukum

kepada

Bapepam

dengan

Dalam hal perubahan nama badan hukum, Pasal 11 ayat (1) dan
ayat (2) PP No. 50 Tahun 2005 sudah secara jelas mengatur
mengenai hal tersebut.
(1) Setiap perubahan nama, domisili, susunan pengurus, dan/atau
anggaran dasar Lembaga Penyiaran Swasta harus terlebih
dahulu dilaporkan kepada Menteri sebelum mendapat
pengesahan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
(2) Setiap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(Menteri yang dimaksud pada ayat (1) adalah Menkominfo)
Pada ayat (2) disebutkan untuk merujuk kepada ketentuan UU No.
40 Tahun 2007, dalam hal ini Pasal 21 ayat (1) dan (2), yang
menyebutkan:
(1) Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat
persetujuan Menteri.
(2) Perubahan anggaran dasar tertentu sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. nama Perseroan dan/atau tempat kedudukan
Perseroan;
b. maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;
c. jangka waktu berdirinya Perseroan;
d. besarnya modal dasar;
e. pengurangan modal ditempatkan dan disetor;
dan/atau
f. status Perseroan yang tertutup menjadi Perseroan
Terbuka atau sebaliknya.
(Menteri yang dimaksud pada ayat (1) adalah Menteri Hukum dan
HAM)
Berdasarkan

kedua

peraturan

perundang-undangan

diatas,

mekanisme yang harus dilakukan PT. MI untuk melakukan


perubahan nama badan hukum adalah pertama-tama PT. MI
melaporkan

akan

melakukan

perubahan

nama

kepada

Menkominfo. Setelah itu, perubahan nama diputuskan/disahkan


oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dikarenakan
perubahan nama adalah bentuk perubahan anggaran dasar, maka
harus mendapat persetujuan Menkumham. Perubahan anggaran

dasar dimuat dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia.


Permohonan persetujuan perubahan anggaran dasar diajukan
kepada Menkumham paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran
dasar kepada Menkumham. Perubahan anggaran dasar mulai
berlaku sejak tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai
persetujuan perubahan anggaran dasar.

3. Instansi

yang

berwenang

menerima,

meneliti,

dan

memberi

keputusan.
Menurut pendapat saya, Instansi yang berwenang menerima,
meneliti, dan memberi keputusan terkait permasalahan ini adalah
Menteri Hukum dan HAM. Dalam hal ini, Menkominfo hanya
berwenang menerima laporan mengenai perubahan nama dan
perubahan kepemilikan saham, dalam rangka untuk melakukan
evaluasi atas usulan perubahan nama dan dalam rangka
pengawasan kepemilikan saham Lembaga Penyiaran Swasta oleh
warga negara asing dan/atau badan hukum asing.
Selain menteri, ada juga Bapepam yang berwenang menerima
laporan dalam hal perubahan kepemilikan saham dilakukan
melalui bursa efek, oleh warga negara asing dan/atau badan
hukum asing.

Rekomendasi Hukum
Berdasarkan analisa hukum di atas, saya berpendapat bahwa
sebaiknya PT. MI selaku Lembaga Penyiaran Swasta yang akan
melakukan tindakan perubahan kepemilikan saham dana perubahan
nama badan hukum, untuk mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh

PP No.50 Tahun 2005 dan selain itu juga mengikuti prosedur pada UU
No. 40 Tahun 2007 mengingat status PT. MI sebagai badan hukum yang
berbentuk perseroan terbatas. Untuk mekanisme/ prosedur lengkapnya,
telah dijelaskan pada analisis hukum diatas.
Dalam hal apabila perubahan kepemilikan saham tersebut
dilakukan melalui transaksi di bursa efek dan dilakukan oleh warga negara
asing dan/atau badan hukum asing, maka diperlukan prosedur tertentu
sesuai dengan perundang-undangan penanaman modal yaitu UU No. 8
Tahun 1995, dan dilaporkan kepada badan khusus yang berwenang yaitu
Bapepam.
Demikian Legal Opini/ Pendapat Hukum ini disampaikan, dengan
menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan sesuai
dengan permasalahan yang telah dijabarkan di awal pembahasan.
Pendapat Hukum ini terbatas pada hukum Negara Republik
Indonesia yang berlaku pada saat Pendapat Hukum ini diberikan. Atas
perhatiannya, saya ucapkan terimakasih.

You might also like