You are on page 1of 51

MAKALAH ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM LIMBIK

Dosen Pengampu :
Ria Ramadhani, S. Kep

Disusun Oleh (Kelompok 9) :


1. Emy Suryati

(NIM. 11620014)

2. Mayang Suroya

(NIM. 11620067)

3. Amanatul Mubtadiah

(NIM. 11620078)

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ilmu fisiologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai fungsi organ tubuh
manusia. Oleh karena itu fisiologi lebih menitik beratkan pada fungsi organ tubuh
maka mahasiswa yang akan mempelajari ilmu fisiologi harus sudah mempunyai
pengetahuan dasar mengenai anatomi ilmu kimia dan biokimia. Mata kuliah ini
menitik beratkan pada organisme bersel banyak dimana semua proses vital
berlangsung dalam kelompok-kelompok sel yang telah berevolusi. Dalam mata
kuliah ini, mahasiswa akan mempelajari bagaimana sistem-sistem Didalam tubuh
berfungsi dan bagaimana masing-masing ikut berperan dalam fungsi tubuh secara
keseluruhan.

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna


yang tersusun atas berbagai sistem-sistem organ penting yang saling berhubungan
dan melakukan fungsinnya masing masing. Salah satunya adalah sistem saraf
(sistema nervousum). Siste saraf merupakan sistem yang sangat penting dalam
tubuh yang berfungsi sebagai pusat perngendali kerja organ-organ tubuh,
pengendali tanggapan atau reaksi terhadap keadaan sekitar, dll. Sistem saraf
mempunyai sifat-sifat unik berkaitan dengan proses berpikir dan fungsi pengaturan
yang sangat kompleks yang dapat dilakukannya. Sistem ini setiap menit menerima
berjuta-juta rangsangan informasi yang berasal dari bermacam-macam saraf
sensorik dan organ sensorik, kemudian menyatukan semuanya untuk menentukan
respon apa yang akan diberikan tubuh.
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks,
sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf
mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan
lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan
aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka
terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh
berfungsi sebagai unit yang dinamis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena
kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk
dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan

merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk
kepribadian dan tingkah laku individu.
Berdasarkan uraian di atas tentang pentingnya fungsi dari sistem saraf,
dimakalah ini penyusun akan membahas tentang anatomi dan fisiologi sistem
limbik.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu ;
1. Untuk menjelaskan anatomi dan fiologi hipotalamus dan sistem limbik dalam
fungsi perilaku
2. Untuk menjelaskan anatomi saraf simpatis dan parasimpatis
3. Untuk menjelaskan sifat-sifat dasar fungsi simpatis dan parasimpatis

BAB II
PEMBAHASAN

Konsep emosi mencakup perasaan emosional subyektif dan suasana hati


(misalnya marah, takut, kegemberiaan) plus respon fisik nyata yang berkaitan
dengan persaan persaan tersebut. Emosi mempunyai komponen mental dan fisik.
Ia melimbatkan kognisi, kesadaran akan sensasi dan biasanya penyebabnya; afek,
perasaan itu sendiri; konasi, desakan bertindak; dan perubahan fisik seperti
hipertensi, takikardia dan berkeringat. Hypothalamus dan sistem limbik
berhubungan erat dengan ekspresi emosi dan pembentukan emosi.
2.1 Hypothalamus
Hypothalamus merupakan bagian ujung anterior diechephalon yang terletak
dibawah sulcus hypothamalus dan di depan nuclei interpedunculares. Hipothalamus
terletak tepat di bawah talamus dan dibatasi oleh sulcus hipothalamus.
Hipothalamus berlokasi di dasar diencephalon dan sebagian dinding lateral
ventrikel III. Hipotalamus meluas ke bawah sebagai kelenjar hipofise yang terletak
di dalam sela tursika os sfenoid. Hipothalamus ini berkaitan dengan pengaturan
rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi
tingkah laku dan emosi(Sloane, 2004).
Bagian anterior hipothalamus adalah suatu substansi yang disebut substansi
abu abu atau substansi grisea yang menyelubungi kiasma optik, yang merupakan
persilangan dari saraf optik. Sedangkan bagian tengah hipothalamus terdiri dari
infundibulum (berbentuk batang) kelenjar hipofisis posterior tempat melekatnya
kelenjar hipofisis(Sloane, 2004).
Hipothalamus adalah daerah otak yang paling jelas terlibat dalam
pengaturan langsung lingkungan internal. Contoh : jika kita merasa lapar,
hipothalamus yang berfungsi sebagai pemberitahu jika kita membutuhkan makan,
maka dicetuskan rasa lapar. Daerah daerah lain di otak, misalnya korteks
cerebrum, bekerja secara lebih tidak langsung untuk mengatur lingkungan internal.
Contoh : jika kita merasa lapar, daerah korteks cerebrum yang akan memberitahu
kita apa yang harus kita lakukan, lapar harus makan. Bahkan aktivitas perilaku
volunter ini sangat dipengaruhi oleh hipotalamus, yang sebagai bagian dari sistem

limbik, berfungsi bersama korteks untuk mengontrol emosi dan perilaku yang
termotivasi(Sloane, 2004).
A. Hubungan dengan hypophysis
Ada hubungan saraf antara hypothalamus dan lobus posterior hypophysis
serta hubungan vaskular di antara hypothalamus dan lobus anterior. Secara
embriologi hypophysis posterior muncul sebagian evaginasi lantai ventriculus
tertius. Sebagian besarnya dibentuk dari ujung akson dari bada sel di dalam nuclei
supraopticus dan paraventriculares serta berjalan ke hypophysis posterior melalui
tractus

hipothalamohypophysialis.

Pembuluh

darah

porta

hypophysialis

membentuk hubungan vaskular langsung antara hypothalamus dan hypophysis


anterior. Ranting arteri dan arteria carotis dan circulus Willis membentuk jalinan
kapiler fenestrasi yang dinamai plexus primer pada permukaan ventral
hypothalamus. Gelung kapiler juga menembus eminentia medialis. Eminentia
medialis didefinisikan sebagai bagian hypothalamus ventralis, tempat muncul
pembuluh darah porta. Daerah ini di luar sawar darah-otak. Gelung kapiler juga
menembus eminentia medialis. Kapiler mendrainase ke dalam pembuluh porta
sinusoid hypophysialis yang membawa darah menuruni infundibulum hypophysis
ke kapiler hypophysis anterior. Sistem ini dimulai dan berakhir di dalam kapiler
tanpa menuju jantung, sehingga suatu sistem porta sejati(Guyton, 2008).
B. Hubungan Aferen dan eferen hipothalamus
Kebanyakan serabut ini tak bermielin. Banyak yang menghubungkan
hypothalamus ke sistem limbik. Juga ada hubungan penting antara hypothalamus
dan nuclei di dalam tegmentum mesencephali, pons dan rhombencephalon(Sloane,
2004).
Neuron pensekresi

norepinefrin bersama badan selnya

di

dalam

rhombencephalon berakhir di dalam banyak bagian hypothalamus berbeda. Neuron


paraventricularis yang mungkin mensekresi oksitosin dan vasopresin kemudian
diproyeksikan ke rhombencephalon dan medula spinalis. Neuron yang mensekresi
epinefrin mempunyai badan selnya di dalam hypothalamus ventralis. Ada sistem
neuron pensekresi dopamin intrahypothalamus, yang mempunyai badan selnyaa di
dalam nucleus arcuata dan berakhir pada atau dekat kapiler yang membentuk

pembuluh darah porta di dalam eminentia medialis. Neuron yang mensekresi


serotonin diproyeksikan ke hypothalamus dari nuclei raphae(Guyton, 2008).
C. Fungsi hipothalamus
Fungsi

Aferen Dari

Area Intergasi

Regulasi suhu

Reseptor

dingin

sensitif

suhu

kulit;
di

sel Hypothalamus

anterior,

dalam berespon terhadap panas;

hypothalamus.

hypothalamus

posterior,

berespon terhadap dingin.


Kontrol

Rangsangan emosi, mungkin Hypothalamus dorsomedial

neuroendokrin

melalui sistem limbic

dan posterior

Katekolamin
Vasopresin

Osmoreseptor,

reseptor Nuclei

volume, lainnya
Oksitosin

Reseptor

raba

suhu

di

dalam Nuclei

pada

Sistem

limbik

adrenokortikotropik emosi;
(ACTH)danB-

dan

bayi, Nuclei paraventriculares dan


area berdekatan

(rangsangan Nuclei paraventriculares

formatio

(rangsangan

supraoptici

paraventriculares

mungkin lainnya.
Hormon

dan

paraventriculares

payudara, uterus, genitalis.


Reseptor

supraoptici

reticularis

sistemik);

sel

lipotropin (B-LPH) hypothalamus atau hypophysis


melalui CRH

anterior yang sensitif terhadap


kadar

kortisol

darah

yang

bersikulasi;

nuclei

suprachiasmaticus.
Hormon perangsang Sel

hypothalamus

sensitif Area preoptica, area lain

folikel (FSH) dan estrogen; mata, reseptor raba di


hormon

luteinisasi dalam kulit dan genitalia dari

(LH) melalui LHRH spesies berovulasi refleks.


Prolaktin

melalui Reseptor

raba

di

dalam Necleus arcuata, area lain

PIH dan PRH

Hormon

payudara, reseptor lain yang tak (hypothalamus

tidak

diketahui

menghambat sekresi)

Reseptor tidak diketahui

Nucleus

pertumbuhan

paraventriculares,

nucleusarcuata

melalui somatosiatin
dan GRH
Perilakunafsu,

Osmoresptor, organ subfornix

Haus

Hypothalamus

superior

lateralis

Lapar

Sel glukostat sensitif terhadap Pusat

kenyang

kecepatan penggunaan glukosa ventromedial, pusat lapar


lateral,

juga

komponen

Sel sensitif terhadap estrogen Hypothalamus

ventralis

limbic
Perilaku seks

dan androgen yang bersikulasi, anterior,


lainnya

ditambah

cortex

piriformis pada pria

Reaksi pertahanan

Orgab indera dan neocortex, Difus dalam sitem limbik

Ketakutan,

jaras tak di ketahui

dan hypothalamus

kemarahan
Kendaliberbagai

Retina

melalui

serabut Nuclei suprachiasmaticus

endokrin dan irama retinohypothalamicus


aktivitas
Table 1.1. fungsi hipotalamus
D. Hubungan hipothalamus dengan fungsi autonom
Rangsangan hypothalamus menimbulkan respon autonom, tetapi sedikit
bukti bahwa hypothalamus dihubungkan dengan regulasi fungsi visera sendiri.
Agaknya respon autonom yang dicetuskan dalam hypothalamus merupakan bagian
fenomena lebih rumit seperti kemarahan dan emosi lain(Guyton, 2008).
1. Sistem Limbik
Anatomi
Istilah lobus limbik atau sistem limbik diberikan ke bagian otak yang terdiri
dari tepi jaringan cortex sekeliling hilus dari hemispherium cerebri dan sekelompok

struktur profunda berhubungan amygdala, hippocampus dan nuclei septal(Guyton,


2008).
Sistem

ini

merupakan

suatu

pengelompokan

fungsional

bukan

pengelompokan anatomis yang terdiri atas komponen serebrum, diencephalon, dan


mesencephalon(Guyton, 2008).

Gambar 2.1 Sistem Limbik, terdiri dari beberapa komponen, seperti talamus, gyrus
cinguli fornix, amygdala, dan hipokampus.
(sumber http://hil4ry.files.wordpress.com/2007/07/brain_headborder.jpg)

Sistem limbik terdiri dari sekelompok struktur dalam cerebrum dan diensefalon
yang terlibat dalam aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tidak sadar
(involuntar). Bagian bagian dari sistem limbik(Guyton, 2008) :
1. gyrus cinguli, girus hipocampus, dan lobus piriformis merupakan bagian
sistem limbik dalam korteks serebral
2. forniks dan area septum pada bagian frontal otak dekat bagian radiks bulbus
olfaktorius adalah sub-kortikal sistem limbik
3. Bagian-bagian hipothalamus, badan mamilari, nukleus amigladoid, dan beberapa
nukleus talamius anterior tertentu juga termasuk sistem limbik.

Korteks Limbik. Bagian dari sistem limbik yang sedikit dimengerti adalah
cincin korteks limbik, yang mengelilingi struktur subkortikal limbik. Korteks ini
memiliki fungsi sebagai zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang
dijalarkan oleh sisa korteks otak ke dalam sistem limbik dan juga ke arah yang

berlawanan. Oleh karena itu, korteks limbik berfungsi sebagai area asosiasi
serebral untuk mengatur perilaku(Guyton, 2008).
Korteks limbik ini dimulai dari otak area orbito frontalis pada permukaan
ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus subkalosal, kemudian
melewati ujung atas korpus kolosum ke bagian medial hemisferum serebri dalam
girus singulata, dan akhirnya berjalan di belakang korpus kolosum dan ke bawah
menuju permukaan ventromedial lobus temporalis ke girus parahipokampal dan
unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferum serebri ada
sebuah cincin, terutama merupakan paleokorteks, yang mengelilingi sekelompok
struktur dalam yang sangat berkaitan dengan prilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin
korteks ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah dan merupakan tali
penghubung antara neokorteks dan struktur limbik yang lebih rendah(Guyton,
2008).
Histologi
Cortex limbik merupakan bagian cortex cerebri tertua secara filogenetik.
Secara histologi ia dibentuk dari jenis primitif jaringan cortex yang dinamai
alcortex (yang mengelilingi hilus hemispherium) dan cincin kedua dai jenis cortex
transisional yang dinamai juxtallocortex di antara allocortex dan bagian
hemispherium cerebri lain. Jaringan cortext bagian hemispherium cerebri lain.
Jaringan cortex bagian non-limbik lain dari hemispherium dinamai neocortex dan
merupakan jenis yang berkembang paling tinggi. Luas sebenarnya area allocortex
dan juxtallocortex telah berubah sedikit sewaktu mammalia berkembang, tetapi
daerah ini telah dibelakangi oleh pertumbuhan neocortex yang besar sekali, yang
mencapai perkembangan terbesar dalam manusia(Carnero, 2007).
Hubungan Aferen dan Eferen
Fornix menghubungkan hippocampus dengan corpus mamillare, yang
kemudian berhubungan dengan nuclei anteriores thalami oleh fasciculus
mamillothalamicus. Nuclei anteriores thalami diproyeksikan ke cprtex cinguli dan
dari cortex cinguli ada hubungan ke hippocampus, yang melengkapi suatu sirkuit
tertutup yang rumit ini. Sirkuit ini mula-mula digambarkan oleh Papez dan telah
dinamai sirkuit Papez(Guyton, 2008).

Hubungan antara struktur dan fungsi


Dari sifat sistem limbik, salah satunya tak adanya hubungan di antaranya
dan neocortex. Nauta secara tepat mengatakan bahwa neocortex duduk
mengangkangi sistem limbik seperti seorang penunggang seekor kuda tanpa
kendali. Sebenarnya ada sedikit hubungan dan dari sudut pandang fungsional,
aktivitas neocortex memodifikasi perilaku emosi dan sebalikya. Tetapi salah satu
sifat emosi bahwa ia tak dapat dihidupkan dan dimatikan semaunya(Guyton, 2008).
Sifat lain sirkuit limbik adalah pelepasan listrik susulannya yang lama
setelah perangsangan. Hal ini bisa menjelaskan sebagian fakta bahwa umumnya
respon emosi memanjang ketimbang menghilang dan lebih lama daripada
rangsangan yang memulainya(Guyton, 2008).

Fungsi Limbik
Percobaan rangsangan dan ablasi menunjukkan bahwa di samping perannya
dalam penciuman, sistem limbik berhubungan dengan perilaku makan. Bersama
dengan hypothalamus, ia juga berhubungan dengan perilaku seks, emosi kemarahan
dan ketakutan serta ketakutan(Guyton, 2008).

2. Saraf Otonom
Penataan sistem saraf otonom, seperti sistem saraf somatik, merupakan
pentaan lengkung refleks. Implus yang dimulai dari reseptor visera dihantarkan
melalui jalur aferen otonom ke sistem saraf pusat, diintergasikan di situ dalam
berbagai tingkat, dan diteruskan melalui jaras eferen ke efektor visela. Pengaturan
ini perlu ditekankan karena komponen-komponen aferen yang berperan penting
sering diabaikan (Carnero, 2007)
Susunan anatomik persarafan otonom
Bagian motorik perifer sistem saraf otonom terdiri atas neuron
preganglionik dan pascaganglionik. Badan sel neuron preganglionik terletak di
kolumna grisea intermediolateral (eferen visera) medula spinalis atau di nukleus
motorik homologus saraf-saraf otak. Akson-aksonnya sebagian besar merupakan
serat penghantar lambat B mielin. Akson-akson itu bersinaps di badan sel neuron
pascaganlionik yang terletak di luar sistem saraf pusat setiap akson preganglionik
terbagi menjadi sekitar 8-9 neuron pascaganglionik. Dengan demikian, persarafan

otonom bersifat difus. Akson neuron pascaganglionik, yang sebagian besar


merupakan serat C tak bermielin, berakhir di efektor visera(Carnero, 2007).
Secara anatomik, persarafan otonom dibagi menjadi 2 komponen : divisi
simpatis dan parasimpatis sistem saraf otonom. Banyak ahli fisiologi menambahkan
sistem saraf enterik sebagia bagian ketiga(Carnero, 2007).

Pusat parasimpatis
Rangsangan hypothalamus superior anterior kadang-kadang menyebabkan
kontraksi vesica urinaria, suatu respon parasimpatis. Terutama berdasarkan ini,
sering dibuat pernyataan bahwa ada pusat parasimpatis di dalam hypothalamus
anterior. Tetapi kontraksi vesica urinaria dapat juga dibangkitkan oleh rangsangan
bagian lain hypothalamus dan rangsangan hypothalamus menyebabkan sangat
sedikit respon parasimpatis lain. Sehingga ada sangat sedikit bukti bahwa ada
pusat parasimpatis terlokalisata. Perangsang hypothalamus dapat menyebabkan
aritmia jantung dan ada alasan untuk percaya bahwa ia karena aktivitas serentak
nervus vagus dan simpatis terhadap jantung(Carnero, 2007).
Divisi Parasimpatis
Keluaran kranial divisi parasimpatis mempersarafi struktur visera di kepala
melalui saraf okulomotor, fasicial dan glosofaingeal, serta strukutur di toraks dan
abdomen bagian atas melalui saraf vagus. Keluaran sakral mempersarafi visera
panggul melalui cabang pelvis saraf spinal sakral kedua sampai keempat. Serat
preganglionik di kedua keluaran tersebut berakhir di neuron pascaganglionik
pendek yang terletak pada atau dekat struktur visera tersebut(Carnero, 2007).
Respon Simpatis
Rangsangan berbagai bagian hypothalamus (terutama area lateral)
menimbulkan peningkatan tekanan darah, dilatasi pupil, piloreksi dan tanda lain
pengeluaran noradrenergik difus. Rangsangan yang mencentuskan pola respon ini
dalam hewan utuh bukan implus regulasi dari visera, tetapi rangsangan emosi,
terutama kemarahan dan ketakutan. Respon noradrenergik juga dicetuskan sebagai
bagian reaksi yang menghemat panas(Carnero, 2007).
Rangsangan listrik voltase rendah pada bagian mediodorsalis hypothalamus
menyebabkan vasodilatasi dalam otot. Vasokonstriksi penyerta di dalam kulit dan
tempat lain mempertahankan tekanan darah pada tingkat yang cukup tetap.
Observasi ini dan bukti lain menyokong kesimpulan bahwa hypothalamus suatu

stasiun jalan bagi yang dinamai sistem vasodilator simpatis kolinergik, yang berasal
di dalam cortex ceberi. Bisa sistem ini yang bertanggung jawab bagi dilatasi
pembuluh darah otot pada saat awal gerak badan(Guyton, 2008).
Rangsangan area hypothalamus posterior dan nuclei medialis dorsalis
menimbulkan peningkatkan sekresi epinefrin dan norepinefrin dari medulla
adrenalis. Peningkatan sekresi medulla adrenalis merupakan salah satu perubahan
fisik yang menyertai kemarahan dan ketakutan serta bisa timbul bla sistem
vasodilator simpatis kolinergik diaktivasi. Telah diklaim bahwa ada pusat
hypothalamus terpisah bagi pengendalian sekresi epinefrin dan neropinefrin.
Sekresi diferensial satu katekolamin medulla adrenalis ini atau lainnya timbul
dalam keadaan tertentu, tetapi kecil peningkatan selektif(Guyton, 2008).
Divisi Simpatis
Akson neuron preganglionik simpatis meninggalkan medulla spinalis
bersama radiks ventralis saraf torakal pertama sampai saraf spinal lumbal ketiga
atau keempat. Akson-akson ini berjalan melalui ramil komunikans putih ke rantai
ganglion simpatis paravertebra, dan sebagian besar beraj]khir di badan sel neuron
pascaganglionik. Akson sebagian neuron pascaganglionik berjalan ke visera dalam
berbagai saraf simpatis. Sebagaian lain masuk kembali ke dalam saraf spinal
melalui ramus komunikans kelabu dari rantai ganglion dan disebarkan ke efektor
otonom di daerah yang dipersarafi oleh saraf-saraf spinal tersebut. Saraf simpatis
pascaganglionik untuk kepala berasal dari ganglia superior, media dan stelata di
perluasan kranial rantai ganglion simpatis dan berjalan ke efektor bersama
pembuluh darah. Sebagian neuron preganglionik berjalan melalui rantai ganglion
paravertebra dan berakhir pada neuron pascaganglionik yang terletak di ganglion
kolateral dekat visera tersebut. Sebagian uterus dan

saluran kelamin pria

dipersarafi oleh suatu sistem khusus, neuron noradrenegrik pendek dengan badan
sel di ganglion yang terletak pada atau dekat organ tersebut, sedangkan serat
preganglionik untuk neuron pascaganglionik ini kemungkinan berjalan sampai ke
organnya(Carnero, 2007).
Transmisi di Ganglion Simpatis
Setidaknya pada binatang percobaan, respons yang terbentuk di neuron
pascaganglionik oleh perangsangan neuron preganglionik mencangkup bukan saja
depolarisasi cepat (ESPS cepat) yang membangkitkan potensial aksi tetapi juga
potesial postsinaptik

inhibisi yang beralngsung lama (IPSP lambat), ptensial

postsinaptik eksitasi yang berlangsung lama (EPSP lambat) serta EPSP lambat
ikutan. EPSP lambat ikutan tersebut berlangsung sangat lama, beberapa menit,
bukan milidetik. Respon lambat ini tampaknya mengubah dan mengantur transmsi
melalui ganglio simpatis. Depolarisasi awal ditimbulkan oleh asetilkolin melalui
reseptro nikotinik. IPSP lambat mungkin ditimbulkan oleh dopamin, yang
dihasilkan oleh intereneuron di dalam ganglion. Interneuron ini dirangsang oleh
penggiatan suatu reseptor muskarinik M1. Interneuron yang mensekresikan
dopamin merupakan sel-sel kecil yang berfluoresensi kuat (sel-sel SIF) di ganglion.
Pembentukan IPSP lambat tampaknya tidak diperantarai oleh AMP siklik, sehingga
diduga bahwa suatu reseptor D2 berperan. EPSP lambat ditimbulkan oleh asetilkolin
yang bekerja pada reseptor muskarinik di membran neuron pascaganglionik. EPSP
lambat ikutan ditimbulkan oleh GnRH atau suatu peptida yang sangat mirip
dengannya(Sherwood, 2001).
Transmisi kimiawi di hubungan otonom
Transmisi pada hubungan simpatik antara neuron pre dan pascaganglionik
serta antara neuron pascaganglionik dan efektor otonom diperantarai secara
kimiawi. Transmiter utama yang berperan adalah asetilkolin dan norepinefrin ,
meskipun dopamin juga disekresikan oleh interneuron di ganglion simpatis, dan
GnRH disekresikan oleh sebagian neuron preganglionik. GnRH memerantai
respons eksitasi lambat. Selain itu, terdapat kontransmiter di neuron otonom, dan
VIP dilepaskan bersama astetilkolin, sedangkan ATP dan neuropeptida Y bersama
neropinerfin. VIP menimbulkan bronkodilatasi, dan mungkin terdapat sistem saraf
nonadrenergik nonkolinegrik yang mensekresi VIP yang terpisah dan mempersarafi
otot polos bronkus(Sherwood, 2001).
Ketakutan dan kemarahan
Ketakutan dan kemarahan dalam sejumlah cara berhubungan erat dengan
emosi. Manifestasi luar ketakutan, melarikan diri atau reaksi penghindaran pada
hewan merupakan respon autonom seperti berkeringat dan dilatasi pupil, gemetar
ketakutan dan memalingkan kepalanya dari sisi ke sisi lain untuk melepaskan diri.
Reaksi menyerang, berkelahi atau kemarahan pada kucing disertai dengan berdesis,
menyembur, mengeram, piloereksi, dilatasi pupil serta mencakar dan menggigit
yang terarah baik. Kedua reaksi dan kadang-kadang campuran keduanya dapat

dihasilkan oleh rangsangan hypothalamus. Bila seekor hewan terancam, maka


biasanya ia berusaha melarikan diri. Jika terkepung, seekor hewan bertempur.
Sehingga reaksi ketakutan dan kemarahan mungkin berhubungan dengan respon
perlindungan naluriah terhadap ancaman di dalam lingkungan(Sherwood, 2001).
Divisi kimia sistem saraf otonom
Berdasarkan mediator kimiawi yang dilepaskan, sistem saraf otonom dapat
dibagimenjadi divisi kolinegrik dan noradrenegerik. Neuron-neuron yang bersifat
kolinergik adalah(Sherwood, 2001).;
1. Semua neuron preganglionik.
2. Neuron pascaganglionik parasimpatis secara anatomik.
3. Neuron pascaganglionik parasimpatis secara anatomik yang mempersarafi
kelenjar keringat.
4. Neuron-neuron yang secara anatomik adalah simpatis yang berakhir pada
pembuluh darah di otot rangka dan menimbulkan vasodilatasi bila dirangsang
(saraf vasodilator simpatis).
Neuron simpatis pascaganglionik lainnya bersifat noradrenergik. Medula
adrenal sebenarnya merupakan ganglion simpatis yang sel-sel pascaganglioniknya
telah kehilangan aksonnya dan mensekresikan norepinefrin, epinefrin dan sebagian
dopamin langsung ke dalam aliran darah. Dengan demikian, neuron preganglionik
kolinegrik untuk sel-sel ini, menjadi memberikan saraf sekretomotorik pada
kelenjar ini(Sherwood, 2001).
Respons organ efektor terhadap implus saraf otonom
Sifat-sifat umum, pengaruh perangsangan serta-serat saraf pascaganglionik
noradrenegrik dan kolinegrik terhadap visera. Otot polos di dinding visera yang
beruang biasanya dipersafari oleh serat-serat noradrenergik dan kolinergik, kegiatan
di salah satu sistem ini meningkatkan kegiatan intrinsik otot polos, sedangkan
kegiatan di sistem yang lain, menurunkan kegiatan intriksik tersebut. Meskipun
demikian, tidak ada peraturan yang seragam mengenai istem mana yang
merangsang dan mana yang menghambat. Dalam hal otot sfinkter, baik adrenegrik
maupun kolinegrik bersifat eksitasi, tetapi yang satu menyarafi komponen
konstriktor sfinkter, sedangkan yang lain menyarafi komponen dilator sfinkter
(Sherwood, 2001).

Biasanya tidak terdapat astetilkolin dalam peredaran darah, dan pengaruh


lepas muatan kolinergik lokal pada umumnya tidak nyata dan hanya berlangsung
sebentar, karena kadar asetilkolinesterase yang tinggi pada ujung-ujung saraf
kolinegrk. Norepinefrin menyebar lebih jauh dan kerjanya lebih lama daripada
asetilkolin. Norepinefrin, epinefrin dan dopanmin terdapat dalam plasma. Epinefrin
dan sebagai dopamin datang dari medula adrenal, tetapi sebagai besar norepinefrin
dan dopamin juga memasuki peredaran darah, sebagaian dari ujung-ujung saraf
simpatis dan sebagian dari sel-sel otot polos. Perlu diperhatikan bahwa meskipun
MAO maupun COMT dihambat, metabolisme norepinefrin tetap berlangsung cepat.
Namun penghambatan ambilan kembali, memperpanjang waktu paruhnya
(Sherwood, 2001).
Lepas muatan kolinergik
Secara umum, berbagai fungsi yang ditimbulkan oleh kegiatan sistem saraf
otonom divisi kolinergik adalah yang berkaitan dengan aspek-aspek vegetatif
kehidupan sehari-hari. Misalnya, kegiatan kolinergik membantu pencernaan dan
absorpsi makanan dengan meningkatkan kegiatan otot usus halus, meningkatkan
sekresi lambung dan merelaksasi sfinkter pilorus. Karena itu, dan untuk
membedakan dengan efek katabolik noradrenergik, divisi kolinergik kadangkadang dinamakan sistem saraf anabolik(Muray, 2009).
Fungsi VIP yang dilepaskan dari neuron-neuron pascaganglionik kolinergik
tidak jelas, tetapi terdapat bukti bahwa VIP mempermudah kerja asetilkolin
postsinaptik.

Karena

VIP

merupakan

vasodilator,

maka

mungkin

juga

meningkatkan aliran darah di organ-organ sasaran(Muray, 2009).


Lepas muatan noraderenergik
Divisi noradrenergik melepaskan implus sebagai suatu unit dalam keadaan
darurat. Pengaruh pelepasan implus ini sangat berarti dalam menyiapkan individu
mengatasi keadaan darurat, meskipun penting menghindari pemikiran yang salah
yang berkaitan dengan pernyataan bahwa sistem ini melepaskan impuls untuk
melaksanakan hal itu. Misalnya, kegiatan noradrenergik menimbulkan relaksasi
akomodasi dan menyebabkan dilatasi pupil (membiarkan lebih banyak cahaya
masuk ke dalam mata), mempercepat denyut jantung, dan meningkatkan tekanan
darah (memungkinkan perfusi lebih baik pada organ vital dan otot), serta

menyempitkan pembuluh darah kulit(yang membatasi perdarahan pada luka).


Kegiatan

noradrenergik

juga

menurunkan

ambang

di

formasi

retikular

(meningkatkan kewaspadaan) dan meningkatkan kadar glukosa plasma serta asam


lemak bebas (memberikan lebih banyak energi). Berdasarkan berbagai pengaruh
tersebut, Cannon menamakan kegiatan sistem saraf noradrenergik yang dipicu oleh
keadaan darurat itu sebagai persiapan untuk lari atau melawan(Muray, 2009).
Penekanan pada lepas muatan masal pada situasi stres sebaiknya tidak
merancukan kenyataan bahwa serat sraf otonom noradrenegrik juga melayani
berbagai fungsi lain. Misalnya, kegiatan tonik noradrenergik pada arterila
mempertahankan tekanan arteri, dan variasi pada kegiatan tonik ini merupakan
mekanisme yang mempengaruhi pengaturan umpan balik sinus karotis terhadap
tekanan darah. Di samping itu, lepas muatan simpatis menurun pada hewan yang
puasa dan meningkat bila hewan puasa itu diberi makan kembali. Perubhanperubahan ini dapat menerangkan penurunan tekanan darah dan kecepatan
metabolisme yang disebabkan oleh puasa serta perubahan yang berlawanan akibat
pemberian makanan(Muray, 2009).
Vesikel bergranula kecil di neuron-neuron pascaganglionik noradrenegrik
mengandung ATP dan norepinefrin, sedangkan vesikel bergranula besar
mengandung neueopetida Y. Terdapat bukti bahwa rangsang frekuensi rendah
menyebabkan pelepasan ATP, sedangkan rangsang frekuensi tinggi menyebabkan
pelepasan neuropeptida Y. Namun, fungsi ATP dan neuropeptida Y yang
dilepaskan tidak jelas(Muray, 2009).
Ketakutan
Reaksi ketakutan dapat dihasilkan dalam hewan sadar dengan merangsang
hypothalamus dan nuclei amygdaloid. Sebaliknya reaksi

ketakutan serta

manifestasi autonom dan endokrin tak ada dalam keadaan normalnya ia akan
dibangkitkan bila amygdalae dirusak. Contoh dramatisnya reaksi monyet terhadap
ular. Monyet normalnya ditakutkan oleh ular. Setelah lobektomi temporalis
bilateral, maka monyet mendekati ular tanpa ketakutan, mengambilnya dan bahkan
memakannya(Jack,2002).

Kemarahan dan plasiditas


Kebanyakan hewan (termasuk manusia) mempertahankan kesimbangan
antara kemarahan dan lawannya, keadaan emosi yang tanpa nama yang lebih baik
dinamai disini sebagai plasiditas (tenang). Iritasi utama membuat individu normal
kehilangan kesabrannya, tetapi rangsangan ringan diabaikan. Pada hewan dengan
lesi otak tertentu, keseimbangan ini beubah. Sejumlah lesi menimbulkan suatu
keadaan, tempat kebanyakan rangsangan ringan membangkitkan episode marah
yang

hebat;

lainnya

menimbulkan

keadaan,

tempat

rangsangan

yang

membangkitkan kemarahan dan paling traumatik gagal mengganggu ketenangan


abnormal hewan ini(Jack,2002).
Respon kemarahan terhadap rangsangan ringan terlihat setelah pembuangan
neocortex dan setelah perusakan nuclei ventralis medialis hypothalamus dan nuclei
septal pada hewan dengan cortex cerebri utuh. Di pihak lain, perusakan bilateral
nuclei amygdala dalam kucing menimbulkan kemaraha. Plasiditas yang dihasilkan
oleh lesi amygdaloid pada hewan diubah ke kemarahan oleh perusakan berikutnya
atas nuclei ventralis medialis hypothalamus(Jack,2002).
Kemarahan dapat juga dihasilkan oleh rangsangan suatu area yang meluas
ke belakangan melalui hypothalamus lateralis ke substansia grisea sentral
mesencephalon dan respon kemarahan yang biasanya dihasilkan oleh rangsangan
amygdaloid digagalkan oleh lesi ipsilateral dalam hypothalamus lateralis atau
mesencephalon rostral(Jack,2002).
Hormon gonad tampak mempengaruhi perilaku agresif. Pada hewan jantan,
agresi. Pada hewan jantan, agresi menurun oleh kastrasi dan ditingkatkan oleh
endrogen. Ia juga dipersiapkan oleh faktor sosial; ia lebih menonjol dalam jantan
yang hidup bersama betina dan meningkat sewaktu-waktu sesuatu yang asing
dimasukkan ke dalam wilayah hewan(Jack,2002).
Mula-mula dianggap bahwa serangan kemarahan dalam hewan dengan lesi
diencephalon dan prosencephalon hanya menunjukkan manifestasi fisik motorik
kemarahan, sehingga reaksi ini dinamai pura-pura marah. Sekarang tampak hal
ini tak tepat. Walaupun serangan kemarahan dalam hewan dengan lesi diencephalon
diinduksi oleh rangsangan ringan, namun biasanya ia diarahkan dengan ketepatan

besar pada sumber iritasi. Lebih lanjut, rangsangan hypothalamus yang


menimbulkan reaksi ketakutan-kemarahan jelas tak memuaskan hewan, karena ia
menjadi persiapan ('conditioned') melawan tempat percobaan dilakukan dan
mencoba menghindari rangkaian percobaan. Ia dapat mudah diajarkan menekan
tuas atau melakukan sejumlah lainnya yang bertindak mencegah rangsangan
hypothalamus yang menimbulkan manifestasi ketakutan atau kemarahan. Sulit (jika
bukan tak mungkin) melakukan respon refleks bersyarat ('conditioned reflex') oleh
rangsangan sistem motorik murni dan juga sulit jika rangsangan yang tidak
dipersiapkan tidak membangkitkan perasaan menyenangkan. Fakta bahwa
rangsangan

hypothalamus

suatu

rangsangan

kuat

tak

dipersiapkan

bagi

pembentukan respon penghindaran dipersiapkan dan fakta bahwa respon


penghindaran sangat menetap, menunjukkan bahwa rangsangan tak menyenangkan.
Sehingga ada sedikit keraguan bahwa serangan kemarahan mencakup manifestasi
mental

maupun

fisik

kemarahan

dan

istilah

pura-pura

marah

harus

dibuang(Jack,2002).
Anatomi Fisiologi Sistem Limbik

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak


ibarat kerah baju.limbik secara harfiah diartikan sebagai perbatasan. Sistem
limbik itu sendiri diartikan keseluruhan lintasan neuronal yang mengatur tingkah
laku emosional dan dorongan motivasional. Bagian utama sistem limbik adalah
hipothalamus dan struktur-strukturnya yang berkaitan. Bagian otak ini sama

dengan yang dimiliki hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak
mamalia(Jack,2002).

Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus


dan kortes limbik. Sistem limbik berfungsi mengendalikan emosi, mengendalikan
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, seksualitas, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang(Jack,2002).
Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh indera.
Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi. Carl Gustav Jung menyebutnya
sebagai Alam Bawah Sadar atau ketaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam
perilaku baik seperti menolong orang, dan perilaku tulus lainnya. LeDoux
mengistilahkan sistem limbik ini sebagai tempat duduk bagi semua nafsu manusia,
tempat bermuaranya cinta, respek dan kejujuran.
Sistem Limbik yang terdiri dari Amigdala, Thalamus dan Hipothalamus ini
berperanan sangat penting dan berhubungan langsung dengan sistem otonom
maupun bagian otak penting lainnya.

Karena

hubungan langsung sistem

Limbik dengan sistem otonom, jadinya bila ada stimulus emosi negatif yang
langsung masuk dan diterima oleh sistem Limbik dapat menyebabkan berbagai
gangguan seperti : gangguan jantung , hipertensi maupun gangguan saluran cerna.
Tidak heran saat seseorang marah , maka jantung akan berdetak lebih cepat dan
lebih keras dan tekanan darah dapat meninggi(Jack,2002).

Stimulus emosi dari luar ini dapat langsung potong jalur masuk ke sistem
Limbik tanpa dikontrol oleh bagian otak yang mengatur fungsi intelektual yang
mampu melihat stimulus tadi secara lebih obyektif dan rasional. Hal ini
menjelaskan kenapa seseorang yang sedang mengalami emosi kadang perilakunya
tidak rasional. Permasalahan lain adalah pada beberapa keadaan seringkali emosi
negatif seperti cemas dan depresi timbul secara perlahan tanpa disadari dan
individu tersebut baru menyadari saat setelah timbul gejala fisik , seperti misalnya
hipertensi(Jack,2002).
Hipothalamus
Di sekeliling hipotalamus terdapat terdapat subkortikal lain dari sistem
limbik

yang

meliputi

septum,

area

paraolfaktoria,

epithalamus,

nukleianteriorthalamus, gangglia basalis hipocampus dan amigdala. Di sekeliling


area subkortika limbik terdapat korteks limbik, yang terdiri atas sebuah cincin
korteks serebri pada setiap belahan otak yang dimulai dari area orbitofrontalis pada
permukaan ventral lobus frontalis, menyebar ke atas ke dalam girus sub kalosal,
kemudian melewati ujung atas korpus kalosum ke bagian hemisferium serebri
dalam girus singulata dan akhirnya berjalan ke belakang korpus kalosum dan ke
bawah menuju permukaan ventro medial lobus temporalis ke girus parahipokampal
dan unkus. Lalu pada permukaan medial dan ventral dari setiap hemisferium serebri
ada sebuah cincin terutama merupakan paleokorteks yang mengelilingi sekelompok
struktur dalam yang menagtur perilaku dan emosi. Sebaliknya, cincin korteks
limbik ini juga berfungsi sebagai alat komunikasi dua arah dan merupakan tali
penghubung

antara

neokorteks

dan

struktur

limbik

lain

yang

lebih

rendah(Jack,2002).
Jalur komunikasi yang penting antara sistem limbik dan batang otak adalah
berkas otak depan bagian medial (medial forebrain bundle) yang menyebar ke regio
septal dan orbito frontal korteks serebri ke bawah melalui bagian tengah
hipotalamus ke formasio retikularis batang otak. Berkas ini membuat serabutserabut dalam dua arah, membentuk garis batang sistem komunikasi. Jalur
komunikasi yang kedua adalah melalui jaras pendek yang melewati formasio
retikularis batang otak, thalamus, hipothalamus, dan sebagian besar area lainnya
yang berhubungan dengan area basal otak(Jack,2002).

Hipotalamus meskipun berukuran sangat kecil hanya beberapa sentimeter


kubik mempunyai jaras komunika dua arah yang berhubungan dengan semua
tingkat sistem limbik. Sebaliknya, hipotalamus dan struktur yang berkaitan
dengannya mengirimkan sinyal-sinyal keluaran dalam tiga arah(Jack,2002) :
1. ke belakang dan ke bawah menuju batang otak terutama di are
retikular mesenfalon, pons, dan medula dan dari area tersebut ke
saraf perifer sistem saraf otonom.
2. ke atas menuju bagian besar area yang lebih tinggi di diensefalon
dan serebrum khususnya bagia anterior talamus dan bagian limbik
korteks serebri.
3.

infundibulum hipotalamus untuk mengatur atau mengatur secara


sebagain dari fungsi sekretorik pada sebagian posterior dan anterior
kelenjar hipofisis.

Pengaturan fungsi vegetatif dan fungsi endokrin Hipotalamus


Pada setiap hipotalamus tampak adanya suatu area hipotalamik lateral yang
besar. Area ini berguna untuk pengaturan rasa haus, rasa lapar, dan sebagian besar
hasrat emosional(Jack,2002) :
1. Pengaturan kardiovaskular menimbulkan efek neurogenik pada sistem
kardiovaskular yang telah dikenal meliputi kenaikan tekanan arteri,
penurunan arteri, peningkatan dan penurunan frekuensi denyut jantung.
2. Pengaturan suhu tubuh. Bagian anterior hipotalamus khususnya area
preoptik berhubungan dengan suhu tubuh. Peningkatan suhu darah yang
mengalir melewati area ini meningkatkan aktivitas neuron-neuron suhu.
sebaliknya penurunan suhu darah akan menurunkan aktivitasnya.
3. Pengaturan cairan. Hipotalamus mengatur cairan tubuh melalui dua cara.
1) dengan mencetuskan sensasi haus yang menyebabkan seseorang atau
hewan minum air. 2) mengatur ekskresi air ke dalam urine. Di
hipotalamus bagian lateral terdapat area pusat rasa haus.
4. Pengaturan kontraktiitas uterus dan pengeluaran air susu oleh payudara.
Perangsangan nuklei paraventrikular menyebabkan sel-sel neuronnya
mensekresi

hormon

oksitosin

yang

menyebabkan

peningkatan

kontraktilitas uterus serta kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi


alveoli payudara yang selanjutnya alveoli mengosongkan air susu
melalui puting susu.
5. Pengaturan gastrointestinal dan hasrat makan.

Yang berhubungan

dengan rasa lapar terdapat di area hipotalamus lateral. Sedangkan pusat


rasa kenyang terletak di nuklei ventromedial.
6. Pengaturan hipotalamik sekresi hormon endokrin oleh kelenjar hipofisis
anterior.
Fungsi perilaku dari hipotalamus dan fungsi limbik yang berkaitan
(Guyton, 2008) :
1. Perangsangan hipotalamus lateral pada hewan, tidak hanya merangsang
timbulnya rasa haus dan nafsu makan, tetapi juga kadangkala
menyebabkan timbu rasa marah yang sangat hebat dan keinginan untuk
berkelahi.
2. Perangsangan nukleus ventromedial menimbulkan rasa kenyang,
menurunkan nafsu makan, dan hewan juga tenang.
3. Perangsangan zone tipis dari nuklei paraventrikular, yang terletak sangat
berdekatan dengan ventrikel ke tiga biasanya menimbulkan rasa takut
dan reaksi terhukum.
4. Dorongan seksual terjadi bila ada rangsangan pada hipotalamus
khususnya sebagian besar bagian anterior dan posterior.
Beberapa prinsip sebagai bentuk kecerdasan emosi yang diperankan sistem
limbik antara lain:

Mempengaruhi sistem belajar manusia. Sistem limbik ini mengontrol


kemampuan daya ingat, kemampuan merespon segala informasi yang
diterima pancaindera.

Mengontrol setiap informasi yang masuk. Sistem limbik ini


mengontrol setiap informasi yang masuk dan memilih informasi yang
berharga untuk disimpan dan yang tidak berharga akan dilupakan. Oleh
karena itu sistem limbik menentukan terbentuknya daya ingat jangka
panjang yang berguna dalam pelayanan pendidikan anak.

Otak tidak akan memberikan perhatian jika informasi yang masuk


mengabaikan sistem limbik. Suasana belajar yang membosankan
membuat sistem limbik mengkerut dan kehilangan daya kerjanya. Oleh
karena itu suasana belajar yang menyenangkan akan memberi pengaruh
positif pada kerja sistem limbik.

Fungsi spesifik bagian bagian lain sistem limbik

1. Fungsi hipokampus
Hipokampus merupakan bagian korteks serebri yang memanjang melipat ke
dalam untuk membentuk lebih banyak bagian dalamventrikel lateralis. Hipokampus
merupakan saluran tambahan yang dilewati oleh sinyal sensorik yang masuk, yang
dapat memulai reaksi perilaku dengan tujuan yang berbeda. Seperti halnya halnya
pada struktur-struktur limbik lain, perangsangan pada berbagai area dalam
hipokampus hampir selalu dapat menyebabkan salah satu dari berbagai pola
perilaku, misalnya rasa marah, ketidak pedulian, atau dorongan seks yang
berlebihan(Jack,2002 ).
Hal-hal yang berasal dari ingatan jangka pendek dapat diubah untuk
disimpan menjadi ingatan jangka panjang oleh hipokampus. Hipokampus (terletak
diantara lobus temporal otak) dan bagian media lobus temporal (bagian yang

terletak paling dekat dengan garis tengah badan) juga berperan dalam proses
penggabungan ingatan (memory consolidation) (Jack,2002 ).
Untuk mengingat sesuatu, seseorang harus berhasil melaksanakan 3 hal,
yaitu mendapatkan informasi, menahan/meyimpannya dan mengeluarkannya. Bila
kita lupa akan sesuatu, maka gangguan dapat terjadi pada bagian mana saja dari ke
3 proses tersebut. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah
terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita(Jack,2002 ).
Ingatan mempunyai beberapa fase yaitu (Jack,2002 ):
1. waktunya sangat singkat (extremely shortterm)/ingatan segera (immediate
memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik),
2. Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit),
ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsungbeberapa jam
sampai seumur hidup.
3. Ingatan jangka panjang dihasilkan oleh perubahan struktural pada system saraf,
yang terjadi karena aktifasi berulang terhadap lingkaran neuron (loop of neuron).
Lingakaran tersebut dapat dari korteks ke thalamus atau hipokampus, kembali
lagi ke korteks.
Aktifasi berulang terhadap neuron yang membentuk loop tersebut akan
menyebabkan synaps diantara mereka secara fungsional berhubungan. Sekali
terjadi hubungan, maka neuron tersebut akan merupakan suatu kumpulan sel, yang
bila tereksitasi pada neuron tersebut akan terjadi aktifasi seluruh kumpulan sel
tersebut.Dengan demikian dapat disimpan dan dikembalikan lagi oleh berbagai
sensasi, pikiran atau emosi yang mengaktifasi beberapa neuron dari kumpulan sel
tersebut. Menurut Hebb perubahan struktural tersebut terjadi di sinaps(Jack,2002 ).
Peran Hipokampus dalam pembelajaran
Fungsi teoritis hipokampus pada pembelajandapat menyebabkan timbulnya
dorongan untuk mengubah in gatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang.
Artinya, hipokampus menjalarkan sinyal-sinyal yang tampaknya membuat pikiran
berulang-ulang melatih informasi baru sampai menjadi ingatan yang disimpan
permanaen(Jack,2002 ).

2. Fungsi Amigdala
Amigdala merupakan kompleks beragam nukleus kecil yang terletak tepat
di bawah korteks serebri dari tiang (pole) medial anterior setiap lobus temporalis.
Amigdala mempunyai banyak sekali hubungan dua jalur dengan hipothalamus
seperti juga dengan daerah sistem limbik lainnya. Amigdala menerima sistem
neuronal dari semua bagian korteks limbik seperti juga dari neokorteks lobus
temporalis, parietalis, dan ksipitalis terutama dari area asosiasi auditorik dan area
asosiasi visual. Oleh karena hubungan yang multiple ini, amigdala disebut
jendela , yang dipakai oleh sistem limbik untuk melihat kedudukan seseorang di
dunia. Sebaliknya, amigdala menjalarkan sinyal- sinyal(Jack,2002 ) :
1)

kembali ke area kortikal yang sama ini,

2)

ke hipokampus,

3)

ke septum,

4)

ke thalamus, dan

5)

khususnya ke hipothalamus.
Efek perangsangan amigdala hampir sama dengan efek perangsangan

langsung pada hipothalamus, ditambah dengan efek lain. Efek yang diawali dari
amigdala kemudian dikirim melalui hipotalamus meliputi : 1) peningkatan dan
penurunan tekanan arteri, 2) meningkatkan atau menurunkan frekuensi denyut
jantung 3,) meningkatkan atau menurunkan motilitas dan sekresi gastrointestinal, 4)
defekasi atau mikturisi 5), dilatasi pupil atau kadangkala kontriksi, 6) piloereksi, 7)
sekresi berbagai hormon hipofisis anterior terutama hormon gonadotropin dan
adrenokortikortopik(Jack,2002 ).
Disamping efek yang dijalarkan melalui hipotalamus ini, persangsangan
amigdala juga dapat menimbulkan beberapa macam gerakan involunter yakni: 1)
pergerakan tonik seperti mengangkat kepala atau membungkukkan badan, 2)
pergerakan melingkar melingkar, 3) kadangkala pergerakan klonik, ritmis, dan
berbagai macam pergerakan yang berkaitan dengan penciuman dan makan sperti

menjilat, mengunyah, dan menelan. Selain itu, perangsangan pada nukleo amigdala
tertentu dapat menimbulkan pola marah, melarikan diri, rasa terhukum, nyeri yang
sangat, dan rasa takut seperti pola rasa marah yang dicetuskan oleh hipotalamus.
Fungsi keseluruhan amigdala
Amigdala merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat
bawah sadar. Amigdala juga tampaknya berproyeksi pada jalur sistem limbik
seseorang dalam berhubungan dengan alam sekitar dan pikiran. Amigdala dianggap
membuat respon perilaku seseorang sesuai dengan tiap kedaan.
3. korteks limbik
Bagian dari sistem limbik yang sedikit dimengerti adalah cincin korteks
limbik, yang mengelilingi struktur subkortikal limbik. Korteks ini berfungsi sebagai
zona transisional yang dilewati oleh sinyal-sinyal yang dijalarkan oleh sisa korteks
otak ke dalam sistem limbik dan juga ke arah yang berlawanan.
2.2 Anatomi Saraf Simpatis Dan Parasimpatis
Pada hakikatnya kehidupan manusia berpegang kepada satu prinsip utama,
suatu keseimbangan dinamis utama dalam tubuh, yakni homeostasis. Banyak sistem
yang mengatur terjadinya homeostasis ini, mulai dari integumen, sistem endokrin,
respirasi, sirkulasi, pencernaan, imun, dan lainnya. Perubahan yang senantiasa
terjadi dalam tubuh mengisyaratkan perlunya suatu sistem pengaturan yang dinamis,
yang memungkinkan penjagaan keadaan homeostasis. Penyelenggaran ini terutama
merupakan peran dari sistem saraf otonom (ANS = Autonomic Nervous System)(
Pearce,2002).
Sistem saraf otonom bergantung pada sistem saraf pusat, dan antara
keduanya dihubungkan oleh urat-urat saraf aferen (membawa impuls dari reseptor
menuju saraf pusat ) dan eferen (membawa impuls dari saraf pusat ke efektor) yang
mempersarafi otot-otot polos, otot jantung, dan berbagai kelenjar. Disebut juga
susunan saraf tak sadar karena berkenaan dengan pengendalian organ-organ dalam
secara tidak sadar. Sistem ini melakukan fungsi kontrol, semisal: tekanan arteri,
motilitas dan sekresi gastrointestinalis, pengeluaran urina, berkeringat, suhu tubuh,
dll(Pearce, 2002).

Susunan saraf otonom terutama digiatkan oleh pusat-pusat yang terletak di


dalam medula spinalis, batang otak, dan hipotalamus. Misalnya: medulla spinalis
bertanggung jawab

untuk

persarafan

otonom

yang memengaruhi

sistem

kardiovaskular dan respirasi; hipotalamus berfungsi untuk mengintegrasikan


persarafan otonom, somatik, dan hormonal (endokrin) dan emosi serta tingkah laku
(misal: seseorang yang marah meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan laju
respirasi). Di samping itu, daerah asosiasi prefrontal memengaruhi eksprei
emosional, seperti wajah yhang menampakkan kesan kemerahan apabila seseorang
merasa malu(Pearce,2002).

Refleks Visceral
Refleks visceral, sama seperti refleks somatik lainnya, terdiri atas komponen
reseptor, integrasi, dan efektor. Pembeda refleks visceral dengan refleks somatik
adalah

informasi

reseptor

refleks

visceral

diterima

secara

bawah-sadar

(subconscious). Anda tidak akan pernah tahu kapan pembuluh darah Anda melebar
(kecuali ketika Anda melihat kulit yang kemerahan). Contoh lain, Anda juga tidak
akan pernah tahu kapan pupil mata Anda melebar, kecuali Anda melihat ke cermin.
Informasi-informasi seperti ini tidak diketahui secara sadar, dan merupakan bagian
dari refleks visceral Meskipun demikian, reseptor refleks ini tidak harus bersifat
visceral(Pearce, 2002).
Susunan saraf otonom sering bekerja melalui refleks otonom, yaitu isyarat
sensoris dari reseptor saraf tepi mengirimkan isyarat ke dalam pusat-pusat medula
spinalis, batang otak, atau hipotalamus, dan ini sebaliknya mengirimkan respon
refleks yang tepat kembali ke organ viseral atau jaringan untuk mengatur kegiatan
mereka. Isyarat autonom dikirimkan ke tubuh melalui sub divisi utama yang
disebut sistem simpatis dan parasimpatis(Pearce, 2002).
1. Saraf simpatis
Sistem syaraf simpatis terletak didepan columna vertebralis dan
berhubungan serta bersambung dengan sumsum tulang belakang melalui serabut
serabut syaraf. Sistem simpatis tersebut terdiri dari serangkaian urat kembar yang
bermuatan ganglion ganglion, syaraf tersebut bergerak dari dasar tengkorak yang
terletak didepan columna vertebralis dan berakhir pada pelvis sebagai ganglion
coccygeus(Pearce, 2002).

Saraf simpatik terdiri dari urat kembar yang bermuatan ganglion yang
terletak di sepanjang tulang belakang yang menempel pada sumsum tulang
belakang, sehingga memilki serabut pra-ganglion pendek (serabut saraf yang yang
menuju ganglion) dan serabut post ganglion yang panjang (serabut saraf yang
keluar dari ganglion). Ganglion tersusun berpasangan dan disebar di daerah(Pearce,
2002) :
Leher = tiga pasang ganglion servikal
Dada = sebelas pasang ganglion torakal
Pinggang = empat pasang ganglion lumbal
Pelvis = empat pasang ganglion sakral
Di depan koksigis = ganglion koksigeus
Ganglion ini bersambung erat dengan sistem saraf pusat melalui sumsum
tulang belakang, dengan mempergunakan cabang-cabang penghubung yang
bergerak keluar dari sumsum tulang belakang menuju ganglion, dan dari ganglion
masuk menuju sumsum tulang belakang(Pearce, 2002).
Ganglion simpatis lainnya berhubungan dengan dua rangkaian besar ganglia
ini, dan bersama serabut-serabutnya membentuk plexus-plexus simpatis(Pearce,
2002) :
a. Plexus kardiak terletak dekat dasar jantung serta mengarahkan cabangcabangnya ke jantung dan paru-paru.
b. Plexus seliaka (coeliac) terletak sebalah belakang lambung, dan
melayani organ-organ dalam rongga abdomen.
c. Plexus mesenterikus (hipogatiluus) terletak di depan sakrum dan
melayani organ-organ dalam pelvis
Fungsi serabut-serabut saraf simpatis mensarafi otot jantung, otot-otot tak
sadar semua pembuluh darah, serta semua alat-alat dalam seperti lambung,
pankreas dan usus. Melayani serabut motorik sekreotik pada kelenjar keringat,
serabut-serabut motorik pada otot tak sadar dalam kulit, serta mempertahankan
tonus semua otot, termasuk tonus otot sadar(Pearce, 2002).
2. Saraf parasimpatis
Disebut juga Saraf kranial otonom. Saraf parasimpatik berupa susunan saraf
yang berhubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Saraf

parasimpatik memiliki serabut pra-ganglion yang panjang karena ganglion


menempel pada organ yang dibantu dan serabut post-ganglion pendek. Saraf ini
adalah (Pearce, 2002) :
a. Saraf kranial ketiga -> saraf okulo-motorik = serabut yang mencapai serabut
otot sirkuler pada iris yang merangsang gerakan yang menentukan ukuran
pupil mata. Berjalan ke sfingter pupil dan muskulus siliaris mata.
b. Saraf kranial ketujuh -> fasial = serabut otot motorik sekretorik mencapai
kelenjar ludah. Berjalan ke kelenjar lakrimalis, nasal, dan submaksilaris.
c. Saraf kranial kesembilan -> glosofaringeus = serabut otot motorik sekretorik
mencapai kelenjar ludah. Berjalan ke kelenjar parotis.
d. Saraf kranial kesepuluh -> saraf vagus (merupakan serabut saraf otonom
terbesar, layanannya luas, kira-kira 75 % dari semua serabut saraf) =
serabut-serabutnya menyebar di sejumlah besar kelenjar dan organ, dan
sejalan dengan penyebaran serabut simpatis
Nervus vagus mensuplai saraf parasimpatis ke jantung, paru-paru, esofagus,
lambung, usus halus, separuh proksimal kolon, hati, kandung empedu, pankreas,
dan bagian atas ureter (Pearce, 2002).
Saraf parasimpatik sakral keluar dari sumsum tulang belakang melalui
daerah sakral. Saraf ini membentuk urat saraf pada alat-alat dalam pelvis, dan
bersama saraf simpatis membentuk plexus dan mendistribusikan serabut perifer
mereka ke kolon desenden, rektum, kandung kemih, dan bagian bawah ureter.
Kelompok parasimpatis juga mensuplai serabut-serabut ke genitalia eksterna untuk
menyebabkan berbagai reaksi seksual(Pearce, 2002).

Neuron paraganglion sistem simpatis, Neuron paraganglion sistem


parasimpatis, serabut pascaganglion parasimpatis dan beberapa ujung serabut
pascaganglion simpatis disebut koligernik, karena mereka mensekresikan
asetilkolin pada ujung saraf mereka. Sebagian besar ujung pascaganglion saraf
simpatis mensekresikan norepinefrin. Serabut ini disebut adrenergik(Pearce,
2002).
Asetilkolin dan norepinefrin yang disekresikan olehn serabut pascaganglion
bekerja pada berbagai organ untuk menyebabkan efek parasimpatis atau simpatis.
Zat-zat ini disebut mediator parasimpatis atau simpatis(Pearce, 2002).
Norepinefrin dan epinefrin yang disekresikan ke dalam darah oleh medula
adrenal tetap aktif (10 30 detk) sampai mereka berdifusi ke dalam beberapa
jaringan tempat mereka dipecahkan oleh enzim, terutama terjadi di dalam hati.
Asetikolin, norepinefrin, dan epinefrin yang disekresikan oleh susunan saraf
otonom semuanya merangsang organ efektor dengan bereaksi dengan zat reseptor
di dalam sel efektor tersebut(Pearce, 2002).

Tabel: perbedaan simpatis dan parasimpatis


Pembeda

Simpatis

Parasimpatis

Asal serabut

Medulla spinalis bagian torakal Batang otak (saraf kranial)

praganglion

dan lumbal

dan medulla spinalis bagian


sakral

Asal serabut

Ganglion symphatetic chain; Ganglion terminal (berada

pascaganglion

atau ganglion kolateral (kira- dekat dengan organ efektor)


kira di setengah jarak medulla

spinalis dengan efektor)


Panjang Serabut*

Pre pendek, termielinasi; Post Pre panjang; Post pendek


panjang, tak termielinasi

Organ Efektor

Otot jantung, hampir semua Otot jantung, banyak otot

yang DIpersarafi

otot polos, kebanyakan kelenjar polos, hamper semua kelenjar


eksokrin,

beberapa

kelenjar eksokrin, beberapa kelenjar

endokrin
Neurotransmiter*

endokrin

Pre melepaskan ACh; Post Pre dan post melepaskan


melepaskan

sebagian

melepaskan

besar ACh

norepinefrin,

sebagian kecil ACh)


Tipe Reseptor

Pre: nikotinik; Post: adrenergik Pre:

nikotinik;

untuk

1, 1, 2, 2

muskarinik

Fight-or-Flight

General Housekeeping

Post:

Neurotransmiter
Pre dan Post*
Peranan

*Pre adalah serabut preganglion; Post adalah serabut pascaganglion; ACh adalah
asetilkolin.

Kegiatan eksitasi dan inhibisi dari perangsangan simpatis dan parasimpatis


Saraf otonom memberikan efek pada berbagai fungsi viseral tubuh yang
disebabkan oleh perangsangan saraf simpatis dan parasimpatis. Perangsangan
simpatis menyebabkan efek eksitasi di dalam beberapa organ tetapi efek inhibisi di
dalam organ lainnya. Perangsangan parasimpatis menyebabkan eksitasi dalam
beberapa organ tetapi inhibisi di dalam organ lainnya(Rosyidi, 1996).
Kebanyakan organ diatur secara dominan oleh salah satu diantara kedua
sistem tersebut, sehingga kedua sistem tidak bertentangan satu sama lain, kecuali
dalam kasus tertentu. Kadang, bila perangsangan simpatis merangsang suatu organ
tertentu, perangsangan parasimpatis menghambatnya. Ini melukiskan bahwa
kadang kedua sistem bekerja timbal balik(Rosyidi, 1996).

Tabel: Efek simpatis dan parasimpatis, pada organ tubuh:


Organ

Efek stimuli simpatis

Efek stimuli parasimpatis

Mata: pupil

Dilatasi

Kontriksi

Relaksasi ringan

Berkontraksi

Vasokonstriksi

Stimulasi sekresi encer

Muskulus siliaris
Glandula

dan sedikit sekresi


Kelenjar keringat

Berkeringat

Tak ada

hebat (kolinergik)
Kelenjar apokrin

Sekresikental,

Tak ada

odorifera
Jantung : otot

Meningkatkan

Melambatkan kecepatan

kecepatan

Menurunkankekuatan

Meningkatkan

kontraksi atrium

kekuatan kontraksi
Paru-paru:

Dilatasi

Konstriksi

bronkus

Konstriksi ringan

Dilatasi

Usus: Lumen

Berkurangnya

Meningkatnya peristaltik dan

Sfingter

peristaltik dan tonus

tonus

Meningkatkan tonus

Relaksasi

Hati

Melepaskan glukosa

Sedikit sintesis glikogen

Kandung empedu

Relaksasi

Kontraksi

Ginjal

Mengurangi

Tak ada

Pembuluh darah

pengeluaran
Kandung kemih : Relaksasi

Terangsang

Terangsang

Relaksasi

Penis

Ejakulasi

Ereksi

Pembuluhdarah

Konstriksi

sistemik:

Konstriksi

otot detrusor
Trigonum

Tak ada

Abdominal

(adrenergik)

Otot

dilatasi (kolinergik)

Darah : Koagulasi

Meningkat

dan Tak ada

Tak ada

Glukosa
Metabolisme basal

Meningkat

Tak ada

Meningkat

sampai Tak ada

100%
Sekresi

korteks Meningkat

Tak ada

Meningkat

Tak ada

adrenalis
Aktivitas mental

Muskulus arektor Terangsang

Tak ada

pili
Otot-otot rangka

Meningkatkan
glikogenolisis

Tak ada
dan

kekuatan

System pengendalian ganda (simpatis dan parasimpatis )


Cuma sebagian kecil organ dan kelenjar yang memiliki satu sumber
pelayanan ,yaitu simpatis dan parasimpatis. Sebagian besar organ dan kelenjar
memiliki pelayanan ganda,yaitu menerima beberapa serabut dari sitem simpatis di
samping beberapa serabut dari saraf otonom sacral atau cranial(Rosyidi, 1996).
Keaktifan organ dirangsang oleh sekelompok urat saraf, sementara dilain
pihak dilambatkan/diberhentikan oleh sekelompok urat lain-dengan kata lain
masing-masing kelompok bekerja berlawanan. Dengan demikian,penyesuaian
tepat antara aktivitas dan istirahat tetap dipertahankan, sementara ritme kegiatan
halus organ-organ dalam,kelenjar,pembuluh darah serta otot tak sadar juga
dipertahankan(Rosyidi, 1996).
Dengan demikian,jantung menerima serabut akselerator dari saraf simpatis
,dan serabut inhibitor (penghambat) dari vagus.Saluran pencernaan memiliki urat
saraf akselerator dan inhibitor, yang mempercepat dan memperlambat gerakan
peristaltic berturut-turut(Rosyidi, 1996).
Organ

Kegiatan

ditambah

dirangsang oleh
Jantung

Simpatis

(kecepatan

atau Kegiatan

diperlambat

atau dihentikan oleh


dan Vagus

(kecepatan

kekuatan ditambah)

kekuatan dikurangi)

Bronchi

Vagus (konstriksi)

Simpatis (dilebarkan)

Lambung

Vagus (konstraksi)

Simpatis (dikendorkan)

dan

Usus

Vagus (konstraksi)

Simpatis (dikendorkan)

Kantong kencing

Otonom sacral (konstraksi)

Simpatis (dikendorkan)

Pupil mata (iris)

Otonom

cranial

ke-3 Simpatis (dilebarkan)

(kontraksi)

2.3 Sifat-Sifat Dasar Fungsi Simpatis Dan Parasimpatis


Serabut-serabut kolinergik dan adrenergik-sekresi asetilkolin atau
norepinenefrin
Serabut saraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan salah satu dari kedua
bahan transmiter sinaps ini, asetilkolin atau norepinenefrin. Serabut-serabut yang
menyekresi asetilkolin disebut serabut kolinergik. Serabut-serabut yang menyekresi
norepinefrin disebut serabut adrenergik suatu istilah yang berasal dari adrenalin,
nama lain bagi epinefrin(Guyton, 2008).
Didalam sistem saraf simpatis dan parasimpatis semua neuron preganglion
bersifat kolinergik. Bila bahan asetilkolin diberikan pada ganglia,

akan

merangsang neuron postganglion simpatis dan para simpatis. Semua atau hampir
semua neuron postganglion dari sistem parasimpatis juga bersifat kolinergik.
Sebaliknya sebagian besar neuron postganglion simpatis bersifat adrenergik.
Namun, serabut-serabut saraf yang kekelenjar keringat, ke otot-otot piloerektor
rambut, dan kesedikit pembuluh darah bersifat kolinergik (Guyton, 2008).
Jadi, ujung saraf terminal dari sistem parasimpatis semua menyekresikan
asetilkolin. Sebagian besar ujung saraf simpatis menyekresi norepinefrin namun
hanya sedikit yang menyekresi asetilkolin. Hormon-hormon ini sebaliknya bekerja
pada berbagai organ untuk menimbulkan efek simpatis atau parasimpatis yang
sesuai. Oleh karena itu asetilkolin disebut sebagai transmiter parasimpatis, dan
norepinefrin disebut sebagai transmiter simpatis (Guyton, 2008).
Sekresi Asetilkolin Dan Norepinenefrin Oleh Ujung Saraf Postganglion
Beberapa ujung saraf otonom postganglion, terutama dari saraf parasimpatik
memang mirip namun ukurannya jauh lebih kecil daripada taut neuromuskular
skletal. Namun banyak serabut saraf parasimpatis dan hampir semua serabut
simpatis

hanya bersinggungan dengan sel-sel

efektor dari organ

yang

dipersarafinya, atau pada beberapa contoh serabut-serabut ini berakhir pada


jaringan ikat yang letaknya berdekatan dengan sel-sel yang dirangsangnya.
Ditempat filamen ini menyentuh atau berjalan atau mendekati sel yang akan
dirangsang, biasanya terdapat suatu bulatan yang membesar yang disebut varises,
didalam varises ini, vesikel transmiter asetilkolin atau norepinenefrin disintesis dan
disimpan. Didalam varises ini juga terdapat banyak sekali mitokondria yang
menyuplai adenosin trifosfat yang dibutuhkan untuk memberi energi pada sintesis
asetilkolin dan norepinenefrin(Guyton, 2008).
Bila ada penjalaran potensial aksi disepanjang serabut terminal, proses
depolarisasi meningkatkan permeabelitas membran serabut saraf terhadap ion
kalsium, sehingga mempermudah ion-ion tersebut berdifusi keujung saraf atau
varikositas saraf. Ion kalsium selanjutnya menyebabkan ujung-ujung atau varises
menyebabkan mengosongkan isinya keluar, jadi bahan transmiter akhirnya
disekresikan(Guyton, 2008).

Asetilkolin disintesis pada ujung terminal dan varises serabut saraf


kolinergik, tempat bahan tersebut disimpan dalam bentuk kepekaan tinggi didalam
vesikel sebelum akhirnya dilepaskan. Reaksi kimia dasar sintesis ini adalah sebagai
berikut (Guyton, 2008):

Asetil-KoA + kolin

transferse-metil kolin

Asetilkolin

Begitu disekresikan kedalam jaringan oleh ujung saraf kolinergik, asetilkolin akan
menetap didalam jaringan selama beberapa detik sementara melakukan fungsi
transmisi sinyal saraf. Kemudian sebagian besar dipecah menjadi ion asetat dan
kolin dikatalis oleh enzim asetilkolinesterase yang berikatan dengan kolagen dan

glikosaminoglikans mirip dengan mekanisme penghacuran asetilkolin yang terjadi


pada taut neuromuskular diserabut saraf skeletal. Kolin yang terbentuk kemudian
diangkut kembali keujung saraf terminal tempat bahan ini dipakai berulang-ulang
untuk sintesis asetilkolin yang baru(Guyton, 2008).
Sintesis norepinenefrin dimulai dari akso plasma ujung saraf terminal dari serabut
saraf adrenergik namun disempurnakan didalam vesikel. sekresi tahat-tahap
dasarnya adalah sebagai berikut(Guyton, 2008):
1. Tirosin

Dopa (hidroksilasi)

2. Dopa

Dopamin (dekarboksilasi)

3. Pengangkutan dopamin menuju vesikel


4. Dopamin

Norepinefrin (hidroksilasi

Pada medula adrenal reaksi ini dilanjutkan satu tahap lagi untuk
mengalihkan sekitar 80% Norepinefrin menjadi Epinefrin yakni sebagai
berikut(Guyton, 2008) ;
5. Norepinefrin

Epinefrin metilasi

Setelah norepinefrin disekresikan oleh ujung-ujung saraf terminal kemudian


dipindahkan dari tempat sekresinya melalui 3 cara berikut : (1) dengan proses
transport aktif, diambil kembali kedalam ujung saraf adrenergik sendiri yakni
sebanyak 50%-80% dari norepinefrin yang disekresikan; (2) berdifusi keluar dari
ujung saraf menuju cairan tubuh disekelilingnya dan kemudian masuk kedalam
darah yakni hampir semua sisa norepinefrin yang ada dan (3) dalam jumlah yang
sedikit dihancurkan oleh enzim (salah satunya monoamin oksidase) yang dapat
dijumpai diujung saraf dan enzim katekal-0-metil-transferase yang dapat berdifusi
keseluruh jaringan(Guyton, 2008).
Biasanya norepinefrin disekresikan secara langsung kedalam jaringan yang
tetap aktif hanya selama beberapa detik. Hal ini memperlihatkan bahwa proses
pengambilan kembali norepinefrin dan difusinya keluar dari jaringan berlangsung
dengan cepat. Namun norepinefrin yang disekresikan kedalam darah oleh medula
adrenal masih tetap aktif sampai didifusikan kesuatu jaringan. Tempat keduanya
dapat dihancurkan oleh katekal-0-metil-transferase peristiwa ini terjadi didalam
hati. Norepinefrin atau epinefrin akan tetapa aktif selama 10-30 detik namun

aktivitasnya menurun menjadi hilang dalam waktu 1 sampai beberapa


menit(Guyton, 2008).
Perangsangan saraf simpatis yang menuju medula adrenal menyebabkan
pelepasan sejumlah besar epinefrin dan nopinefrin kedalam darah sirkulasi dan
kedua hormon ini kemudian dibawa kedalam darah serta kesemua jaringan tubuh.
Ringkasannya perangsangan medula adrenal menyebabkan pelepasan Kedua
hormon tersebut, yang bersama-sama mempunyai efek hampir sama keseluruh
tubuh seperti pada perangsangan langsung serabut simpatis hanya saja efek yang
ditimbulkan

lebih

lama

berlangsung

2-4

menit

setelah

perangsangan

selesai(Guyton, 2008).
Reseptor Pada Organ Efektor
Sebelum asetilkolin, norepinenefrin atau epinefrin disekresikan pada suatu
ujung saraf otonom dapat merangsang suatu organ efektor ,bahan transmiter ini
mula-mula harus berikatan terlebih dahulu dengan reseptor yang lebih spesifik pada
sel-sel efektor. Reseptor ini terdapat pada bagian dalam membran sel. Terikat
sebagai kelompok prostetik pada molekul protein yang menembus membran sel.
Ketika bahan transmiter berikatan pada reseptor hal ini menyebebkan perubahan
konformasional (bentuk tertentu dari keseluruhan) pada struktur molekul protein.
Kemudian molekul protein yang berubah ini merangsang atau menghambat sel,
paling sering dengan (1) menyebabkan perubahan permeabelitas membran sel
terhadap satu atau lebih ion atau (2) mengaktifkan atau justru mematikan aktivitas
enzim yang melekat pada ujung protein reseptor lain dimana reseptor ini menonjol
kebagian dalam sel(Guyton, 2008).
Reseptor Asetikolin (Reseptor Muskarinik Dan Nikotinik)
Asetilkoline memiliki dua tipe reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan
nikotinik. Alasan untuk penamaan ini adalah karena bahan muskarin yang
merupakan sejenis racun dari jamur payung, hanya mengaktifkan reseptor
muskarinik dan tidak akan mengaktifkan reseptor nikotinik. Asetilkolin
mengaktifkan kedua jenis reseptor tersebut(Guyton, 2008).
Reseptor muskarinik ditemukan pada semua sel efektor yang distimulasi
oleh postganglion kolinergik dari sistem parasimpatis sedangkan reseptor nikotinik

ditemukan pada ganglia autonom pada sinaps antara preganglion dan postganglion
dari sistem parasimpatik (reseptor nikotinik juga terdapat pada banayak ujung saraf
otonom, sebagai contoh pada taut neuromuskular diotot rangka)(Guyton, 2008).
Pengertian mengenai kedua jenis reseptor ini sangat penting karena dalam
praktik kedokteran sering dipakai obat-obat spesifik untuk merangsang atau
menghambat salah satu dari kedua jenis reseptor ini(Guyton, 2008).
Reseptor Adrenergik-Reseptor Alfa Dan Beta
Terdapat juga dua jenis utama reseptor adrenergik

yakni yang disebut

reseptor alfa dan reseptor beta dibagi menjadi reseptor beta 1 dan beta 2, karena ada
bahan kimia tertentu yang hanya memengaruhi reseptor beta tertentu. Terdapat juga
pembagian reseptor alfa menjadi reseptor alfa 1 dan alfa 2(Guyton, 2008).
Norepinefrin dan epinefrin, keduanya disekresikan kedalam darah oleh
medula adrenal, yanag mempunyai pengaruh perangsangan yang sedikit berbeda
pada reseptor alfa dan beta. Norepinefrin merangsang reseptor alfa namun kurang
merangsang reseptor beta. Sebaliknya epinefrin merangsang kedua reseptor ini
hampir sama kuatnya. Oleh karena itu pengaruh relatif dari norepinefrin dan
epinefrin pada berbagai organ efektor ditentukan oleh jenis reseptor yang terdapat
dalam organ tersebut. Bila seluruh reseptor adalah reseptor beta maka epinefrin
akan menjadi obat peransang yang lebih efektif(Guyton, 2008).

Tabel diatas menggambarkan distribusi reseptor alfa dan beta dalam


berbagai organ dan sistem yang diatur oleh saraf simpatis. Perhatikan bahwa fungsi
utama dari reseptor alfa adalah eksitasi, sedangkan fungsi yang lain adalah inhibisi.

Demikian juga fungsi utama reseptor beta adalah eksitasi dan fungsi lainnya adalah
inhibisi. Oleh karena itu reseptor alfa dan betaa ini tidak begitu berkaitan dengan
peristiwa eksitasi atau inhibisi, namun lebih mirip dengan daya afinitas suatu
hormon dengan reseptor pada suatu organ efektor tertentu(Guyton, 2008).
Hormon sintetik yang secara kimiawi mirip dengan epinefrin dan
norepinefrin, yaitu isopropil dan norepinefrin mempunyai kerja yang sangat kuat
terhadap reseptor beta, namun sama sekali tidak bekerja pada reseptor alfa(Guyton,
2008).
Efek perangsang simpatis dan parasimpatis pada organ spesifik
a. Mata
Ada dua fungsi mata yang diatur oleh saraf otonom, yaitu ; (1) dilatasi pupil
dan (2) fokus lensa. Perangsangan simpatis membuat serabut-serabut meridional
iris berkontraksi sehingga pupil menjadi dilatasi. Sedangkan perangsangan
parasimpatis mengontraksikan otot-otot sirkular iris sehingga terjadi kontriksi
pupil(Guyton, 2008).
Bila ada cahaya yang berlebihan masuk kedalam mata, serabut-serabut
parasimpatis yang mengatur pupil akan terangsang secara refleks. Ketika refleks
tersebut akan mengurangi pembukaan pupil dan mengurangi cahaya yang
membentur retina. Sebaliknya selama periode eksitasi saraf simpatis akan
terangsang dan pada saat yang bersamaan akan menambah pembukaan
pupil(Guyton, 2008).
Kemampuan memfokuskan lensa hampir seluruhnya diatur oleh sistem saraf
parasimpatis. Normalnya lensa akan dipertahankan tetapi dalam keadaaan rata oleh
tegangan instrinsik elastik dari ligamen radialnya. Perangsangan parasimpatis
membuatnya terjadinya kontraksi otot siliaris yaitu serabut-serabut otot polos
berbentuk seperti cincin yang melingkari ligamen radisi lensa. Kontraksi tersebut
melepaskan tegangan ligamen tadi dan menyebabkan lensa menjadi lebih konveks.
Sehingga membuat mata menfokuskan(akan dibicaraka secara mendalam pada
fungsi mata) (Guyton, 2008).

b.Kelenjar-Kelenjar Tubuh
Kelenjar

nasalis,

kelenjar

krinalis,

saliva

dan

banyak

kelenjar

gastrointestinal terangsang dengan kuat oleh saraf parasimpatis sehingga


mengeluarkan banyak sekresi cairan. Kelenjar-kelenjar pencernaan yang paling
kuat dirangsang oleh parasimpatis adalah yang teletak dibagian atas terutama
kelenjar didaerak mulut dan lambung. Sebaliknya kelenjar usus halus dan usus
besar diatur oleh faktor-faktor lokal yang terdapat didalam usus sendiri dan oleh
sisitem saraf enterik usus serta sedikit oleh saraf otonom(Guyton, 2008).
Perangsangan simpatis mempunyai pengaruh langsung pada sel-sel kelenjar
pencernaan dalam menyebabkan pembentukan sekresi pekat yang mengandung
enzim dan mukus dalam kadar tinggi. Namun merangsang simpatis ini juga
menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah yang menyuplai kelenjar-kelenjar
seingga kadang mengurangi kecepatan sekresinya(Guyton, 2008).
Bila saraf simpatis terangsang, kelenjara keringat mensekresikan banayak
sekali keringat, tetapi perangsangan pada saraf parasimpatik tidak mengakibatkan
pengaruh apapun. Namun serabut-serabut parasimpatis yang menuju kesebagian
besar kelenjar keringat bersifat kalinergik (kecuali bebarapa serabut adrenergik
yang ketelapak tangan dan telapak kaki). Berbeda dengan hampir semua serabut
simpatis lainnya yang bersifat adrenergik. Selanjutnya, kelenjar keringat terutama
dirangsang oleh pusat-pusat dihipotalamus yang biasanya dianggap sebagai pusat
parasimpatis. Oleh karena itu berkeeringat dapat dianggap sebagai fungsi
parasimpatis, walau hal ini dikendalikan oleh serabut-serabut saraf yang secara
anatomis tersebar melalui sistem saraf simpatis(Guyton, 2008).
Kelenjar apokrin diasila mensekresikan sekret yang kental dan berbau
sebagai akibat perangsangan simpatis, namun kelenjar ini tidak merespon
perangsangan para simpatis. Sekresi tersebut sebenarnya berfungsi sebagai pelumas
untuk memudahkan gerakan bergeser pada permukaan dalam dibawah sendi bahu.
Kelenjar apokrin walaupun embriologinya berkaitan erat dengan kelenjar
keringat,tetapi lebih banyak diaktifkan oleh serabut-serabut adrenergik daripada
serabut-serabut kolinergik dan juga lebih banyak diatur oleh pusat simpatis dalam
sistem saraf pusat dari pada oleh pusat parasimpatis(Guyton, 2008).

c. Kerja Sistem Syaraf terhadap Jantung dan Pembuluh Darah


Bagian sistem syaraf yang berperan pada sistem kardiovaskular didominasi
oleh sistem syaraf otonom. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa sistem
syaraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu syaraf simpatis dan syaraf parasimpatis.
Berikut ini adalah gambar yang menguraikan mengenai persyarafan simpatis dan
parasimpatis pada pembuluh darah(Sherwood, 2001).

Gambar di atas menunjukkan anatomi dari sistem syaraf otonom dalam


mengontrol sirkulasi. Serat saraf simpatis meninggalkan spinal cord (urat saraf
tulang belakang) melalui seluruh syaraf spinal thorakal dan melalui satu atau dua
serat syaraf lumbal yang kemudian memasuki rantai simpatis yang setiap sisinya
terdapat pada kolumna vertebralis. Terdapat 2 rute untuk memasuki sirkulasi,
pertama adalah melalui jalur syaraf simpatis yang langsung menginervasi
vaskularisasi pada organ-organ viseral dan jantung dan yang kedua adalah melalui
bagian peripheral dari syaraf spinal yang memvaskularisasi daerah-daerah perifer.
Pada gambar berikutnya, ditunjukkan bahwa distribusi syaraf simpatis pada
pembuluh darah mencakup arteri, arteriola, vena dan venula. Inervasi pada arteri
kecil dan arteriola menyebabkan syaraf simpatis mampu menstimulasi pembuluh
darah arteri untuk meningkatkan resistensi pada aliran darah dan selanjutnya
menurunkan aliran darah menuju ke jaringan.Inervasi pada pembuluh darah vena,

memungkinkan stimulasi syaraf simpatis untuk mengurangi

volume pada

pembuluh darah ini. Hal ini akan menyebabkan darah terdorong ke dalam jantung
dan selanjutnya berperan dalam proses pengaturan pompa jantung, yang akan
dibahas selanjutnya. Syaraf simpatis pada jantung berperan dalam meningkatkan
aktivitas jantung, baik dalam hal meningkatkan detak jantung, meningkatkan
kekuatan dan volume untuk memompa(Sherwood, 2001).
Meskipun sistem syaraf parasimpatis berperan sangat penting dalam
pengaturan banyak fungsi autonom dalam tubuh, sebagai contoh untuk mengontrol
sistem gastrointestinal, parasimpatis juga memiliki peran pada regulasi sirkulasi,
meskipun tidak sedominan sistem syaraf simpatis. Salah satu efek terpentingnya
pada sirkulasi adalah mengontrol detak jantung melalui nervus vagus, yang berjalan
dari batang otak langsung menuju ke jantung. Sistem parasimpatik akan
menyebabkan penurunan pada detak jantung dan sedikit penurunan pada
kontraktilitas otot jantung(Sherwood, 2001).

Pusat yang berperan dalam pengaturan impuls simpatis dan parasimpatis


pada pembuluh darah terletak di dalam otak yang dikenal sebagai pusat vasomotor
(Vasomotor center). Pusat vasomotor terletak pada substansi retikular pada medulla
dan bagian terendah ketiga pada pons. Pusat ini mengirimkan impuls parasimpatis
melalui nervus vagus ke jantung dan mengirimkan impuls simpatis melaui spinal
cord dan syaraf simpatis perifer yang selanjutnya akan menuju ke pembuluh darah
arteri, arteriola, dan vena(Sherwood, 2001).

Dalam kondisi normal, area vasokonstriktor pada pusat vasomotor


mengirimkan sinyal pada seluruh serat syaraf simpatis ke seluruh tubuh,
menyebabkan seluruh sinyal tersebar secara kontinu pada syaraf simpatis dengan
kecepatan 1,5-2 impuls per detik. Impuls inilah yang mengatur status kontraksi
pada pembuluh darah, yang dikenal sebagai tonus vasomotor (vasomotor tone)
(Sherwood, 2001).
Pada saat yang sama, dimana pusat vasomotor mengontrol konstriksi
pembuluh darah, pusat vasomotor juga mengontrol aktivitas jantung. Bagian lateral
dari pusat vasomotor mengirimkan impuls eksitatori melalui serat syaraf simpatis
ke jantung saat tubuh membutuhkan peningkatan detak jantung dan kontraktilitas.
Sebaliknya, pada saat tubuh membutuhkan penurunan detak jantung, bagian medial
dari pusat vasomotor mengirimkan sinyal ke nervus vagus yang kemudian akan
mentransmisikan impuls parasimpatik ke jantung sehingga terjadi penuruna detak
jantung dan kontraktilitas. Oleh karenanya, pusat vasomotor dapat meningkatkan
dan menurunkan aktivitas jantung. Detak jantung dan kekuatan kontraksi
meningkat saat vasokonstriksi terjadi dan penurunan terjadi saat vasokonstriksi
dihambat(Sherwood, 2001).
Impuls yang dikirim syaraf simpatis ke jantung akan menyebabkan
peningkatan detak jantung (efek kronotropik), kecepatan transmisi pada jaringan
konduktive jantung (efek dromotropik) dan kekuatan kontraksi (efek inotropik).
Impuls yg dikirim melalui syaraf simpatis juga dapat menghambat efek dari

parasimpatis melalui nervus vagus. Kemungkinan melalui pelepasan neuropeptida,


yang berperan sebagai kotransmiter pada ujung syaraf simpatis(Sherwood, 2001).
Pada umumnya perangsangan simpatis akan meningkatkan seluruh aktivitas
jantung keadaan ini tercapai dengan naiknya frrekuensi dan kekuatan kontraksi
jantung.

Perangsanga

parasimpatis

menimbulkan

efek

yang

berlawanan

menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi. Akibat atau


pengaruh ini dapat diungkapkan dengan cara lain, perangsangan simpatis akan
meningkatkan keefektifan jnatung sebagai pompa yang diperlukan selama kerja
berat. Sedangkan perangsangan para simpatis menurunkan pemompaan jantung,
membuat jantung dapat beristirahat diantara aktivitas kerja yang berat(Guyton,
2008).
d.Sistem Hantaran Jantung
Dengan sistem hantaran jantung, maka irama denyut jantung dapat
dikendalikan agar tetap dalam batas-batas normal. Sistem hantaran jantung diawali
pada simpul sinoatrial atau simpul sinus yang terdapat di bagian atrium kanan, di
dekat muara vena cava superior. Simpul sinus normal merupakan primary cardiac
pacemaker tetapi dalam kondisi tertentu maka pacu jantung (cardiac pacemaker)
yang terdapat di dalam simpul atrioventrikular atau di sepanjang sistem hantaran
jantung dapat tetap berdenyut(Sherwood, 2001).
Sistem hantaran jantung tersebut terdiri dari simpul sinus, preferential
internodal pathways, simpul atrioventrikular, berkas His dan sistem Purkinje yang
dapat dipelajari pada gambar berikut ini(Sherwood, 2001).

Simpul Sinus dan Pacu Jantung


Urutan normal bagian fungsional jantung yang berdenyut merupakan
kontraksi atrium yang disusul dengan kontraksi ventrikel dan akhirnya relaksasi
jantung. Periode kontraksi dan relaksasi ini terjadi dalam satu siklus jantung.
Terjadinya denyut jantung akibat suatu sistem hantaran impuls, sangat khusus yang
dimulai dari pusat pacu jantung (cardiac pacemaker) yang tertinggi di dalam
atrium dan disebut sebagai simpul sinoatrial atau simpul sinus(Masud, 1989).
Sistem hantaran (impuls) jantung atau Specialized Conducting System
(SCS) mampu menghasilkan impuls dan menghantarkan ke seluruh bagian sel otot
jantung sehingga dimulai depolarisasi bagian-bagian jantung dan disusul kontraksi
jantung. Pada dasarnya sistem hantaran khusus terdiri dari sel khusus seperti sel
pacu jantung(sel P), sel Purkinje, sel transisional (sel T) dan myocardium sel. Selsel tersebut berhubungan satu sama lain melalui membran plasma dan intercalated
disc. Dan telah bayak diketahui bahwa simpul sinus memiliki tingkat otomatisitas
yang tertinggi dibandingkan dengan bagian-bagian SCS lainnya, dan selalu
memproduksi impuls yang baru, sehingga menyebabkan jantung selalu berdenyut
dengan irama yang ritmik(Masud, 1989).
Di dalam Sistem Hantaran Khusus, sel-sel khusus yang menghasilkan
rapid inherent rhythm disebut sebagai sel pacu jantung dan pada keadaan normal
dominan di bagian simpul sinus. Tetapi pada keadaan tertentu, dengan simpul sinus
tidak lagi memproduksi impuls, maka bagian lain SCS seperti simpul atriovetrikular, akan menggantikannya. Dengan ditemukannya simpul sinus oleh Keith
dan Flack dan diperjelas fungsinya oleh penemuan Wybow dan Lewis, maka
simpul sinus telah dipertahankan sebagai pacu jantung dengan the first highest
inherent rhythm dan ini berarti bahwa simpul sinus mendominasi pengaturan
irama jantung. Dengan demikian maka irama kontraksi otot-otot jantung
dikendalikan oleh adanya alur-alur impuls yang diproduksi oleh simpuls sinus
secara ritmik dan kemudian impuls dihantarkan ke otot-otot jantung melalui
SCS(Masud, 1989).
Sel myocardium, karena mengandung sel-sel khusus tersebut, mungkin
memiliki

sifat-sifat

yang

paling khas

yaitu

otomatisitas,

rhythmicity,

konduktivitas dan kontraktilitas. Otomatisitas jantung merupakan kemampuan sel

myocardium untuk menghasilkan impuls mandiri secara ritmik dan mampu


mempengaruhi
konduktivitas

perubahan-perubahan

denyut

jantung

(aksi

kronotropik);

jantung menempuh kemampuan sel myocardium untuk cepat

menghantarkan impuls cepat, sedangkan kontraktilitas jantung menempuh


kemampuan myocardium untuk berkontraksi sesuai dengan hukum kekuatan
kontraksi otot dan bersifat generatif(Masud, 1989).
Simpul sinoatrial yang terletak di atrium kanan dan di bawah epicardium
dari sulcus terminalis memiliki morfologi berbentuk cresentic structure dan
terbagi dalam bagian kepala, batang tubuh dan ekor. Panjangnya lima belas
milimeter dan lebarnya lima milimeter (dari vena cava superior ke bagian tepi
atrium) dan tebalnya dua milimeter yang diukur dari epicardium ke permukaan
endocardium. Simpul sinus mendapatkan aliran darah dari arteri sinoatrial, yang
merupakan cabang arteri circumflexa sinister sebanyak empat puluh lima persen
dan arteri coronaria dexter sebanyak lima puluh lima persen. Impuls yang
diproduksi di bagian simpul sinus akan disebarkan ke seluruh bagian jantung
melalui SCS, yang diantara simpul sinus dengan simpul atrioventrikular terdapat
preferential internodal pathways yang terdiri dari (1) cabang anterior (berkas
cabang descendens Bachmann), (2) cabang berkas Wenkebach atau midle
internodal pathways, dan (3) jaras Rhorl atau cabang posterior, sedangkan dari
sinus terdapat cabang by-pass yang merupakan saluran yang berhubungan
langsung dengan bagian distal simpul atrioventrikular(Masud, 1989).
Simpul Atrioventrikular
Letaknya di dekat annulus katup mitral dan di bagian belakang dekat
dengan ostium sinus coronarius dan batas bagian distal berhubungan dengan berkas
His. Seperti simpul sinus, maka simpul atrioventrikular mendapat darah dari arteri
nodus atrioventrikular yang berasal dari cabang arteri coronaria dexter sebayak
sembilan puluh persen dan arteria circumflexa sinister sebanyak sepuluh persen. Di
dalam simpul atrioventrikular terdapat jaringan kolagen dan sel-sel pacu jantung,
tempat serabut-serabut selnya di bagian distal meneruskan diri sebagai berkas
atrioventrikular

dan

di

internodal(Masud, 1989).

bagian

proksimal

berhubungan

dengan

lintasan

Penjalaran impuls di dalam simpul atrioventrikular termasuk yang paling


lambat yaitu sekitar dua per sepuluh sampai lima per sepuluh meter per detik dan
kelambatan ini disebabkan oleh : (1) serabut-serabutnya amat kecil dibandingkan
dengan bagian lainnya, (2) kurang permeabel terhadap ion-ion natrium atau kalium,
(3) asal embrionik serabut-serabutnya berbeda dengan bagian SCS lainnya dan (4)
tidak semua impuls yang datang ke simpul atrioventrikular tepat pada saat periode
refrakter relatif dan kebanyakan jatuh pada saat periode refrakter absolut.
Walaupun demikian terdapat keuntungan, karena adanya kelambatan penjalaran
impuls ini memberikan kesempatan pada atrium untuk berkontraksi mendorong
darah ke dalam ventrikel, sebelum ventrikel ikut berkontraksi(Masud, 1989).
Berkas His
Berkas His terbagi menjadi dua cabang yaitu cabang berkas His kiri (left
bundle branch) dan cabang berkas His kanan (right bundle branch). Pada cabang
berkas kanan, serabut-serabutnya melalui septum interventrikular menuju ke bagian
epicardium sedangkan pada cabang berkas kiri bercabang lagi menjadi ranting
anterosuperior yang melayani sebagian besar permukaan anterosuperior ventrikel
kiri dan ranting posteroinferior yang melayani bagian posteroinferior ventrikel kiri.
Berkas His ini merupakan lanjutan simpul atrioventrikular dan setelah bercabang
lagi, maka serabut-serabutnya kemudian membentuk anyaman Purkinje dan
tersebar luas di antara serabut kontraktil myocardium(Masud, 1989).
Serabut-serabut Purkinje inilah yang menghantarkan impuls secara cepat
dengan kecepatan satu setengah sampai empat meter per detik. Waktu untuk
menghantarkan impuls dari simpul sinus ke simpul atrioventrikular kurang lebih
empat per seratus sampai enam per seratus dan ini sesuai dengan gelombang P pada
elektrokardiogram dan setelah sepersepuluh detik kemudian impuls sampai pada
berkas His. Dan waktu yang diperlukan untuk mencapai otot-otot ventrikel berkisar
seluruhnya sebesar delapan belas per seratus detik sampai dua persepuluh detik.
Dan waktu ini sesuai dengan interval PR pencatatan listrik jantung dengan alat
elektrokardiograf(Masud, 1989).

Pengendalian denyut jantung


Jadi, seperti yang khas dari sistem saraf otonom, efek parasimpatisdan
simpatis pada denyut jantung antagonistik (berlawanan satu sama lain). Pada saat
tertentu denyut jantung sebagian besar ditentukan oleh keseimbangan yang ada
antara efek penghambatan saraf vagus dan efek stimulasi dari saraf simpatis
jantung. Dalam kondisi istirahat, pengaruh parasimpatis adalah dominan. Bahkan,
jika semua saraf otonom ke jantung diblokir, denyut jantung istirahat akan
meningkat dari nilai rata-rata 70 denyut per menit untuk sekitar 100 denyut per
menit, yang merupakan tingkat rata-rata keluaran spontan simpul SA ketika tidak
mengalami pengaruh saraf. (Kami menggunakan 70 denyut per menit sebagai
tingkat normal keluaran simpul SA karena ini adalah rata-rata dalam kondisi
normal dalam tubuh.) Perubahan dalam denyut jantung melampaui tingkat istirahat
ini di kedua arah dapat dicapai dengan menggeser keseimbangan stimulasi saraf
otonom. Denyut jantung meningkat secara bersamaan meningkatkan aktivitas
simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis, penurunan denyut jantung
disebabkan oleh kenaikan bersamaan aktivitas parasimpatis dan penurunan aktivitas
simpatik. Tingkat relatif aktivitas dua cabang otonom ke jantung pada gilirannya
terutama dikoordinasikan oleh pusat kendali jantung yang terletak di batang
otak. Meskipun persarafan otonom adalah yang utama yang mengatur denyut
jantung, faktor lain juga mempunyai peran yang sama. Yang paling penting dari ini
adalah epinephrine, hormon yang disekresikan ke dalam darah dari medulla adrenal
pada rangsangan simpatis dan bertindak pada tingkat jantung dengan cara yang
sama dengan norepinephrin untuk meningkatkan denyut jantung. Epinephrin oleh
karena itu memperkuat efek langsung yang dimiliki sistem saraf simpatis terhadap
jantung(Ganong, 1988).

Tabel Efek Otonomik Pada Berbagai Organ Tubuh

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem limbik berfungsi mengendalikan emosi, mengendalikan hormon,
memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, seksualitas, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang, perubahan fisik seperti hipertensi,
berkeringat memiliki hubungan dengan Hypothalamus dan sistem limbic.
Bagian sistem saraf yang mengatur fungsi viseral tubuh disebut sistem saraf
otonom, yang membantu mengatur tekanan arteri, sekresi gastrointestinal,
pengosongan kandung kemih berkeringat, suhu tubuh dan aktivitas lainnya; hampir
semuanya diatur oleh sistem saraf otonom, sedangkan yang lain sebagian saja.

3.2 Saran
Penulisan makalah ini memiliki banyak kekurangannya baik dari segi
penulisannya maupun dari materi yang dibahas, besar harapan tim penyusun untuk
pembaca memberikan kritikan ataupun sarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, W.F. 1988. Fisiologi Kedokteran. Alih Bahasa: Adji Darma, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Guyton A.C. 2008. Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Jack de Groot. 2002. Neuroanatomi korelatif (correlative neuroanatomy) Edisi 24.
Jakarta : EGC
Masud, Ibnu. 1989. Dasar-Dasar Fisiologi Kardiovaskuler, 35-38, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta Masud
Muray KR, Granner KD, Rodwell WV. 2009. Biokimia Harper. Jakarta : EGC
Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.
Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.
Rosyidi, Alvi. 1996. Anatomi Fisiologi dan Gizi Manusia. Surakarta: UNS
Sherwood, Lauralee. 2001. Human Physiology Fifth Edition, Thomson : United States
Sloane E. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC

You might also like