You are on page 1of 39

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang utama. DM
merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup. Frekuensi yang
nyata sangat sulit untuk ditentukan karena kemungkinan disebabkan perbedaan
standar diagnosis antara 1-2% .Karakteristik penyakit ini disebabkan suatu
abnormalitas metabolik, komplikasi jangka panjang dapat mengenai mata, ginjal,
persarafan, dan pembuluh darah dan suatu lesi pada membran basal. Diabetes
melitus dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia
saat ini penyakit DM belum menempati prioritas utama pelayanan kesehatan
walaupun sudah jelas dampak negatifnya ,yaitu berupa penurunan kualitas SDM,
terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkan.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia.
Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia (2003) diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi
DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2% maka diperkirakan
pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,5juta di
daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan
pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta yang berusia diatas 20 tahun dan dengan
asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%) maka diperkirakan
terdapat 12 juta diabetisi didaerah urban dan 8,1 juta di daerah rural. Suatu jumlah
yang sangat besar,dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani
sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis bahkan oleh semua tenaga kesehatan
yang ada. Mengingat bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas
sumberdaya manusia dan peningkatan biaya kesehatan yang cukup besar, semua
pihak, baik masyarakat maupun pemerintah sebaiknya ikut serta dalam usaha
penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan.
1

I.2 Tujuan
Presentasi Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam di Rumah Sakit Margono Soekardjo, dimana didalamnya
berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
dari penyakit Diabetes Melitus.

BAB II
PRESENTASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny.D

Umur

: 65 tahun

Pekerjaan

: IRT

Alamat

: Jati Lawang RT 01/04

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

No. CM

: 881966

Ruang rawat

: Dahlia KL 1

Tanggal masuk

: 30 Maret 2013

Tanggal periksa

: 8 April 2013

B. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesa pada tanggal 8 April 2013
Keluhan Utama

: Kaki kiri luka dan terasa nyeri

Keluhan Tambahan

: Kesemutan, banyak makan, minum dan sering


merasa haus

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien masuk ke IGD RS Margono Soekarjo pada tanggal 30 Maret 2013. Pasien
mengatakan sudah 1 bulan yang lalu kaki kiri pasien mengalami luka dan tidak
sembuh. Pasien mengatakan awalnya timbul luka kecil di kaki kiri. Mula-mula
luka tersebut berukuran kecil, dua hari kemudian lukanya bertambah merah,
selanjutnya lukanya menjadi terbuka dan berbau. Pasien mengaku rajin merawat
lukanya dengan betadin, namun lukanya tidak mengalami penyembuhan, bahkan
menjadi bengkak kemerahan yang disertai nanah dan terasa nyeri. Pasien juga
mengeluh badan terasa lemas, pusing dan kesemutan pada kedua kaki. Buang air
besar lancar, buang air kecil warna kuning jernih, tidak disertai nyeri ataupun rasa

panas, dalam sehari pasien buang air kecil lebih dari 10 kali meningkat terutama
malam hari. Keluhan serupa pernah dialami pasien pada kaki kanan pada tahun
2011 dan sudah diamputasi. Pasien mengatakan mempunyai riwayat Diabetes
Melitus sejak tahun 2004 saat usia pasien 55 tahun. Awalnya pasien sering
mengeluh banyak makan dan minum dan sering pipis tapi tidak pernah periksa
kedokter sebelumnya. Atas anjuran keluarganya pasien memeriksakan diri ke
dokter dan dokter mendiagnosis bahwa pasien menderita Diabetes Melitus. Pasien
mengatakan bahwa ada riwayat pada keluarga pasien yang menderita diabetes.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat dengan keluhan yang sama : terdapat
Riwayat Hipertensi

: Ada

Riwayat DM

: Ada, sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

Riwayat Rokok

: disangkal

Riwayat OAT

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Ada anggota keluarga pasien yang pernah menderita kelainan dengan
gejala yang sama dengan pasien.
F. RIWAYAT SOSIAL
Pasien mengatakan sejak dulu mempunyai berat badan berlebih dan
malas berolahraga.
G. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 8 April 2013, pukul 06.30 WIB
Keadaan Umum
- Kesan sakit

: Sakit sedang

- Kesadaran

: Compos mentis

- Berat Badan

: 70 kg

- Tinggi Badan

: 160 cm

- IMT

: 27.3 kg/ m2

- Tanda Vital

: - Tekanan darah

: 140/80 mmHg

- Nadi

: 78x/menit, reguler

- Pernapasan

: 18 x/menit

- Suhu

: 36.3 C

Status generalis

Pemeriksaan kepala
-

Bentuk kepala

: Normochepal, simetris

Rambut

: Warna putih, distribusi merata, tidak mudah


dicabut, tidak mudah rontok

Pemeriksaan mata
-

Palpebra

: Edema (-/-)

Konjungtiva

: Anemis (-/-)

Sklera

: Ikterik (-/-)

Pemeriksaan telinga
-

Letak

: Simetris

Bentuk

: Normal

Discharge

: Tidak ada

Benjolan

: Tidak ada

Pemeriksaan hidung
-

Discharge

: Tidak ada

Deviasi septum

: Tidak ada

NCH : Tidak ada

Pemeriksaan mulut

Sianosis

: Tidak ada

Lidah kotor

: Tidak ada

Lidah hiperemis : Tidak ada

Pemeriksaan leher
-

Inspeksi

: Tidak terlihat benjolan atau massa

Palpasi

: Kelenjar getah bening leher kanan dan kiri tidak teraba


membesar, tidak terdapat nyeri tekan
Spider naevi tidak ada
Tidak ada deviasi trakhea
Jugular Venous Pressure tidak meningkat

Pemeriksaan dada
Paru-paru
Inspeksi

: Dinding dada simetris


Ketinggalan gerak (-), venektasi (-)

Palpasi

: Vokal fremitus apex paru kanan = kiri


Vokal fremitus basal paru kanan = kiri

Perkusi

: Suara sonor pada seluruh lapang paru


Peranjakan paru 2 cm
Batas paru hepar SIC V LMC dextra

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-),


ronkhi basah halus (-/-), ronkhi basah kasar
(-/-), tidak ada eksperium di perpanjang.

Jantung
Inspeksi

: Tidak terlihat pulsasi iktus cordis

Palpasi

: Teraba pulsasi iktus kordis di SIC V 1 jari medial pada


LMCS, tidak kuat angkat, tidak teraba thrill

Perkusi

: - Batas kiri atas


- Batas kiri bawah

: SIC II linea parasternal sinistra


: SIC V 1 jari medial linea
midclavikula sinistra

- Batas kanan atas

: SIC II linea parasternal dekstra

- Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternal dekstra


6

Auskultasi

: S1 > S2, irreguler, bising (-), gallop (-)

Pemeriksaan abdomen
Inspeksi

Datar

Auskultasi

: Bunyi usus (+) normal

Palpasi

: Hepar dan lien dalam batas normal (ttb)

Perkusi

: Timpani pada seluruh regio abdomen


Nyeri ketok kostovertebrae kanan dan kiri (-)

Kulit
Turgor kulit normal

Ekstremitas
-

Superior

: Deformitas (-/-), jari tabuh (-/-), sianosis (-/-),

tremor (-/-),
edema (-/-), kesemutan (-/-), sensorik dan motorik baik,
eutrofi (-/-), reflek fisiologis (+/+) normal, reflek patologis
(-/-)
-

Inferior

: Status lokalis pedis sinistra :

Ulcus pedis sinistra


Inspeksi : Perban (+), bengkak (+)
Palpasi : NT (+)

H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Lab tanggal 31 Maret 2013
Hemoglobin (Hb)

: 11.2 g/dl

Normal : 13-16 g/dl

Leukosit

: 11.350 /ul

Normal : 4800-10800/ul

Hematokrit (Ht)

: 34

Normal : 37-47

Eritrosit

: 4.2 jt/ul

Normal : 4.2-5.4

Trombosit

: 562.000/uI

Normal :150.000-450.000/ul

MCV

: 79.5 fl

Normal : 79.0-90.0 fl

MCH

: 26.5 pg

Normal : 33.0-37.0 pgr

MCHC

: 33

Normal : 31-36

RDW

: 12.6

Normal :11.5-14.5

MPV

: 8.6

Normal : 7.2 -11.1

Basofil

: 0.4

Normal : 0.0-1.0

Eosinofil

: 1.9

Normal : 2.0-4.0

Batang

: 0.00

Normal : 2.00-5.00

Segmen

: 71.7

Normal : 40.0-70.0

Monosit

: 10.9

Normal : 2.0-8.0

Limfosit

: 15.1

Normal : 25.0-40.0

: 35.1 mg/ dl

Normal : 14.8-38.52

Hitung Jenis :

Pemeriksaan Kimia Klinik


Ureum darah
Kreatinin

: 0.00 mg/ dl

Normal : 0.00-1.00

Glukosa Sewaktu

: 500 mg/ dl

Normal : < 200

Glukosa Puasa

: 257 mg/ dl

Normal : 74-106

Glukosa 2 jam PP

: 353 mg/ dl

Normal : < 126

HBA1C

: > 14

Normal : 4.7-7.5

Kalium

: 3.4

Normal : 3.4-5.1

Pemeriksaann Urine lengkap


Warna

: Kuning

Normal : Kuning Muda

Kejernihan

: Jernih

Normal : Jernih

Bau

: Khas

Normal : Khas

Berat Jenis

: 1.015

Normal : 1.010-1.015

PH

: 5.0

Normal : 4.6-7.8

Leukosit

: 25

Negatif

Nitrit

: Negatif

Negatif

Protein

: Negatif

Negatif

Glukosa

: 300

Negatif

Keton

: Negatif

Negatif

Urobilinogen

: Normal

Normal

Bilirubin

: Negatif

Negatif

Eritrosit

: Negatif

Negatif

Bakteri

: Negatif

Negatif

Trikomonas

: Negatif

Negatif

Jamur

: Negatif

Negatif

Pemeriksaan Gula Darah 1 April 2013


Glukosa Sewaktu

: 255 mg/ dl

Pemeriksaan Gula Darah 2 April 2013


Glukosa Sewaktu

: 355 mg/dl

Pemeriksaam Gula Darah 3 April 2013


Glukosa Sewaktu

: 245 mg/ dl

Pemeriksaan Gula Darah 5 April 2013


Gula Darah Puasa

: 130

Glukosa 2 jam PP

: 161

Pemeriksaan darah lengkap 6 April 2013


Hemoglobin (Hb)

: 10.3 g/dl

Normal : 13-16 g/dl

Leukosit

: 8840/ul

Normal : 4800-10800/ul

Hematokrit (Ht)

: 32

Normal : 37-47

Eritrosit

: 3.9 jt/ul

Normal : 4.2-5.4

Trombosit

: 698.000/uI Normal : 150.000-400.000/ul

MCV

: 82.0 fl

Normal : 79.00-99.0 fl

MCH

: 26.5 pg

Normal : 27.0.-31.0 pg

MCHC

: 32.4

Normal : 33.0-37.0

RDW

: 13.3

Normal :11.5-14.5

MPV

: 8.3 fl

Normal : 7.2 -11.1

Basofil

: 0.6

Normal : 0.0-1.0

Eosinofil

: 3.5

Normal : 2.4-4.0

Batang

: 0.0

Normal : 2.00-5.00

Segmen

: 46.3.

Normal : 40.0-70.0

Monosit

: 9.4

Normal : 2.0-8.0

Limfosit

: 4.02

Normal : 25.0-40.0

Hitung Jenis :

Pemeriksaan Kimia Klinik


Total Albumin

: 7.05 g/dl

Normal : 6.40-8.20 g/ dl

Albumin

: 3.14 g/dl

Normal : 3.40-5.00 g/ dl

Globulin

: 3.91 g/dl

Normal : 2.70-3.20 g/ dl

Glukosa Sewaktu

: 254 g/ dl

Normal : < 200

Pemeriksaan Lab tanggal 8 april 2013


Glukosa Sewaktu

: 97 g/ dl

Normal : < 200

Cek Ulang Glukosa Sewaktu : 297 g/ dl

Normal : < 200

Elektrolit

: 136 mmol/ L

Normal :136-145

Kalium

: 3.9 mmol/ L

Normal : 3.5- 5.1

Klorida

: 96 mmol/L

Normal : 98- 107

Kalsium

: 8.9 mg/ dl

Normal : 8.4- 10.2

Pemeriksaan elektrolit:
Natrium

: 140 mmol/dl

Normal : 140-148 mmol/dl

Kalium

: 3.6 mmol/dl

Normal : 3,5- 5,5 mmol/dl

Klorida

: 97 mmol/dl

Normal:100-106 mmol/dl

Pemeriksaan lab tanggal 9 April 2013


Glukosa Sewaktu

: 420 mg/ dl

Normal : < 200

Pemeriksaan Lab tanggal 10 april 2013


Glukosa sewaktu

: 343 mg/ dl

Normal : < 200

Glukosa sewaktu

: 198 mg/ dl

Normal : < 200

Pemeriksaan lab tanggal 11 april 2013


Glukosa sewaktu

: 178 mg/ dl

Normal : < 200

Glukosa sewaktu

: 162 mg/ dl

Normal : < 200

Pemeriksaan X Foto Pedis Sinistra AP- OBLIQUE


KESAN

Amputatum pada phalang distal digiti I dan metatarsal V

Fraktur patologis pada caput metatarsal III dan IV


GAMBARAN OSTEOMYELITIS

10

Pemeriksaan EKG

KESIMPULAN PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
NY. D Mengeluh nyeri di kaki kirinya, keluhan dirasakan sejak 1 bulan yang
lalu. Awalnya pasien mengeluh bengkak pada kakinya yang kemudian
bernanah dan mengeluarkan bau, pasien sudah membersihkan lukanya dengan
betadine namun gejalanya tidak kunjung sembuh dan semakin parah. Keluhan
serupa pernah dialami pasien pada kaki kanan dan pernah diamputasi.
RPD : Riwayat keluhan serupa : Terdapat
11

RPK : DM (+)
2. Pemeriksaan fisik
Tanda Vital

: - Tekanan darah

: 140/80 mmHg

- Nadi

: 78x/menit, reguler

- Pernapasan

: 18 x/menit

- Suhu

: 36.3 C

3. Pemeriksaan penunjang :
-

31 Maret 2013 : Leukosit: 11.350

Normal: 4800- 10800/ uL

6 April 2013

Normal : 4800-10800/uL

Leukosit : 8840

I. DIAGNOSIS KERJA :

DM Tipe II disertai Ulkus Pedis Sinistra

J. DAFTAR MASALAH

Ulkus diabetikum pedis sinistra

DM tipe II

K. TERAPI :
1.

Non Medikamentosa
Bed rest, diet DM : karbohidrat 60 70 %, protein 10 15 %, dan lemak
20 25 %.
BB Ideal : = (TB dalam cm 100) - 10 %
= ( 160 cm 100) 6
= 54 kg
Edukasi :
Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai makna dan
perlunya pengendalian serta pemantauan penyakit DM, penyulit DM,
intervensi farmakologis dan nonfarmakologis, pentingnya latihan jasmani
yang teratur.
12

2.

Medikamentosa :
1. IVFD Nacl 20 tpm
2. Inj Ceftazidine 2x 1gr
3. Inj Metronidazole 3x500 mg
4. Lantus 0-0-6
5. Analsix 3x1 tab
6. Sliding scale/ 6 jam
GD

RI

(mg/dL)

(Unit, subkutan)

< 200

200.250

250.300

10

300.350

15

>350

20

L. PROGNOSIS

Quo ad vitam dubia ad bonam

Quo ad functionam ad bonam

13

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 Diabetes Melitus
Definisi
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya.
Klasifikasi
1. Diabetes melitus tipe 1
Terjadi destruksi sel , umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut.
Terjadi melalui proses imunologik atau idiopatik. Kekerapan di negara barat
10%, di negara tropik jauh lebih sedikit lagi. Gambaran klinik biasanya timbul
pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa remaja. Tetapi ada juga
yang timbul pada masa dewasa.
2. Diabetes melitus tipe 2
Jenis yang paling banyak ditemukan (lebih dari 90%). Timbul makin sering
setelah umur 40 tahun.
3. Diabetes melitus tipe lain
Defek genetik fungsi sel , defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin
pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi
yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Sindrom
Down, Sindrom Klinefelter, chorea Hungtinton, porfiria, dan lain-lain).
4. Diabetes melitus gestasional
Diabetes yang mulai timbul atau mulai diketahui selama kehamilan.

14

Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2


Nama lama

DM tipe 1
DM Juvenil

DM tipe 2
DM dewasa

Umur (th)

Biasa<40 (tapi tak selalu)

Biasa>40 (tapi tak selalu)

Keadaan klinik saat diagnosis

Berat

Ringan

Kadar insulin

Tak ada insulin

Insulin cukup / tinggi

Berat badan

Biasanya kurus

Biasanya gemuk / normal

Terapi

Insulin, diet, olah raga.

Diet, olah raga, tablet,


insulin

Etiologi
DM tipe 2 disebut juga Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Sel tidak mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan
glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Pada awalnya resistensi insulin belum menyebabkan diabetes klinis. Sel
pankreas masih dapat mengkompensasi, sehingga terjadi hiperinsulinemia, kadar
glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah
terjadi kelelahan sel pankreas, baru terjadi diabetes melitus klinis, yang ditandai
dengan adanya kadar glukosa darah yang meningkat, memenuhi kriteria diagnosis
diabetes melitus.
Patofisiologi
Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak.
Tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
15

Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang,
maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat.
Gejala klinis

Banyak makan (polifagia)

Sering merasa haus (polidipsia)

Sering kencing (poliuria) terutama malam hari

Lemas

Berat badan menurun

Kesemutan pada jari tangan dan kaki

Gatal-gatal

Penglihatan kabur

Impotensi pada pria

Pruritus vulva pada wanita

Luka sukar sembuh

Melahirkan bayi dengan berat badan > 4 kg

Faktor Resiko DM
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi :
Riwayat keluarga dengan DM

Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring dengan


meningkatnya usia.

Riwayat pernah menderita DM gestasional

16

Riwayat lahir dengan BB rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir
dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding bayi
yang lahir dengan BB normal.

Faktor risiko yang bisa dimodifikasi :

Berat badan lebih

Kurang aktifitas fisik

Hipertensi

Dislipidemia

Diet tak sehat. Diet dengan tinggi gula dan rendah serat akan
meningkatkan risiko menderita prediabetes dan DM tipe 2.

Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes :

Penderita polycictic ovary syndrome (PCOS)

Penderita sindroma metabolik

Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.


Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood) vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
diabetisi.

17

Tujuan penatalaksanaan
A. Jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa
nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
B. Jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroaniopati, makroangiopati, dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan maortalitas dini DM.
Pilar penatalaksanaan DM
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu ( 2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral
(OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam
keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin
dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan
gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien,
sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri,
setelah mendapat pelatihan khusus.
Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan.

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik


oral atau insulin serta obat-obatan lain.
18

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak
tersedia).

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau


hipoglikemia.

Pentingnya latihan jasmani yang teratur.


o Masalah khusus yang dihadapi (misal : hiperglikemia pada
kehamilan).

Pentingnya perawatan diri.

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.

Terapi Gizi Medis (TGM)


Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya
guna mencapai target terapi. Prinsip pengaturan makan pada diabetisi
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan,
terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran
juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin,
sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani aerobik seperti jalan kaki, bersepeda
santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan
dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan kebiasaan hidup
yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

19

Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.

Penyulit DM
I. Penyulit akut
1. Ketoasidosis diabetik
2. Hiperosmoral nonketotik
3. Hipoglikemia
II. Penyulit menahun
1. Makroangiopati :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati :
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati diabetik
4. Ulkus diabetikum

Insulin
Farmakokinetik
Berbagai jenis insulin mulai dari human insulin sampai insulin analog.
Kebutuhan insulin basal dan prandial/setelah makan terdapat jenis insulin
yang digunakan, yang pada akhirnya akan tercapai kendali kadar glukosa
darah sesui sasaran terapi. Untuk memenuhi kebutuhan insulin basal dapat
digunakan insulin kerja menengah (intermediate-acting insulin) atau kerja
panjang (long-acting insulin). Sementara untuk memenuhi insulin prandial
(setelah makan) digunakan insulin kerja cepat (sering disebut insulin

20

reguler/short-acting insulin) atau insulin kerja sangat cepat (rapid atau


ultra-rapid acting insulun)
Insulin diperlukan pada keadaan :

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik

Hiperglikemia dengan asidos laktat.

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal.

Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan


TGM.

Ganguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yaitu :

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin

Efek samping utama adalah terjadinya hipoglikemia

Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin


yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin

21

Mekanisme OHO dan Insulin

Sulfonilurea : Bekerja di pankreas, meningkatkan sekresi insulin


Contoh:

Generik: Glibenklamid,
Produk: Daonil , 2,5 mg, 5 mg
Dosis harian: 2,5 - 15 mg
Lama kerja: 12 24 jam
Frekuensi: 1-2 x/hari
Pemberian sebelum makan

Biguanid :
Contoh:

Bekerja di hati, menekan produksi glukos


Generik: Metformin,
Produk: Glocophage , 500 mg, 850 mg
Dosis harian: 250-3000 mg
Lama kerja: 6 8 jam
Frekuensi: 1- 3 x/hari
Pemberian bersama/setelah makan

Penghambat glukosidase alfa : Bekerja di saluran cerna, menghambat


absorpsi glukosa
Contoh :

Generik: Acarbose
Produk: Glucobay ,50 mg, 100 mg
Dosis harian: 100-300 mg
Frekuensi: 3 x/hari
Pemberian bersama suapan pertama

Tiazolidindion : Bekerja pada sel, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin

22

Contoh :

Generik: Pioglitazon
Produk: Actos , 15 mg, 30 mg
Dosis harian: 15 30 mg
Frekuensi: 1 x/hari
Pemberiannya tidak tergantung jadwal makan

Jenis dan Lama Kerja Insulin


Insulin

Awitan

Efek puncak

Durasi efektif

Regular

0,5-1,0

23

36

46

NPH

2-3

4 10

10 16

14 18

Lente

3-4

4 10

12 18

16 20

Insulin

Awitan

Efek puncak

Durasi efektif

Durasi maksimum

Lispro

0,25

12

34

Aspart

0,25

12

34

Glargine

4-5

Tanpa

24

24

puncak

Durasi maksimum

Insulin di Indonesia

Lama kerja
Cepat

Efek Puncak
2 4 jam

6 8 jam
Pendek

2 4 jam

6 8 jam
Menengah
18-24 jam

23

4 12 jam

Macam

Buatan

Novo-Rapid

Novo (U-40 dan U-100)

Humalog

Eli Lilly (U-100)

Actrapid

Novo (U-40 dan U-100)

Humulin-R

Eli Lilly (U-40 dan U-100)

Insulatard Human

Novo (U-40 dan U-100)

Monotard Humad

Novo (U-40 dan U-100)

Humulin-N
Campuran

1 8 jam

14 - 15 jam
Panjang

Tanpa puncak

Eli Lilly (U-100)

Mixtard 30/70

Humulin 30/70

Lantus

Aventis

24 jam

Cara pemakaian insulin

Insulin kerja cepat/pendek: diberikan 15-30 menit sebelum makan

Insulin analog: diberikan sesaat sebelum makan

Insulin kerja menengah: 1-2 kali sehari, 15-30 menit sebelum makan

Cara pemberian insulin


1. insulin intra vena
2. insulin subkutan
Cara penghitungan dosis insulin subkutan
Pasien dengan terapi insulin intravena 2 U/jam selama 6 jam terakhir,
rekomandasi dosisnya adalah:

Dosis subkutan/hari adalah 80% dari total insulin harian (ITH)


yang diberikan invus intra vena:
80% X (2 U/jam X 24) = 38 U

Dosis insulin basal: 50% dari DTH subkutan:


50% X 38 U = 19 U (insulin analog long-acting)

Dosis total harian: 50% dari DTH subkutan:


50% X 38 U = 19 U total prandial (insulin analog rapid-acting)
Jika pasien makan 3 X/hari maka diberikan 6 U setiap kali makan

Dosis koreksi:
(glukosa darah aktual glukosa darah sasaran) : faktor koreksi

24

Faktor koreksi = 1500 : 38 = - 40 mg/dl (formula ini menggunakan


insulin reguler) faktor koreksi untuk insulin analog= 1700 : 38 =
-40 mg/d
Komplikasi terapi insulin
1. Hipoglikemia
2. Peningkatan berat badan
3. Edema insulin
4. Reaksi lokal terhadap suntikan insulin
5. Alergi
Cara pemberian OHO

Sulfonilurea generasi I dan II : 10 30 menit sebelum makan

Glimepiride : sebelum/ sesaat sebelum makan

Repaglinide, nateglinide : sebelum makan

Metformin : sebelum/ sesudah makan karbohidrat (sesuai toleransi)

Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama suapan pertama

Glitazone : tidak bergantung pada jadual makan

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara berahap sesuai
respon kadar glukosa darah bisa sampai dosis mendekati maksimal atau
maksimal.

Hindari penggunaan OHO kerja panjang pada usia lanjut dengan DM.

Obat Hipoglikemik Oral (OHO)


Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
o Pemicu sekresi insulin (insuline secretagogue) : sulfonilurea dan
glinid.
o Penambah sensitifitas terhadap insulin : metformin, tiaolidindon.
o Penghambat glukoneogenesis : metformin
o Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase .

25

Terapi kombinasi

Tujuan terapi kombinasi:


o Menurunkan produksi glukosa dari hati
o Meningkatkan sekresi insulin
o Meningkatkan kerja insulin dengan menurunkan resistensi
insulin

Jenis terapi kombinasi:


o Kombinasi mulai 2 sampai 4 macam OHO
o Jenis OHO ditambahkan secara bertahap sesuai respon
o TKOI = Terapi Kombinasi OHO + Insulin
o Insulin sensitizer (glitazon) dapat dikombinasikan dengan semua
jenis SOHO tapi tidak dengan insulin karena dapat menyebabkan
edema.

GANGREN DIABETIKUM
Gangren diabetik adalah merupakan suatu bentuk dari kematian jaringan
pada penderita diabetes mellitus oleh karena berkurangnya atau terhentinya aliran
darah kejaringan tersebut. Kelainan ini didasarkan atas gangguan aliran darah
perifer (angiopati diabetic perifer), gangguan saraf perifer (Neurophaty diabetic
perifer), dan infeksi. Berbagai kuman yang sering menjadi penyebab infeksi
gangren diabetik adalah gabungan bakteri aerob (gram positif dan gram negatif)
dan bakteri anaerob.
Infeksi sering menjadi penyulit dari gangren. Gangren ini merupakan
penyebab masuknya bakteri dan sering polimikrobial yang menyebar dengan
cepat dan dapat menyebabkan kerusakan berat dari jaringan. Pada suatu keadaan
infeksi gangren biasanya disebabkan oleh suatu organisme dari sekitar kulit yang
pada umumnya adalah Staphylococcus aureus ataupun Streptococcus.
Jika drainase tidak adekuat maka perkembangan sellulitis yang dapat
menyebabkan sepsis untuk menginfeksi tendon, tulang dan sendi dibawahnya.
Kadang kadang Staphylococcus dan Streptococcus dijumpai bersamaan dan ini
dapat bergabung mengakibatkan sellulitis yang meluas dan cepat. Streptococcus

26

mensekresi hialuronidase yang dapat mempercepat penyebaran distribusi


necrotizing toxin dari Staphylococcus. Enzim dari bakteri ini juga angiotoxic dan
dapat menyebabkan terjadinya insitu trombosis dari pembuluh darah. Kuman
Gram negatif aerob sama seperti kuman anaerob pada umumnya tumbuh dengan
subur pada infeksi. Kuman aerob ini akan cepat menginfeksi aliran darah dan
kadang kadang mengakibatkan bakteriemia yang akan dapat mengancam
kehidupan.
KLASIFIKASI

Gangren diabetes menurut Edmonds (2004 2005)


- Stage 1 : Normal foot
- Stage 2 : Hight risk foot
- Stage 3 : Ulcerated foot
- Stage 4 : Infected foot
- Stage 5 : Necrotic foot
- Stage 6 : Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2 peran pencegahan primer sangat penting dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan ditingkat
pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan
spesialistik
Untuk stage 5 dan 6 jelas merupakan kasus rawat inap dan jelas sekali memerlikan
suatu kerja sama tim yang sangat erat dimana harus ada dokter bedah utamanya
bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekontruksi
Untuk optimalisasi pengelolaan gangren diabetes pada setiap tahap harus diingat
berbagai faktor yang harus dikendalikan yaitu :
- Mechanical control Presure control
- Metabolic control
- Vascular control
- Education control

27

- Wound control
- Microbiological control infection control
Klasifikasi gangren diabetik menurut Wagner
Grade 0

Tidak ada luka

Grade 1

Ulkus dengan infeksi yang superficial

Grade 2

Ulkus yang lebih dalam sampai ketendon dan tulang tetapi terdapat

infeksi

yang minimal

Grade 3

Ulkus yang lebih dalam sampai ketendon, tulang dan terdapat


abses dan osteomyelitis

Grade 4

Ulkus dan menimbulkan gangren local pada jari jari kaki atau kaki
bagian depan.

Grade 5

Lesi/ulkus dengan gangren ganggren diseluruh kaki

Klasifikasi gangren menurut Texas


A

0
Tidak ada luka

I
Luka

II
III
Luka sampai Luka

superficial

tendon,

dengan

abses,sellulitis,atau

kapsul sendi sepsis sendi


atau tulang
B

Infeksi

Infeksi

Infeksi

Infeksi

Iskemik

Iskemik

Iskemik

Iskemik

Infeksi
iskemik

ETIOLOGI

28

dan Infeksi
iskemik

dan Infeksi
iskemik

dan Infeksi
iskemik

dan

Dari kultur pus pada gangren diabetik yang telah dilakukan pada pasien
rawat inap dari Departemen Penyakit Dalam pada tahun 2000 didapatkan data
mengenai pola kuman bakteri, kuman Gram negatif aerob sama seperti kuman
anaerob tumbuh dengan subur pada infeksi. Kuman aerob dan anaerob dapat cepat
menginfeksi aliran darah dan kadang-kadang dapat mengakibatkan bakteriemia
yang dapat mengancam kehidupan. Pada ulkus yang dalam biasanya dianggap
karena infeksi campuran.
Infeksi bakteri anaerob umumnya dihubungkan dengan adanya nekrosis
jaringan dan osteomyelitis. Infeksi ini sering menjadi penyulit ulkus pada kaki
neuropati dan iskemik. Ulkus menjadi pintu gerbang masuknya bakteri dan sering
polimikrobial yang meliputi bakteri gram positif ataupun gram negatif. Jika
pembuluh darah kaki mengalami trombosis yang kemudian menjadi nekrotik dan
gangren ini menjadi dasar terjadinya gangren diabetik. Kuman Gram negatif
tumbuh dengan subur pada infeksi yang terletak lebih dalam dari permukaan kulit
dimana kuman ini dengan cepat dapat menginfeksi aliran darah dan kadang
kadang dapat mengakibatkan bakteriemia yang dapat mengancam jiwa dari
penderita tersebut.
Berbagai kuman yang sering menjadi penyebab terjadinya infeksi pada
gangren diabetik adalah gabungan antara bakteri gram positif dan gram negatif.
Leicter dkk pada tahun 1988 melaporkan penyebab kuman gangren diabetik 72%
adalah gram positif (Staphylococcus auerius 45%, Streptococcus sp 27%) dan
49% adalah disebabkan oleh bakteri gram negatif (Proteus sp 23%, Pseudomonas
sp 26%).
PATOGENESA
1. Faktor Metabolik
Tingginya kadar gula darah dalam jangka pendek pada luka kaki akan
sangat menyulitkan penyembuhan, sementara luka yang disertai dengan infeksi
juga akan meningkatkan gula darah dalam jangka panjang. Tingginya kadar gula
darah merupakan hal yang paling mendasari terjadinya berbagai kelainan pada
jaringan tubuh penderita diabetes secara umum seperti arterosklerosis, gangguan
29

lemak darah, kekentalan plasma darah, kelenturan eritrosit, berkurangnya daya


fagosit dari pada leukosit.
Sorbitol yang dihasilkan pada jalur metabolik alternatif seperti polyol
pathway merupakan racun yang dapat merusak jaringa saraf , endotel, kornea,dan
sebagainya. Glikolisasi non enzimatik juga sangat berperan dalam patofisiologi
terjadinya komplikasi diabetes secara umum. Dengan glikolisasi non enzimatik
protein protein terutama protein yang turn overnya panjang yang terendam dalam
glukosa yang relatif tinggi akan berobah menjadi protein yang terglikosilasi yang
bersifat irreversibel yang disebut dengan Advance Glycosilation Endproduck
(AGE). AGE ini akan mempunyai sifat khemis dan fisis yang berbeda dengan
protein asalnya yang belum terglikosilasi. Glikosilasi globin pada hemoglobin
menyebabkan kelenturan eritrosit yang mengandung glikosilated globin tersebut
menjadi kurang lentur sehingga akan memperlambat gerakannya pada tingkat
kapiler. Pada eritrosit disamping kelenturannya yang menurun juga ada
kecendrungan aggregasi, secara keseluruhan akan memperlambat aliran darah
yang juga diperberat dengan plasma kental. Glikosilasi jaringan elastin dan
kollagen pada dinding pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah tersebut
menjadi kurang elastis sehingga kelenturannya berkurang dan hal ini akan dapat
menyebabkan tekanan darah meningkat. Glikosilasi protein plasma menyebabkan
plasma menjadi lebih kental dan hal ini juga akan mengganggu kelancaran
sirkulasi.
2. Kelainan Vaskuler berupa Makroangipati dan Mikroangipati
Hal ini menyebabkan aliran darah kekaki menjadi berkurang yang juga
akan diikuti dengan berkurangnya suplai oksigen dan makanan disamping
berkurangnya kemampuan sistim immunologis tubuh pada tempat tersebut.
Terbentuknya makroangiopati terutama disebabkan oleh arterosklerosis dan
arterosklerosis ini sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tekanan darah,
dislipidemi, umur dan lain lain . Mikroangiopati merupakan hal yang kompleks
yang didasari oleh perobahan perobahan sehubungan dengan buruknya kontrol
diabetes secara umum.
30

3. Faktor Neuropati
Neuropati yang terjadi merupakan kombinasi otonomik dengan sensorik yang
berat. Hal ini menyebabkan berkurangnya sensasi nyeri yang sangat penting
dalam reflek menghindar terhadap trauma. Neuropati otonomik pada kaki
menyebabkan fungsi kelenjar keringat berkurang sehingga kulit kering, elastisitas
menurun, dan sering menimbulkan retak dengan infeksi. Selain itu neuropati
otonomik juga dapat menyebabkan edema dan bertambahnya shunting
arterovenosus sehingga memudahkan timbulnya lesi. Neuropati motoris yang
sering mengenai bagian ujung pada kaki menyebabkan atropi otot dan hal ini
selanjutnya akan menyebabkan deformitas telapak kaki sehingga juga berperanan
dalam timbulnya lesi pada kaki.
4. Faktor Mekanis
Tekanan ringan secara terus menerus akan menyebabkan nekrosis iskemik seperti
pemakaian kaus kaki atau sepatu yang ketat yang cukup lama. Nekrosis iskemik
selanjutnya akan menjadi ganggren atau jaringan tersebut digantikan dengan
jaringan tersebut digantikan dengan jaringan ikat dan pembentukan kallus yang
merupakan salah satu predisposisi terjadinya ulserasi. Tekanan yang sedang terjadi
pada waktu berjalan tampa alas kaki dapat menyebabkan autolisis. Bila hal ini
terjadi pada satu tempat secara kronis maka akan terjadi pelepasan enzim
lisosomal yang selanjutnya terjadi pecah jaringan dan ulserasi. Tekana berat
secara langsung akan menyebabkan perlukaan jaringan misalnya terpijak benda
tajam . Hal ini dapat terjadi karena berkurangnya sensori nyeri dan baru
menyadari kalau sudah disertai dengan infeksi yang agak berat.
5. Faktor Infeksi
Kurangnya perasaan sakit menyebabkan pasien tidak menyadari kalau ada
luka dan dengan luka terbuka tampa perawatan akan mengundang infeksi, baru
akan disadari kalau infeksi cukup berat seperti sellulitis yan luas bahkan kadang
sampai terjadi osteomielitis. Pada penderita diabetes luka sedikit saja dikaki harus
mendapat perhatian besar bahkan dikatakan ini merupakan suatu hal yang darurat.
Sering hal ini tidak diperhatikan bahkan dokterpun sering tidak memeriksa kaki

31

penderita diabetes kalau tidak dikeluhkan oleh penderita. Sementara penderita


tidak akan mengeluh kalau luka tersebut tidak cukup serius.
Kerentanan infeksi pada penderita dibetes lebih tinggi kalau dibandingkan dengan
penderita non diabetes sehingga penderita diabetes sering terkena infeksi, bahkan
kuman oportunistik juga dapat menjadi masalah pada penderita diabetes seperti
misalnya kandidiasis . Juga pada kaki penderita diabetes lebih rentan terhadap
infeksi yang disebabkan oleh beberapa hal :
a. Makro dan mikroangiopati yang terjadi sehingga suplai oksigen dan bahan
makanan lainnya kekaki menjadi berkurang termasuk mobilisasi fagosit ketempat
lesi
b. Menurunnya kekuatan sistim immunitas humoral
c. Menurunnya keasaman yang terjadi pada kulit penderita diabetes.
Terjadinya masalah gangren adalah karena adanya hiperglikemia pada
penyandang diabetes yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada
pembuluh darah. Neuropati baik sensorik maupun aotonomik akan mengakibatkan
berbagai perobahan pada kulit dan otot yang kemudian menyebabkan terjadinya
perobahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan
mempermudah

terjadinya

ulkus.

Adanya

kerentanan

terhadap

infeksi

menyebabkan infeksi akan mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
gangren diabetes. Penderita diabetes mellitus yang kadar gulanya tidak terkontrol
akan lebih mudah untuk tumbuh dan berkembangnya bakteri bakteri dari pada
penderita yang kadar gula darahnya terkontrol dan pada orang yang non diabetes.
Penderita dari diabetes ini harus lebih hati hati dan perlu pencegahan infeksi yang
lebih ketat.
Terjadinya gangren dikaki baik yang mengenai jari kaki maupun yang
sudah meluas sampai telapak dan punggung kaki pada umumnya dapat
disebabkan oleh karena suatu proses dari iskemik, neuropati, dan infeksi. Ketiga
penyebab ini dapat terjadi secara bersamaan ataupun sendiri. Infeksi pada kaki
diabetik dapat terjadi pada kulit, otot dan tulang yang pada umumnya disebabkan
32

oleh karena kerusakan dari pembuluh saraf dan aliran darah kedaerah luka .
Infeksi dan ulkus pada kaki diabetes akan bermacam macam manifestasinya.
Literatur melaporkan bahwa hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
perobahan patologi pada pembuluh darah. Ini dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada tunika intima hyperplasia membrana basalis arteria, oklusi
(penyumbatan) arteri dan abnormalitas trombosit sehingga menghantarkan
perlekatan (adhesi) dan pembekuan. Selain itu hiperglikemia juga dapat
menyebabkan leukosit menjadi tidak normal sehingga bila ada infeksi
mikroorganisme (bakteri) akan sulit untuk dimusnahkan oleh sistem fagositosis
bakterisit intra sel. Hal tersebut akan diperoleh lagi oleh tidak saja kekakuan dari
arteri namun juga diperberat oleh rheologi darah yang tidak normal. Menurut
kepustakaan adanya peningkatan dari kadar fibrinogen dan bertambahnya
reaktifitas trombosit akan menyebabkan tingginya agregasi dari sel darah merah
sehingga sirkulasi darah menjadi lambat dan akan mempermudah terbentuknya
trombosit pada dinding pembuluh arteria yang sudah kaku sehingga akhirnya akan
terjadi gangguan sirkulasi.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita diabetes mellitus
antara lain berupa penyempitan dan penyumbatan daerah perifer (yang utama),
sering terjadi pada tungkai bawah (terutama kaki) akibatnya perfusi jaringan dari
bagian distal dan tungkai akan menjadi kurang baik dan akan timbul ulkus yang
kemidian akan berkembang menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit untuk
diatasi dan hal ini tidak jarang memerlukan suatu tindakan amputasi. Gangguan
mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang kemudian akan menyebabkan degenerasi dari
serabut saraf. Keadaan ini akan mengakibatkan suatu neuropati. Disamping itu
dari kasus ulkus/gangren diabetik, kaki diabetik 50% akan mengalami infeksi
akibat munculnya lingkungan darah yang subur untuk berkembangnya bakteri
yang patogen karena berkurangnya suplai oksigen, bakteri bakteri yang akan
tumbuh subur.
PENGOBATAN
33

Sebelum diberikan suatu pengobatan terhadap gangren dapat dilakukan


pemeriksaan terhadap pus pada jaringan ulkus/gangren tersebut. Terdapatnya pus
pada bagian tubuh menunjukkan adanya infeksi akibat dari invasi mikroorganisme
kedalam rongga, jaringan ataupun organ tubuh. Pemeriksaan ini akan banyak
membantu

memastikan

diagnosa

bakteriologik

penyakit

infeksi

yang

menimbulkan pembentukan dari pus. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk
mendapatkan spesimen pus yang memenuhi persyaratan untuk pemeriksaan
bakteriologik, pengambilan dari pada pemeriksaan ini dapat diambil setiap saat
tetapi sebaiknya sebelum pemberian dari antibiotik.
Prosedur dari pengambilan sampel ini dapat dilakukan dalam 2 cara yaitu:
a. luka/ulkus
- Bersihkan luka dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan NaCl fisiologis
sebanyak 3 kali untuk menghilangkan kotoran dan lapisan eksudat atau pus yang
mengering
- Tanpa menyentuh bagian kapas usapkan bagian kapas pada daerah ulkus tampa
menyentuh bagian tepi ulkus
- Kemudian kapas lidi dapat terus dilakukan inokulasi pada agar untuk dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi.
b. Abses
- Dilakukan pemeriksaan disinfeksi dengan povidone iodine 10% diatas abses atau
bagian yang akan ditusuk/insisi. Bersihkan sisa povidone iodine dengan kapas
alkohol 70%
- Tusukkan jarum dan hisap dengan spuit steril cairan pus
- Cabut jarum dan kemudian tutup dengan kapas lidi
- Teteskan cairan aspirasi pus pada lidi kapas steril. Kapas lidi dapat langsung
diinokulasi pada agar atau dapat juga kedalam
media transport. Sisa pus pada spuit dapat dimasukkan kedalam wadah steril dan
dikirim ke laboratorium.
Pengobatan pada gangren diabetik meliputi :
34

1. Konservatif
Pengobatan konservatif gangren diabetik pada dasarnya sama dengan pengobatan
ulkus oleh sebab apapun, yaitu meliputi :
a. Perawatan luka
Ulkus yang terjadi pada kaki dievaluasi dengan teliti, termasuk dalamnya luka
harus ditelusuri denga peralatan tumpul yang steril sehingga dapat diketahui persis
kedalaman dari luka tersebut, jaringan nekrotik dibuang dan permukaan luka
harus cukup lebar untuk memudahkan masuknya oksigen kemudian luka
dibersihkan dengan menggunakan antiseptik seperti yodium povidon setelah
menggunakan larutan perhidrol. Bila luka agak dalam maka dilakukan tampon
untuk menyerap debris. Drainase pus harus menyeluruh dan ekstensif kemudian
dilakukan kompres luka dengan larutan NaCl 0,9% hangat untuk merangsang
pertumbuhan granulasi dari jaringan.
b. Antibiotika
Pemberian antibiotika lokal harus dihindari oleh karena dapat menimbulkan
alergi, disamping dapat merusak jaringan yang sehat disekitarnya. Pemberian
antibiotika sistemik dianjurkan sesuai dengan hasil dari kultur dan tes sensitifiti,
Sebelum didapatkan hasil tes sensitifiti dapat diberikan gabungan dari Penicillin
dan Streptomycin atau Ampisillin.
Penyakit menular pada diabetes
Pasien penderita diabetes lebih mudah terjangkit infeksi karena hiperglikemi
mengganggu fungsi sel darah putih dan mencegah pembunuhan bakteri. Dengan
tambahan, ada beberapa infeksi terkait dengan diabetes, diantaranya:
-

Infeksi bakteri menyebabkan gagal ginjal akut dikarenakan dari

pyelonephritis.
Papillary necrosis peluruhan renal papillae menyebabkan gagal ginjal

akut dikarenakan pyelonephritis.


Pneunomia karena Staphylococcus aureus atau infeksi Klebsiella
Kematian jaringan fasciitis karena infeksi Group A ( haemolytic)
Streptococcus
35

Malignant otitis externa infeksi agresif dengan Pseudomonas aeruginosa,


yang dapat menyerang intracranially tetapi merespon quinolones dengan

baik.
Mucromycosis sebuah infeksi saprophytic, biasanya rhinocerebral dan
hadir dengan keterlibatan nasal sinuses. Ada resiko penyebaran
intracranial, atau pulmonary. Pengobatan dengan operasi debridement dan
amphotericin B, tetapi kedua metode mempunyai resiko kematian yang
tinggi.

BAB IV
PEMBAHASAN
Daftar masalah pada pasien ini yaitu, DM tipe 2 ditegakkan dari anamnesis
terdapat keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan terdapat juga
keluhan tidak khas DM berupa kesemutan, cepat lelah, mudah mengantuk,
Minum obat DM tidak teratur dan tidak pernah olahraga. Hasil laboratorium
menunjukkan hiperglikemia.
Daftar masalah ulkus diabetikum plantar pedis sinistra ditegakkan dari
anamnesis terdapat luka 1 bulan SMRS, terasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan ulkus dengan status lokalis ulkus pedis regio pedis sinistra. Hasil
laboratorium menunjukkan leukositosis yang menandakan adanya proses infeksi
yang bisa saja berasal dari ulkus tersebut.
Daftar masalah hipertensi grade I didapatkan dari hasil pemeriksaan tanda
vital tekanan darah mencapai 140/80, hipertensi juga merupakan salah satu
komplikasi kronis dari DM. Hipertensi sendiri dapat menimbulkan komplikasi
pada organ target seperti jantung : hipertropi vntrikel kiri, angina, infark miokard.
Otak seperti stroke, juga penyakit ginjal kronik dan retinopati.

Ny. D
Usia 65
Obesitas
Akitivitas terbatas
36

Hipertensi grade I : 140/80


Diabetes Melitus tipe II hingga saat ini merupakan diabetes
yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, deposisi genetik juga juga
berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif, pasien
tidak mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan
insulin dapat normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target
memiliki sensitivitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian besar
penderita Diabetes Melitus tipe II memiliki berat badan berlebihan.
Obesitas terjadi karena deposisi genetik, asupan makanan yang terlalu
banyak , dan aktivitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan
antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam
lemak di dalam darah. Hal ini selunjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya terjadi
resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatkan pelepasan
insulin. Akibat regulasi menurun pada reseptor, reseptor insulin
semakin meningkat.

37

BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai seluruh organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan ,sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih
sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama
sampai orang tersebut pergi ke dokter. Terkadang pula gambaran klinisnya tidak jelas,
asimtomatik dan diabetes baru ditemukan pada saat pemeriksaan penyaring atau
pemeriksaan untuk penyakit lain

38

DAFTAR PUSTAKA
1. Sylvia A. Price, Loraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Prosesproses
Penyakit, edisi IV, buku II, alih bahasa dr. Peter Anugrah, Penerbit buku
kedokteran EGC, Jakarta, 1995
2. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran, edisi III, buku I, Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2001
3. Sudoyo Aru.W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid III,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2006
4. Rully Roesli,Endang Susalit,Jusman Djafar. Nefropati Diabetik. Dalam :
Slamet Suyono,dkk.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II,Edisi 3,
Jakarta, BP FKUI,2001 p.356-363
5. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2006, Perkumpulan endokrinologi : 2006

39

You might also like