Professional Documents
Culture Documents
IMPLEMENTASI KESEHATAN
DAN KESELAMATAN KERJA
DI SEKTOR KONSTRUKSI
OLEH :
OLEH :
KELOMPOK I
NURUL HAIRUNNISA A K11108258
SYARIF H
FITRIANI SUDIRMAN
K11108251
RINI ARYANI
K11108260
IRFA IRVIANI
K11107704
RISKA
K11108255
MUHAMMAD IDRIS
K11107746
ANDI TITIN
K11108020
MUKRIMAH RAHMAN
K11109530
SYARIFAH ADRIANA
K11108259
MONA T AKASEH
K11109532
K11107661
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih
sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Di
Indonesia, setiap tujuh detik terjadi satu kasus kecelakaan kerja. Hal ini tentunya sangat
memprihatinkan. Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah. Padahal
karyawan adalah aset penting perusahaan.
Kewajiban untuk menyelenggarakaan Sistem Manajemen K3 pada perusahaanperusahaan besar melalui UU Ketenagakerjaan, baru menghasilkan 2,1% saja dari 15.000
lebih perusahaan berskala besar di Indonesia yang sudah menerapkan Sistem Manajemen
K3. Minimnya jumlah itu sebagian besar
bahwa program K3 hanya akan menjadi tambahan beban biaya perusahaan. Padahal jika
diperhitungkan besarnya dana
sebagai akibat diabaikannya Sistem Manajemen K3, yang besarnya mencapai lebih dari
190 milyar rupiah di tahun 2003, jelaslah bahwa masalah K3 tidak selayaknya diabaikan.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi.
Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di
seluruh sektor, dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi
adalah salah satu sektor yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor
utama lainnya yaitu pertanian, perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Angka
kecelakaan kerja di sektor kontruksi didunia pada umumnya lebih tinggi dari angka
kecelakaan di sektor lainnya seperti sektor manufaktur maupun industri. Dan angka
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
mengenai kondisi pada proyek konstruksi serta bagaimana peranan kesehatan dan
keselamatan kerja pada proyek konstruksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Proyek Konstruksi
Karakteristik KegiatanKonstruksi
tinggi, harus dipasang balok menyilang, disamping untuk menjaga kestabilan, selain
itu untuk memberikan topangan yang kuat bagi tenaga kerja; pada saat pekerja tidak
hati-hati terjatuh, ada satu lapisan pengaman, untuk mengurangi dampak yang terjadi.
Pemilik usaha tidak seharusnya mengabaikan hidup para pekerjanya demi untuk
mengejar keuntungan.
2. Penyebab kejatuhan benda dari atas seringkali karena kecerobohan pekerja;
seperti pada saat mengoperasikan mesin penderek, mesin penggali lubang atau mesin
pendorong, semestinya ada pagar pembatas di sekelilingnya, guna mencegah
masuknya pekerja, apabila tetap diperlukan pekerja lain untuk memberikan bantuan
operasional, maka di sampingnya perlu ada seorang mandor yang memberikan
komando dan pengawasan; selain pagar pembatas pekerja di area tersebut harus
memakai secara benar perlengkapan pelindung seperti helm, sarung tangan dan sepatu
pengaman dan lain-lain. Selain itu pada saat memindahkan barang berat, sebaiknya
menggunakan kekuatan mesin sebagai pengganti tenaga manusia, demi menghindari
terjadinya kecelakaan pada saat pemindahan.
3. Tertimpa barang yang roboh biasanya terjadi karena tidak adanya pagar
pembatas di area yang mudah runtuh, karena keruntuhan itu biasanya terjadi dalam
waktu sekejap tanpa peringatan terlebih dahulu, oleh karena itu dibuatkan demi
mengurangi resiko kecelakan terhadap pekerja yang memasuki area tersebut.
Benturan atau tabrakan biasanya terjadi dikarenakan kecerobohan pekerja, mesin
penggerak dan kendaraan yang digunakan berukuran sangat besar, pandangan petugas
operator tidak mudah mencapai luasnya batas area kerjanya sehingga terjadi benturan.
Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun
tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya
tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai
sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding
galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam
sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan
kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai
perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di Amerika Serikat
yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat tertimbun longsor
dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian.
Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup
signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di
samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat
dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian
sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh
psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari
pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan
pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar
dari pada biaya langsung.
2.
Pedoman K3 Konstruksi
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga
kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai
dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU
13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam
perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan
termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
Tenaga
Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986:
Pedoman
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang
selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan pedoman
yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia. Pedoman K3
Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti karena
menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi
dengan deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya
sangat menghambat penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan
perbedaan pendapat dan perselisihan di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas
konstruksi.
Pedoman K3 Konstruksi selama hampir dua puluh tahun masih menjadi
pedoman yang berlaku. Baru pada tahun 2004, Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah, yang kini dikenal sebagai Departemen Pekerjaan Umum, mulai
memperbarui pedoman ini, dengan dikeluarkannya KepMen Kimpraswil No.
384/KPTS/M/2004 Tentang Pedoman Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
(termasuk
proyek
konstruksi),
untuk
mengembangkan
SMK3
dan
bagi
pengembangan
penerapan,
pencapaian,
pengkajian,
dan
rumah sakit akibat kecelakaan kerja yang sudah tidak sesuai lagi dengan tingginya
kenaikan harga yang terjadi pada saat ini.
B. Peran K3 Pada Pekerjaan Konstruksi
Pekerjaan konstruksi merupakan kompleksitas kerja yang melibatkan bahan
bangunan, peralatan, perlengkapan, teknologi dan tenaga kerja yang secara sendiriataupun
bersama-sama dapat menjadi sumber potensial terjadinya kecelakaan. Selain itu pekerjaan
konstruksi pada umumnya merupakan pekerjaan di lapangan terbuka yang mudah
terpengaruh oleh cuaca. Macam pekerjaan dapat berlangsung dibawah tanah, dalam
genangan air, pada tempat-tempat lembab ataupun gelap yang berpotensi terhadap
kesehatan kerja. Tenaga kerja merupakan sumber daya yang sangat penting. Oleh karena
itu perlu dilindungi. Apalagi bila tenaga kerja yang telah trampil atau yang mempunyai
keahlian mendapatkan kecelakaan yang akan berakibat terhadap waktu penyelesaian
pekerjaan dan pada akhirnya merugikan bagi kontraktor.
Oleh sebab itu dibuatlah suatu peraturan perundang-undangan yang mewajibkan
kontraktor untuk melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pada proyek yang
menjadi tanggungjawabnya guna menjamin perlindungan tenaga kerja dari kecelakaan
dan gangguan kesehatan kerja. Pelaksana lapangan sebagai petugas kontraktor di
lapangan perlu mengetahui pokok-pokok kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pada
pekerjaan konstruksi yang meliputi :
Peraturan Perundangan yang berlaku.
Peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) pada pekerjaan konstruksi adalah :
1. Bangsa Indonesia sebagai bangsa-bangsa didunia, telah turut serta pada
Konvensi Internasional tentang perlindungan terhadap tenaga kerja.
2. Pada tahun 1989 telah dikeluarkan Undang-undang No.14 tahun 1989 tentang
Kesehatan Tenaga Kerja. Yang sebelumnya pada tahun 1970 telah dikeluarkan
Undang-undang No.1 tentang Keselamatan Kerja.
3. Pada tahun 1980 Menteri Tenaga Kerja telah mengeluarkan Peraturan
No.01/MEN/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi
Bangunan.
4. Pada tahun 1986 Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
menerbitkan
Surat
Keputusan
bersama
No.174/MEN/1986
dan
harus mempunyai petugas dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ang
disebut Petugas Kesehatan. Adapun tugas petugas kesehatan adalah :
Membuat perencanaan dan program pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) di Proyek.
Melakukan penyuluhan dan pemberian informasi serta latihan tentang Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3).
Mencatat data kecelakaan.
Mencegah terjadinya kecelakaan dan gangguan kecelakaan.
Organisasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Adapun organisasi organisasi dalam K3 pada konstruksi, antara lain :
-
MENKIMSARWIL
INSPEKTOR
MENAKERTRANS
KONTRAKTOR
SK Bersama KONTRAK
Petugas Kesehatan
INSPEKTOR
Site
Pelaksana Lapangan
bermacam-macam. Ada kecelakaan akibat terkena benda jatuh atau yang disebabkan
karena terpukul, benda tajam,
5 % Kebakaran
26 % Tergelincir, terpukul
10 % Jatuh dari ketinggian
Setiap kecelakaan tentu ada penyebabnya. Sebab-sebab terjadinya kecelakaan
digolongkan dalam dua kelompok yaitu yang disebabkan faktor manusia dan faktor
konstruksi (alat dan lingkungan).
1. Faktor Manusia
Bahaya kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh manusia itu sendiri (human
error). Antara lain karena kurangnya pengertian, kurang pengetahuan, kurang disiplin,
kondisi mental misalnya emosi, kejenuhan dll.
2. Faktor Konstruksi (Alat dan Lingkungan)
Bahaya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh faktor konstruksi (alat dan
lingkungan) antara lain tidak adanya perencanaan K3, minimnya pengamanan,
penggunaan/pengoperasian alat tidak benar/tidak sesuai, konstruksi salah sehingga
roboh. Keadaan lingkungan yang kurang baik misalnya lapangan atau tempat kerja
licin, gelap, pengap, berdebu dll.
Cara pencegahan gangguan kesehatan tenaga kerja pada pekerjaan konstruksi.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa penyebab terjadinya kecelakaan adalah karena
faktor manusia dan faktor konstruksi (alat dan lingkungan). Melihat kenyataan tersebut,
maka kunci pencegahan terjadinya kecelakaan adalah mendorong adanya ketertiban dan
disiplin kerja serta menjamin agar keadaan lapangan kerja (lingkungan) tertata dengan
baik, teratur dan bersih.
Pencegahan kecelakaan yang disebabkan oleh faktor manusia dapat ditempuh
berbagai upaya antara lain :
1. Kampaye dan penyuluhan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) secara berkala
untuk menumbuhkan kesadaran ber Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
2. Mengadakan latihan dan demontrasi Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi
para pekerja maupun staff kontraktor misalnya : latihan eveluasi bahaya
kebakaran, cara-cara P3K dsb.
3. Melakukan pengecekan secara teratur terhadap alat-alat Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), peralatan P3K, alarm/sirine tanda kebakaran dsb.
4. Memasang poster dan tanda-tanda Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
ditempat strategis.
5. Memberikan sanksi bagi pekerja yang melanggar peraturan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) dan memberikan penghargaan bagi pekerja yang telah
patuh dan melaksanakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
6. Mengadakan pertemuan, dialog atau diskusi khusus tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh karyawan.
7. Penelitian bersifat teknis.
8. Penelitian medis.
9. Penelitian psikologis.
10. Standarisasi alat dan perlengkapan kerja.
11. Pengawasan bersifat umum dan khusus.
12. Asuransi kecelakaan.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian mengenai berbagai aspek
penyelenggaraan
proyek-proyek
konstruksi
yang
didanai
oleh
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Taufik, 2009. dkk Keselamatan Kerja Pada Pekerja Konstruksi Bangunan Di Pt.
Ultrajasa Yogyakarta
Anonim.http://vibizdaily.com/detail/nasional/2010/06/07/gapensi_kerjasama_k3_untuk_tenaga_kerj
a_konstruksi.
Materi Pelajaran Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Tenaga Kerja Asing - Bidang Konstruksi
Peran
&
Fungsi
K3
Pada
Pekerjaan
Konstruksi.
Humas.
2009.
Sektor
Konstruksi
Tertinggi
Dalam
Kecelakaan
Kerja.